Anda di halaman 1dari 192

KEYAKINAN DAN NILAI PENTING ROKOK BAGI LANSIA DI

TURI, SLEMAN, YOGYAKARTA


(Kajian Konteks Perkembangan Rokok di Indonesia)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

Disusun oleh:
Nama : Yovita Ika Fimbriani
NIM : 059114068

Program Studi Psikologi Jurusan Psikologi


Fakultas Psikologi
Unversitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2011

i
ii
iii
MOTTO PRIBADI

Surrender, Give Up and Die Can Be Any Time But be Alive Need
a Bravery.

(Kalimat yang dikutip dari seorang sahabat)

Hidup adalah sepuluh, jangan pernah puas jika hanya


mendapat delapan.

(Ika)

iv
Karya ini ku persembahkan untuk :

Ia yang bisa disebut dalam berbagai nama Tuhan, Allah,


Yesus, Sang Hyang Widhi atas berkat, kasih dan
bimbinganNya.
Keluargaku tercinta dimana aku tumbuh dan mendapat
kasih yang berkelimpahan. Terimakasih Bapak, Mama
dan adikku tercinta Indra. I love u all..
Seseorang yang selama ini menjadi tempatku berlindung
dan bersandar, my beloved Indra Dodi. Aku tak sempurna
tanpamu.
Seorang sahabat yang menjadi sumber
insipirasi skripsi ini.
Semua teman dan semua orang yang mendukung dan
terlibat dalam proses karya ini.
v
vi
Keyakinan dan Nilai Penting Rokok bagi Lansia di Turi, Sleman, Yogyakarta

Kajian Konteks Perkembangan Rokok di Indonesia

Yovita Ika Fimbriani

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai


keyakinan (belief) yang lansia perokok miliki terhadap rokok serta nilai penting
rokok bagi lansia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologi
dengan menggunakan analisis fenomenologi interpretatif. Subjek yang
digunakan adalah lansia perokok sejumlah tujuh orang dan berusia minimal 60
tahun. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara secara mendalam pada
tujuh lansia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia memiliki keyakinan
tertentu terhadap rokok yang dipengaruhi oleh konteks pandangan terhadap
rokok dimasa lalu dan saat ini. Lansia memiliki keyakinan bahwa rokok tidak
berbahaya, sebagai obat serta keputusan merokok merupakan keputusan yang
sifatnya bebas. Lansia juga menganggap bahwa rokok bernilai penting bagi
mereka. Nilai tersebut dipengaruhi oleh konteks waktu pandangan tentang
rokok, adanya faktor adiksi terhadap substansi dan fungsi rokok sendiri bagi
lansia. Nilai penting rokok bagi lansia adalah sebagai modulator, alat sosial dan
kebutuhan. Adanya konteks pandangan mengenai rokok, keyakinan yang
dimiliki lansia terhadap rokok serta nilai yang dimiliki oleh lansia memainkan
peranan penting dalam keputusan lansia untuk tetap merokok.

Kata kunci : lansia, rokok, nilai (value), keyakinan (belief)

vii
BELIEF AND THE IMPORTANT OF CIGARETTES FOR THE ELDERLY
IN TURI, SLEMAN, YOGYAKARTA

Considerable Study of Cigarettes Development Context in Indonesia

Ika Yovita Fimbriani

ABSTRACT

The purpose of this study was to obtain belief and cigarette important value for
the elderly. This study uses qualitative methods of phenomenology by using
interpretative phenomenological analysis. Researcher uses seven elderly
smokers (at least 60 years old). Data collected by in-depth interviews in seven
elderly. The results showed that the elderly have particular beliefs to smoking
influenced by the context of the cigarette in the past and present. Elderly have a
belief that cigarettes are not dangerous, as drugs and smoking is about free
choice. Elderly also assumed the critical value for their cigarettes. That values
are influenced by the context of the views on smoking, the addiction factor and
the functions of their own cigarettes for the elderly. The importance of smoking
for the elderly as a modulator, a social tool and needs. The existence of context
views on smoking, the belief held elderly against smoking and the value that is
owned by the elderly play an important role in the decision to keep smoking.

Key words: elderly, cigarettes, value, belief

viii
ix
KATA PENGANTAR

Berawal dari rasa penasaran mengapa seseorang sulit sekali untuk berhenti

merokok akhirnya karya ini terciptalah. Saya sebagai penulis sangat bersyukur atas

kekuatan yang diberikan olehNya dan dukungan serta bantuan dari semua pihak

sehingga rasa penasaran tersebut dalam terjawab melalui skripsi ini. Oleh karena itu

ijinkanlah pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu A. Tanti Arini selaku dosen pembimbing. Terimakasih atas kesempatan

yang diberikan pada saya untuk berproses dalam skripsi ini. Terimakasih atas

kesabaran dan waktu yang telah diberikan pada saya. Terimakasih karena saya

telah diajarkan bagaimana menjadi seorang civitas akademika.

2. Ibu Maria Laksmi Anantasari selaku dosen pembimbing akademik.

Terimakasih karena selalu mendukung dan mendengarkan keluh kesah kami

yang tiada henti. Dukungan dan perhatian personal yang Ibu berikan sangat

berarti buat saya dan memberi kekuatan.

3. Bu Agnes Indar Etikawati dan teman unit konseling yang selalu memberikan

semangat, dukungan dan tempat berkeluh kesah. Terimakasih atas semua

kebersamaan selama ini.

4. Karyawan fakultas psikologi Mas Gandung, Mbak Nanik, Pak Gie, Mas Doni,

Mas Muji terimakasih atas bantuannya selama proses perkuliahan ataupun

selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas semua bantuan yang telah

diberikan.

x
5. Keluargaku tercinta yang selalu memberikan dukungan dan fasilitas dalam

penyusunan skripsi ini. Buat Bapak yang selalu mengoreksi semua kalimat

yang aku buat dan sering kali cerewet soal tanda baca. Buat Bapak dan Mama

yang tak pernah bertanya kapan aku lulus. Buat Indra yang selalu jadi partner

bertengkar dan tertawa. Terimakasih atas semua kasih sayang, perhatian dan

kepercayaan yang telah diberikan selama ini. Aku mencintai kalian semua.

6. My beloved Indra Dodi. Seniman besar yang menggoreskan warna dalam

kanvas kehidupanku. Thanks uda, tak ada kalimat yang sanggup mewakili rasa

terimakasihku padamu. Maafkan aku kalau selama ini selalu membuat uda

jengkel, marah atau kecewa. Uda ibarat cat dan aku kanvasnya. Jika tak ada

uda maka kanvas ini hanya akan berwarna putih. Terimakasih atas semua rasa

dan perjalanan ini. Thanks buat semua yang uda ajarkan ke aku. Semangat dan

kekerasan hatimu menjadi sumber inspirasiku. Teruslah menjadi sumber

inspirasi dan penerang dalam setiap jalanku. Aku percaya suatu saat nanti uda

akan menggoreskan sejarah dengan karya besarmu.

7. Buat teman-teman yang selalu setia mendengarkan semua curhatanku dan tak

henti-hentinya mendukungku. Irai, Yandu, Ike thanks atas semua sharing,

semua pembicaraan gila hingga pembicaraan berbobot hehe..thanks selalu

mendengarkan keluhan yang tak penting dariku, thanks atas semua dukungan

yang telah kalian berikan ke aku. Buat Tris dan Lilo semoga kalian menjadi

pasangan yang berbahagia selamanya. Buat Puput semoga skripsimu cepat

selesai. Semangat, Put!

xi
8. Buat Mas Arika thanks pernah mengajariku untuk bermimpi. Thanks buat

semua hal yang telah mas Ari ajarkan ke aku. Buat mas Antok thanks atas

waktu yang selalu ada setiap aku bingung, butuh saran dan sedih.

9. Buat seorang sahabat yang pernah mengajariku untuk jangan pernah menyerah

akan apapun dan memberikan banyak hal, Ignatius Gelar Setiaji Purnomo.

Terimakasih atas semua kesabaran dalam mengajariku untuk percaya bahwa

aku mampu. Terimakasih atas semua warna yang telah kau berikan dalam

hidupku. Sekarang aku sudah tahu jawabannya mengapa sulit sekali untuk

berhenti merokok. Maaf kali ini aku tak bisa menjelaskannya secara langsung

padamu. Manusia hanya bisa berencana dan Tuhanlah yang menentukan.

Semoga kamu selalu ada dalam keadaan yang baik.

10. Saya juga mengucapkan terimakasih pada ketujuh perokok yang telah

menyediakan waktu untuk menceritakan pengalamannya.

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING.............................................ii

HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................................iii

HALAMAN MOTTO..............................................................................................................iv

HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................................v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA....................................................vi

ABSTRAK.................................................................................................................................vii

ABSTRACT.............................................................................................................................viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................................ix

KATA PENGANTAR..............................................................................................................x

DAFTAR ISI............................................................................................................................xiii

DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................................xvii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang...............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................................5

C. Tujuan Penelitian..........................................................................................................5

D. Manfaat Penelitian........................................................................................................6

BAB II Landasan Teori...........................................................................................................7

I. Perilaku Merokok.........................................................................................................7

a. Pengertian Perilaku Merokok............................................................................7

xiii
b. Tahap Perilaku Merokok ................................................................... 8
c. Faktor-Faktor yang Membuat Individu Merokok ............................ 10

1. Ketagihan ..................................................................................... 10

2. Kecemasan Sosial .......................................................................... 14

3. Pemaparan Stimulus ..................................................................... 14

4. Konteks Individu .......................................................................... 15

5. Representasi tentang Rokok ......................................................... 16

II. Representasi tentang Rokok .................................................................... 17

a. Sejarah Penggunaan Tembakau dan Industri Rokok di Indonesia.. 18

b. Perkembangan Rokok dan Keyakinan terhadap Rokok Saat Ini ... 20

III. Keyakinan (Belief) Lansia Perokok terhadap Rokok...................................22

a. Definisi Lansia.......................................................................................................22

b. Perilaku Merokok Lansia..................................................................................23

c. Keyakinan (Belief) Lansia terhadap Rokok................................................25

IV. Nilai Penting Rokok Bagi Lansia.........................................................................26

a. Proses Pembentukan Nilai dalam Diri Seseorang Berdasarkan

Pengalaman yang Dialami................................................................................28

b. Nilai Penting Rokok Bagi Lansia.....................................................................29

V. Pertanyaan Utama......................................................................................................30

VI. Pertanyaan Penelitian..............................................................................................31

BAB III Metode Penelitian...................................................................................................33

A. Jenis Penelitian............................................................................................................33

xiv
B. Fokus Penelitian...........................................................................................................33

C. Subjek Penelitian........................................................................................................34

D. Metode Pengumpulan Data.....................................................................................34

E. Analisis Data.................................................................................................................35

F. Keabsahan Data / Verifikasi Data.........................................................................36

G. Blue Print Wawancara..............................................................................................37

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan.....................................................................41

A. Pelaksanaan Penelitian.............................................................................................41

B. Hasil Penelitian............................................................................................................42

1. Karakterikstik Subjek Penelitian...................................................................42

2. Ringkasan Tema yang Muncul........................................................................43

3. Pengalaman Sosial Merokok di Masa Muda Para Perokok

(Lansia 1940-an)..................................................................................................44

a. Penggunaan Rokok.......................................................................................44

b. Respon Atas Perilaku Merokok.................................................................45

c. Rokok sebagai Alat Sosial...........................................................................46

d. Kesimpulan Pengalaman Sosial Merokok Para Perokok.................47

4. Pengalaman Pribadi Merokok pada Lansia...............................................47

a. Tahap Tertarik pada Rokok......................................................................48

b. Tahap Berhenti Sesaat..................................................................................49

c. Kambuh dan Bertahan Hingga Saat Ini................................................50

d. Pentingnya Rokok Bagi Subjek.................................................................51

xv
5. Pandangan Subjek terhadap Rokok pada Saat Ini (tahun 2000-an) 59

a. Pandangan terhadap Perilaku dan Larangan Merokok

pada Saat Ini 59

b. Pandangan Terhadap Dampak Rokok 60

6. Kesimpulan Umum..............................................................................................68

C. Pembahasan..................................................................................................................71

1. Konteks Riwayat Merokok pada Lansia.....................................................74

2. Konteks Pandangan tentang Rokok pada tahun 1940-an

dengan tahun 2000-an 76

3. Pengaruh Perkembangan Rokok Terhadap Keyakinan

Perokok Lansia Terhadap Rokok 83

4. Nilai Rokok yang Dihayati Oleh Lansia......................................................85

5. Nilai yang Muncul karena Ketagihan..........................................................86

6. Skema Penelitian.................................................................................................89

BAB V Kesimpulan dan Saran...........................................................................................90

A. Kesimpulan...................................................................................................................90

B. Saran................................................................................................................................91

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................92

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

1. Tabel Pelaksanaan Wawancara....................................................................................96

2. RingkasanTema Keseluruhan Subjek........................................................................97

3. Koding.................................................................................................................................111

A. Koding Perokok PW................................................................................................111

B. Koding Perokok PB..................................................................................................121

C. Koding Perokok PM................................................................................................129

D. Koding Perokok PJ..................................................................................................141

E. Koding Perokok PK.................................................................................................148

F. Koding Perokok PBd................................................................................................161

G. Koding Perokok PN.................................................................................................166

xvii
1

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG MASALAH

Rokok merupakan sebuah benda yang sangat penting bagi perokok.

Pentingnya rokok bagi perokok membuat perilaku merokok menjadi perilaku

paling favorit bahkan diseluruh dunia (Sukendro, 20007). Indonesia sendiri

contohnya merupakan negara pengkonsumsi rokok kelima tertinggi di dunia

setelah Cina dengan angka prevalensi perokok yang cenderung meningkat setiap

tahun (Nusantaraku, 2009). Peningkatan prevalensi ini tidak seiring dengan

peningkatan perokok yang memutuskan untuk berhenti lebih-lebih perokok yang

telah berusia lanjut (Husten dalam Schmitt (2005)).

Perokok yang tergolong dalam usia lanjut adalah perokok yang berusia

minimal 60 tahun (WHO dalam Sulistyo, 2005). Berdasarkan faktor usia

sebenarnya bagi mereka lebih diharapkan untuk menerapkan pola hidup sehat

salah satunya dengan berhenti merokok. Hal ini mengingat kondisi fisik lansia

yang telah mengalami penurunan dan beresiko untuk terkena masalah kesehatan

yang serius seperti penyakit jantung, kanker, stroke dan penyakit paru-paru

(Stroving et al, 2004; Schmitt,2005; Santrock,2005).

Namun dalam kenyataannya risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh rokok

tersebut tidak membuat lansia menghentikan perilaku merokok mereka. Hal ini

peneliti temukan di daerah tempat tinggal peneliti yaitu di Turi banyak lansia

1
2

yang masih tetap merokok. Data yang tercatat dalam Resume Riskesdas Provinsi

DIY mengindikasikan hal serupa karena tidak ada data khusus mengenai lansia.

Berdasarkan laporan tersebut tercatat sebanyak 3,2 % perokok berusia diatas 30

tahun dan sisanya sebanyak 30 % tidak diketahui usianya (Resume Riskesdas

Provinsi DIY, 2007).

Indikasi adanya lansia yang masih tetap merokok menjadi sangat

penting untuk dikaji lebih lanjut mengingat lansia adalah perokok yang sangat

rentan berisiko terkena masalah kesehatan yang serius. Penelitian mengenai hal

ini pernah dilakukan oleh Schmitt di San Fransisco pada 20 perokok. Schmitt

(2005) menemukan hambatan yang membuat lansia tidak ingin berhenti merokok

adalah sikap yang lansia miliki terhadap rokok misalnya menolak bahaya rokok.

Selain itu adanya faktor kecanduan membuat lansia tidak ingin menghentikan

perilaku merokok mereka. Alasan yang lain adalah penolakan mereka tentang isu

untuk berhenti merokok. Adanya anggapan bahwa rokok merupakan kenikmatan

terakhir dalam hidup membuat lansia juga enggan untuk berhenti merokok.

Berdasarkan penelitian Schmitt tersebut ternyata perilaku merokok

bertahan tidak hanya disebabkan karena adanya faktor kecanduan. Anggapan-

anggapan tertentu yang lansia miliki tentang rokok (rokok tidak berbahaya,

kenikmatan hidup) ternyata juga merupakan faktor penting dalam bertahannya

perilaku merokok. Hal ini dapat disimpulkan bahwa bagaimana lansia memaknai

rokok mempengaruhi keputusan lansia untuk berhenti atau bertahan merokok. Hal

ini menimbulkan pertanyaan bagaimana dengan perokok lansia di Indonesia ?


3

Apakah keyakinan yang perokok lansia miliki terhadap rokok? Apakah rokok

memiliki nilai penting untuk lansia ?

Wawancara awal dilakukan oleh peneliti untuk menemukan gambaran

awal. Wawancara ini dilakukan pada 5 orang informan berusia 70 tahun yang

tinggal di desa Nganggrung dan Garongan, Kecamatan Turi, Sleman,

Yogyakarta. Berdasarkan hasil wawancara awal ditemukan beberapa alasan

mengapa lansia tetap merokok.

Subjek K dan Bd contohnya mereka tidak ingin berhenti untuk merokok

dengan alasan tidak percaya terhadap dampak buruk rokok. Lansia tersebut tidak

percaya bahwa rokok berbahaya karena dulu sewaktu mereka anak-anak rokok

bukanlah sesuatu yang berbahaya namun sebagai obat. Selain sebagai obat,

berdasarkan hasil wawancara subjek B dan J mengatakan rokok juga berfungsi

sebagai alat pelepas lelah atau hiburan.

Berdasarkan wawancara awal uniknya perokok di waktu itu (1940-an)

tidaklah mengetahui bahaya yang terkandung dalam rokok. Mereka mempercayai

bahwa rokok merupakan obat dan bahaya tentang rokok tidaklah segencar saat ini.

Banyak orang yang belum mengetahui bahaya dari menghisap rokok. Rokok tidak

dipandang sebagai perilaku berisiko saat itu. Wawancara awal ini dilakukan peneliti

pada tanggal 27 Maret 2009 pada salah satu warga desa Nganggrung, Kecamatan

Turi pada subjek yang berusia 70 tahun dengan jenis kelamin laki-laki. Beliau

mengatakan bahwa merokok merupakan suatu budaya dan pada saat itu (tahun 1940-

an) merokok tidak dipandang sebagai perilaku yang merugikan


4

kesehatan. Dua lansia yang berasal dari desa yang sama mengatakan hal yang

serupa. Mereka menyebutkan bahwa rokok bahkan sering digunakan sebagai

hadiah dalam khitanan, ngirim sesaji dan kenduri. Budiprasetya (2000)

menegaskan pula bahwa rokok memang sudah menjadi bagian dari budaya. Hal

ini terlihat dalam upacara tradisional yang menyertakan rokok di dalamnya

seperti khitanan, kenduri atau sesaji.

Berdasarkan hasil wawancara awal, Budiprasetya (2000) dan Sukendro

(2007) dapat disimpulkan bahwa rokok pada waktu dulu (tahun 1940-an)

dianggap sebagai obat serta bagian dari budaya. Rokok dianggap tidak berbahaya

karena perokok di waktu tersebut tidak mengetahui bahaya dari rokok. Berbeda

halnya dengan saat ini rokok pada saat ini dianggap sebagai substansi yang

berbahaya karena mengandung 4000 zat kimia berbahaya (Aditama, 2002; Asril,

2002). Pesatnya kajian tentang rokok membuat kampanye tentang bahaya rokok

pun gencar dilakukan. Gencarnya kampanye mengenai rokok memungkinkan

lansia mengetahui bahwa rokok sebagai substansi yang berbahaya. Subjek dalam

wawancara awal yang tergolong dalam lansia mengemukakan hal serupa bahwa

mereka mengetahui informasi mengenai dampak buruk rokok. Informasi yang

mereka dapat pada saat ini sangat berbeda dengan pandangan yang mereka dapat

ditahun 1940-an.

Adanya perbedaan pandangan terhadap rokok yang terjadi antara 1940-

an dengan 2000-an menjadi penting untuk diulas mengingat lansia merupakan

salah satu perokok aktif yang hidup ditahun 1940-an hingga saat ini. Lansia
5

mengalami masa saat rokok merupakan sesuatu hal yang baik untuk dilakukan

dan kebalikannya pada saat ini. Namun pada kenyataannya perbedaan

pandangan tersebut tidak membuat lansia memutuskan untuk berhenti merokok.

Keputusan lansia untuk tetap merokok meskipun telah terjadi

perubahan pandangan terhadap rokok menjadi sesuatu hal yang penting untuk

mengetahui mengapa lansia tetap mempertahankan perilaku merokoknya.

Bertahannya perilaku merokok pada lansia kemudian memunculkan pertanyaan

mengapa perubahan pandangan terhadap rokok tidak membuat lansia

memutuskan untuk berhenti merokok. Bagaimana keyakinan (belief ) lansia

terhadap rokok saat ini. Apakah keputusan lansia untuk tetap merokok

dipengaruhi oleh faktor lain selain faktor kecanduan seperti yang ditemukan pada

penelitian Schmitt yaitu karena lansia menganggap bahwa rokok bernilai bagi

mereka, apakah nilai rokok bagi lansia yang hidup dimasa ini ?

II. RUMUSAN MASALAH

Keyakinan (belief) apakah yang dimiliki lansia terhadap rokok pada saat

ini? Apakah nilai yang dimiliki lansia terhadap rokok ?

III. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang nilai rokok yang

dimiliki lansia yang hidup dimasa yang memiliki cara pandang berbeda terhadap

rokok.
6

IV. MANFAAT

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah referensi untuk

perkembangan ilmu di bidang psikologi khususnya psikologi kesehatan dan

psikologi sosial. Manfaat yang lain adalah melalui penelitian ini diharapkan juga

dapat memperluas kajian mengenai perilaku merokok khususnya pada lansia.

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah bagi praktisi yang bergerak dibidang

promosi kesehatan diharapkan dapat menjadi salah satu sumber referensi dalam

penyusunan promosi kesehatan mengenai rokok.


7

BAB II

LANDASAN TEORI

I. Perilaku Merokok

a. Pengertian Perilaku Merokok

Pribadi dalam Verawati, Hesty et al (2003) mendefinisikan merokok

sebagai kegiatan memasukkan bahan yang berasal dari dedaunan (tembakau)

yang mengandung zat tertentu (khususnya nikotin) sebagai tindakan untuk

memperoleh kenikmatan. Levy (1984) mendefinisikan merokok sebagai sesuatu

yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat

menimbulkan asap yang dapat dihisap oleh orang-orang disekitarnya. Persamaan

dari dua definisi diatas adalah merokok sebagai sebuah aktivitas memasukkan

dan mengeluarkan substansi berupa tembakau.

Aritonang (1997) mendefinisikan merokok sebagai sebuah perilaku

kompleks yang merupakan hasil dari interaksi antara kognisi, lingkungan sosial,

kondisi psikologis, penguatan dan kondisi fisiologis. Berdasarkan faktor kognisi

adalah rendahnya kesadaran akan bahaya rokok dan asumsi yang dimiliki bahwa

efek rokok dapat direduksi dengan olah raga rutin serta makan makanan yang

bergizi. Berdasarkan aspek sosial, kebanyakan perokok mengatakan jika perilaku

merokok mereka sebagai sebuah produk dari lingkungan. Efek menyenangkan yang

dihasilkan dari sebuah rokok seperti perasaan santai, tenang dan ketegangan yang

berkurang juga berperan dalam bertahannya perilaku merokok seseorang.

7
8

Berdasarkan uraian di atas merokok dapat disimpulkan sebagai perilaku

kompleks yang di dalamnya terdapat interaksi antara kognisi, lingkungan,

kondisi psikologis dan fisiologis yang digunakan untuk memperoleh kenikmatan

dengan cara membakar dan menghisap tembakau serta menghembuskan asapnya.

b. Tahap Perilaku Merokok

Leventhal dan Cleary (Pitaloka, 2006; Sanderson, 2000; Sarafino,1994)

membagi tahapan seseorang menjadi perokok ke dalam 4 tahapan,

yaitu :Preparation, Initiation , Becoming & Maintenance serta Cessation. Tiga

tahap pertama disebut sebagai tahap acquisition yang artinya di masa ini

seseorang mengalami pengalaman merokok dan selanjutnya mengalami

peningkatan konsumsi secara cepat. Keempat tahapan tersebut, yaitu:

1. Persiapan (Preparation)

Faktor yang berperan pada tahap ini adalah intensi dan bayangan tentang

seperti apa rokok itu. Intensi, sikap serta belief tentang rokok

pembentukannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Intensi, sikap dan

belief yang berhasil terbentuk akan mendorong seseorang untuk mencoba

merokok. Biasanya tahap ini dimulai pada usia belasan dan faktor utama

yang berpengaruh adalah faktor psikososial.

2. Inisiasi (initiation)

Inisiasi ini meliputi reaksi tubuh saat seseorang mencoba rokok pertama kali

yaitu berupa batuk, berkeringat. Namun reaksi tubuh ini sebagian besar
9

diabaikan oleh perokok. Perokok lebih memilih untuk beradaptasi terhadap

efek yang ditimbulkan rokok pada tubuh.

3. Menjadi perokok dan menjadi perokok tetap (becoming and maintenance)

Pada tahap ini melibatkan suatu proses ‘concept formation’. Seseorang

akan belajar kapan dan bagaimana merokok serta memasukkan aturan-aturan

perokok ke dalam konsep dirinya. Selanjutnya faktor psikologi dan

mekanisme biologis yang bergabung ini akan semakin mendorong perilaku

merokok sehingga jadilah individu sebagai perokok tetap. Dua penelitian

longitudinal menunjukkan bahwa faktor psikososial memiliki peranan

penting dalam berlanjutnya perilaku merokok seseorang. Selain itu,

lingkungan dan beliefs tentang rokok juga berhubungan dengan perubahan

dalam perilaku merokok (Sarafino, 1994)

Smet (1994) menambahkan bahwa perokok dapat digolongkan menjadi

perokok berat, sedang dan ringan berdasarkan banyaknya rokok yang dihisap.

Seorang perokok dikatakan perokok berat jika menghisap rokok lebih dari 15

batang dalam satu hari. Perokok sedang adalah perokok yang menghisap rokok

antara 5 hingga 14 batang dalam sehari. Perokok ringan adalah perokok yang

menghisap rokok antara 1 hingga 4 batang dalam sehari.

4. Berhenti merokok (cessation)

Pada tahap ini seorang perokok memutuskan untuk menghentikan perilaku

merokoknya. Hal ini biasanya dikarenakan meningkatnya kesadaran akan

kesehatan.
10

Berdasarkan teori diatas seseorang dapat menjadi seorang perokok jika telah

melewati tahap persiapan dan inisiasi. Pada tahap persiapan faktor psikososial

mengambil peranan penting. Faktor psikososial akan mempengaruhi

pembentukan sikap, belief dan intensi tentang rokok. Pada tahap inisiasi perokok

akan merasakan beberapa efek rokok pada tubuh. Namun perokok lebih memilih

untuk beradaptasi dengan efek dari rokok tersebut. Setelah kedua tahap itu

terlewati maka seseorang kemudian akan belajar menjadi seorang perokok tetap

yang diiringi dengan peningkatan konsumsi secara cepat. Jika kemudian perokok

mengalami peningkatan akan kesadaran kesehatan maka mereka biasanya akan

berada pada tahap selanjutnya yaitu berhenti merokok.

c. Faktor-faktor yang Membuat Bertahannya Perilaku Merokok

1. Ketagihan (addiction)

Ketagihan didefinisikan sebagai kondisi yang dihasilkan sebagai akibat

dari penggunaan berulang dalam jangka waktu yang lama sehingga

menimbulkan ketergantungan secara fisik maupun psikologis pada substansi

atau zat. Ketergantungan secara psikologis adalah tahap disaat individu

merasa ada tekanan untuk menggunakan substansi dengan tujuan

mendapatkan perasaan senang tanpa perlu merasa tergantung secara fisiologis

(Sarafino, 1994; Sanderson,2004).

Ketergantungan secara fisik adalah suatu kondisi saat tubuh menyesuaikan

dengan substansi dan bekerja sama untuk membuat jaringan-jaringan tubuh


11

berfungsi secara ” normal”. Seseorang yang mengalami ketergantungan secara

fisik pada substansi mengembangkan toleransi pada substansi sehingga tubuh

akan bereaksi dengan membutuhkan substansi lebih banyak untuk mendapatkan

efek yang sama. Perokok juga mengalami sindrom yang tidak menyenangkan

akibat toleransi ini (unpleasant withdrawl syndrom) seperti iritabilitas, kesulitan

berkonsentrasi, kecemasan dan penurunan berat badan jika tidak melanjutkan

penggunaan sebuah substansi (Sarafino, 1994; Sanderson, 2004).

Beberapa teori yang menjelaskan tentang ketergantungan pada substansi

adalah sebagai berikut (Sarafino, 1994; Sanderson, 2004) :

a. Berdasarkan Model Nikotin (Nicotine Based Models)

i. Model Efek Nikotin yang Tetap (Nicotine Fixed Effect Models)

Nikotin meningkatkan kadar neuroregulator seperti dopamine,

norepinephrine, opiods yang pada gilirannya akan membuat ingatan dan

konsentrasi meningkat dan mengurangi kecemasan serta tegangan. Nikotin

juga akan berpengaruh pada kondisi fisiologis seperti mempercepat jantung

dan merelaksasi otot skeletal. Efek-efek fisiologis ini secara simultan

mengarahkan kondisi mental menjadi siaga (alert) dan menjadi rileks. Efek

fisiologis ini merupakan keuntungan yang didapat secara fisilogis oleh

perokok. Hal tersebut kemudian menjadi sumber motivasi seseorang untuk

melanjutkan perilaku merokok agar mendapat keuntungan secara fisiologis.


12

ii. Model Pengaturan Nikotin (Nicotine Regulation Models)

Model ini lebih luas dari model efek nikotin yang tetap (Fixed Effect

Model). Model pengaturan nikotin memprediksi perilaku merokok akan

mendapat ’penguatan’ (reward) oleh tubuh hanya ketika level nikotin di

dalam tubuh berada pada ”set point” yang telah dibentuk oleh tubuh.

Berdasarkan teori ini, seorang perokok akan berusaha untuk merokok

dalam jumlah yang cukup untuk memelihara kadar nikotin dalam darah

agar mendapatkan efek fisiologis yang sama.

b. Model Pengaturan Afek (Affect Regulation Model)

Berdasarkan model ini, seseorang merokok karena ingin mendapatkan afek

positif atau untuk menolak (mengurangi) afek negatif. Afek positif yang

ingin didapatkan adalah meningkatkan kenikmatan yang berkaitan dengan

peristiwa-peristiwa tertentu seperti makan serta berhubungan seks. Orang-

orang yang merokok menurut model ini akan merokok untuk mendapatkan

kenikmatan dan merokok ketika merasa nyaman. Selain itu, orang juga

merokok sebagai sebuah coping terhadap afek negatif yang dia rasakan

seperti untuk mengurangi kecemasan, tegangan, dan perasaan frustasi.

Relaksasi adalah salah satu alasan yang paling umum mengapa orang

termotivasi untuk merokok. Hal ini ditegaskan juga dalam Silvan Tomkins

(1966, 1968) dalam Sarafino yang menguraikan alasan dan tujuan yang

ingin dicapai oleh perokok (Sarafino, 1994). Berdasarkan Silvan Tomkins


13

(1966, 1968) dalam Sarafino (1994) perilaku merokok terbagi dalam

beberapa tipe, yaitu :

b.1. Rokok digunakan untuk mencapai afek positif

Perilaku merokok digunakan untuk menambah atau meningkatkan

kenikmatan yang sudah didapat atau hanya digunakan untuk

menyenangkan perasaan saja.

b.2. Rokok digunakan untuk mengurangi afek negatif

Perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi perasaan negatif

dalam diri. Misalnya merokok ketika marah, gugup atau gelisah.

b.3. Perilaku merokok yang adiktif

Perokok yang sudah dalam tahap adiksi menggunakan rokok dengan

tujuan untuk meregulasi kondisi emosional baik itu positif ataupun

negatif.

b.4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan atau otomatis

Merokok bukan lagi untuk mendapatkan keuntungan tertentu

melainkan sudah menjadi suatu kebiasaan.

c. Model Kombinasi (Combined Model)

Model ini mengkombinasikan antara faktor-faktor psikologis dan fisiologis

yang membuat seseorang mengalami ketagihan. Berdasarkan model ini

merokok adalah suatu perilaku untuk mengatur emosi. Namun, bagaimana


14

perokok merasakan efek tersebut berkaitan dengan seberapa banyak kadar

nikotin yang beredar dalam darah.

2. Kecemasan Sosial

Berdasarkan Taylor (2003) perilaku merokok dipelihara oleh

pembelajaran sosial dan pengalaman merokok yang mengalami penguatan.

Proses penguatan terjadi ketika seseorang yang memiliki kecemasan sosial

kemudian mulai merokok akan mengembangkan perasaan aman dan matang.

Perilaku merokok tersebut digunakan untuk mengurangi kecemasan sosial

yang dia miliki. Ketika perilaku merokok tersebut berhenti, kecemasan

tersebut muncul kembali dan kadar nikotin kembali turun. Selanjutnya,

kecemasan akan muncul seiring dengan hilangnya nikotin dalam darah. Oleh

sebab itu, seseorang akan berusaha untuk memelihara perilaku merokoknya

untuk menghilangkan kecemasan yang muncul sebagai akibat kadar nikotin

yang berkurang (Taylor, 2003).

3. Pemaparan Stimulus

Pemaparan stimulus merupakan faktor pendukung munculnya perilaku

merokok. Model merokok spesifik (Spesific – Smoking Models) menjelaskan

bahwa munculnya perilaku merokok dipicu oleh faktor-faktor yang spesifik

seperti pemaparan stimulus yang dilakukan oleh teman sebaya dan orang tua.

Pada model ini perilaku merokok yang dilakukan oleh teman atau orang tua
15

sebagai faktor risiko yang akan mempengaruhi proses modeling. Jadi

berdasarkan model ini perilaku merokok muncul karena adanya pemaparan

stimulus yang kemudian mempengaruhi proses modeling sehingga seseorang

kemudian memutuskan untuk merokok (Wills, Jody, Ainette, & Mendoza,

2004).

4. Konteks Individu

Konteks yang dimaksudkan disini adalah situasi dalam hidup

seseorang. Perubahan situasi dalam hidup seseorang merupakan prediktor

dalam kemunculan perilaku merokok. Will (2004) menyebutnya dengan model

kontekstual. Model kontekstual menjelaskan bahwa perilaku merokok tidak

hanya dipicu oleh pemaparan stimulus. Model kontekstual lebih luas dalam

menjelaskan kemunculan perilaku merokok. Berdasarkan model ini dijelaskan

bahwa kemunculan perilaku merokok berkaitan dengan beberapa variabel

yang luas dan berbeda-beda seperti afek, coping, hubungan sosial, dan

parental support (Wills, Jody, Ainette, & Mendoza, 2004).

