Anda di halaman 1dari 94

KONSEP DIRI REMAJA INDIGO

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi

Oleh :
TUMBUR DS SILALAHI
NIM : 019114097

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
ii
iii
HALAMAN MOTTO

“Once you’ve come to a decision, follow through with it and give it your all, so you

have no regrets. However, if you’re undecided and unsure, stay that way and follow

through with your indecision”. (Cid, Final fantasy VIII)

iv
HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk:

U Yesus Kristus, sahabat terbaik yang menyertaiku lewat


cara-Nya yang misterius.

U Papa dan Mamaku, atas doa dan semangat yang tak henti

atas langkahku

U Adik-adiku yang mendukung lewat cara yang indah

v
vi
ABSTRAK

KONSEP DIRI REMAJA INDIGO

Tumbur Dimas Sanggapati Silalahi


Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
2009

Penelitian ini adalah studi fenomenologi yang menggambarkan konsep diri


remaja indigo dari pengalaman hidup yang mereka jalani. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui gambaran konsep diri remaja indigo. Pengambilan data
dilakukan dengan cara wawancara terhadap tiga remaja indigo. Wawancara
dilakukan dengan mendalam berdasarkan panduan wawancara yang telah ditentukan.
Sedangkan pemilihan subjek penelitian ditentukan berdasarkan strategi kriteria
sesuai dengan tujuan penelitian.
Pemeriksaan kesahihan data dalam penelitian ini dicapai dengan cara
konfirmasi data dengan subjek.
Secara umum hasil penelitian menunjukkan ketiga subjek memiliki
kecenderungan memandang diri sebagai seorang remaja indigo yang memahami dan
menerima keunikan diri yang tidak dijumpai pada orang lain serta mampu untuk
menggunakan potensi diri dengan baik. Selain itu, ketiga subjek merasa nyaman dan
puas akan keadaan diri, meskipun ada beberapa hal yang harus g dirubah.
Pemahaman diri meliputi pengetahuan, harapan dan evaluasi mengenai keadaan fisik,
keadaan sosial, keadaan moral serta keadaan mengenai konsep-konsep psikologis.

Kata kunci: Konsep diri, remaja indigo

vii
ABSTRACT

SELF CONCEPT OF INDIGO ADOLESCENCE

Tumbur Dimas Sanggapati Silalahi


Faculty of Psychology
Sanata Dharma University
2009

This is a phenomenology research about self concept of indigo adolescence


based on their life experience. The research was conducted to know the self concept
of indigo adolescence. Data on this research was gathered by using an interview
guide that has been done. The researcher was determined subject using operational
construct sampling strategy.
The result credibility of this research was attained using data confirmation.
The result shows all subject have a tendencies to understand and accept the
uniqueness self as an indigo adolescence, which is not belong to other person and
also able to use any talent they have with appropriate. All three subjects also feel
comfort and satisfied with them selves, even though there are few aspects need to be
change. This self-understanding includes knowledge, expectation and evaluation of
physical terms, social terms, moral terms and also psychological terms about self.

Keywords: Self concept, indigo adolescence

viii
ix
KATA PENGANTAR

Ucap Syukur kepada ALLAH Bapa di Sorga melalui anak-Nya yang tunggal

YESUS KRISTUS, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini. Penyertaan

yang IA berikan tak berkesudahan dalam proses pembuatan karya tulis ilmiah ini.

Penelitian berjudul ”Konsep Diri Remaja Indigo” ini disusun sebagai salah satu

syarat dalam menyelesaikan Studi Program Strata 1 pada Program Sudi Psikologi,

Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Selama penulisan karya tulis ilmiah ini, peneliti menyadari akan keterbatasan

diri dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Proses penyelesaian karya tulis

ilmiah ini mendapatkan perhatian dan bantuan dari banyak pihak, baik berupa

dukungan doa, sumbangan pikiran serta sarana dan prasarana. Oleh karena itu,

dengan suka cita dan gembira hati, perkenankanlah penyusun mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Bapak Paulus Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si, selaku Dekan Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma, serta pembimbing akademik atas

bimbingannya.

2. Ibu Maria Laksmi Anantasari, S.Psi., M.Si, selaku dosen pembimbing

skripsi atas arahan, bimbingan dan dorongan bahkan menjadi tempat

berbagi, sehingga penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Ibu Tjipto Susana dan Ibu A.Tanti Arini, yang telah memberikan waktu,

tenaga dan pikiran sebagai dosen penguji.

x
4. Ibu C.H. Siwi Handayani, bapak Y. Heri Widodo dan ibu Henrietta selaku

dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan arahan selama proses

belajar di Fakultas Psikologi Sanata Dharma.

5. Segenap staff pendidik dan pengajar Fakultas Psikologi Sanata Dharma

Yogyakarta, atas pengetahuan dan pengalaman yang dibagikan kepada

penyusun.

6. Kepada mbak Nanik, mas Muji, mas Gandung, mas Doni serta pak Gi yang

menjadi sahabat sehingga saya merasa nyaman dan betah di Fakultas

Psikologi.

7. Kepada dr. Erwin dan ibu Cahya di Klinik Pro-V Jakarta atas waktu dan

bahan referensi yang boleh penyusun peroleh dalam proses penelitian ini.

8. Bapak Tom Suhalim atas diskon foto aura yang telah diberikan kepada

penyusun.

9. Ibu Rossini atas pengalaman, nasehat, arahan serta tempat selama proses

wawancara penelitian ini.

10. Kepada teman-teman yang menjadi subjek yang berperan besar dalam

penelitian ini atas pengalaman yang boleh dibagikan kepada penyusun.

11. Kepada papa, mama, adik-adikku atas dukungan doa dan sarana-prasarana

selama proses penelitian ini

12. Kepada amangboru dan namboru Sirait, atas perlindungan selama penyusun

berada di Jakarta.

13. Silva, anas, tari, sius, aris, jelly, rika atas tawa dan canda serta dorongan

yang diberikan selama proses penyusunan karya ini.

xi
14. Budi, baskoro, yongki, mukil, wawan, ”azzunk”, agung, frans atas

persahabatan selama di Kos paingan.

15. Almarhum Robi yang menjadi sahabat berbagi dan bercanda sejak SD

hingga akhirnya kamu pergi dahulu.

16. Kepada ibu Hera selaku pelatih penyembuhan prana atas bimbingan,

nasehat dan doa yang diberikan.

17. Kak Shinta yang mau merawat dengan tenaga prana saat penyusun sedang

sakit.

18. Kepada Sensei Hendi dan Sensei Teguh atas bimbingannya melalui latihan

Aikido yang bisa berguna dalam menghadapi ujian skripsi.

19. Semua teman-teman angkatan 2001 yang tidak saya sebutkan satu persatu.

Terima kasih atas pengalaman yang menyenangkan sejak awal kuliah.

20. Semua pihak yang tidak saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas segala

bantuan dan keterlibatannya dalam proses belajar di Fakultas Psikologi

Sanata Dharma.

Yogyakarta, September 2009

Penyusun

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii

HALAMAN MOTO ....................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... vi

ABSTRAK ...................................................................................................... vii

ABSRACT ...................................................................................................... viii

PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................................... ix

KATA PENGANTAR .................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvi

BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. . Latar Belakang ……………………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................... 5

C. . Tujuan Penelitian ................................................................................ 5

D. . Manfaat Penelitian .............................................................................. 6

BAB II. TINJAUAN TEORI .......................................................................... 7

A. . Konsep Diri ......................................................................................... 7

1. Pengertian Konsep diri .................................................................... 7

2. Dimensi Konsep Diri ...................................................................... 8

xiii
3. Faktor-Faktor Konsep Diri .............................................................. 10

4. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ....................................... 11

B. Remaja ................................................................................................ 13

1. Pengertian Remaja ........................................................................ 13

2. Batasan Usia Remaja .................................................................... 14

3. Ciri-ciri Remaja ............................................................................. 15

4. Tugas Perkembangan remaja ........................................................ 19

C. Indigo .................................................................................................. 21

1. Pengertian Orang Indigo ................................................................. 21

2. Ciri-ciri orang Indigo ...................................................................... 21

3. Remaja Indigo ................................................................................. 25

4. Konsep Diri Remaja Indigo ............................................................ 26

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 31

A. Jenis Penelitian .................................................................................... 31

B. Subjek Penelitian ................................................................................. 31

C. Batasan Istilah ..................................................................................... 32

D. Cara Pengambilan Data ....................................................................... 33

E. Panduan Wawancara ........................................................................... 34

F. Analisis Data ....................................................................................... 36

G. Pemeriksaan Keabsahan Data Penelitian ............................................ 37

BAB IV. HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN .................................. 38

A. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 38

1. Peralatan yang dipakai .................................................................... 38

xiv
2. Pelaksanaan wawancara .................................................................. 38

a. Wawancara dengan Narasumber ............................................... 38

b. Perkenalan dengan Subjek ........................................................ 39

c. Wawancara dengan Subjek Penelitian ...................................... 40

B. Informasi Responden .......................................................................... 41

C. Hasil Tes ESP ...................................................................................... 41

D. Analisis Data Penelitian ...................................................................... 42

E. Deskripsi Remaja indigo ..................................................................... 48

1. Subjek D .......................................................................................... 48

2. Subjek J ........................................................................................... 52

3. Subjek L .......................................................................................... 56

F. Gambaran Konsep Diri Remaja Indigo ............................................... 61

G. Pembahasan ......................................................................................... 63

BAB V. Kesimpulan dan Saran ...................................................................... 68

A. Kesimpulan .......................................................................................... 68

B. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 68

C. Saran ..................................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 70

LAMPIRAN .................................................................................................... 74

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Waktu dan Tempat Pengambilan Data ........................... 40

Tabel 2. Informasi Responden ............................................................ 41

Tabel 3. Hasil Tes ESP .......................................................................... 42

Tabel 4. Kelompok Interpretasi Pernyataan Subjek ......................... 43

Tabel 5. Kelompok Makna Tema yang Sama ....................................... 46

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seorang indigo memiliki karakteristik unik dan berbeda dengan orang lain

pada umumnya, sehingga keberadaannya menjadi hal yang menarik dibicarakan.

Banyak media cetak dan elektronik belakangan ini mengangkat fenomena indigo.

Perbedaan antara anak indigo dengan anak pada umumnya dapat di lihat dari

kepribadiannya yang jauh lebih matang dari usianya, memiliki tingkat kecerdasan

yang tinggi, kepekaan spiritual yang tinggi, tubuh fisik yang sensitif serta

memiliki kesulitan dengan disiplin yang otoriter (Chapman, 2005; Kusuma 2005).

Carroll dan Tober (1999) mengungkapkan bahwa seorang indigo adalah

seseorang yang memiliki pola perilaku serta atribut psikologis yang belum pernah

diketahui sebelumnya. Istilah indigo diperkenalkan pertama kali oleh Nancy Ann

Tape. Tape meneliti warna aura manusia kemudian memetakan artinya untuk

menandai kepribadiannya. Aura adalah pancaran gelombang elektronik yang

dimiliki oleh seseorang. Warna pancaran aura ini berbeda antara orang yang satu

dengan yang lain. Sebutan indigo muncul karena warna aura yang ia lihat pada

seorang bayi, yaitu warna nila.

Seorang indigo memiliki suatu ciri khas, yaitu old soul, yaitu kepribadian

yang lebih matang daripada kepribadian pada usianya dan tampak sebagai

seseorang yang berwibawa. Ciri-ciri lainnya yaitu memiliki kecerdasan yang

tinggi, kepekaan dan kemampuan spiritual yang tinggi, sulit diatur, cepat bosan

1
2

serta mempunyai sifat pemberontak (“Anak-anak indigo”, no. 19; “Datanglah”,

2004).

Carroll dan Tober (1999), mengungkapkan ciri-ciri seorang indigo, yaitu

memiliki kesulitan menghadapi otoritas mutlak, menolak melakukan kegiatan

tertentu seperti menunggu giliran, tampak sebagai pribadi yang anti sosial (kecuali

dalam kalangannya sendiri), mudah frustrasi menghadapi sistem yang berorientasi

pada ritual dan tidak menuntut kreatifitas, tidak dapat dididik dengan disiplin

kaku, tidak malu membiarkan orang lain mengetahui apa yang mereka butuhkan,

sering menemukan cara yang lebih baik dalam mengerjakan sebuah kegiatan,

penghargaan diri sendiri bukanlah hal yang utama, serta muncul sebagai sosok

yang berwibawa.

Cara yang digunakan untuk memastikan seseorang masuk dalam kategori

indigo adalah, wawancara psikiatri, evaluasi psikologi, evaluasi pedagogi,

pencitraan aura serta hipnografi (Kusuma, 2005). Alat yang digunakan untuk

melakukan pencitraan aura disebut dengan Aura Video Station (AVS) dan aura

imaging photon counter. Selain itu juga diperlukan pengamatan terhadap

perilakunya sehari-hari. Menurut Tom Suhalim seorang pakar AVS, menyatakan

bahwa AVS memiliki keakuratan mencapai 95 % (“Dari sixth sense”, 2007).

Karakteristik seorang indigo yang unik, ternyata menimbulkan masalah.

Ami A. Meutia, seorang peneliti ahli di LIPI serta ibu dari 3 anak indigo,

menuturkan bahwa seorang indigo biasanya mengalami kesulitan dalam

menghadapi aturan di sekolah atau ditempat umum, bahkan ada pula yang tidak

naik kelas (“Anak anda”, 2003). Hal serupa juga diungkapkan oleh McCloskey,
3

seorang psikolog klinis dari Ohio (Carroll & Tober, 1999). Salah satu remaja

indigo berusia 14 tahun yang berada di kliniknya memiliki skor IQ yang

mengagumkan yaitu 129 untuk kemampuan verbal serta 112 untuk kemampuan

visual spatial. Orang tuanya melaporkan remaja tersebut sangat kritis, tetapi

kemampuan akademiknya kurang sehingga harus tinggal kelas.

Kepekaan spiritual yang lebih juga menimbulkan masalah, terutama

terhadap orang tua. Orang tua dari anak indigo sering tidak mempercayai dengan

apa yang dilihat oleh anak-anak mereka. Sehingga anak indigo sering disebut

sebagai pengkhayal bahkan ada yang menyebut gila (“Anak anda”, 2003).

Keberadaan seorang indigo yang memiliki keunikan diri ternyata juga

menimbulkan masalah dan perlakuan berbeda dari orang lain disekitarnya.

Masyarakat belum bisa memahami keberadaan indigo, sehingga seorang indigo

sering mendapat perlakuan yang kurang baik, seperti dianggap anak aneh,

pemberontak atau sebagai seorang yang menderita suatu gangguan atau penyakit.

