Anda di halaman 1dari 8

STRATEGI PELAKAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

ISOLASI SOSIAL

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa II


Dosen Pengampu : Eka Budiarto, S.kep., Ns.

Disusun oleh:
Nama : Bayu adi firman syah
NIM : 201902030078
Kelas : A / semester 5

SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

2021
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

Masalah Utama : Isolasi Sosial


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data obyektif:
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar,
banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan
dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.

b. Data subyektif:
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab
dengan singkat, ya atau tidak.
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi sosial : menarik diri

B. Strategi pelaksanaan tindakan:


Tujuan khusus :
1. Klien mampu mengungkapkan hal – hal yang melatarbelakangi terjadinya
isolasi sosial
2. Klien mampu mengungkapkan keuntungan berinteraksi
3. Klien mampu mengungkapkan kerugian jika tidak berinteraksi dengan
orang lain
4. Klien mampu mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang
Tindakan keperawatan.
1. Mendiskusikan faktor – faktor yang melatarbelakangi terjadinya isolasi
sosial
2. Mendiskusikan keuntungan berinteraksi
3. Mendiskusikan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. Mendiskusikan cara berkenalan dengan satu orang secara bertahap
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal
keuntungan berhubungan dan kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain, dan mengajarkan pasien berkenalan.

1. Orientasi
1) Salam
“Selamat pagi, Saya...., Saya senang dipanggil...., Saya mahasiswa
Universitas Muhammadiyah pekajangan Pekalongan yang akan
merawat mbak. Siapa nama mbak…….? Senang dipanggil siapa”
“oh baik, kalau begitu saya memanggilnya .... ya”
2) Evaluasi
“Apa yang mbak…… rasakan hari ini?”
“Oo.. jadi mbak...... aweing merasa kesepian”
“sudah berapa lama mba..... sering merasa kesepian?”
3) Validasi
“apa yang telah mbak..... lakukan untuk mengatasi rasa kesepian?”
“lalu, bagaimana manfaatnya?”
4) Kontrak
a. Tindakan dan tujuan
“baik, karena mbak.... mengatakan merasa kesepian, bagaimana
kalau kita bercakap-cakap tentang cara mengatasi rasa kesepian
tersebut. Tujuannya supaya mbak.... mampu bersosialisasi dengan
orang lain.”
b. Waktu dan tempat
“Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang
tamu? Mau berapa lama, mbak? Bagaimana kalau 15 menit?”
 
2. Kerja:
1) Pengkajian
“apa yang mba rasakan saat sedang bersama dengan orang lain?”
“apakah ada perasaan tidak nyaman jika bersama orang lain?”
“menurut mbak....... bagaimana sikap keluarga terhadap mbak ? dan
bagaimana pendapat mba tentang keluarga?”
“siapa anggota keluarga yang sering bercakap-cakap dengan mbak ?
biasanya apa yang dibicarakan mbak dengan keluarga mbak? Selain
dengan anggota keluarga, siapa teman terdekatnya mbak.....? apa
alasannya mbak....... senang bercakap-cakap dan merasa dekat
dengan ........?
“siapa saja yang jarang atau bahkan tidak pernah bercakap-cakap
dengan mbak? apa yang menyebabkan mbak tidak ingin bercakap-cakap
dengan orang lain selain orang terdekat? Apakah ada pengalaman yang
tidak menyenangkan ketika bergaul dengan orang lain? Apa yang
menghambat mbak dalam berteman atau bercakap-cakap dengan orang
lain?”
2) Diagnosis
“mbak..... sering merasa kesepian, merasa ditolak oleh orang lain dan
takut bercakap-cakap dengan orang lain sehingga berdiam diri di
kamar. Ini kita sebut isolasi sosial. Bagaimana kalau mbak..... latihan
bercakap-cakap dengan orang lain?”
3) Tindakan
a. Diskusikan keuntungan memiliki banyak teman dan bergaul akrab
dengan mereka
”Menurut anda apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai
teman ? Wah benar, ada teman untuk bercakap-cakap. Apa lagi ?
(sampai pasien dapat menyebutkan beberapa)
b. Diskusikan kerugian apabila klien mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain
“Nah ,,,kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya
mbak...............? Ya, apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa),,, Jadi banyak juga ruginya kalau tidak punya teman
ya????.
c. Ajarkan cara bercakap-cakap dengan orang lain
Kalau begitu inginkah mbak.... belajar bergaul dengan orang lain ?
Bagus.???? Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan
dengan orang lain”. “Begini lho mbak.... ?, untuk berkenalan
dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan
yang kita suka asal kita dan hobi kita. Contoh: Nama Saya T, senang
dipanggil T. Asal saya dari semarang, hobi memancing”
“Selanjutnya mbak............ menanyakan nama orang yang diajak
berkenalan. Contohnya begini: Nama Bapak siapa? Senang
dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?”
“Ayo mbak.....sekarang dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan
mbak..... Coba berkenalan dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah ibu berkenalan dengan orang tersebut mbak.... bisa
melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan
mbak..... bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang
keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
 