Berdasarkan model kontekstual perubahan situasi dalam hidup

seseorang juga akan sangat berpengaruh pada kemunculan perilaku merokok.

Variabel seperti dukungan dari keluarga, afek yang negatif dan situasi-situasi

yang terjadi dalam hidup seseorang (keluarga atau individual) merupakan

faktor prediktor kemunculan perilaku merokok. (Will et al, 2004).


16

5. Representasi tentang Rokok

Representasi yang dimiliki seseorang tentang rokok ternyata juga

memberikan kontribusi mengapa seseorang merokok. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Collins, Patricia., Maguire, Moira., & O’Dell, Lindsay (2002)

menegaskan peran representasi tentang rokok dalam perilaku merokok.

Mereka menemukan bahwa perokok memiliki representasi tentang rokok yang

mencakup sisi positif dan negatif dari rokok. Penelitian ini dilakukan pada

partisipan dengan usia 22 – 52 tahun dan bertujuan untuk menemukan faktor-

faktor yang memberikan kontribusi mengapa seseorang merokok.

Berdasarkan penelitian ini ditemukan perokok memiliki representasi

bahwa rokok memiliki sisi positif yaitu sebagai alat sosial, bagian dari

identitas,dan peristiwa sosial. Penelitian ini menemukan juga bahwa perokok

sebenarnya sadar akan sisi negatif dari rokok. Hal ini menimbulkan identitas

ganda dalam diri perokok. Identitas ganda yang dimaksud adalah adanya dua

hal yang bertentangan dalam diri perokok. Pada satu sisi perokok merasa

merokok itu merupakan perilaku yang tidak aman namun di satu sisi perokok

tidak mampu untuk menghentikan perilakunya. Ketidakmampuan ini bukan

dikarenakan faktor ketagihan namun karena faktor bahwa rokok sudah

menjadi bagian dari identitas diri (Collins et al, 2002).

Selain karena sebagai identitas diri rokok juga merupakan bagian dari alat

sosial. Perokok percaya bahwa dengan merokok akan memfasilitasi afiliasi atau

ikatan dengan orang lain. Rokok sebagai bagian dari identitas dan alat
17

sosial semakin mempersulit perokok untuk menghentikan perilaku merokoknya.

Adanya dilematis antara keinginan untuk menjadi bukan perokok vs perokok

memunculkan munculnya rasa menyesal dan kecewa atas perilaku merokoknya.

Namun perokok akhirnya mengambil jalan tengah dengan mengambil tanggung

jawab dari perilaku merokoknya tersebut (Collins et al, 2002)

Selain sebagai alat sosial dan identitas diri perokok menganggap

merokok merupakan bagian yang mencolok dari kehidupan sosial. Perokok

merasa lingkungan sosial mengijinkan untuk merokok dengan landasan bahwa

merokok merupakan sebuah pilihan bebas. Namun, perokok tetap sadar dan

berhati-hati tentang kemungkinan untuk tidak diterima secara sosial. Mereka

mengambil jalan tengah dengan tetap meningkatkan atau menjaga tingkat

kepuasan yang didapat dari merokok dalam situasi sosial yang tepat (Collins

et al, 2002).

Jadi berdasarkan penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok

tetap mempertimbangkan aspek negatif dari rokok dan perilaku merokok

mereka bukan hanya karena faktor adiksi. Berdasar penelitian Collins et al

(2002) dapat dilihat bahwa rokok memiliki peran penting dalam kehidupan

sosial bukan hanya sekedar unsur kenikmatan atau kepuasan.

II. Representasi tentang Rokok

Berdasarkan uraian mengenai faktor-faktor yang membuat individu

merokok ternyata dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok tidak hanya


18

berkaitan dengan faktor adiksi tapi juga dipengaruhi oleh faktor yang lain

seperti yang ditemukan dalam penelitian Collins (2002). Collins menemukan

bahwa representasi terhadap rokok mempengaruhi bertahannya perilaku

merokok seseorang. Hanya saja penelitian Collins tersebut adalah penelitian

yang dilakukan tidak di Indonesia. Collins sendiri hanya melakukan

pengecekan terhadap representasi rokok saat ini tanpa mempertimbangkan

aspek historis rokok yang mungkin menyumbang representasi rokok yang

dimiliki dimasa ini. Oleh sebab itu dibawah ini akan diulas mengenai

bagaimana sejarah rokok dan perkembangannya di Indonesia.

a. Sejarah Penggunaan Tembakau dan Industri Rokok di Indonesia

Bangsa Indonesia pertama kali mengenal tembakau melalui kebiasaan

yang digunakan untuk memperoleh kenikmatan yaitu mengunyah buah pinang

dan sirih serta mencampurnya dengan kapur. Pemakaian tembakau sendiri

muncul pada abad XVII setelah dimasukkan oleh orang Portugis. Pada abad

tersebut tembakau yang digunakan untuk memakan sirih dikenal dengan nama

tembakau sugi. Masyarakat Jawa menyebutnya bako susur (Sukendro, 2007).

Tembakau serta kebiasaan merokok menurut Thomas Stamford Raffles

orang Belandalah yang telah memperkenalkannya pada tahun 1601. Pada akhir

abad XVIII kebiasaan merokok telah populer di kalangan masyarakat Jawa.

Rokok kelobot merupakan jenis yang paling digemari orang Jawa dan Madura

pada abad XIX ( Sukendro, 2007 ).


19

Fungsi rokok sebagai barang dagangan diduga telah ada sejak abad XVII,

berdasarkan kisah Pranacitra dan Rara Mendut yang beredar di kalangan

masyarakat Jawa. Selain untuk dihisap sekaligus barang dagangan, rokok

dalam masyarakat Jawa juga dijadikan sebagai barang sesaji dalam acara ritual

tertentu. Contohnya di Jawa Barat, rokok digunakan sebagai sesaji pada

upacara menghormati arwah leluhur. Selain itu, di Jawa Tengah ada kebiasaan

memberikan rokok kepada seorang dukun atau paranormal yang dimintai

petunjuk atau bantuan (Sukendro, 2007).

Industri tembakau di Indonesia sendiri dimulai bersamaan dengan

berkuasanya kolonial Belanda. Kota Kudus merupakan salah satu kota asal

mula pencetus industri rokok kretek yang dimulai oleh Haji Jamahri (dalam

Rokok Kretek: Lintasan Sejarah dan Artinya Bagi Pembangunan Bangsa dan

Negara,1987). Hal ini berawal dari rasa nyeri di dada Haji Jamahri yang tak

kunjung sembuh. Rasa sakit yang dia rasakan teresebut kemudian dapat

berkurang setelah Haji Jamahri mengusapkan dada dan pinggangnya dengan

minyak cengkeh, bahkan mengunyah cengkeh. Kemudian timbul gagasan Haji

Jamahri untuk mencampur rempah-rempah tersebut dengan tembakau dan

dibungkus dengan daun jagung lalu dibakar ujungnya. Haji Jamahri pun

menghirup asapnya sampai masuk ke paru-paru dan ia merasa sakit dadanya

berangsur-angsur sembuh (Jauhari, Nurdin.2009; Lilik, Agus. 2000; Sukendro,

2007).
20

Dia pun memberitahukan penemuan ini ke semua orang. Berita tentang

rokok obat ini pun cepat tersiar dan menyebar luas hingga permintaan

berdatangan. Pada tahun-tahun pertama penjualan rokok hanya terbatas di

Kudus dan daerah sekitarnya. Tahun-tahun berikutnya pemasaran meluas

hingga ke pulau Jawa (Sukendro, 2007).

Berdasarkan uraian diatas, rokok yang pada awalnya tidak berfungsi

sebagai barang industri pada akhirnya berkembang menjadi sebuah barang

industri yang populer di masyarakat. Berawal dari eksperimen kecil yang

dilakukan oleh Haji Jamahari rokok mampu berkembang menjadi sebuah

industri yang hingga saat ini memiliki peran penting dalam perekonomian.

Populernya rokok pada saat itu yang mengantar ke perkembangan pesatnya

industri rokok adalah kepercayaan masyarakat bahwa rokok dapat berfungsi

sebagai obat.

b. Perkembangan Rokok dan Keyakinan Terhadap Rokok Saat Ini

Pada saat ini rokok dianggap sebagai substansi berbahaya dan

mengandung 4000 zat kimia berbahaya bagi kesehatan (Asril Bahar, 2002).

Selain itu merokok juga akan menimbulkan beberapa risiko kesehatan seperti

penyakit jantung, stroke, kanker paru dan mulut, osteoporosis, katarak,

psoriasis, kerontokan rambut dan impotensi (Prihatiningsih, 2007).

Penelitian Nina Stovring et al (2004) semakin menguatkan resiko

kesehatan yang ditimbulkan oleh rokok. Berdasarkan penelitian tersebut


21

ditemukan bahwa merokok tidak hanya meningkatkan resiko kematian namun

juga resiko menjadi cacat karena menurunnya kemampuan. Guralnik dan

Kaplan dalam Nina Stovring et all (2004) menemukan juga bahwa perokok

berat akan beresiko dua kali lebih banyak dari bukan perokok untuk menjadi

cacat di usia lanjut.

Bahaya dan resiko kesehatan yang ditimbulkan oleh rokok tersebut

membuat pada saat ini kampanye tentang rokok begitu gencar dilakukan.

Gencarnya kampanye tentang rokok membuat tekanan atau propaganda

antirokok sudah banyak dilakukan namun sepertinya hal ini tidak berpengaruh

terhadap perilaku konsumsi merokok sendiri. Hal ini terlihat dari angka

perokok yang semakin meningkat (Sukendro, 2007).

Adanya propaganda anti rokok yang gencar dilakukan menunjukkan

bahwa pada saat ini masyarakat memiliki keyakinan yang cenderung negatif

terhadap rokok yaitu berbahaya dan merugikan kesehatan. Hal ini berbeda

dengan keyakinan masyarakat terhadap rokok di waktu dulu. Pada waktu dulu

rokok diyakini sebagai obat dan masyarakat pada waktu itu memiliki

keyakinan yang positif mengenai rokok. Adanya perbedaan pandangan ini

kemudian memunculkan pertanyaan bagaimana dengan perokok yang hidup

dalam dua masa tersebut dan tetap bertahan merokok hingga saat ini.

Bagaimana mereka menyikapi adanya perbedaan pandangan ini ?

Perokok yang mampu menjawab pertanyaan tersebut adalah lansia. Hal

ini dikarenakan lansia hidup dalam dua masa tersebut. Lansia perokok
22

mengalami masa pada saat rokok dipandang secara positif hingga saat ini

rokok dianggap sebagai substansi berbahaya dan tetap saja mempertahankan

perilaku merokoknya. Keputusan lansia untuk tetap merokok kemudian

memunculkan pertanyaan bagaimana lansia memandang mengenai bahaya dan

efek rokok yang gencar dikampanyekan selama ini. Apakah keyakinan yang

lansia miliki terhadap rokok pada saat ini mengingat pandangan terhadap

rokok sendiri telah berubah.

III. Keyakinan (Belief) Lansia Perokok terhadap Rokok

a. Definisi Lansia

The World Health Organization (WHO) mendefinisikan lansia sebagai

proses perubahan biologis, psikologis dan struktur sosial yang terjadi secara

bertahap di dalam individu. Ada juga yang mendefinisikan masa lansia sebagai

masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia. Hal ini dikarenakan

beberapa orang memiliki anggapan bahwa perkembangan manusia berakhir

setelah manusia menjadi dewasa maka dari itu masa lansia disebut sebagai

masa perkembangan terakhir manusia (Prawitasari,1994; Blatterer,2007;

Santanni,2009).

Batasan umur mengenai masa lansia sendiri masih diperdebatkan

hingga saat ini. Ada yang mengatakan bahwa usia lanjut dimulai sejak

seseorang pensiun dari pekerjaannya (Prawitasari,1994). Australian Bureau of

Statistic menggolongkan bahwa usia lansia dimulai pada usia 65 tahun ke atas
23

(Blatterer,2007). Badan Kesehatan Dunia (WHO, 1989) sendiri menetapkan

umur 60 tahun sebagai batas umur menuju ke segmen lanjut usia (WHO dalam

Sulistyo,2005). Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia menyebutkan bahwa lanjut usia adalah seseorang

yang telah mencapai usia 60 tahun. Jadi dapat disimpulkan bahwa lansia

adalah individu yang telah mencapai usia 60 tahun keatas atau serendah-

rendahnya berusia 60 tahun yang mengalami perubahan perubahan psikologis,

biologis, dan struktur sosial dalam hidup manusia.

b. Perilaku Merokok Lansia

Merokok merupakan perilaku yang kompleks dan tidak dapat

dipisahkan dari risiko kesehatan yang ditimbulkan bagi individu yang

merokok. Namun bagi perokok sendiri, mereka mendapati beberapa

keuntungan dari merokok. Hal ini didukung dengan fakta bahwa nikotin akan

cenderung meningkatkan performa kognitif seseorang. Efek yang ditimbulkan

dari nikotin inilah yang membuat para perokok khususnya lansia

menggunakan rokok untuk mendapatkan performa kognitif yang baik dan

kemudian menjadi sebuah kebiasaan (Collins, Maguire, dan O’Dell, 2002 ).

Perkembangan perilaku merokok selain didukung oleh efek yang

ditimbulkan oleh nikotin juga tidak lepas dari faktor penerimaan sosial terhadap

rokok (Collins, Maguire, & O’Dell, 2002). Penerimaan sosial terhadap rokok

salah satunya terwujud dalam digemarinya perilaku merokok. Sukendro (2007)


24

juga menyebutkan hal tersebut bahwa merokok merupakan salah satu kebiasan

favorit orang diseluruh dunia.

Faktor lain yang juga mendukung berkembangnya perilaku merokok

adalah kurangnya kesadaran akan beberapa keuntungan jika berhenti merokok.

Data dalam Schmitt (2005) menunjukkan bahwa lansia memiliki persepsi

bahwa merokok memberikan kenikmatan yang khas. Perokok jika

memutuskan untuk berhenti merokok maka akan mendapat kerugian tambahan

yaitu tidak bisa merasakan kenikmatan khas yang hanya diperoleh dari rokok

(Adler, Greeman, Rickers, & Kuskowski,1997; Barker, Mitteness, &

Wolfsen,1994; Korchersberger & Clipp, 1996).

Relaksasi merupakan salah satu faktor lain yang paling sering muncul

mengapa lansia mempertahankan perilaku merokoknya. Relaksasi ini diikuti

dengan aktivitas yang lain seperti menonton televisi. Faktor lain yang juga

mendukung adalah ingatan masa kecil ketika orang tua merokok (Schmitt et

al, 2005 ).

Bertahannya perilaku merokok pada lansia dapat disimpulkan

dipengaruhi oleh efek dari nikotin yang memperkuat performa kognitif. Selain

itu penerimaan sosial terhadap rokok dan kurangnya kesadaran akan manfaat

berhenti merokok juga merupakan faktor penting yang berkaitan dengan

perilaku merokok lansia. Kenikmatan khas yang hanya didapat dari rokok,

efek relaksasi yang didapat setelah merokok juga memiliki peran penting

dalam perilaku merokok lansia.


25

c. Keyakinan (Belief) Lansia terhadap Rokok

Keyakinan merupakan prediktor penting dalam menentukan perilaku

khususnya perilaku merokok (An, Dhao Thi.2008) Keyakinan menjadi faktor

yang penting karena keyakinan dapat disebut juga dengan sesuatu hal yang

dianggap benar dan berkaitan erat dengan intensi (Renshon, 2008. Dayakisni

& Hudaniah, 2009). Intensi sendiri diartikan sebagai niat seseorang untuk

melakukan perilaku tertentu (Dayakisni, 2009).

Theory of Reason Action Ajzen & Fishbein (Sarafino, 1998)

menyebutkan pula bahwa keyakinan merupakan faktor penting dalam

menentukan perilaku kesehatan seseorang. Hal tersebut dikarenakan

keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap rokok khususnya disini ditambah

dengan keyakinan normatif yang dimiliki akan mempengaruhi intensi terhadap

rokok yang selanjutnya mempengaruhi perilaku. Intensi tersebut akan

mempengaruhi apakah perokok memilih untuk berhenti merokok ataukah

tidak (Cahyani, 1995).

Pilihan lansia untuk tetap merokok apabila berdasarkan teori reason

action dikarenakan adanya keyakinan tertentu yang dimiliki terhadap rokok.

Penelitian Collins (2002), Schmitt (2005) dan sejarah rokok dimasa lalu

menunjukkan bahwa lansia memiliki keyakinan bahwa rokok sebagai sesuatu

hal yang menguntungkan yaitu dapat meningkatkan performa kognitif,

merupakan sumber kenikmatan terakhir dalam hidup dan mampu memberikan

efek relaksasi (Collins et al, 2002, Schmitt et al, 2005). Hal ini dapat
26

disimpulkan bahwa lansia memiliki keyakinan yang positif terhadap rokok

sehingga membuat lansia tetap mempertahankan perilaku merokoknya.

Keyakinan yang positif mengenai rokok ini kontras sekali dengan isu

mengenai bahaya rokok yang begitu gencar dilakukan pemerintah. Lansia

sendiri menanggapi isu mengenai hal tersebut dengan melakukan penolakan

seperti yang ditemukan dalam penelitian Schmitt (2005) yang mengungkapkan

bahwa lansia tetap berpikir bahwa rokok lebih memberikan manfaat bagi

mereka. Pandangan mengenai rokok yang tidak berbahaya mungkin saja dapat

ditemukan pada perokok lansia di Indonesia. Hal ini didukung dengan sejarah

mengenai rokok di Indonesia yang menyebutkan bahwa rokok pada waktu itu

dianggap sebagai bagian dari budaya, obat dan tidak berbahaya (Sukendro,

2007).

Adanya indikasi perbedaan pandangan antara rokok dulu dan sekarang

menimbulkan pertanyaan apakah lansia perokok saat ini secara subyektif

melihat adanya perbedaan pandangan tersebut? Keyakinan apakah yang lansia

miliki saat ini terhadap rokok ?

IV. Nilai Penting Rokok Bagi Lansia

Keyakinan bukan hanya faktor satu-satunya dalam menentukan perilaku

merokok lansia. Faktor lain seperti bagaimana lansia memandang seberapa

penting rokok bagi mereka juga memainkan peranan penting dalam perilaku

merokok lansia. Bagaimana sesuatu dianggap bernilai dan tidak akan


27

menentukan bagaimana seseuatu akan dianggap penting dan tidak.

Berdasarkan hal tersebut tidak ada variabel yang lebih penting dari value

(nilai) dalam motivasi serta pengambilan keputusan. Nilai dalam bahasa

inggris memakai term value yang berarti menganggap bahwa sesuatu atau

seseorang itu penting atau berharga (Oxford Dictionary, 2003).

Definisi yang lain adalah nilai merupakan aspek penting dalam kehidupan

manusia yaitu untuk mengindikasikan mengapa sesuatu menjadi penting, bernilai

atau bermanfaat. Selain itu, nilai juga akan berdampak langsung pada bagaimana

seseorang membuat prioritas dan membentuk keberadaannya di dunia. Nilai juga

berperan untuk mengartikan ketertarikan, kepuasan, kesukaan, pilihan, tugas,

kewajiban moral, kehendak, keinginan, tujuan, kebutuhan, dan keengganan

(Rokeach, 1973; Rokeach,1968; Horton, Verena, & Armorel, 2007). Nilai juga

akan menentukan cara seseorang memandang sesuatu baik atau buruk, bagaimana

sebuah pengalaman dievaluasi atau dinilai (Higgins, 2003) mendasari berbagai

variasi motivasi dan model pengambilan keputusan (Higgins, Freitas, Idson,

Spiegel & Molden, 2003).

Kemunculan nilai kadang bercampur dengan pengetahuan serta belief.

Perbedaan antar keduanya terletak pada nilai lebih berkaitan dengan kegunaan

dan kebutuhan akan kepuasan dibandingkan dengan belief (Higgins, 2003).

Perubahan dalam nilai juga akan berdampak pada perubahan perilaku

sedangkan perubahan dalam belief akan berdampak pada standard evaluatif

(Rokeach, 1973). Penelitian Connor dalam Rokeach (1968) menemukan pula


28

bahwa modifikasi yang dilakukan pada core values akan lebih efektif dalam

merubah perilaku.

a. Proses Pembentukan Nilai dalam Diri Seseorang Berdasarkan

Pengalaman yang Dialami

Berdasarkan teori klasik, nilai tidak dapat dilepaskan dari prinsip

kenikmatan. Jika berdasarkan pada prinsip ini maka individu akan

mendekati kenikmatan dan menghindari rasa sakit atau hal-hal yang

membuat tidak nyaman. Higgins et al (2003) mengatakan bahwa prinsip

ini membuat motivasi dan pengambilan keputusan didasarkan pada hasil

atau konsekuensi yang akan didapat (cost-benefit analysis).

Prinsip lain yang dapat digunakan untuk menjelaskan terbentuknya

nilai adalah regulatory fit (kecocokan) dan terpisah dari prinsip hedonik

di atas. Berdasarkan prinsip ini, pengalaman akan menghasilkan dua hal

yaitu kepuasan atau afek negatif dan kecocokan (regulatory fit). Nilai

berasal dari daya tarik dari seberapa individu merasa cocok atau merasa

feel right dengan aktivitas tersebut.

Keterlibatan terhadap suatu aktivitas muncul karena individu

mengalami regulatory fit (cocok). Ketika seseorang mengalami regulatory

fit maka perasaan tepat (feel rigt) akan muncul. Perasaan tepat ini akan

memunculkan perasaan jika apa yang dilakukan itu benar dan penting.

Perasaan tepat yang muncul dari adanya kecocokan tetap akan muncul

walaupun kegiatan yang dilakukan tersebut lebih banyak kerugiannya


29

daripada keuntungannya. Hal tersebut dapat terjadi karena perasaan feel

right ini akan mempengaruhi proses pembuatan keputusan, sikap,

perubahan perilaku dan apa yang ditampilkan (Higgins, 2005) .

Hal yang mempengaruhi tingkat kecocokan adalah adanya

penerimaan yang positif, adanya efektifitas dan kemudahan suatu

informasi diterima. Kecocokan akan membuat sebuah pilihan menjadi

prioritas dan yang lainnya menjadi pilihan yang kedua. Hal ini

dikarenakan kecocokan mempengaruhi bagaimana sesuatu dipandang

benar dan penting bukan hanya sekedar kebutuhan akan kepuasan

(Higgins, 2003).

b. Nilai Penting Rokok Bagi Lansia

Lansia merupakan salah satu perokok aktif yang hidup dalam dua

masa yang memiliki pandangan berbeda terhadap rokok. Rokok pada

masa sebelumnya berfungsi sebagai obat dan dianggap sebagai perilaku

yang wajar untuk dilakukan serta merupakan bagian dari budaya. Pada

saat ini merokok dianggap sebagai sebuah perilaku yang sebaiknya tidak

dilakukan karena berbahaya bagi kesehatan.

Meskipun pada saat ini merokok dipandang sebagai sesuatu hal yang

buruk bagi tubuh namun pada kenyataannya lansia tetap memutuskan untuk

merokok. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan mengapa lansia tetap

mempertahankan perilaku merokok mereka? Apakah lansia


30

tetap mempertahankan perilaku merokoknya karena efek toleransi yang

sudah ditetapkan oleh tubuh sehingga lansia mengalami kecanduan?

Selain faktor kecanduan mungkinkah karena rokok dianggap

sebagai sesuatu yang bernilai bagi lansia. Hal ini mengingat bahwa nilai

sendiri akan mendasari bagaimana sesuatu dapat dikatakan penting,

bermanfaat atau berguna (Higgins et al, 2003). Jakob (2000) mengatakan

juga bahwa sesuatu dapat dikatakan memiliki nilai apabila objek tersebut

memiliki daya guna atau kualitas tertentu.

Peran penting dari nilai itulah yang mendasari munculnya

pertanyaan mungkinkah lansia memiliki nilai tertentu terhadap rokok

sehingga membuat lansia memutuskan untuk tetap merokok. Apakah

nilai yang dimiliki oleh lansia terhadap rokok? Pertanyaan itulah yang

akan menjadi fokus dari penelitian ini.

V. Pertanyaan Utama

Bagaimana keyakinan lansia terhadap rokok pada saat ini dan

apakah lansia menganggap rokok bernilai bagi mereka sehingga lansia

tetap mempertahankan perilaku merokoknya? Apakah nilai yang dimiliki

lansia terhadap rokok?


31

VI. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana pengalaman pribadi subjek terhadap rokok ?

a. Bagaimana kebiasaan merokok subjek (frekuensi merokok, jenis rokok

yang dihisap, kapan saja merokok dan berapa lama merokok) ?

b. Apa alasan subjek merokok dan bagaimana pengalaman pertama kali

merokok dulu ?

c. Apa fungsi rokok bagi kehidupan subjek ?

d.Perasaan apa yang muncul jika merokok dan perasaan apa yang muncul

apabila tidak merokok ?

e. Apa nilai rokok bagi kehidupan subjek ?

2. Representasi apa yang dimiliki subjek terhadap rokok ?

a.Bagaimanakah pandangan orang-orang terhadap rokok pada jaman dulu?

b. Bagaimanakah orang-orang memandang bahaya rokok pada jaman dulu?

c. Adakah larangan mengenai rokok seperti saat ini?

3. Bagaimana tanggapan subjek terhadap kampanye anti rokok saat ini ?

a.Bagaimana pengalaman subjektif subjek terhadap perbedaan pandangan

terhadap rokok jaman dulu vs sekarang?

b.Bagaimana pandangan terhadap anjuran pemerintah saat ini untuk tidak

merokok karena merugikan kesehatan ?

b.Perilaku apa yang ditampilkan dalam menyikapi bahaya rokok ?


32

SKEMA TEORI

TAHAP PERILAKU
MEROKOK
Intensi
Sikap Konteks
Sejarah
Belief
PERSIAPAN
&
INISIASI

a. Model Nikotin
b. Model Pengaturan
Ketagihan
Afek
c. Model Kombinasi

a. Kecemasan Sosial
Lingkungan b. Pemaparan Stimulus
MENJADI PEROKOK
& c. Konteks Individu
BERTAHAN
a. Reperesentasi yang
Pemaknaan dimiliki
b. Value
b.1. Cost-Benefit
Analysis
b.2. Regulatory Fit

BERHENTI
KETERANGAN:

: mempengaruhi
: meliputi
: tahap selanjutnya
33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

a. Jenis Penelitian

Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan tujuan untuk memperoleh

gambaran tentang nilai yang terkandung dalam rokok dan ingin mendeskripsikan

bagaimana fenomena tentang rokok ini terjadi (Creswell, 1998; Hancock, 1998;

Polkhorne, 2005; Smith, 2008).

Peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi karena memiliki kelebihan

dalam memberikan gambaran tentang bagaimana sebuah fenomena terjadi tanpa

bertitik tolak dari suatu teori atau gambaran tertentu serta menekankan unsur

subyektif perilaku manusia (Creswell, 1998; Hancock,1998; Asmadi, 2004).

b. Fokus Penelitian

Penelitian ini menggambarkan bagaimana lansia memiliki penilaian tentang

seberapa penting rokok bagi mereka. Peneliti menggunakan konsep value (nilai) untuk

mengetahui seberapa penting rokok bagi lansia. Penggunaan konsep nilai dikarenakan

nilai (value) merupakan sumber preferensi yang dimiliki individu. Nilai akan

mengindikasikan mengapa sesuatu menjadi penting, bernilai atau bermanfaat. Nilai

juga berperan untuk mengartikan ketertarikan, kepuasan, kesukaan, pilihan, tugas,

kewajiban moral, kehendak, keinginan, tujuan, kebutuhan, dan keengganan (Rokeach,

1973; Rokeach,1968; Horton, Verena, & Armorel, 2007). Nilai juga

33
34

akan menentukan cara seseorang memandang sesuatu baik atau buruk, bagaimana

sebuah pengalaman dievaluasi atau dinilai (Higgins, 2003), mendasari berbagai variasi

motivasi dan model pengambilan keputusan (Higgins, Freitas, Idson, Spiegel

& Molden, 2003). Nilai yang dimiliki lansia terhadap rokok berfungsi untuk

melihat apakah sumber preferensi yang dimiliki lansia yang menentukan mengapa

lansia tetap merokok.

c. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah lanjut usia yang merokok dengan batasan usia

minimal 60 tahun (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998) di Kecamatan Turi.

Proses pemilihan subjek menggunakan criterion sampling, yaitu mencari individu

yang memiliki kriteria penting yaitu individu yang berusia minimal 60 tahun dan

seorang perokok (Creswell, 1998; Polkinghorne, 2005). Pemilihan subjek

penelitian dilakukan dengan mewawancarai lansia yang sudah peneliti amati

bahwa mereka sehari-hari merokok.

d. Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan wawancara yang mendalam

dan semi terstruktur (Hancock, 1998; Creswell, 1998;Moustakas,1984).

Wawancara dilakukan di rumah subjek dengan menggunakan MP3 sebagai alat

perekam. Peneliti menggunakan bahasa Jawa ketika melakukan wawancara

dengan tujuan memudahkan subjek untuk memahami pertanyaan peneliti.


35

e. Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah analisis fenomenologis interpretatif. Analisis

fenomenologis bertujuan untuk memahami isi dan kompleksitas berbagai makna

yang terdapat dalam pengalaman subjek, bukan untuk mengukur frekuensinya.

Proses analisis fenomenologis intrepertatif adalah sebagai berikut (Smith, 2008) :

1. Pengorganisasian Data

Pertama peneliti memindah hasil wawancara ke dalam bentuk verbatim.

Peneliti kemudian membaca transkip verbatim tersebut berulang kali. Peneliti

kemudian memilah apa yang menarik atau bermakna dari apa yang dikatakan

subjek. Catatan-catatan yang berhasil didapat kemudian ditransformasikan ke

dalam frase-frase singkat. Frase-frase singkat ini bertujuan untuk menangkap

kualitas esensial dari apa yang ditemukan dalam teks.

2. Penentuan Tema dan Kategorisasi

Peneliti kemudian menentukan konteks dari frase-frase yang telah ditemukan

dalam teks dan menuliskan isi di dalamnya. Konteks-konteks tersebut akan

memunculkan tema-tema tertentu. Tema-tema yang muncul kemudian disatukan

dan dilakukan kategorisasi. Tema-tema yang memiliki kesamaan dikelompokkan

menjadi satu. Pada satu tema yang memiliki variasi dibuat beberapa sub tema yang

lebih kecil. Setelah pengelompokan tema tersebut, kemudian dilakukan

pengecekan pada transkip. Hal ini bertujuan untuk memastikan koneksi tersebut

berlaku terhadap materi dari kata-kata aktual setiap partisipan. Tahap selanjutnya

adalah memasukkan tema-tema tersebut ke dalam tabel. Selama


36

dalam proses ini, topik-topik tertentu mungkin akan dibuang jika tidak sesuai

dengan struktur yang ada atau tidak benar-benar kaya bukti di dalam transkip.

3. Interpretasi

Peneliti mencoba memahami tema-tema yang muncul dengan lebih mendalam.

Tujuannya adalah agar peneliti dapat memberikan gambaran tentang struktur

dan hubungan yang muncul pada masing-masing tema.

f. Keabsahan Data / Verifikasi Data

Setelah tahap-tahap analisis data maka perlu dilakukan verifikasi data yaitu

dengan membagikan salinan deskripsi kepada subjek agar subjek dapat

memberikan masukan atau pembetulan. Kemudian dari situ peneliti dapat merevisi

kembali pernyataan sintesisnya. Proses ini disebut intersubjective validity, yaitu

menguji kembali (testing out) pemahaman peneliti dengan pemahaman subjek

melalui interaksi sosial timbal balik (back-and-forth) (Creswell, 1998).

Proses ini peneliti lakukan dengan memperlihatkan hasil deskripsi berdasarkan

wawancara yang telah dilakukan. Deskripsi hasil wawancara dibuat dalam bahasa Indonesia.

Bagi lansia yang mengalami kesulitan membaca peneliti menjelaskan deskripsi wawancara

yang telah dilakukan dengan menggunakan bahasa Jawa. Jika tidak sesuai dengan maksud

subjek maka subjek kemudian memberikan masukan dari hasil deskripsi tersebut .
37
Blue print wawancara

No Aspek Pertanyaan Pertanyaan dalam bahasa Jawa


1. Data demografi a. Data Medis a. Apakah Anda memiliki suatu a. Menapa Bapak nate gerah?
penyakit tertentu?
b. Pekerjaan b. Apakah pekerjaan Anda saat b. Menapa padamelanipun
ini? sakmenika?
c. Pendidikan c. Apakah pendidikan terakhir c. Anggenipun sinau rumiyin
Anda? tamatan menapa?
d. Usia d. Berapakah usia Anda saat ini? d. Yuswa panjenenganipun
menawi sakmenika jangkep
pinten ?

2. Pengalaman 1. Kebiasaan merokok


merokok subjek a. Frekuensi merokok a. Berapa kali dalam sehari Anda a. Ing salebetipun sedinten telas
merokok? pinten anggenipun ngrokok?
b. Jenis rokok yang b. Biasanya jika merokok, rokok b. Menawi ngrokok biasanipun
dihisap buatan sendiri atau pabrik ? mundhut napa nglinting?
c. Waktu merokok c. Jika merokok pada saat-saat apa c. Menawi ngrokok pinuju
saja? nembe menapa?
d. Lama merokok d. Sudah berapa lamakah Anda d. Wiwit kapan anggenipun
merokok? Sejak kapan? ngrokok?
38

e. Alasan merokok e. Bisa diceritakan pengalaman e. Kados pundi critanipun


Anda pertamakali merokok? pengalamanipun ngrokok
ingkang wiwitan?
f. Apa alasan Anda merokok? f. Menapa ingkang nyebabaken
Bapak ngrokok kala rumiyin?
2. Rokok jaman dulu vs a. Apakah ada perbedaan antara a. Menapa wonten bentenipun
sekarang rokok jaman dulu dengan rokok jaman rumiyin kalih
sekarang? rokok jaman sakmenika ?
b. Pada jaman dulu rokok sering b. Rikala jaman rumiyin rokok
digunakan dalam acara apa asring kagem acara nunapa
saja? kemawon?
c. Bagaimanakah pandangan c. Kados pundi masyarakat
orang-orang terhadap rokok rumiyin pandanganipun
pada jaman dulu? Apakah ada babagan rokok? Menapa
larangan seperti saat ini? dipun awis napa dipun
Bagaimanakah orang-orang paringaken? Kados pundi
memandang bahaya rokok pada pemanggih piyantun rumiyin
jaman dulu? ngengingi awonipun ngrokok?
39

3. Nilai penting / 1. Pemikiran individu a. Jika saya mengatakan kata a. Menawi kulo ngucapaken
arti rokok tentang apa yang ’rokok’ apa yang terlintas dalam tembung rokok menapa
diinginkan terhadap rokok pikiran Anda? ingkang lajeng tuwuh ing
penggalihan Bapak?
b. Menapa tanggapan Bapak
b. Apa tanggapan Anda terhadap dhateng aturan pamarintah
anjuran pemerintah untuk tidak menawi rokok dipun awis
merokok karena merugikan amargi ngrugekaken
kesehatan? kasarasan?
c. Apa fungsi rokok dalam c. Menapa ginanipun rokok
kehidupan Anda? wonten ing pagesangan
Bapak?
d. Apa nilai penting rokok dalam d. Menapa pentinginpun rokok
kehidupan Anda? ing pagesangan Bapak?
2. Perasaan individu tentang a. Bagaimana perasaan Anda a. Pripun penggalihanipun

apa yang diinginkan ketika merokok? Bapak menawi pinuju


terhadap rokok ngrokok?
b. Bagaimana perasaan Anda jika b. Pripun penggalihanipun
semisalnya Anda tidak Bapak menawi upaminipun
40

merokok? mboten ngrokok?


