SKRIPSI
Oleh:
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkansesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti karya saya ini bukan hasil karya asli saya
ataumerupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
iv
ABSTRAK
Kata Kunci: Kebijakan Luar Negeri Indonesia, HAM, Konflik Etnis, Pengungsi
v
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang maha esa, Allah SWT.
Atas izin serta atas karunia badan sehat dan rezeki dari Nya, saya dapat
menyelesaikan penulisan karya tulis ini, Terimakasih Allah maha baik. Selanjutnya
tidak lupa sholawat serta salam selalu saya limpahkan kepada junjungan besar Nabi
Muhammad SAW.
Semoga karya tulis yang setiap katanya saya tulis dengan hati dapat
tersampaikan uga kepada hati para pembacanya serta dapat bermanfaat bagi setiap
orang yang membacanya.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Sosial (S.Sos.) pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional di Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penyusunan skripsi ini menjadi tanggung jawab penulissepenuhnya. Dalam
penyusunan sendiri tentunya melibatkan banyak pihak. Alhamdulillah berkat doa
dan dukungan dari banyak pihak, skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam kata
pengantar ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ali Munhanif, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh stafdan Jajarannya.
2. Faisal Nurdin Idris, M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Program Studi IlmuHubungan
Internasional serta Dr. Rahmi Fitriyanti, M.Si., selaku Sekretaris Program Studi
Ilmu Hubungan Internasional FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Rahmi Fitriyanti, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang sangat baik dan
pengertian, terimakasih Ibu. Terimakasih telah dengan sabar dan tanpa henti
memberikan arahan serta nasehat kepada saya sampai skripsi ini selesai, tanpa
ibu karya ini tidak akan pernah tercipta. Semoga ibu selalu diberikan kesehatan
oleh Allah SWT. Aamiin.
4. Kepada Dr. Agus Nilmada Azmi, M.Si. serta Dr. Saifuddin Asrori, M.Si. penguji
sidang, terimakasih banyak karena Ibu dan Bapak sudah menguji saya dengan
sabar, semoga Ibu dan Bapak selalu diberikan kemudahan dalam setiap urusan
oleh Allah SWT. Aamiin.
5. Orangtua penulis, Mamah (Lina Liliana) dan Uti (Enok Sukmayati).
Terimakasih Mamah sudah selalu mendukung penulis dalam keadaan sulit
vi
sekalipun, baik secara moral ataupun materil. Terimakasih atas rasa percaya
Mamah. Uti selaku nenek bagi penulis, yang sangat penulis cintai, terimakasih
untuk selalu mencurahkan tenaga serta cinta yang amat besar untuk penulis.
Selalu sehat dan bahagia, ya Mah, Ti.
6. Kakak dan Adik Penulis, Cece Alysa, Aa Ical, Lala, Vina Terimakasih untuk
selalu saling menguatkan, semoga kita bisa terus berkolaborasi untuk saling
membahagiakan terutama membahagiakan Mamah dan Uti.
7. Orangtua Penulis, Papah (Alamsyah) terimakasih atas doa dan kasih sayang
yang selalu diberikan.
8. Ismail Amin, selaku teman dekat penulis, terimakasih atas waktu yang selalu
diberikan kepada penulis, terimakasih untuk selalu berusaha membangun
semangat dan berusaha membuat suasana hati penulis bagus, agar penulisan
skripsi ini dapat terus berjalan.
9. Sahabat-sahabat penulis dalam kelompok belajar "Supranatural" yang selalu
menemani penulis dikelas, membantu penulis saat kesulitan di masa perkuliahan
dan selalu ada untuk penulis dalam menghadapi sulitnya masa perkuliahan, Alm
Aisy, Bicha, Njay, Cicit, Rayhan, Fitra, Ariq. Terimakasih atas semangat dan
sukacita yang diberikan.
10. Sahabat-sahabat Penulis yang baru penulis temui di akhir masa perkuliahan,
Bagus Farhansyah, Raynaldi Kasel, Syahrizal Ahmad, terimakasih sudah banyak
memberikan keceriaan, dan menjadi tempat menumpahkan segala kesedihan
tanpa rasa pamrih. Penulis sangat senang bias berteman dan dekat dengan kalian,
semoga pertemanan ini akan selalu abadi.
11. Sahabat-sahabat penulis, Zahra Azkiya Ahmad, Siva Maulia, Sarah Aisyatul,
yang selalu mendengarkan keluh kesah penulis selama skripsi ini ditulis, yang
selalu menjadi penenang ketika penulis sedih, Banyak membantu penulis dan
selalu memberikan motivasi kepada penulis, Terimakasih.
12. Teman-teman satu angkatan Prodi Hubungan Internasional 2018 khususnya
Rani Hafsari Alam, Salsa Mutiarani, Vivi Yunia Ifada, serta sahabat-sahabat di
prodi Hubungan Internasional yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Semoga kita semua selalu diberikan berkah kesehatan serta umur panjang agar
dapat bertemu kembali dengan kesuksesan masing-masing di masa depan.
vii
DAFTAR ISI
viii
A. Latar Belakang Terjadinya Konflik Etnis di Myanmar ............. 30
B. Faktor Penyebab Konflik Di Rakhine ........................................ 35
C. Tindakan Pelanggaran yang Dilakukan Terhadap Etnis Rohingya
....................................................................................................... 38
D. Dinamika Penyelesaian Konflik Etnis Di Rakhine Tahun 2014-
2019 .............................................................................................. 40
E. Hambatan Penyelesaian Konflik Etnis di Myanmar 2014-2019
....................................................................................................... 43
ix
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 70
A. Kesimpulan .................................................................................. 70
B. Saran ............................................................................................. 72
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR SINGKATAN
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Konflik etnis antara komunitas agama Buddha dan Islam telah lama terjadi
pertama terjadi di Rakhine pada tahun 2012. Bahkan, petinggi ataupun masyarakat
Rohingya. Misalnya pada tahun 2015, terdapat kampanye “kill and bury” yang
ditujukan kepada etnis Rohingya, dimana kampanye tersebut didukung dan diikuti
oleh publik.1 Di samping itu, banyak pula kampanye yang dilakukan untuk
menurut pernyataan pemerintah Myanmar, dilakukan oleh teroris Islam. 3 Hal itu
1
Mirco Kreibich, Johanna Goetz, dan Alice M. Murage, “Myanmar’s Religious and Ethnic
Conflicts: no end in sight”, Heinrich Boll Stiftung: The Green Political Foundation, 24 Mei 2017,
diakses 11 Desember 2022, https://www.boell.de/en/2017/05/24/myanmars-religious-and-ethnic-
conflicts-no-end-sight#_ftn20.
2
Human Rights Council, Situation of human rights of Rohingya Muslims and other
minorities in Myanmar: Report of the United Nations High Commissioner for Human Rights
(Jenewa: Human Rights Council, 2016), https://www.refworld.org/pdfid/5768f0e94.pdf.
3
Radio Free Asia, Myanmar Says Islamic Terrorist Organization Behind Deadly Border
Raids in Rakhine State, 14 Oktober 2016, diakses 11 Desember 2022,
https://www.rfa.org/english/news/myanmar/myanmar-says-islamic-terrorist-organization-behind-
deadly-border-raids-in-rakhine-state-10142016164041.html.
1
hingga 130 orang 4 dan 1.500 bangunan rusak akibat terbakar. 5 Pada saat itu, PBB
Pada tahun 2017, setidaknya terdapat lebih dari satu juta penduduk
Rakhine. Namun, Myanmar memandang etnis Rohingya sebagai imigran ilegal dan
dimulai sejak 25 Agustus 2017. Operasi tersebut sebagian besar dilakukan dengan
kekerasan seksual pun tidak hanya dilakukan terhadap perempuan, melainkan juga
4
BBC, Hundreds of Rohingya try to escape Myanmar crackdown, 16 November 2016,
diakses 11 Desember 2022, https://www.bbc.com/news/world-asia-38008151.
5
Human Rights Watch, Burma: Military Burned Villages in Rakhine State, 13 Desember
2016, diakses 11 Desember 2022, https://www.hrw.org/news/2016/12/14/burma-military-burned-
villages-rakhine-state.
6
Charlotte England, “Burmese government denies ongoing genocide of Rohingya
Muslims”, Independent, 4 Januari 2017, diakses 11 Desember 2022,
https://www.independent.co.uk/news/world/asia/burma-government-rohingya-muslims-aung-san-
suu-kyi-genocide-massacre-rape-minority-myanmar-a7508761.html.
7
BBC, Myanmar Rohingya: UN condemns human rights abuses, 28 Desember 2019,
diakses 11 Desember 2022, https://www.bbc.com/news/world-asia-50931565.
2
menghadapi kekerasan dua kali lipat lebih parah karena mereka merupakan etnis
ada dalam dunia modern, dimana jumlah penduduk Rohingya yang mengungsi ke
Bangladesh saja mencapai lebih dari 830.000 orang. Di samping itu, jumlah korban
jiwa dalam operasi militer tersebut berkisar antara 9.000 hingga 13.000 orang dari
tersebut.9
Namun, hingga saat ini, pemerintah Myanmar dinilai gagal dalam mencegah dan
dengan cepat sebelum masa hukuman penjara habis. Pemerintah Myanmar pun
diperlukan adanya intervensi dari aktor eksternal untuk menyelesaikan konflik yang
8
OHCHR, UN Fact-Finding Mission on Myanmar Calls for Justice for Victims of Sexual
and Gender-based Violence, 22 Agustus 2019, diakses 11 Desember 2022,
https://www.ohchr.org/en/press-releases/2019/08/un-fact-finding-mission-myanmar-calls-justice-
victims-sexual-and-gender?LangID=E&NewsID=24907.
9
Anthony Ware dan Costas Laoutides, “Myanmar’s ‘Rohingya’ Conflict: Misconceptions
and Complexity”, Asian Affairs (2019), 2. https://doi.org/10.1080/03068374.2019.1567102.
10
BBC, Myanmar Rohingya: UN condemns human rights abuses, 28 Desember 2019,
diakses 11 Desember 2022, https://www.bbc.com/news/world-asia-50931565.
3
terjadi di Myanmar karena Myanmar dinilai menghambat upaya penyelesaian
konflik tersebut.