Melihat pemaparan diatas, tentu akan menimbulkan pertanyaan bagaimana

seorang indigo memandang dan menilai dirinya. Pertanyaan ini akan menjadi

sangat penting terutama pada masa remaja. Seseorang pada masa remaja sedang

memunculkan rasa kesadaran diri yang tinggi terhadap perubahan yang terjadi

pada dirinya. Perubahan yang terjadi pada diri remaja tidak selalu dapat diamati,

ada perubahan yang tidak terlalu tampak untuk diamati contohnya adalah konsep

diri (Gunarsa, 2003).

Konsep diri adalah persepsi kognitif dan evaluasi seseorang secara sadar

mengenai dirinya sendiri. Hal ini merupakan pikiran serta pendapat tentang diri
4

sendiri. (Rice & Dolgin, 2000). Menurut Berzonsky (1981) konsep diri adalah apa

yang seseorang pikirkan tentang dirinya.

Rogers juga mengungkapkan pandangannya tentang konsep diri. Konsep diri

akan mempengaruhi bagaimana seseorang menghargai diri sendiri dan

lingkungannya. Konsep diri yang dimiliki oleh individu yang sehat secara mental,

konsisten dengan apa yang dipikirkan, pengalaman yang diterimanya serta

perilakunya (Rogers dalam Elkins, 1979; “Self Concept”, 2006).

Calhoun dan Acocella (1990) mengungkapkan ada tiga dimensi dalam

konsep diri, yaitu pengetahuan (knowledge), harapan (expectations) dan evaluasi

(evaluation). Dimensi pertama adalah pengetahuan (knowledge), yaitu apa yang

seseorang ketahui tentang dirinya. Dimensi kedua adalah harapan (expectations),

yaitu harapan seseorang tentang dirinya. Dimensi ketiga adalah evaluasi

(evaluation), yaitu pendapat atau pertimbangan seseorang mengenai dirinya.

Konsep diri merupakan hal yang penting pada remaja, karena sesuai dengan

tugas perkembangan remaja. Tugas perkembangan masa remaja berkaitan dengan

diri sendiri dan juga lingkungan sosial yang dihadapinya. Perubahan yang terjadi

pada masa remaja menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian diri

dan membentuk kesadaran diri yang baru, karena remaja mengalami perubahan

pada semua aspek, terutama perubahan pada konsep diri.

Fitts mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri

seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of

reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan (Agustiani, 2006)


5

Seorang Indigo memiliki keunikan diri yang cenderung tampak kurang

dipahami oleh masyarakat, keluarga atau bahkan mungkin dirinya sendiri. Apalagi

ketika seorang indigo memasuki masa remaja yang ditandai dengan kesadaran

yang tinggi atas perubahan yang terjadi atas dirinya.

Remaja indigo yang memiliki keunikan diri yang mungkin belum bisa

dipahami oleh masyarakat, keluarga atau bahkan dirinya sendiri. Meningkatnya

kesadaran atas perubahan yang terjadi pada diri pada masa remaja, bisa membuat

remaja Indigo menjadi kurang memahami keadaan dirinya sehingga muncul

kemungkinan untuk merasa tertekan, menarik diri, sulit untuk menyesuaikan diri

serta sulit untuk mengekspresikan diri (Kusuma, 2005).

Melihat keberadaan remaja indigo, peneliti ingin mengetahui bagaimanakah

gambaran konsep diri remaja indigo dengan keunikan diri yang dimilikinya.

Mengingat bahwa konsep diri akan mempengaruhi bagaimana seseorang

menghargai diri sendiri dan lingkungannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah bagaimana konsep diri yang dimiliki remaja indigo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, adalah untuk menggambarkan konsep diri yang

dimiliki remaja indigo.


6

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian mengenai remaja indigo masih sulit untuk ditemukan di

Indonesia. Diharapkan penelitian ini akan memberikan sumbangan

informasi mengenai konsep diri remaja indigo.

2. Manfaat praktis

a. Bagi subjek penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pemahaman

mengenai konsep diri yang dimiliki remaja indigo sebagai suatu

bahan refleksi diri.

b. Bagi orang tua remaja indigo

Penelitian ini bermafaat sebagai wacana dan bekal untuk

lebih memahami remaja indigo khususnya mengenai konsep diri.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Konsep diri adalah apa yang seseorang pikirkan tentang dirinya (Berzonsky,

1981). Seseorang yang berpikir dirinya lemah, maka perilaku yang muncul, akan

sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Sebaliknya, bila seseorang berpikir dirinya

kuat, maka ia akan memunculkan perilaku yang menunjukkan ia kuat (Combs dkk

dalam Elkins, 1979).

Konsep diri adalah pendapat kita mengenai diri sendiri, pandangan individu

akan dimensi fisik, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahan, kepandaian

dan kegagalan (Joan rais dalam Gunarsa 2003; Cawagas 1983), bahwa konsep diri

adalah pendapat kita mengenai diri sendiri.

Menurut Rice dan Dolgin (2000) konsep diri adalah persepsi kognitif dan

evaluasi seseorang secara sadar mengenai dirinya sendiri. Hal ini merupakan

pikiran serta pendapat tentang diri sendiri. Konsep diri berpengaruh pada

peningkatan kewaspadaan seseorang terhadap pertanyaan apa dan siapa dia. Hal

ini menggambarkan apa yang seseorang lihat ketika melihat dirinya sendiri,

terutama dalam hal karakteristik fisik, keahlian pribadi, sifat, peran dan status

sosial.

7
8

Sedangkan menurut Beck, William dan Paulin (dalam Keliat, 1992), konsep

diri adalah cara seseorang memandang dirinya secara utuh yaitu fisik, emosional,

intelektual, sosial dan spiritual.

Rogers juga mengungkapkan pandangannya tentang konsep diri. Konsep diri

akan mempengaruhi bagaimana seseorang menghargai diri sendiri dan

lingkungannya. Konsep diri yang dimiliki oleh individu yang sehat secara mental,

konsisten dengan apa yang dipikirkan, pengalaman yang diterimanya serta

perilakunya (Rogers dalam Elkins, 1979; “Self Concept”, 2006).

Fitts mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri

seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of

reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan (Agustiani, 2006).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan suatu

persepsi kognitif dan evaluasi diri seseorang terhadap dirinya sendiri secara utuh,

mulai dari karakteristik fisik, daya intelektual, keadaan emosional, status, peran

sosial serta spiritual.

2. Dimensi Konsep Diri

Calhoun dan Acocella (1990) mengungkapkan tiga dimensi dalam konsep

diri, yaitu :

a. Pengetahuan (Knowledge)

Dimensi pertama dari konsep diri adalah pengetahuan (knowledge),

yaitu apa yang seseorang ketahui tentang dirinya. Pengetahuan akan

diri akan membantu memberikan gambaran-gambaran dasar tentang


9

diri kita. Contoh pengetahuan diri seperti usia, jenis kelamin,

pekerjaan, kewarganegaraan, latar belakang budaya, agama. Gambaran

dasar ini membawa seseorang dalam suatu kelompok sosial tertentu,

misalnya perkumpulan pemuda, pendukung suatu partai politik,

anggota penikmat motor besar, kelompok profesi tertentu, kelompok

agama serta kelompok sosial lainnya. Dalam keanggotaan suatu

kelompok, seseorang mudah untuk berpindah keanggotaan ke-

kelompok lain. Meskipun demikian, selama seseorang bergabung

dengan suatu kelompok, maka kelompok tersebut bisa menjadi acuan

informasi tentang keadaan diri kita, yang nantinya diolah untuk

menjadi sebuah potret diri.

Kualitas diri juga termasuk dalam pengetahuan tentang diri.

Kualitas diri diperoleh ketika seseorang membandingkan dirinya

dengan orang lain. Seseorang dapat menganggap dirinya spontan atau

tidak, murah hati atau egois, tenang atau mudah marah, mandiri atau

manja.

b. Pengharapan (Expectations)

Dimensi kedua dalam konsep diri adalah harapan (expectations), yaitu

harapan seseorang tentang dirinya. Harapan menjadi energi pendorong

dan pembimbing tindakan seseorang dalam mewujudkan sesuatu.

Pencapaian sebuah harapan akan memunculkan harapan yang baru

serta akan memberikan informasi yang berguna bagi perkembangan

konsep diri seseorang.


10

c. Evaluasi (Evaluation)

Dimensi ketiga dari konsep diri adalah evaluasi (evaluation), yaitu

pendapat atau pertimbangan seseorang mengenai dirinya. Ada dua

konstruk yang menjadi pertimbangan dalam diri, yaitu pengharapan

akan diri (I could be) dan standar diri yang kita ciptakan (I should be)

(Epstein dalam Calhoun dan Acocella, 1990). Hasilnya adalah

seberapa jauh kita nyaman terhadap diri sendiri. Menurut Marsh dalam

Calhoun dan Acocella (1990), evaluasi terhadap diri merupakan

komponen yang sangat kuat dalam pembentukan konsep diri.

3. Faktor-Faktor Konsep Diri

Menurut Berzonsky (1981), faktor yang membentuk konsep diri adalah:

a. Diri fisik ( Physical self)

Hal-hal yang termasuk dari diri fisik adalah segala sesuatu yang

dimiliki seseorang seperti tubuh, pakaian, dan benda-benda materi

lainnya, dan sebagai aspek utamanya adalah tubuh. Tubuh merupakan

dasar dari seseorang untuk memiliki konsep tentang dirinya.

b. Diri sosial (Social self)

Diri sosial berisi peran-peran sosial remaja serta evaluasi mengenai

peran yang ia mainkan.

c. Diri moral (Moral self)

Diri moral berisi nilai-nilai dan prinsip yang menunjukkan arti hidup

dan jalan hidup seseorang.


11

d. Diri psikologis (Psychological self)

Diri psikologis merupakan kumpulan konsep buah pikiran, perasaan

dan sikap.

4. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Rice dan Dolgin (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi konsep

diri adalah :

a. Orang lain yang berpengaruh (Significant others)

Orang yang berpengaruh adalah individu yang sangat penting

keberadaannya. Mereka sangat berpengaruh dan pendapat-pendapat

mereka sangat berarti. Pengaruh yang mereka bawa sangat tergantung

dari tingkat keterlibatan dan keintiman, dukungan yang diberikan serta

kekuatan dan otoritas yang diberikan kepadanya.

b. Hubungan keluarga (Parental relationship)

Perkembangan diri pada remaja dihubungkan dengan kesediaan orang

tua memberikan otonomi diri, penerimaan dari orang tua, komunikasi,

keikutsertaan serta kontrol yang diterapkan.

c. Status sosial-ekonomi (Socio-economics status)

Status sosial-ekonomi tidak memberikan dampak langsung bagi

perkembangan diri seseorang. Status ini sebenarnya mempengaruhi

hubungan antara orang tua dan anak remaja mereka. Kasih sayang dari

orang tua terhadap remaja menjadi berkurang karena aktivitas sosial-

ekonomi, sehingga berpengaruh pada perkembangan konsep diri.


12

d. Ras dan kewarganegaraan (Race and nationality)

Konsep diri akan berkembang baik, bila mereka memiliki identitas

etnis yang positif. Remaja yang belum nyaman dengan identitas etnis

yang dimiliki, mereka cenderung memiliki konsep diri yang buruk.

e. Gender

Pengaruh Gender, terasa terutama pada remaja putri. Beberapa alasan

yang dikemukakan para ahli seperti, maskulinitas yang dianggap lebih

penting daripada feminitas, pengaruh media tentang gambaran tubuh

perempuan serta penilaian akan diri yang selalu berasal dari kesan

tubuh.

f. Kekurangan Fisik (Physical disabilities)

Remaja yang memiliki kekurangan fisik akan kesulitan

mengembangkan konsep diri yang positif. Merupakan sesuatu hal yang

pasti ketika ketertarikan dan penerimaan fisik orang lain merupakan

hal yang mempengaruhi perkembangan konsep diri.

g. Stres (Stress)

Kejadian-kejadian negatif yang muncul di kehidupan remaja bisa

mempengaruhi konsep dirinya. Bila konsep diri terpengaruh, maka

aspek lain dari kehidupan seorang remaja juga akan terpengaruh.

Contoh kejadian negatif itu seperti, kematian, gagal ujian, pindah

sekolah atau rumah, sakit, masalah dalam pekerjaan, masalah dalam

hubungan sosial, mendapat anggota keluarga baru serta perceraian.


13

Menurut Fitts (Agustiani, 2006), faktor-faktor yang mempengaruhi konsep

diri adalah:

a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal yang memunculkan

perasaan positif dan perasaan berharga

b. Kompetensi yang dihargai oleh individu dan orang lain

c. Aktualisasi diri atau implementasi dan realisasi diri dari potensi

pribadi yang sebenarnya

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor yang dapat

mempengaruhi konsep diri seseorang adalah orang lain yang berpengaruh,

hubungan keluarga, status sosial-ekonomi, ras dan kewarganegaraan, gender,

kekurangan fisik, stres, pengalaman, kompetensi yang dihargai serta aktualisasi

diri.

B. Remaja

1. Pengertian Remaja

Adolescence berasal dari bahasa Latin yaitu adolescere, yang artinya

bertumbuh atau berkembang menuju kedewasaan. Masa ini merupakan masa

transisi dari masa kanak-kanak menuju ke-kedewasaan. (Gunarsa, 2003). Menurut

Hall, masa ini disebut dengan masa topan dan badai, yang artinya pikiran,

perasaan dan tindakan remaja sering berubah-ubah antara membuat keputusan dan

tidak, kesombongan dan kerendahan hati, kekanak-kanakan dan tiba-tiba bersikap

dewasa. Hal ini dimungkinkan karena adanya perubahan pada berbagai aspek,

seperti fisik, emosi, sosial, minat dan kognitif (Santrock, 2003).


14

Remaja adalah seseorang yang berada pada masa peralihan dimana individu

tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak, akan tetapi dilihat dari

pertumbuhan fisiknya, ia belum dapat dikatakan orang dewasa (Zulkifli dalam

Nugroho, 2006).

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa remaja adalah seseorang yang

berada pada masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa, yang

ditandai dengan perubahan pada berbagai aspek, seperti fisik, emosi, sosial, minat

dan kognitif. Disebut dengan masa peralihan, karena remaja tidak dapat

digolongkan sebagai anak dan belum masuk pada kategori dewasa. Pada masa ini,

remaja sering memperlihatkan perilaku yang ambigu sehingga terkadang menjadi

masa tersulit untuk mereka lewati.

2. Batasan Usia Remaja

Menurut Hall (Hall dalam Santrock, 1997), usia remaja (adolescence)

ditetapkan antara usia 12 – 25 tahun yang mencerminkan kebudayaan modern

yang penuh gejolak akibat pertentangan nilai-nilai.