3. Tingkah laku a. Bisa diceritakan pengalaman

a. Saged dipun cariosaken kados


Tingkah laku merokok Anda merokok selama ini baik pundi pengalamanipun Bapak
yang ditampilkan dalam situasi sosial atau yang anggenipun ngrokok ngantos
sifatnya pribadi ! sepriki! Pinuju sesarengan
tiyang sanes utawi
piyambakan?
b. Apa yang Anda lakukan selama b. MenapausahaBapak
ini untuk menyikapi bahaya sakdangunipun menika
rokok? kangge nanggapi bahaya
rokok?
41

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan didaerah tempat tinggal peneliti sehingga peneliti

mengetahui siapa saja lansia yang merokok dan tidak. Penelitian dilakukan di rumah

subjek dengan menggunakan MP3 sebagai alat perekam. Tanggal dan waktu

pelaksanaan penelitian dapat dilihat dalam tabel (terlampir). Subjek berasal dari desa

Nganggrung (PN, PB, dan PJ), desa Dorjo (PBd), desa Jambusari (PK), desa Banyu

Urip (PW) dan desa Garongan (PM). Karakteristik subjek lebih lanjut dapat dilihat

dalam tabel karakteristik subjek penelitian. Wawancara dilakukan setelah subjek

mengetahui tujuan dari penelitian ini dan setuju untuk diwawancarai.

Proses wawancara berlangsung dengan lancar. Jika subjek mengalami kesulitan

untuk memahami pertanyaan peneliti maka anak atau saudara yang kebetulan ada di

situ turut membantu untuk menjelaskan. Kesulitan tersebut muncul dikarenakan

kesulitan mencari padanan kata yang tepat dalam bahasa Jawa. Selain itu untuk subjek

yang memiliki latar belakang pendidikan kurang peneliti mengalami kesulitan pada

saat menanyakan hal-hal yang bersifat abstrak. Oleh sebab itu kehadiran anak atau

orang ketiga dalam wawancara sangat membantu.

41
42

B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Subjek Penelitian
Data PW PB PM PJ PK PBd PN
Demografi

Usia 70 60 64 70 74 75 70
Jenis Laki- Laki- Laki- Laki- Laki- Laki- Laki-
Kelamin laki laki laki laki laki laki laki

Pendidikan SGB SMA PGSLB STM SGB SD SGB


Pekerjaan Pen- Pen- Pen- Petani Pen- Petani Pen-
siunan siunan siunan siunan siunan
Guru Buruh Guru Guru Guru
Pabrik

Penyakit Paru- Paru- Koles- Paru- Tidak Tidak Tidak


yang paru paru terol, paru ada ada ada
diderita Gula

Jenis Kretek Kretek Linting Kretek Lin- Lin- Rokok


Rokok tanpa dengan tanpa ting ting putih
filter filter filter

Status Sedang Ringan Ringan Se- Se- Ri- Ri-


Perokok (dulu (dulu Dang dang Ngan ngan
sedang) sedang)

Jumlah 6-7 Tidak Tidak 6-7 6-7 3-5 2-3


rokok yang batang/ batang batang batang batang
pasti pasti
dihisap hari /hari /hari /hari /hari

Mulai Anak- Remaja Remaja Anak- Anak- Anak- Anak-


anak anak anak anak anak

Pernah Pernah Pernah Pernah Pernah - - Pernah


Berhenti
43

2. Ringkasan Tema yang Muncul


No. Tema Sub Tema Isi
1. Pengalaman sosial Pengguna rokok Perempuan, laki-laki,
merokok dimasa anak laki-laki merokok
muda para perokok
lansia (1940-an) Respon atas perilaku 1. perilaku yang aman
merokok 2. anak laki-laki wajar
merokok
3. Larangan terbatas di
instansi pendidikan

Rokok sebagai alat sosial 1. acara adat


2. acara sosial

2. Pengalaman Awal tertarik pada rokok 1.legitimasi orang tua


merokok perokok 2.teman
lansia
3.pengalaman merasakan
4.tembakau pertama kali

Berhenti sesaat 1. sakit


2. larangan dari sekolah

Kambuh dan bertahan 1. lingkungan


hingga saat ini 2. mengganti jenis rokok

Nilai penting rokok 1. alat sosial


2. modulator (fisik, afek,
kognitif)
3. kebutuhan pokok
4. ketagihan
44

3. Pengalaman sosial Tanggapan terhadap 1.keputusan


merokok perokok perilaku dan larangan pribadi/bebas,tidak
lansia pada saat ini
merokok saat ini dilarang tapi tidak
diharuskan
3. rokok sebagai obat
4. merokok aman jika
disertai dengan
perilaku tertentu
5. pandangan tentang
kecanduan
6. tidak percaya rokok
berbahaya

Dampak rokok pada 1. merokok ditempat


lingkungan sosial dan umum menganggu
ekonomi 2. berdampak pada
kondisi perekonomian
keluarga

3. Pengalaman Sosial Merokok Dimasa Muda Para Perokok Lansia (1940-an)

a. Pengguna Rokok

Merokok merupakan sebuah perilaku yang umum pada tahun ”1940-

an” baik laki-laki maupun perempuan bahkan anak kecil merokok pada

waktu itu. Subjek PW, PBd dan PN mengatakan hal ini. Mereka

mengatakan jika pada waktu itu hampir semua orang merokok.

Ya pada umumnya merokok semua, kaum laki-laki,


perempuan. Tapi laki-laki mengulum tembakau. Jaman
sekarang perempuan merokok jarang. Kalau jaman dulu
perempuan merokok semua (PW (58-62)3).
45

Subjek PN menambahkan bahwa pada waktu itu subjek juga merokok

meskipun masih anak-anak. Hal ini ternyata juga dialami oleh subjek PW,

PK, dan PBd.

Pada waktu kelas 3, 4, 5, 6 ada belajar bersama teman-


teman itu. Ngomong-ngomong sambil belajar, ya
nglinting rokok itu (PN (124-127)4-5).

b. Respon Atas Perilaku Merokok

Merokok pada waktu itu dianggap sebagai perilaku yang aman. Hal

ini didukung dengan tidak adanya informasi mengenai kandungan zat-zat

dalam rokok yang berbahaya bagi kesehatan. Para perokok waktu itu tidak

mengetahui jika merokok akan membahayakan kesehatan mereka.

Bagi yang merokok ya ga tau itu berbahaya (PB (67-68)3).

Kurangnya informasi mengenai bahaya rokok mendukung tidak

adanya larangan merokok pada waktu tersebut khususnya dari orang tua.

Hal ini dikemukakan oleh ketujuh subjek.

Tidak ada larangan merokok kalau dulu. Itu aku masih


di SR masih suka merokok (PW (185)6).

Selain tidak adanya larangan merokok dari orang tua, pada waktu itu ada

keyakinan bahwa anak laki-laki seharusnya merokok. Hal ini diutarakan oleh

subjek PK. Subjek PK mengatakan jika ayahnya yang berkata demikian.

Kalau anak laki-laki itu merokok...(PK (339-340)11)

Orang tua pada waktu itu biasanya memang tidak melarang anaknya

untuk merokok. Institusi pendidikan yang berperan untuk melarang siswanya

untuk merokok di lingkungan sekolah. Larangan ini membuat beberapa


46

subjek terpaksa berhenti merokok ataupun sembunyi-sembunyi jika ingin

merokok. Subjek PW mengalami harus merokok sembari bersembunyi di

sungai. Subjek PW juga terpaksa berhenti merokok ketika melanjutkan

studinya di SGB.

Tidak boleh kalau disekolahan makanya kalau di SR


Turi merokoknya di sungai. Tapi gurunya merokok. Pas
SGB asrama, sama sekali tidak merokok karena tidak
boleh (PW (220-224)7).

c. Rokok sebagai Alat Sosial

Rokok pada saat itu juga digunakan sebagai properti dalam

acara adat atau acara sosial. Subjek PM, PBd, dan PN menjelaskan jika

rokok biasanya dimasukkan dalam sesaji, tukon pasar atau ngirim.

Ngirim merupakan aktivitas mendoakan arwah para leluhur di makam.

Jika orang yang meninggal itu merokok maka selain bunga, rokok juga

diikut sertakan sewaktu ngirim.

Kalau untuk sajen ya ada. Kalau untuk orang


meninggal dunia ya ada. Kalau yang meninggal
ngrokok ya disajeni rokok. Kalau kirim ke kuburan,
menurut kepercayaan waktu itu ya (PM (270-277)9).

Subjek PN mengatakan hal yang serupa dengan subjek PM. Rokok

pada waktu itu dimasukkan dalam sesaji dan dipakai untuk ngirim orang

yang sudah meninggal di makam tempat dia disemayamkan.

Itu masalah budaya tapi sekarang jika ada sesaji, itu


namanya tukon pasar, jajan pasar itu pasti ada
rokoknya. Ada kinangnya. Karena itu menyangkut
masalah leluhur. Sing dikirim (yang dikirim) itu
47

leluhur kakung (laki-laki) dan putri. Itu butuh rokok


dan butuh kinang (PN (173-182)6).

d. Kesimpulan Pengalaman Sosial Merokok Para Perokok Lansia (1940-

an)

Kesimpulan yang dapat diambil dari semua keterangan subjek adalah

orang tua tidak melarang anaknya untuk merokok pada waktu itu. Institusi

pendidikanlah yang berperan dalam mengendalikan perilaku merokok. Hal ini

kemudian mendukung munculnya pandangan tertentu tentang rokok yaitu

sebagai perilaku yang diterima oleh umum. Selain perilaku yang diterima oleh

umum, pada saat itu ada anggapan jika anak laki-laki sudah sewajarnya

merokok. Berkembangnya pandangangan tersebut didukung dengan kurangnya

informasi mengenai bahaya rokok. Anggapan tentang merokok sebagai sebuah

perilaku yang umum didukung oleh data demografi yang menunjukkan

kebanyakan subjek mulai merokok sejak kecil.

4. Pengalaman Pribadi Merokok pada Perokok

Lansia a. Tahap Tertarik pada Rokok

Faktor yang membuat subjek tertarik untuk mencicipi rokok

sebagian besar yaitu karena adanya legitimasi yang diberikan oleh orang

tua. Selain faktor orang tua, teman dan pengalaman pertama kali merasakan

tembakau merupakan faktor lain pencetus munculnya ketertarikan untuk

merokok. Hal tersebut akan diuraikan di bawah ini.


48

a.1 Legitimasi Orang Tua


Orang tua khususnya Bapak merupakan faktor utama yang

mempengaruhi dalam kemunculan ketertarikan terhadap rokok.

Sebanyak empat informan (PW, PJ, PK dan PN) mengatakan hal

tersebut. Subjek PN menceritakan bahwa ia tertarik untuk merokok

karena pada waktu itu Bapak subjek seorang kepala Dukuh sehingga

banyak tamu yang datang ke rumah. Maka dari itu, Bapak subjek PN

menyediakan rokok sebagai alat untuk mengakrabkan.

Simbah dulu, bapakku kan merokok. Karena Bapak


saya jadi Kepala Dukuh banyak tamu. Jadi rokok
merupakan alat komunikasi, pergaulan, alat penyapa.
Bisa berarti keakraban (PN (19-25)1).

Subjek PW dan PJ tertarik merokok karena melihat Bapak

mereka masing-masing merokok. Hal ini membuat mereka menjadi

tertarik untuk menyicipi rokok.

Saya melihat orang tua saya merokok, kok melihat


kadang-kadang ikut (PJ (204)7).

Bahkan, subjek PK tertarik merokok karena Bapak subjek sendiri yang

mengajari dan melatihnya. Bapak subjek membuatkan subjek rokok

lintingan untuk kemudian dihisap oleh subjek.

Kalau dulu suka dibuatin lintingan sama bapak....Ya


dilatih lha diajari (PK (18-20)1).

a.2 Teman

Selain karena faktor orang tua, sebanyak 3 informan

menyebutkan faktor pendukung yang lain adalah karena ingin terlihat

gagah dan gaya maka mereka merokok.


49

Ya apa ya agak gengsi. Kalau merokok itu seperti


gagah, kayak gagah (PB (73-76)3).

a.3 Pengalaman Merasakan Tembakau Pertamakali

Faktor yang lain adalah pengalaman pertama kali merasakan

tembakau yang sangat berkesan sehingga menimbulkan keinginan

untuk mencoba lagi.

Pastur itu suka membawa tembakau silok, yang lembut


dan harum. Ditinggali ya dicoba, enak banget, masih
jaman penjajahan Belanda. Pastur, kedatangan Pastur.
Pastur suka membawa tembakau dengan kertas yang
enak banget, masih ingat saja aku (PW (200-206)7).

b. Tahap Berhenti Sesaat


Sebanyak lima dari ketujuh subjek pernah mengalami fase berhenti

merokok. Dua orang berhenti karena sakit sedangkan sisanya karena

larangan dari institusi pendidikan.

Tidak boleh kalau disekolahan makanya kalau di SR Turi


merokoknya di sungai. Tapi gurunya merokok. Pas SGB
asrama, sama sekali tidak merokok karena tidak boleh. Ya
pas mengajar di Gunung Kidul merokok, karena
lingkungan (PW (220-225)7).

Dua subjek yang lain yaitu PB dan PJ. Subjek PB dan subjek PJ

pernah berhenti merokok karena sakit. Keduanya sama-sama menderita

sakit pernapasan yang membuat harus berhenti merokok.

Wah klo saya sejak...klo sejak SMP sampai di Jetis itu


tidak merokok saya...70 an, 60, an..80 an. Saya pernah
berhenti lima tahun mbak. Karena sakit? Iya, paru-paru,
napas. Saya berhenti merokok lima tahun dari 70..72
sampai 75..76. Waktu di Sumatra tidak merokok. Saya
merokoknya itu sejak 78 (PJ (17 – 25)1).
50

Pada tahap ini, faktor yang berperan adalah kondisi kesehatan

perokok. Kondisi kesehatan yang tidak mendukung membuat perokok

terpaksa berhenti merokok. Faktor yang lain yaitu adanya tuntutan dari

lingkungan. Tuntutan ini berupa larangan yang ditetapkan institusi

pendidikan. Para perokok memilih untuk berhenti untuk memenuhi tuntutan

yang diberikan oleh institusi tempat mereka bersekolah.

c. Kambuh dan Bertahan Hingga Saat Ini


Setelah mengalami tahap berhenti ternyata mereka kembali merokok.

Sebanyak tiga subjek merokok kembali karena faktor lingkungan.

Waktu sekolah dikota sama sekali tidak merokok.


Merokok lagi pada waktu ngajar di Gunung Kidul.
Lingkungan merokok semua.Merokok lagi tapi rokok
lintingan, jadi disitu terbiasa merokok (PW (187-191)6).

Beberapa perokok mengalami fase perubahan jenis rokok yang

dihisap. Hal ini dialami oleh subjek yang berhenti karena sakit. Mereka

mengalami perubahan jenis rokok yang dihisap dari rokok kretek tanpa

filter menjadi berfilter.

Kalau sekarang Bapak rokoknya apa? Ya yang filteran


seperti A-Mild, LA Light. Kalau dulu rokoknya apa,
Pak? Ya Djarum, Dji Sam Soe, Gudang Garam (PB
(203-

8
208) ).

Pada tahap ini faktor lingkungan berperan besar dalam memunculkan

kembali perilaku merokok mereka. Bagi perokok yang sebelumnya berhenti

karena sakit pada akhirnya mereka mengambil jalan tengah. Jalan tengah yang

diambil ini bertujuan agar mereka tetap sehat meskipun merokok. Jalan
51

tengah tersebut yaitu mengganti jenis rokok dengan rokok berfilter dan

mengurangi jumlah rokok yang dihisap.

d. Pentingnya Rokok Bagi Subjek

Nilai penting rokok bagi subjek mempengaruhi bagaimana perilaku

merokok menetap selain karena faktor biologis (kecanduan). Rokok bagi

subjek berfungsi sebagai alat sosial dan memiliki fungsi dalam situasi

sosial. Fungsi rokok dalam situasi sosial adalah sebagai praja dan alat

untuk menunjukkan kepedulian terhadap yang lain. Selain itu, rokok juga

berfungsi sebagai alat pergaulan serta mengakrabkan. Rokok juga memiliki

fungsi untuk menunjukkan kelas sosial si perokok. Kelas sosial tersebut

terlihat dalam jenis rokok yang dipilih untuk dihisap. Fungsi rokok yang

lain adalah sebagai penanda kondisi tubuh sekaligus modulator. Modulator

yang dimaksud disini adalah sebagai perantara untuk mendapatkan kondisi

tertentu.

d.1 Modulator Afek

d.1.1 Menambah Kenikmatan

Perilaku merokok digunakan untuk menambah atau meningkatkan

kenikmatan yang sudah didapat. Hal ini terlihat dari situasi yang

memunculkan perilaku merokok yaitu sebelum dan sesudah

beraktivitas. Sebanyak empat subjek mengatakan mereka merokok

sebelum memulai aktivitas di pagi hari dan setelah selesai bekerja.


52

......Aku kalau merokok kalau pagi setelah minum


mau berangkat kerja, kalau bangun tidur merokok aku
tidak berani. Lalu kalau sesudah bekerja...(PBd (39-43)2).

Kebiasaan merokok setelah makan juga menunjukkan jika rokok

digunakan untuk menambah kenikmatan. Empat subjek mengatakan jika

mereka merokok setelah makan.

Lha itu sesudah makan, paling enak. Sebelum makan


ngrokok ya ga enak ( PM (118)4).

Subjek PW juga mengatakan hal yang serupa bahwa merokok

memberikan kenikmatan.

Ya kalau dirasa-rasakan ya itu kenikmatan (PW (50)2).

d.1.2 Bersemangat

Kondisi yang lain adalah menjadi bersemangat kembali. Subjek

PM, PJ dan PBd mengatakan jika dengan merokok membuat mereka

menjadi bersemangat.

Lebih semangat, jadi ya hampir sama dengan orang yang


minum (PM (262)9).

Perasaan menjadi lebih bersemangat disebabkan karena rasa capek

yang berkurang. Rasa capek yang berkurang ini sebagai akibat dari

merokok.

Lha terus capeknya agak berkurang terus jadi semangat (PJ


5
(126-127) ).

Sebanyak lima subjek mengatakan jika merokok membuat rasa

bosan berkurang ketika tidak melakukan aktivitas apapun. Hal ini


53

berkaitan untuk menghilangkan rasa bosan seperti yang subjek PB

katakan.

....Biasanya ya pas, nganu itu nganggur, melamun, seperti


hilang rasa bosennya....( PB (101-102)4).

d.2 Modulator Fisik

d.2.1 Penanda Kondisi Tubuh

Pentingnya rokok bagi subjek yaitu sebagai penanda kondisi

tubuh. Hal ini dapat dilihat pada saat sakit, mereka akan memilih untuk

tidak merokok. Sebanyak dua subjek yaitu PW dan PBd mengatakan

hal ini. Subjek PW beralasan karena rasa rokok menjadi tidak enak jika

dalam keadaan sakit.

Kalau lagi sakit, ya tidak merokok, rasanya tidak enak.


(PW (38)2).

Bagi subjek PBd rasa tidak enak itu menjadi indikator bahwa

subjek dalam keadaan tidak sehat.

...Jadi kalau merokok rasanya sudah tidak enak aku


langsung tahu wah ini badannya tidak enak. Kalau pas
seperti itu, aku tidak merokok... (PBd (137- 142)5).

Subjek PBd akan terlihat tidak sehat jika tidak merokok. Tidak

sehat yang dimaksud disini adalah terlihat tidak segar walaupun

sebenarnya subjek merasa baik-baik saja.

Tapi katanya kalau aku tidak merokok terlihat pucat (PBd (


3
91) ).

Pernyataan subjek PW, PM dan PBd juga menunjukkan jika

rokok merupakan penanda kondisi tubuh.


54

Tapi kalau rasane enak, awake sehat tapi kalau merokok


terus rasanya nggliyer itu tanda kalau badan tidak sehat
(PW (88-90)3).

Berdasarkan semua pernyataan subjek dapat disimpulkan jika

rokok merupakan sebuah sistem peringatan dalam tubuh untuk

menunjukkan kondisi tubuh dalam keadaan sehat ataukah tidak.

d.3 Modulator Kognitif

Rokok juga berperan sebagai modulator untuk mendapatkan

kondisi kognitif tertentu misal mendapat ide, menghilangkan

kejenuhan, atau agar tetap fokus. Hal ini terlihat dari pernyataan subjek

PM dan PJ. Mereka mengatakan pada saat bekerja keras maka akan

merokok semakin banyak. Hal ini dialami subjek PM dulu ketika

subjek harus bekerja keras untuk membiayai anak-anaknya yang sudah

besar. Berbeda dengan saat ini, ketika subjek sudah selesai membiayai

anak-anaknya tersebut, subjek mulai mengatur perilaku merokoknya.

Subjek beralasan karena sudah tidak bekerja terlalu keras lagi sekarang.

....Kalau kerja keras ya ingin ngrokok..(PM (90)2)... Saya


sekarang tidak kerja keras kerjanya...( PM (102-103)4).

Bagi Subjek PJ definisi bekerja dengan keras adalah situasi ketika

subjek memiliki banyak pekerjaan. Hal ini kemudian memicu perilaku

merokok.

Berarti yang mempengaruhi itu ada kegiatan ataukah


tidak ya, Pakdhe? Iya, klo banyak pekerjaan ya
otomatis..( PJ (9)1).
55

8
(235-238)

(207-

Subjek PJ juga mengatakan jika merokok membantunya untuk

mendapatkan ide.
.....ada rokok biar gagasan saya tambah lain yang
seharusnya tidak terbuka jadi terbuka suasana (PJ (130)5).

Subjek PK mengatakan jika merokok membantu subjek untuk

fokus. Hal ini dialami oleh subjek PN, PW, PB dan PM. Mereka

menggunakan rokok disaat tidak melakukan aktivitas apapun untuk

membantu mereka agar tetap fokus. Fokus yang dimaksud disini adalah

pikiran tidak melantur kemana-mana.

.....suasana pikiran tidak mudah goyah, tidak mudah


melamun, tidak mudah begitu karena perhatian
terpusat pada rokok (PN ).

d.4 Fungsi Sosial Rokok

Semua subjek mengatakan jika situasi yang paling sering

memunculkan perilaku merokok adalah situasi sosial. Situasi sosial

yang dimaksud disini adalah ketika berkumpul dengan teman-teman

atau duduk-duduk dan terlibat percakapan dengan orang lain. Pada

intinya ketika bersama dengan perokok lain kemungkinan mereka

untuk merokok akan lebih besar.

....terutama ya ’kumpulan’. Kalau misalnya tidak pada


merokok ya tidak merokok pun ya tidak apa-apa...( PJ
7
209) ).

Jika dalam situasi sosial maka biasanya jumlah rokok yang

dihisap pun akan melebihi frekuensi merokok biasa.


56

.....Paling minim ya itu satu bungkus tapi kalau ada


jagongan ya bisa lebih....( PW (18-19)1).

Di dalam jagongan atau kumpulan ini, rokok berfungsi sebagai alat

untuk menunjukkan rasa sosial serta praja. Hal ini dikatakan oleh subjek

PW dan PK. Subjek PW menceritakan jika rokok di dalam jagongan atau

kumpulan berfungsi untuk menunjukkan praja dan untuk menunjukkan

rasa sosial. Rasa sosial ini ditunjukkan dengan memberikan rokok yang

subjek miliki pada perokok lain yang kebetulan tidak membawa rokok.

......kalau membawa kan bisa ditawar-tawarkan. Kepengen


memberi kalau pada waktu jagongan itu. Kalau caranya
orang Jawa itu kepengen praja (PW(145-148)5).

Bagi subjek PB rokok berfungsi untuk menunjukkan kelas sosial

ekonomi. Merk rokok yang dihisap menunjukkan si perokok berada

dalam kelas sosial ekonomi mana.

Ya ada, kalau orang rokoknya ini berarti kelasnya ini.


Contohnya Dji Sam Soe, Gudang Garam ki ya menengah
(PB (196-200)8).

Sebanyak lima subjek yang lain mengatakan jika rokok berfungsi

sebagai alat pergaulan dan mengakrabkan. Rokok berfungsi untuk

memulai percakapan dengan orang yang masih baru dikenal. Hal ini

diutarakan oleh PM, PK, PB, PJ dan PN.

Ya seperti tadi untuk pergaulan. Memulai pembicaraan


(PN (55-57)3).

Perilaku merokok yang muncul juga tergantung dari keputusan

perokok lain. Jika sesama perokok yang ditemui merokok maka dia juga
57

akan memutuskan untuk merokok dan sebaliknya. Hal ini dikatakan

oleh Subjek PJ.

...Kalau saya itu paling pas siang hari,nanti kalau ya


temannya merokok merokok tapi seandainya tidak ya
tidak apa-apa... (PJ (92-101)4).

d.5 Rokok sebagai sebuah kebutuhan

Rokok merupakan sebuah kebutuhan yang pokok dan hampir

sejajar dengan makanan. Sebanyak dua subjek mengatakan hal tersebut.

Salah satunya subjek PJ yang mengatakan daripada untuk makan lebih

baik untuk membeli rokok. Pernyataan ini menunjukkan jika rokok

hampir setara kedudukannya dengan makanan.

Beda dengan uang lima ribu daripada buat beli rokok


mending buat makan. Tapi kalau perokok mending untuk
beli rokok khan? (PJ (162-163)5).

Pernyataan subjek yang lain yaitu subjek PK mengatakan dengan

jelas bahwa rokok sama pentingnya dengan makanan. Subjek mampu

untuk tidak makan tapi tidak mampu untuk tidak merokok.

Lha saya kalau tidak makan dua hari, tiga hari mampu
kok saya bekerja tapi kalau tidak merokok sehari bekerja
ya lemes (PK (81-82)5).

d.6 Ketagihan

Ketagihan merupakan faktor yang pendukung seseorang

mempertahankan perilaku merokoknya. Subjek PW mengatakan jika dia

tetap merokok karena ketagihan.


58

Rasanya kalau tidak merokok untukku lho seperti kalau


tidak merokok itu ketagihan (PW (164-165)5).

Subjek PW juga menambahkan efek dari ketagihan ini membuat

dia merasa tidak sehat jika tidak merokok. Subjek PW merasa badan

jadi rasanya capek jika tidak merokok.

Kalau badan sehat tidak merokok malah badan terasa


capek kaya orang mencandu (PW ( 112-114 )4).

Subjek PJ juga mengatakan hal yang serupa jika tidak merokok

merasa badan jadi tidak sehat.

Kalau tidak merokok ya itu suasana nganu berbeda,


pengaruh kedalam kesehatan (PJ ( 178-180 )6).

Subjek PK juga mengatakan hal yang hampir serupa. Subjek

merasa menjadi lemah yang kemudian berdampak pada berkurangnya

aktivitas jika tidak merokok.

Karena kalau tidak merokok yo lemah (PK (69)2)..Haiyo


aktivitas jadi berkurang (PK ( 331-332 )11).

Perasaan tidak bersemangat pada subjek PJ juga diikuti dengan

adanya perasaan kurang yang muncul jika tidak merokok. Hal serupa

dialami juga oleh PK dan PBd.

Kalau tidak itu seperti ada yang kurang ( PBd (65-66)11).


Misalnya terbiasa ngemil, hayo coba kalau tidak ngemil
gimana rasanya? Ya ada yang kurang. Lha merokok ya
seperti itu (PK (314-316)11).

Perasaan kurang yang muncul ini berkaitan dengan perilaku

merokok yang sudah menjadi sebuah kebiasaan atau perilaku yang

adiktif didalam diri subjek. Sebanyak tiga subjek mengatakan hal


59

tersebut jika merokok sudah menjadi sebuah kebiasaan atau perilaku

yang adiktif bagi mereka.

Rasanya ya cuma nganu itu, apa, seperti ketagihan (PB (81-


4
82) ).
Iya, sudah terbiasa tidak. Kalau yang tidak merokok ya
tidak (PW (131)4).

Subjek PW menambahkan jika perasaan tidak bersemangat yang

muncul dikarenakan faktor toleransi terhadap nikotin yang dilakukan

oleh tubuh.

Fungsinya ya itu kalau sudah mencandu, kalau tidak


merokok rasanya tidak semangat tapi kali badan sehat lho
ini kalau tidak merokok rasanya tidak semangat tapi kali
badan sehat lho ini (PW (85-87)3).

Faktor ketagihan ini membuat rokok menjadi sebuah kebutuhan

yang harus ada. Hal ini mungkin berkaitan dengan perilaku merokok

yang sudah menjadi kebiasaan dalam hidup.

Ada khan ya caranya itu ya.. makan itu utama tapi rokok
seakan-akan..bagaimana ya? Pelengkap? Ya tidak
pelengkap. Kalau pelengkap khan istilahnya tidak
dilengkapi dengan itu bisa jalan (PJ (39-45)2).

5. Pandangan Subjek terhadap Rokok pada Saat Ini (tahun 2000-an)

a. Pandangan Terhadap Perilaku dan Larangan Merokok Pada Saat

Ini a.1 Keputusan Bebas

Pada tahun ”1940an” merokok merupakan perilaku yang umum untuk

dilakukan. Pada perkembangannya, subjek mengalami bahwa merokok

merupakan perilaku yang dilarang. Subjek PB mengatakan mengenai

larangan merokok ini.


60

Waktu dulu belum ada larangan, larangan itu


dicantumkan kan belum lama. Dulu tidak ada (PB (126-
5
129) ).

Subjek PN menambahkan jika larangan merokok yang muncul

merupakan dampak dari adanya perkembangan masalah kesehatan.

Baru-baru ini saja. Ada fatwa dan lain-lain. Ya itu


perkembangan masalah kesehatan (PN (197-200)7).

Menyikapi larangan tentang merokok ini, subjek PB, PM dan PK

mengatakan jika keputusan untuk merokok ataupun tidak merupakan

sebuah keputusan bebas. Keputusan bebas tersebut ditunjukkan dalam

respon PM dan PK. Individu tetap bebas untuk memilih apakah dia akan

merokok ataukah tidak.

Kalau aturan larangan merokok ya hanya


memperingatkan saja, tergantung individunya. Karena
siapa yang mengawasi orang ngrokok? (PM (324-329)11).

Subjek PK tidak jauh berbeda dengan subjek PM. Subjek PK

menyebutkan jika keputusan untuk berhenti merokok ataukah tidak

merupakan sebuah keputusan bebas dan sifatnya pribadi.

Ooo tentang misalnya himbauan tentang pemerintah.


Kalau ada yang mau melaksanakan berhenti merokok ya
terserah saja itu kan keputusan pribadi (PK (210-215)7).

Subjek PB menambahkan bahwa merokok merupakan sesuatu hal

yang tidak dilarang namun juga tidak diharuskan. Individu bebas untuk

memilih merokok atau pun tidak.

Ya tidak dilarang tapi juga tidak diharuskan untuk


merokok (PB (139-141)6).
61

Sikap subjek terhadap larangan merokok adalah menyerahkan pada

perokok itu sendiri untuk melakukannya ataukah tidak. Berdasarkan

keterangan ketiga subjek tersebut dapat disimpulkan bahwa pada saat ini

subjek memandang perilaku merokok sebagai sebuah keputusan yang

sifatnya bebas dan pribadi. Perilaku merokok tidak lagi dipandang sebagai

sebuah perilaku yang umum namun dipandang sebagai perilaku yang lebih

bersifat individual.

a.2 Perilaku Merokok Harus Dikendalikan


Subjek PM menyebutkan bahwa merokok merupakan sebuah

perilaku yang harus dikendalikan berkaitan dengan dampak buruk

rokok pada kesehatan. Subjek mengaku sering kesulitan bernafas jika

berjalan jauh. Hal ini yang melatarbelakangi mengapa subjek

mengendalikan perilaku merokoknya.

Ya kemauan itu ada tapi kita belajar untuk mengendalikan.


Diatur, kita belajar untuk mengatur karena kalau merokok
tidak diatur itu kan dalam pernapasan. Keliatan itu tidak
baik dan itu kita latian untuk mengendalikan..apa
ya..istilahe kekarepan iku kita kendalikan yang kurang
berguna itu (PM (21-32)1-2).

Subjek PN mengendalikan perilaku merokoknya dengan mengganti

rokok yang dihisap dari linting menjadi rokok putih dengan kadar nikotin

lebih rendah.

Makanya, saya biasa merokok Star Mild yang nikotinnya


paling rendah. Itu bisa untuk mengurangi kolesterol (PN
3
(70-71) ).
62

Hal serupa juga dialami oleh subjek PB. Subjek PB juga lebih

memilih rokok putih karena lebih aman.

Bapak tidak pernah itu ya Pak, rokok lintingan itu?


Tidak. Rokok pabrik. Kenapa, Pak? Kalau linting kan
keblekoken, terlalu keras, tidak ada filternya. Oo jadi
kalau rokok pabrik itu lebih aman begitu, Pak?Ha
iya, ada filternya (PB (26 – 34)2).

Selain mengganti jenis rokok, pengendalian yang lain yaitu

berupa mengurangi jumlah rokok yang dihisap. Pengendalian berupa

berubahnya jumlah rokok yang dihisap dialami oleh subjek PB. Subjek

PB terpaksa mengurangi rokok yang dihisap karena sakit yang diderita.