Amnesty Internasional juga melihat apa yang terjadi pada etnis rohingya
genosida Rohingya oleh militer Burma pada tahun 2017, sekitar 1,1 juta populasi
Kepala pemerintahan de facto Aung San Suu Kyi secara khusus telah dikritik
karena tidak bertindak dan diam atas masalah ini dan melakukan sedikit tindakan
Dampak yang diakibatkan dari konflik tersebut adalah terjadi mobilisasi etnis
Tragedi ini diperkeruh dengan isu kekerasan diakibatkan karena isu keagamaan
yang melibatkan dua kepercayaan yakni muslim dan Buddha. Etnis rohingya
11
Al-Jazeera, "Who are the Rohingya?" Heritage destruction in Myanmar’s Rakhine state
legal and illegal iconoclasm.pdf diakses pada 27 Oktober 2021
12
Ronan Lee & José Antonio González Zarandona (2019): Heritage destruction in
Myanmar’s Rakhine state: legal and illegal iconoclasm, International Journal of Heritage Studies,
DOI: 10.1080/13527258.2019.1666294
4
menjadi minoritas akibatnya penindasan, kekerasan, intimidasi adalah bukan hal
Hal ini sejalan dengan dampak dari sistem pemerintahan suatu negara yang
dan tidak terkontrol maka secara tidak langsung akan menyebabkan angkatan
militer tersebut justru akan menjadi instrumen negara dalam menstabilisasi politik
domestiknya. Indonesia terkenal dengan politik bebas aktif dan menjunjung tinggi
keadilan, serta Indonesia sangat dipandang di dalam ASEAN sebagai negara yang
paling besar diantara negara ASEAN dan maumenjalin hubungan dengan negara
situasi seperti saat ini, Sudah menjadi komitmen Indonesia untuk ikut aktif
sangatlah penting Karena pada dasarnya Operasi Pemeliharaan Perdamaian PBB ini
5
Perdamaian (UN Peacekeeping Force) yang keduanya menggunakan kekuatan
militer dari berbagai negara yang ditetapkan oleh Dewan Keamanan PBB.13
dilihat dari berbagai kerjasama yang telah dilakukan oleh kedua negara sehingga
hal ini dapat dijadikan media persuasif untuk mengatasi kasus Rohingya dengan
adil dan damai. Dalam prinsip Politik Luar Negeri Indonesia yakni “bebas aktif”,
bebas diartikan bahwa Indonesia tidak memihak pada satu blok manapun baik barat
maupun timur. Sedangkan aktif berkaitan dengan cita-cita UUD 1945 seperti aktif
menjaga ketertiban dunia. Artinya bebas di sini bukan lagi berarti tidak berpihak
pada blok ideologi tertentu, tetapi memiliki restorasi makna misalnya bebas dalam
arti menjalin kerja sama dengan negara manapun atas nama kepentingan negara.
Politik Luar Negeri adalah identitas suatu negara yang menjadi ciri khas atau
keunikan negara tersebut dalam hubungan eksternalnya atau abstraksi dari negara
tersebut yang diambil dari nilai-nilai dan budaya negara itu. Dalam makna lainya
Politik Luar Negeri adalah refleksi kebutuhan dari negara yang bersangkutan yang
eksternal. Di sisi lainya kebijakan luar negeri adalah strategi yang harus dicapai
atau legitimasi dan cara untuk mewujudkan Politik Luar Negeri itu. Dengan
13
Samekto, Mengkaji Peran Operasi Pemeliharaan Perdamaian PBB Sebagai Bagian
Upaya Menciptakan Perdamaian Dunia, Jurnal Hukum & Pembangunan. Vol. 21, (1991): 25, Doi:
10.21143/jhp.vol21.no1.395.
6
demikian, bukan sesuatu yang tabu apabila kebijakan luar negeri setiap pemimpin
negara berbeda-beda.14
salah satunya pada kasus konflik etnis di Myanmar, maka penelitian ini akan
Indonesia dalam menangani pengungsi dari Etnis Rohingya yang berada di kawasan
implementasi kebijakan luar negeri Indonesia. Sehingga akan ada korelasi dalam
analisis teori kebijakan luar negeri Indonesia dengan bagaimana kebijakan tersebut
B. Pertanyaan Penelitian
Indonesia melalui kebijakan luar negeri nya terhadap Refugee (pengungsi) etnis
Rohingya yang ada di Indonesia melalui kerangka teoritis kebijakan luar negeri,
14
James N. Rosenau, Gavin Boyd, Kenneth W. Thompson. 1976. World Politics: An
Introduction. New York: The Free Press, hal. 18.
7
Sebagai negara yang menganut system politik bebas dan aktif selama masa
konflik dan berakhirnya konflik antar etis Buddha Rakhine dan Etnis muslim
Konflik yang terjadi antara Etnis Muslim dan etnis budha Rakhine di
Rakhine Myanmar.
internasional.
D. Tinjauan Pustaka
15
I. Gede Wahyu Wicaksana, “International Society: The Social Dimensions of Indonesia’s
Foreign Policy,” Pacific Review 29, no. 5 (2016): 741–59,
https://doi.org/10.1080/09512748.2015.1047467.
8
tersebut dijelaskan bagaimana pengambilan keputusan kebijakan Politik luar negeri
Indonesia yang dinyatakan bebas aktif. Politik luar negeri yang mandiri dan aktif
lahir ketika pemerintah Indonesia yang baru lahir dihadapkan pada tantangan
Pada posisi yang tidak memihak saat perang dunia ke II, Indonesia kemudian
Asia pertama di New Delhi pada Maret 1947, Perdana Menteri Indonesia Soetan
diplomasi Indonesia.
9
Sebelumnya, penerapan perspektif teoritis dominan realisme telah
pendorong utama kebijakan luar negeri Indonesia. Sementara itu, dimensi sosial
dari wacana kebijakan negara telah diremehkan. Parameter ilmiah yang diacu
16
Mohamad Rosyidin and Andi Akhmad Basith Dir, “Why States Do Not Impose
Sanctions: Regional Norms and Indonesia’s Diplomatic Approach towards Myanmar on the
Rohingya Issue,” International Politics 58, no. 5 (2021): 738–56, https://doi.org/10.1057/s41311-
020-00264-2.
10
kewarganegaraan, Menggunakan pendekatan konstruktivis. Dalam menyikapi
pendekatan ini sebagai alat yang efektif untuk membujuk pemerintah Myanmar
berupa objek yang diambil, yaitu sama-sama mengangkat isu konflik etnis yang
Indonesia, Dari sisi politik, Indonesia telah melakukan hubungan bilateral dengan
meminta izin untuk memberikan organisasi internasional seperti OKI, PBB, dan
17
Laura Schwartz, “Indonesian Foreign Policy under Jokowi,” The National Bureau of
Asian Research, 2015, http://nbr.org/research/activity.aspx?id=510.
11
ASEAN untuk mengumpulkan informasi tangan pertama langsung dari Myanmar.
Ketika Jokowi berkuasa pada 2014, kebijakan luar negeri Indonesia terhadap
dan bantuan kemanusiaan akan tetapi pada masa pemerintahan Joko widodo
terhadap isu konflik Etnis di Myanmar adapun perbedaannya penulis akan lebih
membahas secara signifikan dan terperinci kebijakan yang diambil pada masa
E. Kerangka Teoritis
Kebijakan luar negeri merupakan hal yang kompleks sehingga sulit untuk
penelitian ini, digunakan konsepsi kebijakan luar negeri oleh James N. Rosenau.
12
aspek tertentu di lingkungan internasional atau untuk menghilangkan dan
jenis adaptasi yang dilakukan oleh negara dalam kurun waktu tertentu.
Sebagai sekumpulan orientasi, kebijakan luar negeri merujuk pada sikap, sudut
pandang, dan nilai yang berasal dari pengalaman sejarah dan kondisi strategis
yang mana pembuat kebijakan menerjemahkan orientasi yang dimiliki oleh negara
bentuk aktivitas tertentu. Berdasarkan hal tersebut, kebijakan luar negeri dapat
luar negeri yang dikeluarkan oleh Indonesia merupakan sebuah reaksi dan tindakan
atas konflik yang terjadi antara etnis muslim Rohingya dan etnis Budhha Rakhine.
18
James N. Rosenau, Comparing Foreign Policies, Theories, Findings, and Methods (New
York: John Wiley & Sons, 1974), 6.
19
James N. Rosenau, World Politics: An Introduction (New York: Free Press, 1976), 16-
17.
13
E.2 Konsep Refugee
identified refugees, yakni pengungsi yang secara sadar mengungsi karena menolak
isu politik ataupun sosial yang terjadi di wilayah asalnya. Kedua adalah events
Umumnya, pengungsi dalam kategori ini tidak lagi peduli pada situasi yang
atas alasan pribadi, biasanya karena mereka merasa teralienisasi oleh komunitas
related refugees karena mereka mengalami tindak diskriminasi dan kekerasan dari
adanya kemiripan budaya, seperti bahasa, nilai, tradisi, pandangan politik, dan lain-
lain. Dengan adanya kesamaan tersebut, pengungsi akan lebih cepat berintegrasi
20
Egon F. Kunz, “Exile and Resettlement: Refugee Theory”, The International Migration
Review, Vol. 15, No. ½ (1981), 42-43.
21
Egon F. Kunz, “Exile and Resettlement: Refugee Theory”, The International Migration
Review, Vol. 15, No. ½ (1981), 46-48.
14
dengan komunitas lokal dan menghindari perasaan terisolasi di wilayah baru.
lokal.
sehingga adalah hal yang alami jika terjadi konflik antaretnis karena adanya
bukan merupakan konsep yang konfliktual, tetapi konflik etnis dapat muncul
karena adanya situasi security dilemma, baik karena kondisi politik ataupun
perebutan sumber daya. Di sisi lain, instrumentalisme 22. melihat konflik etnis
22
Laura Yeghiazaryan, “Which of the three main ethnic conflic theories best explains the
Ethnic violence in the post-soviet states of Azerbaijan, Georgia, and Moldova?”, Undergraduate
Journal of Political Science, Vol. 3, No. 1 (2018), 50.
15
Primordialisme memandang bahwa etnis merupakan hal alami yang bersifat
yang berasal dari bahasa, budaya, tradisi, dan histori yang kemudian berpengaruh
terhadap bagaimana mereka memandang identitas etnisnya 23. Dari sudut pandang
konsep relasional, dimana ketika terdapat in-group, artinya terdapat pula out-group,
sehingga wajar bagi dua kelompok etnis yang berbeda untuk berkonflik demi
mencapai tujuan masing-masing24. Oleh karena itu, tindak kekerasan antaretnis pun
F. Metode Penelitian
memakai istilah-istilah pada upaya serta makna individu atau grup yang berkaitan
23
Laura Yeghiazaryan, “Which of the three main ethnic conflic theories best explains the
Ethnic violence in the post-soviet states of Azerbaijan, Georgia, and Moldova?”, Undergraduate
Journal of Political Science, Vol. 3, No. 1 (2018), 47.