Menurut Sarwono (2006), pedoman umum yang dapat digunakan sebagai

batasan usia remaja Indonesia adalah usia 11-24 tahun dan belum menikah,

dengan pertimbangan-pertimbangan:

a. Usia sebelas tahun adalah usia ketika tanda-tanda seksual sekunder

mulai tampak

b. Usia sebelas tahun, sudah dianggap akil balik, baik menurut adat

maupun agama
15

c. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan

perkembangan jiwa, seperti tercapainya identitas diri (menurut

Erikson), tercapainya fase genital (menurut Freud) dan tercapainya

perkembangan moral (menurut Kohlberg) dan Kognitif (menurut

Piaget).

d. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi

peluang bagi mereka yang masih menggantungkan diri pada orang tua.

e. Status perkawinan pada masyarakat Indonesia sangat penting.

Seseorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan

diperlakukan sebagai orang dewasa, baik secara hukum maupun dalam

kehidupan masyarakat dan keluarga.

Dalam pembahasan berikutnya istilah adolescence diartikan dengan

“remaja” yang meliputi seluruh perkembangan serta menggunakan batasan umur

11 sampai 24 tahun dan belum pernah menikah. Pertimbangan yang dipakai

adalah, usia 11 tahun merupakan awal dari masa pubertas yang ditandai dengan

munculnya tanda-tanda seksual sekunder serta dianggap sudah akil balik.

Sedangkan usia 24 tahun merupakan masa untuk lepas dari ketergantungan orang

tua. Individu yang sudah menikah, bagi masyarakat Indonesia, sudah dianggap

sebagai individu yang dewasa secara penuh.

3. Ciri-ciri Remaja

Remaja sering menunjukkan sikap dan perilaku yang ambigu. Suatu waktu,

remaja ingin menampilkan sosok yang mandiri dan bertanggung jawab, sementara
16

pada saat yang lain menunjukkan perilaku ingin diperhatikan oleh orang lain,

manja dan kekanak-kanakan (Purwadi, 2004).

Menurut Horrocks (1976), masa remaja merupakan masa penyesuaian

terhadap diri sendiri dan lingkungannya, serta integrasi dan kejelasan dari konsep-

konsep yang membentuk diri. Masa ini sangat penting dalam menentukan status

diri dan peran sosial di masa yang akan datang.

John Hill (Steinberg, 2002) mengungkapkan ada 3 pola umum yang

menandai perkembangan remaja, yaitu :

a. Permulaan pubertas (segi biologis)

Permulaan pubertas berawal dari haid atau mimpi basah pertama, serta

perubahan pada segi fisik. Karakteristiknya ditunjukkan dengan

berkembangnya payudara pada perempuan, tumbuhnya rambut di

sekitar wajah pada laki-laki, bertambahnya tinggi dan volume tubuh,

serta kemampuan reproduksi yang aktif.

b. Meningkatnya kemampuan berpikir (segi kognitif)

Selama masa remaja, meningkatnya kemampuan berpikir merupakan

salah satu perubahan besar yang terjadi. Remaja mampu berpikir

hipotetis (kejadian yang belum terjadi tetapi akan terjadi atau mungkin

terjadi) dengan lebih baik serta mampu untuk berpikir mengenai

konsep abstrak seperti persahabatan, demokrasi, dan moralitas.

Kemampuan berpikir ini akan mempengaruhi remaja dalam berpikir

tentang keadaan diri sendiri, hubungan sosial yang dijalani, serta dunia

disekitar mereka.
17

c. Transisi peran sosial yang baru (segi sosial)

Perubahan pada peranan sosial yang baru akan membuat remaja untuk

bisa melakukan akitivitas yang sebelumnya dilarang, seperti bekerja

dan menikah, yang secara dramatis merubah pandangan diri dan

hubungan sosial dengan orang lain.

Elkind menyatakan terdapat perilaku spesifik pada remaja berdasarkan

wawasan pengalaman yang terbatas dan pola pikir yang masih abstrak (Mukhtar,

Ardiyanti & Sulistyaningsih, 2001) :

a. Menemukan kesalahan pada figur otoritas

Remaja menemukan, bahwa orang dewasa yang menjadi panutannya

memiliki kekurangan, sehingga remaja sering memprotes. Namun

remaja juga merasa tidak mampu untuk menghadapinya.

b. Mengemukakan pendapatnya

Remaja cenderung berkeinginan untuk melatih kemampuan

mengeksplorasi lingkungan sekitar seperti yang mereka inginkan.

c. Ketidakmampuan mengambil keputusan

Remaja sering merasa kesulitan katika diminta mengambil keputusan,

karena remaja cenderung lebih memperhatikan pilihan-pilihan yang

ditawarkan pada mereka.

d. Ketidakonsistenan sikap dengan perilaku

Remaja sering memperlihatkan perilaku yang tidak sesuai dengan

sikap yang dimilikinya.


18

e. Sadar diri

Remaja mulai menempatkan dirinya pada tempat orang lain, dan

berusaha untuk dapat memahami apa yang orang lain pikirkan. Remaja

melakukan ini karena mereka sering kesulitan membedakan antara hal

yang menarik dirinya dengan hal-hal yang menarik orang lain.

f. Personal fable

Keyakinan dalam diri remaja bahwa dirinya unik dan spesial

dibandingkan dengan lingkungannya serta tidak ada yang mampu

memahami dirinya kecuali dirinya sendiri. Remaja merasa bahwa apa

yang terjadi pada lingkungannya atau orang lain, tidak mungkin terjadi

pada dirinya.

Lewin menggambarkan tingkah laku yang menurut pendapatnya akan selalu

terdapat pada remaja (Sarwono, 2006) :

a. Pemalu dan perasa, tetapi sekaligus cepat marah dan agresif,

sehubungan dengan belum jelasnya batas-batas antara berbagai sektor

di lapangan psikologi remaja

b. Remaja secara terus-menerus merasakan pertentangan antara sikap,

nilai, ideologi dan gaya hidup. Keadaan ini dipertajam dengan keadaan

peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

c. Konflik sikap, nilai dan ideologi muncul dalam bentuk ketegangan

emosi yang meningkat


19

d. Ada kecenderungan pada remaja untuk mengambil posisi yang sangat

ekstrim dan mengubah kelakukannya secara drastis. Akibatnya sering

muncul tingkah laku radikal dan memberontak di kalangan remaja.

e. Bentuk-bentuk khusus dari tingkah laku remaja pada berbagai individu

yang berbeda akan sangat ditentukan oleh sifat dan kekuatan

dorongan-dorongan yang saling berkonflik tersebut.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri remaja adalah

dimulainya permulaan pubertas, meningkatnya kemampuan berpikir terutama

mengenai diri sendiri sehingga muncul adanya personal fable atau keyakinan

bahwa dirinya unik, adanya peralihan peran sosial yang baru, munculnya

pertentangan antara sikap, nilai, ideologi dan gaya hidup, masa penyesuaian

terhadap diri sendiri dan lingkungannya, serta integrasi dan kejelasan dari konsep-

konsep yang membentuk diri.

4. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan remaja adalah tugas yang muncul pada periode remaja

secara sinambung, yaitu dijalani individu selama kurun waktu remaja, dan sebagai

bahasan mengenai apa yang akan dan seharusnya dilakukan oleh seorang individu

(Havighurst dalam Agustiani, 2006).

Tugas perkembangan masa remaja berkaitan dengan diri sendiri dan juga

dengan lingkungan sosial yang dihadapinya. Perubahan yang terjadi pada masa

remaja menuntut individu untuk melakukan penyesuaian diri dan membentuk


20

kesadaran diri yang baru, karena remaja mengalami perubahan pada semua area,

terutama perubahan pada konsep diri.

Tugas perkembangan remaja dapat dilihat sebagai berikut (Agustiani 2006) :

a. Mencapai relasi baru yang lebih matang dengan teman seusia dari dua

jenis kelamin.

b. Menjalankan peran sebagai pria dan wanita

c. Menerima perubahan fisik dan menggunakannya secara efektif

d. Mencapai ketidaktergantungan secara emosional dari orang tua dan

orang dewasa lain

e. Menyiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga

f. Menyiapkan diri untuk karir ekonomi

g. Menunjukkan minat terhadap masalah filosofis dan religius

h. Mencapai dan diharapkan untuk memiliki tingkah laku sosial secara

bertanggungjawab.

i. Mengetahui siapa diri dan apa yang diinginkan

j. Menjalin komunikasi dengan orang tua

k. Kemampuan mengekspresikan rasa suka dan tidak suka terhadap

lawan jenis

l. Mampu melakukan cara mengatur diri


21

C. Indigo

1. Pengertian Orang Indigo

Istilah indigo diperkenalkan oleh Nancy Ann Tape. Tape meneliti warna

aura manusia kemudian memetakan artinya untuk menandai kepribadiannya.

Sebutan indigo muncul karena warna aura yang ia lihat, yaitu warna nila (Caroll

& Tober, 1999). Kata Indigo merupakan kosakata yang diambil dari bahasa

Spanyol yang artinya nila.

Menurut Carroll dan Tober (1991) indigo didefinisikan sebagai seseorang

yang memiliki perilaku serta atribut psikologis yang belum pernah diketahui

sebelumnya. Perilaku tersebut mengakibatkan perubahan perilaku pada orang

yang berinteraksi dengan mereka. Selain itu, indigo juga di definisikan sebagai

seseorang yang memiliki karakter yang sangat unik (Chapman, 2005).

Melihat pemaparan diatas, maka seorang indigo di definisikan sebagai

seseorang yang memiliki karakteristik unik dan perilaku yang belum pernah

diketahui sebelumnya. Agar lebih jelas, maka karakteristik individu indigo akan

dijelaskan pada sub-bab selanjutnya.

2. Ciri-ciri Orang Indigo

Carol dan Tober (1999), mengungkapkan ciri seorang indigo, yaitu :

a. Memiliki kesulitan menghadapi otoritas mutlak

b. Menolak melakukan kegiatan tertentu –seperti menunggu giliran-

c. Tampak sebagai pribadi yang anti sosial (kecuali dalam kalangannya

sendiri) dan sekolah adalah hal yang sulit dihadapi secara sosial.
22

d. Mudah frustrasi menghadapi sistem yang berorientasi pada ritual dan

tidak menuntut kreatifitas

e. Tidak dapat dididik dengan disiplin kaku

f. Sering menemukan cara yang lebih baik dalam mengerjakan sebuah

kegiatan

g. Tidak malu membiarkan orang lain mengetahui apa yang mereka

butuhkan

h. Penghargaan diri sendiri bukanlah hal utama yang mereka cari

i. Muncul sebagai sosok yang berwibawa.

Sedangkan menurut dr. Erwin Kusuma (2005) ahli psikiater spiritual yang

sering menangani anak dan remaja indigo, mengungkapkan tujuh sifat umum

seorang indigo :

a. Cerdas (Superior)

b. Dapat melakukan sesuatu yang belum pernah diajarkan (Serendipity).

c. Pembicaraannya jauh melampaui anak sebayanya

d. Dapat membaca perasaan, kemauan dan pikiran orang lain

e. Dapat mengetahui keberadaan makhluk halus

f. Dapat mengetahui sesuatu yang sudah berlalu dan yang akan datang,

termasuk tentang dirinya

g. Lebih tertarik pada hal-hal yang berkaitan dengan alam dan

kemanusiaan.
23

Selain pendapat di atas, ada sebuah situs web yang menulis tentang ciri-ciri

umum seorang indigo yaitu www.metagiifted.org (2006) :

a. Memiliki masalah dengan menuruti displin

b. Menolak perintah atau pengarahan

c. Tidak sabar

d. Membenci hal-hal yang bersifat rutin

e. Tidak patuh pada norma-norma sosial

f. Cepat bosan

g. Memiliki kepercayaan diri yang tinggi

h. Biasanya sangat cerdas

i. Memiliki kekuatan batin dan atau keterampilan spiritual

j. Memiliki empati yang sangat kuat terhadap orang lain atau tidak sama

sekali

k. Memiliki intuisi yang kuat

l. Memiliki tatapan yang bijak dan dalam

m. Kreatif

n. Memiliki kekuatan untuk melihat kejadian di waktu yang akan datang

Chapman (2005), juga mengungkapkan ciri-ciri umum indigo :

a. Kesulitan dengan kedisplinan otoritas

b. Menolak mengikuti perintah atau pengarahan

c. Mudah frustrasi dengan sistem ritual yang diorientasikan, menuntut

kreatifitas
24

d. Kebanyakan non-konformis

e. Mudah bosan

f. Sering diduga mengidap ADD atau ADHD karena tidak bisa fokus

pada satu hal

g. Mudah berpindah-pindah tetapi dapat melakukan banyak hal dalam

satu waktu

h. Tidak memberi atas respon atas kesalahan, menginginkan alasan yang

tepat

i. Sering meluapkan kebenaran secara lahiriah daripada dipendam dan

memiliki masalah dengan temperamen.

j. Memiliki metode yang efektif dalam mengerjakan tugas

k. Kreatif

l. Memperlihatkan intuisi yang kuat

m. Mempunyai rasa empati yang besar terhadap orang lain dan bahkan

tidak empati

n. Mengembangkan pemikiran abstrak di usia muda

o. Mempunyai pandangan dewasa, mendalam dan arif

p. Mempunyai ketrampilan spiritual

Melihat pemaparan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai ciri-ciri

seorang indigo :

a. Kesulitan menghadapi otoritas mutlak, perintah dan disiplin kaku, serta

non-konformis.
25

b. Tampak sebagai pribadi yang anti sosial (kecuali dalam kalangannya

sendiri).

c. Membenci hal-hal yang bersifat rutin

d. Sulit fokus pada satu hal karena mudah bosan, sehingga sering

didiagnosa penderita ADD atau ADHD.

e. Memiliki rasa percaya diri yang tinggi

f. Cerdas, mampu melakukan sesuatu yang belum pernah diajarkan.

g. Kreatif, mampu menemukan metode yang efektif dalam mengerjakan

suatu kegiatan

h. Memiliki intuisi yang kuat.

i. Memiliki ketrampilan spiritual, misalnya membaca perasaan, kemauan

dan pikiran orang lain, keberadaan makhluk halus, serta kejadian

lampau dan yang akan datang.

j. Mempunyai pandangan dewasa

k. Tertarik pada hal-hal yang berkaitan dengan alam dan kemanusiaan.

3. Remaja Indigo

Remaja adalah seseorang yang berada pada masa peralihan dari masa kanak-

kanak menuju masa dewasa, yang ditandai dengan perubahan dari berbagai aspek,

seperti aspek fisik, kognitif, emosi dan sosial. Disebut dengan masa peralihan

karena remaja tidak dapat digolongkan sebagai anak dan belum masuk pada

kategori dewasa.
26

Seorang indigo juga pasti akan melewati masa remaja dan akan berhadapan

dengan berbagai perubahan yang terjadi pada masa ini. Perubahan yang terjadi

mencakup berbagai aspek seperti aspek fisik, kognitif, emosi serta sosial.

