Anda di halaman 1dari 169

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RENDAHNYA CAKUPAN

MINUM OBAT PENCEGAHAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT


PESISIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEO-MEO
KOTA BAUBAU TAHUN 2018

SKRIPSI

Oleh:

HERMAYANI
J1A1 16 157

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
HALAMAN PENGAJUAN

ii
HALAMAN PENGESAHAN

iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan senantiasa mengharap rahmat dan ridho Allah Yang Maha Esa, saya yang

bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Hermayani

NIM : J1A1 16 157

Peminatan : Epidemiologi

No. HP : 082292276028

Dengan ini menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah saya sebagai Tugas

Akhir/Skripsi pada FKM UHO benar-benar hasil karya saya sendiri dan apabila

dikemudian hari ternyata/terbukti saya melakukan plagiat karya tulis/skripsi orang

lain, maka saya bersedia diberikan sanksi yang berlaku dan dicabut kesarjanaan

saya (S.KM) yang telah saya peroleh selama kuliah di FKM UHO.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan hati yang

ikhlas.

Kendari, 13 Januari 2020


Yang membuat pernyataan,

Hermayani
NIM : J1A1 16 157
Tembusan:

1. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo


2. Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat
3. Arsip

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Syukur alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah

subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan hasil penelitian dengan judul “Faktor yang Berhubungan dengan

Cakupan Minum Obat Pencegahan Filariasis Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah

Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun 2018”. Sesuai dengan eksistensi penulis, maka

apa yang tertuang dalam tulisan ini perwujudan dan upaya optimal yang penulis

lakukan.

Dalam penyusunan hasil ini banyak hambatan dan tantangan yang penulis

dapatkan, namun atas bantuan dan bimbingan serta motivasi yang tiada henti,

disertai harapan yang optimis dan tekad yang kuat sehingga penulis dapat

mengatasi semua itu.

Jika dalam hasil penelitian ini terdapat kekurangan, baik dalam hal

sistematika, pola penyampaian, bahasa maupun materi yang diluar kemampuan

penulis, hal itu tidak terlepas dari keterbatasan penulis sebagai manusia biasa.

Sehingga saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan demi

kesempurnaan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan hasil ini

karena bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis

menghanturkan ucapan terimakasih tidak terhingga, penghargaan dan

penghormatan kepada Bapak Dr. La Ode Muhamad Sety, S.KM., M.Epid selaku

v
pembimbing I dan Bapak Lymbran Tina, S.KM., M.Kes selaku pembimbing II

yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

Ucapan terima kasih, penghormatan, dan penghargaan yang setinggi-

tingginya pula kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Samsualam dan Ibunda

Becce Tang yang telah susah payah melahirkan, membesarkan dengan seluruh

cinta dan kasih sayang, juga memberikan bantuan, serta dorongan kepada penulis

dalam menyelesaikan studi. Terimakasih kepada kakak-kakak saya, Hamsah

Riadi, Hamida, Ardi, Najeriah, Herlina, Muh. Djafar, dan adik saya Nirmasari atas

berbagai dukungan dan kasih sayang kepada penulis.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada :

1. Rektor Universitas Halu Oleo Kendari

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari.

3. Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Halu Oleo Kendari.

4. Bapak Dr. Suhadi, S.KM., M.Kes, Ibu Fithria, S.KM., MHS dan Ibu Jusniar Rusli

Afa, S.KM., M.Kes selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran

yang membangun demi penyempurnaan isi skripsi ini.

5. Dosen-dosen di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah menyalurkan

ilmunya kepada penulis dan semoga bisa menjadi bekal penulis untuk meraih

masa depan yang lebih cerah.

6. Staf pengelola Fakultas Kesehatan Masyarakat yang telah banyak membantu

administrasi penulis dalam menyelesaikan studi.

vi
7. Petugas Kesehatan di Dinkes Kota Baubau dan Puskesmas Meo-meo, terima

kasih telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Rekan ISMKMI dan BEM Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau, terima

kasih atas semua bantuannya pada saat melakukan penelitian.

9. Seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberikan doa, bantuan moril

dan materil, semangat dan motivasi dalam pencapaian studi penulis.

10. Teman-teman mahasiswa(i) seperjuangan di kelas Asix dan Epid.com,

angkatan 2016 serta teman-teman di peminatan PROMKES, AKK, K3,

KESLING, dan GIZI yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Terimakasih untuk semangat serta motivasi dan dukungan yang telah

diberikan selama ini.

11. Keluarga besar KKN RM Kelurahan Sampara Tahun 2019 dan PBL

Kelurahan Benuanirae. Terimakasih atas kekompakannya selama ini.

12. Keluarga besar Sultra Island Care (SIC), Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan

Masyarakat Indonesia (ISMKMI), Sahabat Mahasiswa Wajo Sulawesi

Tenggara (SAMAWASTRA), dan Program Mahasiswa Wirausaha.

Terimakasih untuk pengalaman dan pelajaran hidup yang telah diberikan

selama ini.

13. Saudara(i) saya Nurlina, Aprida Nur Aulia, Cece Andini, Pradea Wulandari,

Irawati Iskandar, Sitti Husnul Khatimah, Anika Satriani, Firnan, dan Aswar.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya karena yang telah setia menemani

dan membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini sampai selesai.

vii
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa melimpahkan berkah dan

rahmat-Nya kepada kita semua, terima kasih untuk bantuannya selama ini,

semoga juga dapat menjadi amal ibadah di hadapan-Nya dan semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu pengetahuan, bangsa dan agama.Amin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Kendari, Januari 2020

viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL............................................................................................i
HALAMAN PENGAJUAN...................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................v
DAFTAR ISI..........................................................................................................ix
DAFTAR TABEL.................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN..........................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xvi
ABSTRAK..........................................................................................................xvii
ABSTRACT........................................................................................................xviii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.4 Manfaat Penelitian 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 8
1.6 Organisasi/sistematika 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................10


2.1 Filariasis 10
2.2 Karakteristik Masyarakat Pesisir 23
2.3 Program Eliminasi Filariasis 24
2.4 Faktor yang Berhubungan Dengan Cakupan Minum Obat Pencegahan
Filariasis Pada Masyarakat Pesisir 33
2.5 Tinjauan Penelitian Sebelumnya 42
2.6 Kerangka Teori 46
2.7 Kerangka Konsep Penelitian 48
2.8 Hipotesis Penelitian 48

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................50


3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian 50
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 50
3.3 Populasi dan Sampel 50
3.4 Variabel Penelitian 52
3.5 Instrumen Penelitian 53

ix
3.6 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif 54
3.7 Jenis Data Penelitian 62
3.8 Pengolahan, Analisis, dan Penyajian Data 62

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................65


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 65
4.2 Hasil Penelitian 65
4.3 Pembahasan 74
4.4 Keterbatasan Penelitian 87

BAB V PENUTUP................................................................................................88
5.1 Simpulan 88
5.2 Saran 89

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................91

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Jenis dan Karakteristik Cacing Filaria yang Terdapat di


Indonesia Spesimen Darah Jari Tepi dengan Pewarnaan
Giemsa……………………………………………………………… 12
2.2 Status Limfadema…………………………………………... 23
3.1 Perhitungan Besar Sampel………………………………….. 52
3.2 Aturan Uji Chi Square…………………………………………… 64
4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pada
Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo
Tahun 2019…………………………………………………. 66
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Cakupan Minum Obat
Pencegahan Filariasis Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah
Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun 2018…………………… 67
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Kerentanan
yang Dirasakan oleh Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja
Puskesmas Meo-meo Tahun 2018………………………….. 68
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Tingkat
Keparahan yang Dirasakan oleh Masyarakat Pesisir di
Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun 2018………….. 69
4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Manfaat yang
Dirasakan oleh Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja
Puskesmas Meo-meo Tahun 2018………………………….. 70
4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Hambatan yang
Dirasakan Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja
Puskesmas Meo-meo Tahun 2018………………………….. 70
4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Isyarat Bertindak
Internal oleh Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja
Puskesmas Meo-meo Tahun 2018………………………….. 71
4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Isyarat Bertindak
Eksternal oleh Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja
Puskesmas Meo-meo Tahun 2018………………………….. 72

xi
4.9 Hubungan Variabel Independen Dengan Rendahnya
Cakupan Minum Obat Pencegahan Filariasis Pada
Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo
Tahun 2018………………………………………………….. 73

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Filariasis………………………………………………………. 10
2.2 Cacing Filaria…………………………………………………. 12
2.3 Vektor Filariasis………………………………………………. 14
2.4 Status of Mass Drug Administration: 2019…………………... 15
2.5 Trend Kasus Kronis Filariasis di Indonesia Tahun 2010-2018 16
2.6 Trend Kasus Filariasis di Sulawesi Tenggara Tahun 2013-
2018 ………………………………………………………….. 16
2.7 Larva Pada Berbagai Stadium………………………………... 18
2.8 L3 Pada Probosis Nyamuk……………………………………. 18
2.9 Cacing Filaria Pada Sistem Limfe……………………………. 18
2.10 Rantai Penularan Filariasis…………………………………… 20
2.11 Situasi Filariasis di Indonesia………………………………… 27
2.12 Persentase Kabupaten/Kota yang Masih Melaksanakan
POPM Filariasis dari Kab/Kota Endemis di Indonesia Tahun
2018…………………………………………………………... 27
2.13 Tahapan Program Eliminasi Filariasis………………………... 30
2.14 Kerangka Teori Health Belief Model Champion dan Skinner
dalam Glanz et al. (2008)……………………………………... 47
2.15 Kerangka Konsep Faktor yang Berhubungan Dengan
Rendahnya Cakupan Minum Obat Pencegahan Filariasis Pada
Masyarakat Pesisir……………………………………………. 48

xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang & Singkatan Arti dan Keterangan


() Dalam kurung
< Lebih kecil
> Lebih besar
≤ Lebih kecil sama dengan
≥ Lebih besar sama dengan
% Persen
: Titik dua
= Sama dengan
- Garis mendatar
X Kali
+ Tambah
- Kurang
± Lebih kurang
ρ value Phi value
µm Mikrometer
BELKAGA Bulan Eliminasi Kaki Gajah
DALY Disability-Adjusted Life Year
DAS Daerah Aliran Sungai
DEC Diethylcarbamazine
Dinkes Dinas Kesehatan
dkk. dan kawan-kawan
FTS Filariasis Tes Strip
GAELF Global Alliance to Eliminate Lymphatic
Filariasis
GPELF Global Programme to Eliminate Lymphatic
Filariasis
HBM Health Belief Model
IMB Izin Mendirikan Bangunan

xiv
Kemenkes Kementerian Kesehatan
MDA Mass Drug Administration
ml Milliliter
n Jumlah sampel
N Jumlah populasi
POPM Pemberian Obat Pencegahan Massal
Percepatan Pembangunan Sanitasi
PPSP
Permukiman
Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat
RI Republik Indonesia
SDJ Survei Darah Jari
SPSS Statistical Package for Social Science
SULTRA Sulawesi Tenggara
TAS Transmission Assesment Survey
TPE Tropical Pulmonary Eosinophilia
TPS Tempat Pembuangan Sampah
WHO World Health Organisation

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Kuesioner Penelitian………………………………….. 97
2. Output Master Tabel Hasil Penelitian………………... 104
3. Output Karakteristik Responden……………………... 130
4. Output SPSS Analisis Univariat………………………… 133
5. Output SPSS Analisis Bivariat…………………………... 141
6. Surat Pengantar Penelitian……………………………. 147
7. Surat Izin Penelitian…………………………………... 148
8. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian……….. 149
9. Dokumentasi Penelitian………………………………. 150

xvi
Faktor yang Berhubungan dengan Rendahnya Cakupan Minum Obat
Pencegahan Filariasis Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas
Meo-meo Kota Baubau Tahun 2018

Hermayani1, La Ode Muhamad Sety2, Lymbran Tina3, Suhadi4, Fithria5,


Jusniar Rusli Afa6
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo Kendari
1
hermayani12@gmail.com, 2setydinkes@yahoo.co.id, 3lymbranizzah@gmail.com,
4
suhaditsel77@yahoo.com, 5fithria.ahmad@gmail.com,
6
jusniar.rusliafa@gmail.com
ABSTRAK

Filariasis telah menjadi salah satu penyakit yang diprioritaskan untuk dieliminasi
melalui upaya pemutusan rantai penularan dengan Pemberian Obat Pencegahan
Massal (POPM) di daerah endemis. Pemutusan rantai penularan dapat terjadi jika
cakupan POPM >85% dari jumlah penduduk sasaran dan 65% dari penduduk
total. Berdasarkan laporan tahun 2019, cakupan POPM filariasis di wilayah kerja
Puskesmas Meo-meo tahun 2018 adalah 56% dari jumlah penduduk total dan 58%
dari jumlah penduduk sasaran. Cakupan tersebut belum mencapai target eliminasi.
Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan rendahnya
cakupan minum obat pencegahan filariasis. Jenis penelitian adalah survei analitik
dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi
kerentanan yang dirasakan, persepsi manfaat yang dirasakan, isyarat bertindak
internal, dan isyarat bertindak eksternal memiliki hubungan yang bermakna
dengan rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis (p=0,000).
Peningkatan sosialisasi tentang POPM filariasis dan melakukan pendampingan
minum obat dapat dilakukan untuk mencapai target eliminasi filariasis pada
masyarakat pesisir.

Kata kunci: cakupan, filariasis, POPM

xvii
Factors That Related to Low Coverage of Taking Filariasis Prevention Drugs in
Coastal Communities in the Work Area of Meo-meo Health Center in Baubau
City in 2018

Hermayani1, La Ode Muhamad Sety2, Lymbran Tina3, Suhadi4, Fithria5,


Jusniar Rusli Afa6
Faculty of Public Health, Halu Oleo University Kendari
1
hermayani12@gmail.com, 2setydinkes@yahoo.co.id, 3lymbranizzah@gmail.com,
4
suhaditsel77@yahoo.com, 5fithria.ahmad@gmail.com,
6
jusniar.rusliafa@gmail.com
ABSTRACT
Filariasis has become one of the priority diseases to be eliminated through efforts
to break the chain of transmission with the Mass Drug Administration (MDA) in
endemic areas. Termination of the transmission chain can occur if the MDA
coverage >85% of the target population and 65% of the total population. Based
on the 2019 report, the coverage of filariasis MDA in the working area of the
Meo-meo Community Health Center in 2018 was 56% of the total population and
58% of the target population. This coverage has not yet reached the elimination
target. The purpose of this study was to determine factors that’s related to the low
coverage of taking preventive medicine for filariasis. This type of research is an
analytic survey with cross sectional approach. The results showed that perceived
perceptions of suspectibility, perceived benefits, perceived internal cues, and
external cues had a significant relationship with the low coverage of taking
preventive medicine for filariasis (p = 0,000). Increasing socialization on MDA
filariasis and assisting in taking medicine can be done to achieve the elimination
target of filariasis in coastal communities.

Keywords: coverage, filariasis, MDA

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filariasis atau penyakit kaki gajah adalah penyakit menahun (kronis) yang

disebabkan oleh cacing filaria (microfilaria) yang dapat menular dengan

perantaraan nyamuk sebagai vektor. Diperkirakan 120 juta penduduk di daerah

tropis dan subtropis di dunia terinfeksi filariasis. Dari jumlah tersebut, hampir 25

juta penduduk laki-laki menderita penyakit genital (paling sering hidrokel) dan

hampir 15 juta penduduk perempuan menderita limfedema atau kaki gajah (WHO,

2019). Penyakit filariasis di negara-negara endemis, memiliki dampak sosial dan

ekonomi yang sangat besar dengan perkiraan kerugian tahunan kurang lebih 14

triliun dan mengganggu kegiatan ekonomi hingga 88%. Selain itu, filariasis telah

menjadi salah satu penyebab kecacatan utama di dunia dan menyumbang

setidaknya 2,8 juta Disability-Adjusted Life Year (DALY) dan angka ini tidak

termasuk komordibiditas yang signifikan dari penyakit mental yang umumnya

dialami oleh pasien dan pengasuhnya (WHO, 2019).

Penyakit filariasis telah menjadi penyakit menular vektor terbesar kedua di

dunia setelah malaria (Arfarisy, 2017) dan sebanyak 1,3 miliar penduduk di dunia

berisiko tertular filariasis dan 57% kasusnya berada di Asia Tenggara (WHO,

2019). Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang endemis

filariasis, terutama wilayah Indonesia Timur yang memiliki prevalensi lebih tinggi

(Kemenkes RI, 2019).

1
2

Sejak tahun 2000 hingga 2009 dilaporkan kasus kronis filariasis sebanyak

11.914 kasus yang tersebar di 401 kabupaten/kota dan diestimasikan prevalensi

angka mikrofilaria (microfilaria rate) sebesar 19% (Wahyono, 2014). Pada tahun

2017, jumlah kabupaten/kota bertambah menjadi 514 kabupaten/kota diantaranya

endemis filariasis dan terdapat 12.677 kasus filariasis yang tersebar di 34 provinsi

(Kemenkes RI, 2018) dan pada tahun 2018 kasus terlihat menurun dari tahun

sebelumnya menjadi 10.681 kasus yang juga tersebar di 34 provinsi. Hal tersebut

terjadi karena beberapa kasus dilaporkan telah meninggal dunia dan adanya

perubahan diagnosis setelah dilakukan konfirmasi kasus klinis kronis yang

dilaporkan tahun sebelumnya pada daerah endemis (Kemenkes RI, 2019).

Penyakit filariasis telah menjadi salah satu penyakit yang diprioritaskan

untuk dieliminasi. Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) telah

mendeklarasikan “The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a

Public Health Problem by the Year 2020” sebagai upaya untuk mengeliminasi

penyakit filariasis pada tahun 2020. Selaras dengan itu, Indonesia telah sepakat

untuk mewujudkan bebas filariasis pada tahun 2020 melalui Bulan Eliminasi

Penyakit Kaki Gajah (BELKAGA), dimana setiap penduduk kabupaten/kota

endemis penyakit filariasis serentak minum obat pencegahan setiap bulan Oktober

selama minimal lima tahun berturut-turut (Kemenkes RI, 2018).

Upaya pencapaian eliminasi filariasis di Indonesia ditetapkan dua pilar

dalam penatalaksanaannya yaitu pemutusan rantai penularan dengan Pemberian

Obat Pencegahan Massal (POPM) filariasis di daerah endemis dan pencegahan

serta pembatasan kecacatan akibat filariasis (Astuti dkk., 2014). Untuk


3

memutuskan rantai penularan filariasis, cakupan pengobatan harus >85% dari

jumlah penduduk sasaran atau >65% dari penduduk total endemis filariasis

(Kemenkes RI, 2010).

Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah endemis dengan

angka mikrofilaria >1% (Dinkes Provinsi Sultra, 2014) yang masih melaksanakan

POPM filarisis. Hal tersebut dilaksanakan untuk mengeliminasi kasus filariasis

yang mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir di Sulawesi Tenggara.

Berdasarkan laporan data dari tahun 2017-2019, pada tahun 2016 telah ditemukan

22 kasus filariasis dengan angka kesakitan 1/100.000 penduduk. Tahun 2017,

meningkat menjadi 38 kasus dengan angka kesakitan 1/100.000 penduduk

(Dinkes Provinsi Sultra, 2017&2018), dan selanjutnya pada tahun 2018 kasus

filariasis kembali meningkat menjadi 62 kasus kronis (Kemenkes RI, 2019).

Peningkatan kasus tersebut tidak sejalan dengan peningkatan keberhasilan

pelaksanaan POPM filariasis di Sulawesi Tenggara yang sebelumnya terdapat dua

belas kabupaten/kota yang menjadi daerah endemis dan pada tahun 2018

sebanyak 58% daerah endemis berhasil diturunkan menjadi daerah non endemis

filariasis (Kemenkes RI, 2019). Salah satu kota yang masih endemis dan

melaksanakan POPM filariasis di Sulawesi Tenggara adalah Kota Baubau. Kota

Baubau melaksanakan POPM filariasis sejak tahun 2015 (Dinkes Provinsi Sultra,

2019). Adapun cakupan minum obat pencegahan filariasisnya berdasarkan data

Riskesdas 2018 dalam angka Sulawesi Tenggara adalah 23% (Dinkes Provinsi

Sultra, 2019). Persentase tersebut masih belum mencapai target eliminasi filariasis

yang telah ditentukan.