24
Neal G. Jesse dan Kristen P. Williams, Ethnic Conflict: A Systematic Approach To Cases
of Conflict (Washington: CQ Press, 2011).
25
John W. Creswell. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Approaches –
4 th ed. (Singapore : Sage Publication, 2014)
16
kualitatif juga dipaparkan oleh Michael Quinn, dimana dijelaskan bahwa penelitian
mengenai kasus yang akan dibahas dalam penelitian dan bertujuan mendapatkan
deskripsi terhadap variabel dalam pokok masalah melalui interpretasi yang tepat,
yaitu interpretasi berdasarkan konsep dan teori.27 Seperti yang dikatakan oleh
Creswell bahwa penelitian kualitatif mengandalkan data teks dan gambar. 28 Data
yang diambil menggunakan teknik studi pustaka yang berbentuk teks serta data
angka, data pustaka bersifat siap pakai, merupakan data sekunder, serta kondisi data
penelitian yang perlu dipenuhi baik dari prosedur pengumpulan data maupun
prosedur pengolahan data. Dalam menghimpun data yang akan dijadikan sumber
26
Patton Michael Quinn. A Guide To Using Qualitative Research Methodology. (Medecins
Sans Fronteres. 2002) 2
27
H. Abdurrahman & Soejono. Metode Penelitian : Suatu Pemikiran dan Penerapan.
(Jakarta: Rineka Cipta, 2005). 21
28
John W. Creswell. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Approaches –
4 th ed. (Singapore : Sage Publication, 2014)
29
Mestika Zed. Metode Penelitian Kepustakaan. Cetakan Pertama. (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004) 4-5
30
John W. Creswell. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Approaches –
4 th ed. (Singapore : Sage Publication, 2014) 239-240
17
Dalam penelitian ini, setidaknya menggunakan tiga jenis sumber data yaitu
sumber dokumen yang bersumber dari buku, jurnal, berita, dan laporan resmi yang
dikeluarkan oleh beberapa lembaga. Kemudian, sumber material suara dan gambar
resmi.
menggunakan beberapa literatur baik bersumber dari buku, artikel, jurnal, laporan
memiliki relevansi dengan penelitian ini. Literatur yang dimaksud adalah website
resmi Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights
Human Rights & The Pacific Review serta dokumen-dokumen terkait masalah yang
akan diteliti.
penelitian kualitatif dalam prosedur pengolahan data yang harus dilakukan, dimulai
akan dijadikan bahan baca guna memahami permasalahan yang akan diteliti.Setelah
18
yang dianggap kuat dan relevan sebagai bahan dalam proses penelitian. Proses
penelitian dan penarikan kesimpulan dari permasalahan yang diteliti. Hasil dari
Dengan demikian hasil penelitian ini berupa analisa yang didapatkan dengan
Jokowidodo, Periode tersebut dipilih karena diantara tahun 2014 hingga 2017
terjadi penderitaan besar yang dirasakan oleh Rohingya. Misalnya ditahun 2012-
2014 terjadi konflik komunal antar masyarakat Rakhine beragama Budha dengan
atau operasi pembalasan pihak militer Myanmar terhadap serangan kantor polisi
dan sebuah pangkalan militer yang telah diserang oleh kelompok bersenjata
31
John W. Creswell. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Approaches – 4 th.248
32
John W. Creswell. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Approaches – 4 th. 249
19
pembunuhan, dan pembakaran desa sebanyak 1500 rumah. Operasi pembalasan
menghindari adanya pelebaran pokok masalah agar penelitian ini lebih terarah dan
Skripsi ini akan berfokus pada kebijakan luar negeri Indonesia pada
melakukan pendekatan melalui cara negosiasi dan mediasi kepada para pihak yang
terlibat. Skripsi ini juga akan menjelaskan tentang mengapa Indonesia dapat
menjelaskan tentang apa saja upaya yang di lakukan Indonesia dalam penyelesaian
Konflik serta kebijakan apa yang dikeluarkan Jokowi dodo sebagai pemerintah
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, yaitu sebagai
berkaitan dengan sejarah masalah dan yang menjadi latar belakang kebijakan yang
diambil Indonesia pada penyelesaian konflik etnis Rohingya. Bab ini dimaksudkan
dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan dengan tujuan untuk memperjelas aspek penelitian dan tujuan
penelitian ini.
20
BAB II: Konflik yang terjadi Antar Etnis di Myanmar. Pada bab ini membahas
mendalam, lalu faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya konflik antar etnis
tersebut serta bab ini juga membahas pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia
apa saja yang dilakukan oleh Myanmar terhadap etnis muslim Rohingya.
BAB III: Keterlibatan Indonesia pada konflik etnis di Myanmar pada pemerintahan
etnis di Myanmar dan dipaparkan kebijakan-kebijakan luar negeri apa saja yang
Konflik di Myanmar.
BAB V: PENUTUP Pada bagian ini, penelitian ini akan memberikan kesimpulan
berupa kesimpulan dari pembahasan bab-bab sebelumnya, serta gagasan tentang
kesimpulan dari keseluruhan penelitian ini menghasilkan saran untuk pembaca dan
peneliti selanjutnya.
21
BAB II
DI MYANMAR
Myanmar
perhatian khusus terhadap kejadian yang menimpa etnis Rohingya yang mayoritas
merespons konflik antar etnis di Myanmar. Salah satu fokus kebijakan Indonesia
merupakan isu yang serius, yang mana pengungsi asal Rohingya pada dasarnya
termasuk ke dalam imigran ilegal, tetapi di sisi lain, pengungsi Rohingya juga harus
di negara asalnya.33
33
Hardi Alunaza & M. Kholit Juani, “Kebijakan Pemerintah Indonesia melalui Sekuritisasi
Migrasi Pengungsi Rohingya di Aceh tahun 2012-2015”, Indonesian Perspective, Vol. 2, No. 1
(2017).
22
Selain itu, Indonesia juga hanya berstatus sebagai negara pengamat dalam
pengungsi Rohingya.34
ada terkait dengan pengungsi dalam menyikapi pengungsi Rohingya yang ada di
pasal 206, 221, dan 223, yang mana mengatur tentang pendetensian pengungsiyang
berstatus imigran ilegal dengan jangka waktu hingga 10 tahun. Peraturan tersebut
wajib lapor selama dua kali dalam setahun dan membuat laporan kekantor imigrasi
atas status maupun pekerjaan imigran setelah melewati jangka waktu 10 tahun.35
kepemimpinan SBY adalah melalui kerja sama yang dilakukan dengan organisasi
Aceh.37 Indonesia bekerja sama dengan UNHCR dan IOM dalam menangani
34
Karina & Maidah Purwanti, “Kebijakan Nasional Indonesia terhadap Migrasi
Internasional”, Journal of Law and Border Protection, Vol. 3, No. 1 (2021).
35
Alunaza & Juani, “Kebijakan Pemerintah Indonesia melalui Sekuritisasi Migrasi”.
36
Karina & Purwanti, “Kebijakan Nasional Indonesia terhadap Migrasi Internasional”.
37
Alunaza & Juani, “Kebijakan Pemerintah Indonesia melalui Sekuritisasi Migrasi”.
23
pemerintah Indonesia juga bekerja sama dengan Organisasi Kerjasama Islam (OKI)
saat itu, Thein Sein untuk mengupayakan resolusi konflik antar etnis yang terjadi
di Myanmar.39
konflik yang dapat dilakukan melalui tataran nasional atau kerja sama bilateral.
Myanmar dalam menangani isu kekerasan terhadap etnis Rohingya, yang mana
tersebut.40
38
Fatma A. Ardani, Fendy E. Wahyudi, & Hermini Susetianingsih, “Kebijakan Indonesia
dalam Membantu Penyelesaian Konflik antara Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar (Studi
Karakter Kepribadian Susilo Bambang Yudhoyono), Journal International Relations Universitas
Diponegoro, Vol. 1, No. 2 (2015).
39
Fatma A. Ardani, Fendy E. Wahyudi, & Hermini Susetianingsih, “Kebijakan Indonesia
dalam Membantu Penyelesaian Konflik antara Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar (Studi
Karakter Kepribadian Susilo Bambang Yudhoyono).
40
Alunaza & Juani, “Kebijakan Pemerintah Indonesia melalui Sekuritisasi Migrasi”.
24
Selain itu, pemerintah Indonesia melalui SBY menyatakan sikapnya atas isu
langkah lain untuk menyelesaikan isu kemanusiaan yang dialami oleh etnis
Rohingya.41
Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa Indonesia juga menggunakan jalur
diplomasi untuk menyelesaikan konflik antar etnis dan diskriminasi yang dialami
yang ada. Selain itu, Indonesia juga bertekad untuk menjaga keamanan nasional
yang dapat berdampak positif bagi masyarakatnya. Salah satu upaya Indonesia
internasional agar mengangkat isu yang terjadi di Myanmar. Hal ini dibuktikan
dengan posisi Indonesia yang mendorong ASEAN untuk mengadakan forum yang
41
Ardani, Wahyudi, & Susetianingsih, “Kebijakan Indonesia dalam Membantu
Penyelesaian”.
25
nasional dari ancaman keamanan kawasan sekaligus mendorong kerja sama yang
Jalur pertama adalah melalui pemerintah sebagai aktor pencipta dan penjaga
dengan pemerintah Myanmar dalam menyelesaikan konflik antar etnis yang terjadi
terbuka yang dikirimkan oleh SBY terhadap Thein Sein yang menyatakan bahwa
menangani isu konflik antar etnis di Myanmar. 45 Dapat dilihat bahwa pemerintah
menyelesaikan konflik antar etnis yang terjadi di Myanmar adalah melalui aktor
42
Alunaza & Juani, “Kebijakan Pemerintah Indonesia melalui Sekuritisasi Migrasi”.
43
Rio Sundari, Rendi Prayuda, & Dian V. Sary, “Upaya Diplomasi Pemerintah Indonesia
dalam Mediasi Konflik Kemanusiaan di Myanmar”, Jurnal Niara, Vol. 14, No. 1 (2021).
44
Inda M. Permata, Nadya Hijrah D., & Anita A. Sinulingga, “Humanitarian Diplomacy:
Indonesia’s Response Toward Rohingya Humanitarian Crisis”, Journal of Diplomacy and
International Studies, Vol. 2, No. 1 (2019).