Sekarang Bapak masih merokok? Apa sudah jarang ?


Ya kalau sekarang ya cuma kadang-kadang, sebulan
sekali. Tidak tentu. Berarti dalam satu hari bisa
menghabiskan berapa, Pak? Kalau sekarang tidak mesti.
Kalau dulu? Satu hari satu bungkus (PB (11-22)1).

a.3 Aman jika Disertai dengan Perilaku Tertentu

Pengalaman perokok lain yang diinternalisasi mendukung

munculnya pendapat rokok tidak akan mempengaruhi kesehatan apabila

disertai dengan perilaku tertentu. Perilaku tertentu tersebut misalnya kerja

keras. Subjek PM menceritakan jika rokok disertai dengan kerja keras

maka tidak akan berdampak buruk pada tubuh. Subjek beralasan karena

dengan kerja keras maka peredaran darah akan lancar. Lancarnya

peredaran darah ini membuat rokok tidak mempengaruhi kondisi fisik.

Kalau tidak diiringi dengan kerja keras ya memang


bahaya ta?! Kalau kerja keras kan kan peredaran darahe
cepet ta? Keringatnya keluar ta? Nah ga ada efek. Tapi
kalau ngerokok saja ga kerja keras ya salurannya itu
akan tersumbat (PM (238-247) 8).
63

Subjek PBd juga memiliki pendapat yang serupa dengan subjek

PM. Kerja keras akan mengurangi dampak buruk rokok dalam tubuh.

Kalau yang membuat sakit itu kan kalau misalnya


kurang gerak, tidak pernah bekerja jadi peredaran
darahnya tidak lancar (PBd (123-127)4).

Subjek PK memiliki pendapat bahwa dengan meminum kopi

dapat mengurangi kadar nikotin. Selain minum kopi, kesehatan dan

olah raga juga merupakan salah satu cara untuk menjaga stamina agar

tubuh tetap sehat meskipun merokok.

Kalau dibarengi rokok dengan kopi itu ya nganu..itu


khan bisa melarutkan nikotin (PK (43-47)2). Diusahakan
(244-
kesehatannya. Olah raga, bekerja semampunya (PK
8
246) ).

a.4 Rokok Sebagai Obat

Data yang lain yaitu anggapan tentang rokok yang berfungsi

sebagai obat. Subjek PN tetap beranggapan jika rokok dapat berfungsi

sebagai obat jika dalam ukuran yang semestinya. Hal ini subjek

internalisasi dari informasi yang dia dapat dari perokok lain.

Saya juga memberi penjelasan rokok itu ada gunanya


seperti saya ngomong-ngomong dengan ustadz di
Magelang. Rokok kan terbuat dari tembakau bahkan dia
mengartikan dalam bahasa Jawa tamba ku. Jadi artinya
obat untuk sakitku. Kemudian keterangan dari teman
saya merokok itu baik asalkan nikotinnya tidak tinggi
( PN (58-69)3).

a.5 Tidak Percaya Rokok Berbahaya


Ketika subjek PK ditanyai tentang bahaya rokok linting yang

memiliki kadar nikotin lebih tinggi, subjek mengatakan itu hanyalah


64

anggapan dokter. Subjek PK tidak percaya jika rokok berbahaya bagi

tubuh. Bagi subjek itu hanyalah kata dokter saja.

Lha iya itu nikotinnya lebih tinggi tapi kalau caranya


orang makan kan lebih masek. Tapi berarti ya lebih
berbahaya juga itu, Pak. Ha iya kalau menurut dokter
( PK (156 – 162)6 ).

Subjek PJ juga berpendapat sama dengan subjek PK. Subjek PJ

tidak percaya jika rokok akan berdampak pada kesehatan. Padahal

berdasarkan subjek PJ pernah menderita sakit paru-paru yang membuat

subjek terpaksa harus menghentikan kebiasaannya merokok. Namun,

subjek PJ juga memiliki pandangan yang sama dengan subjek PK.

Subjek PJ melihat realitas dalam kehidupan nyata yang menunjukkan

jika perokok dan bukan perokok memiliki kondisi umur yang mungkin

sama. Alasan inilah yang membuat subjek PJ tidak percaya jika rokok

berdampak pada kesehatan.

Iya, klo soal kesehatan ya itu pasti kadang-kadang


bertentangan dengan dokter. Kadang-kadang kalau saya
tidak percaya. Soalnya begini ada perokok ya umurnya
bisa panjang, tapi yang tidak perokok ya ada yang
nganu. Itu masalahnya ( PJ (167-173)6).

Faktor lain yang memperkuat ketidak percayaan mereka adalah

pandangan yang subjek miliki terhadap rokok linting. Bagi subjek,

rokok linting tidak merugikan kesehatan karena bahannya masih asli.

Subjek PM meyakini akan hal ini. Subjek PM berpendapat jika rokok

linting jauh lebih aman daripada rokok putih. Hal ini didukung dengan
65

pengalaman perokok lain yang telah lama merokok. Mereka hingga

saat ini memiliki kondisi kesehatan yang baik.

Pak Mardi Sumitro itu ngrokok linting segini


(menunjukan besar rokok) tapi fisiknya masih tegar.
Tapi ya ndak rokok pabrik lho! Kalau rokok pabrik itu
beda sudah ada zat kimianya ( PM (198-202)7).

Subjek PN meski memiliki pendapat berbeda berkaitan dengan

rokok linting dan pabrik menyatakan hal yang serupa dengan PM.

Subjek PN juga menemukan jika orang-orang dulu lebih sehat

walaupun merokok rokok linting. Hal ini dikarenakan rokok tersebut

masih asli dan tidak memiliki campuran yang berbahaya seperti ganja.

Makanya orang-orang dulu seperti Pak Mul itu, dia


merokok apapun ga masalah karena sudah terlatih dari
dulu tidak apa-apa. Tapi kan sekarang banyak, Pak Mul
kan ngrokoknya buatan sendiri dengan tembakau yang
asli, sigaret. Kan ga ada campuran ganja dan sebagainya.
Kebanyakan rokok-rokok yang menyebabkan penyakit
katakanlah seperti rokok dari Amerika mengandung
minyak babi ( PN (136–139)5 ).

Subjek PW juga memiliki pendapat yang sama. Rokok tidak

menganggu kesehatan. Hal ini berkaca dari pengalaman pendahulu

yang memiliki kondisi kesehatan baik meskipun merokok. Kondisi

kesehatan yang tidak jauh berbeda antara perokok dan bukan perokok

menguatkan keyakinan subjek tersebut.

Sekarang kalau cara dokter mengganggu kesehatan.


Dilarang merokok menyebabkan kanker. Tapi
kenyataannya berbeda, orang tua yang merokok
umurnya malah sampai 100 – 120 tahun. Sekarang yang
tidak merokok malah kena sakit paru-paru. Seperti
halnya yang terbiasa merokok ya sudah kebal ya tidak
diserang. Orang dulu itu malah umurnya panjang-
panjang padahal merokok, malah sehat-sehat.
66

Kenyataannya yang merokok sendiri punya kekebalan


tubuh malah tidak terkena paru-paru, asma karena
sudah punya penangkal (PW(243 – 255)8).

Subjek PK memiliki pendapat yang sama dengan subjek PW

bahwa pada kenyataannya dampak buruk rokok tersebut tidak terjadi.

Subjek memiliki kondisi tubuh yang sehat meskipun telah merokok

bertahun-tahun dan belum pernah berhenti.

Ha kalau menurut dokter akibatnya macam-macam tapi


kenyataannya yang merasakan. Berarti bapak belum
merasakan dampak buruk dari rokok itu ya, Pak?
Nyatanya ya sehat kok, diperiksakan jantungnya sehat,
paru-paru sehat ( PK (111-120)4).

b. Pandangan Terhadap Dampak Rokok

Pandangan mengenai rokok dari segi kesehatan juga tidak lepas dari

bagaimana subjek memandang dampak rokok. Subjek berpendapat bahwa

rokok tidak berdampak bagi kesehatan akan tetapi meyakini lebih berdampak

pada ekonomi dan lingkungan sosial. Ketidak percayaan subjek terhadap

dampak rokok bagi kesehatan si perokok karena didukung oleh pengalaman

perokok lain yang diinternalisi yaitu kondisi kesehatan perokok lain yang

baik meskipun telah lama merokok. Walaupun subjek tidak meyakini bahwa

rokok berdampak bagi kesehatan tubuh, mereka sepakat bahwa merokok

menganggu jika dilakukan di tempat umum. Selain menganggu jika

dilakukan di tempat umum, merokok juga berdampak pada kondisi ekonomi

keluarga. Hal ini yang lebih penting untuk diwaspadai oleh perokok daripada

implikasi rokok bagi kesehatan.


67

Subjek PM mengatakan dampak buruk rokok adalah mengganggu

orang lain. Subjek menyetujui larangan merokok ditempat umum. Hal ini

dikarenakan jika merokok ditempat umum maka asapnya pasti akan

menganggu orang lain yang tidak merokok.

.....Tapi kalau merokok ditempat umum ndak boleh, ya


memang bener. Karena bagi orang-orang yang ga
seneng ngrokok ya nanti terganggu.....(PM (318-323)11).

Subjek PN juga berpendapat sama dengan subjek PM. Subjek

PN berusaha empan papan dalam merokok. Hal ini karena bahaya yang

ditimbulkan oleh asap rokok sehingga membuat subjek menjadi lebih

berhati-hati.

Maka saya pun merokok ya tahu tempat. Soalnya yang


namanya tempat umum itu kan ada bayi, bahkan ada
orang yang asma dan sebagainya. Nanti menghirup asap
rokok kan menimbulkan tidak baik (PN (210-216)7).

Selain asap rokok yang berbahaya, subjek PN menambahkan

jika efek rokok tidak hanya mengganggu fisiologis. Subjek PN

mengatakan rokok bisa berdampak pada kondisi perekonomian

keluarga. Hal ini yang lebih perlu diwaspadai oleh perokok.

Ekonomi, anak minta duit untuk beli buku ga diberi


malah untuk rokok. Istri akan layat, nyumbang, ga
diberi untuk beli rokok. Kan itu artinya mengganggu
kesehatan. Bukan artinya kesehatan fisik tapi kan
kesehatan keluarga (PN (78-86)3).
68

6. Kesimpulan Umum

Berdasarkan uraian dari semua subjek dapat disimpulkan bahwa rokok

pada mulanya bukan hanya sekedar perilaku kebiasaan atau adiktif saja, namun

sudah masuk dalam tradisi budaya masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari

dimasukkannya rokok dalam sesaji atau tukon pasar. Masuknya rokok sebagai

tradisi dalam budaya masyarakat didukung juga dengan tidak adanya larangan

merokok pada waktu itu. Larangan merokok hanya dialami subjek dalam

institusi pendidikan. Tidak adanya larangan merokok mendukung munculnya

pandangan bahwa merokok sebagai perilaku yang diterima oleh umum.

Anggapan tentang merokok sebagai sebuah perilaku yang umum dapat terlihat

dari data demografi yang menunjukkan kebanyakan subjek mulai merokok

sejak kecil. Anggapan bahwa perilaku merokok diterima oleh umum didukung

dengan ketidaktahuan perokok tentang bahaya-bahaya yang terkandung dalam

rokok. Selain perilaku yang diterima oleh umum, pada saat itu ada anggapan

bahwa anak laki-laki sudah sewajarnya merokok.

Berbeda halnya dengan saat ini perilaku merokok dipandang sebagai

sebuah keputusan yang sifatnya bebas dan pribadi. Perilaku merokok tidak lagi

dipandang sebagai sebuah perilaku yang diterima oleh umum namun

dipandang sebagai perilaku yang lebih bersifat individual. Hal ini didukung

dengan ditemukannya zat-zat berbahaya yang terkandung dalam rokok.

Penemuan ini memungkinkan perokok mengetahui bahaya rokok yang pada

masa sebelumnya (1940-an) perokok tidak tahu.


69

Perkembangan mengenai pengetahuan zat-zat berbahaya yang

terkandung dalam rokok berdampak pada bagaimana subjek memandang rokok

dari segi kesehatan. Subjek memandang merokok sebagai perilaku yang harus

dikendalikan. Mereka juga tetap mempertahankan pendapat lama bahwa rokok

tidak berbahaya bagi kesehatan asalkan disertai dengan perilaku tertentu

misalnya kerja keras atau olahraga. Selain itu keyakinan tentang rokok sebagai

obat juga masih dipertahankan.

Keyakinan rokok sebagai obat serta tidak berbahaya mendukung

munculnya ketidak percayaan dampak rokok pada kesehatan. Subjek meyakini

bahwa rokok lebih berdampak pada ekonomi dan lingkungan sosial. Ketidak

percayaan subjek terhadap dampak rokok bagi kesehatan si perokok karena

pengalaman perokok lain yang tetap sehat meskipun telah lama menghisap

rokok. Walaupun subjek tidak meyakini bahwa rokok berdampak bagi

kesehatan tubuh, mereka sepakat bahwa merokok menganggu di tempat umum.

Selain menganggu jika dilakukan di tempat umum, merokok juga berdampak

pada kondisi ekonomi keluarga. Hal ini yang lebih penting untuk diwaspadai

oleh perokok.

Pentingnya rokok bagi subjek mempengaruhi bagaimana perilaku

merokok itu menjadi sesuatu yang menetap selain karena faktor biologis

(kecanduan). Rokok bagi subjek berfungsi sebagai alat sosial dan memiliki

fungsi dalam situasi sosial. Fungsi rokok dalam situasi sosial adalah sebagai

praja dan alat untuk menunjukkan kepedulian terhadap yang lain. Selain itu,
70

rokok juga berfungsi sebagai alat pergaulan serta mengakrabkan. Rokok juga

memiliki fungsi untuk menunjukkan kelas sosial si perokok. Kelas sosial tersebut

terlihat dalam jenis rokok yang dipilih untuk dihisap. Fungsi rokok yang lain

adalah sebagai penanda kondisi tubuh sekaligus modulator. Modulator yang

dimaksud disini adalah sebagai perantara untuk mendapatkan kondisi tertentu.

Perubahan pandangan tentang rokok ini ternyata tidak membuat para

perokok memilih untuk berhenti merokok. Mereka tetap memilih untuk merokok

karena merokok merupakan sebuah pilihan bebas. Namun, mereka juga tetap

memperhitungkan dampak rokok bagi kesehatan tubuh. Hal ini terlihat dari

pengetahuan yang dimiliki subjek terhadap efek rokok bagi kesehatan meskipun

mereka mengatakan tidak percaya bahwa rokok merugikan kesehatan.

Ketidakpercayaan mereka terhadap dampak rokok dipengaruhi oleh pengalaman

para perokok lain yang tetap sehat meski merokok. Walaupun mereka tidak

percaya namun pada kenyataannya mereka tetap peduli pada dampak rokok.

Kepedulian ini terlihat dari diikutinya rokok dengan perilaku tertentu untuk

mengurangi efek rokok bagi kesehatan. Perilaku tersebut misalnya mengganti

rokok dengan jenis nikotin yang lebih rendah. Bisa disimpulkan jika didalam diri

perokok sendiri terdapat konflik antara dampak rokok dan keyakinan mereka

terhadap rokok. Hal ini kemudian dijembatani dengan mengambil kompromi yaitu

tetap merokok dan mengurangi dampak rokok dengan perilaku tertentu.


71

C. Pembahasan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rokok memiliki peranan penting

dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya rokok bagi lansia dapat dilihat dalam

perannya dalam kehidupan yaitu sebagai alat sosial, modulator afek, fisik serta

kognitif, dan bagian dari budaya. DiClemente dalam Psychology of Nurses and the

Caring Professions mengatakan hal yang serupa bahwa rokok merupakan perilaku

yang memiliki peranan penting dalam kehidupan. Pentingnya rokok dalam

kehidupan terletak pada reward yang dihasilkan oleh rokok atau keuntungan yang

didapat oleh perokok. Oleh sebab itu jika perokok ingin berhenti maka mereka

harus mempersiapkan sebuah cara alternatif yang mampu memberikan reward

yang sama (Walker, 2005).

Bagaimana perilaku merokok dapat muncul merupakan sesuatu hal yang tidak

sederhana. Hal ini terlihat dari beberapa pernyataan subjek yang menyatakan bahwa

mereka merokok tidak hanya sekedar imitasi terhadap orang tua namun karena pada

saat itu orang tua yang sengaja melatih mereka untuk merokok. Orang tua pada waktu

itu sengaja melatih anaknya untuk merokok karena mereka beranggapan bahwa

merokok itu baik. Berdasarkan dari jawaban tersebut dapat terlihat bahwa konteks

memainkan peranan penting. Will (2004) menegaskan pula hal ini. Pada penelitiannya

ditemukan bahwa kemunculan perilaku merokok tidak hanya berkaitan dengan

pemaparan stimulus saja namun berkaitan pula dengan variabel-variabel lain. Variabel

lain itu seperti afek, coping, hubungan sosial, dukungan orang tua dan perubahan

situasi hidup seseorang (Will et al, 2004). Selain itu,


72

bagaimana lansia membentuk pandangan tentang rokok juga selanjutnya

mempengaruhi perilaku merokok mereka (Collins et al, 2002).

Berdasar Will dan Collins serta data yang ada di lapangan dapat disimpulkan

bahwa perilaku merokok tidak hanya berkaitan dengan pemaparan stimulus saja

atau unsur modelling. Hal yang lebih penting dalam pembentukan perilaku

merokok pada lansia adalah konteks dan pandangan yang mereka miliki tentang

rokok. Konteks dan pandangan ini kemudian membentuk suatu perasaan bahwa

rokok merupakan sesuatu hal yang sangat berharga dan penting seperti yang

dituliskan dalam Walker (2005). Keberhargaan dan pentingnya rokok ini

kemudian peneliti sebut dengan value atau nilai.

Value atau nilai yang dimiliki oleh lansia tidak lepas dari pengaruh konteks

mereka pada saat lansia berada dalam fase akuisisi hingga fase peningkatan

konsumsi secara cepat. Leventhal dan Cleary (Sarafino, 1994; Sanderson, 2000)

menyebutkan dalam fase akuisisi yang memainkan peranan penting adalah intensi,

sikap, belief dan concept formation yang dimiliki perokok. Concept formation

adalah tahap seseorang akan belajar kapan dan bagaimana merokok serta

memasukkan aturan-aturan perokok ke dalam konsep dirinya. Satu faktor lain

yang juga memainkan peranan penting dalam perilaku merokok adalah mekanisme

biologis atau faktor adiksi yang ditimbulkan oleh substansi.

Bagaimana value dapat terbentuk dapat dijelaskan melalui dua prinsip yaitu

prinsip kenikmatan (berdasar cost-benefit analysis) dan regulatory fit (kecocokan

terhadap sebuah aktivitas). Jika berdasarkan prinsip kenikmatan maka individu akan
73

mendekati kenikmatan dan menghindari rasa sakit (Higgins et al, 2003). Prinsip ini

mampu menjelaskan bagaimana kecanduan membentuk nilai tertentu tentang rokok.

Lansia yang menganggap rokok penting sebagai modulator serta sebuah kebutuhan

dikarenakan kepuasan merupakan faktor yang terpenting. Lansia cenderung

menganggap merokok lebih memberikan keuntungan daripada kerugiaan sehingga

mereka akhirnya tetap memutuskan untuk merokok. Lansia berusaha untuk

menghindari konsekuensi negatif yang akan mereka dapat ketika tidak merokok.

Prinsip yang lain adalah regulatory fit atau kecocokan dengan aktivitas.

Berdasarkan prinsip ini pengalaman akan menghasilkan kepuasan atau afek

negatif. Kedua efek tersebutlah yang kemudian akan memunculkan nilai (Higgins,

2005). Nilai tentang rokok yang dimiliki oleh lansia muncul karena adanya proses

tersebut. Lansia memiliki nilai-nilai tertentu tentang rokok dikarenakan perasaan

feel right yang muncul. Perasaan ini kemudian membuat lansia merasa bahwa apa

yang dilakukannya itu benar dan penting meskipun memiliki efek negatif yaitu

merugikan kesehatan. Hal ini dapat terjadi karena perasaan feel right ini

mempengaruhi lansia dalam pembuatan keputusan, sikap, perubahan perilaku, dan

perilaku yang ditampilkan (Higgins et al, 2003; Higgins, 2005)

Regulatory fit ini mempengaruhi dalam bagaimana sesuatu dipandang benar dan

penting bukan hanya sekedar kebutuhan akan kepuasan. Regulatory fit ini akan

membuat sebuah pilihan menjadi prioritas dan yang lainnya menjadi pilihan kedua

(Higgins et al, 2003). Hal ini menjadi jelas mengapa lansia tetap mempertahankan

perilaku merokoknya. Lansia menganggap bahwa perilakunya tersebut benar


74

sebagai akibat dari regulatory fit ini. Karena anggapan itulah, lansia menempatkan

berhenti merokok merupakan pilihan kedua. Lansia lebih memilih mengambil

jalan tengah dengan tetap merokok dengan mengurangi efek buruk rokok dengan

menjaga kesehatan tubuh, mengurangi jumlah rokok, mengganti jenis rokok yang

dihisap dan meminum kopi untuk melarutkan nikotin.

Berdasarkan semua uraian di atas adanya interaksi antara faktor lingkungan dan

biologis memiliki andil dalam terbentuknya dan bertahannya perilaku merokok pada

lansia. Selain itu kedua faktor tersebut memiliki andil pula dalam pembentukan nilai-

nilai tertentu tentang rokok yang dimiliki lansia sehingga membuat mereka tetap

bertahan merokok. Oleh sebab itu, di bawah ini akan diulas mengenai nilai rokok yang

terbentuk pada lansia berdasarkan konteks pengalaman merokok lansia, konteks jaman

mengenai rokok dan berdasarkan faktor adiksi terhadap rokok.

1. Riwayat Merokok Lansia

Hasil penelitian menunjukkan jika terdapat dua kategori dalam tahapan

lansia untuk menjadi perokok tetap. Kategori pertama adalah tanpa fase

cessation (berhenti) dan kategori kedua adalah diikuti dengan fase cessation

serta kambuh. Secara garis besar terdapat dua tahapan besar yang terjadi di

dalam diri lansia untuk menjadi seorang perokok tetap. Dua tahapan tersebut

adalah masa acquisition yang melibatkan pengalaman seseorang terhadap

rokok dan tahapan yang selanjutnya adalah peningkatan konsumsi secara cepat

(Sanderson, 2000; Sarafino, 1994).


75

Faktor yang berperan dalam masa ketertarikan terhadap rokok adalah

lingkungan atau konteks (telah dijelaskan pada point 1), orang tua dan teman

sebaya. Bagi lansia yang memulai merokok di usia anak-anak faktor orang tua

merupakan hal yang sangat penting. Bagi lansia yang memulai merokok di usia

remaja faktor teman sebayalah yang merupakan faktor yang dominan

dibandingkan dengan orang tua. Penyebab perbedaan tersebut adalah bagi

perokok yang memulai merokok di usia awal faktor yang berperan adalah

konteks keluarga dan teman yang dipresentasikan sebagai lingkungan yang

memiliki resiko tinggi (Wills, Thomas. Resko, Jody A. Ainette, Michael G.

Mendoza, Don. 2004). Penelitian lain menemukan ingatan masa kecil ketika

orang tua merokok merupakan faktor yang mendukung munculnya perilaku

merokok (Schmitt, Eva M et all, 2005). Krosnik (1982) juga menemukan hal

serupa bahwa di usia anak-anak orang tua akan memiliki pengaruh lebih

penting dibandingkan di usia remaja.

Bagi perokok yang memulai merokok diusia remaja faktor yang paling

berperan adalah teman. Hal ini dijelaskan juga dalam Taylor (2003) bahwa

remaja pada umumnya memulai merokok karena pengaruh teman sebaya.

Krosnick (1982) menemukan juga hal yang serupa bahwa keluarga bukan lagi

menjadi faktor yang penting. Gold dan Douvan dalam Krosnick (1982)

mengatakan mengapa teman menjadi faktor yang penting. Hal tersebut

dikarenakan pada masa remaja anak akan melepaskan diri dari keluarga dan
76

mencoba untuk menjadi seseorang yang memiliki kontrol atas emosi, perilaku

dan values.

Setelah tertarik terhadap rokok dan mempertahankan perilakunya

beberapa subjek mengalami tahap berhenti sesaat. Tahap berhenti sesaat ini

dinamai dengan cessation. Pada tahap ini seseorang akan memutuskan untuk

menghentikan perilaku merokoknya karena meningkatnya kesadaran akan

kesehatan (Sanderson, 2000; Sarafino, 1994). Namun berdasarkan hasil

penelitian peneliti tidak mendapati hal tersebut. Subjek memutuskan untuk

berhenti akibat adanya tuntutan lingkungan yaitu larangan dari institusi

pendidikan. Mereka memutuskan untuk sementara berhenti bukan karena

kesadaran akan dampak buruk rokok. Alasan yang lain adalah karena perokok

sudah terlanjur sakit sehingga harus menghentikan perilaku merokoknya agar

tidak bertambah parah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan lingkungan sangat

mempengaruhi perilaku merokok seseorang. Konteks yang memiliki resiko

tinggi seperti keluarga dan teman merupakan faktor predisposisi perilaku

merokok. (Chamberlain,1998; Wills et all, 2004).

2. Perkembangan Rokok pada tahun 1940-an dengan tahun 2000-an

Konteks sosial rokok akan dibagi menjadi dua yaitu konteks ketika

subjek berusia anak-anak hingga remaja yang mewakili paradigma rokok di

waktu 1940-an dan konteks ketika subjek berusia lanjut (2000-an) yang
77

mewakili paradigma baru tentang rokok. Uraian kedua konteks tersebut

bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana perubahan pandangan tentang

rokok berdampak pada perilaku merokok lansia serta untuk menjawab

pertanyaan mengapa lansia tetap memilih untuk merokok.

2. 1 Konteks Rokok 1940-an

Pada saat subjek anak-anak hingga saat ini rokok digunakan dalam

upacara-upacara tradisional seperti sajen, ngirim leluhur dan tukon pasar1.

Sukendro (2007) dan Budiprasetya (2000) mengatakan bahwa digunakannya

rokok dalam upacara-upacara tradisional menunjukkan perilaku merokok

merupakan bagian dari budaya. Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku

merokok bukan perilaku yang sifatnya individual tetapi sudah dilembagakan

dalam budaya.

Selain rokok sebagai bagian dari budaya pada waktu itu masyarakat

belum mengetahui bahwa rokok mengandung zat-zat berbahaya. Mereka

menganggap bahwa rokok adalah alat untuk melepas lelah setelah bekerja,

kegiatan yang bisa dilakukan diwaktu senggang dan sama sekali tidak

berbahaya. Kurangnya pengetahuan yang didukung dengan budaya membuat

munculnya keyakinan bahwa merokok merupakan perilaku yang umum

dilakukan terutama oleh laki-laki. Merokok sebagai perilaku yang umum dapat

1 Sajen : sesaji
Ngirim leluhur : sebuah ritual untuk mendoakan orang yang sudah meninggal. Jika almarhum
semasa hidupnya merokok maka biasanya disertakan rokok di dalam sesaji.
Tukon pasar : berbagai macam makanan kecil yang dibungkus dalam plastik. Biasanya disertakan
ketika kenduri sebagai pelengkap.
78

ditarik kesimpulan bahwa pada saat itu rokok dianggap sebagai perilaku yang

wajar untuk dilakukan.

Keyakinan (belief) bahwa merokok sebagai perilaku yang wajar

didukung oleh faktor kurangnya pengetahuan yang dimiliki. An Dao (2008)

menemukan didalam penelitiannya pada profesional kesehatan bahwa

pengetahuan yang dimiliki seseorang terhadap rokok memainkan peranan

penting dalam perilaku merokok. Selain pengetahuan belief yang dimiliki juga

merupakan prediktor penting dalam perilaku merokok. Bahkan posisi belief

jauh lebih penting daripada pengetahuan yang dimiliki. Jika seseorang

memiliki pengetahuan yang cukup tentang rokok namun memiliki belief yang

kurang benar maka mereka akan tetap memutuskan untuk merokok.

Belief seperti rokok tidak berbahaya, perilaku yang wajar membuat para

orang tua pada waktu itu tidak melarang anak-anak mereka untuk merokok.

Bahkan orang tua sengaja melatih anaknya untuk merokok dengan cara

menyuruh secara langsung untuk mencicipi rokok sebagai reward karena telah

membantu bekerja. Fungsi rokok sebagai reward membuat fenomena anak-

anak usia Sekolah Dasar (pada waktu itu disebut dengan Sekolah Rakyat)

sudah merokok adalah hal yang wajar. Keyakinan tersebut diperkuat dengan

ditanamkannya dalam diri subjek bahwa rokok berfungsi sebagai alat sosial

atau pergaulan.

Fungsi rokok sebagai alat sosial atau pergaulan ini didapat dari para

pendahulu yang juga merokok. Keyakinan yang diinternalisasi dari pengalaman


79

nenek moyang (pendahulu) diturunkan lagi pada subjek. Hal ini terlihat dari dua

subjek yang terpaut usia 10 tahun dari subjek yang lain juga masih meyakini hal

yang sama. Mereka juga meyakini hingga saat ini bahwa rokok memang memiliki

nilai sosial yaitu sebagai alat pergaulan serta bagian dari budaya.

Berdasarkan semua uraian dapat disimpulkan bahwa prediktor penting

dalam perilaku merokok lansia tidak hanya belief dan pengetahuan tentang rokok

yang dimiliki. Pembentukan perilaku merokok ternyata berkaitan juga dengan nilai

yang terbentuk di dalam masyarakat sebagai hasil dari internalisasi pendahulu.

Nilai menjadi hal yang penting karena akan menentukan bagaimana sesuatu

dipandang baik atau buruk serta mendasari berbagai variasi motivasi serta

pengambilan keputusan (Higgins, 2005). Nilai yang didapat dari orang tua dan

konteks pada waktu tersebut adalah rokok sebagai alat sosial.

Nilai tersebut diturunkan karena para perokok terdahulu merasa

memperoleh hal yang positif dari rokok atau merasa feel right dengan perilaku

merokoknya. Perasaan tepat tersebut menghasilkan suatu sense bahwa apa

yang dilakukan tersebut benar dan penting. Oleh sebab itu nilai yang didapat

dari perasaan bahwa itu benar dan penting kemudian diturunkan ke generasi

berikutnya dengan harapan mereka akan mengalami hal yang sama (Higgins et

al, 2003).
80

2.2 Rokok Saat ini (tahun 2000-an)

Jika pada konteks sebelumnya merokok dianggap sebagai perilaku yang

wajar dan tidak berbahaya bagi kesehatan maka pada saat ini pandangan tersebut

tidak berlaku lagi. Pada saat ini seiring dengan perkembangan informasi mengenai

kesehatan dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan ditemukan bahwa

merokok merupakan perilaku yang berbahaya serta berdampak buruk bagi

kesehatan (Sukendro, 2007; Prihatiningsih, 2007; Schmitt et al, 2005; Nina

Stovring et al, 2004; Asril, 2002). Perkembangan pengetahuan yang baru tentang

rokok tersebut juga diketahui oleh lansia. Lansia memberikan tanggapan dengan

menyetujui dalam beberapa hal dan menolak beberapa hal yang lain.

Hal-hal yang lansia setujui adalah merokok mengganggu di tempat umum

dan berdampak buruk pada kondisi perekonomian keluarga. Mereka menyanggah

ketika menanggapi anjuran pemerintah bahwa merokok merugikan kesehatan.

Mereka tetap memandang merokok sebagai perilaku yang aman. Bahkan ada

subjek yang mengatakan rokok dapat digunakan sebagai obat.

Saya juga memberi penjelasan rokok itu ada gunanya seperti saya
ngomong-ngomong dengan ustadz di Magelang. Rokok kan terbuat
dari tembakau bahkan dia mengartikan dalam bahasa Jawa tamba
ku. Jadi artinya obat untuk sakitku. Kemudian keterangan dari teman
saya merokok itu baik asalkan nikotinnya tidak tinggi ( PN (58-69)3).

Perokok lansia meskipun beranggapan bahwa rokok berfungsi sebagai

obat namun tampaknya terdapat keraguan bahwa rokok sungguh tidak

merugikan bagi kesehatan. Keraguan tersebut terlihat pada saat lansia


81

menyatakan bahwa rokok aman asal kadar nikotin tidak tinggi atau diimbangi

dengan kopi yang dikatakan oleh empat subjek yang juga meyakini bahwa

rokok tidak berbahaya dan sebagai obat.

Kalau tidak diiringi dengan kerja keras ya memang bahaya ta?!


Kalau kerja keras kan kan peredaran darahe cepet ta? Keringatnya
keluar ta? Nah ga ada efek. Tapi kalau ngerokok saja ga kerja keras
ya salurannya itu akan tersumbat (PM (238-247) 8).

Syarat yang dimunculkan tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa

lansia perokok mengetahui dampak buruk rokok yang kemudian membuat

mereka menjadi ragu dengan keyakinan yang sudah dimiliki terhadap rokok.

Subjek kemudian memilih mengambil jalan tengah untuk mengatasi adanya

keraguan tersebut. Jadi mereka tetap merokok namun memperhitungkan

dampak buruk rokok bagi kesehatan.

Perubahan pandangan tentang rokok yang menimbulkan polemik pada

perokok ternyata dialami juga oleh negara-negara yang lain. Collins (2002)

menyatakan bahwa toleransi terhadap dampak buruk rokok bagi kesehatan di

waktu dulu (20 tahun yang lalu) sangat lunak dibandingkan saat ini. Hal ini

mampu menjelaskan mengapa perilaku merokok berkembang dengan sangat

pesat. Sikap yang lunak terhadap rokok membuat dukungan terhadap perilaku

merokok besar sehingga mempengaruhi perilaku kesehatan pada saat itu

(Sarafino,1994).

Berbeda halnya dengan saat ini sikap terhadap rokok mulai semakin

jelas. Hal ini ditunjukkan dengan penolakan terhadap perilaku merokok yang
82

bervariasi antara negara-negara. Rozin (Collins,2002) menuliskan di Amerika

Serikat contohnya terdapat perubahan pandangan terhadap rokok dari pilihan

individual menjadi sebuah pelanggaran moral. Negara yang lain seperti Inggris

menganggap merokok sebagai perilaku yang negatif dalam tingkat

makrososial. Inggris kemudian membuat kebijakan dengan menciptakan

banyak hambatan bagi perokok misalnya tidak merokok di tempat kerja. Pada

tingkat sosial penolakan ini merupakan hambatan yang penting untuk perokok.

Namun tekanan dari teman dan faktor sosial membuat perilaku merokok ini

tetap bertahan. Proses ini menunjukkan sikap terhadap rokok baik secara

individual atau legislatif tidak pernah terlintas di masa 20 tahun yang lalu.