4

Puskesmas Meo-meo merupakan salah satu dari 17 puskesmas yang ada di

Kota Baubau yang melaksanakan POPM filariasis dengan jumlah sasaran tertinggi

se-puskesmas Kota Baubau tahun 2018 yaitu 15% dari total penduduk sasara n

POPM filariasis (Dinkes Kota Baubau, 2019) dengan jumlah tenaga kesehatan

yang ada pada tahun 2018 sebanyak 16 orang (BPS Kota Baubau, 2019). Secara

administratif, Puskesmas Meo-meo berada di Kecamatan Batupoaro yang

merupakan wilayah pesisir/tepi pantai yang memiliki empat wilayah kerja

puskesmas yaitu Kelurahan Lanto, Wameo, Kaobula, dan Kelurahan

Nganganaumala (BPS Kota Baubau, 2019).

Wilayah pesisir Kecamatan Batupoaro menurut data BPS Kota Baubau

Tahun 2019 memiliki jumlah penduduk yang cukup besar dan terus bertambah

setiap tahunnya serta tidak diimbangi dengan pemerataan penyebaran penduduk

sehingga tingkat kepadatan penduduknya tinggi (BPS Kota Baubau, 2019). Selain

itu, menurut penelitian Zain (2017), kualitas pemukiman pesisir (jenis bangunan,

adanya genangan banjir, kepadatan bangunan, tingkat pelayanan listrik, air bersih,

ketersediaan TPS dan tingkat kepemilikan IMB) di Kecamatan Batupoaro

khususnya di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo memiliki kualitas pemukiman

sedang (Kelurahan Nganganaumala dan Wameo) dan kualitas pemukiman buruk

(Kelurahan Kaobula). Padatnya jumlah penduduk serta buruknya kualitas

pemukiman pesisir sangat mendukung penularan dan penyebaran filariasis karena

salah satu jenis vektor pembawa cacing filaria (W. Bancrofti tipe perkotaan) yaitu

nyamuk Culex quinquefasciatus biasanya ditemukan di lingkungan tersebut

sebagai habitatnya (Arsin, 2016).


5

Fakta lain yang ditemukan dalam penelitian Supardi dkk. (2017) di wilayah

pesisir Kota Baubau, salah satunya di Kecamatan Batupoaro menunjukkan bahwa

tutupan mangrove sebagai akibat dari penimbunan di wilayah pesisir Kota Baubau

berada pada kisaran 20-40% yang menyebabkan ekosistem mangrove berada

dalam tekanan ekologis yang tinggi. Menurut Knight dkk. (2012) peningkatan

kejadian tular vektor di wilayah pesisir juga dapat diakibatkan karena hilangnya

habitat nyamuk (di vegetasi mangrove) sehingga nyamuk berpindah ke

pemukiman.

Banyaknya faktor risiko dari lingkungan terhadap penularan penyakit

filariasis pada masyarakat pesisir di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo tidak

menjadikan persentase cakupan POPM filariasisnya mencapai target untuk

mencegah penularan filariasis. Adapun persentase cakupannya yaitu, 56% yang

seharusnya 65% dari jumlah penduduk total dan 58% yang seharusnya 85% dari

jumlah penduduk sasaran (Dinkes Kota Baubau, 2019). Upaya pencegahan

penyakit filariasis pada masyarakat pesisir di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo

seharusnya sudah bisa mencapai target eliminasi, terlebih pada tahun 2018

merupakan periode ke-empat POPM filariasis. Namun, faktanya cakupan POPM

filariasis belum mencapai target eliminasi. Pelaksanaan POPM filariasis

membutuhkan perilaku patuh masyarakat pesisir untuk meminum obat dengan

benar sehingga target cakupan eliminasi dapat tercapai.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan pada masyarakat pesisir di wilayah

kerja Puskesmas Meo-meo, terdapat beberapa alasan masyarakat tidak patuh

meminum obat filariasis yaitu takut terhadap efek samping obat, lebih memilih
6

menggunakan tanaman obat atau obat herbal, serta kurang mendapat informasi

mengenai pentingnya POPM filariasis sehingga mempengaruhi cakupan POPM

filariasis.

Berdasarkan data dan informasi diatas, perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui faktor yang berhubungan dengan rendahnya cakupan minum obat

pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir di wilayah kerja Puskesmas Meo-

meo Kota Baubau tahun 2018.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah apa saja faktor yang berhubungan dengan rendahnya cakupan minum

obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir di wilayah kerja Puskesmas

Meo-meo Kota Baubau tahun 2018?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang

berhubungan dengan rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis pada

masyarakat pesisir di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo Kota Baubau tahun

2018.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Mengetahui hubungan antara persepsi kerentanan dengan rendahnya

cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir di

wilayah kerja Puskesmas Meo-meo Kota Baubau tahun 2018.


7

b. Mengetahui hubungan antara persepsi tingkat keparahan dengan rendahnya

cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir di

wilayah kerja Puskesmas Meo-meo Kota Baubau tahun 2018.

c. Mengetahui hubungan antara persepsi manfaat yang dirasakan dengan

rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat

pesisir di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo Kota Baubau tahun 2018.

d. Mengetahui hubungan antara persepsi hambatan yang dirasakan dengan

rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat

pesisir di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo Kota Baubau tahun 2018.

e. Mengetahui hubungan antara isyarat bertindak internal dengan rendahnya

cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir di

wilayah kerja Puskesmas Meo-meo Kota Baubau tahun 2018.

f. Mengetahui hubungan antara isyarat bertindak eksternal dengan rendahnya

cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir di

wilayah kerja Puskesmas Meo-meo Kota Baubau tahun 2018.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Sebagai data penunjang dalam upaya pencegahan penyakit filariasis atau

kaki gajah serta sebagai informasi bagi masyarakat tentang faktor yang

berhubungan dengan rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis pada

masyarakat pesisir.
8

1.4.2 Manfaat praktis

a. bagi sasaran pengobatan massal pencegahan filariasis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran faktor yang

berhubungan dengan rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis

b. bagi institusi kesehatan

Diharapkan dapat memberikan informasi bagi dinas kesehatan pada

umumnya dan bagi puskesmas pada khususnya, serta bagi instansi terkait

lainnya mengenai gambaran faktor yang berhubungan dengan rendahnya

cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir sehingga

dapat mempertimbangkan perencanaan maupun implementasi program

pemberian obat pencegahan massal filariasis yang sesuai dengan keadaan

masyarakat pesisir.

1.4.3 Manfaat bagi peneliti

Dapat mengembangkan wawasan peneliti dan pengalaman berharga dalam

melatih kemampuan melakukan penelitian yang berkaitan dengan faktor yang

berhubungan dengan rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis pada

masyarakat pesisir serta sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang

relevan dengan penelitian ini.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai faktor yang berhubungan dengan

rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir di

wilayah kerja Puskesmas Meo-meo Kota Baubau tahun 2018. Penelitian ini akan

dilaksanakan di tiga kelurahan pesisir di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo, Kota


9

Baubau. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional yang akan

memberikan gambaran tentang persepsi kerentanan, persepsi tingkat keparahan,

persepsi manfaat yang dirasa, persepsi hambatan yang dirasakan, isyarat bertidak

internal, serta isyarat bertindak eksternal dalam meminum obat pencegahan

massal filariasis pada masyarakat pesisir.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat pesisir sasaran

POPM filariasis yang ada di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo tahun 2018 yang

berjumlah 11.978 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu

stratified random sampling. Adapun jumlah sampel setelah melakukan

perhitungan rumus besar sampel adalah 270 responden. Data dikumpulkan

menggunakan kuesioer terstruktur.

1.6 Organisasi/sistematika

Judul penelitian ini adalah Faktor yang Berhubungan Dengan Rendahnya

Cakupan Minum Obat Pencegahan Filariasis Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah

Kerja Puskesmas Meo-meo Kota Baubau Tahun 2018 yang dibimbing oleh Bapak

Dr. La Ode Muhamad Sety, S.KM., M.Epid (Pembimbing 1) dan Bapak Lymbran

Tina, S.KM., M.Kes (Pembimbing 2).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Filariasis
2.1.1 Pengertian filariasis

Gambar 2.1 Filariasis (Sumber: WHO, 2018)

The Global Alliance to Eliminate Lymphatic Filariasis (GAELF) tahun

2019 menyatakan bahwa, filariasis adalah infeksi parasit yang menghancurkan

yang disebarkan oleh nyamuk. Parasit tersebut berupa cacing seperti benang

(filaria) yang berkembang di dalam tubuh dan kemudian merusak sistem limfatik

manusia dan jaringan terkait. Biasanya infeksi terjadi di masa kecil sebelum usia

lima tahun. Sistem limfatik adalah jaringan pembuluh dan jaringan khusus yang

sangat penting untuk menjaga keseimbangan cairan secara keseluruhan dan

kesehatan organ dan anggota tubuh dan yang penting adalah komponen utama dari

sistem pertahanan kekebalan tubuh (GAELF, 2019).

Gyapong dkk. tahun 2018 menyatakan bahwa, filariasis adalah salah satu

dari enam penyakit menular yang diidentifikasi oleh International Task Force for

Disease Eradication sebagai penyakit yang “dapat diberantas” atau “berpotensi

untuk diberantas” (Gyapong, 2018).

10
11

Jadi, dapat disimpulkan bahwa filariasis adalah salah satu penyakit menular

yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh nyamuk yang

menyebabkan infeksi kronis yang dapat menurunkan produktivitas penderita

karena gejala yang ditimbulkannya sehingga penyakit ini harus dieliminasi.

2.1.2 Trias epidemiologi filariasis

a. Agent

Agent penyakit adalah suatu substansi atau elemen-elemen tertentu yang

keberadaannya bisa menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan suatu

penyakit. Dalam hal ini filariasis disebabkan oleh cacing filaria pada manusia,

yaitu; Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Loa loa,

Onchocerca volvulus, Acanthocheilonema perstants, dan Mansonella azzardi.

Namun di Indonesia hanya disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria, yaitu,

W. bancrofti, B. malayi, dan B. timori (Arsin, 2016).

1) jenis dan karakteristik cacing filariasis

Secara umum, filariasis W. Bancrofti tersebar di Sumatera, Jawa,

Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. W. Bancrofti tipe

pedesaan masih banyak ditemukan di Papua, Nusa Tenggara Timur,

sedangkan W. Bancrofti tipe perkotaan banyak ditemukan di kota seperti di

Bekasi, Tangerang, Pekalongan dan Lebak. B. Malayi tersebar di Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi, dan beberapa pulau di Maluku. B. Timori terdapat di

kepulauan Flores, Alor, Rote, Timor dan Sumba, umumnya endemik di daerah

persawahan (Arsin, 2016).


12

Tabel 2.1 Jenis dan Karakteristik Cacing Filaria yang Terdapat di Indonesia
Spesimen Darah Jari Tepi Dengan Pewarnaan Giemsa
Spesies Wuchereria bacrofti Brugia malayi Brugia timori

Nyamuk: Culex,
Nyamuk: Mansonia,
Vektor Aedes, Anopheles, Nyamuk: Anopheles
Anopheles, Aedes
Mansonia

Habitat
Sistem limfatik Sistem limfatik Sistem limfatik
dewasa

Habitat
Darah Darah Darah
mikrofilaria

Periodisitas Noktural Noktural Noktural

Warna
Tidak berwarna Merah muda Tidak berwarna
sarung

Panjang
240-300 175-230 265-325
(µm)

Lebar
7.5-10.0 5.0-6.0 4.4-6.8
(µm)

Inti badan Halus, tersusun rapi Kasar, berkelompok Kasar, berkelompok

Jumlah
inti di 0 2 2
ujung ekor

Gambaran
Seperti pita kearah Ujung agak tumpul
ujung ekor Ujung agak tumpul
ujung
Sumber: WHO, 1997; Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.2 Cacing Filaria (Sumber: Kemenkes RI, 2014)


13

b. host (pejamu)

1) manusia

Pada dasarnya setiap orang dapat tertular filariasis apabila mendapat

tusukan nyamuk infektif (mengandung larva stadium tiga) ribuan kali

(Arsin, 2016). Faktor manusia yang dapat mempengaruhi terjadinya

penyakit filariasis yaitu: a) umur, b) jenis kelamin, c) imunitas, dan d) ras.

2) nyamuk

Di Indonesia telah diketahui 23 spesies nyamuk dari lima genus yaitu:

Aedes, Anopheles, Culex, Mansonia, dan Armigeres. Sepuluh spesies

nyamuk Anopheles telah didentifikasi sebagai vektor Wuchereria bancrofti

tipe pedesaan. Culex quinquefasciatus merupakan vektor Wuchereria

bancrofti tipe perkotaan. Enam spesies Mansonia merupakan vektor

Brugia malayi. Di Indonesia bagian timur, Mansonia dan Anopheles

barbirostris merupakan vektor filariasis paling penting. Beberapa spesies

Mansonia dapat menjadi vektr Brugia malayi tipe sub periodik nokturna.

Sementara Anopheles barbirostris merupakan vektor penting terhadap

Brugia timori yang terdapat di Nusa Tenggara Timur dan Kepulauan

Maluku Selatan. Spesies vektor yang diidentifikasi di Sulawesi Tenggara

yaitu Ma. uniformis, Ma. indiana, Ma. dives, An. aconitus, An.

barbirostris, An. nigerimus, Cx. Annulirostis, An. maculatus, Cx.

Whitmorei, dan Cx. quinquefasciatus (Kemenkes RI, 2014; Linarsih,

2015).
14

Aedes Culex

Anopheles Mansonia

Gambar 2.3 Vektor Filariasis

c. environment (lingkungan)

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap distribusi kasus filariasis dan

mata rantai penularannya. Daerah endemis filariasis pada umumnya adalah

daerah dataran rendah, terutama di pedesaan, pantai, pedalaman, persawahan,

rawa-rawa dan hutan. Biasanya daerah endemis B. Malayi adalah daerah

dengan hutan rawa, sepanjang sungai atau badan air lain yang ditumbuhi

tanaman air. Daerah endemis W. Bancrofti tipe perkotaan (urban) adalah

daerah-daerah perkotaan yang kumuh, padat penduduknya dan banyak

genangan air kotor sebagai habitat dari vektor yaitu nyamuk Cx.

quinquefasciatus. Sedangkan daerah endemis W. Bancrofti tipe pedesaan

(rural) secara umum kondisi lingkungannya sama dengan daerah endemis B.

malayi (Arsin, 2016).

2.1.3 Epidemiologi filariasis

Diperkirakan 120 juta orang di daerah tropis dan subtropis di dunia

terinfeksi filariasis limfatik; dari jumlah tersebut, hampir 25 juta pria memiliki

penyakit genital (paling sering hidrokel) dan hampir 15 juta, kebanyakan wanita,
15

menderita limfedema atau kaki gajah. Perkiraan baru-baru ini mengenai dampak

Mass Drug Administration (MDA) selama 13 tahun terakhir menunjukkan >96,71

juta kasus dicegah atau disembuhkan, namun masih ada 36 juta kasus hidrokel

dan limfedema yang tersisa. Dari total populasi yang membutuhkan kemoterapi

pencegahan, 57% berada di wilayah Asia Tenggara (9 negara) dan 37% berada di

wilayah Afrika (WHO, 2019).

Gambar 2.4 Status of Mass Drug Administration: 2019 (Sumber: WHO, 2019)

Jumlah kasus kronis filariasis di Indonesia pada tahun 2018 lebih rendah

daripada tahun 2017. Tercatat 10.681 kasus kronis filariasis pada tahun 2018

(Kemenkes RI, 2019), menurun jika dibandingkan pada tahun 2017 dimana

terdapat 12.677 kasus kronis. Angka tersebut menurun karena dilaporkan

beberapa kasus telah meninggal dunia dan adanya perubahan diagnosis sesudah

dilakukan konfirmasi kasus klinis kronis yang dilaporkan tahun sebelumnya.

Grafik berikut menggambarkan peningkatan dan penurunan kasus

filariasis di Indonesia sejak tahun 2010.


16

Gambar 2.5 Trend Kasus Kronis Filariasis di Indonesia Tahun 2010-2018


(Sumber: Kemenkes RI, 2019)

Di provinsi Sulawesi Tenggara, kejadian kasus filariasis dari tahun 2013-

2018 yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara dapat

dilihat pada grafik dibawah.

Gambar 2.6 Trend Kasus Filariasis di Sulawesi Tenggara Tahun 2013-2018


(Sumber: Dinkes Provinsi Sultra, 2014-2018; Kemenkes RI, 2019)

Berdasarkan laporan tersebut dapat diketahui bahwa, pada tahun 2013

telah ditemukan 64 kasus filarisis, 15 diantaranya merupakan kasus baru. Tahun

2014, kasus meningkat dimana ditemukan 85 kasus filariasis, 22 diantaranya

adalah kasus baru dengan angka kesakitan 4/100.000 penduduk. Selanjutnya pada

tahun 2015 kasus filariasis mengalami penurunan, yaitu 35 kasus. Meskipun

demikian, masih ditemukan 8 kasus baru dengan angka kesakitan 1/100.000


17

penduduk. Tahun 2016 kembali mengalami penurunan yaitu 22 kasus serta tidak

ditemukan kasus baru. Pada tahun 2017, kasus filariasis kembali meningkat

menjadi 38 kasus meskipun tidak ditemukan kasus baru, angka kesakitannya

1/100.000 penduduk (Dinkes Provinsi Sultra, 2014-2018). Hingga tahun 2018,

kasus filariasis masih terus bertambah menjadi 62 kasus kronis (Kemenkes RI,

2019).

2.1.4 Rantai penularan

Penularan filariasis dapat terjadi apabila ketiga unsurnya terpenuhi. Ketiga

unsur tersebut yaitu sumber penularan (manusia atau hospes reservoir yang

mengandung mikrofilaria dalam darahnya), vektor (nyamuk yang dapat

menularkan filariasis), serta manusia yang rentan terhadap filariasis (Arsin, 2016).

Seseorang dapat terinfeksi filariasis apabila orang tersebut tergigit

nyamuk yang infektif yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium III (L3). Di

dalam tubuh nyamuk, mikrofilaria berselubung (yang didapatkannya ketika

menggigit penderita filariasis), akan melepaskan selubung tubuhnya yang

kemudian bergerak menembus perut tengah lalu berpindah tempat menuju otot

dada nyamuk. Setelah ± 3 hari, mikrofilaria mengalami perubahan bentuk menjadi

larva, bentuknya seperti sosis berukuran 125-250 µm x 10-17 µm, dengan ekor

runcing seperti cambuk (Kemenkes RI, 2014)

Larva ini disebut larva stadium I (L1). Setelah ± 6 hari dalam tubuh

nyamuk, larva tumbuh menjadi larva stadium 2 (L2) disebut larva preinfektif yang

berukuran 200-300 µm x 15-30 µm, dengan ekor yang tumpul atau memendek.

Pada stadim ini larva menunjukan adanya gerakan (Kemenkes RI, 2014).
18

Gambar 2.7 Larva Pada Berbagai Stadium (Sumber: Kemenkes RI, 2014)

L2 kemudian berkembang menjadi larva stadium 3 (L3) atau cacing

infektif yang membutuhkan waktu 12-14 hari. L3 kemudian bergerak menuju

probosis nyamuk. Ketika nyamuk yang mengandung L3 tersebut menggigit

manusia, maka terjadi infeksi mikrofilaria dalam tubuh orang tersebut (Arsin,

2016)

Gambar 2.8 L3 Pada Probosis Nyamuk


(Sumber: filariasiscenter.org)

Saat nyamuk menggigit, L3 akan keluar dari probosis dan tinggal disekitar

lubang gigitan nyamuk. Pada saat nyamuk menarik probosisnya, L3 akan masuk

melalui luka bekas gigitan nyamuk dan bergerak menuju sistem limfe (Arsin,

2016).