45
Ardani, Wahyudi, & Susetianingsih, “Kebijakan Indonesia dalam Membantu
Penyelesaian”.
26
non-negara atau organisasi sebagai pencipta perdamaian. Aktor non-negara
antar aktor dengan mengeksplor solusi secara netral.46 Melalui jalur tersebut,
bantuan tempat tinggal sebanyak 800 unit untuk masyarakat etnis Rohingya yang
terdampak konflik.48
Tingkat Tinggi ASEAN Ke-14 pada tahun 2009, negara anggota ASEAN
Rohingya ditangani melalui mekanisme yang disebut sebagai “Bali Process” yang
melibatkan negara asal pengungsi, negara tujuan pengungsi, dan negara transit. 49
Hal ini menunjukkan besarnya peran Indonesia yang dominan dalam menangani
46
Sundari, Prayuda, & Sary, “Upaya Diplomasi Pemerintah Indonesia”.
47
Ardani, Wahyudi, & Susetianingsih, “Kebijakan Indonesia dalam Membantu
Penyelesaian”
48
Permata, Hijrah, & Sinulingga, “Humanitarian Diplomacy”.
49
Alunaza & Juani, “Kebijakan Pemerintah Indonesia melalui Sekuritisasi Migrasi”.
27
Tindakan lain yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia adalah melalui
sementara bagi pengungsi Rohingya di Aceh hingga mereka kembali ke negara asal
memberikan tempat penampungan dengan fasilitas yang lebih baik melalui sarana
dan prasarana, ditambah dengan adanya akses pendidikan maupun kesehatan bagi
pengungsi. Tidak hanya itu, pengungsi juga mendapatkan jatah makan tiga kali
sehari. Sementara itu bagi pengungsi yang sudah berkeluarga diberikan kamar
dengan imigran, tetapi pemerintah memberikan fasilitas yang layak bagi pengungsi.
Bab ini menjelaskan bahwa Indonesia telah terlibat secara aktif dalam upaya
Indonesia dapat dilihat dari fokus Indonesia dalam menangani isu pengungsi
pengungsi legal. Indonesia juga aktif memberikan bantuan humaniter kepada etnis
50
Alunaza & Juani, “Kebijakan Pemerintah Indonesia melalui Sekuritisasi Migrasi”.
28
Tidak hanya bantuan humaniter, Indonesia juga menawarkan bantuan kepada
tersebut.
29
BAB III
Myanmar sebagai negara yang kental dengan kebudayaan dan kepercayaan agama
Buddha memiliki sejarah panjang sebagai salah satu jajahan pemerintahan kolonialInggris
yang kemudian hingga saat ini berada di bawah rezim junta militer. 51 Panjangnya sejarah
yang dialami oleh Myanmar juga diwarnai dengan krisis dan konflik antar etnis yang
terjadi di Myanmar. Konflik yang terjadi di Myanmar dipicu oleh perselisihan antara etnis
mayoritas bersama pemerintah yang berkuasa melawan etnis minoritas seperti Rohingya.
Besarnya konflik yang terjadi memberikan kerugian besar bagi masyarakat yang
terdampak baik secara materiil dan imateriil. Tidak hanya itu, konflik antar etnis yang
terjadi di Rohingya juga menimbulkan besarnya korban jiwa selama beberapa dekade
terakhir. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui konflik antar etnis yang terjadi di
Myanmar baik darisejarah, faktor, dan pelanggaran yang terjadi dalam konflik tersebut.
sebelumnya. Hal ini memiliki keterkaitan dengan aneksasi Myanmar atau yang
dikenal dengan nama Burma pada saat itu di bawah pemerintahan kolonial Inggris
di abad ke-19. Sebelum memahami sejarah konflik antar etnis yang terjadi di
51
Jobair Alam, “The current Rohingya Crisis in Myanmar in historical perspective”,
Journal of Muslim Minority Affairs, Vol. 39, No. 1 (2019).
https://doi.org/10.1080/13602004.2019.1575560.
30
bermukim di wilayah utara negara bagian Rakhine dan termasuk sebagai minoritas
sendiri memiliki berbagai versi. Ada kepercayaan yang menyebutkan bahwa etnis
Rohingya berasal dari pedagang Arab yang terdampar di pulau Ramree dan
diberikan tempat tinggal oleh raja setempat.53 Selain itu, sumber lain menyatakan
bahwa etnis Rohingya berasal dari pedagang Arab yang bermigrasi ke wilayah
Rakhine pada abad ke-8, disusul dengan perdagangan budak yang terjadi di wilayah
tersebut.54
Kedatangan bangsa Inggris yang menjajah Burma pada tahun 1824 hingga
pemerintah kolonial Inggris salah satunya adalah membagi wilayah Myanmar yang
52
Md. Salman Sohel, “The Rohingya Crisis in Myanmar: Origin and emergence”, Saudi
Journal of Humanities and Social Sciences, Vol. 2, No. 11 (2017).
https://doi.org/10.21276/sjhss.2017.2.11.1.
53
Haradhan K. Mohajan, “History of Rakhine State and the origin of the Rohingya
Muslims”, The Indonesian Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 2, No. 1 (2018).
54
Sohel, “The Rohingya Crisis in Myanmar”.
55
Alam, “The current Rohingya Crisis in Myanmar”.
56
Rey Ty, “The Rohingya Refugee Crisis: Contexts, problems, and solutions”, SUR 29,
Vol. 16, No. 29 (2019).
31
memperbesar perbedaan antar etnis. Selain itu, Inggris juga membagi wilayah
Rohingya ke wilayah Arakan untuk menjadi buruh tani. Langkah yang diambil oleh
wilayah Arakan.57
meninggalkan pembagian peta Burma yang memicu konflik. Peta wilayah Burma
ketidakpuasan dari beberapa kelompok etnis yang dipicu oleh hilangnya kekuasaan
yang dimiliki oleh kelompok-kelompok tersebut atas wilayah mereka. Hal ini
Salah satu kebijakan diskriminatif yang dikeluarkan oleh Persatuan Burma adalah
57
Alam, “The current Rohingya Crisis in Myanmar”.
58
Ty, “The Rohingya Refugee Crisis”.
59
Alam, “The current Rohingya Crisis in Myanmar”.
32
tidak mengikutsertakan etnis Rohingya di dalamnya kecuali yang keluarganya
Registration Card (FRC). Selain itu, rezim Myanmar di bawah Ne Win juga
Rohingya, salah satunya adalah mencabut beberapa hak politik yang dimiliki oleh
kelompok minoritas.
mempersulit warga dari Rohingya untuk menjadi pegawai negeri sipil, sementara
yang sudah menjadi pegawai negeri sipil akan dimutasi sehingga tidak tinggal
berdekatan dengan keluarganya. Hal ini diperparah dengan ketentuan bahwa etnis
dekade 1980-an, yang mana pada tahun 1982, pemerintah junta militer Myanmar
60
Ty, “The Rohingya Refugee Crisis”.
61
Sohel, “The Rohingya Crisis in Myanmar”.
62
Alam, “The current Rohingya Crisis in Myanmar”.
63
Alam, “The current Rohingya Crisis in Myanmar”.
33
menyatakan bahwa status kewarganegaraan diberikan bagi mereka yang dapat
tahun 1823. Hal ini menyulitkan masyarakat etnis Rohingya yang asal muasalnya
mereka sudah tinggal di Burma sebeluh tahun 1823.64 Oleh karena itu, peraturan ini
mayoritas dan rezim terhadap warga Rohingya yang melanggar hak asasi manusia.
Selanjutnya pada tahun 1988, dengan berkuasanya State Law and Order
diakui. Hingga tahun 1992 sendiri, setidaknya 300 ribu masyarakat etnis Rohingya
64
Sohel, “The Rohingya Crisis in Myanmar”.
65
Mohajan, “History of Rakhine State and the origin of the Rohingya Muslims”.
66
Alam, “The current Rohingya Crisis in Myanmar”.
34
ditetapkan.67 Kondisi tersebut diperparah dengan banyaknya serangan terhadap
masjid dan sekolah etnis Rohingya di awal dekade 2000-an yang memicu eksodus
terhadap etnis Rohingya di Rakhine yang dilakukan oleh kelompok Buddha. Tidak
hanya itu, etnis Rohingya juga menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Myanmar pada tahun 2015 yang memaksa
etnis Rohingya untuk menikah dengan masyarakat Buddha di Rakhine. Di sisi lain,
pelanggaran hak asasi manusia bagi etnis Rohingya menjadi lebih parah setelah
balasan atas tindakan yang dilakukan oleh Arakan Rohingya Salvation Army
(ARSA).69
Melihat sejarah konflik etnis yang terjadi di Rakhine dan diskriminasi yang
dialami oleh warga Rohingya, ada beberapa hal yang memicu konflik tersebut tetap
ada hingga saat ini. Salah satu penyebab utama dari diskriminasi dan kekerasan
yang dialami oleh etnis Rohingya adalah kekhawatiran dari kelompok etnis
67
Mohajan, “History of Rakhine State and the origin of the Rohingya Muslims”.
68
Alam, “The current Rohingya Crisis in Myanmar”.
69
Alam, “The current Rohingya Crisis in Myanmar”.
35
beragama Buddha akan penyebaran Islam di Myanmar. Myanmar sebagai negara
kepercayaan tersebut. Oleh karena itu, raja-raja yang berkuasa di wilayah Burma
mayoritas beragama Buddha sebelum dijajah oleh Inggris. 70 Selain itu, pedagang
menikahi masyarakat lokal sekaligus membuat mereka masuk ke agama Islam. Hal
menjadi salah satu pemicu utama atas konflik yang terjadi di Myanmar, karena
Rohingya merupakan salah satu faktor yang dapat mengganggu pemeluk agama
Faktor lain yang menyebabkan konflik etnis yang terjadi di Myanmar adalah
satu penggerak aksi diskriminasi terhadap etnis Rohingya. Pada dasarnya, tidak
sendiri karena mereka menganggap bahwa etnis mereka merupakan entitas yang
berdiri sendiri.
mengakar sejak turun temurun dan khawatir akan eksistensi etnis Rohingya yang
70
Sohel, “The Rohingya Crisis in Myanmar”.
71
Ty, “The Rohingya Refugee Crisis”.