Menurut Carroll dan Tober (1999), seorang indigo adalah seseorang yang

memiliki pola perilaku serta atribut psikologis yang belum pernah diketahui

sebelumnya. Pola perilaku tersebut mengakibatkan perubahan perilaku pada orang

yang berinteraksi dengan mereka.

Ciri-ciri seorang indigo adalah memiliki kesulitan menghadapi otoritas

mutlak, perintah dan disiplin kaku serta non konformis, tampak sebagai pribadi

yang anti sosial, membenci hal-hal yang bersifat rutin, sulit fokus pada satu hal

karena mudah bosan. Kemudian cerdas, kreatif, serta mampu melakukan sesuatu

yang belum pernah diajarkan sebelumnya. Ciri berikutnya adalah memiliki

metode yang efektif dan lebih baik dalam mengerjakan suatu kegiatan, memiliki

kecerdasan dan ketrampilan spiritual, mempunyai pandangan dewasa, lebih

tertarik pada hal-hal yang berkaitan dengan alam dan kemanusiaan.

Melihat pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa remaja indigo adalah

seorang indigo yang berada pada masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju

ke masa dewasa dan memiliki pola perilaku unik serta atribut psikologis yang

belum pernah diketahui sebelumnya.

D. Konsep Diri Remaja Indigo

Konsep diri merupakan persepsi kognitif dan evaluasi diri seseorang

terhadap dirinya sendiri secara utuh, mulai dari karakteristik fisik, daya intelek-
27

tual, keadaan emosional, status dan peran sosial serta spiritual. Konsep diri akan

menjadi kerangka acuan seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan. Selain

itu, konsep diri juga akan mempengaruhi bagaimana seseorang menghargai diri

sendiri dan lingkungannya.

Dimensi dari konsep diri ada tiga, yaitu pengetahuan diri, harapan diri dan

evaluasi diri. Sedangkan faktor yang membentuk konsep diri adalah faktor diri

fisik, faktor diri sosial, faktor diri moral dan faktor diri psikologis. Kedua hal ini

akan berpengaruh besar terhadap pembentukan konsep diri.

Tantangan yang akan dihadapi oleh remaja berasal dari dalam diri serta dari

luar diri. Tantangan dari dalam diri adalah menghadapi berbagai perubahan yang

terjadi pada masa remaja dan mencari serta menegaskan jati diri. Sedangkan dari

luar, remaja harus menghadapi dunia luar yang penuh dengan tantangan yang

beragam.

Remaja indigo juga akan melewati masa remaja dengan penuh tantangan ini.

Bagi remaja indigo, masa remaja sepertinya akan lebih berat untuk dihadapi,

karena remaja indigo memiliki kelebihan seperti memiliki keterampilan spiritual

dan kecerdasan yang tinggi yang tidak selalu dimiliki oleh remaja lainnya serta

adanya ketidaksesuaian antara keunikan diri dengan keluarga dan masyarakat di

sekitarnya. Ketidakcocokan antara keunikan remaja indigo dengan masyarakat,

bisa mempengaruhi bagaimana konsep diri pada remaja indigo.

Ketidakcocokan antara keunikan remaja indigo dengan keluarga dan

masyarakat dapat memunculkan perasaan-perasaan yang cenderung negatif,

misalnya perasaan gagal dalam berhubungan sosial. Perasaan negatif yang muncul
28

bisa mempengaruhi konsep diri remaja indigo, apalagi pada masa remaja muncul

konsep keyakinan pada diri remaja bahwa dirinya unik dan tidak ada yang bisa

memahami diri sendiri kecuali dirinya sendiri (disebut juga personal fable) serta

adanya kecenderungan pada remaja untuk mengambil posisi yang sangat ekstrim

sehingga mengubah tingkah lakunya secara drastis. Akibatnya sering muncul

tingkah laku radikal dan memberontak di kalangan remaja.

Remaja indigo menyadari bahwa mereka berbeda dengan remaja lainnya,

seperti pola berpikir dan menganalisa, kemampuan mengetahui hal-hal yang kasat

mata. Hal ini merupakan kompetensi yang dimiliki oleh remaja indigo, bila

kompetensi ini tidak dihargai bisa muncul berbagai julukan, seperti anak aneh,

pengkhayal, pemberontak, dianggap gila, penderita ADD atau ADHD atau

dianggap penderita autisme. Secara otomatis julukan ini memberikan pengetahuan

akan keadaan diri remaja indigo. Pengetahuan akan diri merupakan dimensi

pertama dalam konsep diri.

Calhoun dan Acocella (1990) menjelaskan, bahwa dimensi harapan menjadi

energi pendorong dan pembimbing tindakan seseorang dalam mewujudkan

sesuatu. Maka ketika remaja indigo memiliki pengetahuan akan diri, mereka tidak

hanya membangun harapan tetapi juga berusaha untuk mewujudkannya dan dalam

usahanya mereka akan berhadapan dengan diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Remaja indigo yang berhasil dalam mewujudkan harapan-harapannya, ia

akan memunculkan harapan-harapan yang baru dan menilai diri berdasarkan hasil

yang diperolehnya. Namun bila ia tidak berhasil, maka ia mungkin tidak akan
29

memunculkan harapan yang baru dan bertanya kepada diri apa yang membuat

harapannya tidak terwujud.

Penilaian akan diri merupakan dimensi ketiga dari dimensi konsep diri yaitu

evaluasi diri. Hasil penilaian diri adalah seberapa jauh kita nyaman terhadap diri

sendiri. Dimensi ketiga merupakan komponen yang paling kuat dalam

mempengaruhi konsep diri (Marsh dalam Calhoun dan Acocella, 1990).

Penilaian terhadap diri bisa berasal dari lingkungan sekitar atau dari diri

sendiri. Penilaian diri akan menghasilkan perasaan nyaman atau tidak nyaman

akan keadaan diri.

Rogers menjelaskan bahwa konsep diri akan mempengaruhi bagaimana

seseorang menghargai diri sendiri dan lingkungannya (Rogers dalam Elkins,

1979; “Self Concept“, 2006). Hal ini juga berlaku bagi remaja indigo yang

memiliki keunikan diri yang kurang dipahami oleh masyarakat, keluarga bahkan

dirinya sendiri. Remaja indigo yang kurang memahami keadaan diri sendiri dan

lingkungan akan mempengaruhi bagaimana ia menghargai diri sendiri dan

lingkungan sekitarnya.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian fenomenologi yaitu sebuah penelitian untuk

menggambarkan pengalaman hidup mengenai sebuah konsep. Hal yang penting

dalam penelitian fenomenologi adalah kesadaran pada pengalaman. (Creswell,

1997).

Konsep yang akan diteliti adalah mengenai gambaran konsep diri remaja

indigo. Teknik pengambilan data yang akan digunakan adalah teknik wawancara

menggunakan pedoman umum. Hasil dalam penelitian ini adalah gambaran

konsep diri remaja indigo. Subjek dalam penelitian ini tidak untuk

digeneralisasikan ke dalam kelompok yang lebih besar.

B. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah remaja indigo, yaitu seorang indigo yang

berada pada masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa.

Kriteria remaja indigo dalam penelitian ini berusia antara 11-24 tahun dan

memiliki ciri-ciri umum indigo.

Pemilihan subjek dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik berdasarkan

teori atau berdasarkan konstruk operasional (theory based/operational construct

sampling) yaitu subjek dipilih dengan dengan kriteria tertentu, berdasarkan teori

31
32

atau konstruk operasional sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik ini dipilih agar

subjek dapat mewakili fenomena yang akan dipelajari (Poerwandari 2005).

C. Batasan Istilah

Penelitian ini merupakan penelitian fenomenologi yang akan memberikan

gambaran mengenai konsep diri remaja indigo.

Konsep yang akan diteliti adalah konsep diri. Konsep diri adalah suatu

persepsi kognitif dan evaluasi diri seseorang dalam penelitian ini adalah remaja

indigo mengenai dirinya sendiri secara utuh, mulai dari karakteristik fisik, daya

intelektual, keadaan emosional, status, peran sosial serta spiritual. Konsep diri

terdiri dari 3 dimensi :

1. Pengetahuan (Knowledge), yaitu apa yang seseorang ketahui tentang

dirinya. Pengetahuan akan diri akan membantu memberikan

gambaran-gambaran dasar tentang diri kita yang nantinya diolah untuk

menjadi sebuah potret diri. Contoh pengetahuan diri seperti usia, jenis

kelamin, pekerjaan, kewarganegaraan, latar belakang budaya, agama,

kualitas diri.

2. Harapan (Expectations), yaitu harapan seseorang tentang dirinya.

Harapan menjadi energi pendorong dan pembimbing tindakan

seseorang dalam mewujudkan sesuatu. Pencapaian sebuah harapan

akan memunculkan harapan yang baru serta akan memberikan

informasi yang berguna bagi perkembangan konsep diri seseorang.


33

3. Evaluasi (Evaluation), yaitu pendapat atau pertimbangan seseorang

mengenai dirinya. Ada dua konstruk yang menjadi pertimbangan

dalam diri, yaitu pengharapan akan diri (I could be) dan standar diri

yang kita ciptakan (I should be) (Epstein dalam Calhoun dan Acocella,

1990). Hasilnya adalah seberapa jauh kita nyaman terhadap diri

sendiri.

Data mengenai konsep diri diperoleh melalui wawancara yang relevan

dengan tujuan penelitian.

D. Cara Pengambilan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara

pada subjek yang telah ditentukan dan kemudian hasil wawancara direkam

menggunakan perekam suara. Sebagai data tambahan digunakan alat tes berupa

kartu ESP atau kartu Zener, guna mengetahui keterampilan spiritual yang dimiliki

oleh subjek

1.Wawancara

Wawancara adalah percakapan yang dilakukan dua pihak dengan

maksud tertentu (Moleong, 2006). Poerwandari (2005) menyatakan

wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk

mencapai tujuan tertentu.

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan petunjuk umum wawancara. Pendekatan ini

mengharuskan peneliti untuk membuat kerangka dan garis besar


34

pokok-pokok yang dirumuskan tanpa menentukan urutan pertanyaan.

Panduan wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti mengenai

aspek-aspek yang akan dibahas. (Moleong, 2006; Poerwandari, 2005).

2.Tes ESP

Tes ESP (Extra Sensory Perception) adalah cara yang digunakan untuk

mengetahui keterampilan spiritual yang dapat dimiliki oleh seseorang.

Alat yang dipergunakan adalah kartu ESP atau Kartu Zener yaitu.

sebuah set atau materi standar yang mirip dengan tumpukan kartu

permainan. Kartu ini didesain untuk percobaan pada ESP (Extra

Sensory Perception) serta fenomena parapsikologi.

Dalam penelitian ini, tes ESP digunakan untuk mengetahui

keberadaan ESP (Extra Sensory Perception) pada masing-masing

subjek secara ilmiah. Cara yang digunakan adalah meminta subjek

untuk menebak gambar pada kartu ESP dengan posisi terbalik dan

telah diacak.

E. Panduan Wawancara

Berikut akan dipaparkan hal yang akan diungkapkan dalam wawancara :

1. Latar belakang subjek :

a. Nama

b. Jenis Kelamin

c. Umur
35

d. Keadaan keluarga secara umum

e. Relasi dalam keluarga

f. Relasi sosial

2. Konsep diri

a. Dimensi pengetahuan (knowledge)

1. Apa yang kamu ketahui tentang tubuh fisikmu ?

2. Bagian tubuh mana yang kamu sukai? Bisa diceritakan

alasannya?

3. Bisa cerita apa yang kamu ketahui tentang anak indigo?

4. Apa yang kamu ketahui tentang kelebihanmu ?

5. Apakah anda pernah dianggap memiliki suatu gangguan

tertentu ?

6. Apa yang anda sukai dari diri anda ?

7. Bisakah anda ceritakan tentang pengalaman hidup anda

yang menurut anda berkesan ?

b. Dimensi harapan (expectation)

1. Bisakah anda menceritakan suatu yang menjadi keinginan

anda dalam hidup ini ?

2. Apa yang ingin bisa anda lakukan dengan kelebihan yang

anda miliki ?

3. Bisakah anda ceritakan mengenai harapan keluarga

terhadap diri anda ?


36

4. Bisakah anda ceritakan hal yang ingin anda rubah dari diri

anda?

c. Dimensi evaluasi

1. Apa yang anda pikirkan ketika anda belum berhasil menjadi

seseorang yang anda harapkan ?

2. Apa yang ada di pikiran anda bila tidak berhasil

mewujudkan sesuatu ?

3. Apakah anda merasa puas dengan keadaan diri anda

sekarang ?

F. Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah suatu upaya yang dilakukan dengan bekerja

menggunakan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan

yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang

diceriterakan kepada orang lain (Moloeng, 2006)

Data yang diperoleh dari hasil wawancara akan diolah dengan langkah-

langkah sebagai berikut :

1. Membaca seluruh teks wawancara

2. Memilih jawaban berdasarkan topik yang diteliti

3. Memberikan deskripsi makna pada jawaban yang telah dipilih

4. Memberikan kode tertentu pada jawaban yang telah dipilih

5. Mengelompokkan deskripsi makna


37

6. Menarik tema dari pengelompokkan deskripsi makna yang sudah

tersedia

7. Mengembangkan deskripsi narasi secara keseluruhan sehingga terlihat

gambaran konsep diri remaja indigo

G. Pemeriksaan Keabsahan Data Penelitian

Keabsahan data penelitian ini dapat dicapai dengan menggunakan strategi

member-checking. Dalam strategi ini, peneliti menguji keakurasian pernyataan

temuannya dengan meminta partisipan untuk membaca keseluruhan laporan atau

deskripsi yang terkait dengan partisipan tersebut. Pernyataan dapat dianggap

terpercaya jika partisipan merasa temuan tersebut dapat menggambarkan realitas

yang dialaminya (Cresswell, 2003; Danim, 2002).

Seluruh hasil penelitian dikirimkan kembali ke masing-masing subjek pada

tanggal 12 Oktober 2008. Peneliti memperoleh jawaban dari masing-masing

subjek pada tanggal 8 Januari 2009 untuk subjek D, tanggal 11 Januari 2009 untuk

subjek L dan tanggal 15 Januari untuk subjek J. Hasilnya adalah masing-masing

subjek menyatakan hasil penelitian sesuai dengan keadaan diri.