Gambar 2.9 Cacing Filaria Pada Sistem Limfe (Sumber: filariasiscenter.org)


19

Berbeda dengan penularan pada malaria dan demam berdarah, cara

penularan tersebut menyebabkan tidak mudahnya penularan filariasis dari satu

orang ke orang lain pada suatu wilayah tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa

seseorang dapat terinfeksi filariasis apabila orang tersebut mendapat gigitan

nyamuk ribuan kali (Arsin, 2016). Kemampuan nyamuk untuk mendapatkan

mikrofilaria saat menghisap darah manusia yang positif mikrofilaria sangat

terbatas, tetapi terlalu banyak mikrofilaria terhisap, dapat menyebabkan kematian

nyamuk tersebut. Sebaliknya, apabila mikrofilaria yang terhisap oleh nyamuk

terlalu sedikit, maka kemungkinan terjadinya penularan menjadi kecil karena

stadium L3 yang dihasilkan juga sedikit (Kemenkes RI, 2014)

L3 B. Malayi dan B. Timori akan menjadi cacing dewasa dalam tubuh

dengan kurun waktu kurang lebih 3,5 bulan, sedangkan W. bancrofti memerlukan

waktu kurang lebih 9 bulan. Cacing dewasa mampu bertahan hidup selama 5–7

tahun di dalam kelenjar getah bening dan menghasilkan ribuan mikrofilaria setiap

hari sehingga dapat menjadi sumber penularan dalam periode waktu yang sangat

panjang (Kemenkes RI, 2014).

Kumpulan cacing filaria dewasa ini menjadi penyebab penyumbatan

kelenjar getah bening. Aliran sekresi kelenjar getah bening terhambat dan

menumpuk di suatu lokasi. Akibatnya terjadi pembengkakan kelenjar getah

bening terutama pada daerah kaki, lengan maupun alat kelamin yang biasa disertai

infeksi sekunder dengan jamur dan bakteri karena kurang terawatnya bagian

lipatan-lipatan kulit yang mengalami pembengkakan tersebut (Arsin, 2016).


20

Nyamuk menggigit manusia,


memasukkan larva ke dalam
kulit
Larva berpindah ke Cacing tumbuh dewasa dan
kepala nyamuk dan berkembang biak, menyebabkan
probosis kerusakan pada sistem limfa

Tahap Pada Tahap Pada


Nyamuk Manusia

Mikrofilaria menjadi
Mikrofilaria memasuki aliran darah
larva di dalam
nyamuk
Nyamuk menggigit manusia dan
mencerna mikrofilaria

Gambar 2.10 Rantai Penularan Filariasis (Sumber: GAELF, 2019)

2.1.5 Gejala klinis dan penentuan stadium limfedema

a. gejala klinis akut

Gejala klinis akut berupa limfadenitis, limfangitis, adenolimfangitis yang

disertai demam, sakit kepala, rasa lemah dan timbulnya abses. Abses dapat pecah

dan kemudian mengalami penyembuhan dengan meninggalkan parut, terutama di

daerah lipat paha dan ketiak. Parut lebih sering terjadi pada infeksi B.malayi dan

B. Timori dibandingkan karena infeksi W. bancrofti, demikian juga dengan

timbulnya limfangitis dan limfadenitis. Tetapi sebaliknya, pada infeksi W.

bancrofti sering terjadi peradangan buah pelir (orkitis), peradangan epididimus

(epididimitis) dan peradangan funikulus spermatikus (funikulitis).


21

b. gejala klinis kronis

Gejala klinis kronis terdiri dari limfedema, lymp scrotum, kiluria, hidrokel.

1) Limfedema

Pada infeksi W. bancrofti, terjadi pembengkakan seluruh kaki, seluruh

lengan, skrotum, penis, vulva vagina dan payudara, sedangkan pada infeksi

Brugia, terjadi pembengkakan kaki dibawah lutut, lengan di bawah siku dimana

siku dan lutut masih normal.

2) Lymph Scrotum

Adalah pelebaran saluran limfe superfisial pada kulit scrotum, kadang-

kadang pada kulit penis, sehingga saluran limfe tersebut mudah pecah dan cairan

limfe mengalir keluar dan membasahi pakaian. Ditemukan juga lepuh (vesicles)

besar dan kecil pada kulit, yang dapat pecah dan membasahi pakaian. Ini

mempunyai risiko tinggi terjadinya infeksi ulang oleh bakteri dan jamur, serangan

akut berulang dapat berkembang menjadi limfedema skrotum. Ukuran skrotum

kadang-kadang normal kadang-kadang sangat besar.

3) Kiluria

Adalah kebocoran atau pecahnya saluran limfe dan pembuluh darah di

ginjal (pelvis renal) oleh cacing filaria dewasa spesies W. bancrofti, sehingga

cairan limfe dan darah masuk kedalam saluran kemih.

Gejala yang timbul adalah sebagai berikut :

a) Air kencing seperti susu karena air kencing banyak mengandung lemak, dan

kadang-kadang disertai darah (haematuria)

b) Sukar kencing
22

c) Kelelahan tubuh

d) Kehilangan berat badan

4) Hidrokel

Adalah pelebaran kantung buah zakar karena terkumpulnya cairan limfe di

dalam tunica vaginalis testis. Hidrokel dapat terjadi pada satu atau dua kantung

buah zakar, dengan gambaran klinis dan epidemiologis sebagai berikut:

a) Ukuran skrotum kadang-kadang normal tetapi kadang-kadang sangat besar

sekali, sehingga penis tertarik dan tersembunyi.

b) Kulit pada skrotum normal, lunak dan halus.

c) Kadang-kadang akumulasi cairan limfe disertai dengan komplikasi, yaitu

komplikasi dengan chyle (chylocele), darah (haematocele) atau nanah

(pyocele). Uji transiluminasi dapat digunakan untuk membedakan hidrokel

dengan komplikasi dan hidrokel tanpa komplikasi. Uji transiluminasi ini

dapat dikerjakan oleh dokter puskesmas yang sudah dilatih.

d) Hidrokel banyak ditemukan di daerah endemis W. bancrofti dan dapat

digunakan sebagai indikator adanya infeksi W. bancrofti.

Selanjutnya, diagnosis klinis pada penderita filariasis dapat dilakukan

dengan pemeriksaan mikroskopis darah yang diambil malam hari. menurut

metode ini akan ditemukan mikrofilaria.

c. Penentuan stadium limfedema

Limfedema terbagi dalam 7 stadium atas dasar hilang tidaknya bengkak, ada

tidaknya lipatan kulit, ada tidaknya nodul (benjolan), mossy lession (gambaran

seperti lumut) serta adanya hambatan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.


23

Penentuan stadium ini penting bagi petugas kesehatan untuk memberikan

perawatan dan penyuluhan yang tepat kepada penderita.

Tabel 2.2 Stadium Limfadema


Stadium Stadium Stadium Stadium Stadium Stadium Stadium
Gejala
1 2 3 4 5 6 7
Menghi-
lang
Menetap Menetap Menetap
Bengkak di waktu
1 Menetap Menetap Menetap dan dan dan
kaki bangun
tidur meluas meluas meluas
pagi
Dalam,
Lipatan Tidak Tidak Dangkal, Dangkal,
2 Dangkal Dangkal kadang
kulit ada ada dalam dalam
dangkal
Tidak Tidak Tidak Kadang- Kadang- Kadang-
3 Nodul Ada
ada ada ada kadang kadang kadang
Mossi Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Kadang-
4 Ada
lesions ada ada ada ada ada kadang
Hambatan
5 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya
berat

2.2 Karakteristik Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersamasama

mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang

terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir (Satria,

2004 dalam Muswar, 2011). Berikut ini merupakan aspek penting mengenai

masyarakat pesisir, yaitu:

2.2.1 Ciri khas wilayah pesisir

Ditinjau dari aspek biofisik wilayah, ruang pesisir dan laut serta sumberdaya

yang terkandung di dalamnya bersifat khas sehingga adanya intervensi manusia

pada wilayah tersebut dapat mengakibatkan perubahan yang signifikan, seperti

bentang alam yang sulit diubah, proses pertemuan air tawar dan air laut yang

menghasilkan beberapa ekosistem khas dan lain-lain. Ditinjau dari aspek


24

kepemilikan, wilayah pesisir dan laut serta sumberdaya yang terkandung di

dalamnya sering memiliki sifat terbuka (open access).

Kondisi tersebut berbeda dengan sifat kepemilikan bersama (common

property) seperti yang terdapat di beberapa wilayah di Indonesia seperti Ambon

dengan kelembagaan Sasi, NTB dengan kelembagaan tradisional Awig-Awig dan

Sangihe, Talaud dengan kelembagaan Maneeh yang pengelolaan sumberdayanya

diatur secara komunal. Dengan karakteristik open access tersebut, kepemilikan

tidak diatur, setiap orang bebas memanfaatkan sehingga dalam pembangunan

wilayah dan pemanfaatan sumberdaya sering menimbulkan konflik kepentingan

pemanfaatan ruang dan sumberdaya serta peluang terjadinya degradasi lingkungan

dan problem eksternalitas lebih besar karena terbatasnya pengaturan pengelolaan

sumberdaya.

2.2.2 Karakteristik sosial ekonomi masyarakat pesisir

Masyarakat pesisir pada umumnya sebagian besar penduduknya bermata

pencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resource based),

seperti nelayan, pembudidaya ikan, penambangan pasir dan transportasi laut.

2.3 Program Eliminasi Filariasis

Pada tahun 1997, WHO mengklasifikasikan penyakit filariasis sebagai

penyakit menular yang harus diberantas. Pada tahun yang sama, World Health

Assembly menetapkan “Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health

Problem.” Menanggapi hal tersebut, WHO pada tahun 2000 meluncurkan

program “Global Programme to Eliminate Lymphatic Filariasis (GPELF)”

sebuah program untuk mengeliminasi penyakit filariasis (WHO, 2019).


25

Selaras dengan itu, Indonesia sebagai negara endemis turut berpartisipasi

dalam memberantas filariasis. Program pemberantasan filariasis di Indonesia

sendiri telah dilaksanakan sejak tahun 1975, terutama di daerah-daerah endemis

tinggi. Menteri Kesehatan pada tahun 2002 telah mencanangkan dimulainya

eliminasi filariasis global di Indonesia dan menerbitkan peraturan Menteri

Keseharan Nomor 612/MENKES/VI/2004 tentang Pelaksanaan Pemetaan

Endemisitas Filariasis, Pengobatan Massal Daerah Endemis Filariasis, dan

Tatalaksana Penderita Filariasis di semua daerah (Kemenkes RI, 2015).

Selain itu, untuk mewujudkan upaya global untuk mengeliminasi filariasis

pada tahun 2020, Indonesia mengeluarkan program Bulan Eliminasi Penyakit

Kaki Gajah (BELKAGA), dimana setiap penduduk kabupaten/kota endemis

penyakit serentak minum obat pencegahan setiap bulan Oktober selama lima

tahun berturut-turut. Kampanye BELKAGA secara nasional dicanangkan pada

tanggal 1 Oktober 2015 oleh Presiden RI (Kemenkes RI, 2018).

Adapun tujuan umum dari program eliminasi filariasis adalah filariasis

tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia pada tahun 2020.

Sedangkan tujuan khususnya adalah menurunnya angka mikrofilaria (mr) menjadi

kurang dari 1% dan mencegah serta membatasi kecacatan karena filariasis.

Upaya eliminasi filariasis di Indonesia menggunakan dua strategi utama

yaitu, memutuskan rantai penularan dengan Pemberian Obat Pencegahan Massal

dan pencegahan serta pembatasan kecacatan akibat filariasis.


26

2.3.1 Program Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis

Program Pemberian Obat Pencegahan Massal yang selanjutnya disebut

POPM filariasis adalah pemberian obat yang dilakukan untuk mematikan

mikrofilaria secara serentak kepada semua penduduk sasaran di wilayah endemis

filariasis (Kemenkes RI, 2014). Rentang waktu pelaksanaan POPM filariasis

tahun pertama dan tahun-tahun berikutnya adalah 12 bulan, sesuai dengan

lamanya cacing dewasa tidak mampu berkembangbiak setelah minum obat DEC

dan albendazole. Setelah berlangsung minimal lima tahun berturut-turut,

pelaksanaan POPM wajib diteruskan apabila suatu daerah endemis cakupan

pengobatan tidak memenuhi persyarakatan minimal 65% dari total penduduk

(Kemenkes RI, 2018).

Daerah endemis filariasis menurut Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 94 Tahun 2014 adalah wilayah yang meliputi satuan kabupaten/kota yang

ditentukan adalah wilayah yang meliputi satuan kabupaten/kota yang ditentukan

berdasarkan hasil survei data dasar prevalensi mikrofilaria menunjukkan angka

lebih dari dan/atau sama dengan 1% (satu persen). Apabila berdasarkan hasil

survei evaluasi penularan pada daerah kabupaten/kota menunjukkan angka

mikrofilaria kurang dari 1%. Maka pemberian obat filariasis hanya dilakukan

terhadap penderita (Kemenkes RI, 2014).

Pada tahun 2017, dari 514 kabupaten/kota di wilayah Indonesia, sebanyak

236 kabupaten/kota tergolong endemis filariasis. Dari jumlah tersebut, 152

kabupaten/kota diantaranya masih melaksanakan POPM.


27

Gambar 2.11 Situasi Filariasis di Indonesia


(Sumber: Kemenkes RI, 2018 )

Diantara provinsi dengan kabupaten/kota endemis, provinsi Sulawesi

Tenggara terbanyak ke – 10 dari 28 provinsi endemis filariasis yaitu sebanyak

42% atau 5 dari 12 kabupaten/kota yang masih melaksanakan POPM filariasis.

Gambar 2.12 Persentase Kabupaten/Kota yang Masih Melaksanakan POPM Filariasis


dari Kab/Kota Endemis di Indonesia Tahun 2018 (Sumber: Kemenkes,
RI, 2019 )

a. Pelaksanaan kegiatan POPM filariasis

Strategi yang memperhatikan kepadatan penduduk dan endemisitas filariasis

wilayah yaitu POPM filariasis di kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang


28

padat atau wilayah dengan endemisitas tinggi. Pemberian obatnya dilakukan

secara bertahap dalam jangka waktu paling lambat satu bulan, dimulai dari

kecamatan yang jumlah penduduknya padat atau dengan endemisitas tinggi,

sehingga petugas kesehatan dapat memantau selama 5 hari setelah minum obat.

1) Pelaksana

Pelaksana POPM filariasis adalah sumber daya manusia kesehatan yang

memiliki keahlian dan kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan. Dalam pelaksanaannya dapat melibatkan Kader Filariasis setelah

mendapat pelatihan. Penugasan kader Filariasis diutamakan di pos-pos Pelaksana

POPM Filariasis atau kunjungan dari rumah ke rumah (untuk memastikan obat

benar-benar diminum, obat diminum didepan kader/petugas kesehatan)

2) Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan POPM Filariasis dilaksanakan bulan Agustus -Oktober.

3) Kegiatan

a) saat pelaksanaan kegiatan popm filariasis

i. menyiapkan pos pelaksana POPM filariasis, obat-obatan, kartu

pengobatan dan air minum (masing-masing penduduk dapat membawa

air minum).

ii. mengundang penduduk untuk datang ke pos pelaksana POPM filariasis

yang telah ditentukan.

iii.memberikan obat yang harus diminum di depan kader filariasis dengan

dosis yang telah ditentukan dan kader filariasis mencatatnya di kartu

pengobatan.
29

iv. mengunjungi penduduk ke rumahnya bagi yang tidak datang di pos

pelaksana POPM filariasis

b) tindakan terhadap kejadian ikutan pasca pemberian obat pencegahan

filariasis

i. mencatat jenis kejadian ikutan pasca pemberian obat pencegahan di

kartu pengobatan dan melaporkannya kepada petugas kesehatan

ii. kader filariasis melakukan verifikasi jenis kejadian tersebut, dan

mencatatnya didalam formulir kejadian ikutan pasca pemberian obat

pencegahan filariasis.

iii. melaporkan kejadian ikutan tersebut ke petugas kesehatan di posko desa

iv. petugas kesehatan mendatangi penderita kejadian ikutan pasca

pemberian obat pencegahan filariasis

v. petugas kesehatan mengkonfirmasi jenis kejadian ikutan pasca

pemberian obat pencegahan filariasis (ringan/berat)

Pada tahap POPM filariasis, penting melaksanakan monitoring dan evalusi

pada saat dan setelah melaksanakan kegiatan, yang meliputi antara lain: 1)

membuat laporan cakupan pengobatan pada POPM filariasis, 2) melaksanakan

survei cakupan pengobatan minimal satu kali sesudah pelaksanaan kegiatan

POPM filariasis, 3) melaksanakan survei evaluasi prevalensi filariasis (SDJ-2 dan

SDJ-3) dilaksanakan pada 6-11 bulan sesudah pelaksanaan kegiatan POPM

filariasis tahun ke 3 (SDJ-2) dan tahun ke 5 (SDJ-3), 4) melaksanakan survei

evaluasi penularan filariasis atau Transmission Assessment Survey (TAS-1) untuk


30

memastikan tidak adanya penularan filariasis setelah melaksanakan POPM

filariasis selama 5 tahun berturut-turut.

Gambar 2.13 Tahapan Program Eliminasi Filariasis (Sumber: Kemenkes RI, 2014)

b. Sasaran POPM filariasis

POPM filariasis diberikan kepada semua penduduk di wilayah endemis

filariasis yaitu penduduk usia 2 tahun sampai dengan usia 70 tahun. POPM akan

ditunda pemberiannya terhadap; a) ibu hamil; b) penderita gangguan fungsi ginjal;

c) penderita gangguan fungsi hati; d) penderita epilepsi; e) penderita penyakit

jantung dan pembuluh darah; f) penduduk yang sedang sakit berat; g) penderita

filariasis klinis kronis sedang mengalami serangan akut;dan/atau h) anak dengan

marasmus atau kwasiorkor (Kemenkes RI, 2018)

c. Jenis obat dan cara pemberian obat

1) jenis obat

a) Diethyl Carbamazine Citrat (DEC)

(1) sifat kimiawi dan fisika

(a) tidak berwarna

(b) tidak berbau


31

(c) larut dalam air

(d) rasa sedikit pahit

(e) komposisi stabil dalam suhu 15-30 °C

(2) absorbsi dan ekskresi

(a) cepat diabsorbsi oleh usus dan masuk dalam peredaran darah

(b) didistribusikan hampir sama ke semua organ

(c) tidak masuk air susu ibu

(d) Cepat diekskresi oleh tubuh melalui air kencing

(3) cara kerja obat

Obat mempunyai pengaruh yang cepat terhadap mikrofilaria, dalam

beberapa jam mikrofilaria di peredaran darah mati. Cara kerja DEC

adalah melumpuhkan otot mikrofilaria, sehingga tidak dapat bertahan di

tempat hidupnya dan mengubah komposisi dinding mikrofilaria menjadi

lebih mudah dihancurkan oleh sistem pertahanan tubuh. DEC juga dapat

menyebabkan matinya sebagian cacing dewasa, dan cacing dewasa yang

masih hidup dapat dihambat perkembangbiakannya selama 9-12 bulan,

sehingga tidak terjadi penularan mikrofilaria. Setelah diminum, DEC

dengan cepat diserap oleh saluran cerna dan mencapai kadar maksimal

dalam plasma darah setelah 4 jam, dan akan dikeluarkan seluruhnya dari

tubuh bersama air kencing dalam waktu 48 jam.

b) Albendazole

Albendazole dikenal sebagai obat yang digunakan dalam pengobatan

cacing usus (cacing gelang, cacing kremi, cacing cambuk dan cacing
32

tambang). Albendazole juga dapat meningkatkan efek DEC dalam

mematikan cacing filaria dewasa dan mikrofilaria tanpa menambah reaksi

yang tidak dikehendaki. Di daerah endemis filariasis, seringkali prevalensi

cacing usus cukup tinggi, sehingga penggunaan albendazole dalam paket

kegiatan POPM filariasis, juga akan efektif mengendalikan prevalensi

cacing usus.

c) obat-obat yang digunakan terhadap kejadian ikutan pasca pemberian obat

pencegahan filariasis

Untuk mengatasi adanya kejadian ikutan pasca pemberian obat

pencegahan filariasis perlu disiapkan beberapa jenis obat dan alat di pos-pos

Pelaksana Pemberian Obat: a) parasetamol; b) kortikosteroid injeksi dan

tablet; c) CTM; d) adrenalin injeksi; e) antasid doen; f) amoksilin; g) salep

antibiotik; h) infus set; i) antibiotika oral; j) cairan infus ringer laktat; k)

vitamin B6.

d. Cakupan pengobatan massal filariasis

Cakupan pengobatan massal filariasis dilaporkan oleh TPE filariasis,

puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota. Ada dua hal yang harus

diperhatikan dalam menilai keberhasilan cakupan ini, yaitu:

1) angka pencapaian pengobatan

Jumlah penduduk minum obat POPM Filariasis di Kab/Kota x 100


Jumlah seluruh penduduk di x 100 Kab/Kota

Cakupan ini dapat menjelaskan jumlah penduduk yang berada pada daerah

berisiko penularan filariasis yang diobati dan aspek epidemiologinya.