Proses serupa juga dialami oleh negara kita. Pemerintah mengeluarkan

Undang-undang yang mengatur mengenai pengamanan rokok bagi kesehatan.

Hal ini ditandai dengan kebijakan pemerintah melalui peraturan pemerintah

nomor 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan serta

peraturan gubernur provinsi khusus ibu kota Jakarta nomor 75 tahun 2005

tentang kawasan larangan merokok. Kedua undang-undang tersebut

menunjukkan juga bahwa persoalan tentang rokok menjadi hal yang penting

untuk diatasi (Sukendro, 2007).

Hambatan-hambatan baik berupa undang-undang maupun informasi

mengenai dampak buruk rokok pada kenyataannya tidak membuat lansia

berhenti merokok. Pemisahan dan pembatasan area bagi perokok malahan

membuat ikatan antara perokok menjadi kuat serta identitas kelompok mereka
83

menjadi jelas. Hal ini yang membuat merokok menjadi bagian dari identitas

serta dipandang sebagai sebuah pilihan bebas. Perokok menikmati perilaku

merokoknya dan menolak tekanan sosial untuk berhenti karena rokok

merupakan identitas dan pilihan yang bebas (Collins, 2002). Lansia juga

mengalami hal tersebut. Lansia menganggap bahwa merokok merupakan

sebuah pilihan bebas dan sudah menjadi bagian dari identitas diri mereka.

Alasan ini yang membuat lansia menikmati perilaku merokoknya dan menolak

untuk percaya bahwa rokok sangat berbahaya bagi kesehatan mereka.

3. Pengaruh Perkembangan Rokok terhadap Keyakinan Perokok Lansia

Terhadap Rokok

3.1 Rokok sebagai perilaku yang harus dikendalikan

Penjelasan mengenai konteks rokok pada saat 1940-an dan konteks

rokok saat ini memperlihatkan bagaimana adanya perubahan pandangan

terhadap rokok. Perubahan pandangan terhadap rokok ini berimplikasi pada

belief, pengetahuan yang dimiliki. Belief baru yang kemudian muncul adalah

merokok aman asal disertai dengan perilaku tertentu. Namun hal ini kontras

dengan pernyataan lansia bahwa mereka tidak percaya tentang bahaya rokok.

Peneliti kemudian menyimpulkan bahwa ada dua hal yang bertentangan dalam

diri lansia yaitu merokok sebagai perilaku aman vs merokok sebagai perilaku

berbahaya. Konflik antara kedua hal ini kemudian dijembatani lansia dengan

tetap merokok namun mereduksi bahayanya dengan perilaku tertentu misalnya


84

meminum kopi. Aritonang (1997) menyebutkan bahwa pandangan ini muncul

karena faktor kognisi yaitu rendahnya kesadaran akan bahaya rokok dan asumsi

yang dibuat bahwa efek rokok dapat direduksi dengan perilaku tertentu.

Belief yang kemudian muncul adalah rokok sebagai perilaku yang harus

dikendalikan. Hal ini mengingat dampak buruk rokok bagi kesehatan. Lansia

kemudian memilih untuk melakukan jalan tengah dengan mengendalikan perilaku

merokoknya. Lansia tidak memutuskan untuk berhenti karena asumsi yang mereka

miliki tentang berhenti merokok akan membuat gemuk, lansia tetap

mempertahankan belief yang dulu mereka dapatkan bahwa merokok tidak

berbahaya dan sebagai obat. Selain itu, lansia lebih menitikberatkan dampak rokok

pada hal eksternal yaitu ekonomi dan lingkungan sosial.

3.2 Merokok sebagai perilaku yang bersifat individual

Dahulu merokok sebagai peristiwa yang umum dalam artian semua

orang melakukannya sehingga menjadi hal yang wajar. Pada saat ini merokok

sebagai sebuah perilaku yang bersifat individual. Lansia menyatakan bahwa

larangan yang dibuat pemerintah tentang merokok dan bahaya-bahaya yang

dipaparkan akhirnya tergantung pada individu dalam menyikapinya. Pernyataan

lansia yang mengatakan bahwa merokok merupakan sebuah pilihan yang bebas

menunjukkan bahwa pada saat ini merokok bukan lagi peristiwa sosial. Perubahan

ini didukung dengan adanya sistem yang berubah yaitu Undang-


85

undang dan beberapa aturan yang dibuat mengenai merokok oleh pemerintah

(Collins, 2009).

4. Nilai Rokok yang Dihayati oleh

Lansia 4.1 Alat Sosial

Bagi lansia yang hanya merokok dalam situasi sosial yaitu jagongan

serta kumpulan fungsi rokok sebagai alat sosial begitu penting. Lansia bahkan

mengatakan jika tidak merokok dalam situasi tersebut maka mereka akan

merasa rikuh atau tidak nyaman. Perasaan rikuh ini juga dialami oleh lansia

yang tidak hanya merokok dalam situasi sosial.

Berdasarkan Taylor (2003) perilaku merokok tersebut disebabkan oleh

kecemasan sosial yang tereduksi dengan rokok. Lansia yang merokok dalam

situasi sosial mengembangkan perasaan aman dan matang. Kecemasan sosial

yang dimiliki akan berkurang. Ketika lansia menghentikan perilakunya maka

kecemasan itu akan muncul kembali. Oleh sebab itu lansia akan terus

memelihara perilakunya ini.

Selain sebagai alat sosial, rokok juga berfungsi sebagai alat untuk

menunjukkan prestige serta praja. Hal ini terbukti dari pernyataan lansia yang

menyatakan bahwa merk rokok yang dihisap akan menunjukkan kelas

ekonomi mereka. Hal lain yang lebih penting selain prestige adalah rokok yang

dibawa akan berfungsi sebagai praja. Praja yang dimaksud disini adalah untuk

memenuhi norma sosial yang ada. Jadi jika ada perokok yang tidak membawa
86

rokok secara normatif maka dianjurkan bagi perokok lain untuk memberikan

rokoknya. Hal ini yang mendorong lansia selalu membawa rokok ketika berada

dalam situasi sosial. Karena dengan membawa rokok, akan memenuhi norma

sosial yang berlaku.

Berdasarkan uraian di atas lansia merokok dikarenakan adanya tekanan

dari lingkungan untuk merokok. Teori kognitif sosial menjelaskan bahwa

perilaku kesehatan seseorang ditentukan juga oleh tekanan dari kelompok,

derajat penerimaan dan dukungan yang diterima dari individu lain (Sarafino,

1994; Walker 2005). Teori kognitif sosial menjelaskan bahwa seseorang akan

cenderung untuk melakukan konformitas dengan belief dan perilaku

kelompok. Kecenderungan ini membuat lansia memilih untuk merokok

sebagai cara agar tetap selaras dengan lingkungan sosial (Walker, 2005).

5. Nilai yang Muncul karena Ketagihan

Ketika peneliti menanyakan mengapa mereka tetap merokok,

kebanyakan lansia mengatakan bahwa ketagihan merupakan faktor yang

terbesar. Ketagihan ini muncul dikarenakan penggunaan yang berulang dalam

jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan ketergantungan secara fisik

maupun psikologis. Faktor psikologi dan mekanisme biologis yang kemudian

bergabung akan semakin mendorong perilaku merokok (Sarafino, 1994;

Sanderson, 2004).
87

Pada tahap ini subjek mengalami kecanduan baik secara psikologis atau

fisiologis. Ketergantungan secara fisik ditandai dengan dialaminya sindrom

yang tidak menyenangkan ketika tidak menggunakan substansi (Sarafino,

1994; Sanderson, 2004). Beberapa lansia merasa tidak sehat atau lemah ketika

tidak merokok. Perasaan tidak sehat dan lemah ini membuat aktivitas menjadi

berkurang dan menjadi merasa tidak bersemangat. Situasi ini berkebalikan

ketika mereka merokok. Jika lansia merokok maka yang dirasakan adalah

bertambah sehat, ringan di tubuh dan capek menjadi berkurang. Hal-hal

tersebut menunjukkan bahwa lansia mengalami ketergantungan secara fisik

yang mendukung perilaku merokok mereka.

Faktor yang lain adalah ketergantungan secara psikologis. Ketergantungan

secara psikologis ditandai dengan adanya tekanan untuk menggunakan substansi

untuk mendapatkan perasaan senang tanpa perlu merasa tergantung secara fisilogis

terhadap substansi (Sarafino, 1994; Sanderson, 2004). Nilai yang kemudian

muncul karena faktor ketagihan adalah :

5.1 Rokok sebagai Modulator

Rokok sebagai modulator afek, kognitif, fisik dan kognitif merupakan

benefit yang didapat oleh perokok. Colins (2009) juga menemukan hal yang

serupa bahwa rokok digunakan sebagai modulator. Benefit yang didapat ini

menunjukkan bahwa perokok mengalami adiksi terhadap rokok. Benefit yang

didapat ini yang mendukung rendahnya motivasi untuk berhenti merokok

(Collins, 2009).
88

Lansia yang menganggap nilai rokok sebagai modulator menunjukkan

mereka berada dalam tahap ketergantungan secara psikologis yang ditandai

dengan adanya tekanan untuk menggunakan substansi dengan tujuan untuk

mendapatkan perasaan senang. Perasaan senang yang ingin didapat ini

berdasarkan model pengaturan afek dikarenakan ingin mendapatkan

kenikmatan, relaksasi dan menolak (mengurangi) afek negatif dengan

menjadikan rokok sebagai coping (Sarafino, 1994; Sanderson, 2004).

5.2 Kebutuhan

Bagi lansia yang tidak hanya merokok dalam situasi sosial saja

menyebutkan bahwa rokok sudah menjadi kebutuhan didalam kehidupan

mereka. Lansia bahkan mampu tidak makan asalkan tetap merokok. Nilai

rokok sebagai sebuah kebutuhan ini berkaitan dengan merokok yang sudah

menjadi sebuah kebiasaan dalam hidup lansia.

Sarafino (1994) menyebut perokok tipe ini sebagai perokok otomatis.

Perokok otomatis adalah perokok yang merokok bukan untuk mendapatkan

keuntungan tertentu melainkan karena sudah menjadi bagian dari kebiasaan

hidup. Sarafino juga menjelaskan hal ini dikarenakan faktor ketergantungan

perokok terhadap substansi sebagai akibat penggunaan jangka panjang.


89

SKEMA KESELURUHAN
90

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasar penelitian ini bertahannya perilaku merokok lansia tidak hanya

dikarenakan faktor kenikmatan atau faktor kecanduan saja. Faktor keyakinan yang

lansia miliki terhadap rokok dan nilai yang dimiliki oleh lansia perokok terhadap

rokok memiliki peran dalam bertahannya perilaku merokok lansia. Keyakinan yang

lansia miliki terhadap rokok dipengaruhi oleh konteks pandangan terhadap rokok.

Keyakinan yang dimiliki lansia terhadap rokok adalah rokok berfungsi sebagai obat

dan tidak berbahaya yang merupakan keyakinan yang lansia dapat dari konteks rokok

dimasa lalu. Keyakinan inilah yang membuat lansia tidak percaya bahwa rokok

berbahaya yang selanjutnya membuat lansia enggan untuk berhenti merokok.

Selain adanya faktor keyakinan terhadap rokok faktor yang lain adalah

pentingnya rokok bagi lansia (nilai). Seberapa penting rokok dalam kehidupan

lansia inilah yang disebut dengan nilai. Nilai ini muncul sebagai akibat

penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama dan pengalaman lansia selama

ini terhadap rokok. Interaksi antar keduanya membuat rokok memiliki nilai-nilai

tertentu bagi lansia yaitu sebagai modulator bagi kondisi afek, kognitif dan fisik

lansia. Lansia juga menganggap nilai penting rokok adalah sebagai sebuah

kebutuhan yang pokok sehingga rokok harus selalu ada serta sebagai alat sosial.

90
91

B. Saran

Saran yang dapat diberikan terkait dengan penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini memerlukan data pemeriksaan

kesehatan untuk menunjukkan kadar nikotin dalam darah. Hal ini bertujuan

untuk menunjukkan bahwa perokok memang mengalami ketergantungan

secara fisik tidak hanya psikologis. Selain itu untuk penelitian selanjutnya

mungkin dapat dilakukan dengan metode kuantitif dengan subjek yang lebih

banyak dan bervariasi.

2. Bagi praktisi kesehatan adanya kaitan antara konteks dan nilai yang dihayati

lansia terhadap rokok hendaknya dapat dijadikan sebuah pertimbangan untuk

melakukan intervensi terhadap perokok. Sehingga bagi praktisi kesehatan

tidaklah cukup dengan menguaraikan bagaimana rokok berbahaya bagi tubuh

tapi juga mempertimbangkan keyakinan-keyakinan tertentu yang dimiliki

terhadap rokok.
92

DAFTAR PUSTAKA

An, Dhao Thi., Van, Nguyen Van., Phong, Ngoc Dao. (2008). Smoking Among
Vietnamese Health Professionals: Knowledge, Belief, Attitudes, and Health Care
Practise. Asia Pacific Journal of Public Health. Volume 20,no 1 PP. 7 -15.

Asril Bahar, harian umum Republika, Selasa 26 Maret 2002:19.

Aritonang, M.E.R. (1997). Fenomena Wanita Merokok. Skripsi (tidak diterbitkan).


Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.

Blatterer, Harry. (2007). Contemporary Adulthood: Reconceptualizing an


Uncontested Category. Current Sociology. Volume 55, no 6. PP 771 – 792.

Budiprasetya, Jason (2000, Februari 8) The Nation Can Live Without Cigarettes.
Campus Asia, 2, 70-72.

Burke, Jeffry D. Loeber, Rolf. (2007). Inattention as a Key Predictor of Tobacco Use in
Adolescence. Journal of Abnormal Psychology. Vol 116, No. 2. PP 249-259.

Collins, Patricia., Maguire, Moira., O’Dell, Lindsay. (2002). Smoker’s


Representations of Their Own Smoking : A Q-Methodological Study. Journal
of Health Psychology. Volume 7,no 6. PP 641 – 652.

Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design : Choosing Among
Five Traditions. Thousand Oaks, California : Sage Publication.

Dayakisni, Tri. Hudaniah. (2009). Psikologi Sosial. Malang : UMM Press.

Hancock, Beverly. (1998). Trent Focus for Research and Development in Primary
Health Care An Introduction to Qualitative Research.

Hasan, Aoni A (2004, September 1) Candu Van Kudus. Suara Merdeka.

Higgins, E Tory., Freitas, Antonio L., Idson, Lorraine Chen., Spiegel, Scot., Molden,
Daniel C. (2003). Transfer of Value from Fit. Journal of Personality and
Social Psychology. Volume 84,no 6. PP 1140 – 1153.

Horton, Khim., Tschudin, Verena., Forget, Armorel. (2007). The Value of Nursing: A
Literature Review. Nursing Ethics. Volume 14,no 6.

92
93

Ibnu, Basar. (2006). Hubungan Antara Perilaku Hidup Sehat dengan Kepuasan
Hidup pada Lansia di Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.

Jakob, Sumardjo. (2000). Filsafat Seni. Penerbit ITB : Bandung.

Jauhari, Nurdin. (2009, Januari 1). A Brief History of Merokok. Pesan dimuat dalam
http://www.QuitSmokingAdvice.htm// dipungut 1 Maret 2009.

Kurniawan, Hastadi Y. (2007). Pemaknaan Guru di Pedesaan Terhadap Profesinya.


Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma.

Lilik, S., Agus. (2000, September). Sejarah [pesan 31]. Pesan dimuat dalam
http://www.kudus-city.4t.com/sejarah/s-all3.htm dipungut 1 Maret 2009.

Mangoenprasodjo, Setiono A. (2004). Sehat di Usia Tua Kenali Penyakit Potensial,


Pilihan Nutrisi, dan Perawatan Kesehatan. Think Fresh : Yogyakarta.

Michael, Murray. Chamberlain, Kerry. (1999). Qualitative Health Psychology


Theories and Methods.. Sage Publications : London.

Moustakas, Carl. (1994). Phenomenological Research Method. Sage Publications:


London.

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta :


Yogyakarta.

Nusantaraku. (2009, Mei 31). 10 Negara dengan Jumlah Perokok Terbesar di Dunia.
Pesan dimuat dalam http://nusantaranews.wordpress.com// dipungut tanggal 8
September 2009.

Polkinghorne, Donald E. (2005). Language and Meaning: Data Collection in Qualitative


Research. Journal of Counseling Psychology. Volume 52,no 2. PP 137 – 145.

Prawitasari, Johanna E. (1994). Aspek Sosio-Psikologis Lansia di Indonesia. Buletin


Psikologi. No. 1, PP 27 – 34.

Pujianto, Eko. (2008, Desember 28). Sejarah dan Budaya Rokok Nusantara, Lestari
atau Mati?. Pesan dimuat dalam http: //www.kabarindonesia.com// dipungut
11 Maret 2009.

Puji, Prihatiningsih. (2007). Dampak Merokok Bagi Kesehatan dan Lingkungan.


Jurnal Lingkungan Keluarga. Volume II. PP 1-4.
94

Renshon, Jonathan. (2008). Stability and Change in Belief System. Journal of Conflict
Resolution. Volume 52 (December). PP 820-849.

Rokeach, M. (1968). Beliefs, Attitudes, & Values. New York: Jossey-Bass Inc.

Rokeach, M. (1973). The Nature of Human Values. New York : The Free Press.

Santrock, John W. (1995). Life Span Development Perkembangan Masa Hidup (Ed
Terjm). Erlangga : Jakarta.

Santanni, Jonathan E. (2009). Lifestyle and Successful Aging an Overview. Diunduh


Oktober 13, 2009, dari http://ajl.sagepub.com//

Sarafino, Edward P. (1994). Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. John


Willey & Sons, Inc.

Schmitt, Eva M., Tsoh, Janice Y., Dowling, Glenna A., Hall, Sharon M. (2005). Older
Adult’s and Case Manager’s Perceptions of Smoking and Smoking Cessation.
Journal of Aging Health. Volume 17 (December). PP 717 – 733.

Smith, Jonathan A. (2008). Psikologi Kualitatif (terjemahan Budi Santosa). Pustaka


Pelajar: Yogyakarta.

Stovring, Nina., Avlund, Kirsten., Larsen, Kirsten S., Schroll, Marianne. (2004). The
Cumulative Effect of Smoking at age 50, 60, and 70 on Functional Ability at age
75. Scand Journal of Public Health. 32. PP 296 – 302.

Sukendro, Suryo. (2007). Filosofi Rokok. Pinus Book Publisher : Yogyakarta.

Sulistyo, Sumar. (2005). Pemberdayaan Lanjut Usia di Bidang Kesehatan. Media


Informasi Penelitian. No. 182, 88 – 100.

Verawati, Hesti., Astuti, Kamsih. (2003). Peranan Sikap Terhadap Bahaya Rokok dan
Efikasi Diri Terhadap Berhenti Merokok. Jurnal Insight. Volume I,no 1. PP 17
– 24.

Walker, Jan., Payne, Sheila., Smith, Paula., Jarret, Nikki. (2005). Psychology for
Nurses and the Caring Professions 2nd edition. McGraw-Hill Education: Open
University Press.

Wills, Ashby T., Resko, Jody A., Ainette, Michael G., Mendoza, Don. (2004). Smoking
Onset in Adolescence: A Person-Centered Analysis With Time-Varying
Predictors. Journal of Health Psychology. Volume 23, no 2. PP 158-167.
95

____________. Resume Riskesdas 2007 Provinsi DIY. Pesan dimuat dalam


http://www.suaramerdeka.com// dipungut 25 Februari 2011.

____________. 2003. Oxford Dictionary 3rd edition. Oxford University Press: New
York.
96

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. Tabel Pelaksanaan Wawancara

Inisial Tanggal Waktu Tanggal Waktu


Wawancara Wawancara Verifikasi Verifikasi

PJ 10 Desember 2009 18.30-20.00 14 Desember 2009 19.00-20.00

PBd 12 Desember 2009 18.00-20.00 17 Desember 2009 19.00-20.00

PK 13 Desember 2009 18.00-20.30 16 Desember 2009 19.00-20.00

PW 19 Desember 2009 13.00-15.00 23 Desember 2009 15.00-16.00

PB 20 Desember 2009 18.00-19.30 29 Desember 2009 18.00-19.00

PM 26 Desember 2009 18.00-20.00 28 Desember 2009 18.00-20.00

PN 27 Desember 2009 15.00-16.30 30 Desember 2009 18.00-19.00


97

2. RINGKASAN TEMA KESELURUHAN SUBJEK

Tema PW PB PM PJ PK PBd PN
1. Konteks rokok
dulu (1940-an)
a.Perilaku yang Ya pada Kalau dulu ya Merokok dan
umum umumnya umumnya nginang.
merokok semua, orang pada
kaum lak-laki, merokok.
perempuan.
b. Larangan
i. Ada larangan Iya. Dulu waktu
dari orang tua kecil saya ga boleh
ngrokok,
ii.Tidak ada Tidak ada Waktu dulu belum Oh, ndak. Kalau Tidak ada Hanya akhir- Tidak ada Dulu tidak ada
larangan larangan merokok ada larangan, dulu ndak larangan, akhir ini larangan larangan baru-
kalau dulu. larangan itu dilarang, waktu kecil dilarang baru ini saja.
dicantumkan kan saya merokok pemerintah
belum lama. Dulu
tidak ada.
iii.Institusi Tidak boleh kalau Tidak boleh
pendidikan disekolahan
(ada)
c.Tidak ada Dulu ga ada Bagi yang merokok Wa ngga kalau Hmmm kalau Tidak ada Terus ga ada Lha sekarang kan
informasi soal ya ga tau itu orang-orang dulu pada yang bilang jamane lain. Dulu
bahaya rokok berbahaya. dulu kan belum. tidak tahu. Ya merokok kan ga tau
Soale kalau jaman Pokoknya ya tahunya membuat ini sekarang
dulu soal bahaya- ngrokok. ngrokok gitu atau itu. pengertian
bahaya itu belum.. aja. masalah
Iya belum, belum kesehatan dan
terlalu diperhatikan. kemajuan ilmu.
d..Bagian dari acara Kalau untuk Iya, rokok Itu masalah
sosial/ritual sajen ya ada. suka dipake budaya tapi
98
Kalau untuk untuk sajen, sekarang jika ada

orang ngirim. sesaji, itu


meninggal namanya tukon
dunia ya ada. pasar, jajan pasar
Kalau yang itu pasti ada
meninggal rokoknya. Ada
ngrokok ya kinangnya.
disajeni rokok.
Kalau kirim ke
kuburan,
menurut
kepercayaan
waktu itu ya.
e.Keyakinan
tertentu tentang
rokok
Boleh merokok Waktu dulu kok Kalau anak
jika sudah tidak boleh laki-laki itu
bekerja alasannya? merokok, kalau
Ya, dulu belum pas mengobrol
kerja itu jangan cuma
diam saja.
99

Tema PW PB PM PJ PK PBd PN
2. Konteks rokok
saat ini
a.Belief tentang
keputusan merokok
(larangan merokok)
i.Keputusan Kalau aturan Kalau ada yang
pribadi/ larangan merokok mau
bebas ya hanya melaksanakan
memperingatkan berhenti
saja, tergantung merokok ya
individunya. terserah saja itu
Karena siapa yang kan keputusan
mengawasi orang pribadi
ngrokok?

ii.Tidak dilarang Ya tidak dilarang


tapi tidak tapi juga tidak
diharuskan diharuskan untuk
merokok.
b.Belief tentang
rokok dan
kesehatan
i.Merokok aman Kalau kerja keras Kalau dibarengi Kalau aku kan Kemudian
jika disertai ya ingin ngrokok, rokok dengan rajin bekerja keterangan dari
perilaku tertentu kalau tidak kerja kopi itu ya di kebun, teman saya
keras ya jangan nganu..itu khan babat salak. merokok itu
ngrokok. bisa melarutkan Jadi banyak baik asalkan
Alasannya, Pak? nikotin. bergerak tidak nikotinnya tidak
Itu ada efek dalam Ya diusahakan apa-apa. tinggi.
tubuh. Saya badan sehat. Kalau yang
sekarang tidak membuat
kerja keras sakit itu kan
100
kerjanya. Dulu kalau

waktu kerja keras misalnya


ya tidak apa-apa. kurang gerak
ii.Rokok Rokok kan
sebagai obat terbuat dari
tembakau
bahkan dia
mengartikan
dalam bahasa
Jawa tamba ku.
Jadi artinya
obat untuk
iii.Tidak Sekarang kalau bertentangan Buktinya aku sakitku.

percaya cara dokter dengan dokter. Jadi rokok itu tidak. Aku
rokok mengganggu Kadang-kadang tidak sudah periksa
berbahaya kesehatan. kalau saya tidak berbahaya ya? semua ya baik
Dilarang merokok percaya. Bagi saya, kalau tuh. Kalau itu
menyebabkan Soalnya begini orang lain tidak ya tergantung
kanker. Tapi ada perokok ya tahu. tubuhnya
kenyataannya umurnya bisa Kalau menurut sendiri-
berbeda. Seperti panjang, tapi saya pribadi, sendiri.
halnya yang yang tidak saya merokok
terbiasa merokok perokok ya ada itu ya
ya sudah kebal ya yang nganu. Itu menambah
tidak diserang. masalahnya. kekuatan saya
Kenyataannya Ha kalau
yang merokok menurut dokter
sendiri punya akibatnya
kekebalan tubuh macam-macam
malah tidak tapi
terkena paru-paru, kenyataannya
asma karena yang
sudah punya merasakan.
101

penangkal.
b.Pandangan Berarti itu
tentang kecanduan belum sampai
kecanduan ya
mbah?
Tidak. Saya
tidak
kecanduan.
Saya tidak
merokok tidak
apa-apa. Jadi
tidak merokok
terus ngantuk,
trus ada
gangguan yang
lain-lain saya
ngga ada.
c.Dampak rokok Tapi kalau
i.Merokok merokok ditempat
ditempat umum ndak boleh,
umum ya memang bener.
mengganggu Karena bagi
orang-orang yang
ga seneng
ngrokok ya nanti
terganggu.
ii.Berdampak Selain mengurangi Ekonomi, anak
pada kondisi pemborosan juga minta duit
perekonomian untuk kesehatan. untuk beli buku
ga diberi malah
untuk rokok.
Istri akan layat,
nyumbang, ga
102

diberi untuk
beli rokok. Kan
itu artinya
mengganggu
kesehatan.
Bukan artinya
kesehatan fisik
tapi kan
kesehatan
keluarga
makanya
namanya fatwa
rokok itu
banyak yang
menentang.

Tema PW PB PM PJ PK PBd PN
3. Pentingnya rokok
a.Konsekuensi
yg didapat jika
tidak merokok
(cost)
i. Fisiologis
- Ketagihan Rasanya kalau tidak
merokok untukku
lho seperti kalau
tidak merokok itu
ketagihan.
- Tidak sehat Kalau saya tidak Kalau tidak
merokok malah merokok ya itu
seperti tidak sehat suasana nganu
103

berbeda,
pengaruh
kedalam
kesehatan.

- Lemah Lha saya


kalau tidak
makan dua
hari, tiga hari
mampu kok
saya bekerja
tapi kalau
tidak merokok
sehari bekerja
ya lemes.
-Terlihat Tapi katanya
tidak sehat kalau aku
tidak
merokok
terlihat pucat.
Katanya
cahaya
wajahku jadi
seperti orang
sakit.
-Berhenti Tapi kalau nanti
membuat berhenti merokok
gemuk badannya ya jadi
gemuk sekali.
-Aktivitas Haiyo
berkurang aktivitas jadi
berkurang.
ii. Afek Negatif
104
-Tidak kalau tidak Contohnya jika

semangat merokok rasanya bekerja


tidak semangat tapi semangatnya
kalau badan sehat agak menurun.
lho ini.
- Situasi sosial Biasanya kalau pas
: rikuh jagongan tidak
merokok, rikuh
kalau tidak
merokok
- Ganjil Tapi itu Misalnya Kalau tidak
kadang-kadang terbiasa itu seperti
seakan-akan ngemil, hayo ada yang
kalau tidak ada coba kalau kurang.
jadi agak ganjil. tidak ngemil Kalau tidak
gimana sebenarnya
rasanya? ya tidak apa-
Ya ada yang apa hanya
kurang rasanya ada
Lha merokok yang kurang.
ya seperti itu.
b.Keuntungan yg
didapat jika
merokok
i. Afek positif
-Kenikmatan/ Rokok itu rasanya Kalau sudah Jadi merasa puas Kebanyakan Puas, sudah
kepuasan nikmat, kepengen merokok sudah misalnya saja di begitu ya merasa enak
mau merokok pagi, sudah puas. sawah dengan namanya saja
istirahat bekerja, minum, makan, untuk
habis makan ya ngrokok wah. menyegarkan
kepengen merokok. Pulang kerja, kembali. Pagi,
Tapi kalau aku minum, makan, habis makan,
tidak bisa merokok ngrokok. sore, ngobrol-
105
sambil bekerja. ngobrol dengan

Rasanya seperti kawan.


ketagihan,
walaupun tidak ada
temannya, bersama
dengan orang
banyak, ya
tergantung
tempatnya.
-Pengisi Untuk mengisi
waktu waktu luang?
luang Iya, kalau
nganggur semakin
cepat ngerokoknya
- Semangat Lebih semangat, kembali Ya untuk
jadi ya hampir sama semangat kerja. menambah
dengan orang yang semangat,
minum. jadi semangat
bekerja.
Tidak lemas.
-Pleasure Seperti saya Untuk
relaxation utarakan tadi menghilangkan
untuk refreshing stress.
suasana tadi lho Katakanlah
mbak. Kalau sedikit hiburan
bagi saya.
ii. Fisiologis
-Tambah sehat Kalau badan sehat Menambah
itu ya tambah tidak kekuatan saya
mengurangi
kesehatan malah
bikin sehat.
-Penanda Tapi kalau rasane Iya memang kalau Terus aku
106

kondisi enak, awake sehat merokok ga enak kalau


tubuh tapi kalau merokok itu kan sudah tanda- misalnya
terus rasanya tanda badan ga merokok
nggliyer itu tanda enak. rasanya tidak
kalau badan tidak Berarti itu untuk enak
sehat. tanda? biasanya mau
Lha iya, tapi sakit. Jadi
misalnya sakit yo kalau
kepengen ngrokok merokok
berarti sudah rasanya
baikan. sudah tidak
enak aku
langsung
tahu wah ini
badannya
tidak enak.
Kalau pas
seperti itu,
aku tidak
merokok.
Terus kalau
aku merokok
lagi dan
sudah enak
itu tandanya
sudah
sembuh.
-Ringan di Lebih ringan di
tubuh badan, itu kalau
yang terbiasa
merokok, tapi kalau
yang tidak ya tidak,
kalau yang hanya
kadang-kadang
107

merokok

iii. Kognitif
- Konsentrasi kalau ada rokok Ha kalau rasanya bisa
biar gagasan menganggur untuk
saya tambah saja kan membawa
lain yang seperti orang suasana
seharusnya melamun. pikiran tidak
tidak terbuka Pikiran mudah goyah,
jadi terbuka melayang. tidak mudah
suasana. melamun,
Rasanya ya tidak mudah
seperti...Sekara begitu karena
ng pola pikir perhatian
kita ya. Wah terpusat pada
seperti rokok.
memikirkan
keluarga,
masalah
ekonomi seperti
itu. Tapi kalau
merokok itu
seperti apa ya
timbul
pendinginan
seperti itu.
iv. Situasi sosial
- Praja Kalau merokok itu,
soalnya kalau
melihat kanan kiri
kita merokok
rasanya tidak bebas
kalau tidak
108

membawa, kalau
membawa kan bisa
ditawar-tawarkan.
Kepengen memberi
kalau pada waktu
jagongan itu. Kalau
caranya orang Jawa
itu kepengen praja.
-Alat rasa Merekatkan
sosial persaudaraan
ya rasa sosial
itu ada.
Artinya
begini,
misalnya wah
ini temanku
kerjaanya
merokok kok
tidak bawa
rokok lha ini
Tidak hanya untuk aku ada
diri sendiri tapi ya rokok, ini
untuk praja. Kanan rokok. Lha ini
kirinya terbiasa kan rasa sosial
merokok, tapi tidak tapi kalau
membawa rokok uang itu ga
karena tidak punya mungkin, ga
uang untuk beli mungkin.
misalnya.
Fungsi rokok Kalau mau Buat mendekatkan Ya seperti tadi
Pergaulan,menga untuk hidup membuat akrab ya pergaulan persaudaraan, untuk
krabkan Bapak itu untuk dengan ngrokok. begitu? merekatkan pergaulan.
apa, Pak? Nah ini! Iya, ya itu bagi persaudaraan. Memulai
Kalau untuk yang perokok, Misalnya pembicaraan.
109

kesehatan ya tidak bagi yang sudah tau bahkan sejauh


ada, ya untuk bukan ya bukan. kerjaannya yang saya
pergaulan, untuk merokok, rasakan
jagongan, misalnya merokok bisa
menambah tidak punya sebagai sarana
persaudaraan. rokok pasti komunikasi,
Pentingnya rokok akan berani bergaul, yang
buat Bapak, untuk bertanya : ” tadinya tidak
pergaulan? Punya rokok akrab karena
Ya iyo tidak?”. Tapi suka merokok
misalnya kegemarannya
lainnya rokok sama kan jadi
tidak berani. lebih akrab
”Punya uang lagi.
po? Sini aku
minta!”. Kan
tidak
mungkin.
Tapi kalau
rokok itu
asalkan sama-
sama ngedep
ya siapa yang
nganu
punya..silahka
n. Merekatkan
persaudaraan
ya rasa sosial
itu ada.
-Menunjukkan Ya ada, kalau orang
kelas ekonomi rokoknya ini berarti
kelasnya ini.
Contohnya Dji Sam
Soe, Gudang
110

Garam ki ya
menengah.
c. Kebutuhan pokok Itu otomatis Ya dianggep
(harus ada) walaupun sudah kaya makanan
makan minum. biasa itu.
Ada khan ya Orang biasa
caranya itu ya.. makan kalau
makan itu tidak makan
utama tapi gimana?
rokok seakan- Kalau biasa
akan..bagaiman merokok tidak
a ya? merokok ya
Pelengkap? rasanya
Ya tidak bagaimana
pelengkap. gitu.
Kalau
pelengkap khan
istilahnya tidak
dilengkapi
dengan itu bisa
jalan.
Beda dengan
uang lima ribu
daripada buat
beli rokok
mending buat
makan. Tapi
kalau perokok
mending untuk
beli rokok
khan?
111

3. Koding
6.Subjek PW
Koding Verbatim Tema
1 Sudah lama Pak, Bapak
Lama merokok 2 merokoknya ? Riwayat merokok: status
50 tahunan 3 Merokok ? Ya, tahun berapa ya ? perokok subjek – perokok
4 Wah, sudah lama sekali, setelah tetap
5 SGB, 57, tahun 57
6 Berarti itu pada saat Pak
7 Wagiran berusia 20 tahunan ya?
8 Yaa..50 tahunan
9 Sekarang Pak Wagiran usianya
10 berapa ya, Pak?
Usia subjek 11 76 Demografi – usia 76
12 Kalau merokok satu hari itu, bisa
13 habis berapa, Pak? Status perokok subjek –
Satu hari 6 14 Aku kalau satu bungkus untuk dua perokok sedang
batang 15 hari
16 Biasanya kalau merokok itu Situasi yang memunculkan
17 setelah bekerja, begitu ? perilaku merokok – jagongan
Jagongan 18 Iya, lha ini habis dari mengeringkan Situasi yang tidak
merokoknya 19 kolam. Aku kalau kerja sambil memunculkan - bekerja
lebih banyak 20 merokok tidak bisa. Paling minim
21 ya itu satu bungkus tapi kalau ada
22 jagongan ya bisa lebih. Ya satu
23 bungkus bisa untuk dua hari atau
24 lebih.
25 Berarti jika akan pergi-pergi
26 bertamu atau kumpulan harus
27 bawa rokok ya? Menceritakan pengalaman
28 Ya, ngga harus, apa lagi sekarang perokok lain yang sebaya –
29 sudah banyak yang berhenti terpaksa berhenti karena sakit
Teman-teman 30 merokok.
sudah berhenti 31 Itu orang yang sebaya dengan
karena sakit 32 Pak Wagiran atau yang lebih
112

pernapasan 33 muda?
34 Satu angkatanku ya sudah banyak
35 yang berhenti karena pada punya Pentingnya rokok – cost : tidak
36 penyakit pernapasan. Pak Aditarno, merokok tidak sehat
37 Pak Harsis, itu sudah pada berhenti. Status perokok subjektif –
38 Harus disuruh berhenti kalau seperti mencandu tp tidak
Tidak merokok 39 merokok sesak napas. berpengaruh ke fisik
tidak sehat Terpaksa begitu ya, Pak? Situasi yang tidak
Iya memunculkan PL merokok -
Kecanduan vs Kalau Bapak sendiri? sakit
tidak 40 Kalau saya tidak merokok malah
Sakit tidak 41 seperti tidak sehat. Jadi seperti
merokok 42 mencandu, tapi tidak Situasi yang memunculkan PL
43 mempengaruhi fisik, itu tidak. merokok – setelah aktivitas

44 Kalau lagi sakit, ya tidak merokok,


45 rasanya tidak enak. Tapi kalau Situasi yang memunculkan PL
46 seperti ini ya merokok. merokok – waktu luang
47
48
Merokok setelah 49 Pentingnya rokok – benefit
melakukan 50 Biasanya merokok pada saat-saat afektif: kenikmatan
aktivitas 51 apa saja, Pak ? Pentingnya rokok – benefit
52 Pagi setelah minum, setelah fisik: ringan di badan.
53 bekerja, istirahat, merokok. Tapi
Merokok waktu 54 kalau pas kerja ya tidak bisa.
luang 55 Tidak bisa disambi ya, Pak?
56 Iya, kalau sedang tidak ada kerjaan
57 dan duduk-duduk Konteks sejarah – merokok
58 Yang dirasakan ketika merokok sebagai perilaku yang umum
Kenikmatan 59 itu apa sih, Pak?
60 Ya kalau dirasa-rasakan ya itu
Ringan di badan 61 kenikmatan
62 Kenikmatan bagaimana ?
63 Lebih ringan di badan, itu kalau
113

64 yang terbiasa merokok, tapi kalau Konteks sejarah – jenis rokok:


65 yang tidak ya tidak, kalau yang linting dan kretek.
66 hanya kadang-kadang merokok
Semua merokok 67 Jaman dulu itu rokok sering
pada waktu dulu 68 dipakai untuk acara apa saja ya,
69 Pak ? Konteks sejarah – perilaku
70 Ya pada umumnya merokok semua, yang umum
71 kaum lak-laki, perempuan. Tapi
72 laki-laki mengulum tembakau. Perbedaan PL merokok orang
73 Jaman sekarang perempuan desa dan kota
Jenis rokok 74 merokok jarang. Kalau jaman dulu
linting dan 75 perempuan merokok semua.
kretek 76 Berarti kalau dulu semua orang
77 merokok ya?
78 Iya, kalau dulu hampir semua.
79 Rokoknya tapi rokok melinting
Umumnya 80 sendiri tidak seperti sekarang. Dulu Pentingnya rokok – benefit
merokok 81 rokoknya beda, adanya rokok afektif : kenikmatan,

82 kretek dan lintingan. Kalau dulu menambah kenikmatan yang


83 cengkeh jaman aku kecil belum didapat.
Orang kota vs 84 sering dipakai jadi hanya tembakau. Pentingnya rokok – cost : tidak
orang desa 85 Umumnya orang dulu itu merokok. semangat.