3. Terminasi:
a) Evaluasi subjektif
”Bagaimana perasaan mbak....... setelah kita latihan berkenalan?”
b) Evaluasi objektif
“mbak .... apakah ingat dengan kegiatan apa saja yang telah kita latih
bersama tadi. Bagus sekali mbak........ tadi sudah mempraktekkan cara
berkenalan dengan baik sekali”
c) Rencana tindak lanjut klien
”Selanjutnya mbak....... dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari
tadi selama saya tidak ada. Sehingga anda lebih siap untuk berkenalan
dengan orang lain. sekarang mau praktekkan ke pasien lain. Mau jam
berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan
hariannya.”
d) Rencana tindak lanjut perawat
”Besok pagi jam .....................saya akan datang kesini untuk mengajak
anda berkenalan dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, mbak.....
mau kan?”
e) Salam
”Baiklah, sampai jumpa.”

Judul jurnal : TERAPI KOGNITIF TERHADAP KEMAMPUAN INTERAKSI


PASIEN SKIZOFRENIA DENGAN ISOLASI SOSIAL
Masalah yang ada di dalam jurnal : Isolasi sosial merupakan keadaan dimana
seseorang individu mengalami perilaku menarik diri, serta penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain, terutama untuk
mengungkapkan dan mengonfirmasi perasaan negatif dan positif yang dialaminya.
Sehingga untuk memenuhi kebutuhan pasien dalam kemampuan berinteraksi,
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi kognitif
terhadap kemampuan berinteraksi pasien skizofrenia dengan masalah isolasi sosial
Metode : Desain penelitian ini adalah Quasi Experimental one group pre-post test
designdengan intervensi terapi kognitif terhadap kemampuan berinteraksi pasien
skizofrenia dengan masalah isolasi social Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah dengan purposive sampling yang dilakukan dengan
mengambil sampel sesuai dengan kriteria peneliti dengan menggunakan screening
isolasi sosial, dalam menentukan sampel tersebut peneliti memiliki pertimbangan
kriteria. Kriteria peneliti dalam menentukan sampel ini adalah kriteria Inklusi
yaitu : 1) Pasien dilakukan screening, 2)Pasien dengan masalah isolasi social, 3)
Mampu berbahasa indonesia dan baca tulis yang baik, dan 4) Bersedia menjadi
pasien. Sehingga didapatkan sejumlah 20 pasien, untuk mengantisipasi drop out
sampel pada saat dilakukan penelitian maka ditambahkan 10% dari jumlah sampel
Penelitian ini, menggunakan alat ukur lembar observasi untuk mengukur
kemampuan berinteraksi isolasi sosial yang telah di uji validitas dan reliabilitas
oleh Sinta (2015) dengan croanbach’s alfa 0,43 dengan 18 pernyataan yang sama
untuk Pre test dan Post test. Terapi kognitif ini menggunakan standar operasional
prosedur (SOP) yang dikembangkan Aeron Beck (Towsend, 2009).

HASIL PENELITIAN :
1. Kemampuan berinteraksi pasien skizofrenia dengan masalah isolasi sosial
sebelum dilakukan terapi kognitif

Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa bahwa kemampuan


berinteraksi responden sebelum dilakukan terapi kognitif mayoritas adalah
tidak mampu berinteraksi sebanyak 20 responden (90.9%), sedangkan
yang mampu berinteraksi sebanyak 2 responden (9.1 %) adalah kelompok
minoritas.
2. Kemampuan berinteraksi pasien skizofrenia dengan masalah isolasi sosial
setelah dilakukan terapi kognitif
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kemampuan
berinteraksi responden setelah dilakukan terapi kognitif dengan masalah
isolasi sosial di RSJ Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan Tahun 2019
diperoleh mayoritas adalah mampu berinteraksi sebanyak 16 responden
(72.7%), sedangkan yang tidak mampu berinteraksi sebanyak 6 responden
(27.3 %) adalah kelompok minoritas
3. Pengaruh Terapi Kognitif Terhadap Kemampuan Berinteraksi Pasien
Skizofrenian Dengan Masalah Isolasi Sosial
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hasil dari pre test yang mampu
berinteraksi sebanyak 2 responden (9.1%), terdapathasil dari post test
yangmampu berinteraksi sebanyak 16 responden (72.7%), sedangkan yang
tidak mampu berinteraksi saat dilakukan pre test sebanyak20 responden
(90.9%), terdapat hasil dari post test yang tidak mampu berinteraksi
sebanyak 6 responden (27.3%).
Berdasarkan uji mc-neymar diperoleh hasil p value = 0.001 (p<0,05)
sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh terapi kognitif terhadap
kemampuan berinteraksi pasien skizofrenian dengan masalah isolasi sosial
Pendapat mahasiswa :
Menurut pendapat saya terapi kognitif dapat diterima dengan baik bagi para
penderitanya khususnya pada artikel ini.serta dilengkapi dengan hasil penelitian
yang menunjukkan adanya pengaruh terapi kognitif terhadap pasien tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat BA, dkk.(2020). Asuhan Keperawatan Jiwa. Buku Kedokteran EGC :


Jakarta

Anda mungkin juga menyukai