33

2) angka keberhasilan pengobatan

jumlah penduduk minum obat POPM Filariasis x 100


jumlah penduduk sasaran POPM Filariasis
Cakupan ini dapat menjelaskan efektivitas pelaksanaan kegiatan POPM

filariasis.

2.4 Faktor yang Berhubungan Dengan Cakupan Minum Obat Pencegahan

Filariasis Pada Masyarakat Pesisir

Cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir

merupakan salah satu bentuk nyata dari perilaku kesehatan masyarakat pesisir

dalam upaya pencegahan filariasis. Merujuk pada uraian diatas, respon dari

perilaku yang mempengaruhi cakupan minum obat pencegahan filariasis adalah

tindakan seseorang yang bisa diamati berupa tindakan minum obat atau tidak

minum obat. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan perilaku minum obat

filariasis yang dapat diamati menggunakan pendekatan teori Health Belief Model

(HBM).

2.4.1 Health Belief Model (HBM)

Health belief model dikemukakan pertama kali oleh Rosenstock 1966,

kemudian disempurnakan oleh Becker, dkk 1970 dan 1980. Sejak tahun 1974,

teori Health belief model telah menjadi perhatian para peneliti. Model teori ini

merupakan formulasi konseptual untuk mengetahui persepsi individu apakah

mereka menerima atau tidak tentang kesehatan mereka. Variabel yang dinilai

meliputi keinginan individu untuk menghindari kesakitan, kepercayaan mereka

bahwa terdapat usaha untuk menghindari penyakit tersebut (Glanz, 2008).


34

Selama awal 1950-an, para psikolog sosial akademis mengembangkan

pendekatan untuk memahami perilaku yang tumbuh dari teori: Stimulus Response

(SR) (Watson, 1925 dalam Glanz, 2008) dan Cognitive Theory (Lewin, 1951;

Tolman, 1932 dalam Glanz, 2008). Pakar teori SR percaya bahwa mempelajari

hasil dari peristiwa (disebut penguatan) mengurangi pemicu fisiologis yang

mengaktifkan perilaku. Skinner (1938) merumuskan hipotesis yang diterima

secara luas bahwa frekuensi perilaku ditentukan oleh konsekuensinya atau

penguatan. Untuk Skinner, hubungan antara perilaku dan imbalan dianggap cukup

untuk meningkatkan kemungkinan bahwa perilaku tersebut akan diulangi. Dalam

pandangan ini, konsep-konsep seperti penalaran atau berpikir tidak diperlukan

untuk menjelaskan perilaku (Glanz, 2008).

Teori kognitif (seperti keyakinan dan sikap) dan berkaitan dengan proses

berpikir yang terlibat dalam pengambilan keputusan pribadi untuk bertindak

dengan satu cara tertentu. HBM menekankan peran hipotesis atau harapan

subjektif individu. Pada perspektif ini, perilaku merupakan fungsi dari nilai

subjektif suatu dampak (outcome) dan harapan subjektif bahwa tindakan tertentu

akan mencapai dampak tersebut. Konsep seperti ini dikenal sebagai teori “nilai-

harapan” (value-expectancy). Jadi, dapat dikatakan HBM merupakan teori nilai-

harapan. Jika konsep ini diaplikasikan pada perilaku yang berhubungan dengan

kesehatan, maka dapat diartikan menjadi: keinginan untuk tidak sakit atau menjadi

sembuh (nilai), dan keyakinan (belief) bahwa tindakan kesehatan tertentu akan

mencegah atau menyembuhkan penyakit (harapan). Harapan ini kemudian

diartikan sebagai perkiraan-perkiraan seseorang terhadap resiko mengidap suatu


35

penyakit dan keseriusan akibat suatu penyakit, serta kemungkinan untuk

mengurangi ancaman penyakit melalui suatu tindakan tertentu

a. Pengertian health belief model

Health Belief Model (HBM) adalah teori perubahan perilaku kesehatan dan

model psikologis yang digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan dengan

berfokus pada persepsi dan kepercayaan individu terhadap suatu penyakit.

Menurut teori ini, perilaku individu dipengaruhi oleh persepsi dan kepercayaan

individu itu sendiri tanpa memandang apakah persepsi dan kepercayaan tersebut

sesuai atau tidak dengan kenyataan.

Terdapat enam aspek dari health belief model, yaitu:

1) Perceived suspectibility (persepsi kerentanan yang dirasakan) merupakan

perasaan individu dimana mereka berisiko terhadap suatu kondisi sehingga

ancaman individu akan berperilaku untuk minum obat apabila ia merasa

rentan terhadap suatu penyakit (Hayden, 2014). Mengukur persepsi

kerentanan mengacu pada keyakinan tentang kemungkinan mendapatkan

penyakit atau kondisi. Misalnya, seorang wanita harus percaya ada

kemungkinan terkena kanker payudara sebelum ia akan tertarik untuk

memperoleh mammogram. Semakin besar penerimaan terhadap risiko,

semakin besar kemungkinan terciptanya perilaku yang dapat menurunkan

risiko. Ketika seseorang percaya bahwa mereka berisiko terhadap sebuah

penyakit, mereka akan lebih sering melakukan sesuatu untuk mencegah

terjadinya penyakit tersebut. Namun, sebaliknya ketika seseorang percaya

bahwa mereka tidak berisiko atau memiliki risiko suspectibility yang


36

rendah, maka perilaku tidak sehat cenderung untuk dihasilkan. Persepsi dari

peningkatan supectibility atau risiko dihubungkan dengan perilaku sehat dan

penurunan suspectibility pada perilaku tidak sehat (Glanz, 2008). Persepsi

kerentanan memotivasi seseorang melakukan tindakan untuk mencegah

suatu penyakit.

2) Perceived severity (persepsi tingkat keparahan yang dirasakan), yaitu

mengukur perasaan tentang keseriusan tertular penyakit atau

membiarkannya tidak diobati meliputi evaluasi dari kedua konsekuensi

medis dan klinis (misalnya, kematian, cacat, dan nyeri) dan konsekuensi

sosial yang mungkin (seperti dampak kondisi pada pekerjaan, kehidupan

keluarga, dan hubungan sosial) (Glanz, 2008). Persepsi severity terbentuk

dari informasi medis dan pengetahuan individu, namun juga dapat terbentuk

dari kepercayaan individu tentang kesulitan dari sebuah penyakit terbentuk

atau mempengaruhi hidup mereka secara umum. Ketika perceived severity

dikombinasikan dengan perceived suspectibility, akan menghasilkan

penerimaan ancaman (Glanz, 2008). Hal ini mengacu pada sejauh mana

seorang berfikir penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman

pada dirinya. Asumsinya adalah bila ancaman yang dirasakan tersebut

meningkat maka perilaku pencegahan juga akan meningkat (Smet, 1994).

Semakin parah suatu penyakit yang diderita maka semakin besar pula

keinginan untuk mencari tindakan pencegahannya (Hayden, 2014).

3) Perceived benefits (persepsi manfaat yang dirasakan), yaitu mengukur

keyakinan orang mengenai manfaat yang dirasakan dari berbagai tindakan


37

yang tersedia untuk mengurangi ancaman penyakit. Persepsi non-kesehatan

lainnya, seperti penghematan keuangan yang berkaitan dengan berhenti

merokok atau menyenangkan keluarga anggota dengan memiliki

mammogram, juga dapat mempengaruhi keputusan perilaku. Dengan

demikian, individu menunjukkan keyakinan optimal dalam kerentanan dan

keparahan yang tidak diharapkan untuk menerima tindakan kesehatan yang

dianjurkan dan mereka juga menganggap tindakan yang dilakukan sebagai

sesuatu yang berpotensi menguntungkan dan mengurangi ancaman (Glanz,

2008). Semakin besar keuntungan ataupun manfaat yang didapat dari suatu

tindakan pencegahan maka akan semakin besar peluang seseorang tersebut

menjalankan tindakan pencegahan (Hayden, 2014)

4) Perceived barriers (persepsi hambatan yang dirasakan), yaitu mengukur

penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui untuk

mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan finansial,

fisik, dan psikososial. Menurut Becker dalam Notoatmodjo (2005), apabila

individu merasa dirinya rentan terhadap suatu penyakit yang dianggapnya

serius, maka ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan

tergantung pada manfaat dan hambatan yang dirasakan. Umumnya manfaat

lebih menentukan daripada hambatan yang mungkin ditemukan dalam

melakukan suatu tindakan (Oktarina, 2010).

5) Cues to action (isyarat bertindak), yaitu mengukur peristiwa-peristiwa,

orang-orang, atau hal-hal yang menggerakkan orang untuk mengubah

perilaku mereka. Informan kunci memiliki banyak saran mengenai saluran


38

intervensi dan strategi untuk mencapai orang-orang Afrika-Amerika. Isyarat

untuk bertindak dapat berasal dari internal ataupun eksternal. Isyarat

fisiologis misalnya, nyeri, gejala adalah contoh isyarat internal untuk

bertindak (Glanz, 2008). Isyarat bertindak internal merupakan dorongan dari

dalam diri seorang individu untuk melakukan suatu tindakan pencegahan

(Hayden, 2014). Isyarat eksternal mencakup peristiwa atau informasi dari

orang lain, dan dari media. Intensitas isyarat yang diperlukan untuk

mendorong tindakan bervariasi antara individu dengan yang dirasakan

kerentanan, keseriusan, manfaat, dan hambatan (Glanz, 2008). Isyarat

bertindak eksternal merupakan dorongan dari lingkungan luar terhadap

individu untuk melakukan suatu tindakan pencegahan (Hayden, 2014).

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), faktor penguat atau

dorongan dari luar meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma),

tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.

Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat

maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk

berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu

pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan

diperlukan contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas,

lebih-lebih para petugas kesehatan.

6) Self-efficacy, yaitu mengukur keyakinan bahwa seseorang dapat berhasil

melaksanakan perilaku yang diperlukan untuk menghasilkan hasil (Bandura,

dalam Glanz, 2008). Bandura membedakan harapan self-efficacy dari


39

harapan hasil, dimana harapan dari self-efficacy didefinisikan sebagai

seseorang yang memperkirakan bahwa perilaku tertentu akan menyebabkan

hasil tertentu. Harapan hasil yang mirip tapi berbeda dari konsep HBM

dirasakan manfaatnya. Pada tahun 1988, Rosenstock, Strecher, dan Becker

(dalam Glanz, 2008) menyarankan bahwa self efficacy ditambahkan ke

HBM sebagai konstruk yang terpisah, dan sementara kerentanan, keparahan,

dan manfaat termasuk dalam konsep asli HBM.

b. Faktor-faktor health belief model

HBM telah banyak di aplikasikan pada penelitian-penelitian tentang

berbagai macam perilaku kesehatan. Secara umum, sekarang di percaya individu

akan mengambil tindakan pencegahan apabila individu menganggap dirinya

rentan terhadap kondisi yang ia percayai menimbulkan konsekuensi serius.

Individu akan mengambil tindakan memeriksakan dirinya apabila ia mempercayai

serangkaian aksi dapat menguntungkannya dalam mengurangi kerentanannya

terhadap masalah kesehatan ataupun keseriusan dari kondisi tersebut dan individu

akan mengambil langkah mengontrol kondisi kesehatannya yang sakit apabila ia

mempercayai bahwa keuntungan yang akan diperoleh melebihi rintangan yang

dihadapi pada saat mengambil langkah tersebut.

Ada tiga faktor lain yang mempengaruhi persepsi seseorang mengenai

ancaman penyakit yaitu:

1) Variabel demografis (usia, jenis kelamin, latar belakang budaya)

2) Variabel sosiopsikologis (kepribadian, kelas sosial, tekanan sosial)

3) Variabel struktural (pengetahuan dan pengalaman tentang masalah)


40

Jadi, kombinasi antara kerentanan diri (perceived susceptability), keseriusan

penyakit (perceived severity) menyediakan energi atau dorongan untuk bertindak

dan persepsi mengenai keuntungan (dengan sedikit rintangan) menyediakan jalan

mengenai langkah mana yang akan dipilih.

c. Penelitian health belief model

HBM telah di aplikasikan pada berbagai masalah kesehatan dalam populasi

yang sangat bervariasi, seperti partisipasi dalam program program kesehatan,

merokok, diet, pemakaian sabuk pengaman, olahraga, penggunaan alkohol.

Penggunaan kondom untuk pencegahan AIDS, masalah nutrisi, breast

examination, dan gosok gigi (Kirscht 1988; Kirscht & Joseph1989; Taylor1991

dalam Smet 1994). Selanjutnya akan dibahas berbagai hasil penelitian dari

masing-masing komponen HBM. Namun, perlu diingat bahwa adanya perbedaan

formattes dan populasi yang berbeda-beda, menimbulkan hasil yang beragam.

1) Perceived susceptibility

Menurut Rosenstock, perceived susceptibility merupakan komponen HBM

yang secara umum penting. Bryan, Aiken & West (1997) menemukan bahwa

perceived susceptibility merupakan faktor motivasional yang mendukung tingkah

laku preventif dari berbagai jenis penyakit. Pernyataan ini diperkuat oleh Glanz

(1990) yang menyatakan bahwa komponen ini adalah faktor penting yang

dibutuhkan sebelum ada komitmen untuk melakukan tingkah laku kesehatan.

2) Perceived severity

Rosenstock, 1989 mengatakan bahwa perceived severity berperan pada

tingkah laku kesehatan yang dilakukan individu yang sedang mengidap sebuah
41

penyakit. Analisa yang dilakukan Montgomery, dkk. (dalam Glanz, 1994) juga

mengatakan bahwa komponen ini merupakan prediktor yang paling konsisten

diantara komponen-komponen HBM lainnya dalam menentukan tingkah laku

kesehatan.

3) Perceived benefits

Rosenstock (dalam Glanz, 1991) membuktikan bahwa secara umum

perceived benefits merupakan komponen HBM yang penting, dan merupakan

faktor yang lebih menentukan bila dibandingkan dengan perceived susceptibility.

Dalam penelitiannya tentang tingkah laku preventif terhadap HIV, Catania (1988)

menemukan bahwa keuntungan yang dipersepsikan individu akibat penggunaan

kondom–seperti perasaan positif, penghargaan positif dari pasangan terhadap

kondom, dan peningkatan kenikmatan seksual-dapat meningkatkan perilaku

penggunaan kondom pada pria.

4) Perceived barriers

Hasil studi meta analisis dari berbagai macam studi HBM tentang berbagai

perilaku kesehatan yang menyimpulkan bahwa perceived barriers merupakan

faktor tunggal paling penting dalam menentukan tingkah laku kesehatan. Yep

(1993) yang menemukan bahwa perceived barriers merupakan peramal signifikan

terhadap monogamy dan perubahan umum dalam pola sehat. Hill dkk., 1985

dalam (Gallois dkk., 1993) juga mengatakan bahwa komponen ini dapat menjadi

prediktor dari intensi penggunaan kondom.


42

2.5 Tinjauan Penelitian Sebelumnya

a. Penelitian ini dilakukan oleh Bagoes Widjanarko, Lintang Dian Saraswati,

dan Praba Ginandjar (2018) dengan judul Perceived Threat and Benefit

Toward Community Compliance of Filariasis’ Mass Drug Administration in

Pekalongan District, Indonesia. Penelitian ini menggunakan studi cross

sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usia rata-rata subjek

adalah 38.6 tahun dan telah tinggal di desa mereka selama lebih dari 30

tahun. Jenis kelamin, status pernikahan, riwayat filariasis, riwayat filariasis

dalam keluarga, dan isyarat eksternal tidak berhubungan dengan kepatuhan

minum obat filariasis. Kerentanan yang dirasakan, tingkat keparahan yang

dirasakan, manfaat yang dirasakan, dan hambatan yang dirasakan adalah

faktor yang terkait dengan kepatuham minum obat filariasis (P<0.0001).

Setelah analisis multivariat, kerentanan yang dirasakan tidak memiliki

hubungan dengan kepatuhan minum obat filariasis (P=0.272).

b. Penelitian ini dilakukan oleh Harfaina dkk. (2018) dengan judul Faktor-

faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Minum Obat Sebagai Upaya

Pencegahan Filariasis di Kota Pekalongan. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mix method). Pada pendekatan

kuantitatif, case control sebagai desain penelitian. Pada pendekatan

kualitatif dilakukan indepht interview dengan melakukan follow up terhadap

informan yang dipilih secara sengaja. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa variabel yang terbukti berpengaruh yaitu persepsi kerentanan negatif

(OR=4,093) 95% CI=1,356-12,350 dan self efficacy negatif (OR=30,298)


43

95%CI=8,986-102,156. Persepsi kerentanan negatif dan self efficacy negatif

merupakan faktor perilaku yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat

pencegahan filariasis.

c. Penelitian ini dilakukan oleh Oktarina (2010) dengan judul Faktor-faktor

yang Berhubungan Dengan Praktik Minum Obat Pada Pengobatan Massal

Filariasis di Kelurahan Sukajadi Kabupaten Banyuasin. Penelitian ini

menggunakan studi cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

proporsi responden yang minum obat filariasis pada pengobatan massal

filariasis di wilayah Puskesmas Sukajadi 79,1% dan proporsi yang tidak

tidak minum obat filariasis 20,9%. Variabel-variabel yang berhubungan

secara bermakna dengan praktik minum obat filariasis adalah pengetahuan

dengan OR 2,22 (95% CI: 1,39-6,34), persepsi kerentanan dengan OR 2,22

(95% CI: 1,039-4,751), persepsi keseriusan dengan OR 4,3 (95% CI: 1,039-

4,751), persepsi manfaat dengan OR 23,33 (95 CI: 8,747-64,242) dan

persepsi ancaman OR 2,780 (95% CI: 95%: 1,310-5,900). Dari hasil analisis

multivariat, variabel dominan yang berhubungan dengan praktik minum

obat adalah persepsi manfaat terhadap pengobatan massal.

d. Penelitian ini dilakukan oleh Nurlaila, dkk. (2017) dengan judul Faktor-

faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pengobatan Masal di

Kelurahan Non Endemis Filariasis Kota Pekalongan. Penelitian ini

menggunakan metode survei cepat dengan pendekatan cross sectional. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa, kepatuhan pengobatan masal di Kelurahan

non endemis adalah 66,8%. Pendidikan (p=0,024), pengetahuan tentang


44

filariasis (0,049), persepsi keparahan (p=0,000), persepsi manfaat (p=0,000),

persepsi hambatan (p=0,000), isyarat bertindak internal (p=0,000), isyarat

bertindak eksternal (p=0,000), jenis sosialisasi (p=0,018), dann dukungan

TPE (p=0,001) memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan

minum obat.

e. Penelitian ini dilakukan oleh Mohammad A Hussain dkk (2014) dengan

judul Mass Drug Administration for Lymphatic Filariasis Elimination in a

Coastal State of India: a Study on Barriers to Coverage and Compliance.