36
dapat mengancam etnis lainnya di Myanmar.72 Tidak hanya itu, militer dan
ini merupakan suatu gerakan yang bertujuan untuk menjaga nilai-nilai tradisional
mampu menarik simpati masyarakat. Ashin Wirathu selaku pendiri gerakan ini
tersebut.74
menguasai Burma membuat peta wilayah Myanmar tanpa melihat sejarah dan etnis
yang bermukim di area tersebut. Pada awalnya, etnis Rohingya tidak setuju bahwa
mereka termasuk sebagai bagian dari Myanmar dan ingin menyatukan diri dengan
Bangladesh. Tidak hanya itu, pada awal kemerdekaan Myanmar juga dapat dilihat
bahwa sebagian masyarakat etnis Rohingya berpikir bahwa mereka adalah negara
72
Mohajan, “History of Rakhine State and the origin of the Rohingya Muslims”.
73
Sohel, “The Rohingya Crisis in Myanmar”.
74
Mohajan, “History of Rakhine State and the origin of the Rohingya Muslims”.
75
Ty, “The Rohingya Refugee Crisis”.
37
Selain itu pada masa Perang Dunia II, etnis-etnis yang berada di wilayah Burma
terpecah menjadi dua kubu. Etnis mayoritas Burma memihak terhadap Jepang yang
Karen, dan Kachin memihak pihak Inggris. Perpecahan tersebut juga diakibatkan
oleh pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Inggris yang memisahkan
Di era modern, konflik etnis di Myanmar dipicu oleh tindakan ARSA yang
menyerang kantor polisi pada tahun 2017 sehingga menyebabkan jatuhnya korban
jiwa bagi angkatan bersenjata dan polisi di wilayah Rakhine. Tindakan tersebut
Oleh karena itu, konflik yang terjadi di Myanmar selalu terjadi karena
76
Mohajan, “History of Rakhine State and the origin of the Rohingya Muslims”.
77
Ty, “The Rohingya Refugee Crisis”.
38
pemerintah Myanmar maupun kelompok etnis mayoritas terhadap Rohingya. PBB
sekitar 300 hingga 500 ribu pengungsi tidak terdaftar mengungsi di berbagai
konflik antara ARSA dengan militer Myanmar.79 Angka tersebut menambah jumlah
pengungsi Rohingya yang mencapai lebih dari 5,8 juta hingga tahun 2017.80
oleh militer Myanmar dan kelompok ultranasionalis. Militer Myanmar sejak tahun
1962 telah melakukan operasi pembersihan ras dan genosida terhadap etnis
Rohingya, yang mana terjadi beberapa kali seperti hingga tahun 2017. Tindakan
muslim untuk menghancurkan mata pencaharian mereka. Hal ini diperparah dengan
78
Sohel, “The Rohingya Crisis in Myanmar”.
79
Ty, “The Rohingya Refugee Crisis”.
80
Sohel, “The Rohingya Crisis in Myanmar”.
81
Sohel, “The Rohingya Crisis in Myanmar”.
39
militer Myanmar.82 Pemerintah Myanmar juga melakukan blokade dan
sehingga mereka tidak mendapatkan akses kehidupan yang layak. 83 Dapat dilihat
bahwa tindakan yang dilakukan oleh pemerintah beserta militer Myanmar bersama
sendiri juga tidak pernah menginisiasi dialog terkait konflik etnis yang terjadi di
yang terjadi di Myanmar. Misalnya Malaysia, yang secara keras mengecam sikap
82
Ty, “The Rohingya Refugee Crisis”.
83
Mohajan, “History of Rakhine State and the origin of the Rohingya Muslims”.
84
Irawan Jati, “Comparative Study of the Roles of ASEAN and the Organization of Islamic
Cooperation in Responding to the Rohingya Crisis”, IKAT: The International Journal of Southeast
Asian Studies, Vol. 1, No. 1 (2017), 22.
40
Najib Razak, dalam kampanyenya pada tahun 2016, menyatakan bahwa kasus
Myanmar untuk mengurangi tensi yang ada, salah satunya dengan mengadakan
di Rakhine.85
yang mengecam tindakan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan terhadap
tindak kebencian terhadap komunitas tertentu dan beralih untuk melindungi semua
resolusi tersebut oleh 134 dari 193 negara PBB menunjukkan ketidaksetujuan
sebagian besar negara terhadap aksi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh
Myanmar. 86
85
Richa Shivakoti, “ASEAN’s role in the Rohingya refugee crisis”, Forced Migration
Review (2017),
https://www.fmreview.org/sites/fmr/files/FMRdownloads/en/latinamerica-caribbean/shivakoti.pdf.
86
BBC, Myanmar Rohingya: UN condemns human rights abuses, 28 Desember 2019,
diakses 11 Desember 2022, https://www.bbc.com/news/world-asia-50931565.
41
Menanggapi resolusi tersebut, pemerintah Myanmar melalui Duta Besarnya
untuk PBB Hao Do Suan menyatakan bahwa resolusi itu merupakan standar ganda
yang ditujukan untuk memberikan tekanan politik terhadap Myanmar dan tidak
Kanselir Aung San Suu Kyi juga memberikan pendapat yang senada dengan
militer di wilayah-wilayah tertentu. Lebih lanjut, Aung San Suu Kyi juga
yang dilakukan oleh negara tersebut. Amerika Serikat menjadi salah satu negara
demokrasi di Myanmar.88
87
BBC, Myanmar Rohingya: UN condemns human rights abuses, 28 Desember 2019,
diakses 11 Desember 2022, https://www.bbc.com/news/world-asia-50931565.
88
Vy Nguyen, The Rohingya Crisis in Myanmar: Rethinking International Engagement
Toward Better Humanitarian Protection (Austin: University of Texas, 2018), 58.
42
Walaupun demikian, di sisi lain, negara-negara Eropa mengambil kebijakan
yang seimbang, yang mana negara tetap melanjutkan kerja sama perdagangan,
tetapi membatasi kerja sama tersebut dalam lingkup ekonomi. Sebagai contoh,
terlalu riskan, karena sulit untuk menentukan apakah perdagangan yang terjadi
utama muncul dari Myanmar, dimana Myanmar memandang konsep HAM dengan
kacamata yang berbeda dengan konsep HAM yang dimiliki oleh Barat. Secara
yang dipimpinnya.
pendidikan, dan pertahanan hidup tidak termasuk ke dalam sistem keadilan yang
89
Vy Nguyen, The Rohingya Crisis in Myanmar: Rethinking International Engagement
Toward Better Humanitarian Protection (Austin: University of Texas, 2018), 58.
43
ada di Myanmar. Akibatnya, Myanmar pun memiliki konsep keadilan dan HAM
Berkaitan dengan sudut pandang yang berbeda tentang konsep HAM dan
yang tegas dan otoriter untuk menjaga keamanan nasional. Sebagai contoh, pada
kasus terjadinya kekerasan akibat konflik etnis, Presiden Thein Sein memberikan
izin kepada pasukan militer Myanmar untuk melakukan hal apapun demi menjaga
perdamaian, yang dalam hal ini berarti menghilangkan faktor yang dinilai sebagai
Selain itu, dalam hukum Myanmar, perlindungan hukum dan militer hanya
terlegitimasi posisinya secara politik di Myanmar. Hal itu membuat etnis Rohingya
hukum di Myanmar justru menekankan pada pemisahan antara siapa yang berhak
90
Vy Nguyen, The Rohingya Crisis in Myanmar: Rethinking International Engagement
Toward Better Humanitarian Protection (Austin: University of Texas, 2018), 72.
91
Nick Cheesman, “What does the rule of law have to do with democratization (in
Myanmar)?”, South East Asia Research, Vol. 22, No. 2 (2014), 228.
92
Vy Nguyen, The Rohingya Crisis in Myanmar: Rethinking International Engagement
Toward Better Humanitarian Protection (Austin: University of Texas, 2018), 73.
44
Rakhine. Mereka terlalu fokus pada upaya repatriasi pengungsi dan meminta
Myanmar harus tetap dihormati. Dengan kata lain, campur tangan internasional
dilakukan. Hal tersebut pula yang dilakukan terhadap Myanmar, dimana ASEAN
tidak memiliki posisi yang tegas terhadap Myanmar dan memilih untuk terlibat
Sebagai contoh adalah Tiongkok yang dianggap sebagai kontributor utama dalam
93
Vy Nguyen, The Rohingya Crisis in Myanmar: Rethinking International Engagement
Toward Better Humanitarian Protection (Austin: University of Texas, 2018), 74.
94
Vy Nguyen, The Rohingya Crisis in Myanmar: Rethinking International Engagement
Toward Better Humanitarian Protection (Austin: University of Texas, 2018), 77.
45
bertahannya rezim Myanmar saat ini melalui pemberian bantuan militer ataupun
Myanmar dengan etnis Rohingya telah terjadi sejak dibentuknya Republik Sosialis
Myanmar pada tahun 1962 yang menuntut adanya pembentukan satu identitas
terjadi karena etnis Rohingya memiliki latar belakang agama Islam, sedangkan
95
Michael Green dan Derek Mitchell, “Asia’s Forgotten Crisis: A New Approach to Burma”,
Foreign Affairs, Vol. 86, No. 6 (2007), 152-154.
46
untuk melakukan tindakan represif terhadap etnis Rohingya, dimana tindakan
genosida.
berbagai pihak untuk ikut membantu dalam penyelesaian konflik etnis di Myanmar
dinilai tidak efektif dalam penyelesaian permasalahan tersebut. Selain itu, beberapa
negara secara unilateral juga ikut terlibat melalui pemberian sanksi terhadap
berasal dari internal Myanmar sendiri, ataupun dari faktor eksternal. Faktor internal
hukum dan militer dari pemerintah. Dari segi faktor eksternal, hambatan muncul
47
BAB IV
Pada bab pembahasan ini akan menganalisis Kebijakan Pemerintahan Joko Widodo
merujuk pada kerangka teoritis yang digunakan yaitu: Teori Kebijakan Luar Negeri,
Indonesia dalam isu Rohingya didasari oleh keinginan untuk mencapai stabilitas
dan perdamaian di Rakhine sehingga semua orang, termasuk muslim, dapat hidup
dengan tenang. Untuk itu, Presiden Joko Widodo menunjukkan komitmennya untuk
96
Marguerite Afra Sapiie, “Indonesia wants end to Rohingya crisis, Jokowi tells Myint”,
The Jakarta Post, 28 April 2018, diakses 26 Oktober 2022,
48
Di sisi lain, Indonesia juga menekankan pada prinsip bebas-aktif yang selama
ini digunakan dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Dalam konsep ‘bebas’,
kebijakan luar negeri Indonesia tidak terbatas pada keberpihakan kepada satu sisi,
tetapi kenetralan Indonesia dalam memandang suatu isu sehingga dalam kasus ini
hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh etnis Rohingya. Dalam konsep ‘aktif’,
mengajak negara untuk ikut terlibat dalam upaya penyelesaian konflik antaretnis di
Myanmar.98
kembali muncul salah satunya setelah keterlibatan Indonesia dalam isu Rohingya.