BAB IV

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

1. Peralatan yang dipakai

Beberapa peralatan yang dipakai peneliti dalam proses memperoleh data

adalah :

1. Alat perekam merk Sony tipe TCM-400DV

2. Kaset perekam merk TDK-B dengan durasi 60 menit

3. Pedoman wawancara

4. Kartu Zener atau kartu ESP beserta lembar administrasinya

2. Pelaksanaan Wawancara

a. Wawancara dengan narasumber (dr. T.E. Kusuma)

Wawancara dengan nara sumber dilakukan di Klinik Pro-revital, Indra

Sentral Cempaka Putih Blok AH/AI, Jakarta Pusat. Berikut dibawah ini adalah

pelaksanaan wawancara :

1. Wawancara pertama :

Tanggal : 2 Desember 2006

Waktu : Pukul 11.00 WIB

Tujuan : 1. Perkenalan

2. Penambahan sumber referensi berupa buku,

38
39

artikel serta wawancara singkat terkait dengan

anak indigo

2. Wawancara kedua :

Tanggal : 11 Agustus 2007

Waktu : 15.00 WIB

Tujuan : 1. Penyerahan surat permohonan ijin penelitian

2. Persiapan wawancara dengan remaja indigo

3. Wawancara ketiga :

Tanggal : 3 Desember 2007

Waktu : 10.00 WIB

Tujuan : Konfirmasi data penelitian yang ditemukan di

lapangan serta penambahan alat tes Zener card

(ESP card)

b. Perkenalan Dengan Subjek

Wawancara yang pertama dilakukan pada tanggal mengambil tempat

di rumah subjek D, yaitu di perumahan Bintaro, Jakarta Selatan. Tempat ini

dipilih karena jarak yang relatif dan juga merupakan tempat untuk bermain

dan saling berbagi cerita diantara para subjek.

Dalam wawancara yang pertama, secara kebetulan ada empat orang

remaja indigo dan tiga orang indigo dewasa. Berdasarkan kriteria yang telah

ditentukan, maka hanya tiga orang remaja indigo yang bersedia menjadi

subjek.
40

Hal yang menarik setelah proses wawancara pertama selesai

dilakukan adalah hasil rekaman yang sangat buruk serta alat rekam menjadi

rusak. Kerusakan terjadi pada komponen bagian gerigi pemutar yang patah.

Hal ini seharusnya tidak terjadi karena alat rekam dan kaset perekam sebelum

proses wawancara masih dalam keadaan baru dan tidak ada masalah.

c. Wawancara Dengan Subjek Penelitian

Waktu dan tempat pelaksanaan wawancara dilakukan di tempat yang

berbeda untuk masing-masing subjek penelitian. Adapun penelitian yang

sudah dilakukan adalah:

Tabel 1.
Waktu dan Tempat Pengambilan Data
Kegiatan Subjek D Subjek J Subjek L

10-09-2007 15-09-2007 15-09-2007


Wawancara 1 15.00 WIB 13.00 WIB 15.00 WIB
Rumah Subjek Rumah Subjek Rumah Subjek

25-09-2007 29-09-2007 29-09-2007


Wawancara 2 15.30 WIB 14.00 WIB 16.10 WIB
Rumah Subjek Rumah Subjek Rumah Subjek

Wawancara 3
3-10-2007 7-10-2007 27-10-2007
+
15.30 WIB 15.00 WIB 15.00 WIB
Melakukan tes
Rumah Subjek Rumah Subjek Rumah Subjek
ESP

5-11-2007 11-10-2007 11-10-2007


Wawancara 4 15.30 WIB 13.30 WIB 15.40 WIB
Café Olala Rumah Subjek Rumah Subjek
41

B. Informasi Responden

Berikut ini merupakan informasi subjek dalam penelitian ini.

Tabel 2.
Informasi Responden

Identitas Responden 1 Responden 2 Responden 3

Inisial D J L
Medan, Jakarta, Semarang,
Tempat/tanggal lahir
1/3/1993 20/6/1993 18/10/ 1990
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Status orang tua Bercerai Lengkap Lengkap
Berat badan 46 61-62 kg 52
Golongan darah B O B
Tinggi badan 154 163-165 cm 162
Warna kulit Sawo matang Sawo matang Sawo matang
Warna mata Coklat kayu Coklat Hitam
Coklat kehitam-
Warna rambut Coklat tua Coklat
hitaman
Julukan Guru, dukun, Lele Dukun
Ulat keket
Ketrampilan spiritual Melihat makhluk Merasakan Melihat makhluk
halus, mengetahui makhluk halus, halus, mendengar
kejadian akan mengetahui suara makhluk
datang, merasakan kejadian akan halus, mengetahui
emosi orang lain, datang, merasa- kejadian akan
intuisi yang kuat, kan emosi orang datang, mengeta-
melihat aura, lain hui karakter orang
membebaskan lain
orang dari kejang-
kejang

C. Hasil Tes ESP

Tes ESP digunakan untuk mengetahui potensi kemampuan ESP seseorang

secara ilmiah. Alat yang digunakan adalah seperangkat kartu yang memiliki 5

macam bentuk yaitu bentuk air, tambah, lingkaran, persegi dan bintang. Masing-
42

masing bentuk berjumlah lima buah, sehingga total kartu yang digunakan

sebanyak 25 buah. Prosedur yang digunakan yaitu menebak seluruh kartu yang

telah diacak dan berada pada posisi tidak terlihat, sepanjang 3 putaran. Secara

lengkap data tes ESP berada di lampiran. Berikut hasil tes ESP:

Tabel 3.
Hasil Tes ESP

Responden Hasil tes


Subjek D 100% menjawab benar

Subjek J 100% menjawab benar

Subjek L 100% menjawab benar

Melihat hasil tes diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa subjek D, J

dan L memiliki potensi memiliki kemampuan ESP, terutama kemampuan daya

terawang jauh atau clairvoyant.

D. Analisis Data Penelitian

Hasil analisa dibawah ini, disajikan berupa tabel kelompok interpretasi.

Table kelompok ini merupakan kelompok interpretasi wawancara ketiga subjek

yang memiliki makna yang sama dan hanya ditulis satu kali saja. Langkah

selanjutnya adalah menarik makna yang terdapat pada tabel 3, yaitu kelompok

interpretasi dan dikelompokkan lagi ke dalam tabel 4, yaitu kelompok makna

tema yang sama. Tabel 4 akan digunakan untuk memaparkan deskripsi secara

keseluruhan.
43

Tabel 4.
Kelompok Interpretasi Pernyataan Subjek
A. Dimensi Pengetahuan
1. Subjek mengetahui perawakan tubuh seperti berat badan, tinggi badan,
warna kulit, golongan darah.
2. Subjek mengetahui akan jenis makanan dan minuman yang sesuai
dengan keadaan tubuh.
3. Subjek memiliki aktifitas yang banyak dilakukan oleh lawan jenisnya:
a. Subjek D dan L (perempuan) lebih banyak aktifitas luar ruangan
seperti olahraga, menjelajah.
b. Subjek J (laki-laki) lebih banyak aktifitas dalam rumah.
4. Subjek mengetahui keadaan kesehatan tubuh.
5. Subjek mengetahui memiliki hubungan dekat dengan anggota keluarga.
6. Subjek mengetahui memiliki hubungan yang kurang dekat dengan teman
sebaya. Hal ini ditunjukkan dengan muncul perasaan ragu-ragu serta
merasa ada jarak.
7. Subjek tahu dirinya bisa menghargai orang lain contohnya adalah diam
mendengarkan ketika seseorang sedang marah.
8. Subjek tahu dirinya sering melanggar peraturan dan disiplin.
9. Subjek mengetahui kebiasaan, permasalahan, kelemahan dan kelebihan
terkait dengan sekolah dan belajar.
10. Subjek mudah lupa dan melupakan beberapa hal.
11. Subjek menikmati hidup dengan percaya diri, tenang dan santai.
12. Subjek mengetahui akan keadaan keterampilan spiritualnya.
13. Subjek sama seperti manusia apa adanya sebagai makhluk sosial dan
individual:
a. Subjek mengerjakan tugas kelompok sendiri
b. Subjek cenderung kurang membuka diri
c. Subjek senang berteman
14. Subjek mengetahui alasan disebut dengan anak Indigo.
44

15. Subjek menginginkan semua hal berjalan sesuai keinginannya:


a. Subjek cenderung menginginkan kebebasan
b. Subjek tidak sabar menunggu
c. Subjek tidak mau mengantri
d. Subjek senang berbuat iseng
e. Subjek memiliki perilaku spontan
16. Subjek tahu memiliki rasa bangga akan diri sendiri.
17. Subjek memiliki sisi afektif dari lawan jenisnya:
a. Subjek D dan L (perempuan) memiliki sifat keberanian,
petualangan dan emosi yang cenderung meluap-luap.
b. Subjek J (laki-laki) memiliki sifat yang tenang, reflektif, pemalu
dan cenderung ragu-ragu.

B. Dimensi Harapan
1. Subjek berharap ada perubahan terkait dengan tubuh fisik.
2. Subjek berharap bisa lebih dekat dengan lingkungan sosialnya dengan
tujuan:
a. Subjek bisa memahami hidup
b. Subjek bisa berteman dengan banyak orang
c. Subjek bisa menemukan pasangan sesuai keinginan
d. Subjek bisa menyelesaikan tugas bersama dengan teman
3. Subjek berharap bisa ada interaksi yang baik antara:
a. Sesama manusia
b. Manusia dengan alam
4. Subjek berharap bisa merubah keadaan diri :
a. Subjek berharap bisa mencapai prestasi yang lebih baik
b. Subjek berharap bisa merubah kebiasaan buruk di sekolah
c. Subjek berharap bisa lebih cerdas
5. Cita-cita subjek adalah:
a. Subjek ingin menjadi psikolog yang kaya raya
b. Subjek ingin mewujudkan mimpi
45

c. Subjek ingin menjadi orang yang sukses

C. Dimensi Evaluasi
1. Subjek merasa bangga akan keadaan tubuh fisiknya:
a. Subjek merasa cukup gagah ketika tumbuh jambang dan kumis
b. Subjek merasa cukup tampan
c. Subjek merasa cukup menarik
d. Subjek merasa cantik
2. Subjek merasa cenderung memilih dalam berteman terutama dengan
teman sebaya, tetapi menganggap penting sebuah persahabatan dan
berteman dengan teman yang sebaya sehingga bisa merasa senang
berkenalan dan bertemu dengan teman sebaya.
3. Subjek menghargai orang lain terutama terhadap orang tua, caranya
adalah:
a. Subjek ingin membalas budi orang tua
b. Subjek ingin membahagiakan orang tua
4. Subjek memahami keadaan keterampilan spiritual yang dimiliki.
5. Subjek merasa cenderung memiliki pola pikir yang berbeda dan
mendalam :
a. Subjek berusaha melihat ke depan
b. Subjek tidak mau tertekan oleh kejadian di masa lalu dan lebih
memandang ke depan
c. Subjek merasa berani beda itu baik
d. Subjek berpikir secara filosofis
e. Subjek serius dalam menentukan pilihan
f. Memegang teguh prinsip dan nilai hidup seperti kejujuran,
toleransi dan menghargai orang lain
6. Subjek memahami keadaan diri:
a. Subjek paham atas ketakutan dan kelemahan diri
b. Subjek paham atas cara belajar dan perilaku yang terkait dengan
sekolah
46

c. Subjek paham atas kesulitan berada di tempat ramai


d. Subjek paham atas pengendalian marah
7. Subjek memiliki pendapat atas diri sendiri dan tidak peduli atas
penilaian negatif dari orang lain.
8. Subjek merasa nyaman, puas dan bangga akan keadaan diri apa adanya.
47

Tabel 5.
Kelompok Makna Tema yang Sama
1. Subjek memiliki gambaran tentang diri seperti:
a. Mengetahui gambaran keadaan fisik seperti, keadaan kesehatan
serta bagaimana perawakan tubuh
b. Mengetahui gambaran hubungan sosial dengan teman yang kurang
dekat tetapi memiliki hubungan yang erat dengan anggota
keluarga.
c. Merasa dirinya sama seperti orang lain yang membutuhkan teman
dan juga membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri
d. Mengetahui gambaran diri moral seperti kemampuan menghargai
orang lain dan ketidakpatuhan dalam mentaati peraturan dan
disiplin
e. memiliki gambaran akan kelelemahan, kelebihan dan kebiasaan
terutama dengan hal yang berhubungan dengan sekolah dan belajar
f. Memiliki keterampilan spiritual
g. Cenderung memiliki keinginan semua hal berjalan sesuai dengan
keinginannya
h. Mengetahui alasan disebut sebagai anak indigo
i. Ketakutan dan kelemahan diri
j. Kesulitan berada di tempat ramai
2. Subjek merasa memiliki beberapa karakteristik yang dimiliki oleh jenis
kelamin yang lain dari dirinya:
a. Terlihat dari aktivitas yang senang dilakukan oleh subjek
b. Terlihat dari sisi afektif yang dimiliki subjek
3. Harapan subjek untuk mengubah keadaan diri :
a. Subjek ingin merubah keadaan fisik terkait dengan kesehatan bagi
subjek L dan penampilan bagi subjek J
b. Subjek berharap ada interaksi yang baik antara manusia dan alam
c. Subjek berharap bisa merubah hal-hal yang berkaitan dengan
sekolah, belajar
48

d. Subjek berharap bisa lebih cerdas terkait dengan hal akademis


4. Subjek ingin bisa mewujudkan cita-cita menjadi kenyataan sesuai dengan
keinginan mereka masing-masing.
5. Subjek memiliki pendapat atas keadaan diri sendiri dan tidak peduli atas
penilaian negatif dari orang lain. Hal ini memungkinkan subjek merasa
nyaman, puas dan bangga akan keadaan dirinya
6. Subjek menghargai orang lain terutama terhadap orang tua
7. Subjek merasa memiliki pola pikir yang berbeda dan cenderung
mendalam, terlihat dari:
a. Subjek berusaha melihat ke depan
b. Subjek berpikir secara filosofis

D. Deskripsi Remaja Indigo

1. Subjek D

Subjek adalah seorang remaja perempuan indigo yang tinggal berdua

dengan ibunya. Secara kebetulan ibunya juga adalah seorang indigo dewasa yang

diketahui memiliki skor IQ 140. Subjek merasa sangat dekat dan akrab dengan

ibu. Menurut subjek, ibu adalah seseorang yang memiliki tubuh yang peka akan

suasana ramai, disiplin, serta dikenal oleh teman-teman subjek. Kemudian, tidak

mengekang, mengetahui bila subjek berbohong, mengajarkan nilai kesopanan,

melindungi, menakutkan tetapi menyenangkan dan hebat, menjadi panutan hidup

serta seseorang yang bisa mempercayai subjek. Selain itu, subjek merasa bangga

terhadap ibu. Subjek juga menganggap harus bisa melebihi ibu, terutama lewat

pelajaran matematika. Hal ini dilakukan subjek sebagai tanda terima kasih kepada

ibunya.
49

Subjek sepertinya memiliki kualitas maskulin, meskipun secara biologis

subjek adalah seorang remaja perempuan. Hal ini terlihat pertama kali dari

penilaian teman-temannya. Bagi teman-teman yang perempuan, subjek sering

dianggap lebih cocok sebagai seorang laki-laki, sedangkan teman laki-laki

menganggap subjek cukup tampan. Subjek sendiri akhirnya menilai diri cukup

tampan karena bentuk alis yang cenderung tebal.