Sampel dalam penelitian 691 responden - baik pria maupun wanita, berusia

dua tahun atau di atas - dipilih melalui multistage stratified sampling dan

diwawancarai menggunakan kuesioner semi-terstruktur. Selain itu,

distributor obat dan petugas medis yang bertanggung jawab atas MDA juga

diwawancarai untuk memahami beberapa masalah operasional yang

dihadapi selama MDA. Hasil penelitiannya yaitu 99% responden menerima

tablet DEC dan ABZ selama MDA, hanya seperempat yang mengkonsumsi

obat-obatan tersebut. Penyebab ketidakpatuhan sebagian besar disebabkan

oleh rasa takut akan efek samping, kurangnya kesadaran akan manfaat

MDA, dan ketidakhadirannya staf kesehatan di desa-desa. Kurangnya

pelatihan yang memadai terhadap distributor obat dan kegiatan komunikasi

kesehatan yang buruk sebelum kampanye MDA dimulai dan tidak adanya

tindak lanjut oleh petugas kesehatan mengikuti MDA adalah beberapa

kesulitan operasional yang dihadapi selama kampanye MDA


45

f. Penelitian ini dilakukan oleh Parker dkk. (2013) dengan judul Will Mass

Drug Administration Eliminate Lymphatic Filariasis? Evidence from

Northern Coastal Tanzania. Penelitian ini menjabarkan pemahaman dan

tanggapan terhadap pemberian obat massal (MDA) untuk pengobatan dan

pencegahan filariasis limfatik di kalangan orang dewasa dan anak-anak di

pantai utara Tanzania 2004-2011. Hasil dari penelitian ini adalah

pengambilan obat filariasis sangat rendah di Pangani dan Muheza.

Mayoritas masyarakat yang tinggal di lokasi yang sangat endemik ini tidak

menerima atau secara aktif menolak pengobatan gratis. Kombinasi alasan

sosial, ekonomi dan politik menjelaskan rendahnya penyerapan obat. Ini

termasuk ketakutan akan pengobatan (sebagian disebabkan oleh kurangnya

kepercayaan pada bantuan internasional dan pertanyaan tentang motif di

balik distribusi); perbedaan antara pemahaman biomedis dan lokal tentang

filariasis limfatik; dan komunikasi yang terbatas dan tidak efektif tentang

alasan untuk massa pengobatan. Faktor kontributor lainnya adalah

ketergantungan pada sukarelawan untuk distribusi di dalam desa dan, di

beberapa lokasi, hubungan tegang antara berbagai kelompok orang di

dalam desa serta antara pemimpin lokal dan pejabat pemerintah. Penelitian

ini juga menyoroti perbedaan antara pengambilan obat yang dilaporkan

sendiri oleh orang dewasa di tingkat desa dan cakupan obat yang lebih

tinggi yang tercatat dalam laporan resmi. Terakhir, informasi bahwa

filariasis akan eliminasi pada tahun 2020. Hal ini menyebabkan masalah
46

yang lebih luas: ada tekanan yang cukup besar bagi mereka yang

menerapkan MDA untuk melaporkan hasil positif.

2.6 Kerangka Teori

Berdasarkan uraian faktor yang berpengaruh terhadap rendah cakupan minum

obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir yang telah dijelaskan

sebelumnya, maka dapat disusun sebuah kerangka teori sebagai berikut:


47

Faktor pendukung Kepercayaan Individu Tindakan

Persepsi ancaman Isyarat untuk


Persepsi kerentanan yang
bertindak (internal
dirasakan
1. Umur dan ekstermal)
2. Jenis kelamin
Persepsi tingkat keparahan
3. Suku yang dirasakan
Perilaku individu
4. Kepribadian
Persepsi manfaat yang
5. Sosial ekonomi dirasakan
Rendahnya cakupan minum
6. Pengetahuan
obat pencegahan filariasis pada
Persepsi hambatan yang
masyarakat pesisir
dirasakan

Persepsi self-efficacy

Gambar 2.14 Kerangka Teori Health Belief Model Champion dan Skinner dalam Glanz et al. (2008)
48

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan latar belakang, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan

kerangka teori yang telah dijelaskan sebelumnya dan disesuaikan dengan variabel

yang terdapat pada kuesioner penelitian digambarkan kerangka konsep penelitian

sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Persepsi kerentanan yang dirasakan

Persepsi tingkat keparahan yang


dirasakan

Rendahnya cakupan
Persepsi manfaat yang dirasakan
minum obat pencegahan
filariasis pada masyarakat
Persepsi hambatan yang dirasakan pesisir

Isyarat bertindak internal

Isyarat bertindak eksternal

Gambar 2.15
Kerangka Konsep Faktor yang Berhubungan Dengan Rendahnya Cakupan Minum
Obat Pencegahan Filariasis Pada Masyarakat Pesisir

2.8 Hipotesis Penelitian

1. H1: Ada hubungan antara persepsi kerentanan yang dirasakan dengan

rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis pada

masyarakat pesisir di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo Kota

Baubau Tahun 2018

2. H1: Ada hubungan antara persepsi tingkat keparahan yang dirasakan


49

dengan rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis pada

masyarakat pesisir di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo Kota

Baubau Tahun 2018

3. H1: Ada hubungan antara persepsi manfaat yang dirasakan dengan

rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis pada

masyarakat pesisir di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo Kota

Baubau Tahun 2018

4. H1: Ada hubungan antara persepsi hambatan yang dirasakan dengan

rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis pada

masyarakat pesisir di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo Kota

Baubau Tahun 2018

5. H1: Ada hubungan antara isyarat bertindak internal dengan rendahnya

cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir

di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo Kota Baubau Tahun 2018

6. H1: Ada hubungan antara isyarat bertindak eksternal dengan rendahnya

cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir

di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo Kota Baubau Tahun 2018


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu survei analitik dengan menggunakan

desain cross sectional yang menekankan waktu pengukuran variabel dependen

dan variabel independen dinilai pada satu saat yang bersamaan. Pendekatan teori

Health Belief Model digunakan untuk menganalisis faktor yang berhubungan

dengan rendahnya cakupan minum obat pencegahan filarisis pada masyarakat

pesisir.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Desember 2019 di wilayah

kerja Puskesmas Meo-meo, Kota Baubau.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat pesisir sasaran

POPM filariasis yang tersebar di tiga kelurahan (Wameo, Nganganaumala,

Kaobula) di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo sebanyak 11.978 jiwa tahun

2018.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian masyarakat pesisir di wilayah

kerja Puskesmas Meo-meo yang diambil menggunakan teknik stratified random

50
51

sampling dengan jumlah sampel 270 yang dihitung menggunakan rumus besar

sampel minimal Lemeshow sebagai berikut:

Rumus besar sampel:

Z21-α P (1-P) N
d2(N-1) + Z21-α P (1-P)

Keterangan :

n = jumlah sampel yang dibutuhkan

Z21-α = standar skor yang dikaitkan dengan taraf nyata diinginkan (1,96)

P = proporsi pada penelitian sebelumnya (0,76)

N = jumlah populasi

d = nilai presisi absolut yang dibutuhkan (5%)

Penyelesaian:

n = Z21-α P (1-P) N

d2(N-1) + Z21-α P (1-P)

n = (1,96)2 (0,76) (1-0,76) 11.978

(0,05)2 (11.978-1) + (1,96)2 (0,76) (1-0,76)

n = (1,96)2 (0,18) (11.978)

(0,0025) (11.977) + (1,96)2 (0,18)

n = 8.282,64

30,63

n = 270 (hasil pembulatan 270,4)

Adapun perhitungan besar sampel pada masing-masing kelurahan yaitu


sebagai berikut:
52

Keterangan:

Ni = Jumlah populasi menurut kelurahan

n = Jumlah sampel keseluruhan

N = Jumlah seluruh populasi

ni = Jumlah sampel menurut kelurahan

Tabel 3.1 Perhitungan Besar Sampel

No. Kelurahan Jumlah Jumlah sampel

ni = 5398 x 270
1. Wameo 5398
11.978
= 122
ni = 2279 x 270
2. Kaobula 2279
11.978
= 51
ni = 4301 x 270
3. Nganganaumala 4301
11.978
= 97

Kriteria dalam penelitian ini adalah:

a. Kriteria inklusi

1) Masyarakat pesisir yang berusia ≥15 tahun

2) Bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

Penduduk yang bukan sasaran POPM filariasis (wanita hamil/menyusui, dan

penduduk yang sedang sakit parah) pada tahun 2018.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri atas variabel independen dan dependen:


53

3.4.1 Variabel dependen: rendahnya cakupan minum obat filariasis pada

masyarakat pesisir

3.4.2 Variabel independen: persepsi kerentanan yang dirasa, persepsi tingkat

keparahan yang dirasakan, persepsi manfaat yang dirasakan, persepsi

hambatan yang dirasakan, isyarat bertindak internal, dan isyarat bertindak

eksternal.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner terstruktur.

Kuesioner tersebut meliputi karakteristik pribadi (usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, pekerjaan, dan riwayat filariasis). Kuesioner ini juga berisi kerangka

konseptual HBM yang didasarkan pada enam konsep (persepsi kerentanan yang

dirasakan, persepsi tingkat keparahan yang dirasakan, persepsi manfaat yang

dirasakan, persepsi hambatan yang dirasakan, isyarat bertindak internal, dan

isyarat bertindak eksternal). Untuk mendukung kepercayaan bahwa penelitian

dapat dipercaya maka dalam penelitian digunakan kamera handpone untuk

mengambil gambar respsonden.


54

3.6 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

3.6.1 Cakupan minum obat pencegahan filariasis

Cakupan minum obat pencegahan filariasis adalah dilihat berdasarkan

minum obat pencegahan filariasis atau tidaknya masyarakat yang dibagikan oleh

petugas pada saat POPM filariasis berlangsung yang dapat mempengaruhi

persentase cakupannya. Pengukurannya yaitu dikatakan minum obat pencegahan

filariasis jika responden menjawab Ya pada semua item pertanyaan, dikatakan

tidak minum obat pencegahan filariasis jika responden menjawab Tidak pada

pertanyaan ke-3.

Sehingga kriteria objektifnya yaitu:

a. Tidak minum : Jika responden menjawab Tidak pada item pertanyaan ke-

3 di kuesioner.

b. Minum : Jika responden menjawab Ya pada semua item pertanyaan

3.6.2 Persepsi kerentanan yang dirasakan

Persepsi kerentanan yang dirasakan adalah keyakinan responden bahwa

filariasis dapat menyerang semua orang, responden berisiko tertular filariasis,

membutuhkan untuk meminum obat, dan membutuhkan untuk meminum obat

meskipun tidak mengalami gejala filariasis. Kriteria penilaian terhadap persepsi

kerentanan yang dirasakan mengacu pada skala Likert. Kuesioner terdiri dari

enam pernyataan dengan penilaian sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2,

dan sangat tidak setuju = 1. Pernyataan positif sangat setuju = 4, dan setuju = 3,

untuk pernyataan negatif, tidak setuju = 2, dan sangat tidak setuju = 1.


55

Skor persepsi kerentanan yang dirasakan ini akan dikategorikan menjadi

baik dan kurang baik.

Jumlah Pertanyaan :4

Skor Tertinggi : 4 x 4 = 16 (100%)

Skor Terendah : 1 x 4 = 4 (0%)

Range = 16 - 4 = 12, maka interval (I) dapat dihitung dengan menggunakan

rumus:

I=

Keterangan : I = Interval

R = Range (skor tertinggi-skor terendah)

K = Jumlah Kategori (2)

I=

I = 12/2 = 6

Batas atas = 16

Batas bawah = Batas atas – I

= 16 – 6

= 10

Sehingga kriteria objektifnya yaitu:

1) baik : Jika jawaban responden memperoleh skor > 10

2) kurang baik : Jika jawaban responden memperoleh skor ≤ 10


56

3.6.3 Persepsi tingkat keparahan yang dirasakan

Persepsi tingkat keparahan yang dirasakan adalah keyakinan responden

bahwa filariasis adalah penyakit yang parah, akan sangat kesulitan jika terkena,

menyebabkan perasaan malu dalam masyarakat, dijauhi oleh masyarakat,

menyebabkan kecacatan. Kriteria penilaian terhadap persepsi keparahan yang

dirasakan mengacu pada skala Likert. Kuesioner terdiri dari enam pernyataan

dengan penilaian sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2, dan sangat tidak

setuju = 1. Pernyataan positif sangat setuju = 4, dan setuju = 3, untuk pernyataan

negatif, tidak setuju = 2, dan sangat tidak setuju = 1.

Skor persepsi tingkat keparahan yang dirasakan ini akan dikategorikan

menjadi baik dan kurang baik.

Jumlah Pertanyaan :6

Skor Tertinggi : 4 x 6 = 24 (100%)

Skor Terendah : 1 x 6 = 6 (0%)

Range = 24 - 6 = 18, maka interval (I) dapat dihitung dengan menggunakan

rumus:

I=

Keterangan : I = Interval

R = Range (skor tertinggi-skor terendah)


57

K = Jumlah Kategori (2)

I=

I= =9

Batas atas = 24

Batas bawah = Batas atas – I

= 24 – 9

= 15

Sehingga kriteria objektifnya yaitu:

1) baik : Jika jawaban responden memperoleh skor > 15

2) kurang baik : Jika jawaban responden memperoleh skor ≤ 15

3.6.4 Persepsi manfaat yang dirasakan

Manfaat yang dirasakan adalah kepercayaan responden bahwa obat filariasis

dapat mencegah filariasis, terhindar dari penularan filariasis, dapat mencegah

filariasis dengan meminum obat yang dibagikan oleh petugas kesehatan selama

POPM, dan dapat mencegah filariasis meskipun meminum obat satu kali dalam

setahun. Kriteria penilaian terhadap persepsi manfaat yang dirasakan mengacu

pada skala Likert. Kuesioner terdiri dari enam pernyataan dengan penilaian sangat

setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2, dan sangat tidak setuju = 1. Pernyataan

positif sangat setuju = 4, dan setuju = 3, untuk pernyataan negatif, tidak setuju =

2, dan sangat tidak setuju = 1.


58

Skor persepsi manfaat yang dirasakan ini akan dikategorikan menjadi baik

dan kurang baik.

Jumlah Pertanyaan :6

Skor Tertinggi : 4 x 6 = 24 (100%)

Skor Terendah : 1 x 6 = 6 (0%)

Range = 24 - 6 = 18, maka interval (I) dapat dihitung dengan menggunakan

rumus:

I=

Keterangan : I = Interval

R = Range (skor tertinggi-skor terendah)

K = Jumlah Kategori (2)

I=

I= =9

Batas atas = 24

Batas bawah = Batas atas – I

= 24 – 9

= 15

Sehingga kriteria objektifnya yaitu:

1) baik : Jika jawaban responden memperoleh skor > 15

2) kurang baik : Jika jawaban responden memperoleh skor ≤ 15


59

3.6.5 Persepsi hambatan yang dirasakan

Persepsi hambatan yang dirasakan adalah kepercayaan responden bahwa

dapat mengalami efek samping setelah meminum obat filariasis, kesulitan dalam

mendapatkan obat, kesulitan menelan obat, dan larangan dari keluarga untuk

meminum obat filariasis. Kriteria penilaian terhadap persepsi kerentanan yang

dirasakan mengacu pada skala Likert. Kuesioner terdiri dari enam pernyataan

dengan penilaian sangat setuju = 4, setuju = 3, tidak setuju = 2, dan sangat tidak

setuju = 1. Pernyataan positif sangat setuju = 4, dan setuju = 3, untuk pernyataan

negatif, tidak setuju = 2, dan sangat tidak setuju = 1.

Skor persepsi hambatan yang dirasakan ini akan dikategorikan menurut baik

dan kurang baik.

Jumlah Pertanyaan :6

Skor Tertinggi : 4 x 6 = 24 (100%)

Skor Terendah : 1 x 6 = 6 (0%)

Range = 24 - 6 = 18, maka interval (I) dapat dihitung dengan menggunakan

rumus:

I=

Keterangan : I = Interval

R = Range (skor tertinggi-skor terendah)

K = Jumlah Kategori (2)

I=
60

I= =9

Batas atas = 24

Batas bawah = Batas atas – I

= 24 – 9

= 15

Sehingga kriteria objektifnya yaitu:

1) baik : Jika jawaban responden memperoleh skor > 15

2) kurang baik : Jika jawaban responden memperoleh skor ≤ 15

3.6.6 Isyarat bertindak internal

Isyarat bertindak internal adalah responden merasakan gejala filariasis,

merasa perlu minum obat untuk mencegah filariasis, dan takut terkena filariasis.

Kriteria penilaian mengacu pada skala Gutman. Skala ini akan diberi skor 1 jika

menjawab pertanyaan positif dengan jawaban ya dan 0 jika menjawab pertanyaan

negatif dengan jawaban tidak. Skor isyarat bertindak internal yang dirasakan ini

akan dikategorikan menjadi ya dan tidak.

Jumlah Pertanyaan :6

Nilai Jawaban Responden : 1 dan 0

Skor Tertinggi : 1 x 6 = 6 (100%)

Skor Terendah : 0 x 6 = 0 (0%)

Range = 6 - 0 = 6, maka interval (I) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

I=
61

Keterangan : I = Interval

R = Range (skor tertinggi-skor terendah)

K = Jumlah Kategori (2)

I=

I= =3

Batas atas =6

Batas bawah = Batas atas – I

=6–3

=3

Sehingga kriteria objektifnya yaitu:

1) baik : Jika jawaban responden memperoleh skor > 3

2) kurang baik : Jika jawaban responden memperoleh skor ≤ 3

3.6.7 Isyarat bertindak eksternal

Isyarat bertindak eksternal adalah tindakan yang dilakukan oleh petugas

kesehatan untuk mengingatkan minum obat untuk mencegah filariasis, sering

mendengar informasi POPM, mengetahui ada pasien filariasis yang tidak minum

obat, dan tokoh masyarakat menyarankan untuk minum obat filariasis. Kriteria

penilaian mengacu pada skala Gutman. Skala ini akan diberi skor 1 jika menjawab

pertanyaan positif dengan jawaban ya dan 0 jika menjawab pertanyaan negatif


62

dengan jawaban tidak. Skor isyarat bertindak eksternal yang dirasakan ini akan

dikategorikan menjadi ya dan tidak.

Jumlah Pertanyaan :6

Nilai Jawaban Responden : 1 dan 0

Skor Tertinggi : 1 x 6 = 6 (100%)

Skor Terendah : 0 x 6 = 0 (0%)

Range = 6 - 0 = 6, maka interval (I) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

I=

Keterangan : I = Interval

R = Range

K = Jumlah Kategori (2)

I=

I= =3

Batas atas =6

Batas bawah = Batas atas – I

=6–3

=3

Sehingga kriteria objektifnya yaitu:

1) baik : Jika jawaban responden memperoleh skor > 3

2) kurang baik : Jika jawaban responden memperoleh skor ≤ 3


63

3.7 Jenis Data Penelitian

3.7.1 Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari

subyek atau responden dalam penelitian ini, data primer terdiri dari jawaban

responden atas pertanyaan dalam kuesioner yang disiapkan.

3.7.2 Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi yang berkaitan

dengan penelitian. Data sekunder terdiri dari data cakupan minum obat

pencegahan filariasis di Sulawesi Tenggara dan Kota Baubau.

3.8 Pengolahan, Analisis, dan Penyajian Data

3.8.1 Teknik pengolahan data

Data yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan untuk selanjutnya

ditabulasi menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS).

Pengolahan data dilakukan secara manual menggunakan Microsoft Excel untuk

menghitung skor variabel yang didapatkan dari lapangan. Selanjutnya dilakukan

pengolahan data lebih lanjut menggunakan SPSS versi 16.00.

3.8.2 Analisis data penelitian

a. analisis univariat

Analisis univariat dilakukan dengan mendeskripsikan masing-masing

variabel dengan analisis pada distribusi frekuensi.

b. analisis bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian

antara variabel independen dan variabel dependen. Dalam analisis ini dilakukan
64

dengan pengujian statistik yaitu dengan uji Chi-square pada taraf kepercayaan

95%. Adapun rumus dari Chi-square yaitu:

Keterangan:

X2: nilai chi-square

fe: frekuensi yang diharapkan

fo: frekuensi yang diperoleh/diamati

Pengambilan keputusan H1 diterima atau ditolak dengan melihat taraf

signifikansi. Pada penelitian ini, menggunakan taraf signifikansi 5% (α= 0.05)

dengan kriteria pengujian ditetapkan H0 diterima apabila p ≥ 0.05, ditolak apabila

p ≤ 0.05

1) H0 diterima jika X2 hitung ≤ X² tabel atau nilai signifikansi (P) > 0,05

2) H0 ditolak jika X2 hitung ≥ X² tabel atau nilai signifikansi (P) < 0,05

Aturan yang berlaku untuk uji Chi-Square untuk program komputerisasi

seperti SPSS adalah sebagai berikut:

1) Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5,

lebih dari 20% dari jumlah sel.