86 Itu sebabnya kenapa ya?


87 Tidak tahu, tapi kalau daerah kota Pentingnya rokok – penanda
88 pada tidak merokok, alasane tidak kondisi tubuh.
89 tahan baunya. Maka dari itu pada
90 tidak merokok karena rumahnya
91 dekat-dekat, kalau disini khan Situasi yang tidak
92 asapnya naik. Tidak membuat memunculkan PL merokok:
Tidak merokok 100 polusi. tidak sehat.
lemes 101 Untuk Pak Wagiran sendiri
Kenikmatan 102 rokok itu memiliki fungsi apa ya
Setelah aktivitas 103 dalam hidup sehari-hari ?
harus merokok 104 Ya kalau tidak merokok ya
114

Bagi pecandu 105 lemes..apa ya..ya..kenikmatan, Efek merokok jika tidak sehat:
tidak merokok 106 misalnya pagi setelah minum harus tidak enak.
tidak semangat 107 dengan merokok. Setelah makan,
108 minum, merokok, sudah istirahat
Merokok 109 merokok. Fungsinya ya itu kalau
nggliyer tanda 110 sudah mencandu, kalau tidak Pentingnya rokok- benefit:
tidak sehat. 111 merokok rasanya tidak semangat kenikmatan
112 tapi kali badan sehat lho ini. Tapi Pentingnya rokok- cost : badan
113 kalau rasane enak, awake sehat tapi terasa capek.
Tidak sehat tidak 114 kalau merokok terus rasanya Situasi yang memunculkan PL
merokok 115 nggliyer itu tanda kalau badan tidak merokok: jagongan
116 sehat.
117 Berarti malah untuk tanda ya?
118 Iya, kalau pas begitu ya beberapa
119 hari tidak merokok. Itu kalau aku
120 yang terbiasa merokok lho!
121 Tapi itu tidak apa-apa?
Badan tidak 122 Ya, tidak apa-apa
enak rokok juga 123 Biasanya kalau tidak merokok
jadi tidak enak 124 khan badannya tidak enak ?
rasanya. 125 Lha iya karena badannya tidak enak Pentingnya rokok – dalam
126 itu tidak merokok. Bau asapnya saja situasi sosial.
127 apa lagi sampai menghirup rasanya
Kenikmatan 128 tidak enak.
Badan sehat 129 Berarti kalau dipaksakan
tidak merokok 130 merokok malah tidak enak ya? Merokok sebagai kebiasaan.
badan capek. 131 Jadi kalau saya rasa-rasakan ya
132 merokok itu ya nikmat itu. Kalau
Jagong jadi 133 badan sehat tidak merokok malah
kepengen 134 badan terasa capek kaya orang
merokok 135 mencandu.
136 Tapi kalau misalnya sama sekali Pentingnya rokok pada situasi
137 tidak merokok ya tidak apa-apa sosial : tidak membawa
138 sebenarnya. Aku semisalnya, satu muncul perasaan rikuh.
115

139 bulan tidak merokok ya bisa tapi


140 kepengen lagi, jagong kesana terus
141 melihat orang merokok. Tapi kalau
142 terbiasa dari dulu merokok ya tidak Pentingnya rokok pada situasi
143 apa-apa diam saja sosial : untuk ditawar-

144 Rasanya seperti apa sih, jika tawarkan, untuk praja.


Jagongan tidak 145 pada waktu bertamu, atau pada
merokok rikuh. 146 waktu jagongan lainnya merokok
147 dan Pak Wagiran tidak merokok,
148 itu seperti apa?
149 Biasanya kalau pas jagongan tidak
Terbiasa 150 merokok, rikuh kalau tidak Definisi praja: peduli pada
151 merokok, itu kalau yang terbiasa perokok lain yang sedang tidak
152 kalau tidak ya tidak apa-apa. mampu membeli.
153 Masalahnya sudah terbiasa tidak
154 ya?
155 Iya, sudah terbiasa tidak. Kalau
Rikuh jika tidak 156 yang tidak merokok ya tidak. Si Sus Pentingnya rokok dalam situasi
membawa rokok 157 itu hanya kadang-kadang, tapi kalau sosial : praja.
saat kumpulan. 158 di rumah ya tidak pernah, kalau

159 tidak temannya datang.


160 Berarti itu kalau ada kumpulan
161 misalnya wajib membawa ya?
162 Kalau tidak membawa tapi sudah Pentingnya rokok – cost : tidak
Ditawar- 163 terbiasa merokok rasanya ya rikuh. merokok ketagihan, benefit :
tawarkan 164 Walaupun tidak ada yang bertanya: membuat badan tambah sehat,
Untuk praja 165 ”saiki kok tidak merokok” tapi diri sebagai penanda kondisi tubuh.
166 sendiri rasane rikuh.
167 Tapi pernahkah Pak Wagiran di
168 kumpulan lupa membawa rokok?
169 Kalau merokok itu, soalnya kalau
170 melihat kanan kiri kita merokok
171 rasanya tidak bebas kalau tidak
Rokok tidak 172 membawa, kalau membawa kan
116

untuk diri sendiri 173 bisa ditawar-tawarkan. Kepengen


tapi untuk 174 memberi kalau pada waktu
perokok lain 175 jagongan itu. Kalau caranya orang
yang sedang 176 Jawa itu kepengen praja.
tidak mampu 177 Jadi membawa bukan untuk diri
membeli. 178 sendiri, ya?
179 Tidak hanya untuk diri sendiri tapi Konteks – jenis rokok: linting.
180 ya untuk praja. Kanan kirinya Riwayat merokok – imitasi
Alasan rikuh 181 terbiasa merokok, tapi tidak bapak.
karena tidak 182 membawa rokok karena tidak
mampu praja. 183 punya uang untuk beli misalnya. Konteks – merokok tidak
Maka dari itu kalau tidak dilarang

184 membawa rasanya gimana gitu, Riwayat merokok – sejak


185 ya? kecil, pernah berhenti.
186 Rikuh rasanya, buat praja. Riwayat merokok – kambuh
Tidak merokok 187 Umumnya kalau pada jagongan, karena lingkungan yang
ketagihan 188 bertamu, tirakatan misalnya atau terbiasa merokok.
Membuat badan 189 apa gitu pasti pada bawa rokok
tambah sehat 190 kalau tidak punya ya pada beli. Itu
Badan tidak 191 kalau yang terbiasa kalau tidak ya Konteks – jenis rokok : kretek,
sehat tidak enak 192 tidak apa-apa. tembakau dengan cengkeh,
merokok 193 Tergantung kebiasaan? atau daun aren, klobot.
194 Tergantung kebiasaan. Rasanya
195 kalau tidak merokok untukku lho
196 seperti kalau tidak merokok itu
197 ketagihan. Kalau badan sehat itu ya
198 tambah tidak mengurangi kesehatan
199 malah bikin sehat. Tapi kalau badan
200 tidak sehat tidak merokok kepengen Faktor yang membuat tertarik
201 merokok karena rasanya ya tidak merokok : pengalaman
202 enak. Sama dengan kalau ingin merasakan tembakau yang
Sebagai penanda 203 makan badan tidak sehat. Mau dibawa Pastur.
Jika sehat banter 204 makan ya rasanya tidak terangsang
205 saja tidak, mau makan saja malas. Faktor yang membuat tertarik
117

206 Ya sama dengan merokok kalau merokok : orang tua,


Jenis rokok 207 badan tidak sehat ya ngga pengen. pengalaman bersama pastur.
waktu dulu: 208 Itu kalau aku tapi mungkin beda-
menyan, linting. 209 beda. Kalau badan sehat kepengen
Lama-lama 210 merokok tapi klo tidak ya tidak
tertarik 211 ingin. Bisa buat tanda malahan.
mencicipi rokok 212 Kalau tidak merokok berarti sedang Konteks – merokok dimulai
213 tidak sehat. Tapi klo sehat ya sejak kecil, intitusi pendidikan
Dulu tidak ada 214 banter melarang.
.
larangan 215 Dulu-dulunya?
Merokok sejak 216 Jaman dulu bapakku kalau merokok
SR 217 pake menyan, lintingan itu ta, lama- Riwayat merokok – berhenti:
Lingkungan 218 lama ya ikut nyicipi. larangan institusi pendidikan,
mempengaruhi kambuh ketika bekerja:
keputusan 219 Tapi kalau dulu tidak dilarang lingkungan perokok.
merokok. 220 ya?
221 Tidak ada larangan merokok kalau
222 dulu. Itu aku masih di SR masih
223 suka merokok. Waktu sekolah
224 dikota sama sekali tidak merokok.
225 Merokok lagi pada waktu ngajar di
Jenis rokok dulu 226 Gunung Kidul. Lingkungan
kretek, tembakau 227 merokok semua.Merokok lagi tapi
dengan cengkeh 228 rokok lintingan, jadi disitu terbiasa
atau daun aren, 229 merokok. Pentingnya rokok – benefit :
klobot. 230 Jadi jaman dulu tidak ada rokok nikmat, ketagihan.
231 pabrik ya?
232 Kretek, dulu itu tidak ada macam-
233 macam rokok seperti sekarang. Jadi
234 dulu hanya tembakau dengan Perilaku yang dimunculkan:
235 cengkeh atau tembakau dengan merokok harus empan papan.
236 daun aren yang diirisi dengan
237 klobot. Kalau aku teringat dulu
Pengalaman 238 suka didatangi waktu jaman
118

ketika Pastur 239 penjajahan suka didatangi Pastur. Keyakinan terhadap rokok:
datang 240 Pastur itu suka membawa tembakau tidak percaya karena berbeda
membawa rokok 241 silok, yang lembut dan harum. dengan kenyataan.
membuat 242 Ditinggali ya dicoba, enak banget, Social comparisan: dampak
menjadi tertarik. 243 masih jaman penjajahan Belanda. rokok pada perokok tetap lain.

244 Pastur, kedatangan Pastur. Pastur


245 suka membawa tembakau dengan
Merokok karena 246 kertas yang enak banget, masih
orang tua, 247 ingat saja aku. Kalau Pastur dateng
tertarik karena 248 ya omong-omong biasa, tidak
pastur. 249 seperti sekarang masalah beda
250 agama. Situasi yang tidak
251 Dulu itu mau merokok karena orang memunculkan perilaku
252 tua. Ya klo aku ya ketamuan Pastur merokok: badan tidak sehat.
253 tadi. Dulu kadang-kadang waktu
254 menggembala, ngrokok. Sekolah di
Orang dulu 255 SR aja dulu merokok kok. Dulu di
merokok dari 256 Turi SR nya, tapi merokoknya
kecil. 257 sembunyi-sembunyi pas istirahat.
Institusi 258 Meninggal?
pendidikan 259 Iya. Kalau yang tua-tua itu merokok
melarang. 260 dari kecil. Ya istirahat hanya pas

261 masa sekolah karena tidak boleh


Pernah berhenti 262
karena institusi Oh dulu tidak boleh ta? Karena?
pendidikan Tidak boleh kalau disekolahan
melarang. makanya kalau di SR Turi
Kambuh ketika merokoknya di sungai. Tapi
bekerja. gurunya merokok. Pas SGB asrama,
sama sekali tidak merokok karena
tidak boleh. Ya pas mengajar di
Gunung Kidul merokok, karena
Lingkungan lingkungan.
sebagai faktor Karena kepengen lagi?
119

pencetus Lingkungan sebenarnya, kalau


kambuhnya lingkungan tidak merokok ya tidak
merokok. apa-apa. Kaya lingkungan sini, mau
kumpul-kumpul, tirakatan pada
merokok. Tapi kalau misalnya pada
kumpul-kumpul tapi tidak merokok
Rasanya nikmat ya ga akan kepengin merokok.
Rokok itu rasanya nikmat,
kepengen mau merokok pagi,
istirahat bekerja, habis makan ya
Ketagihan kepengen merokok. Tapi kalau aku
Merokok harus tidak bisa merokok sambil bekerja.
empan tempat Rasanya seperti ketagihan,
walaupun tidak ada temannya,
bersama dengan orang banyak, ya
tergantung tempatnya. Harus empan
Kenyataan vs tempat. Kalau pada saat rapat yang
mengganggu lain tidak merokok saya ya tidak,
kesehatan. nanti malah menganggu yang lain.
Sekarang kalau cara dokter
mengganggu kesehatan. Dilarang
merokok menyebabkan kanker.
Tapi kenyataannya berbeda, orang
Perokok tua yang merokok umurnya malah
memiliki sampai 100 – 120 tahun. Sekarang
kekebalan yang tidak merokok malah kena
sendiri sakit paru-paru. Seperti halnya yang
terbiasa merokok ya sudah kebal ya
tidak diserang. Orang dulu itu
malah umurnya panjang-panjang
padahal merokok, malah sehat-
sehat. Kenyataannya yang merokok
Tidak sehat tidak sendiri punya kekebalan tubuh
enak merokok malah tidak terkena paru-paru,
120

asma karena sudah punya


penangkal.
Ya itu fungsinya kalau badan sehat,
ketagihan kalau tidak sehat ya tidak
soale tidak enak
Hmm begitu ya, Pak?
Terimakasih Pak, minta maaf
sudah menggangu. Jadi rokok itu
bisa sebagai penanda sehat atau
tidak dan tidak membahayakan
ya?
Nggih.
121

7. Subjek PB
Koding Verbatim Tema

1 Bapak umurnya berapa


2 sekarang?
Usia 60 3 60 Demografi – usia 60
4 60 ya?
5 Ya
6 Hmmm Bapak dulu pernah
7 sakit parah?
Sakit paru-paru 8 Pernah sakit paru-paru Riwayat kesehatan-
9 Sampai sekarang ? pernah sakit paru-paru
Sembuh 10 Sekarang tidak
11 Sekarang Bapak masih
12 merokok? Apa sudah
13 jarang ?
Kadang-kadang 14 Ya kalau sekarang ya cuma Riwayat merokok-
15 kadang-kadang, sebulan status perokok setelah
16 sekali. Tidak tentu. sakit: perokok ringan
17 Berarti dalam satu hari
18 bisa menghabiskan berapa,
19 Pak?
Jumlah rokok tidak 20 Kalau sekarang tidak mesti Riwayat merokok-
pasti (sekarang) setelah sakit: jumlah
rokok tidak pasti
21 Kalau dulu?
Satu hari satu bungkus 22 Satu hari satu bungkus Riwayat merokok-
(dulu) sebelum sakit: status
perokok sedang.
23 Itu rokok lintingan apa
24 pabrik?
Jenis rokok pabrik 25 Rokok pabrik Jenis rokok yang
dihisap rokok pabrik
26 Bapak tidak pernah itu ya
27 Pak, rokok lintingan itu?
122

Tidak pernah linting 28 Tidak. Rokok pabrik


29 Kenapa, Pak?
Linting terlalu keras, 30 Kalau linting kan Keyakinan terhadap
tidak ada filter 31 keblekoken, terlalu keras, rokok linting: terlalu
32 tidak ada filternya. keras, keblekoken,
33 Oo jadi kalau rokok pabrik
tidak ada filter.

34 itu lebih aman begitu, Pak?


Rokok pabrik lebih Ha iya, ada filternya. Keyakinan terhadap
aman karena ada filter rokok pabrik: lebih
35 Tapi diwaktu dulu pernah
aman.
36 merokok lintingan atau
37 pabrik ?
Dari dulu rokok 38 Ya dari dulu pabrik. Tapi Situasi jika merokok
pabriik 39 sekali-kali ya kalau pada linting: jagongan, ada
Kadang linting jika 40 jagongan ada yang ngasih,
yang memberi.
ada yang memberi 41 nyobain.
42 Ceritanya dulu bisa
43 merokok bagaimana, Pak?
Belajar dengan teman 44 Ya cuma itu mbak, belajar- Riwayat merokok-awal
Coba-coba 45 belajar kalauketemu mula: belajar dengan
46 temennya. Nyoba-nyoba.
teman, coba-coba.
47 Jadi bukan Bapak yang

48 memberi ya Pak?
49 Tidak, ya hanya coba-coba
50 Berarti dulu mulai
51 merokok karena teman-
52 teman, Pak?
Merokok karena teman 53 Iya Riwayat merokok-awal
mula: karena teman

54 Itu umur berapa, Pak?


Mulai mencoba usia 55 Ya, SMA kelas 1, 2 Riwayat merokok-
123

remaja mulai: remaja.


56 Oo tidak dari kecil ya,
57 Pak?
Orang tua tidak tahu 58 Tidak, sudah kelas 3. Orang Riwayat merokok-
59 tua dulu ga tau tanpa ijin orang tua.
60 Diwaktu dulu informasi
61 soal bahaya rokok sudah
62 ada belum, Pak?
Tidak ada informasi 63 Belum, ga seperti sekarang Konteks sejarah –tidak
soal bahaya rokok 64 Berarti kalau dulu ada informasi soal
(dulu) 65 merokok itu tidak bahaya rokok
66 berbahaya ya, Pak?
Perokok tidak tau itu 67 Bagi yang merokok ya ga Konteks sejarah –
berbahaya 68 tau itu berbahaya. perokok tidak tahu itu
berbahaya.
69 Waktu dulu yang
70 menyebabkan Bapak
71 merokok selain coba-coba
72 itu apa, Pak?
Gengsi 73 Ya apa ya agak gengsi. Riwayat merokok-
74 Gengsi bagaimana ? awal mula: gengsi,
Seperti gagah 75 Kalau merokok itu seperti gagah, konformitas.
76 gagah, kayak gagah.
77 Sama seperti yang lain ?
Konformitas 78 Iya
79 Jika merokok apa yang
80 Bapak rasakan?
Ketagihan 81 Rasanya ya cuma nganu itu, Perilaku merokok
82 apa, seperti ketagihan. sebagai perilaku adiktif
83 Berarti jika Bapak
84 ngrokok itu yang
85 dirasakan apa, Pak?
Kepuasan 86 Kalau sudah merokok sudah Pentingnya rokok –
87 sudah puas. kepuasan.
124

88 Ada kepuasan tersendiri,


89 begitu Pak?
90 Iya
91 Biasanya kalau merokok
92 pas apa saja, Pak?
Menganggur, 100 Biasanya ya pas, nganu itu Situasi yang
melamun, 101 nganggur, melamun, seperti memunculkan perilaku
menghilangkan bosan 102 hilang rasa bosennya. Kalau merokok : melamun,
Sibuk bekerja ngrokok 103 baru sibuk kerja ya agak menganggur,
berkurang 104 berkurang ngrokoknya. menghilangkan bosan.
Situasi yang
mengurangi perilaku
merokok: sibuk
bekerja.
105 Untuk mengisi waktu
106 luang?
Mengisi waktu luang 107 Iya, kalau nganggur semakin Pentingnya rokok –
Nganggur semakin 108 cepat ngerokoknya mengisi waktu luang
banyak ngrokok
109 Tanggapan Bapak
110 terhadap anjuran
111 pemerintah kalau rokok
112 itu dilarang, bagaimana
113 Pak?
Mendukung 114 Mendukung. Selain Pandangan terhadap
Mengurangi 115 mengurangi pemborosan larangan merokok:
pemborosan 116 juga untuk kesehatan. mendukung.
Kesehatan Keyakinan terhadap
rokok: boros, tidak baik
untuk kesehatan.
117 Soalnya Bapak sudah
118 merasakannya ya, Pak?
Dulu tidak mau 119 Iya. Dulu waktu pertama kali Riwayat merokok –
berhenti karena sudah 120 disuruh berhenti ya ga mau. alasan mengurangi :
125

ketagihan. 121 Ya itu seperti sudah karena sakit.


122 ketagihan.
123 Kalau dulu soal bahaya
124 rokok itu bagaimana
125 Bapak menanggapinya?
Belum ada larangan 126 Waktu dulu belum ada Konteks sejarah – dulu
Belum lama 127 larangan, larangan itu belum ada larangan
dicantumkan 128 dicantumkan kan belum
129 lama. Dulu tidak ada.
130 Kalau simbah dulu ya
131 ngrokok?
Kecil tidak boleh 132 Iya .Dulu waktu kecil saya Riwayat merokok –
merokok 133 ga boleh ngrokok, ya waktu kecil tidak
134 sembunyi-sembunyi diperbolehkan.
135 Waktu dulu kok tidak
136 boleh alasannya?
Belum bekerja 137 Ya, dulu belum kerja Konteks keyakinan
tentang rokok(syarat
138 Setelah kerja? menjadi perokok )
Keputusan bebas 139 Ya tidak dilarang tapi juga Perilaku merokok
140 tidak diharuskan untuk sebagai sebuah
141 merokok. keputusan bebas
142 Setelah sunat?
Pertama-tama tidak 143 Tidak boleh, tapi kan Proses menjadi
enak 144 kebanyakan nyuri-nyuri. perokok – tidak enak
Lama-lama ketagihan 145 Pertama-tama ya ga enak tapi lalu menjadi ketagihan.
146 lama-lama ketagihan. Itu kan
147 seperti ada candunya.
148 Fungsi rokok untuk hidup
149 Bapak itu untuk apa, Pak?
Tidak ada untuk 150 Kalau untuk kesehatan ya Keyakinan tentang
kesehatan 151 tidak ada, ya untuk rokok – tidak
Untuk pergaulan, 152 pergaulan, untuk jagongan, bermanfaat untuk
jagongan, menambah 153 menambah persaudaraan. kesehatan.
126

persaudaraan Pentingnya rokok –


untuk pergaulan,
jagongan, menambah
persaudaraan.
154 Pentingnya rokok buat
155 Bapak, untuk pergaulan?
Pergaulan 156 Ya iyo Pentingnya rokok –
pergaulan
157 Jadi bukan..kan ada yang
158 tidak merokok tidak
159 semangat. Kalau Bapak
160 tidak?
Bukan karena afek 161 Tidak Pentingnya rokok -
positif yang dihasilkan bukan karena afek
162 Berarti kalau ngrokok
163 hanya pas kumpulan,
164 ngobrol-ngobrol?
Hanya merokok ketika 165 Ha iya, yang penting pas Situasi yang
jagongan dan 166 jagongan, dan nganggur. memunculkan perilaku
ngganggur 167 Sehari-hari tidak? merokok – jagongan,
Kumpulan 168 Tidak, hanya pas kumpulan nganggur, kumpulan
169 Jadi misalnya Bapak tidak
170 ngrokok tidak apa-apa?
Sebelum sakit harus 171 Tapi kalau dulu sebelum Riwayat merokok –
merokok 172 sakit ya harus sekarang tidak. pentingnya rokok
Sekarang tidak apa- sebelum sakit: sebuah
apa keharusan.
173 Karena apa, Pak?
Keinginan 174 Ya, ada keinginan harus
175 ngerokok
176 Saya kira kalau tidak
177 merokok terus tidak
178 semangat, cemplang?
179 Ya cuma ingin saja
127

180 Yang terlintas ketika saya


181 mengatakan rokok itu apa,
182 Pak?
Merk rokok 183 Ya, yang terlintas ya macam- Riwayat merokok:
Sudah mencoba dari 184 macam merek rokok. Saya sudah mencoba
yang mahal hingga 185 sudah pernah mencoba dari berbagai merk rokok.
murah. 186 yang paling mahal hingga

187 paling murah.


188 Bedanya antar merk-merk
189 rokok itu apa ya, Pak?
Rokok murah pahit, ga 190 Ya kalau ya rokok yang Perbedaan antar merk
enak 191 murah ya pahit-pahit ga rokok
Rokok mahal mantap 192 enak, kalau yang mahal ya
193 mantap.
194 Itu tidak ada kaitannya
195 dengan gengsi, Pak?
Rokok menunjukkan 196 Ya ada, kalau orang Pentingnya rokok –
kelas 197 rokoknya ini berarti kelasnya menunjukkan kelas
198 ini. Contohnya Dji Sam Soe, ekonomi, prestige
199 Gudang Garam ki ya
200 menengah.
201 Kalau sekarang Bapak
202 rokoknya apa?
Jenis rokok berfilter 203 Ya yang filteran seperti A- Jenis rokok yang
204 Mild, LA Light. dihisap sekarang:
205 Kalau dulu rokoknya apa, berfilter
206 Pak?
Dulu bukan rokok 207 Ya Djarum, Dji Sam Soe, Jenis rokok yang
berfilter 208 Gudang Garam. dihisap dulu: tidak
209 Bapak dulu tamatan apa, berfilter
210 Pak?
Pendidikan 211 SMA Data demografi
212 Rokok jaman dulu dan
213 sekarang ada bedanya
128

214 tidak, Pak?


Rokok dulu tak ada 215 Ya kalau rokok dulu itu tidak Konteks sejarah –
filter 216 pake filter kalau sekarang perkembangan
Rokok sekarang sudah 217 khan ada yang pake filter. mengenai keamanan
memiliki filter untuk 218 Kalau sekarang rokok kretek rokok (filter).
menyaring nikotin 219 dah ada filternya kayak
220 Gudang Garam filter untuk
221 menyaring nikotin.
222 Soale kalau jaman dulu soal
223 bahaya-bahaya itu belum..
224 Iya belum, belum terlalu
225 diperhatikan.
226 Orang-orang dulu kalau
227 merokok tidak dilarang?
Tidak begitu dilarang 228 Iya, kalau dulu tidak begitu Konteks sejarah – tidak
merokok 229 dilarang. dilarang.
230 Sudah merupakan hal yang
231 wajar ya, Pak?
Hal wajar 232 Iya, tapi yo kalau dulu pas Konteks sejarah –
Sembunyi-sembunyi 233 SLTA mau ngrokok merokok sebagai
234 sembunyi-sembunyi mau perilaku yang wajar.
235 minta uang tidak berani.
236
237
238
129

8. Subjek PM
Koding Verbatim Tema

1 Masih merokok, Pak?


Jarang 2 Masih tapi ya sudah Status perokok : ringan
3 jarang-jarang Perilaku yang
4 Oh sudah jarang-jarang. dimunculkan mengurangi
5 Karena? rokok.
Diatur 6 Karena diatur, paling
7 tidak..ya paling tidak diatur
8 Diatur bagaimana itu,
9 Pak? Dikurangi?
10 Dikurangi, kalau mau
Dikurangi 11 merokok pakai ini:
12 “merokok ga ya?
13 Merokok!”. ”Oo hari ini
14 berhenti! Berhenti!.”
15 Itu kenapa Pak, apa yang
16 melatarbelakangi kok ini
17 merokok ini tidak?
18 Ya maksudnya, kurang
Merokok kurang perlu 19 memerlukan untuk Keyakinan tentang
Belajar untuk 20 merokok. Ya kemauan itu rokok: perilaku yang
mengendalikan 21 ada tapi kita belajar untuk kurang perlu
22 mengendalikan. Diatur,
23 kita belajar untuk mengatur
24 karena kalau merokok
25 tidak diatur itu kan dalam
Berdampak pada 26 pernapasan. Keliatan itu Pentingnya rokok- cost:
pernapasan 27 tidak baik dan itu kita berdampak pada
28 latian untuk kesehatan.
29 mengendalikan..apa
30 ya..istilahe kekarepan iku
31 kita kendalikan yang
32 kurang berguna itu.
130

33 Berarti rokok itu kurang


34 berguna ya, Pak?
Sewaktu-waktu 35 Lho ya sewaktu-waktu Keyakinan terhadap
berguna 36 berguna tapi maunya kan rokok: sewaktu-waktu
Dikendalikan karena 37 terus-terusan. Ketagihan itu berguna.
ketagihan 38 lho! Makanya kita
39 kendalikan. Dibatasi.
40 Untuk kesehatan begitu?
Rokok tembakau lebih 41 Nah, untuk berhubungan Keyakinan terhadap
sehat 42 dengan kesehatan.Dan itu rokok linting : lebih sehat
43 kalau belajar dari
44 pengalaman rokok itu
45 paling tidak berefek itu kan
46 bukan rokok yang ada di
47 toko itu tapi rokok yang
48 bakau itu lho! Tembakau
49 dengan klembak. Nanti
50 yang belum diberi sos atau
51 apa itu ya. Khan ada ta
Belajar dari 52 kimia itu. Nenek-nenek itu Social comparison pada
pengalaman merokok 53 kan ada ta sampai tua kan perokok lain – dampak
orang-orang dulu 54 rokoknya rokok asli bukan rokok linting
55 keluar pabrik. Yang masih
56 linting dewe itu lho! Dan
57 klembak itu kan bisa buat
58 jamu juga.
59 Klembak itu sebenarnya
60 apa ta, Pak?
61 Klembak itu ya..memang Konteks sejarah –
Klembak sebagai 62 untuk bumbu rokok dan klembak
bumbu rokok 63 campuran jamu-jamu jawa
\ 64 ta?! Ya itu kalau orang
65 nenek kita, nginang. Ga Cost rokok pabrik - boros
Rokok pabrik: boros 66 sakit gigi ta? Hanya
131

67 giginya aja yang item. Nah


68 itu, giginya tetep kuat.
69 Maka saya belajar dari itu,
70 makanya rokok yang beli-
71 beli itu jarang disamping
72 mborosi ya kebiasaan.
73 Saya tadi baru ngerokok
74 dua kali.
75 Biasanya berapa kali,
76 Pak?
Jagongan merokok 77 Biasanya setiap ada Situasi yang
78 jagongan dengan orang tapi memunculkan perilaku
79 tadi ga ngerokok. Saya merokok : jagongan
80 baru istirahat dulu. Jadi
Banyak merokok nafas 81 kalau banyak ngrokok, Dampak negatif rokok:
tidak kuat 82 kalau jalan cepet itu ga nafas tidak kuat
83 kuat nafasnya.
84 Membicarakan hal lain
85 Berarti sekarang Bapak
Linting 86 rokoknya rokok linting?
87 Linting.Kalau ndak Jenis rokok yang dihisap