Hal itu karena Indonesia menjadi salah satu negara yang diterima oleh pemerintah
https://www.thejakartapost.com/news/2018/04/28/indonesia-wants-end-to-rohingya-crisis-jokowi-
tells-myint.html.
97
Suwandari & Sugito, “The Strategy of Indonesian Diplomacy Efforts”, 138.
98
Purnama, Dermawan, & Akmaluddin, “Indonesia’s Role towards Myanmar”, 216.
49
Myanmar untuk memberikan bantuan humaniter, padahal Myanmar dianggap
Kondisi tersebut berdampak positif pada citra Indonesia, tidak hanya sebagai
negara yang dinilai berpengaruh dalam lingkup regional, tetapi juga sebagai negara
Rakhine. Indonesia juga mampu menunjukkan citranya sebagai negara yang peduli
negara yang berhasil dalam membantu penyelesaian isu terkait perbedaan latar
belakang budaya dan agama, terlebih karena Indonesia memiliki karakter budaya
yang beragam.99
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya pengungsi Rohingya yang bermigrasi ke
dalam jumlah besar memberikan dampak negatif bagi negara, mulai dari adanya
konflik dengan penduduk lokal hingga besarnya anggaran yang harus disiapkan
oleh negara untuk membantu pengungsi.100 Oleh karena itu, kebijakan luar negeri
99
Setiawan dan Hamka, “Role of Indonesian Humanitarian Diplomacy”.
100
Suwandari & Sugito, “The Strategy of Indonesian Diplomacy Efforts”, 139.
50
kepentingan nasional Indonesia untuk mempertahankan stabilitas dari Indonesia
sendiri.
Orientasi merupakan salah satu bagian penting yang terdapat dalam kebijakan
oleh nilai bebas-aktif yang sejak lama diimplementasikan dalam politik luar negeri
Indonesia. Dalam konsep ‘bebas’, Indonesia berupaya untuk bersikap netral dalam
Periode 2014-2019
antaretnis di Myanmar. Hal itu diwujudkan ke dalam berbagai aktivitas luar negeri
yang bertujuan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan orientasi yang dimiliki
51
Pada akhir tahun 2016, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan
Presiden Nomor 125 terkait Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri. Dalam
dilakukan untuk membantu dan mengelola pengungsi dari luar negeri dalam tingkat
yang muncul dalam isu penerimaan pengungsi. Pasalnya, peraturan tersebut hanya
menjelaskan tentang prosedur darurat yang perlu dilakukan oleh pemerintah ketika
menerima pengungsi dari luar negeri, tetapi tidak membahas tentang isu
Myanmar.
Periode 2014-2019
yang paling utama untuk dilakukan dalam menghadapi isu tertentu. Begitu pula
52
yang dilakukan oleh Indonesia terhadap Myanmar dalam konflik antaretnis di
sebagai langkah yang penting dalam upaya penyelesaian konflik Rohingya. Hal
tersebut karena Indonesia memiliki hubungan bilateral yang cukup baik dengan
Myanmar sebelumnya.101
tentang isu yang ada sehingga pemerintah Myanmar dapat lebih memahami solusi
antara kedua negara tersebut terkait isu Rohingya. Dibandingkan dengan negara
lain yang merespons isu tersebut melalui tekanan, seperti memberikan sanksi atau
dipercaya.103
101
Hana Dwi Suwandari & Sugito, “The Strategy of Indonesian Diplomacy Efforts and
National Political Interests in the Ethnic Rohingya Refugee Conflict”, Indonesian Journal of
Economics, Social, and Humanities, 137. https://doi.org/10.31258/ijesh.3.2.131-143.
102
Chandra Purnama, Windy Dermawan, & Ghiyats Akmaluddin, “Indonesia’s Role
towards Myanmar in Assisting to Resolve the Humanitarian Crisis in Rohingya (2014-2018)”,
Central European Journal of International and Security Studies, Vol. 13, No. 4 (2019), 217.
103
Suwandari & Sugito, “The Strategy of Indonesian Diplomacy Efforts”, 137.
53
Kondisi itu membuat Myanmar memiliki kepercayaan terhadap Indonesia
Oleh karena itu, diplomasi Indonesia terhadap Myanmar dinilai berdampak positif
pada bagaimana Myanmar memposisikan diri dalam isu etnis Rohingya. 104
Hal itu dibuktikan dengan diterimanya Menteri Luar Negeri Indonesia Retno
Marsudi dalam kunjungannya ke Myanmar untuk menemui Aung San Suu Kyi.
mekanisme kerja sama terkait wilayah Rakhine kepada pemerintah Myanmar yang
empat kemungkinan solusi yang dapat diambil oleh Myanmar untuk menyelesaikan
terlepas dari latar belakang etnis dan agama; serta (4) memahami pentingnya
negosiasi terkait bantuan humaniter yang dapat diberikan oleh Indonesia kepada
104
Suwandari & Sugito, “The Strategy of Indonesian Diplomacy Efforts”,
105
Asep Setiawan dan Hamka, “Role of Indonesian Humanitarian Diplomacy toward
Rohingya Crisis in Myanmar”, ICSS 2019, Jakarta, 5-6 November 2019,
https://eudl.eu/pdf/10.4108/eai.5-11-2019.2292481.
54
A.3.2 Pengiriman Bantuan Humaniter bagi Pengungsi Rohingya
memicu terjadinya kerja sama melalui pengiriman bantuan humaniter bagi etnis
mengirimkan bantuan dalam bentuk makanan, tenda, selimut, dan tangki air.
Kementerian Kesehatan turut pula mengirimkan bantuan dalam bentuk satu ton
Rohingya, terlebih karena latar belakang agama yang sama, yakni Islam. Menteri
Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi berharap bahwa bantuan yang diberikan oleh
106
Cabinet Secretary of the Republic of Indonesia, "Indonesian Gov’t Continues to Send
Humanitarian Aid for Rohingya, 21 September 2017, diakses 20 Oktober 2022,
https://setkab.go.id/en/indonesian-govt-continues-to-send-humanitarian-aid-for-rohingya/.
107
The Jakarta Post, Jokowi dispatches aid to Rohingya refugees, 13 September 2017,
diakses 20 Oktober 2022, https://www.thejakartapost.com/news/2017/09/13/jokowi-dispatches-aid- to-
rohingya-refugees.html.
108
Cabinet Secretary of the Republic of Indonesia, “Indonesian Gov’t Continues”.
55
organisasi Islam di Indonesia dapat dilihat sebagai inisiatif yang dilakukan oleh
Rakhine.109
AKIM berlangsung selama dua tahun dan mampu mengumpulkan dana hingga
Diperkirakan rumah sakit tersebut dibangun pada Oktober 2017 dengan melibatkan
penduduk lokal Rakhine itu sendiri. Hal tiu ditujukan selain untuk memberikan
lokal.111
109
Sheany, “Foreign Affairs Ministry Launches Humanitarian Program in Myanmar”,
Jakarta Globe, 31 Agustus 2017, diakses 20 Oktober 2022, https://jakartaglobe.id/news/foreign-
affairs-ministry-launches-humanitarian-program-myanmar/.
110
Oxford Department of International Development, Indonesian aid to Rakhine State,
Myanmar: Islamic humanitarianism, soft diplomacy, and the question of inclusive aid, diakses 20
Oktober 2022, https://www.qeh.ox.ac.uk/content/indonesian-aid-rakhine-state-myanmar-islamic-
humanitarianism-soft-diplomacy-and-question.
111
Sheany, “Foreign Affairs Ministry Launches Humanitarian Program in Myanmar”.
56
A.3.3 Pengangkatan Isu Konflik Antaretnis Myanmar dalam Forum
menjalankan perannya sebagai pemimpin regional dan mitra yang dekat dengan
demokratisasi di Myanmar.112
Namun, pada mulanya, tidak ada negara ASEAN yang setuju untuk
membahas isu negara dalam tingkat regional karena adanya prinsip non-interferensi
dan anggapan bahwa isu tersebut merupakan isu yang tabu. Pada tahun 2018,
pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi meminta OIC
dialog dengan pemerintah Myanmar, serta bekerja sama dengan ASEAN dan
112
Purnama, Dermawan, & Akmaluddin, “Indonesia’s Role towards Myanmar”, 216.
57
Islamic Development Bank (IDB).113 Upaya Indonesia tersebut dinilai sukses
dengan adanya bantuan dana dari IDB kepada komunitas Rohingnya, yang
Myanmar.114
bekerja sama dengan negara lain. Sebelumnya, Myanmar memiliki keinginan untuk
menyelesaikan krisis secara pribadi dan menolak bantuan dari pihak lain. Namun,
lain, seperti AHA Center, Organization of Islamic Cooperation (OIC), dan Palang
kondisi itu juga memberi dampak yang signifikan bagi posisi Indonesia di mata
luar negeri. Sikap Indonesia dalam kebijakan luar negeri terkait Myanmar dapat
dilihat dari beberapa hal, seperti negosiasi langsung antara pemerintah Indonesia
113
Claire Q. Smith & Susannah G. Williams, “Why Indonesia Adopted ‘Quiet Diplomacy’
over R2P in the Rohingya Crisis: The Roles of Islamic Humanitarianism, Civil-Military Relations,
and ASEAN”, Global Responsibility to Protect (2021), 13. https://doi.org/10.1163/1875-984X-
13020004.
114
TEMPO, Indonesia Criticizes OIC on Rohingya, 19 Oktober 2018, diakses 26 Oktober
2022, https://en.tempo.co/read/516760/indonesia-criticizes-oic-on-rohingya.
115
Purnama, Dermawan, & Akmaluddin, “Indonesia’s Role towards Myanmar”, 218.