2) Andai saja keterbatasan tersebut terjadi pada tabel 2x2, maka dianjurkan

menggunakan uji fisher exact.

Tabel 3.2 Aturan Uji Chi Square

Jumlah Tabel Nilai Expected (E) p value

2x2 Tidak ada nilai E<5 Contuinity correction

2x2 Ada nilai E<5 Fisher’s exact test


65

Selanjutnya, data yang dihasilkan akan dianalisis dengan menggunakan

odds ratio (OR) dengan confidence interval 95% untuk melihat besar hubungan

antara faktor-faktor yang berhubungan dengan cakupan minum obat pencegahan

filariasis pada masyarakat pesisir di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo tahun

2018.

3.8.3 Penyajian data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi,

frekuensi, dan disertai penjelasan secara tekstual berdasarkan variabel yang

diteliti.
66

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo

Kecamatan Batupoaro Kota Baubau Sulawesi Tenggara. Jumlah penduduk total di

wilayah kerja Puskesmas Meo-meo tahun 2018 merupakan terbanyak kedua di

Kota Baubau setelah jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Wajo yaitu

18.259 jiwa. Sedangkan untuk jumlah penduduk sasaran Pemberian Obat

Pencegahan Massal (POPM) filariasis, Puskesmas Meo-meo terbanyak pertama

se-puskesmas Kota Baubau pada tahun 2018 dengan jumlah sasaran 17.658 jiwa.

Wilayah kerja Puskesmas Meo-meo terdiri dari empat kelurahan yaitu

Kelurahan Wameo, Kelurahan Kaobula, Kelurahan Nganganaumala, dan

Kelurahan Lanto. Tiga kelurahan pertama merupakan kelurahan dengan

karakteristik pesisir dengan jumlah penduduk sasaran POPM filariasis sebanyak

11.978 jiwa.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Karakteristik responden

Populasi dalam penelitian ini sebanyak 11.978 jiwa. Jumlah sampel yang

diperoleh berdasarkan hasil perhitungan statistik yaitu sebanyak 270 jiwa. Sampel

yang diambil dipilih secara acak. Karakteristik responden dalam penelitian ini

mencakup: umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan riwayat

filariasis. Adapun distribusi responden berdasarkan karakteristik disajikan pada

tabel 4.1 berikut.

65
67

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pada Masyarakat


Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun 2019

No. Karakteristik Responden Jumlah (n=270) Persentase (%)


1. Umur (tahun)
15-19 48 17,8
20-24 48 17,8
25-29 31 11,5
30-34 31 11,5
35-39 20 7,4
40-44 23 8,5
45-49 31 11,4
50-54 12 4,4
55-59 16 5,9
60-64 5 1,8
≥65 5 1,8
2. Jenis kelamin
Laki-laki 104 39
Perempuan 166 61
3. Tingkat Pendidikan
Tidak tamat SD 7 2,6
Tamat SD 15 5,6
Tamat SMP 51 18,9
Tamat SMA 156 57,8
Tamat S1 40 14,8
Tamat S2 1 0,4
4. Pekerjaan
Pelajar 25 9,3
Mahasiswa 39 14,4
Ibu rumah tangga 79 29,3
Karyawan 19 7
Buruh 8 3
Wiraswasta 45 16,5
Pegawai negeri sipil 16 5,9
Nelayan 5 1,9
Honorer 5 1,9
Bidan 1 0,4
Tidak bekerja 28 10,4

No. Karakteristik Responden Jumlah (n=270) Persentase (%)


68

5. Riwayat filariasis
Tidak ada 270 100
Ada 0 0
Sumber: Data Primer, Desember 2019

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 270 responden, sebagian besar

responden berumur 15-19 tahun dan 20-24 tahun, masing-masing sebanyak 48

responden (17,8%), mayoritas responden adalah perempuan dengan jumlah 166

responden (39%), tingkat pendidikan responden lebih banyak SMA yaitu 156

responden (57,8%). Selanjutnya, mayoritas pekerjaan responden yaitu ibu rumah

tangga sebanyak 79 responden (29,3%) dan untuk riwayat filariasis, semua

responden tidak memiliki riwayat filariasis (100%).

4.2.2 Analisis univariat

Analisis univariat merupakan analisis tahap pertama yang memberikan

gambaran mengenai distribusi responden dari variabel yang diteliti.

a. Variabel dependen

Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel dependen adalah cakupan

minum obat pencegahan filariasis yang dilihat berdasarkan minum obat atau

tidaknya responden pada saat dibagikan oleh petugas kesehatan.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Cakupan Minum Obat Pencegahan


Filariasis Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo
Tahun 2018

No. Variabel Kategori Jumlah (n) Persentase (%)


Cakupan minum obat Tidak minum 95 35
1.
pencegahan filariasis Minum 175 65
Total 270 100
Sumber: Data Primer, Desember 2019
69

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 270 responden, sebagian besar minum

obat pencegahan filariasis yaitu sebanyak 175 responden (65%), dan yang tidak

minum obat pencegahan filariasis yaitu 95 responden (35%).

b. Variabel Independent

Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel independent adalah persepsi

kerentanan yang dirasakan, persepsi tingkat keparahan yang dirasakan, persepsi

manfaat yang dirasakan, persepsi hambatan yang dirasakan, isyarat bertindak

internal, dan isyarat bertindak eksternal.

1. Persepsi kerentanan yang dirasakan

Persepsi kerentanan yang dirasakan adalah keyakinan responden bahwa

filariasis dapat menyerang semua orang, responden berisiko tertular filariasis,

membutuhkan untuk meminum obat, dan membutuhkan untuk meminum obat

meskipun tidak mengalami gejala filariasis.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Kerentanan yang Dirasakan


oleh Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun
2018

No. Persepsi Kerentanan yang Dirasakan Jumlah (n) Persentase (%)


1. Kurang baik 95 35,2
2. Baik 175 64,8
Total 270 100
Sumber: Data Primer, Desember 2019

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 270, sebagian besar memiliki persepsi

kerentanan yang baik terhadap filariasis yaitu 175 responden (65%), sedangkan 95

responden (35%) lainnya memiliki persepsi kerentanan yang kurang baik.


70

2. Persepsi tingkat keparahan

Persepsi tingkat keparahan yang dirasakan adalah keyakinan responden

bahwa filariasis adalah penyakit yang parah, akan sangat kesulitan jika terkena,

menyebabkan perasaan malu dalam masyarakat, dijauhi oleh masyarakat,

menyebabkan kecacatan. Distribusi responden berdasarkan persepsi hambatan

yang dirasakan dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Tingkat Keparahan yang


Dirasakan oleh Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Meo-
meo Tahun 2018

Persepsi Tingkat Keparahan yang


No. Jumlah (n) Persentase (%)
Dirasakan
1. Kurang baik 27 10
2. Baik 243 90
Total 270 100
Sumber: Data Primer, Desember 2019

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 270 responden, sebagian besar memiliki

persepsi tingkat keparahan yang baik terhadap filariasis yaitu 243 responden

(90%), sedangkan responden yang memiliki persepsi tingkat keparahan yang

kurang baik yaitu 27 responden (10%).

3. Persepsi Manfaat yang Dirasakan


Persepsi manfaat yang dirasakan adalah kepercayaan responden bahwa obat

filariasis dapat mencegah filariasis, terhindar dari penularan filariasis, dapat

mencegah filariasis dengan meminum obat yang dibagikan oleh petugas kesehatan

selama POPM, dan dapat mencegah filariasis meskipun meminum obat satu kali

dalam setahun. Distribusi responden berdasarkan persepsi manfaat yang dirasakan

dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut.


71

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Manfaat yang Dirasakan


oleh Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun 2018

No. Persepsi Manfaat yang Dirasakan Jumlah (n) Persentase (%)


1. Kurang baik 17 6,3
2. Baik 253 93,7
Total 270 100
Sumber: Data Primer, Desember 2019

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 270 responden, sebagian besar memiliki

persepsi manfaat yang baik terhadap POPM filariasis yaitu 253 responden

(93,7%), sedangkan responden yang memiliki persepsi manfaat yang kurang baik

yaitu 17 responden (6,3%).

4. Persepsi hambatan yang dirasakan

Persepsi hambatan yang dirasakan adalah kepercayaan responden bahwa

dapat mengalami efek samping setelah meminum obat filariasis, kesulitan dalam

mendapatkan obat, kesulitan menelan obat, dan larangan dari keluarga untuk

meminum obat filariasis. Distribusi responden berdasarkan persepsi hambatan

yang dirasakan dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Hambatan yang Dirasakan


Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun 2018

No. Persepsi Hambatan yang Dirasakan Jumlah (n) Persentase (%)


1. Kurang baik 219 81,1
2. Baik 51 18,9
Total 270 100
Sumber: Data Primer, Desember 2019

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 270 responden, sebagian besar memiliki

persepsi hambatan yang kurang baik atau tidak mengalami hambatan terhadap

minum obat pencegahan filariasis (81,1%). Sedangkan yang memiliki persepsi

hambatan yang baik atau mengalami hambatan yaitu 51 responden (18,9%).


72

5. Isyarat bertindak internal

Isyarat bertindak internal adalah responden merasakan gejala filariasis,

merasa perlu minum obat untuk mencegah filariasis, dan takut terkena filariasis.

Distribusi responden berdasarkan isyarat bertindak internal dapat dilihat pada

tabel 4.7 berikut.

Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Isyarat Bertindak Internal oleh


Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun 2018

No. Isyarat Bertindak Internal Jumlah (n) Persentase (%)


1. Kurang baik 65 24,1
2. Baik 205 75,9
Total 270 100
Sumber: Data Primer, Desember 2019

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 270 responden, sebagian besar memiliki

isyarat bertindak internal yang baik (75,9%), sedangkan yang memiliki isyarat

bertindak internal kurang baik yaitu 65 responden (24,1%).

6. Isyarat bertindak eksternal

Isyarat bertindak eksternal adalah tindakan yang dilakukan oleh petugas

kesehatan untuk mengingatkan minum obat untuk mencegah filariasis, sering

mendengar informasi POPM, mengetahui ada pasien filariasis yang tidak minum

obat, dan tokoh masyarakat menyarankan untuk minum obat filariasis.

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Isyarat Bertindak Eksternal oleh


Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun 2018

No. Isyarat Bertindak Eksternal Jumlah (n) Persentase (%)


1. Kurang baik 156 57,8
2. Baik 114 42,2
73

Total 270 100


Sumber: Data Primer, Desember 2019

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 270 responden, sebagian besar

memiliki isyarat bertindak eksternal yang kurang baik yaitu 156 responden (58%),

sedangkan 42% lainnya memiliki isyarat bertindak eksternal yang baik.

4.2.3 Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat faktor penentu antara variabel

dependen dan independen, dimana variabel penelitian dianalisis menggunakan uji

Chi Square untuk melihat hubungan antar variabel persepsi keparahan, persepsi

tingkat keparahan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, isyarat bertindak internal,

dan isyarat bertindak eksternal terhadap rendahnya cakupan minum obat

pencegahan filariasis. Selanjutnya dianalisis dengan odds ratio (OR) dengan

confidence interval (CI) 95% untuk melihat besar hubungan antar variabel.

Hubungan antar variabel dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut.

Tabel 4.9 Hubungan Variabel Independen Dengan Rendahnya Cakupan Minum


Obat Pencegahan Filariasis Pada Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja
Puskesmas Meo-meo Tahun 2018

No. Variabel Tidak Minum Total p- OR 95%


minum value CI
74

n=95 % n=175 % n %
1. Persepsi kerentanan
2,912-
Kurang baik 56 58,9 39 41,1 95 100 0,000 5,007
8,610
Baik 39 22,3 136 77,7 175 100
2. Persepsi tingkat keparahan
0,393-
Kurang baik 9 33,3 18 66,7 27 100 0,832 0,913
2,119
Baik 86 35,4 157 64,6 243 100
3. Persepsi manfaat
3,622-
Kurang baik 15 88,2 2 11,8 17 100 0,000 16,219
72,616
Baik 80 31,6 173 68,4 253 100
4. Persepsi hambatan
0,431-
Kurang baik 75 34,2 144 65,8 219 100 0,503 0,807
1,512
Baik 20 39,2 31 60,8 51 100
5. Isyarat bertindak internal
2,226-
Kurang baik 39 60 26 40 65 100 0,000 3,991
7,154
Baik 56 27,3 149 72,7 205 100
6. Isyarat bertindak eksternal
3,399-
Kurang baik 79 50,6 77 49,4 156 100 0,000 6,284
11,619
Baik 16 14 98 86 114 100
Sumber: Data Primer, Desember 2019

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa variabel persepsi kerentanan yang dirasakan,

persepsi manfaat yang dirasakan, isyarat bertindak internal, dan isyarat bertindak

eksternal memiliki hubungan yang bermakna dengan rendahnya cakupan minum

obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir di wilayah kerja Puskesmas

Meo-meo tahun 2018 (masing-masing, p=0,000, 0,000, 0,000, dan 0,000 dengan

95% CI=2,912-8,610, 3,622-72,616, 2,226-7,154, dan 3,399-11,619). Sedangkan

variabel persepsi tingkat keparahan yang dirasakan dan persepsi hambatan yang

dirasakan, menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dengan cakupan minum

obat pencegahan filariasis (masing-masing, p=0,832 dan 0,503 dengan 95%

CI=0,393-2,119 dan 0,431-1,512).


75

4.3 Pembahasan

a. Hubungan persepsi kerentanan yang dirasakan dengan rendahnya

cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir

Persepsi kerentanan dalam teori Health Belief Model merupakan perasaan

individu dimana mereka berisiko terhadap suatu kondisi sehingga ancaman

individu akan berperilaku untuk minum obat apabila ia merasa rentan terhadap

suatu penyakit (Hayden, 2014). Persepsi kerentanan memotivasi seseorang

melakukan tindakan untuk mencegah suatu penyakit dalam hal ini adalah

filariasis.

Hasil penelitian yang dilakukan pada 270 responden masyarakat pesisir di

wilayah kerja Puskesmas Meo-meo tahun 2019, dari semua responden yang

memiliki persepsi kerentanan yang baik, ditemukan dominan minum obat

pencegahan filariasis (77,7%). Sedangkan semua responden yang memiliki

kerentanan yang kurang baik, dominan tidak minum obat pencegahan filariasis

(58,9%). Pada penelitian ini diperoleh OR = 5,007 yang artinya, responden yang

merasa tidak rentan terhadap filariasis, 5,007 kali lebih berisiko untuk tidak

minum obat pencegahan filariasis dibandingkan dengan responden yang merasa

rentan terhadap filariasis. Secara statistik ditemukan hubungan yang bermakna

antara persepsi kerentanan yang dirasakan dengan rendahnya cakupan minum obat

pencegahan filariasis dimana nilai uji chi square p value = 0,000 dengan (95%

CI= 2,912-8,610). Hal tersebut terjadi karena, sangat memungkinkan ketika

seseorang percaya bahwa mereka mempunyai risiko yang besar terkena suatu

penyakit, mereka akan lebih mungkin melakukan suatu tindakan pencegahan


76

(Harfaina dkk., 2019). Namun sebaliknya, ketika seseorang percaya bahwa

mereka tidak berisiko atau memiliki risiko kerentanan yang rendah, maka perilaku

tidak sehat cenderung untuk dihasilkan. Persepsi dari peningkatan kerentanan atau

risiko kerentanan dihubungkan dengan perilaku sehat dan penurunan kerentanan

pada perilaku tidak sehat (Glanz, 2008).

Hasil penelitian ini, sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Kota

Pekalongan tahun 2017 bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi

kerentanan dengan kepatuhan minum obat (p=0,000) (Hayden, 2014). Penelitian

lain di Kota Pekalongan juga menunjukkan bahwa persepsi dirasakan rentan

berhubungan dengan kepatuhan minum obat (p=0,000) (Nurlaila, 2017).

Peneliti menemukan bahwa dari 270 responden yang ada, sebagian besar

berpendapat bahwa tidak setuju jika dirinya berpeluang untuk terkena filariasis

(45,6%). Berdasarkan hasil wawancara, mayoritas responden berpendapat

demikian karena di lingkungan tempatnya tinggal tidak terdapat penderita kronis

filariasis dan semua responden pun tidak memiliki riwayat filariasis (100%)

(lampiran 4). Meskipun demikian, terdapat beberapa responden yang mengatakan

pernah melihat atau mengetahui seseorang menderita filariasis namun penderita

telah meninggal dunia sehingga responden tidak merasa rentan. Selain itu,

terdapat responden yang mecurigai seseorang telah terkena filariasis, namun

kebenarannya belum terkonfirmasi.

Masa inkubasi filariasis yang membutuhkan waktu lama untuk terjadi

pembengkakan pada anggota tubuh, menyebabkan responden merasa sehat dan

tidak merasa rentan, dan tidak tahu bahwa di dalam tubuhnya bisa saja sudah
77

terdapat mikrofilaria. Selain itu, sebagian responden beranggapan bahwa dengan

minum obat pencegahan filariasis justru dapat menimbulkan penyakit filariasis

yang sebelumnya tidak responden derita.

b. Hubungan persepsi tingkat keparahan yang dirasakan dengan

rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis pada

masyarakat pesisir

Persepsi tingkat keparahan merupakan perasaan tentang keseriusan ketika

tertular suatu penyakit atau konsekuensi yang akan terjadi ketika membiarkannya

tidak diobati (misalnya, kematian, cacat, dan nyeri) maupun konsekuensi sosial

(misalnya, pada pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial).

Berdasarkan hasil penelitian, dari semua responden yang memiliki persepsi

keparahan yang baik, dominan minum obat pencegahan filariasis (64,6%). Sama

halnya dengan responden yang memiliki persepsi keparahan yang kurang baik,

juga ditemukan dominan minum obat pencegahan filariasis yang dibagikan oleh

petugas kesehatan (66,7%). Pada penelitian ini diperoleh OR=0,913 yang artinya,

responden yang merasa filariasis adalah penyakit yang tidak parah, berisiko 0,913

kali untuk tidak minum obat dibandingkan dengan responden yang merasa

filariasis penyakit yang parah. Secara statisik, tidak ditemukan hubungan yang

bermakna antara persepsi tingkat keparahan dengan rendahnya cakupan minum

obat pencegahan filariasis dimana nilai chi square p=0,832 dengan 95% CI=

0,393-2,119.

Persepsi tingkat keparahan terbentuk dari informasi medis dan pengetahuan

individu, namun juga dapat terbentuk dari kepercayaan individu tentang kesulitan
78

yang ditimbulkan suatu penyakit yang dapat mempengaruhi kehidupannya secara

umum (Glanz, 2008). Semakin parah suatu penyakit yang diderita maka semakin

besar pula keinginan untuk mencari tindakan pencegahannya (Hayden, 2014).

Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktarini

(2010), dalam penelitiannya, terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi

keseriusan terhadap filariasis dengan praktik minum obat filariasis.

Perbedaan hasil yang ditemukan dapat dipengaruhi oleh perbedaan

karakteristik responden yang dimiliki. Pada penelitian yang dilakukan oleh

Oktarina (2010), mayoritas respondennya adalah laki-laki (65,7%), rata-rata umur

respondennya adalah 40 tahun. Sedangkan, pada penelitian ini, mayoritas

responden adalah perempuan (61%), rata-rata umur responden adalah 33 tahun.

Jenis kelamin berpengaruh terhadap perilaku kesehatan, umumnya wanita lebih

sensitif dan cepat khawatir akan kesehatannya dibandingkan dengan pria, wanita

lebih cepat mengambil tindakan saat terjadi masalah kesehatan pada dirinya,

sedangkan pria pada umumnya akan memeriksakan diri apabila masalah

kesehatan tersebut telah secara nyata terjadi mengganggu aktivitas, pada laki-laki,

perilaku mencari pengobatan dapat dianggap menunjukkan kelemahan

(Kusumawardani, 2009). Dalam teori health belief model, perbedaan hasil yang

ditemukan dalam penelitian bisa saja terjadi karena adanya perbedaan formattes

dan populasi yang berbeda-beda.