Subjek D menganggap hidup adalah sesuatu yang menyenangkan setiap

hari. D selalu memiliki energi untuk mengalami hidup dengan menyenangkan

terutama dengan bidang-bidang seni dan olah raga. Bidang seni yang subjek

gemari seperti tari terutama tari Bali, akting, serta kegiatan melukis dan

menggambar. Beberapa kejuaraan tari Bali pernah D ikuti, dan pernah

mendapatkan beberapa prestasi juara. Tetapi akhir-akhir ini, subjek mulai jarang

mendapatkan prestasi juara di bidang tari. Sehingga subjek merasa tertantang

untuk bisa mendapatkan prestasi lagi.

Subjek membutuhkan tantangan yang baru setiap hari serta membutuhkan

sarana dan prasarana untuk menyalurkan energinya. Salah satu prasarana yang

dimiliki subjek adalah tubuh fisiknya yang sehat. Sehingga subjek bisa dengan

bebas menyalurkan energinya. Sarana yang dimilikinya seperti permainan

Playstation 2 terutama permainan yang menggerakkan tubuh seperti dance-dance

revolution dan guitar hero, mengikuti les tari bali atau sekedar diam di rumah dan

mulai menggambar.

Karena D menganggap hidup adalah sesuatu yang menyenangkan, maka D

hanya bisa mengingat kejadian yang menyenangkan. Tetapi ingatan ini juga tidak
50

bertahan lama, karena setiap hari pasti ada sesuatu yang lebih menyenangkan dan

lebih baik untuk diingat dan dinikmati. Kegiatan yang kurang menyenangkan bagi

subjek adalah kegiatan belajar, sekolah, mengerjakan tugas kelompok serta

mengantri.

Suasana hati subjek mudah berubah-ubah ketika berhadapan dengan

kegiatan sekolah dan belajar. Pada satu saat subjek bisa merasa bersemangat dan

pada saat itu juga bisa merasa patah semangat. Hal ini bisa menyebabkan rasa

malas dalam mengerjakan tugas, tidak konsentrasi pada pelajaran yang sedang

diajarkan, serta hasil belajar berupa nilai yang tidak bisa diduga. Meski demikian

subjek tetap bertanggung jawab dan optimis atas kegiatan belajar dan sekolah

dengan cara yang sesuai dengan keadaan diri.

Subjek D memiliki keinginan untuk membantu sesamanya. Cara yang

subjek D tetapkan adalah menjadi seorang psikolog yang kaya. Selain itu subjek

juga memiliki cita-cita yang unik, yaitu bagaimana caranya meningkatkan

kecerdasan tanpa usaha yang berat.

Kebebasan bertindak dan berpikir mengalir dalam darahnya. Hal inilah yang

menyebabkan subjek senang untuk berbuat jahil, serta sulit untuk mematuhi

aturan, perintah atau disiplin. Kenyamanan diri juga merupakan hal yang penting

untuk subjek D. Hal ini membuat D terlihat seperti seorang yang tidak bisa diatur.

Meski demikian subjek menerapkan nilai-nilai kehidupan yang lebih universal

seperti kejujuran, kesopanan, hukum karma, toleransi, membantu orang lain serta

menghargai alam sebagai bagian dari kehidupan.


51

Perbuatan jahil yang subjek lakukan menjadikannya orang yang mudah

bergaul, mudah mendapatkan teman dan mendapatkan kembali teman yang

tadinya tidak mau berteman. Subjek juga terlihat sangat antusias untuk memiliki

teman, atau setidaknya bisa kenal dengan banyak orang. Semakin D kenal dengan

banyak orang, maka kepercayaan dirinya akan semakin bertumbuh. Sebaliknya,

bila D tidak mengenal banyak orang dunia terasa sempit dan tidak menyenangkan.

Tetapi usaha untuk mengenal banyak orang tetap ada. Sedangkan untuk caranya

bisa dengan bertingkah laku jahil, serta terbuka untuk berteman dengan siapapun

juga.

Meski demikian, subjek sebenarnya kurang bisa memiliki hubungan sosial

yang dekat dengan teman-teman yang sebaya. Terutama teman-teman yang berada

di sekolah. Begitu pula dengan teman-teman yang ada di tempat les, hanya orang-

orang tertentu saja subjek bisa akrab dan kebanyakan adalah teman laki-laki.

Secara kebetulan kebanyakan teman laki-laki ini juga seorang indigo. Bila ada

tujuan penting yang harus dicapai dalam mengenal teman yang sebaya, maka

subjek berusaha untuk bisa mengenal lebih dekat teman-teman sebayanya. Oleh

sebab inilah subjek cenderung tidak menyatakan secara terbuka keadaan dirinya

terhadap teman-teman yang lain. Karena subjek tahu apa yang terjadi bila ia

mengungkapkan diri kepada teman-temannya.

Subjek merasa memiliki masalah dengan keadaan emosi, terutama adalah

masalah amarah. Subjek cenderung tidak bisa mengingat tindakan yang ia lakukan

ketika sedang sangat marah. Hal inilah yang membuat subjek berusaha

mengontrol amarah.
52

Sebagai remaja indigo, subjek D memiliki keterampilan spiritual yang

cenderung sangat jarang dimiliki orang seusianya. Subjek baru menyadari

keterampilan ini saat menginjak kelas 6 SD. Keterampilan tersebut adalah melihat

aura, melihat makhluk halus, merasakan keadaan emosi orang lain, mampu

melihat kejadian yang akan datang, membebaskan orang dari kejang-kejang, serta

intuisi yang cenderung kuat. Menurut penuturan subjek, tidak ada yang

mengajarkan keterampilan-keterampilan ini.

Melihat keadaan diatas, subjek D memiliki caranya sendiri dalam

menyesuaikan diri. Bersikap acuh tak acuh merupakan sikap yang subjek

kembangkan dalam menyesuaikan diri. Bahkan menurut subjek, sikap ini mutlak

diperlukan oleh semua anak indigo. Sikap acuh yang dimaksud dalam hal ini

adalah terkait dengan pemahaman yang salah, julukan yang cenderung negatif,

serta sikap-sikap yang cenderung kurang menyenangkan terhadap anak indigo.

Sikap acuh juga dikembangkan subjek D ketika berhadapan dengan makhluk-

makhluk halus, tujuannya adalah supaya tidak merasa takut.

2. Subjek J

Subjek J adalah seorang remaja laki-laki indigo yang masih tinggal bersama

dengan kedua orang tuanya dan satu kakak perempuan. Secara kebetulan kakak

perempuan subjek juga adalah seorang remaja indigo. Hubungan subjek dengan

ibu, terasa akrab dan dekat, karena subjek merasa ibu mampu untuk memahami

keadaan subjek. Subjek merasa ibu belum pernah memberikan nasehat tetapi

selalu memberi saran kepada subjek. Sedangkan dengan ayah, subjek merasa
53

kurang dekat. Subjek J menganggap ayah adalah seorang yang cenderung

pendiam, tetapi tetap memperhatikan subjek. Sedangkan dengan kakak, subjek

merasa sangat dekat, karena kakaknya juga seorang indigo sehingga bisa saling

memahami serta jarak umur yang juga tidak terlalu jauh.

Hobi subjek adalah bermain playstation, menggunakan komputer,

berimajinasi atau bermain sepak bola dan basket bila sedang di luar rumah. Selain

itu subjek juga menggemari jenis musik rock. Menurut subjek J, berimajinasi

adalah keahliannya saat ini. Sehingga dengan keahliannya ini, subjek merasa bisa

menjadi seorang pemrogram komputer, penulis naskah atau seorang novelis.

Menjadi seorang pemrogram komputer, penulis naskah atau seorang novelis

merupakan impian subjek. Selain itu subjek ingin menjadi seseorang yang

berguna bagi orang lain. Bagi subjek mewujudkan impian lebih berharga daripada

jumlah materi yang bisa dimiliki.

Subjek memiliki sifat pembawaan yang cenderung santai dan tenang. Hal ini

terlihat dari bagaimana subjek menjawab pertanyaan pada seluruh wawancara

dengan tenang dan mengalir. Subjek juga merasa sebagai seorang pendengar.

Selain itu, subjek memiliki sifat keras kepala yang hendak dirubahnya.

Subjek memiliki pendirian yang kuat bahwa benar adalah benar salah adalah

salah. Subjek juga berani mengungkapkan apa yang ia tahu tentang sesuatu. Bila

ada teman yang melakukan suatu kesalahan, subjek tidak ragu untuk menegurnya.

Selain itu subjek juga tidak berani untuk melanggar norma-norma sosial yang

berlaku.
54

Subjek menantang dirinya dengan cara menciptakan target-target yang ingin

dicapai. Hal ini dilakukan supaya subjek memiliki kemauan melakukan sesuatu.

Ketika ada kegagalan, subjek juga merasa tidak ada kegagalan, bahwa semua

masalah bisa diselesaikan. Caranya adalah dengan berpikir tenang dan berani

untuk ambil keputusan. Hanya saja hal ini tidak mudah dilakukan oleh subjek J,

karena memiliki suasana hati yang mudah berubah-ubah dan sering lupa. Bahkan

subjek memanggil diri sendiri sebagai “the forget man”.

Sekolah dan belajar adalah kegiatan yang kurang menyenangkan untuk

subjek J. Subjek J terkadang merasa belajar adalah hal tersulit dari dirinya sebagai

seorang pelajar. Tetapi subjek J memiliki tujuan dalam bersekolah, sehingga

subjek J berusaha untuk merasa nyaman mengikuti kegiatan sekolah dan belajar.

Subjek J merasa memiliki keadaan fisik yang kurang kuat dan cenderung

peka terhadap suasana ramai. Tetapi subjek merasa memiliki penyesuaian diri

yang baik sehingga hal ini bisa diatasi dengan cepat.

Penyesuaian diri yang baik juga terlihat ketika subjek J berusaha berbaur

dan mengenal teman-teman yang sebaya. Meskipun sepertinya subjek J tampak

memiliki kesulitan dalam menjalin relasi sosial yang akrab dengan teman yang

sebaya serta teman perempuan. Berbeda bila subjek J bertemu dengan orang yang

lebih tua atau sama-sama indigo, karena bisa langsung akrab.

Subjek J mengaku sering merasa gugup dan tidak bisa bicara ketika bertemu

dengan teman yang perempuan. Sedangkan secara keseluruhan, subjek J merasa

sulit untuk menyamakan tingkat pemahamannya dan pola pemikiran dengan

semua teman-temannya. Oleh sebab itu, bila hendak bercengkerama, subjek akan
55

mencari tahu hal-hal yang disukai oleh temannya. Sehingga pembicaraan bisa

menjadi lebih menyenangkan. Subjek jarang mengajak teman untuk pergi keluar

bersama, tetapi senang bila ada teman yang mengajaknya keluar. Jarak rumah juga

menjadi salah satu kendala subjek mengenal teman-teman sekolahnya. Meski

demikian, subjek mengaku membutuhkan teman dalam hidupnya. Teknik

penyesuaian diri subjek yang lain adalah bersikap acuh tak acuh. Hal ini dilakukan

subjek ketika berhadapan dengan julukan-julukan negatif atau sikap-sikap orang

lain terhadap dirinya yang disebut indigo.

Bila sedang sendiri, subjek J akan berimajinasi atau mengevaluasi hal-hal

apa saja yang dilakukannya hari ini. Introspeksi diri adalah hal yang sepertinya

membuat subjek bisa memiliki pemikiran yang mendalam serta daya penyesuaian

diri yang cenderung baik. Banyak hal yang bisa menjadi bahan introspeksi diri,

seperti menetapkan pilihan sekolah, menetapkan pilihan profesi yang sesuai

kemampuannya, tipe pasangan yang sesuai dengan keadaan dirinya, apa saja yang

dilakukan hari ini, serta bagaimana bersikap terhadap orang lain. Terutama bila

subjek merasa kurang nyaman dengan satu sikap kurang baik yang ditujukan

kepada orang lain, seperti berbohong. Selain introspeksi diri yang cenderung kuat,

subjek memiliki intuisi yang kuat. Hal ini membuat subjek menjadi lebih mudah

mengetahui satu hal itu benar atau salah. Dengan keadaan ini subjek bisa memiliki

banyak pilihan dalam bertindak, mengetahui saat yang tepat melakukan sesuatu,

tetapi juga tampak sebagai individu yang cenderung tertutup.

Sebagai seorang remaja indigo, subjek memiliki keterampilan spiritual yang

sangat jarang dimiliki teman-teman seusianya. Subjek menganggap keterampilan


56

spiritual tersebut tidak dipelajari dari orang lain. Keterampilan spiritual yang

subjek J miliki seperti merasakan dan melihat makhluk halus, mengetahui keadaan

emosi orang lain serta mampu melihat kejadian yang akan datang. Subjek J juga

mengetahui tanggung jawab yang harus ia tanggung ketika hendak berbuat

sesuatu dengan keterampilan spiritualnya. Sehingga subjek J tidak secara ceroboh

mengeksplorasi keterampilan ini. Saat ini subjek merasa tidak nyaman memiliki

keterampilan spiritual, terutama dengan keterampilan merasakan dan melihat

makhluk halus. Subjek juga berharap tidak dibeda-bedakan oleh orang lain, hanya

karena subjek memiliki keterampilan spiritual.

Secara keseluruhan terlihat bahwa subjek J mengetahui dan memahami

keadaan dirinya. Subjek bisa menerima dirinya sebagai seorang remaja Dengan

segala keterampilan diri yang dimiliki, serta semua kelebihan dan kekurangan

yang ada. Subjek bisa menerima akan keadaan dirinya dengan baik.

3. Subjek L

Subjek L adalah seorang remaja perempuan indigo yang merasa diri cukup

cantik. Subjek tinggal bersama dengan kedua orang tua dan seorang adik laki-laki.

Secara kebetulan subjek L adalah kakak perempuan dari subjek J. hubungan

subjek L dengan adiknya sangat akrab, karena adik sering meminta pendapat

subjek L serta sama-sama sebagai remaja indigo. Hubungan subjek L dengan ibu

juga akrab dan dekat, karena subjek merasa ibu mampu untuk memahami keadaan

subjek. Ibu adalah sumber inspirasi hidup bagi subjek L. Ibu mendidik subjek L

dengan cara memberikan tanggung jawab serta kebebasan untuk memilih. Subjek
57

L berharap bisa memiliki sifat-sifat yang dimiliki ibu seperti sabar dan tidak di

remehkan orang lain.