58
diimplementasikan melalui pengiriman berbagai bantuan bagi penduduk yang
mendapatkan perhatian lebih sehingga negara dan aktor lain pun turut terlibat dalam
Konflik etnis antara komunitas agama Buddha dan Islam telah lama terjadi di
Myanmar. Namun, konflik tersebut mulai membesar sejak kekerasan yang pertama
Rohingya. Misalnya pada tahun 2015, terdapat kampanye “kill and bury” yang
ditujukan kepada etnis Rohingya, dimana kampanye tersebut didukung dan diikuti
oleh publik.116 Di samping itu, banyak pula kampanye yang dilakukan untuk
Konflik pun tereskalasi pada tahun 2016 ketika terjadi pembunuhan terhadap
116
Mirco Kreibich, Johanna Goetz, dan Alice M. Murage, “Myanmar’s Religious and
Ethnic Conflicts: no end in sight”, Heinrich Boll Stiftung: The Green Political Foundation, 24 Mei
2017, diakses 11 Desember 2022, https://www.boell.de/en/2017/05/24/myanmars-religious-and-
ethnic-conflicts-no-end-sight#_ftn20.
117
Human Rights Council, Situation of human rights of Rohingya Muslims and other
minorities in Myanmar: Report of the United Nations High Commissioner for Human Rights
(Jenewa: Human Rights Council, 2016), https://www.refworld.org/pdfid/5768f0e94.pdf.
118
Radio Free Asia, Myanmar Says Islamic Terrorist Organization Behind Deadly Border
Raids in Rakhine State, 14 Oktober 2016, diakses 11 Desember 2022,
https://www.rfa.org/english/news/myanmar/myanmar-says-islamic-terrorist-organization-behind-
deadly-border-raids-in-rakhine-state-10142016164041.html.
59
mendorong terjadinya retaliasi terhadap komunitas muslim yang menelan korban
hingga 130 orang119 dan 1.500 bangunan rusak akibat terbakar.120 Pada saat itu,
Pada tahun 2017, setidaknya terdapat lebih dari satu juta penduduk Rohingya
Namun, Myanmar memandang etnis Rohingya sebagai imigran ilegal dan menolak
sejak 25 Agustus 2017. Operasi tersebut sebagian besar dilakukan dengan cara
kekerasan seksual pun tidak hanya dilakukan terhadap perempuan, melainkan juga
119
BBC, Hundreds of Rohingya try to escape Myanmar crackdown, 16 November 2016,
diakses 11 Desember 2022, https://www.bbc.com/news/world-asia-38008151.
120
Human Rights Watch, Burma: Military Burned Villages in Rakhine State, 13 Desember
2016, diakses 11 Desember 2022, https://www.hrw.org/news/2016/12/14/burma-military-burned-
villages-rakhine-state.
121
Charlotte England, “Burmese government denies ongoing genocide of Rohingya
Muslims”, Independent, 4 Januari 2017, diakses 11 Desember 2022,
https://www.independent.co.uk/news/world/asia/burma-government-rohingya-muslims-aung-san-
suu-kyi-genocide-massacre-rape-minority-myanmar-a7508761.html.
122
BBC, Myanmar Rohingya: UN condemns human rights abuses, 28 Desember 2019,
diakses 11 Desember 2022, https://www.bbc.com/news/world-asia-50931565.
60
menghadapi kekerasan dua kali lipat lebih parah karena mereka merupakan etnis
ada dalam dunia modern, dimana jumlah penduduk Rohingya yang mengungsi ke
Bangladesh saja mencapai lebih dari 830.000 orang. Di samping itu, jumlah korban
jiwa dalam operasi militer tersebut berkisar antara 9.000 hingga 13.000 orang dari
tersebut.124
Namun, hingga saat ini, pemerintah Myanmar dinilai gagal dalam mencegah dan
dengan cepat sebelum masa hukuman penjara habis. Pemerintah Myanmar pun
diperlukan adanya intervensi dari aktor eksternal untuk menyelesaikan konflik yang
123
OHCHR, UN Fact-Finding Mission on Myanmar Calls for Justice for Victims of Sexual
and Gender-based Violence, 22 Agustus 2019, diakses 11 Desember 2022,
https://www.ohchr.org/en/press-releases/2019/08/un-fact-finding-mission-myanmar-calls-justice-
victims-sexual-and-gender?LangID=E&NewsID=24907.
124
Anthony Ware dan Costas Laoutides, “Myanmar’s ‘Rohingya’ Conflict:
Misconceptions and Complexity”, Asian Affairs (2019), 2.
https://doi.org/10.1080/03068374.2019.1567102.
125
BBC, “Myanmar Rohingya”.
61
terjadi di Myanmar karena Myanmar dinilai menghambat upaya penyelesaian
konflik tersebut.
selanjutnya dianalisis menggunakan konsep konflik etnis. Konflik etnis dari sudut
wajar terjadi karena adanya perbedaan identitas etnis antara satu kelompok dengan
kelompok lain. Dalam hubungan relasional, terdapat in group dan out group.
Myanmar dapat dilihat sebagai in group, sedangkan etnis Rohingya dapat dilihat
sebagai out group karena memiliki agama yang berbeda, yaitu Islam. Adanya
perbedaan latar belakang relijius antara kedua kelompok tersebut membuat konflik
lingkup domestik. Selain itu, stereotip yang buruk terkait Islam juga berpengaruh
nasional di Myanmar. Di sisi lain, etnis Rohingya memiliki tujuan untuk diakui
secara politik dan hukum sebagai warga negara Myanmar. Hal tersebut tidak
mereka dapatkan sejak awal hanya karena Rohingya memiliki latar belakang etnis
62
di antara kedua kelompok yang berujung pada kekerasan skala besar yang
yang ditujukan kepada etnis Rohingya di Rakhine. Kondisi itu mendorong sebagian
besar penduduk Rakhine untuk menyelamatkan diri. Pada tahun 2017, gelombang
dimana sebanyak 773.000 etnis Rohingnya melarikan diri ke Bangladesh. 126 Tidak
126
UNOCHA, Rohingya Refugee Crisis, diakses 26 Oktober 2022,
https://www.unocha.org/rohingya-refugee-crisis.
63
Gambar VI. 1 Jumlah Pengungsi Rohingya di Indonesia Tahun 2012-2019 (yang
tercatat melalui UNHCR)
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
samping itu, pemerintah Indonesia juga mengimbau penduduk lokal Aceh untuk
tidak memberikan bantuan, baik dalam bentuk makanan, air bersih, maupun bahan
bakar. Akan tetapi, penduduk lokal Aceh justru memberikan bantuan dalam jumlah
127
UNHCR, Refugee Data Finder, diakses 26 Oktober 2022,
https://www.unhcr.org/refugee-statistics/download/?url=kxfM9p.
128
Aljazeera, Indonesia to ‘turn back Rohingya’ boats, 12 Mei 2015, diakses 20 Oktober
2022, https://www.aljazeera.com/news/2015/5/12/indonesia-to-turn-back-rohingya-boats.
129
Middle East Institute, Rohingya Refugees in Aceh, Indonesia: Hostile Hospitality, 2 Juni 2016,
diakses 20 Oktober 2022, https://www.mei.edu/publications/rohingya-refugees-aceh-indonesia-
hostile-hospitality.
64
Respon baik dari penduduk lokal Aceh mendorong pemerintah Indonesia
Convention tahun 1951 yang membahas tentang pengungsi internasional. Selain itu,
membangun empat barak pengungsian bagi pengungsi Rohingya di Aceh Utara dan
Timur.131
menunggu respons dari UNHCR. Pada April 2016, sebagian besar pengungsi yang
baru yang dinilai lebih layak bagi pengungsi yang masih tinggal di Aceh. Di
samping itu, pemerintah lokal juga memberikan izin bagi anak-anak Rohingya
memberikan dampak negatif bagi pemerintah Indonesia. Dalam hal ini, pemerintah
130
Randy Wirasta Nandyatama, “The Rohingya crisis: what could Indonesia do better?”,
Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas Gadjah Mada, 5 Oktober 2017,
diakses 20 Oktober 2022, https://hi.fisipol.ugm.ac.id/en/riset-iis/the-rohingya-crisis-what-could-
indonesia-do-better/.
131
Middle East Institute, “Rohingya Refugees in Aceh”.
132
Middle East Institute, “Rohingya Refugees in Aceh”.
133
Asrul, “Bocah Rohingya di Langsa Mulai Bersekolah”, Aceh Journal National Network,
29 Maret 2016, diakses 20 Oktober 2022, https://www.ajnn.net/news/bocah-rohingya-di-langsa-
mulai-bersekolah/index.html.
65
Indonesia harus menyiapkan anggaran akomodasi dalam jumlah besar, yakni
anggaran tersebut diperkirakan hanya cukup untuk membantu kurang lebih 2.000
satunya dengan adanya tanggapan positif dari PBB dan negara-negara lainnya.
diidentifikasi sebagai bagian dari negara asal mereka, yaitu Myanmar, tetapi juga
134
Anton Aprianto, “Indonesia Siapkan Rp 2,3 Miliar untuk Pengungsi Rohingya”,
TEMPO, 25 Mei 2015, diakses 26 Oktober 2022, https://nasional.tempo.co/read/669267/indonesia-
siapkan-rp-23-miliar-untuk-pengungsi-rohingya.
135
Suwandari & Sugito, “The Strategy of Indonesian Diplomacy Efforts”, 138.
66
Lebih lanjut, Kunz menjelaskan bahwa pengungsi dalam kategori tersebut
yang dinilai semakin memburuk dalam beberapa tahun terakhir karena adanya
tindakan represi dan kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap
suku Rohingya. Hal itu menciptakan kondisi dimana suku Rohingya tidak memiliki
terjadi karena tingkat penerimaan sosial yang tinggi dari masyarakat Aceh terhadap
Di samping itu, pemerintah lokal pun membangun barak yang lebih layak
bagi pengungsi dan memberikan izin bagi anak-anak Rohingya untuk mengikuti
pendidikan bersama dengan penduduk lokal. Bantuan yang diterima oleh pengungsi
Rohingya pun tidak sedikit, sehingga pengungsi dapat merasa diterima oleh
masyarakat lokal.
pengungsi Rohingya terhadap penduduk lokal pun dapat berjalan dengan lebih
136
Egon F. Kunz, “Exile and Resettlement: Refugee Theory”, The International Migration
Review, Vol. 15, No. ½ (1981), 43.
137
Laura E. Booher, From Burma to Dallas: The Experience of Resettled Emerging Adult
Karen Refugees (Ohio: Bowling Green State University, 2013).
https://etd.ohiolink.edu/apexprod/rws_etd/send_file/send?accession=bgsu1363190792&disposition
=inline.