Hasil temuan peneliti menunjukkan bahwa, sebagian besar responden setuju

jika filariasis adalah penyakit yang parah (51,5%) bahkan sangat setuju (35,2%).

Responden juga setuju bahwa mereka akan merasa kesulitan jika terkena filariasis
79

(59,3%), dapat menimbulkan rasa malu (53,3) dan juga akan dijauhi jika terkena

(40,4%) (lampiran 4).

c. Hubungan persepsi manfaat yang dirasakan dengan rendahnya

cakupan minum obat pencegahan filariasis

Persepsi manfaat yang dirasakan didefinisikan sebagai besarnya keuntungan

ataupun manfaat yang didapat dari suatu tindakan pencegahan maka akan semakin

besar peluang seseorang tersebut menjalankan tindakan pencegahan (Hayden,

2014).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, responden yang memiliki persepsi

manfaat yang baik terhadap program Pemberian Obat Pencegahan Massal

(POPM) filariasis, lebih banyak yang minum obat pencegahan filariasis (68,4%)

Sebaliknya, responden yang memiliki persepsi manfaat yang kurang baik terhadap

POPM filariasis, dominan tidak minum obat pencegahan filariasis (88,2%). Pada

penelitian ini, diperoleh OR= 16,219 yang artinya responden yang tidak

merasakan manfaat dari POPM filariasis, berisiko 16,219 kali untuk tidak minum

obat pencegahan filariasis dibandingkan dengan responden yang merasakan

manfaatnya. Secara statistik, terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi

manfaat yang dirasakan dengan rendahnya cakupan minum obat pencegahan

filariasis (p=0,000) dengan 95% CI=3,622-72,616.

Menurut Becker dalam Notoatmodjo (2005), apabila individu merasa

dirinya rentan terhadap suatu penyakit yang dianggapnya serius, maka ia akan

melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung pada manfaat

dan hambatan yang dirasakan. Umumnya manfaat lebih menentukan daripada


80

hambatan yang mungkin ditemukan dalam melakukan suatu tindakan (Oktarina,

2010). Dalam teori health belief model, jika manfaat yang dirasakan lebih tinggi

dari hambatan yang dirasakan, masyarakat akan cenderung patuh minum obat

pada saat POPM filariasis berlangsung (Widjanarko, 2018).

Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan di Banyuasin pada

tahun 2009, bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi manfaat

dengan perilaku minum obat filariasis (Oktarina, 2010). Begitupun dengan

penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko (2018) bahwa terdapat hubungan

bermakna antara manfaat yang dirasakan dengan kepatuhan minum MDA

(p<0,0001).

Hasil temuan peneliti di lapangan bahwa, adanya responden yang merasa

bahwa POPM filariasis tidak memiliki manfaat untuk dirinya karena kurangnya

informasi dari petugas kesehatan. Demikian karena, responden setuju (27,4%)

bahkan sangat setuju (4,1%) bahwa petugas kesehatan tidak menjelaskan manfaat

dari obat pencegahan filariasis ketika membagikan obat (lampiran 4). Tidak

adanya informasi tentang manfaat minum obat membuat masyarakat ragu-ragu

bahkan takut untuk minum obat pencegahan filariasis, terlebih masyarakat lebih

terfokus ke informasi efek samping yang akan dia rasakan setelah minum obat

yang didengar dari masyarakat lain maupun yang pernah dirasakan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyaningsih (2018) bahwa

masyarakat yang mengalami efek samping setelah minum obat DEC membuat

masyarakat lain yang belum minum obat ikut merasa takut dan akhirnya tidak

minum obat tersebut. Adanya ketidakseimbangan antara manfaat yang akan


81

didapat dengan hambatan yang dirasakan saat minum obat dapat menjadi alasan

yang kuat untuk responden tidak minum obat. Sebagaimana dalam teori health

belief model bahwa, semakin besar manfaat yang dirasakan maka semakin besar

peluang untuk berperilaku sehat, begitupun sebaliknya, semakin besar hambatan

yang dirasakan semakin besar peluang untuk berperilaku tidak sehat dalam hal ini

mencegah penyakit filariasis dengan minum obat pencegahan filariasis.

d. Hubungan persepsi hambatan yang dirasakan dengan cakupan minum

obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir

Rintangan maupun hambatan yang ditemukan dalam melakukan tindakan

pencegahan akan mempengaruhi besar kecilnya usaha dari individu tersebut

(Hayden, 2014). Berdasarkan hasil penelitian, responden yang memiliki persepsi

hambatan kurang baik atau tidak merasa terhambat minum obat pencegahan

filariasis, dominan minum obat pencegahan filariasis (65,8%). Selanjutnya,

responden yang memiliki persepsi hambatan baik atau memiliki hambatan minum

obat juga mayoritas minum obat pencegahan filariasis (60,8%). Pada penelitian ini

diperoleh nilai OR = 0,807 yang artinya responden yang memiliki hambatan

minum obat pencegahan filariasis berisiko 0,807 kali untuk tidak minum obat

pencegahan filariasis dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami

hambatan.

Secara statistik, tidak ditemukan hubungan bermakna antara persepsi

hambatan yang dirasakan dengan rendahnya cakupan minum obat pencegahan

filariasis (p=0,503) dengan 95% CI=0,431-1,512. Hasil tersebut sejalan dengan

penelitian yang dilakukan di Kota Pekalongan yang mana terdapat hubungan yang
82

bermakna antara persepsi hambatan dengan kepatuhan MDA (p=<0,0001)

(Widjanarko, 2018). Perbedaan hasil yang ditemukan dalam penelitian bisa saja

terjadi karena adanya perbedaan formattes dan populasi yang berbeda-beda.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko (2018), mayoritas

respondennya adalah lulusan sekolah dasar (41,5%), sedangkan pada penelitian ini

mayoritas lulusan sekolah menengah atas (57,8%). Pendidikan merupakan suatu

upaya meningkatkan sumber daya manusia berkualitas yang dapat mempengaruhi

orang lain baik individu, kelompok dan masyarakat. Semakin tinggi tingkat

pendidikan makan semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya. Tingginya tingkat

pengetahuan akan mempengaruhi upaya pencegahan dan kesadaran akan perlunya

sikap untuk hidup sehat. Semakin rendah tingkat pendidikan seseorang

mengakibatkan sulitnya masyarakat menerima hal-hal baru (Arini dkk., 2018).

Hasil temuan peneliti di lapangan yaitu, mayoritas setuju jika mereka akan

mengalami efek samping ketika minum obat pencegahan filariasis (44,8%) yang

dibagikan oleh petugas kesehatan (lampiran 4). Selanjutnya, berdasarkan hasil

wawancara, terdapat responden yang menolak untuk minum obat pencegahan

filariasis karena efek samping yang pernah dirasakannya. Endang dkk (2014)

menyatakan bahwa ketakutan terhadap efek atau reaksi minum obat filariasis

memiliki peluang 12 kali terhadap kepatuhan minum obat dengan kondisi

ketakutan masyarakat Kabupaten Bandung terhadap obat POPM karena kasus

kematian pada tahun 2009 setelah pemberian obat POPM (Sulistyaningsih, 2018).

McLaughlin et al (2003) menyatakan bahwa apabila masyarakat minim informasi


83

mengenai reaksi pengobatan yang berlebihan dapat mengurangi minat masyarakat

untuk berpartisipasi pada putaran pengobatan massal berikutnya (Onggang, 2017).

Pada persepsi hambatan yang dirasakan, terdapat responden yang setuju

(21,1%) bahkan sangat setuju (3,7%) bahwa terdapat larangan dalam keluarga

untuk minum obat pencegahan filariasis. Mengalami kesulitan untuk memperoleh

obat (setuju=24,4% dan sangat setuju= 3,7%). Selain itu, terdapat responden yang

terlalu sibuk sehingga lupa untuk minum obat pencegahan filariasis yang

dibagikan (setuju=21,5% dan sangat setuju=7,4%). Adanya responden yang tidak

minum obat menunjukkan bahwa kurangnya pengawasan terhadap minum obat

pada masyarakat. Hal tersebut didukung oleh pernyataan responden bahwa

petugas kesehatan tidak melakukan pengawasan minum obat pencegahan filariasis

(85,9) (lampiran 4). Hal tersebut terjadi karena berdasarkan wawancara dengan

masyarakat, petugas kesehatan membagikan obat pada siang atau sore hari dari

rumah ke rumah serta menganjurkan untuk minum obat pada malam hari sebelum

tidur, sehingga tidak memungkinkan petugas untuk memastikan apakah

masyarakat benar-benar minum obat atau tidak.

Adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh dinas kesehatan yaitu obat

diberikan melalui kunjungan dari rumah ke rumah menunjukkan semakin

melonggarkan masyarakat karena masyarakat tidak minum obat di depan petugas.

Sehingga kontrol petugas terhadap minum obat semakin longgar (Onggang,

2017). Bila upaya penguatan pengawasan minum obat massal pencegahan

filariasis ditempat tidak terealisasi, maka pencapaian cakupan target minum obat

tidak mencerminkan capaian sesungguhnya. Hal ini menjadikan upaya eliminasi


84

filariasis dengan memutus rantai penularan tidak tuntas dan tetap terpeliharaya

keberlangsungan transmisi penularan filariasis (Ipa, 2016).

e. Hubungan isyarat bertindak internal dengan rendahnya cakupan

minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir

Isyarat bertindak internal merupakan dorongan dari dalam diri seorang

individu untuk melakukan suatu tindakan pencegahan (Hayden, 2014). Isyarat

fisiologis seperti nyeri dan gejala merupakan contoh dari isyarat bertindak internal

(Glanz, 2008). Berdasarkan hasil penelitian, responden yang memiliki isyarat

bertindak internal baik, ditemukan lebih banyak minum obat pencegahan filariasis

(72,7%). Sebaliknya, responden yang memiliki isyarat bertindak internal kurang,

ditemukan dominan tidak minum obat pencegahan filariasis (60%). Pada

penelitian ini diperoleh OR = 3,991 yang artinya, responden yang memiliki isyarat

bertindak internal yang kurang baik berisiko 3,991 kali untuk tidak minum obat

pencegahan filariasis dibandingkan dengan responden yang memiliki isyarat

bertindak internal yang baik.

Secara statistik, terdapat hubungan bermakna antara isyarat bertindak

internal dengan rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis (p=0,000).

Berdasarkan teori health belief model, gejala yang dirasakan oleh individu akan

mempengaruhi keputusannya untuk mengambil tindakan pencegahan terhadap

suatu penyakit. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nurlaila (2017) bahwa terdapat hubungan bermakna antara isyarat bertindak

internal dengan kepatuhan pengobatan massal filariasis (p=0,000) dengan 95%

CI= 2,226-7,154.
85

Berdasarkan hasil temuan peneliti, sebagian besar responden merasa tidak

mengalami gejala filariasis (97,8%) sehingga tidak merasa perlu untuk menangani

filariasis dengan minum obat pencegahan filariasis (25,2%), tidak merasa takut

terkena filariasis (12,6%), menganggap pembengkakan akibat filariasis tidak

mengerikan (48,1%), merasa tidak akan menjadi beban keluarga meskipun terkena

filariasis (10,7%), dan tidak perlu minum obat pencegahan filariasis karena tidak

takut cacat (24,1%) (lampiran 4).

f. Hubungan isyarat bertindak eksternal dengan rendahnya cakupan

minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir

Isyarat bertindak eksternal merupakan dorongan dari lingkungan luar

terhadap individu untuk melakukan suatu tindakan pencegahan dalam hal ini

adalah pengobatan massal (Hayden, 2014). Isyarat bertindak eksternal mencakup

peristiwa atau informasi dari orang lain dan media (Glanz, 2008). Berdasarkan

hasil penelitian, responden yang memiliki isyarat bertindak eksternal baik,

sebagian besar minum obat pencegahan filariasis (86%). Sebaliknya, responden

yang memiliki isyarat bertindak eksternal buruk, sebagian besar tidak minum obat

pencegahan filariasis (50,6%). Pada penelitian ini, diperoleh OR= 6,264 yang

artinya, responden dengan isyarat bertindak eksternal yang kurang baik berisiko

6,264 kali untuk tidak minum obat pencegahan filariasis dibandingkan responden

dengan isyarat bertindak eksternal yang baik.

Secara statistik, terdapat hubungan bermakna antara isyarat bertindak

eksternal dengan rendahnya cakupan minum obat pencegahan filariasis (p=0,000)

dengan 95% CI= 3,399-11,619. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
86

Nurlaila (2017) bahwa terdapat hubungan bermakna antara isyarat bertindak

eksternal dengan kepatuhan pengobatan massal filariasis (p=0,000).

Berdasarkan hasil temuan peneliti, adanya hubungan bermakna antar

variabel, dapat dikaitkan dengan fenomena dimana responden sering melihat atau

mendengar informasi mengenai POPM filariasis (73%), namun dari informasi

tersebut tidak membuat mereka yakin untuk minum obat pencegahan filariasis

(73,7%). Informasi yang responden lihat atau terima berasal dari sumber yang

beragam, diantaranya dari televisi, spanduk di depan puskesmas, maupun

informasi dari petugas kesehatan pada saat membagikan obat sekali dalam setahun

dan berdasarkan hasil penelitian, masih banyak responden yang tidak menerima

informasi mengenai POPM filariasis secara lengkap, mereka hanya menerima

informasi untuk minum obat agar tidak terkena filariasis, sedangkan alasan

mengapa mereka berisiko terkena filariasis tidak mereka ketahui.

Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, pembagian obat

hanya dilakukan oleh petugas kesehatan yang menunjukkan bahwa tidak

diberlakukannya kader filariasis dalam pelaksanaan POPM filariasis, padahal

dalam PMK nomor 94 tahun 2014, kader filariasis memiliki peran yang kompleks

dalam pelaksanaan POPM filariasis. Hal tersebut dapat dipahami karena kader

berada di lapangan yang setiap saat dapat memberi motivasi kepada masyarakat

sasaran untuk lebih memahami manfaat POPM sehingga bersedia untuk minum

obat. Teori Subdit Filariasis & Schistosomiasis Departemen Kesehatan RI, dkk

(2002) menyatakan bahwa Tenaga Pelaksana Eliminasi (TPE) atau kader filariasis

merupakan penghubung antara fasilitas kesehatan dan masyarakat umum, dimana


87

mereka bertanggungjawab untuk menginformasikan kepada orang-orang secara

langsung tentang pentingnya minum obat filariasis dan memastikan masyarakat

minum langsung obat tersebut (Kemenkes, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh

Nandha dkk (2007) menunjukkan bahwa keterlibatan TPE dalam perencanaan dan

implementasi pengobatan massal filariasis pada kegiatan POPM dapat

meningkatkan cakupan penerimaan obat filariasis dan perilaku minum obat

filariasis di daerah urban (Ramadhani, 2009).

Peran tokoh masyarakat juga tidak terlalu terlihat dimana terdapat 47%

responden yang menyatakan bahwa tidak mendapat rekomendasi dari tokoh

masyarakat untuk minum obat pencegahan filariasis. Menurut Agusri (2008),

dalam upaya pencegahan penyakit filariasis akan dapat terlaksana dengan baik

apabila semua komponen masyarakat bersama memberikan dukungan.

Selanjutnya, orang terdekat responden memiliki pengaruh dalam keputusan

minum obat, dimana ketika orang terdekat responden minum obat, maka ia juga

ikut minum obat pencegahan filariasis (58,1%) (lampiran 4). Menurut penelitian

Amarillo (2008), keputusan minum obat filariasis pada pengobatan massal adalah

pada diri individu masing-masing dan orang lain yang dapat mempengaruhi

keputusannya antara lain petugas kesehatan, orang tua, dan pasangan (Onggang,

2017).

4.4 Keterbatasan Penelitian

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi cakupan minum obat pencegahan

filariasis dalam penelitian ini hanya terdiri dari enam variabel, yaitu persepsi

kerentanan yang dirasakan, persepsi tingkat keparahan yang dirasakan,


88

persepsi manfaat yang dirasakan, persepsi hambatan yang dirasakan, isyarat

bertindak internal, dan isyarat bertindak eksternal.

2. Adanya keterbatasan penelitian dengan menggunakan kuesioner yang

terkadang jawaban yang diberikan tidak menunjukkan keadaan sampel yang

sesungguhnya.

3. Adanya beberapa pertanyaan maupun pernyataan dalam kuesioner yang

masih memerlukan pertanyaan atau pernyataan lanjutan untuk mendapatkan

jawaban maksimal.
BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Ada hubungan bermakna antara variabel persepsi kerentanan yang dirasakan

dengan cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir

di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo tahun 2018.

2. Tidak ada hubungan bermakna antara variabel persepsi tingkat keparahan

yang dirasakan dengan cakupan minum obat pencegahan filariasis pada

masyarakat pesisir di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo tahun 2018.

3. Ada hubungan bermakna antara variabel persepsi manfaat yang dirasakan

dengan cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir

di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo tahun 2018.

4. Tidak ada hubungan bermakna antara variabel persepsi hambatan yang

dirasakan dengan cakupan minum obat pencegahan filariasis pada

masyarakat pesisir di wilayah kerja Puskesmas Meo-meo tahun 2018.

5. Ada hubungan bermakna antara variabel isyarat bertindak internal dengan

cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir di

wilayah kerja Puskesmas Meo-meo tahun 2018.

6. Ada hubungan bermakna antara variabel isyarat bertindak eksternal dengan

cakupan minum obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir di

wilayah kerja Puskesmas Meo-meo tahun 2018.


89
90

5.2 Saran

1. Dinas Kesehatan

Selalu meningkatkan dukungan dan sosialisasi kesehatan mengenai

pencegahan dan pengobatan filariasis kepada petugas puskesmas maupun

masyarakat dengan maksud masyarakat bisa patuh untuk minum obat sehingga

target eliminasi filariasis dapat tercapai. Selain itu, perlu kerja sama lintas sektor

untuk membentuk posko-posko pendampingan minum obat pencegahan filariasis

di beberapa tempat secara merata agar informasi program dan manfaat pengobatan

diketahui oleh masyarakat.

2. Puskesmas

a. Berdasarkan adanya hubungan yang bermakna antara variabel persepsi

kerentanan yang dirasakan, persepsi manfaat yang dirasakan, isyarat

bertindak internal, dan isyarat bertindak eksternal terhadap cakupan minum

obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir, perlu ditingkatkan

sosialisasi kepada masyarakat secara merata tentang penularan dan

pencegahan filariasis serta manfaat POPM filariasis yang tidak dirasakan

langsung tetapi apabila terlambat maka filariasis sulit untuk sembuh total

dan mengakibatkan kecacatan.

b. Meningkatkan peran serta masyarakat (pemerintah setempat, tokoh

masyarakat, pemuka agama, kader kesehatan, dan lainnya) dalam upaya

meningkatkan pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam mengikuti

program POPM filariasis.


91

c. Melakukan follow up terhadap kejadian pasca minum obat untuk

mengurangi dampak negatif efek samping yang dirasakan oleh masyarakat.

d. Membentuk tim Pemantau Minum Obat untuk memastikan masyarakat

minum obat pencegahan filariasis sehingga cakupan minum obat mencapai

target dan dapat memutus rantai penularan filariasis.

3. Peneliti selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian

yang relevan dengan penelitian ini. Selanjutnya, melakukan penelitian lanjutan

dengan menganalisis karakteristik responden terhadap cakupan minum obat

pencegahan massal filariasis, serta melakukan penelitian dengan pendekatan yang

berbeda yaitu pendekatan kualitatif.