88 nglinting, kadang-kadang linting


Merokok jika kerja 89 aja.
keras 90 Kalau kerja keras ya ingin Situasi yang
91 ngrokok, kalau tidak kerja memunculkan perilaku
92 keras ya jangan ngrokok. merokok : kerja keras
Jika kerja keras 100 Alasannya, Pak?
banyak merokok tidak 101 Itu ada efek dalam tubuh. Keyakinan terhadap
akan berefek 102 Saya sekarang tidak kerja rokok : tidak akan
Jika tidak kerja keras 103 keras kerjanya. Dulu waktu berefek jika disertai
merokok dibatasi 104 kerja keras ya tidak apa- dengan kerja keras.
Berhenti merokok 105 apa. Tapi kalau nanti
badan gemuk 106 berhenti merokok Cost jika berhenti
Mahal, merusak 107 badannya ya jadi gemuk merokok : membuat
132

pakaian, tidak baik 108 sekali. Ya memang gemuk


109 disamping mahal, ngrusak
110 pakaian, memang ga baik.
111 Kalau saya ya rokok itu
112 dibatasi, satu hari sekian.
113 Kerja keras itu rokoknya
114 memangkuat,saya
115 sekarang nggak. Dulu.
116 Biasanya kalau merokok
Sesudah makan 117 jika sedang apa, Pak?
118 Lha itu sesudah makan, Situasi yang
119 paling enak. Sebelum memunculkan perilaku
120 makan ngrokok ya ga enak. merokok : sesudah
121 Ketika ada jagongan juga makan
Dulu tidak dibatasi 122 ya, Pak?
123 Ya itu tergantung, dibatasi Riwayat merokok – dulu
124 itu tadi. Kalau dulu ada tidak dibatasi
125 temen ya ngrokok sekarang
126 ngga..diatur.
Sejak SMA 127 Sejak kapan Pak
Selesai SMA berhenti 128 Margino merokok? Riwayat merokok –
Bekerja kadang- 129 Saya SMA terus..SMA mulai SMA, berhenti
kadang merokok 130 ngrokok ning nggo ngopo. selesai SMA, kerja
131 Selesai SMA terus ngrokok kadang-kadang.
132 terus tidak. Dadi guru kuwi
133 nyok ngrokok nyok tidak
134 mung kadang kala. SMA
135 itu ngrokoknya ga rutin,
136 kalau ada ya ngrokok kalau
137 ga ya ga.
Waktu bekerja rokok 138 Menjadi rutin setelah
pabrik 139 bekerja itu, Pak? Jenis rokok yang dihisap
140 Bekerja..ndak rutin. Ya – waktu bekerja: rokok
141 kalau yang dulu bekerja pabrik
133

142 khan harus rokok yang beli


143 itu.
Linting dilingkungan 144 Kalau linting memang
kerja tidak pantas 145 kenapa, Pak? Keyakinan terhadap
146 Kalau linting dilingkungan rokok linting –
147 ya ga pantas. Hanya sering dilingkungan kerja tidak
Setelah diharuskan 148 saya minta. Saya ndak pantas
bekerja keras menjadi 149 rutin, nah Jenis rokok yang dihisap
rokok linting 150 setelah apa tuh saya anake – ketika diharuskan
151 gedhe-gedhe (besar-besar) bekerja keras rokok
152 trus saya kerja keras..Nah linting
153 itu, saya ngrokok linting
Sekarang dibatasi 154 itu. Itu sekitar 5 tahun. Nah
155 terus sudah sekarang ga Frekuensi merokok :
156 banyak.Dibatasi. dibatasi
157 Nah besok pas nikahan
158 bawa rokok bila nanti
Menyendiri merokok 159 perlu. kalau menunggu di
Memulai pembicaraan 160 gereja nanti ya menyendiri Situasi yang
161 ngrokok trus nanti nek memunculkan perilaku
162 disana mau bicara-bicara. merokok : sendirian
Mengakrabkan 163 Iya nanti kalau samping menunggu, untuk
164 kanan kiri dah akrab. Susah memulai pembicaraan
165 kan?! kalau mau membuat Pentingnya rokok –
166 akrab ya dengan ngrokok. benefit: mengakrabkan
167 Nah ini! Saya program
Rokok pabrik tidak 168 kok. Kalau rokok pabrik itu
mempan 169 ga mempan saya. Ha itu ga Keyakinan terhadap
170 kerasa le ngrokok tapi rokok pabrik: tidak
Merokok dengan 171 kalau nglinting satu ya mempan
minum 172 cukup. Kalau ngrokok itu Perilaku yang menyertai
173 dengan minum. merokok dengan minum
174 Kopi?
175 Ya kopi itu diatur. Hanya
134

176 untuk nuruti kepengin, ya


177 gitu ngaturnya. Disiasati.
178 Adakah bedanya tidak
179 Pak rokok jaman dulu
180 dengan sekarang?
181 Pengaruhnya ya ada sekali.
Perokok semangatnya 182 Ya orang yang merokok itu
besar, feel kuat 183 semangatnya gede dan Keyakinan terhadap
184 kalau orang mau merokok perokok: semangat dan
185 berarti feelnya kuat. feel besar
Merokok tidak enak, 186 Kok bisa seperti itu, Pak?
badan tidak enak 187 Iya memang kalau Pentingnya rokok –
188 merokok ga enak itu kan sebagai penanda kondisi
Sudah tua merokok 189 sudah tanda-tanda badan ga tubuh
diatur 190 enak. Saya sudah usia tua Frekuensi merokok –
191 walaupun ngrokok rasanya diatur karena sudah tua
Berpengaruh pada 192 enak ya tapi harus diatur.
pernafasan 193 Dalam pernapasan, Pentingnya rokok – cost:
194 pengaruhnya macam- berpengaruh pada
195 macamlah. Ini menurut pernafasan.
Pengalaman perokok 196 feeling saya sendiri entah
lain fisik masih tegar 197 orang lain. Pak Mardi Social comparisan
walau sudah tua 198 Sumitro itu ngrokok linting tentang efek rokok pada
dengan rokok linting 199 segini (menunjukan besar tubuh
200 rokok) tapi fisiknya masih
201 tegar. Tapi ya ndak rokok
202 pabrik lho! Kalau rokok
203 pabrik itu beda sudah ada
204 zat kimianya.
205 Tapi itu katanya sudah
206 ada filternya, kan lebih
Rokok pabrik akan 207 aman?
membuat jumlah 208 Ya tapi kalau katakan 1 Keyakinan terhadap
rokok yang dihisap 209 bungkus sehari aja ga rokok pabrik
135

jadi lebih banyak 210 cukup kan sama saja.


211 Berarti kalau semisalnya

212 badan tidak enak...


213 Tidak enak untuk merokok
Sakit ingin merokok 214 Berarti itu untuk tanda?
merupakan tanda 215 Lha iya, tapi misalnya sakit Pentingnya rokok –
sudah membaik 216 yo kepengen ngrokok sebagai penanda kondisi
217 berarti sudah baikan. tubuh sudah membaik
218 Kalau dulu itu mengapa
219 alasan Bapak bisa
Alasan merokok ikut- 220 merokok?
ikutan 221 Pertama ya ikut-ikut beli Riwayat merokok – ikut-
222 rokok. Lama-lama..nah itu. ikutan, gaya-gaya lalu
223 Rokok khan macam- berubah menjadi perokok
Gaya-gaya 224 macam ta untuk anak tetap karena ketagihan
225 muda. Untuk gaya-gaya,
226 kalau beli rokok pasti yang
227 kemasannya baru, yang
228 saat itu baru tampil. Jadi
229 orang, pertama itu
230 penampilan lalu nikotinnya
231 ya itu! Bisa ketagihan itu!
232 Mungkin ya rokok itu dulu,
233 rokok itu kalau dihisap itu,
Ikut,-ikut, gaya-gaya 234 kalau mau habis tambah
lalu ketagihan 235 enak. Jadi ikut-ikut, gaya-

236 gaya trus kecanduan. Nah


Merokok tidak diiringi 237 sekarang ya membatasi,
kerja keras berbahaya 238 diatur. Kalau tidak diiringi Keyakinan terhadap
239 dengan kerja keras ya rokok – tidak berbaya
240 memang bahaya ta?! Kalau jika diikuti kerja keras
241 kerja keras kan kan
242 peredaran darahe cepet ta?
136

243 Keringatnya keluar ta? Nah


244 ga ada efek. Tapi kalau
245 ngerokok saja ga kerja
246 keras ya salurannya itu
247 akan tersumbat.
248 Berarti kerja keras itu
249 untuk mengimbangi
Kerja keras untuk 250 merokok?
mengimbangi perilaku 251 Iya untuk ngimbangi. Nah
merokok 252 saya ga begitu keras saya
253 kurangi. Mau kerja keras
254 fisik ga mampu.
255 Kalau kerja keras tidak
256 merokok itu bedanya
257 apa, Pak?
258 Ya kepenginnya ngrokok,
Kerja keras merokok 259 dah mengamati orang yang
lebih semangat 260 mencangkul keras mesti Pentingnya rokok- saat
261 ngrokok’e cepet. Lebih kerja keras menjadi lebih
262 semangat, jadi ya hampir semangat
263 sama dengan orang yang
264 minum.
265 Pada jaman dulu rokok
266 sering dipakai dalam
267 acara apa saja, Pak?
268 Rokok kalau dulu ga ada.
Untuk sajen, orang 269 Tak ada yang khusus?
yang meninggal 270 Kalau untuk sajen ya ada. Konteks sejarah – rokok
271 Kalau untuk orang sebagai sajen, bahan
Meninggal perokok 272 meninggal dunia ya ada. kirim ke kuburan
maka diberi rokok 273 Kalau yang meninggal
untuk kirim 274 ngrokok ya disajeni rokok.
275 Kalau kirim ke kuburan,
276 menurut kepercayaan
137

277 waktu itu ya.


278 Pandangan orang-orang
279 terhadap rokok jaman
280 dulu bagaimana, Pak?
Tidak dilarang 281 Dilarang atau tidak?
282 Oh, ndak. Kalau dulu ndak Konteks sejarah – tidak
283 dilarang, dia itu malah dilarang
Memakai klobot, 284 pake susur ya orang laki-
janur, lama-lama 285 laki, ya pake itu. Ga pake Konteks sejarah –
ditambah cengkeh 286 garet, kalau dulu garet kan pergeseran jenis rokok
287 sulit, pake klobot, pake
288 janur. Jadi dulu ga ada
289 larangan itu. Cengkeh itu
290 baru, belum lama. Dulu
291 pada ngrokok, rokok Siong
292 kan pake menyan setelah
293 ada rokok-rokok itu terus
294 orang merokok dengan
295 cengkeh.
296 Kalau jaman dulu
297 tentang bahaya merokok
298 itu lantas bagaimana,
Belum tahu bahaya 299 Pak?
merokok 300 Wa ngga kalau orang- Konteks sejarah – belum
301 orang dulu kan belum. tau bahayanya
302 Pokoknya ya ngrokok.
303 Ngajar ya merokok. Kalau
304 sekarang merokok di
305 lingkungan sekolah kan
306 dilarang.
307 Tanggapan Bapak
308 terhadap larangan
309 merokok itu bagaimana,
Pengendalian diri lebih 310 Pak?
138

penting dari sekedar 311 Yang tentang larangan


larangan merokok 312 tanpa dibarengi
Mengganggu ditempat 313 pengendalian diri ya hanya
umum jika merokok 314 sebagai rambu-rambu saja,
315 sebagai peringatan. Ya Merokok mengganggu di
316 baik itu, sebagai anjuran, tempat umum
317 memperingatkan. Tapi
318 kalau merokok ditempat
319 umum ndak boleh, ya
320 memang bener. Karena
321 bagi orang-orang yang ga
322 seneng ngrokok ya nanti
Tergantung individu 323 terganggu.
324 Kalau aturan larangan Merokok sebagai sebuah
325 merokok ya hanya perilaku yang bebas
326 memperingatkan saja,
327 tergantung individunya.
328 Karena siapa yang
329 mengawasi orang ngrokok?
330 Kalau pentingnya
Merokok untuk 331 merokok untuk Bapak?
mengisi waktu luang 332 Untuk opo ya? Kalau dulu Pentingnya rokok –
(Sekarang) 333 untuk karena saya kerja mengisi waktu luang
Dulu untuk 334 keras ya untuk memikirkan (sekarang)
memikirkan yang 335 yang berat-berat, ya Pentingnya rokok – dulu:
berat-berat, 336 membantu untuk mendapat mencari solusi, sarana
mendapatkan solusi, 337 petunjuk-petunjuk, refreshing
refreshing 338 penghiburlah. Kalau
339 sekarang yo opo ya..ya
340 untuk mengisi waktu itu.
341 Kalau perasaan Bapak
342 ketika merokok apa,
Merasa puas ketika 343 Pak?
merokok (dulu) 344 Kalau dulu ya enak tuh. Pentingnya rokok –
139

345 Jadi merasa puas misalnya benefit: kepuasan


346 saja di sawah dengan
347 minum, makan, ngrokok
348 wah. Pulang kerja, minum,
349 makan, ngrokok.
Sekarang diatur 350 Sekarang?
351 Dah lain, ya ngrokok itu ya Frekuensi merokok
352 diatur karena sekarang kan sekarang diatur
353 ga kerja keras.
Sekarang tidak harus 354 Tapi itu tetap
merokok 355 dipertahankan?
356 Ya tapi kan tidak harus
357 merokok kalau sekarang
Berhenti merokok 358 Kok tidak berhenti
membuat gemuk 359 sekalian? Keyakinan jika berhenti
360 Saya kan sudah mengamati merokok : gemuk
361 orang yang berhenti
362 merokok terus jadi gemuk
363 banget nah orang tuh
364 kembali ngrokok lagi ya.
365 Ya jadi diatur aja daripada
366 berhenti toh nanti bakal
367 kembali merokok lagi.
368 Kalau sedang tidak
Tidak merokok 369 merokok apa yang
mencari kegiatan lain 370 dirasakan?
371 Ya mencari kesibukan
372 yang lain ya membaca,
373 menulis.
374 Kalau saya mengatakan
375 kata ’rokok’ yang
Asap rokok menarik 376 terlintas dalam pikiran
Suka Djarum Super 377 Bapak, apa?
378 Asapnya. Saya suka liat
140

379 asap rokok. Menarik.


380 Rokok yang saya suka dulu
381 Djarum Super.
Usia 64 382 Pak Margino umurnya
383 berapa? Demografi usia
384 Kelahiran 45, ya 64
Sakit: rematik, 385 Adakah penyakit yang
kolesterol, gula 386 diderita?
387 Itu hanya rematik, Riwayat kesehatan
388 kolesterol, gula. Kalau
389 jantung, paru-paru, semua
390 baik tapi aku dulu pekerja
391 keras, ya itu disawah.
PGSLB 392 Pendidikan terakhir
393 dulu? Data demografi
394 PGSLB pendidikan.
141

9. Subjek PJ
Koding Verbatim Tema
1 Pakdhe satu hari merokok berapa
2 banyak ?
Perokok sedang 3 Wah ga mesti, mbak. Ya kadang-kadang Status perokok subjek
Frekuensi 4 sebungkus dua hari, kadang-kadang satu – objektif: perokok
merokok tak 5 malam. Lha kalau begadang kadang sedang
tentu 6 merokok terus.
7 Berarti yang mempengaruhi itu ada
Begadang 8 kegiatan ataukah tidak ya, Pakdhe? Situasi yang memicu
9 Iya, klo banyak pekerjaan ya otomatis.
banyak 10 Klo siang itu, klo ngga ya paling sore, klo banyak rokok yang
merokok 11 tidak pas musim puasa kayak gini ya dihisap
12 siang trus nanti waktu istirahat, pas pagi
13 mau bekerja. Biasanya ya begitu
14 (tertawa).
15 Ooo...iya iya..dulu mulai merokok
16 sejak kapan, Pakdhe?
Mulai merokok 17 Wah klo saya sejak...klo sejak SMP Riwayat merokok –
usia 19an 18 sampai di Jetis itu tidak merokok mulai : usia 19an.
19 saya...70 an, 60, an..80 an. Saya pernah
20 berhenti lima tahun mbak.
Berhenti 21 Karena sakit? Riwayat merokok-
22 Iya, paru-paru, napas. Saya berhenti
merokok karena 23 merokok lima tahun dari 70..72 sampai pernah berhenti: sakit
sakit 24 75..76. Waktu di Sumatra tidak merokok.
25 Saya merokoknya itu sejak 78.
26 Tapi setelah lima tahun tidak merokok
27 itu terus merokok lagi ya,Pakdhe? Riwayat merokok –
Penyebab 28 Wah klo itu terus ’banter’. Ya sebenarnya merokok kembali :
merokok lagi 29 kalau saya kira ya karena pengaruh lingkungan
karena 30 lingkungan juga. Bagaimana ya, namanya
31 orang merokok itu istilahnya belum istilah
lingkungan
32 ’nyandu’ belum, tapi kalau yang sudah
Mencari 33 benar-benar seperti sekarang seperti yang Social comparison –
34 sebaya dengan saya ya terus merokok. Itu
penguatan 35 karena apa masalahnya tidak berhenti ya alasan tidak bisa
alasan tidak 36 karena mendekati kecanduan..kebiasaan berhenti (kecanduan,
142

bisa berhenti 37 itu. Sekarang pagi-pagi ya, kamu biasa kebiasaan)


Disejajarkan 38 merokok tapi ngga merokok. Itu otomatis Pentingnya rokok-
39 walaupun sudah makan minum. Ada khan hal yang pokok
dengan
40 ya caranya itu ya.. makan itu utama tapi
makanan
41 rokok seakan-akan..bagaimana ya?
42 Pelengkap?
Bukan Pentingnya rokok –
43 Ya tidak pelengkap. Kalau pelengkap
pelengkap hal yang pokok
44 khan istilahnya tidak dilengkapi dengan
45 itu bisa jalan.
46 Ooo iya.
Perasaan ganjil 47 Tapi itu kadang-kadang seakan-akan Pentingnya rokok –
jika tidak ada, 48 kalau tidak ada jadi agak ganjil. cost jika tidak :
semangat agak 49 Contohnya jika bekerja semangatnya agak perasaan ganjil,
menurun. 50 menurun. Lalu juga contohnya sekarang, semangat menurun.
51 taruhlah orang kantor, orang yang banyak
52 pikiran, merokok lho..itu disini
53 (menunjuk kepala) karena penat

54 memikirkan kerjaan yang kadang-kadang


Ada rokok Pentingnya rokok –
55 kesalahan,keteledoran..berpikir...istirahat..
timbul benefit kognitif
56 rokok dulu. Sini (menunjuk kepala)
penyegaran, (timbul penyegaran,
57 timbul penyegaran, apa namanya itu
semangat)
semangat. 58 kembali semangat kerja.
59 Karena rokok itu?
Pentingnya rokok –
Harus ada 60 Iya, bagaimana ya jadi kalau tidak ada ya
Untuk
benefit afektif
61 bagaimana caranya. Karena semangat itu,
memunculkan 62 ya seperti untuk membakar seperti nganu
(semangat)
afek positif 63 itu.
(semangat) 64 Membakar semangat seperti itu
65 maksudnya?
66 Iya
67 Ooo..

Membandingka 68 Taruhlah sekarang kita pelajari saja Social comparison –


69 orang-orang kampung yang petani saja itu mencari penguatan
n dengan
70 biasanya merokok. Tidak punya rokok ya
perokok lain. benefit rokok dengan
71 kerjanya ngga nganu..kadang-
membandingkan.
72 kadang..Pakdhe Muji itu tidak merokok
73 pakai menyan dua hari pasti bingung
143

74 karena pekerjaan jadi ’cemplang” tidak


75 membawa semangat pola pikirnya untuk
76 bekerja. Itu bagaimana menurutmu ? Itu
77 kalau yang terbiasa, kalau yang tidak ya
78 ngga apa-apa. Kalau yang tidak ya bau
79 rokok aja sudah pusing.
Terpengaruh Situasi sosial
80 Kalau Pakdhe sendiri merokok itu...
situasi sosial memunculkan
81 Kalau saya gini mbak, permasalahannya
82 merokok itu yaitu kadang-kadang terbawa
perilaku merokok.
Ada kesadaran 83 di tempat ’jagongan’, begadang perlu Daya tahan untuk
mampu untuk 84 pembakaran itu. Tapi saya sendiri tidak merokok vs
tidak merokok 85 upamanya tidak merokok satu hari ya kecanduan.
tapi tubuh 86 tidak apa-apa. Tapi karena sudah seperti Status perokok subjek
terlanjur 87 kecanduan atau apa ya , tapi klo malam, – tahap kecanduan
memberikan 88 merokok. Kalau begadang tidak merokok,

toleransi 89 ya gimana ya...


90 Kurang afdol, begitu?
terhadap
91 Iya, harus..tapi kalau pas bekerja saya
substansi Situasi yang
92 tidak pernah. Kalau saya itu paling pas
Keputusan memunculkan
100 siang hari,nanti kalau temannya merokok
merokok perilaku merokok –
101 ya merokok tapi seandainya tidak ya tidak
tergantung 102 apa-apa, tidak mempengaruhi terus lemes, situasi sosial
orang lain 103 itu tidak.
Tidak merokok 104 Itu kalau yang tidak merokok itu
lemes 105 lemes, itu yang mengalami kecanduan Tanda kecanduan:
106 ya? lemes kalau tidak
107 Iya.
merokok
Bingung: belum 108 Berarti kalau Pakdhe belum?
109 Lha kalau saya ya belum tapi kadang-
kecanduan vs Kebingungan status
110 kadang saya kalau merokok ya nyandu
kecanduan perokok secara
111 kalau pas ’jagongan’, begadang, seperti
subjektif –
112 kalau duduk-duduk bareng ya seperti ini.
113 Lagi ngomong-ngomong? kecanduan vs belum
114 Iya.
115 Seperti itu tuh, apa sih yang dirasakan
Manfaat timbul 116 ketika merokok itu apa ya Pakdhe?
pendinginan 117 Rasanya ya seperti...Sekarang pola pikir Pentingnya rokok –
144

118 kita ya. Wah seperti memikirkan benefit kognitif


119 keluarga, masalah ekonomi seperti itu. (pikiran jadi jernih)
120 Tapi kalau merokok itu seperti apa ya
121 timbul pendinginan seperti itu.
122 Keadaan tenang seperti itu?
Meningkatkan
123 Iya, taruhlah sekarang kalau anak-anak
kenikmatan Hal penting rokok –
124 muda itu. Pekerja yang biasa merokok itu,
yang didapat benefit afektif
125 habis makan rasanya kaya mencairkan
Capek 126 suasana itu. Lha terus capeknya agak
(pleasure relaxation,
berkurang 127 berkurang terus jadi semangat. Memang semangat), fisiologis
(fisiologis) 128 lain mbak, seperti aku kadang-kadang kok (capek berkurang),
Afek positif 129 seperti ini nganu pola pikirnya khan kalau kognitif (tambah ide)
muncul 130 ada rokok biar gagasan saya tambah lain
semangat 131 yang seharusnya tidak terbuka jadi

Afek kognitif 132 terbuka suasana.


133 Oooo, mengobrol juga jadi lebih enak,
tambah ide
134 kalau ada masalah juga jadi lebih bisa
135 berpikir begitu, Pakdhe?
Mencari
136 Lha, iya tapi bagi perokok bagi yang tidak
penguatan Social comparison –
137 ya tidak. Kebanyakan yang saya katakan
138 ya itu, orang-orang mungkin sama. benefit rokok .

139 Hmm seperti itu ya biar seimbang.


140 Jaman dulu dengan sekarang itu
141 apakah ada perbedaan tentang rokok
Rokok langka. 142 tidak ?
Jenis rokok 143 Wah lain, klo waktu saya kecil. Saya Konteks sejarah –
linting. 144 merokok itu belum mesti ada. Dari segi jenis rokok, langka
145 sosial ekonomi ya cuma ’nglinting’.
Kecil merokok
146 Sejarah jaman nenek moyang dulu cuma
Riwayat merokok –
147 pakai tembakau dan daun pisang. Dahulu
Bapak merokok kecil mulai mencoba
148 pohon karet masih mahal kalau beli susah.
Faktor pendukung
149 Waktu saya kecil dulu, saya merokok.
berkembang PL
150 Dulu bapak saya ngrokok garet sama
Menanam 151 cengkeh dilinting sendiri. Kalau dulu merokok - bapak
sendiri 152 tembakau menanam sendiri. sebagai objek imitasi,
153 Sekarang sudah tidak ada lagi ya.. akses mudah
154 Iya, dulu tempat ini areal tembakau.
145

155 Musim sekarang ini sudah musim


156 ’rajang’, mbak
157 Ooo..
158 Sekarang karena sosial ekonomi sekarang
Boros
159 orang itu segi manajemen ekonomi itu
Cost merokok segi
160 tetep cara efisiensinya perokok-perokok
Mengorbankan ekonomi : boros
161 itu kurang. Beda dengan uang lima ribu
kebutuhan Pentingnya rokok –
162 daripada buat beli rokok mending buat
pokok setara dengan
163 makan. Tapi kalau perokok mending
164 untuk beli rokok khan? kebutuhan pokok
165 Ooo iya. Soalnya sudah jadi kebutuhan
166 ya?
Tidak percaya 167 Iya, klo soal kesehatan ya itu pasti
rokok 168 kadang-kadang bertentangan dengan Keyakinan tentang
merugikan 169 dokter. Kadang-kadang kalau saya tidak rokok – tidak
170 percaya. Soalnya begini ada perokok ya
kesehatan merugikan kesehatan
171 umurnya bisa panjang, tapi yang tidak
172 perokok ya ada yang nganu. Itu
173 masalahnya.
174 Ooo sebenarnya yang disebut sebagai
175 perokok itu yang seperti apa ta,
176 Pakdhe?
Tidak merokok 177 Ini perokok itu ya yang istilahnya sudah
berpengaruh ke 178 mencandu ta mbak. Kalau tidak merokok Pentingnya rokok –
kesehatan 179 ya itu suasana nganu berbeda, pengaruh cost tidak merokok
180 kedalam kesehatan. berpengaruh ke
181 Berarti jika ada orang merokok satu kesehatan.
182 batang sehari itu belum jadi perokok
183 ya? Belum.
184 Kalau Pakdhe sendiri merokok disaat-
185 saat seperti apa sajakah? Pagi seperti
186 itukah?
Situasi yang
187 Kalau pagi saya tidak, ya itu pas ketemu
Situasi sosial 188 dengan teman-teman mengobrol. memunculkan PL –
189 Berarti kalau misalnya akan situasi sosial
190 ’kumpulan’ seperti itu jika tidak punya mengobrol.
191 rokok akan mencari?
146

192 Iya kalau akan ’kumpulan’ dan kadang-


193 kadang rasanya begini. Saya upamanya
194 bertemu dengan teman berkumpul disitu,
195 merokok dan saya jika mau minta ya tidak
196 sopan ta makanya ya saya bawa sendiri.
197 Nah itu masalahnya, nek situ merokok
Orang lain yang
198 dan saya tidak merokok ya pengen ya
memicu PL Situasi yang
199 khan?
merokok 200 Tapi kalau dulu-dulunya itu merokok memunculkan PL –

201 karena apa. Pakdhe? orang lain.


Lingkungan 202 Ya kalau dirujuk karena bagaimana ya,
Ikut-ikut orang 203 apakah lingkungan atau apa ya. Saya Faktor pendukung PL
tua 204 melihat orang tua saya merokok, kok – orang tua,
205 melihat kadang-kadang ikut. Tapi ya lingkungan
206 kebanyakan pengaruh lingkungan Situasi yang
207 terutama ya ’kumpulan’. Kalau misalnya
memunculkan PL –
208 tidak pada merokok ya tidak merokok pun
situasi sosial
209 ya tidak apa-apa. Saya sendiri jaga diri
Situasi
210 dong lha misalnya kebetulan perempuan-
perempuan Situasi yang tidak
211 perempuan ya saya tidak berani merokok.
semua: tidak memunculkan PL –
212 Tapi kadang-kadang namanya ya untuk
merokok 213 bagaimana ya apakah karena teman jadi perempuan semua
214 ngimbangi atau bagaimana ya.
215 Buat pergaulan begitu?
216 Iya, ya itu bagi yang perokok, bagi yang
Alat pergaulan 217 bukan ya bukan.
218 Kalau untuk Pakdhe sendiri merokok Pentingnya rokok –
219 itu memiliki fungsi apa ya dalam
alat pergaulan
220 kehidupan Pakdhe?
221 Seperti saya utarakan tadi untuk
Relaksasi
222 refreshing suasana tadi lho mbak. Kalau
Pentingnya rokok –
223 bagi saya.
afek positif
224 Berarti Pakdhe merokok disaat-saat
225 capek ? (relaksasi)
226 Ya pas istirahatlah. Tidak ada orang
Setelah 227 merokok sambil bekerja. Kebanyakan
melakukan 228 begitu ya namanya saja untuk Pentingnya rokok –
147

aktivitas 229 menyegarkan kembali. Pagi, habis makan, menambah


Mengobrol 230 sore, ngobrol-ngobrol dengan kawan. kenikmatan,menyega
231 Kalau Pakdhe waktu apa saja? rkan kembali situasi
Rokok harus 232 Ya kalau saya waktu pada ’jagongan’, sosial
ada 233 duduk kalau punya kalau ngga ya ngga Pentingnya rokok –
234 apa-apa tapi pasti nahan ta harus ada
235 mbak...(tertawa)
148

10. Subjek PK
Koding Verbatim Tema

1 Sudah berapa sekarang


2 pak usianya ?
Usia 74 3 Hah? Ya kalau ikut ijazah ya Data demografi : usia 74
4 70 tapi kenyataannya ya 74
5 Satu hari dapet merokok
6 berapa banyak, Pak? Habis
7 berapa?
Perokok sedang 8 Ya paling ya 6-7 kali kadang Status perokok subjek:
Perokok tetap 9 lebih. Kalau aku mau perokok sedang dan
10 merokok sejak tahun 42 kok tetap.
11 Oo... 1942. Itu berarti sejak
12 remaja..eh..?
Sejak kecil 13 Sejak masih kecil, belum Riwayat merokok –
Dibuatkan lintingan 14 sekolah aku. Ha pas dijajah mulai sejak kecil,
oleh bapak 15 Belanda itu aku masih ingat dibuatkan lintingan oleh
16 simbah, bapak menanam bapak.
17 tebu. Itu pas Jepang datang
18 tahun 42. Kalau dulu suka
19 dibuatin lintingan sama
20 bapak.
21 Jadi kalau dulu itu kalau
22 merokok tidak dilarang
23 seperti sekarang ya? Kalau
24 sekarang kan pada
25 dilarang ya kan?
Menilai pemerintah 26 Hanya akhir-akhir ini Pandangan tentang
tidak konsekuen 27 dilarang pemerintah ha tapi larangan merokok :
28 pemerintah sendiri tidak pemerintah tidak
29 konsekuen kok konsekuen.
30 Tidak konsekuen
31 bagaimana, Pak?
Melarang tapi 32 Ha..lho melarang jangan Pandangan tentang
149

mengijinkan pabrik 33 merokok, tapi mengapa kok larangan merokok :


berdiri. 34 memberi ijin pabrik rokok? pemerintah tidak
konsekuen dengan
mengijinkan pabrik
rokok berdiri.
35 Iya..
Pemasukan dari pajak 36 Pemasukan pajaknya berapa Pandangan tentang
rokok 37 triliyun dari rokok? Misalnya larangan merokok :
Karyawan yang akan 38 pabrik rokoksekarang pemasukan pajak,
terpaksa menganggur 39 diberhentikan berapa juta karyawan yang akan
40 manusia yang akan jadi
menganggur.
41 penganggur nantinya?
42 Iya
Tidak percaya rokok 43 Lha itu cuma dari dokter- Keyakinan tentang
merugikan kesehatan 44 dokter itu. Kalau dibarengi rokok – tidak percaya,
Minum kopi 45 rokok dengan kopi itu ya minum kopi dapat
melarutkan nikotin 46 nganu..itu khan bisa melarutkan nikotin.
47 melarutkan nikotin.
48 Berarti sebenarnya Pak
49 Kasim ya khawatir tentang
50 akibat rokok itu ya?
51 Apanya?
52 Kok terus Pak Kasim
53 merokok dengan minum
54 kopi untuk mengurangi
55 kadar nikotin itu kan
56 berarti Pak Kasim
57 sebenarnya tahu jika
58 merokok itu tidak baik.
Menurut dokter tidak 59 Ha kalau merokok menurut Keyakinan tentang
baik vs kebiasaan 60 dokter tidak baik tapi kalau rokok – bukan perilaku
61 menurut kebiasaan. merugikan kesehatan
62 Kalau menurut Pak Kasim tapi kebiasaan.
150

63 itu baik tidak?


Menambah kekuatan 64 Kalau menurut saya pribadi, Pentingnya rokok –
65 saya merokok itu ya benefit: menambah
66 menambah kekuatan saya. kekuatan
67 Oo kekuatan..
Tidak merokok lemah 68 Karena kalau tidak merokok Pentingnya rokok – cost:
69 yo lemah tidak merokok lemah
70 Apakah pernah dicoba,
71 Pak?
Pengalaman mencoba 72 Ha mencoba kalau pas, itu, Pengalaman tidak
tidak merokok 73 pas apa ya..Puasa. Kan terasa merokok menguatkan
74 sekali. Misalnya pantang kan pentingnya rokok.
75 harus pantang kegemarannya
76 kalau pantang itu.
77 Oo..pantang ya, Pak?
78 Lha iya..itu kan sangat
79 terasa.
80 Hmm lemes ya..
Tidak makan mampu 81 Lha saya kalau tidak makan Pentingnya rokok –
Tidak merokok sehari 82 dua hari, tiga hari mampu pokok., cost tidak
lemas. 83 kok saya bekerja tapi kalau merokok lemas.
84 tidak merokok sehari bekerja
85 ya lemes.
86 Itu itu seperti sudah
87 kecanduan ya?
Kecanduan membuat 88 Lha iya..pokoknya susah Merokok sebagai
sulit berhenti 89 mau berhenti perilaku adiktif
90 Tapi dulu pernah berhenti
91 atau tidak?
92 Tidak
100 Berarti sejak tahun 42 ya?
Belum pernah berhenti 101 Ha iya, sejak tahun 42 terus Riwayat merokok –
102 tahun setelah pengumuman perokok tetap.
103 merdeka itu lho masuk
151

104 sekolah. Masuk sekolah ya


105 sudah merokok itu sampai
106 sekolah di SGB sampai
107 sekarang merokok terus.
108 Tidak khawatir tentang
109 akibat-akibat rokok seperti
110 itu?
Tidak percaya akibat 111 Ha kalau menurut dokter Keyakinan tentang
rokok dengan melihat 112 akibatnya macam-macam rokok – tidak percaya
realita. 113 tapi kenyataannya yang
akibat rokok.
114 merasakan.
115 Berarti bapak belum
116 merasakan dampak buruk
117 dari rokok itu ya, Pak?
Subjek tetap sehat 118 Nyatanya ya sehat kok, Hal yang menguatkan
119 diperiksakan jantungnya keyakinan subjek
120 sehat, paru-paru sehat. tentang rokok – kondisi
121 Berarti tidak ada sakit kesehatan yang baik.
122 seperti asma atau apa apa Data demografi : tidak
123 begitu? Sakit pernapasan ada penyakit yang
124 tidak ada, Pak? diderita.
125 Tidak
126 Hmm berarti sehat-sehat
127 saja ya, Pak?
128 Kenyataanya ya seperti itu.
129 Kalau saya hanya bisa saya.
130 Saya itu hidup ada yang
131 menghidupi. Ha iya pasrah
132 pada Tuhan.
133 Kalau Pak Kasim itu
134 rokoknya rokok linting
135 begitu ya, Pak?
Rokok linting 136 Ya, yang pokok ya itu. Riwayat merokok –
Kadang-kadang pabrik 137 Rokok dari pabrik itu ya jenis rokok yang dihisap
152

138 hanya kadang-kadang. Tidak linting, kadang pabrik.