Keluarga adalah lingkungan yang sangat penting bagi subjek. Hal ini bisa

terlihat ketika subjek menerima nasehat mengenai memilih pasangan hidup.

Selain itu, sebagai seorang anak, subjek ingin bisa membahagiakan kedua orang

tuanya. Cara yang subjek pilih adalah menjadi orang yang sukses dan bisa

mandiri.

Subjek menyadari memiliki kelemahan fisik dan penyakit yang di derita,

yaitu ada gumpalan di organ rahim, sakit lambung serta tidak kuat berada pada

tempat yang ramai. Dari kelemahan fisik ini, subjek L belajar mengendalikan diri

terhadap beberapa jenis makanan. Meski demikian, subjek merasa tidak memiliki

alergi terhadap jenis makanan tertentu. Subjek merasa bermain membantu subjek

untuk menggerakkan tubuhnya, karena subjek merasa harus selalu bergerak. Oleh

sebab inilah subjek tidak tahan bila harus diam menunggu serta mengantri.

Hobi subjek adalah bermain serta membaca buku atau kisah-kisah yang

bernuansa psikologis. Subjek memiliki keinginan bisa membantu dan

menyenangkan hati orang lain, misal menjadi seorang pendengar, penghibur bagi

teman dan adiknya sendiri atau menegur teman yang melakukan suatu kesalahan.

Subjek juga memiliki keterampilan untuk mengetahui karakter orang lain.

Keterampilan ini diharapkan oleh subjek L sebagai modal untuk membantu orang

lain. Subjek juga mudah merasa iba, sulit untuk membenci orang lain, seorang

remaja yang sabar serta sebagai pendengar yang baik. Subjek juga merasa bodoh

bila menyakiti orang lain. Kegemaran subjek membaca kisah yang bernuanasa
58

psikologis serta keinginan mampu membantu orang lain, memunculkan harapan

subjek menjadi seorang psikolog atau bisa bekerja pada bidang humas.

Subjek L adalah seorang remaja perempuan indigo yang cenderung

memiliki beberapa sifat-sifat maskulin sehingga teman-teman perempuan sering

menegur subjek karena keadaan ini. Karakteristik ini ada karena subjek L lebih

sering bercengkerama dengan teman laki-laki daripada perempuan. Alasan yang

lain adalah, subjek L lebih senang melakukan aktifitas luar ruangan seperti olah

raga serta berpenampilan cenderung maskulin. Subjek juga kurang menyukai

aktifitas yang dilakukan oleh teman perempuan sebayanya, seperti membicarakan

orang lain. Kemudian, subjek merasa cara berteman pada teman perempuan di

sekolah terlalu rumit sehingga subjek L merasa sulit untuk bisa berteman akrab

dengan teman perempuan.

Subjek L terlihat sulit untuk menjalin hubungan sosial yang akrab dengan

teman yang sebaya. Subjek juga merasa tidak terlalu membuka diri kepada teman-

teman sekolahnya, terutama mengenai konsep indigo. Subjek L terlihat sulit

berbicara dengan teman sebaya, karena tingkat pemahaman subjek yang terasa

lebih tinggi dari teman-temannya. Subjek juga merasa kurang sesuai dengan cara

berteman berdasarkan kebohongan atau batasan popularitas. Subjek merasa gagal

bila ia tidak memiliki sahabat serta merasa sebagai orang yang buruk ketika ada

sahabat yang meninggalkannya. Subjek merasa dengan memiliki teman bisa

mendapatkan pertimbangan dalam mencari solusi. Kemudian, subjek tetap merasa

senang bisa memiliki banyak teman.


59

Subjek L adalah seorang pengamat. Subjek L bisa mengamati diri sendiri

dan orang lain dengan cukup baik. Keahlian ini juga didukung oleh introspeksi

diri yang kuat serta mampu untuk menempatkan diri dalam suatu keadaan.

Sehingga dengan keadaan ini subjek mampu untuk mengenali keadaan diri serta

orang lain dengan baik.

Hasil pengamatan subjek L terhadap diri sendiri membuahkan hasil, bahwa

subjek memiliki masalah dengan mematuhi peraturan, disiplin, sulit mengontrol

rasa marah, pelupa, serta ragu-ragu mengambil keputusan karena takut melakukan

kesalahan. Kemudian sebagai seseorang yang tidak pintar berbicara, mudah

merasa sedih, mudah tersinggung, memiliki suasana hati yang mudah berubah-

ubah serta berusaha membuktikan perkataan orang lain. Sedangkan pengamatan

terhadap orang lain, subjek L melihat tidak semua teman menyukai keadaan diri

subjek L serta kacaunya dunia. Subjek melihat dunia sudah kacau dari banyaknya

kejadian penculikan demi mendapatkan uang, kejadian malpraktek dokter serta

sangat kurangnya penghargaan terhadap alam.

Subjek merasa bukan sebagai seorang murid yang baik di sekolah. Subjek

seringkali menunda menyelesaikan tugas, tidak mengerjakan atau memilih

pekerjaan rumah, terlambat datang ke sekolah, serta terbiasa melakukan ujian

ulang. Tetapi subjek L merasa bisa memahami pelajaran tanpa harus latihan

berulang-ulang. Cara belajar subjek yang sesuai adalah mendadak.

Subjek melakukan sesuatu bila ada tujuan pasti yang hendak dicapai, serta

bila hal tersebut adalah prioritas. Tujuan adalah hal penting bagi subjek L,

terutama menyangkut kehidupan sekolah.


60

Subjek merasa tidak nyaman bila di atur, menganggap remeh disiplin serta

tidak suka dipaksa. Bila subjek dipaksa melakukan sesuatu, subjek akan marah

bersikap malas serta merasa tertekan. Subjek hanya akan taat akan peraturan bila

memang harus taat. Subjek belum bisa mentaati peraturan-peraturan yang ada.

Peraturan tersebut adalah peraturan sekolah serta peraturan yang ada di agama,

serta rutinitas sepeti bangun pagi.

Sebagai remaja indigo, subjek memiliki beberapa keterampilan spiritual

yang jarang dimiliki remaja lain. Keterampilan spiritual tersebut adalah melihat

makhluk halus, mendengar suara makhluk halus, mengetahui kejadian akan

datang serta mengetahui karakter orang lain.

Subjek mengembangkan sikap acuh tak acuh untuk beradaptasi. Sikap ini

muncul saat subjek L dijuluki dukun, anak aneh atau anak gila. Selain itu, karena

subjek L adalah seorang indigo yang dikenal memiliki keterampilan spiritual,

sikap acuh dimunculkan sebagai respon saat subjek L mengetahui keberadaan

makhluk halus. Karena subjek merasa terganggu ketika melihat atau mendengar

makhluk halus.

Subjek menikmati hidup dengan cara menjalani hidup dengan penuh

kesadaran. Subjek L sadar bahwa menjadi remaja indigo adalah sesuatu yang

berat, terutama berkaitan dengan keterampilan spiritual yang dimiliki subjek L.

Oleh sebab itu, subjek L hanya bisa pasrah menerima kenyataan diri sebagai

remaja indigo. Sehingga subjek saat ini bisa merasa puas akan keadaan dirinya.
61

E. Gambaran Konsep Diri Remaja Indigo

Subjek menggambarkan dirinya memiliki pola pikir yang berbeda dan

cenderung mendalam, hal ini terlihat dari usaha subjek melihat ke depan dalam

berpikir dan bertindak. Selain itu subjek juga cenderung untuk berpikir secara

filosofis. Subjek juga cenderung memiliki pendapat atas keadaan diri sendiri dan

tidak peduli atas penilaian negatif dari orang lain. Dengan gambaran ini, subjek

merasa mampu untuk memahami keberadaan dirinya, misalnya mengetahui alasan

dirinya disebut sebagai anak indigo.

Subjek memiliki gambaran tentang diri seperti mengetahui gambaran

keadaan fisik seperti keadaan kesehatan serta bagaimana perawakan tubuh. Selain

itu subjek mengetahui gambaran hubungan sosial dengan teman yang kurang

dekat tetapi memiliki hubungan yang erat dengan anggota keluarga. Menurut

subjek hal ini lumrah karena subjek merasa dirinya sama seperti orang lain yang

membutuhkan teman dan juga membutuhkan waktu untuk dirinya sendiri. Subjek

memang merasa cenderung memilih dalam berteman terutama dengan teman

sebaya, pilihannya adalah lebih bisa menjalin hubungan sosial dengan orang yang

juga indigo atau lebih tua dari usianya. Meskipun demikian, subjek menganggap

penting sebuah persahabatan dan berteman dengan orang lain terutama dengan

teman sebaya, sehingga ada perasaan senang berkenalan dan bertemu dengan

teman yang sebaya.

Subjek menyadari hal-hal yang menjadi kebiasaan, kelebihan, ketakutan

dan kelemahan dalam diri, seperti kebiasaaan subjek belajar, lalu perilaku yang

terkait dengan sekolah, peraturan dan disiplin, mengenai keterampilan spiritual


62

yang dimiliki, masalah menyesuaikan diri di tempat ramai serta hal-hal yang

terkait dengan emosi.

Subjek juga menggambarkan dirinya mampu menghargai orang lain

terutama terhadap orang tua, serta memiliki kecenderungan untuk kurang patuh

dalam mentaati peraturan dan disiplin. Kecenderungan untuk kurang patuh terjadi

karena subjek kurang nyaman dengan peraturan yang menurutnya tidak masuk

akal dan tidak sesuai dengan nilai-nilai hidup seperti toleransi. Hal ini juga

tampaknya merupakan akibat dari pola pikir subjek yang cenderung berbeda serta

keinginan subjek semua hal bisa berjalan sesuai dengan keinginannya.

Subjek mampu untuk menyadari kelemahan-kelemahan yang ada pada

dirinya. Karena subjek memiliki pola pikir yang berusaha melihat ke depan, maka

kelemahan diri yang ada tidak membuat subjek berhenti dari aktivitas yang sudah

ada. Misalnya, subjek yang memiliki kelemahan dalam berinteraksi sosial dengan

teman sebaya terutama yang bukan indigo, tetapi tidak membuat subjek berhenti

untuk bisa mengenal mereka atau subjek memiliki kesulitan berada di tempat yang

ramai, tetapi berusaha bisa berjalan-jalan dengan teman di tempat yang ramai

seperti di tempat belanja atau mall. Tampak bahwa subjek mau berusaha untuk

mengurangi kelemahan-kelemahan yang ada pada diri dengan cara yang bisa

dilakukannya, termasuk juga dengan cara menerima keadaan dan lebih

menghargai kelebihan diri yang ada.

Melihat hal ini, subjek merasa nyaman, puas dan bangga akan keadaan

dirinya. Meskipun ada beberapa hal yang ingin dirubah oleh subjek.
63

F. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan pemahaman diri ketiga subjek atas kelebihan

dan kekurangan yang ada, kemampuan mengembangkan perasaan nyaman akan

diri sendiri serta mampu melakukan penyesuaian diri sesuai dengan karakteristik

yang dimiliki. Pemahaman mengenai kelebihan dan kekurangan akan membantu

subjek dalam mengatasi permasalahan yang timbul, serta mampu memunculkan

pengharapan-pengharapan yang juga sesuai dengan karakteristik diri. Tampak

bahwa subjek mampu memahami diri dengan penuh kesadaran. Hal ini selaras

dengan pendapat dari Rice dan Dolgin (2000) yang menyatakan konsep diri

adalah persepsi kognitif dan evaluasi seseorang secara sadar mengenai dirinya

sendiri. Hal ini merupakan pikiran serta pendapat tentang diri sendiri. Konsep diri

berpengaruh pada peningkatan kewaspadaan seseorang terhadap pertanyaan apa

dan siapa dia.

Konsep diri merupakan suatu persepsi kognitif dan evaluasi diri seseorang

terhadap dirinya sendiri secara utuh. Calhoun dan Acocella (1990)

mengungkapkan tiga dimensi dalam konsep diri, yaitu pengetahuan (Knowledge),

evaluasi (Evaluation) dan pengharapan (Expectations). Sedangkan faktor yang

membentuk konsep diri adalah faktor fisik, faktor sosial, faktor moral dan faktor

psikologis (Berzonsky 1981). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subjek

memiliki pemahaman akan keadaan diri, mulai dari faktor fisik, sosial, moral serta

faktor psikologis.

Secara keseluruhan ketiga subjek mengetahui keadaan fisik seperti

perawakan tubuh, kebiasaan tubuh, makanan dan minuman yang sesuai, sakit
64

penyakit serta barang-barang yang dimilikinya. Atas dasar ini, Subjek D, J dan L

menganggap diri memiliki fisik yang cenderung sehat meskipun mengetahui ada

beberapa kelemahan yang menyertainya. Kelemahan yang ada, membuat subjek

D, J dan L melakukan beberapa penyesuaian yang perlu dilakukan sehingga tidak

terganggu oleh kelemahan-kelemahan yang ada. Penyesuaian diri yang dilakukan

oleh ketiga subjek selaras dengan salah satu tugas perkembangan remaja, yaitu

mampu melakukan cara mengatur diri (Agustiani 2006). Ketiga subjek yang

mengetahui akan keadaan fisik, juga sejalan dengan tugas perkembangan remaja

yang lain, yaitu mengetahui siapa diri dan apa yang diinginkan, dalam hal ini

berkaitan dengan keadaan fisik (Agustiani 2006).

Ketiga subjek merasa yakin memiliki kesulitan berinteraksi secara bebas

dan menjalin relasi sosial terutama dengan teman-teman sebaya mereka. Ketiga

subjek memahami tidak setiap orang termasuk indigo dan tidak semua orang

memahami apa dan siapa remaja indigo. Kesenjangan ini berakibat pada perasaan

nyaman dalam menjalin hubungan sosial yang erat dengan teman sebaya. Subjek

D, J dan L secara jelas menyatakan sulit bila berteman dengan orang yang bukan

indigo atau setidaknya lebih tua. Subjek D, J dan L mengetahui bahwa dirinya

memiliki tingkat pemahaman yang berbeda dengan teman-teman sekitar, sehingga

seringkali terjadi jarak ketika ketiga subjek mulai untuk berbicara dengan teman-

sebaya mereka.