67
lancar, yang selanjutnya mendorong gelombang pengungsi dari Rakhine ke wilayah
Hambatan tersebut berasal dari konsep non-intervensi yang diadopsi oleh ASEAN.
Dalam hal ini, Myanmar dan Indonesia merupakan negara anggota dari ASEAN
efektif.
tingkat berat terhadap etnis Rohingya. ASEAN justru hanya aktif melakukan
negosiasi non-formal yang dinilai tidak efektif dalam mencegah pelanggaran HAM
penindasan terhadap etnis Rohingya. Di sisi lain, Indonesia sebagai negara anggota
68
ASEAN pun ikut terhambat dalam melakukan intervensi sehingga keterlibatan
Indonesia dalam upaya penyelesaian konflik etnis di Myanmar pun hanya dapat
tidak bisa ikut campur dalam permasalahan domestik untuk menyelesaikan akar
mengangkat isu Rohingya dalam forum diskusi umum sehingga solusi terhadap
permasalahan tersebut pun tidak tercapai. Selain itu, konflik etnis yang tidak
terbahas dalam forum formal ikut menghambat negara dalam mengkritik kebijakan
dari pemerintah Myanmar. Secara garis besar, ASEAN pun tidak berhak untuk
diselesaikan. Namun, ‘intervensi’ itu sendiri merupakan konsep yang tabu bagi
negara lain.140
139
Dio H. Tobing, “The Limits and Possibilities of the ASEAN Way: The Case of Rohingya
as Humanitarian Issue in Southeast Asia”, The 1st ICSEAS 2016, 10.18502/kss.v3i5.2331.
140
Tobing, “The Limits and Possibilities of the ASEAN Way”.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
konflik yang terjadi, pemerintah Indonesia pada era Joko Widodo mengambil
Joko Widodo atas isu konflik antaretnis di Myanmar adalah melalui hubungan
70
tetapi dengan membuka dialog terkait konflik antaretnis di Myanmar. Upaya
pengungsi Rohingya.
mendapatkan diskriminasi dari kaum mayoritas akibat perbedaaan etnis dan agama.
Selain itu, penulis juga menarik kesimpulan bahwa pemerintah Indonesia di era
Tidak hanya itu, pemerintahan Joko Widodo pada periode 2014 hingga 2019
juga lebih berfokus pada stabilitas regional dalam menyelesaikan konflik antaretnis
pemerintah Myanmar. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa kebijakan luar
71
negeri pemerintah Indonesia pada masa pemerintahan Joko Widodo periode 2014-
B. Saran
pemerintah Indonesia.
72
DAFTAR PUSTAKA
Buku
73
Policy: A Reader in Research and Theory. New York: The Free Press, hal.
199-205.
Tayfur, Fatih. (1994). Main Approaches to The Study of Foreign Policy: A Review,
Department of International Relations, Middle East Technical University,
Turkey, hal.113-141
Artikel Jurnal
Cheesman, Nick. “What does the rule of law have to do with democratization (in
Myanmar)?”. South East Asia Research, Vol. 22, No. 2 (2014).
Jati, Irawan. “Comparative Study of the Roles of ASEAN and the Organization of
Islamic Cooperation in Responding to the Rohingya Crisis”. IKAT: The
International Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 1, No. 1 (2017).
Green, Michael, & Derek Mitchell. “Asia’s Forgotten Crisis: A New Approach to
Burma”. Foreign Affairs, Vol. 86, No. 6 (2007).
Jesse, Neal G., & Kristen P. Williams, Ethnic Conflict: A Systematic Approach To
Cases of Conflict. Washington: CQ Press, 2011.
Mohajan, H. K. (2018). History of Rakhine State and the origin of the Rohingya
Muslims. The Indonesian Journal of Southeast Asian Studies, 2(1), 19-46.
74
Gadjah Mada, 5 Oktober 2017. Diakses 20 Oktober 2022.
https://hi.fisipol.ugm.ac.id/en/riset-iis/the-rohingya-crisis-what-could-
indonesia-do-better/.
Rosyidin, Mohamad, and Andi Akhmad Basith Dir. “Why States Do Not Impose
Sanctions: Regional Norms and Indonesia’s Diplomatic Approach towards
Myanmar on the Rohingya Issue.” International Politics 58, no. 5 (2021): 738–
56. https://doi.org/10.1057/s41311-020-00264-2.
Samekto, Mengkaji Peran Operasi Pemeliharaan Perdamaian PBB Sebagai Bagian
Upaya Menciptakan Perdamaian Dunia, Jurnal Hukum & Pembangunan. Vol.
21, (1991): 25, Doi: 10.21143/jhp.vol21.no1.395.
Shivakoti, Richa. “ASEAN’s role in the Rohingya refugee crisis”. Forced
Migration Review (2017).
https://www.fmreview.org/sites/fmr/files/FMRdownloads/en/latinamerica-
caribbean/shivakoti.pdf.Smith, Claire Q., & Susannah G. Williams. “Why
Indonesia Adopted ‘Quiet Diplomacy’ over R2P in the Rohingya Crisis: The
Roles of Islamic Humanitarianism, Civil-Military Relations, and ASEAN”.
Global Responsibility to Protect (2021). https://doi.org/10.1163/1875-984X-
13020004.
Sohel, M. S. (2017). The Rohingya Crisis in Myanmar: Origin and emergence.
Saudi Journal of Humanities and Social Sciences, 2(11), 1007-1018.
doi:10.21276/sjhss.2017.2.11.1
Sundari, R., Prayuda, R., & Sary, D. V. (2021). Upaya diplomasi pemerintah
Indonesia dalam mediasi konflik kemanusiaan di Myanmar. Jurnal Niara,
14(1), 177-187.
75
Suwandari, Hana Dwi, & Sugito. “The Strategy of Indonesian Diplomacy Efforts
and National Political Interests in the Ethnic Rohingya Refugee Conflict”.
Indonesian Journal of Economics, Social, and Humanities.
https://doi.org/10.31258/ijesh.3.2.131-143.
Ty, R. (2019). The Rohingya Refugee Crisis: Contexts, problems, and solutions.
SUR 29, 16(29), 49-62.
Ware, Anthony, & Costas Laoutides. “Myanmar’s ‘Rohingya’ Conflict:
Misconceptions and Complexity”. Asian Affairs (2019).
https://doi.org/10.1080/03068374.2019.1567102.
Wendt, A. (1992). , Anarchy is What State Make of It: The Social Construction of
Power Politict, International Organization. Vol. 46, hal.425
Wicaksana, I. Gede Wahyu. “International Society: The Social Dimensions of
Indonesia’s Foreign Policy.” Pacific Review 29, no. 5 (2016): 741–59.
https://doi.org/10.1080/09512748.2015.1047467.
Yeghiazaryan, Laura. “Which of the three main ethnic conflic theories best explains
the Ethnic violence in the post-soviet states of Azerbaijan, Georgia, and
Moldova?”. Undergraduate Journal of Political Science, Vol. 3, No. 1 (2018).
Artikel Online
76
BBC. Myanmar Rohingya: UN condemns human rights abuses, 28 Desember 2019.
Diakses 11 Desember 2022. https://www.bbc.com/news/world-asia-
50931565.
Human Rights Council. Situation of human rights of Rohingya Muslims and other
minorities in Myanmar: Report of the United Nations High Commissioner for
Human Rights. Jenewa: Human Rights Council, 2016.
https://www.refworld.org/pdfid/5768f0e94.pdf.
Kreibich, Mirco, Johanna Goetz, & Alice M. Murage. “Myanmar’s Religious and
Ethnic Conflicts: no end in sight”. Heinrich Boll Stiftung: The Green Political
Foundation, 24 Mei 2017. Diakses 11 Desember 2022.
https://www.boell.de/en/2017/05/24/myanmars-religious-and-ethnic-
conflicts-no-end-sight#_ftn20.
77
Oxford Department of International Development. Indonesian aid to Rakhine State,
Myanmar: Islamic humanitarianism, soft diplomacy, and the question of
inclusive aid. Diakses 20 Oktober 2022.
https://www.qeh.ox.ac.uk/content/indonesian-aid-rakhine-state-myanmar-
islamic-humanitarianism-soft-diplomacy-and-question.
Radio Free Asia. Myanmar Says Islamic Terrorist Organization Behind Deadly
Border Raids in Rakhine State, 14 Oktober 2016. Diakses 11 Desember
2022. https://www.rfa.org/english/news/myanmar/myanmar-says-islamic-
terrorist-organization-behind-deadly-border-raids-in-rakhine-state-
10142016164041.html.
Sapiie, Marguerite Afra. “Indonesia wants end to Rohingya crisis, Jokowi tells
Myint”. The Jakarta Post, 28 April 2018. Diakses 26 Oktober 2022.
htt://www.thejakartapost.com/news/2018/04/28/indonesia-wants-end-to-
rohingya-crisis-jokowi-tells-myint.html.
Schwartz, Laura. “Indonesian Foreign Policy under Jokowi.” The National Bureau
of Asian Research, 2015. http://nbr.org/research/activity.aspx?id=510.
Setiawan, Asep, & Hamka. “Role of Indonesian Humanitarian Diplomacy toward
Rohingya Crisis in Myanmar”. ICSS 2019, Jakarta, 5-6 November 2019,
https://eudl.eu/pdf/10.4108/eai.5-11-2019.2292481.
Sheany. “Foreign Affairs Ministry Launches Humanitarian Program in Myanmar”.
Jakarta Globe, 31 Agustus 2017. Diakses 20 Oktober 2022.
https://jakartaglobe.id/news/foreign-affairs-ministry-launches-humanitarian-
program-myanmar/.
TEMPO. Indonesia Criticizes OIC on Rohingya. 19 Oktober 2018. Diakses 26
Oktober 2022. https://en.tempo.co/read/516760/indonesia-criticizes-oic-on-
rohingya.
The Jakarta Post. Jokowi dispatches aid to Rohingya refugees. 13 September 2017.
Diakses 20 Oktober 2022.
https://www.thejakartapost.com/news/2017/09/13/jokowi-dispatches-aid-to-
rohingya-refugees.html.
UNHCR. Refugee Data Finder. Diakses 26 Oktober 2022.
https://www.unhcr.org/refugee-statistics/download/?url=kxfM9p.
UNOCHA. Rohingya Refugee Crisis. Diakses 26 Oktober 2022.
https://www.unocha.org/rohingya-refugee-crisis.
UN Doc. file:///C:/Users/up7526pw/ AppData/Local/Temp/A_47_666_S_24809-
EN.pdf, Diakses pada 27 Oktober 2021
78