139 mesti beli sebulan sekali saya
140 itu.
141 Sebabnya kenapa pak itu?
Rokok linting lebih 142 Ya kepuasan itu Keyakinan terhadap
memberikan kepuasan rokok linting : lebih
memberikan kepuasan.
143 Enak rokok buatan
144 sendiri?
Mantap 145 Yo, mantap yang melinting Keyakinan terhadap
Rokok pabrik ampang 146 sendiri. Kalau rokok buatan rokok linting : lebih
147 pabrik itu ampang. Apalagi memberikan kepuasan
148 kalau rokok-rokok anak
149 muda itu..ha sudah
150 tidak..kalau itu aku tidak
151 mau.
152 Itu katanya rokok
153 lintingan itu kadar
154 nikotinnya lebih tinggi,
155 Pak?
Walau nikotin tinggi 156 Lha iya itu nikotinnya lebih Keyakinan terhadap
tapi lebih mantap 157 tinggi tapi kalau caranya rokok linting: mantap
158 orang makan kan lebih dan tidak berbahaya
159 masek meski kadar nikotin
160 Tapi berarti ya lebih tinggi.
161 berbahaya juga itu, Pak.
Tidak percaya 162 Ha iya kalau menurut dokter.
163 Tapi kalau dulu itu tidak
164 ada tersiar bahaya soal
165 rokok?
Jenis rokok tembakau 166 Tidak ada, kalau dulu malah Konteks -
dengan menyan 167 tembakau dengan menyan, berkembangnya jenis
Berganti dengan 168 seperti itu. Kalau sekarang rokok : dari tembakau
tembakau dengan 169 ya masih ada. Tapi kalau itu dengan menyan menjadi
153

cengkeh 170 kemantapan. Kalau aku dulu tembakau dengan


171 tembakau menyan tapi cengkeh
172 sekarang ganti tembakau
173 dengan cengkeh.
174 Kenapa pak sebabanya kok
175 ganti?
Menyan tidak praktis 176 Kelamaan kalau sekarang Konteks -
dibandingkan cengkeh 177 harus pakai tembakau berkembangnya jenis
178 menyan. Kalau cengkeh kan rokok : menyan tidak
179 hanya tinggal menuang. praktis daripada cengkeh
180 Biasanya kalau merokok
181 pada saat apa saja, pak?
182 Tidak pernah saya jam’in
183 kok
184 Tapi rutinnya seperti itu,
185 misalnya setelah makan
186 atau setelah apa?
Saat merokok bangun 187 Ya..hayo..kalau bangun tidur, Situasi yang
tidur, sambil bekerja, 188 sambil bekerja, istrahat ya memunculkan perilaku
istirahat, pulang, 189 merokok. Nanti pas pulang merokok: bangun tidur,
makan, duduk-duduk. 190 setelah makan ya merokok. bekerja, istirahat,
191 Lha kalau pas duduk-duduk pulang, makan, duduk
192 itu ga bisa dihitung.
193 Kalau saya mengatakan
194 soal rokok, apa yang
195 terlintas dalam pikiran Pak
196 Kasim? Jika misalnya
197 orang-orang
198 membicarakan soal rokok
199 yang terlintas dalam
200 pikiran pak Kasim apa
201 pak?
Kebiasaan 202 Yang terlintas ya biasanya Merokok sebagai
203 karena kebiasaan, ya tidak kebiasaan.
154

204 pernah mbantah aku soalnya


205 aku sendiri mengalami.
206 Tapi ya tidak membantah
207 tapi menyetujui ataukah
208 tidak Pak tentang bahaya-
209 bahaya rokok itu?
Merokok atau tidak 210 Ooo tentang misalnya Merokok sebagai
keputusan bebas dan 211 himbauan tentang keputusan pribadi yang
sifatnya pribadi 212 pemerintah. Kalau ada yang bebas.
213 mau melaksanakan berhenti
214 merokok ya terserah saja itu
215 kan keputusan pribadi.
216 Kalau menurut bapak?
Mendukung 217 Kalau saya sendiri jika Sikap terhadap larangan
218 pemerintah bisa pemerintah :
219 memberantas ya silahkan. mendukung.
220 Kalau Anda sendiri
221 menanggapi himbauan
222 pemerintah?
223 Untuk pribadi?
224 Iya
Bisa usaha 225 Kalau menurut saya untuk Syarat menjadi perokok:

226 pribadi, kalau tidak bisa bisa usaha


227 usaha, tidak punya, ya ga
228 usah merokok.
229 Kalau soal bahaya rokok,
230 Pak? Apakah setuju atau
231 hanya sekedar untuk
232 pengetahuan saja?
Efek rokok tergantung 233 Kalau saya itu, yang saya Keyakinan tentang efek
stamina 234 alami ya tergantung stamina rokok – tergantung 235
tubuhnya sendiri. Kalau stamina
236 stamina baik ya tidak apa-
237 apa. Tapi kalau setelah
155

238 merokok ada akibat yang


239 tidak baik ya berhentilah.
240 Berarti selama ini Pak
241 Kasim berusaha
242 memelihara stamina

243 supaya bisa merokok?


Diusahakan kesehatan 244 Diusahakan kesehatannya. Perilaku yang
dengan olah raga, 245 Olah raga, bekerja dimunculkan – menjaga
bekerja semampunya 246 semampunya. Apa lagi kesehatan.
247 merokok sambil kerja.
248 Misalnya di kebun itu babat,
249 nyamuknya banyak banget
250 kan? Tidak merokok ya
251 digigitin nyamuk.
252 Berarti sikap Pak Kasim
253 terhadap anjuran
254 pemerintah..nggih
255 nopo..nggih..tidak
256 menolak?
Tidak menentang 257 Ya saya tidak menentang, itu Pandangan tentang
Terserah pribadinya 258 terserah pribadi-pribadinya. larangan merokok :
Tidak sehat jangan 259 Kalau memang merokok mendukung.
merokok 260 kondisinya tidak sehat ya Syarat menjadi perokok:
261 jangan merokok. Aku yo kondisi kesehatan baik.
262 melu menging tapi kalau
263 merokok itu stamina tubuh
264 sehat ya apa jeleknya. Kalau
265 cara Jawanya ya yang
266 namanya merokok itu
Rokok mendekatkan 267 mendekatkan persaudaraan, Pentingnya rokok –
persaudaraan 268 merekatkan persaudaraan. benefit: mendekatkan
269 Misalnya sudah tau persaudaraan, rasa
270 kerjaannya merokok, sosial.
271 misalnya tidak punya rokok
156

272 pasti akan berani bertanya : ”


273 Punya rokok tidak?”. Tapi
274 misalnya lainnya rokok tidak
275 berani. ”Punya uang po? Sini
276 aku minta!”. Kan tidak
277 mungkin. Tapi kalau rokok
278 itu asalkan sama-sama
279 ngedep ya siapa yang nganu
280 punya..silahkan. Merekatkan
Rasa sosial 281 persaudaraan ya rasa sosial
282 itu ada.
283 Maksudnya rasa sosial itu
284 apa, Pak?
Memberikan rokok 285 Artinya begini, misalnya wah Pentingnya rokok – rasa
pada yang tidak 286 ini temankukerjaanya sosial: wujud kepedulian
membawa 287 merokok kok tidak bawa dengan memberi rokok,
288 rokok lha ini aku ada rokok, lebih akrab
289 ini rokok. Lha ini kan rasa
290 sosial tapi kalau uang itu ga
291 mungkin, ga mungkin. Jadi
Lebih akrab 292 lebih akrab, tapi ya yang
293 pada suka merokok. Lha
294 kalau yang tidak senang
295 merokok dekat dengan orang
296 merokok aja risih.
297 Asapnya ya, Pak?
298 Iya
299 Berarti kalau setiap
300 kumpulan itu Pak Kasim
301 selalu bawa rokok ya?
Bawa rokok kemana- 302 Ha iyo, ke gereja bawa kok Pentingnya rokok –
mana 303 Soalnya kalau misalnya
harus ada
304 tidak membawa seperti itu,
305 rasanya bagaimana ta pak?
157

306 Rasanya di mulut ya gimana


307 gitu lho!
308 Yang dirasakan ketika pak
309 Kasim merokok itu apa
310 pak?
Rokok sama seperti 311 Rasanya seperti orang makan Pentingnya rokok –
orang makan 312 biasa itu ta?! sama seperti makan,
313 Maksude pak? cost: ada yang kurang
Ada yang kurang jika 314 Misalnya terbiasa ngemil, jika tak ada
tidak dilakukan 315 hayo coba kalau tidak ngemil
316 gimana rasanya?
317 Ya ada yang kurang
318 Lha merokok ya seperti itu.
319 Berarti ada yang kurang
320 jika tidak dilakukan ya,
321 Pak?
Harus merokok 322 Tapi ya kalau perasaannya ya Pentingnya rokok- cost :
323 kurang harus tetep merokok. ada yang kurang jika
324 Berarti kalau misalnya tidak merokok.
325 terus, pas waktu itu tidak
326 merokok rasanya
327 bagaimana pak? Pentingnya rokok- cost:
Klitihan 328 Hayo, klitihan saja, aku. afek negatif klitihan
329 Mengangggu aktivitas
330 juga, nggih Pak?
Aktivitas berkurang 331 Haiyo aktivitas jadi Pentingnya rokok- cost:
332 berkurang. Misalnya pas aktivitas berkurang
333 masa pantang seperti itu kan
334 bertahan, ditahan kecuali
335 sudah jamnya terus merokok.
336 Ceritanya bisa merokok itu
337 gimana pak dulu-dulunya?
Bapak memiliki 338 Dulu itu begini, aku kan suka Konteks – anggapan
anggapan anak laki- 339 ikut bapak. Kalau anak laki- bahwa anak laki-laki
158

laki harus merokok 340 laki itu merokok, kalau pas harus merokok
Suka dibuatkan 341 mengobrol itu jangan Cuma Riwayat merokok –
lintingan oleh bapak 342 diam saja. Begitu kalau awal: dibuatkan
343 jaman dulu. Makanya dulu lintingan oleh bapak.
344 suka dibuatin lintingan oleh
345 bapak.
346 Kalau misalnya diam saja
347 memang kenapa pak?
Melamun, pikiran 348 Ha kalau menganggur saja Pentingnya rokok-
melayang 349 kan seperti orang melamun. benefit untuk
350 Pikiran melayang. memusatkan pikiran
351 Jadi merokok itu agar ketika tidak ada yang
352 pikirannya tidak kemana- dikerjakan
353 mana, ya?
Pikiran jadi terpusat 354 Ha iya biar terpusat.

355 Merasakan rokoknya itu.


356 Dahulu apakah rokok
357 digunakan dalam upacara-
358 upacara tradisional atau
359 acara-acara tertentu pak?
360 Upacara adat?
361 Seperti sunatan?
362 Wah kalau itu terserah yang
363 punya hajat
364 Tapi semisalnya waktu
365 disunat seperti itu sebagai
366 simbol sudah dewasa diberi
367 rokok itu ada tidak pak?
368 Oo kalau itu ada yang iya,
369 yang tidak juga banyak.
370 Tergantung yang punya
371 hajat. Misalnya teman-
372 temannya dateng terus
373 disiapin rokok ya tergantung
159

374 yang punya hajat.


375 Dulu itu ada rokok
376 sekarang juga. Adakah
377 bedanya rokok jaman dulu
378 dengan jaman sekarang
Jenis rokok dulu 379 Kalau jaman dulu itu rokok Konteks – rokok dulu vs
klembak, menyan 380 pada umumnya yang banyak sekarang (bahan rokok)
cengkeh 381 klembak, menyan cengkeh.
Rokok sekarang sudah 382 Tapi yang namanya klembak
di sos 383 menyan, tembakaunya belum
384 ditambahin lain-lain.
385 Sekarang rokok-rokok
386 seperti Gudang Garam itu
387 dah di sos.
388 Di sos itu apa, Pak?
Rokok sekarang 389 Pakai apa ya. Walau Cuma
memakai narkotik 390 sedikit pakai narkotik, ganja.
391 Makanya yang pada
392 merokok itu rasanya enak.
393 Tapi ya aku belum pernah
Rokok pabrik ampang 394 merasakan Cuma ampang
395 kalau aku.
396 Fungsi rokok bagi pak
397 Kasim?
Kebiasaan, 398 Sebagai suatu kebiasaan, Merokok sebagai sebuah
kemareman 399 kemareman. kebiasaan
400 Kemareman? Pentingnya rokok –
Puas 401 Puas, sudah merasa enak benefit: kepuasan

Membicarakan hal lain


402 Nilai penting rokok bagi
403 pak Kasim? Rokok itu
404 didalam kehidupan pak
405 Kasim dianggap seperti
406 apa?
160

Rokok seperti 407 Ya dianggep kaya makanan Nilai penting rokok


makanan 408 biasa itu. Orang biasa makan sama dengan makanan
409 kalau tidak makan gimana?
410 Kalau biasa merokok tidak
411 merokok ya rasanya
412 bagaimana gitu.
413 Berarti dulu merokok ikut-
414 ikut bapak ya?
Merokok dilatih dan 415 Ya dilatih lha diajari. Yang Riwayat merokok –
diajari 416 penting ya kecuali itu untuk dilatih dan diajari,
Pergaulan, 417 pergaulan, mengakrabkan. proses menjadi perokok:
mengakrabkan 418 Lama-lama kan kecanduan. merasakan benefit
kemudian kecanduan kemudian menjadi
kecanduan.
419 Jadi rokok itu tidak
420 berbahaya ya?
Rokok tidak berbahaya 421 Bagi saya, kalau orang lain Keyakinan tentang
Tergantung stamina 422 tidak tahu. Ya tergantung rokok: tidak berbahaya

423 stamina.
424 Untukmenanggulangi
425 bahaya rokok ya menjaga
426 stamina?
427 Ya diusahakan badan sehat.
428 Sambil minum kopi ya
429 pak?
430 Ya tidak setiap hari kalau
431 saya. Kopi itu kecuali untuk
432 melarutkan nikotin, untuk
433 nganu untuk masuk angin.
161

11. Subjek PBd


Koding Verbatim Tema
1 Umurnya berapa ya, Pak?
Usia 75 2 75 kelihatannya Data Demografi usia
3 Bapak merokok sejak kapan
4 ya?
5 Wah sudah dari dulu saya
Sejak kecil 6 merokok, sejak kecil. Jadi Riwayat merokok –
7 orang dulu, jaman aku kecil mulai sejak kecil
Setelah bekerja 8 itu. Kalau habis membantu Riwayat merokok –
dibuatkan lintingan 9 Bapak di sawah nanti mulai dibuatkan Bapak
oleh bapak 10 dibuatkan lintingan oleh setelah bekerja.
11 Bapak.
12 Begitu ya, Pak. Bapak
13 berarti dulu malah tidak
14 melarang ya?
Orang tua tidak 15 Tidak. Kalau Bapakku dulu Riwayat merokok –
melarang 16 tidak melarang. Larangan orang tua tidak
17 merokok itu kan hanya akhir- melarang
18 akhir ini saja. Kalau dulu ya
Umumnya orang 19 umumnya orang pada Konteks- merokok
merokok 20 merokok. Dulu itu sebagai perilaku yang
21 tembakaunya masih asli, umum
Asli, menanam sendiri 22 menanam sendiri terus Riwayat merokok –
23 dilinting dengan daun klaras kemudahan akses
24 atau klobot. Jaman dulu Rokok dulu vs sekarang
25 mencari kertas rokok sulit dan
26 mahal. Aku dulu kerjaannya
27 merokok sambil bawa gerobak
28 ke pasar pagi-pagi.
29 Ooo begitu ya. Berarti orang
30 dulu itu hampir semuanya
31 merokok ya, Pak?
Dulu sebagai satu- 32 Lha iya, orang hiburannya
satunya alat hiburan 33 hanya itu. Kalau sekarang kan
162

34 ada TV. Kalau dulu kan tidak Konteks – pentingnya


35 ada yang punya juga jarang rokok sebagai alat
36 karena mahal. hiburan

37 Satu hari bisa habis berapa


38 Pak kalau merokok?
Sebelum beraktivitas, 39 Aku kalau merokok kalau pagi
istirahat, bertemu 40 setelah minum mau berangkat
teman. 41 kerja, kalau bangun tidur Situasi yang
42 merokok aku tidak berani. memunculkan PL
43 Lalu kalau sesudah bekerja, merokok – sebelum
44 sampai rumah merokok. Terus beraktivitas, sesudah
45 kalau pas ada teman atau beraktivitas, situasi
Perokok ringan 46 jagongan. Sepertinya 3 sampai sosial.
47 5 linting.
48 Bapak punya penyakit apa?
Tidak ada penyakit 49 Ya paling cuma pegel-pegel Status perokok subjek –
khusus 50 karena badan sudah tua. Aku perokok ringan
51 pernah periksa semua, kaya
52 jantung, paru-paru semua Data demografi –
53 baik. riwayat kesehatan
54 Jadi tidak ada sakit
55 pernapasan seperti itu ya?
56 Tidak
57 Bapak rokoknya linting ya?
58 Iya, kalau rokok pabrik
Rokok linting mantap 59 rasanya tidak mantap.
60 Yang dirasakan ketika
61 sedang merokok itu apa ya,
62 Pak?
Nikmat, enak 63 Nikmat, enak. Kalau sudah Pentingnya rokok –
64 merokok itu mantap. Kalau kenikmatan, cost : tidak
Tidak ada, ada yang 65 tidak itu seperti ada yang ada ada yang kurang.
kurang 66 kurang.
67 Kurang bagaimana?
163

Sejajar dengan 68 Ya kalau seperti orang makan Pentingnya rokok -


makanan 69 itu seperti ada yang kurang. pokok
70 Belum mantap.
71 Tapi seperti itu
72 mempengaruhi fisik tidak?
73 Maksude?
74 Hmm, jadi kalau seperti itu
75 terus tidak merokok, yang
76 dirasakan itu apa? Apa
77 berpengaruh ke fisik seperti
78 lemas seperti itu?
Tidak berpengaruh ke 79 Kalau lemes ya tidak. Lha
fisik 80 kalau puasa itu kan harus tidak
81 merokok. Ya tidak apa-apa
82 tuh.
83 Kalau tidak sedang puasa,
84 Pak?
85 Lha ya itu, kalau itu ya harus Pentingnya rokok –
86 tetap merokok. Kalau tidak cost: ada yang kurang,
87 sebenarnya ya tidak apa-apa terlihat seperti orang
Ada yang kurang 88 hanya rasanya ada yang sakit.
89 kurang.
Pucat, seperti orang 90 Tapi katanya kalau aku tidak
sakit. 91 merokok terlihat pucat.
92 Katanya cahaya wajahku jadi
100 seperti orang sakit. Makanya
Keluarga mendukung 101 kadang kalau aku tidak Riwayat merokok –
PL merokok 102 merokok malah disuruh faktor pendukung
103 merokok oleh anak-anakkku keluarga.
104 katanya wajahku pucat dan
105 cahayanya tidak bening.
106 Padahal ya badanku sehat
107 hanya wajahnya saja yang
108 pucat.
164

109 Oo begitu ya, Pak. Jadi


110 malah tidak disuruh
111 berhenti.
112 Tidak
113 Katanya itu rokok kan
114 merugikankesehatan.
115 Bagaimana itu, Pak?
Kondisi kesehatan 116 Buktinya aku tidak. Aku Keyakinan terhadap
yang baik membuat 117 sudah periksa semua ya baik rokok – tidak percaya
tidak percaya efek 118 tuh. Kalau itu ya tergantung merugikan kesehatan.
buruk rokok. 119 tubuhnya sendiri-sendiri.
120 Kalau aku kan rajin bekerja di
121 kebun, babat salak. Jadi
122 banyak bergerak tidak apa-
Jika banyak bekerja 123 apa. Kalau yang membuat Keyakinan terhadap
tidak akan berdampak 124 sakit itu kan kalau misalnya rokok – tidak
125 kurang gerak, tidak pernah berdampak jika banyak
126 bekerja jadi peredaran bekerja.
127 darahnya tidak lancar.

128 Sekarang penyakit itu macam-


129 macam.
130 Lalu pentingnya rokok
131 untuk hidup Bapak apa ya?
Menambah semangat, 132 Ya untuk menambah Pentingnya rokok –
tidak lemas 133 semangat, jadi semangat benefit: menambah
134 bekerja. Tidak lemas. Terus semangat, tidak lemas,
135 aku kalau misalnya merokok sebagai penanda
136 rasanya tidak enak biasanya
Sebagai penanda 137 mau sakit. Jadi kalau merokok
138 rasanya sudah tidak enak aku
139 langsung tahu wah ini

140 badannya tidak enak. Kalau


141 pas seperti itu, aku tidak
142 merokok. Terus kalau aku
165

143 merokok lagi dan sudah enak


144 itu tandanya sudah sembuh.
145 Seperti itu.
146 Oo jadi malah untuk tanda
147 ya?
148 Iya
149 Kalau jaman dulu itu rokok
150 sering dipakai acara apa
151 saja ya?
152 Maksudnya acara itu?
153 Seperti untuk ngirim atau
154 bagaimana?
Dipakai untuk ngirim 155 Iya, rokok suka dipakai di Konteks – rokok sebagai
156 sajen untuk ngirim. Jadi kalau bahan untuk ngirim
157 orangnya merokok ya kalau
158 ngirim pake rokok.
166

12. Subjek PN

Koding Verbatim Tema


1 Umurnya berapa mbah ?
Usia 2 70 Data demografi - usia
3 Mulai merokok sejak kapan,
4 mbah?
Mulai merokok sejak 5 Saya merokok itu mulai SD Riwayat merokok –
kecil 6 kelas 4, 5 SD. mulai: sejak kecil.
7 Sejak kecil ya, mbah?
8 Iya
9 Kok bisa?
10 Kok bisa gimana?
11 Kalau sekarang anak-anak
12 kecil kan tidak boleh ta,
13 mbah?
Perkembangan jaman 14 Lha sekarang kan jamane lain.
15 Pengertian masalah kesehatan
16 dan kemajuan ilmu. Tahun itu
17 dengan masa sekarang kan
18 lain. Dan itu kan pengaruh dari
Orang tua berpengaruh 19 orang tua. Simbah dulu, Faktor pendukung PL
Simbah merokok 20 bapakku kan merokok. Karena merokok – orang tua.
21 Bapak saya jadi Kepala Dukuh
Alat keakraban 22 banyak tamu. Jadi rokok Social comparison-
23 merupakan alat komunikasi, pengalaman masa lalu
24 pergaulan, alat penyapa. Bisa pentingnya rokok yang
25 berarti keakraban. kemudian diyakini
subjek.
26 Berarti dulu mbah kakung
27 melihat Bapak, begitu?
Berhenti 4 tahun 28 Iya tapi sempat di asrama Riwayat merokok –
29 Ambarawa selama 4 tahun ya pernah berhenti karena
30 ngga merokok. sekolah.
31 Tidak boleh ?
167

32 Iya tidak boleh terus setelah


Merokok lagi karena 33 mengajar memang saya Riwayat merokok –
lingkungan 34 kemudian merokok karena kambuh: lingkungan.
35 lingkungan dan merokoknya
Tidak seperti orang 36 ga seperti orang itu merokok Social comparison –
lain frekuensi 37 satu wadah bisa untuk satu status perokok.
merokoknya. 38 hari. Kalau saya bisa untuk 4 – Status perokok subjek-
Perokok ringan. 39 5 hari. ringan.
40 Sampai sekarang?
Duduk, jagongan 41 Sekarang saya merokok hanya Situasi yang
42 pas duduk dan jagongan. memunculkan PL
merokok- duduk,
jagongan.
43 Kalau sekarang? Maksudnya
44 kalau sekarang hanya waktu
45 pas jagongan, kalau waktu
46 muda dulu?
Bekerja tidak merokok 47 Saya jika bekerja tidak Situasi yang tidak
Duduk, ada teman, 48 merokok. Kalau duduk, ada memunculkan PL
ngobrol 49 teman-teman, ngobrol saya merokok – bekerja.
50 merokok. Saya ke gereja saja Situasi yang
51 tidak bawa rokok. Apalagi di memunculkan PL
Banyak tamu maka 52 rumah banyak tamu, saya merokok – situasi
sedia rokok 53 mesti sedia rokok. sosial.
54 Kenapa itu sebabnya?
Pergaulan, memulai 55 Ya seperti tadi untuk Pentingnya rokok –
pembicaraan. 56 pergaulan. Memulai alat interaksi sosial
57 pembicaraan. Saya juga
58 memberi penjelasan rokok itu
Rokok ada gunanya. 59 ada gunanya seperti saya Informasi tentang
60 ngomong-ngomong dengan rokok yang didapat –
61 ustadz di Magelang. Rokok bermanfaat sebagai
62 kan terbuat dari tembakau obat.
63 bahkan dia mengartikan dalam
168

Arti kata tembakau 64 bahasa Jawa tamba ku. Jadi


65 artinya obat untuk sakitku.
66 Kemudian keterangan dari
Merokok baik asal 67 teman saya merokok itu baik Informasi tentang
nikotin tidak tinggi. 68 asalkan nikotinnya tidak rokok yang didapat –
69 tinggi. Makanya, saya biasa perilaku tertentu yang
menyertai.
Star Mild 70 merokok Star Mild yang Perilaku yang
71 nikotinnya paling rendah. Itu ditampilkan – memilih
72 bisa untuk mengurangi jenis rokok yang
73 kolesterol. Nah jika itu dihisap (nikotin
74 menyangkut gangguan, rendah, berfilter)

75 namanya penyakit, masalah


76 keluarga umpama..
77 Ekonomi?
78 Ekonomi, anak minta duit
79 untuk beli buku ga diberi
80 malah untuk rokok. Istri akan
81 layat, nyumbang, ga diberi
82 untuk beli rokok. Kan itu
83 artinyamengganggu
Rokok tidak hanya 84 kesehatan. Bukan artinya Cost rokok –
menganggu kesehatan 85 kesehatan fisik tapi kan mengganggu tidak
fisik tapi juga 86 kesehatan keluarga makanya hanya kesehatan fisik.
keluarga. 87 namanya fatwa rokok itu
88 banyak yang menentang. Jadi
Merokok tidak 89 sejauh rokok itu tidak
merugikan jika tidak 90 merugikan ya tidak masalah
menimbulkan masalah. 91 bahkan sejauh yang saya
92 rasakan merokok bisa sebagai
Sarana komunikasi, 100 sarana komunikasi, bergaul, Pentingnya rokok –
bergaul 101 yang tadinya tidak akrab benefit: sarana
102 karena suka merokok komunikasi, bergaul,
103 kegemarannya sama kan jadi lebih akrab
169

Lebih akrab 104 lebih akrab lagi.


105 Berarti itu belum sampai
106 kecanduan ya mbah?
Tidak kecanduan 107 Tidak. Saya tidak kecanduan. Status perokok subjek-
108 Saya tidak merokok tidak apa- tidak kecanduan
Tidak merokok tidak 109 apa. Jadi tidak merokok terus Definisi kecanduan
mempengaruhi fisik 110 ngantuk, trus ada gangguan subyektif – tidak
111 yang lain-lain saya ngga ada. mempengaruhi fisik
112 Saya karena merokok tidak
113 keterlaluan dan saya memilih
Mengatur PL merokok 114 rokok yang paling ringan Perilaku yang
dan memilih jenis 115 nikotinnya. dimunculkan
rokok yang ringan
116 Tapi waktu dulu rokoknya
117 ya yang filteran atau linting?
118 Pada waktu jaman sekolah SD
119 kan belum ada rokok ya ming
120 nglinting. Tapi tidak mesti satu
121 hari satu, hanya kadang-
122 kadang tapi bisa merokok.
Teman 123 Pada waktu kelas 3, 4, 5, 6 ada Riwayat merokok –
124 belajar bersama teman-teman faktor pendukung
125 itu. Ngomong-ngomong sambil teman sebaya
126 belajar, ya nglinting rokok itu.
127 Berarti rokok dulu dengan
128 sekarang bedanya?
Asli 129 Jadi masih segalanya asli. Rokok dulu vs
130 Tembakaunya asli katakanlah sekarang
131 tidak ada campuran yang
132 namanya racun. Semua masih
133 asli, klembak masih murni,
134 tidak ada racun, pupuk begitu.
Memberikan contoh 135 Makanya orang-orang dulu Social comparison
perokok lain yang 136 seperti Pak Mul itu, dia efek rokok pada
170

sudah lebih lama 137 merokok apapun ga masalah perokok lain yang
merokok 138 karena sudah terlatih dari dulu lebih lama
139 tidak apa-apa. Tapi kan
140 sekarang banyak, Pak Mul kan
141 ngrokoknya buatan sendiri
142 dengan tembakau yang asli,
143 sigaret. Kan ga ada campuran
144 ganja dan sebagainya.
145 Kebanyakan rokok-rokok yang
146 menyebabkan penyakit
147 katakanlah seperti rokok dari
148 Amerika mengandung minyak
149 babi.
150 Tapi katanya rokok berfilter
151 itu kurang mantap?
Tergantung selera 152 Ya itu, tergantung selera.

153 Memang kurang mantap. Yang


154 mantap ya cengkeh yang
Rokok jenis tertentu 155 besar-besar, Dji Sam Soe, Jenis rokok
memang lebih mantap 156 Gudang Garam, itu mantap. mempengaruhi rasa.
157 Karena tembakaunya juga lain,
158 nikotinnya juga tinggi, tapi
159 filter itu kan katakanlah rokok
160 putih, tidak mengandung
161 cengkeh.
162 Berarti itu untuk alasan
163 kesehatan juga ya?
164 Ya
165 Rokok itu kalau jaman dulu
166 suka dipakai dalam acara
167 apa mbah?
Sesaji, ngirim 168 Rokok jaman dulu sekarang Konteks – rokok
169 menyangkut masalah budaya. sebagai bagian dari
170 Didalam sesaji itu harus ada
budaya : ada dalam
171

171 rokoknya. sesaji, tukon pasar


172 Alasannya mbah? karena leluhur
173 Itu masalah budaya tapi membutuhkannya.
174 sekarang jika ada sesaji, itu
Tukon pasar 175 namanya tukon pasar, jajan
176 pasar itu pasti ada rokoknya.
177 Ada kinangnya. Karena itu
178 menyangkut masalah leluhur.
179 Sing dikirim (yang dikirim) itu
180 leluhur kakung (laki-laki) dan
Leluhur butuh rokok 181 putri. Itu butuh rokok dan
182 butuh kinang.
183 Soalnya kalau jaman dulu
184 umumnya orang-orang
185 merokok ya?
Merokok sebagai 186 Merokok dan nginang. Bahkan Konteks – perilaku
perilaku yang umum 187 orang laki-lakipun banyak yang umum
188 yang nginang dan orang-orang
189 yang suka nginang giginya
190 awet.
191 Berarti orang-orang tidak
192 selalu merokok hanya
193 sekarang ya?
194 Iya
195 Dulu tidak ada larangan
196 merokok ya?
Ada perkembangan 197 Baru-baru ini saja. Ada fatwa Konteks –
masalah kesehatan 198 dan lain-lain. Ya itu perkembangan
sehingga rokok 199 perkembangan masalah masalah kesehatan.
dilarang 200 kesehatan dan kalau rokok
201 dicampuri ganja ya
202 menyangkut kriminal juga.
203 Tanggapan tentang aturan
204 dilarang merokok, ditempat
172

205 umum juga, itu bagaimana?


206 Ya larangan dari pemerintah
207 tapi kan itu banyak sanggahan-
Mendukung 208 sanggahan. Ya sejauh itu Perilaku yang
209 tujuan baik ya mendukung. ditampilkan –
Merokok tahu tempat 210 Maka saya pun merokok ya mendukung terhadap
211 tahu tempat. Soalnya yang larangan pemerintah,
212 namanya tempat umum itu kan tahu tempat.

213 ada bayi, bahkan ada orang


214 yang asma dan sebagainya.
215 Nanti menghirup asap rokok
216 kan menimbulkan tidak baik.
Dampak rokok pada 217 Sekarang banyak anak-anak
perokok dibawah umur 218 kecil mulai merokok kan tidak
219 baik, terutama masalah

220 kesehatan, keuangan. Banyak


221 menipu, bohong sehingga
222 mengakibatkan banyak
223 masalah. Masalah dengan

224 orang tua, masalah dengan


225 terkait sekolahan, tindak
226 kejahatan. Itu kan bisa
227 diakibatkan karena rokok.
228 Kecelakaan kendaraan
229 bermotor.
230 Yang dirasakan ketika
231 merokok itu apa mbah?
Selingan 232 Ya rasanya untuk selingan, Pentingnya rokok –
Bukan kenikmatan 233 bukan nikmat dan nyaman tapi benefit : konsentrasi,
234 rasanya bisa untuk membawa menghilangkan stress
Membantu pikiran 235 suasana pikiran tidak mudah
tetap fokus 236 goyah, tidak mudah melamun,
237 tidak mudah begitu karena
238 perhatian terpusat pada rokok.
173

239 Maka banyak orang


240 mengatakan merokok itu bisa
241 untuk menghilangkan stress.
Hiburan 242 Katakanlah sedikit seperti
243 hiburan.
244 Tapi jika pas tidak merokok
245 yang dirasakan apa mbah?
Tidak kecanduan 246 Saya tidak kecanduan, kalau Status perokok subjek-
247 yang kecanduan Ngadiran, tidak kecanduan
248 bangun tidur ngerokok. Kalau
249 saya kalau belum makan,
250 minum ga berani. Saya kalau
251 kerja tidak sambil merokok
252 soalnya ganggu.

Anda mungkin juga menyukai