Ketiga subjek memiliki pertentangan dalam faktor sosial. Pada satu sisi

ketiga subjek memahami arti penting memiliki sahabat. Pada sisi yang lain ada

kenyataan bahwa ketiga subjek merasa sulit untuk menjalin hubungan sosial
65

dengan teman sebaya. Subjek L menyatakan sahabat penting sebagai tempat

berbagi. Subjek D merasa bahwa sahabat penting dalam upaya meningkatkan

kepercayaan diri, sedangkan subjek J merasa memiliki sahabat penting untuk

memahami kehidupan. Saat ini ketiga subjek hanya bisa berusaha yang terbaik

agar bisa menjalin hubungan sosial yang erat dengan orang yang bukan indigo

terutama teman sebaya serta menerima kenyataan bahwa ada kesulitan yang nyata

dalam menjalin hubungan sosial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subjek memiliki kedekatan

hubungan dengan keluarga terutama orang tua. Hubungan yang erat juga terjalin

antara subjek J dan L karena mereka adalah kakak dan adik kandung serta sebagai

remaja indigo. Kedekatan antara subjek dengan keluarga juga ada pada subjek D

dengan ibu kandungnya yang juga kebetulan adalah seorang indigo dewasa.

Meskipun subjek J dan L tidak memiliki ibu yang indigo, subjek J dan L merasa

memiliki hubungan yang erat dengan ibu, karena ibu mampu untuk memahami

keadaan subjek J dan L sebagai remaja indigo. Hal ini selaras dengan pendapat

Rice dan Dolgin (2000), bahwa perkembangan diri remaja dihubungkan dengan

kesediaan orang tua memberikan otonomi diri, penerimaan dari orang tua, pola

komunikasi, keikutsertaan serta kontrol yang diterapkan.

Ketiga subjek memiliki suatu pandangan dan perilaku yang cenderung sama

terhadap peraturan atau disiplin. Ketiga subjek tampak sulit untuk mengindahkan

peraturan dan disiplin yang berlaku. Hal ini tidak berarti ketiga subjek sama sekali

tidak mematuhi perintah atau disiplin. Secara keseluruhan ketiga subjek tampak

tidak ingin dikekang oleh keadaan apapun atau orang lain, sehingga ketiga subjek
66

tampaknya akan memilih peraturan yang akan ditaati. Meski demikian subjek J

tampak lebih mudah dan mau untuk berkompromi dengan peraturan, meski tidak

tulus mematuhinya. Meningkatnya kemampuan berpikir pada masa remaja,

membuat ketiga subjek mulai untuk bisa berpikir tentang segala hal, termasuk

juga mengenai peraturan dan disiplin yang ada. Bila ketiga subjek memandang

bahwa disiplin dan peraturan adalah sebuah rutinitas, maka ketiga subjek pun

cenderung akan mengabaikan disiplin dan peraturan tersebut. Ketiga subjek juga

memiliki kecenderungan kurang mampu mentaati disiplin terutama disiplin

otoriter. Selain itu kecenderungan ini bila berada pada masa remaja, tampak

sebagai pengaruh dari transisi atas peran sosial yang baru (Hill dalam Steinberg,

2002), sehingga memunculkan pertentangan antara sikap dan perilaku (Elkind

dalam Mukhtar, Ardiyanti & Sulistyaningsih, 2001).

Ketiga subjek menerapkan prinsip dan nilai hidup seperti kejujuran,

tanggung jawab, nilai kesopanan, toleransi, penghargaan terhadap orang lain.

Ketiga subjek tampak memiliki perhatian yang sama atas nilai-nilai hidup seperti

saling menghargai, saling membantu orang lain serta pentingnya nilai kejujuran.

Ketiga subjek merasa kejujuran sangat diperlukan. Bahkan ketiga subjek tidak

berani untuk melakukan perbuatan tidak jujur, bila tidak terpaksa.

Ketiga subjek menyadari bahwa mereka memiliki keunikan diri terhadap

orang lain, tetapi juga kesamaan seperti memiliki kelebihan dan kelemahan.

Keunikan yang ketiga subjek miliki adalah, mampu untuk melihat kelebihan dari

kelemahan yang ada. Sehingga ketiga subjek mampu mengembangkan perasaan

nyaman akan keadaan dirinya. Bahkan subjek D menyatakan bangga akan


67

keadaan dirinya sendiri. Perasaan nyaman akan keadaan diri tidak berarti

membuat ketiga subjek tidak memiliki pengharapan untuk menjadi diri yang lebih

baik lagi. Hal ini juga merupakan pengaruh kecenderungan ketiga subjek untuk

selalu melihat ke masa depan, sehingga tidak merasa tertekan oleh kejadian yang

sudah berlalu. Memiliki kesadaran bahwa diri sendiri memiliki keunikan adalah

salah satu ciri khas dari remaja yang disebut dengan konsep personal fable

(Mukhtar, Ardiyanti & Sulistyaningsih, 200; Steinberg, 2002).

Ketiga subjek menerima kenyataan hidup sebagai seorang remaja indigo

dengan segala kelemahan dan kelebihan yang dimiliki. Ketiga subjek juga

menyadari bahwa ada perbedaan antara keberadaan diri dan lingkungan sekitar

yang belum bisa saling memahami. Tanda-tanda penerimaan diri yang ada dalam

hasil penelitian selaras dengan pernyataan oleh Jersild, Brook dan Brook, (1978)
BAB V
KESIMPULAN dan SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah ada, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa :

1. Ketiga subjek mampu mengamati dan memberikan penilaian akan

keadaan diri sehingga menjadi informasi yang berharga atas

keadaan diri. Hal-hal yang diamati terkait dengan hal fisik, sosial,

moral serta hal-hal psikologis.

2. Ketiga subjek mampu menggunakan informasi diri ini sehingga

menjadi kerangka acuan berpikir dan bertindak sesuai dengan

karakteristik masing-masing.

3. Ketiga subjek merasa nyaman akan kelebihan dan kelemahan serta

kebiasaan-kebiasaan diri yang dimiliki. Ketiga subjek

mengembangkan rasa nyaman akan keadaan diri sehingga bisa

menjalani hidup dengan rasa nyaman, puas dan percaya diri.

B. Keterbatasan Penelitian

1. Subjek dalam penelitian ini memiliki anggota keluarga yang juga

termasuk orang indigo, sehingga hasil yang diperoleh mungkin

kurang bisa menggambarkan hal yang lain, misalnya remaja indigo

yang tidak memiliki anggota keluarga indigo dan tidak mengenal

orang indigo.

68
69

C. Saran

1. Bagi peneliti selanjutnya:

a. Konsep indigo merupakan konsep yang relatif baru, sehingga

belum banyak penelitian yang dapat ditemukan. Masih terbuka

atas ide-ide penelitian mengenai konsep indigo yang bisa

ditelusuri, misalnya penyesuaian diri pada anak atau remaja

indigo, kecemasan pada anak atau remaja indigo.

b. Hasil penelitian ini dibuat berdasarkan data wawancara dengan

subjek penelitian saja, sehingga masih terbuka untuk

melengkapi data penelitian dengan menggunakan wawancara

terhadap orang yang dekat dengan subjek atau dengan cara lain

yang sesuai.

2. Bagi ketiga remaja indigo yang menjadi subjek penelitian:

a. Ketiga subjek dapat meningkatkan kesadaran akan pemahaman

diri dengan memperhatikan informasi yang didapat dari hasil

mengamati dan menilai diri.

b. Ketiga subjek yang memiliki kesadaran akan kelemahan diri

dapat mengurangi kelemahan dengan menggunakan informasi

yang terdapat pada diri, sehingga dapat menjadi seorang remaja

indigo yang lebih baik

69
Daftar Pustaka

Agustiani, H. (2006). Pendekatan ekologi kaitannya dengan konsep diri dan


penyesuaian diri pada remaja. Bandung : PT. Refika Aditama.

Anak anda indigo child. (Mei 2003). Ayah Bunda No.09.

Anak-anak indigo mampu melihat masa lalu dan masa depan. Sartika. No. 19

Anak indigo adakah di sekitar kita. (Januari 2003). Nirmala.

Anak indigo. (2005, 30 Januari). Diunduh tanggal 1 Februari 2006.


http://www.kumaraqulmi.blog.friendster.com/

Are they here to save the world? (2006, 12 Januari). The New York Times. Diunduh
tanggal 22 November 2007 dari
http://www.nytimes.com/2006/01/12/fashion/thursdaystyles/12INDIGO.
html?ei=5088&en=277fb750ad762ed9&ex=1294722000&partner=rssnyt
&emc=rss&pagewanted=all

Berbeda tapi bukan anak aneh. (2004, Juni 27). Diunduh tanggal 1 Februari 2006
dari http://juriglagu.multiply.com/journal/item/79

Berzonsky, M.D. (1981). Adolescence development. New York : Macmillan


Publishing, Co.

Burns, R.B. (1993). Konsep diri: teori, pengukuran, perkembangan dan perilaku;
alih bahasa Eddy; editor, Surya Satyanegara. Jakarta : Arcan.

Calhoun, J.F dan Aocella, J.R. (1990). Psychology of adjustment and human
relationship (3rd ed). New York: McGraw-Hill.

Clairevoyance.(2007). Diunduh tanggal 29 Juli 2008 dari


http://www.answers.com/topic/clairvoyance?cat=health
Elkins, D.P. (1979). Self concept sourcebook: Ideas and
activities for building self-esteem. New York: Growth Associates

Common traits of indigo children.(2001). Diunduh pada tanggal 5 Februari 2006 dari

70
71

http://www.metagifted.org/topics/metagifted/indigo/indigoChildCharac
teristics.html

Carrol, Lee & Tober, Jan. (2001). The indigo children: The new kids have
arrived. Canada: Hay-House, Inc.

Creswell, J.W. (1997). Qualitative inquiry and research design: Choosing


among five traditions. California: Sage Publication

Creswell, J.W. (2003). Reseearch design quaitative, quantitative and mixed methods
approach (2nd ed). London: Sage Publications

Chapman, W. (2005). Indigo child: Cakra mata ketiga pembawa harapan baru.
Yogyakarta : Jaka Pring

Danim, S. (2002). Menjadi peneliti kualitatif: Rancangan metodologi, presentasi dan


publikasi hasil penelitian untuk mahasiswa dan peneliti pemula bidang
ilmu-ilmu sosial, pendidikan dan humaniora. Bandung: CV. Pustaka
Setia

Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Bogor : Ghalia Indonesia

Dari sixth sense sampai mampu melihat dimensi lain. (2007, 28 Januari) Diunduh
pada 26 Juni 2008 dari http://www.pro-vclinic.web.id/articles/dari-
sixth-sense-sampai-mampu-melihat-dimensi-lain.html

Datanglah, anak-anak zaman baru. (2004, 1 Agustus) Tempo.

Definitions-clairvoyance, clairaudience and clairsentience. (1999).Diunduh pada 26


Juni 2008 dari http://www.spiritual.com.au/articles/psychics_mediums/
defclairvoyance_gfallon.htm

Ditunggu lahirnya pemimpin bersorban biru. (2004, 10 April). Gatra.

Extrasensory Perception (ESP). (1991).Diunduh pada tanggal 26 Juni 2008.


http://www.themystica.com/mystica/articles/e/esp_extrasensory_percepti
on.html

Extrasensory Perception (ESP). (1997, 1 Juli). Diunduh pada tanggal 26 Juni 2008
dari http://www.williamjames.com/Science/ESP.htm
Glossary of terms in parapsychology. (2003). Diunduh pada tanggal 29 juli 2008
72

dari http://parapsych.org/historical_terms.html

Horrocks, J.E. (1976). The psychology of adolescence. Boston: Houghton Miffin


Company.

Jayson, S. (2005). Indigo kids: does the science fly?. Diunduh tanggal 22 November
2007 dari
http://www.usatoday.com/news/religion/2005-05-31-indigo-kids_x.htm

Jersild, A.T, Judith. S.B & David. W.B. (1978). The psychology of adolescence (3rd
ed). New York: Macmillan Publishing. Co

Kusuma, T.E. (2005). Mengenal generasi indigo. Tidak diterbitkan, Psikiatri


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tim AuraPrimatama. (tanpa tahun). Indigo-aura Color: Mind/body. Tidak


diterbitkan.

Moelong, L.J. (2006). Metodologi penelitian kualitatif ( ed. Revisi). Bandung :


PT. Remaja Rosdakarya.

Mukhtar, Niken. A, & Erna. S. (2001). Konsep diri remaja. Jakarta : PT. Rakasta
Samasta.

Mungkinkah ia indigo? (Oktober 2007). Mother & Baby.

Publication manual of the American psychological association (5th ed).(2001).


Washington, DC: American Psychological Association.

Poerwandari, K. (2005). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku


manusia. Jakarta: LPSP3 Universitas Indonesia.

Purwadi. (2004). Proses pembentukan identitas diri remaja. Humanitas.1, 1.

Rice, P.F & Dolgin, Kim.G. (2000). The adolescence: Development, relationship
and culture (10th ed). Boston: Allyn and Bacon.

Santrock, J.W. (1997). Life-span development (6th ed). USA: Brown


and Benchmark
Santrock, J.W. (2003). Adolescence (6th ed). Jakarta : Erlangga
73

Sarwono, S.W.(2006). Psikologi remaja (ed. Revisi 10). Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada

Self concept. (2008, November). Diunduh tanggal 8 Juli 2006, dari


http://en.wikipedia.org/wiki/Self_concept

Sixth sense vs. indigo child. (2007, 30 April). Hai. No.18/XXXI/.

Supratiknya, A. (1995). Mengenal perilaku abnormal. Yogyakarta: Kanisius

Sui, Choa Kok. (1994). Ilmu dan seni psikoterapi dengant tenaga prana. Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo

Sui, Choa Kok. (2006). Mukjizat penyembuhan prana: Panduan praktis


penyembuhan dengan energi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia.

Steinberg, L.D. (2002). Adolescence (6th ed). New York: McGraw-Hill.

Vanden Bos, Gary R. (2006). Dictionary of psychology (1st ed). Washington DC:
American Psychological Association

You and your quirky kid. (2007, 24 September). Newsweek. CL, no.13.
Lampiran A
Lampiran B
Lampiran C
Lampiran D

Tes ESP

Kartu ini lazim disebut sebagi kartu ESP atau kartu Zener. Dalam tes ESP,
digunakan sebuah set atau materi standard yang mirip dengan tumpukan kartu
permainan. Kartu ini didesain untuk percobaan pada extrasensory perception
(ESP) serta fenomena parapsikologi. Materi ini berjumlah 25 buah kartu
dengan 5 buah pola yang berbeda yaitu bintang, garis ombak, simbol tambah,
lingkaran dan kotak.
DETEKSI KARTU ZENER
Lingkaran(Li), bintang(B), segi empat(S), tambah(T), air(A)
Nama : L/W; Usia : ; Tanggal : / /
Benar Salah
Deteksi ke sebenarnya hasil deteksi
I II III
I II III I II III
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Anda mungkin juga menyukai