92

DAFTAR PUSTAKA

Agusri. 2008. Hubungan Karakteristik Masyarakat Petani Dengan Upaya


Pencegahan Penyakit Filariasis di Desa Peunayan Kecamatan Nisam
Kabupaten Aceh Utara. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan

Arfarisy, Nuhdi. 2017. Potensi Penularan Filariasis Pada Ibu Hamil di Kecamatan
Muara Pawan Kabupaten Ketapang Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol. 9, No.2

Arini, Saraswati LD., Ginandjar P., Martini. 2018. Prevalensi Filariasis dan
Gambaran Pengobatan Masal di Wilayah Kerja Puskesmas Jembatan Mas
Kabupaten Batang Hari. Jurnal Kesehatan Masyarakat: Vol. 6 No.1

Arsin, Arsunan. 2016. Epidemiologi Filariasis di Indonesia. Masagena Press:


Makassar

Astuti EP, dkk.. Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Kepatuhan Minum Obat
Filariasis di Tiga Desa Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung Tahun
2013. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; Vol. 24 No. 4

Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Baubau. 2019. Kecamatan Batupoaro Dalam
Angka 2019. Baubau: BPS

Bryan AD., Aiken LS., West SG. 1997. Young women's condom use: the influence
of acceptance of sexuality, control over the sexual encounter, and perceived
susceptibility to common STDs. Health Psychology: 16 (5):468-79

Catania, JA., Coates, TJ., Stall, RD., Kegelas, SM. 1988. Behavioral Factors in
the Spread of HIV Infection. AIDS. Vol.2

Dinkes Kota Baubau. 2019. Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal


(POPM) Filariasis Kota Baubau Tahun 2018. Baubau: Dinkes Kota Baubau

Dinkes Provinsi Sultra. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2013 Kendari: Dinkes Provinsi Sultra

Dinkes Provinsi Sultra. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2016. Kendari: Dinkes Provinsi Sultra

Dinkes Provinsi Sultra. 2016. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2017. Kendari: Dinkes Provinsi Sultra

Dinkes Provinsi Sultra. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2016. Kendari: Dinkes Provinsi Sultra
93

Dinkes Provinsi Sultra. 2018. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2017. Kendari: Dinkes Provinsi Sultra

Dinkes Provinsi Sultra. 2019. Riskesdas 2018 Dalam Angka Sulawesi Tenggara.
Kendari: Dinkes Provinsi Sultra

Endang PA, Mara Ipa, Tri Wahyono AR. 2014. Analisis Perilaku Masyarakat
Terhadap Kepatuhan Minum Obat Filariasis di Tiga Desa Kecamatan
Majalaya Kabupaten Bandung.

Filariasis Research. Pictures and Videos; Brugia Life Cycle, and Adults in
Lymphatics. Diakses di www.filariasiscenter.org

GAELF. 2019. About LF. Diakses di www.gaelf.org

Gallois, C & Wilson, K. 1993. Assertion & Its Social Context. Oxford: Pergamon
Press Ltd

Glanz, K., Lewis, F.M., & Rimer, B.K. (Eds.). 1990. Health Behavior and Health
Education:

Glanz, K., K. Rimer., B dan Viswanath, K. 2008. Health Behavior and Health
Education Theory, research, and practice. Jossey-Bass

Gyapong JO dkk.. 2018. Elimination of Lymphatic Filariasis: Current


Perspectives on Mass Drug Administration. Research and Report in
Tropical Medicine 2018; 9:25-33

Harfaina dkk.. 2019. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Minum


Obat Sebagai Upaya Pencegahan Filariasis di Kota Pekalongan. Jurnal
Ilmiah STIKES Kendal Volume 9 No 1, Hal 1-6.

Hayden J. 2014. Introduction to Health Behavior Theory. Jones & Bartlett


Learning

Hussain MA dkk.. 2014. Mass Drug Administration for Lymphatic Filariasis


Elimination in a Coastal Area of India: a Study on Barriers to Coverage
and Compliance. Infectious Deseases of Poverty 2014, 3:31

Ipa M, Astuti EP, Hakim L, Fuadzy H. 2016. Analisis Cakupan Obat Massal
Pencegahan Filariasis di Kabupaten Bandung dengan Pendekatan Model
Sistem Dinamik. BALABA Vol.12 No.1:31-38

Kemenkes RI, Pusat Data & Surveilans Epidemiologi. 2010. Buletin Jendela
Epidemiologi: Filariasis di Indonesia.
94

Kemenkes RI. 2010. Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di


Indonesia 2010-2014. Jakarta: Kemenkes RI

Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 94 Tahun 2014 Tentang
Penanggulangan Filariasis

Kemenkes RI. 2015. Menuju Eliminasi Filariasis 2020. Jakarta: Kemenkes RI

Kemenkes RI. 2018. Menuju Indonesia Bebas Filariasis; Oktober 2018; Belkaga-
Bulan Eliminasi Kaki Gajah. Jakarta Selatan: Kemenkes RI

Kemenkes RI. 2019. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Kemenkes
RI

Kesmas-ID. 2017. Cegah Filariasis Puskesmas Busan Bagikan Obat Gratis untuk
Warga Desa Long Pejeng

Knight, JM., Pale.P.E.R. 2012. Managing Mosquitoes Without Destroying


Wetlands: an Eastern Australian Approach. Wetlands Ecology and
Management Journal.1 (1): 1-13

Kusumawardani D. Gambaran Faktor-faktor Predisposisi dan Praktik Minum


Obat Pada Pengobatan Masal Filariasis di RW 7 Kelurahan Baktijaya
Depok. Universitas Indonesia

Linarsih, Yulia. 2015. Analisis Spasial Distribusi Kepadatan Vektor Filariasis


Limfatik di Desa Waulai Kecamatan Barangka Kabupaten Muna Barat
Provinsi Sulawesi Tenggara. Depok: Universitas Gajah Mada. Tesis

Muswar, Humayra Secelia. 2011. Dampak Pelabelan Ramah Lingkungan


(ecolabeling) terhadap Nelayan Ikan Hias (Kasus: Nelayan Ikan Hias Desa
Les, Kec. Tejakula, Kab. Buleleng, Bali). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Skripsi

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.


Jakarta

Nurlaila. 2017. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Pengobatan


Masal di Kelurahan Non Endemis Filariasis Kota Pekalongan. Skripsi
Universitas Diponegoro. Semarang

Oktarina, R. 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Praktik Minum Obat


pada Pengobatan Massal Filariasis di Kabupaten Banyuasin, Sumatera
Selatan Tahun 2009. Universitas Indonesia. Tesis
95

Onggang, FS. 2017. Evaluasi Implementasi “POPM” Filariasis dan Faktor yang
Berhubungan Dengan Permasalahannya di Kabupaten Manggarai Timur
Tahun 2017. Jurnal Info Kesehatan Vol. 15 No.1:45-69

Parker, Melissa & Tim Allen. 2013. Will Mass Drug Administration Eliminate
Lymphatic Filariasis? Evidence from Northern Coastal Tanzania. J. Biasoc.
Sci., 2013; 45, 517-545

Ramadhani, T. dan Sudomo, M. 2009. Peningkatan Peran Serta Masyarakat


Dalam Pengobatan Filariasis Limfatik di Kecamatan Tirto Kabupaten
Pekalongan. Media Peneliti dan Pengembangan Kesehatan Vol. xix No.3

Setiyaningsih R., Tamtomo D., dan Suryani N. 2016. Health Belief Model:
Determinants of Hypertension Prevention Behaviorin Adults at Community
Health Center, Sukoharjo, Central Java

Smet. 1994. Psikologi Kesehatan. PT. Gramedia Widiasarna Indonesia:Jakarta

Soedarto. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Sagung Seto, Jakarta

Sulistyaningsih N. Musthofa SB, Kusumawati A. 2018. Persepsi Masyarakat


Terhadap Program Eliminasi Filariasis Melalui (POPM) Sebagai Upaya
Pencegahan Filariasis di Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Vol. 6 No. 1

Supardi S., Hariyadi S., dan Fahrudin A. 2017. Analisis Keberlanjutan


Pembangunan Kota Tepian Pantai (Studi Kasus: Kota Baubau Provinsi
Sulawesi Tenggara). Jurnal Wilayah dan Lingkungan; Vol.5:3

Wahyono, T.Y.M., 2014. Epidemiologi Deskriptif Filariasis di Indonesia. Buletin


Jendela Epidemiologi, 1(20), p.72797848

WHO. 1997. Bench Aids for The Diagnosis of Filarial Infections

WHO. 2016. Improved Availability of New Test to Enhance Global Lymphatic


Filariasis Elimination. Diakses di www.who.int

WHO. 2018. Three more countries eliminate lymphatic filariasis. Diakses di


www.who.int

WHO. 2019. Global Programme to Eliminate Lymphatic Filariasis. Diakses di


www.who.int

WHO. 2019. What is lymphatic filariasis. Diakses di www.who.int


96

Widjanarko, Bagoes. Saraswati LD., dan Ginandjar, Praba. 2018. Perceived


Threat and Benefit Toward Community Compliance of Filariasis’ Mass
Drug Administration in Pekalongan District, Indonesia. Risk Management
and Healthcare Policy 2018:11 189-197

Yep, G. (1993). HIV prevention among Asian-American college students: Does


the health belief model work?. Journal of American College Health, 41(5), 199-
205

Zain DP. 2017. Kualitas Pemukiman Pesisir Kota Baubau Sulawesi Tenggara.
Skripsi. Depok: Universitas Indonesia
97

LAMPIRAN
98

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RENDAHNYA CAKUPAN


MINUM OBAT PENCEGAHAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT
PESISIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEO-MEO
KOTA BAUBAU TAHUN 2018

RAHASIA

Informed Consent
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Perkenalkan nama saya Hermayani, mahasiswi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Halu Oleo yang sedang melaksanakan penelitian di
Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo khususnya di Kelurahan Wameo,
Kelurahan Kaobula, dan Kelurahan Nganganaumala. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan rendahnya cakupan minum
obat pencegahan filariasis pada masyarakat pesisir di wilayah kerja Puskesmas
Meo-meo Kota Baubau. Saya akan memberikan beberapa pernyataan untuk
dipilih oleh responden. Informasi berupa pernyataan yang Anda berikan akan
sangat membantu dalam melakukan pemutusan rantai penularan penyakit
filariasis (kaki gajah) dalam rangka Indonesia Bebas Kaki Gajah Tahun 2020.
Informasi yang Anda berikan akan dijaga kerahasiaannya, serta kegiatan ini
bersifat sukarela dan Anda berhak menolak untuk menjawab pernyataan atau
tidak melanjutkan wawancara. Namun, besar harapan peneliti terhadap
partisipasi Anda guna mewujudkan masyarakat sehat tanpa kaki gajah.
Jadi, apakah Anda bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini?

BILA RESPONDEN SETUJU UNTUK DIWAWANCARAI,


WAWANCARA DIMULAI. (Menandatangani lembar informed consent)

Baubau, Desember 2019

Hormat Peneliti, Responden,

Hermayani (………………………)
99

KUESIONER

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RENDAHNYA CAKUPAN


MINUM OBAT PENCEGAHAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT
PESISIR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEO-MEO KOTA
BAUBAU TAHUN 2018

No. Urut Responden :

Identitas Responden
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
4. Pendidikan Terakhir
a. Tidak sekolah
b. Tamatan SD
c. Tamatan SMP
d. Tamatan SMA
e. Tamatan S1
f. Tamatan S2
5. Pekerjaan :
6. Riwayat filariasis :
100

A. Pertanyaan Pemberian Obat Pencegahan Filariasis (kaki gajah)


1. Apakah anda pernah menerima informasi tentang Program Pemberian
Obat Pencegahan Massal filariasis (kaki gajah)?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda menerima obat pencegahan filarisis (kaki gajah) dari petugas
kesehatan?
a. Ya
b. Tidak (sebutkan)………………..
3. Apakah anda meminum obat pencegahan filariasis (kaki gajah)?
a. Ya
b. Tidak (alasannya)
4. Apakah petugas meyakinkan Anda untuk meminum obat pada saat itu juga
dengan menjelaskan tentang cara pencegahan, cara penularan filariasis
(kaki gajah) serta kenapa harus meminum obat pencegahan filarisis?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah petugas melakukan pengawasan minum obat pencegahan filariasis
pada Anda?
a. Ya
b. Tidak
101

B. Persepsi Kerentanan yang Dirasakan


Berilah tanda checklist (√) pada pernyataan yang dianggap paling sesuai,

dimana terdapat 4 alternatif jawaban yaitu :

SS= Sangat Setuju, S= Setuju, TS= Tidak Setuju, STS= Sangat Tidak Setuju

No. Pernyataan SS S TS STS

1. Menurut saya penyakit filariasis (kaki


gajah) dapat menyerang semua orang

2. Saya merasa berpeluang untuk terkena


penyakit filariasis (kaki gajah)

3. Saya merasa perlu untuk meminum obat


pencegahan filariasis (kaki gajah)

4. Saya merasa perlu minum obat


pencegahan filariasis (kaki gajah) karena
di lingkungan tempat tinggal saya banyak
nyamuk dan saya sering digigit nyamuk

(Modifikasi kuesioner Widjanarko, 2018)

C. Persepsi Tingkat Keparahan yang Dirasakan


Berilah tanda checklist (√) pada pernyataan yang dianggap paling sesuai,

dimana terdapat 4 alternatif jawaban yaitu :

SS= Sangat Setuju, S= Setuju, TS= Tidak Setuju, STS= Sangat Tidak Setuju

No. Pernyataan SS S TS STS

1. Penyakit filariasis (kaki gajah) adalah


penyakit yang parah

2. Penyakit filariasis (kaki gajah) adalah


penyakit yang tidak dapat disembuhkan

3. Saya akan merasa kesulitan jika terkena


penyakit filariasis (kaki gajah)

No Pernyataan SS S TS STS
102

4. Penyakit filariasis (kaki gajah) dapat


menimbulkan rasa malu dalam masyarakat

5. Penyakit filariasis (kaki gajah) dapat


membuat penderitanya dijauhi oleh
masyarakat

6. Penyakit filariasis (kaki gajah) dapat


membuat penampilan menjadi buruk
(cacat)

(Modifikasi kuesioner Widjanarko, 2018)

D. Persepsi Manfaat yang Dirasakan

Berilah tanda checklist (√) pada pernyataan yang dianggap paling sesuai,

dimana terdapat 4 alternatif jawaban yaitu :

SS= Sangat Setuju, S= Setuju, TS= Tidak Setuju, STS= Sangat Tidak Setuju

No. Pernyataan SS S TS STS

1. Pemberian Obat Pencegahan Massal


(POPM) Filariasis dapat mencegah
penyakit filariasis (kaki gajah)

2. Dengan adanya POPM, saya tidak perlu


khawatir akan terkena penyakit filariasis
(kaki gajah)

3. Dengan meminum obat pencegahan


filariasis (kaki gajah) yang dibagikan oleh
petugas kesehatan dapat melindungi saya
dari penyakit filariasis (kaki gajah)

4. Minum obat pencegahan filariasis (kaki


gajah) selama 1 x setahun cukup untuk
melindungi saya dari penyakit filariasis
(kaki gajah)
103

No Pernyataan SS S TS STS

5. Saya tidak perlu mengeluarkan biaya


karena obat pencegahan filariasis (kaki
gajah) diberikan secara gratis

6. Saya perlu meminum obat pencegahan


filariasis/kaki gajah meskipun saya juga
meminum obat herbal yang saya rasa juga
bisa membantu mencegah filariasis

(Modifikasi kuesioner Widjanarko, 2018)

E. Persepsi Hambatan yang Dirasakan


Berilah tanda checklist (√) pada pernyataan yang dianggap paling sesuai,

dimana terdapat 4 alternatif jawaban yaitu :

SS= Sangat Setuju, S= Setuju, TS= Tidak Setuju, STS= Sangat Tidak Setuju

No. Pernyataan SS S TS STS


1. Saya akan merasakan efek samping jika
meminum obat pencegahan filariasis (kaki
gajah)
2. Berdasarkan pengalaman, saya mengalami
kesulitan memperoleh obat pencegahan
filariasis (kaki gajah)
3. Berdasarkan pengalaman, saya mengalami
kesulitan saat akan menelan obat
pencegahan filariasis (kaki gajah)
4. Ada larangan dalam keluarga saya untuk
meminum obat filariasis (kaki gajah)
5. Saya terlalu sibuk sehingga lupa untuk
meminum obat yang telah diberikan
6. Petugas tidak menjelaskan manfaat dari
obat pencegahan filariasis saat
memberikan obat sehingga saya tidak
meminum obat
(Modifikasi kuesioner Widjanarko, 2018)
104

F. Isyarat Bertindak Internal


Berilah tanda checklist (√) pada pernyataan yang dianggap paling sesuai,

dimana terdapat 2 alternatif jawaban yaitu : ya dan tidak

No. Pernyataan Ya Tidak


1. Saya merasa mengalami gejala penyakit filariasis (kaki
gajah)
2. Saya merasa perlu untuk menangani penyakit filariasis
(kaki gajah) dengan meminum obat filariasis (kaki gajah)
3. Saya merasa takut terkena penyakit filariasis (kaki gajah)
4. Saya merasa pembengkakan pada tubuh karena filariasis
sangat mengerikan
5. Saya merasa akan menjadi bagi beban keluarga jika
terkena filariasis
6. Saya perlu minum obat karena takut cacat
(Modifikasi kuesioner Widjanarko, 2018)
G. Isyarat Bertindak Eksternal
Berilah tanda checklist (√) pada pernyataan yang dianggap paling sesuai,

dimana terdapat 2 alternatif jawaban yaitu : ya dan tidak

No. Pernyataan Ya Tidak


1. Petugas kesehatan (puskesmas) mengingatkan saya untuk
meminum obat filariasis (kaki gajah)
2. Saya sering melihat informasi tentang program
Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis
3. Informasi yang saya lihat dari media (baliho, flyer,
spanduk, tv, sosial media, dan lainnya) tidak membuat
saya harus meminum obat
4. Saya mengetahui ada pasien filariasis (kaki gajah) yang
menolak untuk minum obat
5. Tokoh masyarakat di lingkungan saya
merekomendasikan untuk meminum obat filariasis (kaki
gajah)
6. Orang terdekat saya meminum obat pencegahan filariasis
sehingga saya juga ikut minum
(Modifikasi kuesioner Widjanarko, 2018)
Lampiran 2. Output Master Tabel Hasil Penelitian
1. Output Persepsi Kerentanan yang Dirasakan, Persepsi Tingkat Keparahan yang Dirasakan, dan Persepsi Manfaat yang Dirasakan
Persepsi Keparahan yang Dirasakan Persepsi Tingkat Keparahan yang Dirasakan Persepsi Manfaat yang Dirasakan
Riwayat
No. Nama Responden Umur Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Pekerjaan
Filariasis
1 2 3 4 Skor Kategori 1 2 3 4 5 6 Skor Kategori 1 2 3 4 5 6 Skor Kategori

1
A 16 Laki-laki Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 4 3 19 1

2
WOS 19 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 2 1 2 2 7 0 3 2 4 3 3 4 19 1 2 3 3 4 4 4 20 1

3
WDH 49 Perempuan Tamat SMP Wirausaha Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 2 3 3 2 3 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1

4
H 49 Perempuan Tamatan S1 PNS Tidak Ada 3 3 4 4 14 1 3 3 3 3 2 3 17 1 3 3 3 3 4 3 19 1

5
S 48 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 2 3 3 17 1

6
WDN 22 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 1 1 2 6 0 3 3 3 4 4 4 21 1 3 2 2 2 3 2 14 0

7
M 50 Perempuan Tidak Tamat SD IRT Tidak Ada 3 1 2 2 8 0 3 3 3 3 4 3 19 1 3 2 2 2 3 3 15 0

8
WDEW 52 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 1 2 1 2 6 0 4 2 3 4 4 4 21 1 4 2 2 3 3 2 16 1

9
RA 20 Laki-laki Tamat SMA Karyawan Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 3 4 4 2 4 20 1 2 2 2 2 3 2 13 0

10
IF 31 Laki-laki Tamat SMP Buruh Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 4 3 18 1 4 4 4 1 3 4 20 1

11
LDA 40 Laki-laki Tamat SMP Nelayan Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 4 3 18 1 4 4 3 2 4 4 21 1

12
A 39 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 3 4 3 4 3 20 1 3 3 3 3 3 3 18 1

13
WDH 32 Perempuan Tamatan S1 PNS Tidak Ada 4 3 4 4 15 1 3 2 3 2 3 3 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1

14
LMR 30 Laki-laki Tamatan S1 Karyawan Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 2 3 2 2 3 15 0 3 3 3 3 3 3 18 1

15
WDADS 18 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 4 4 4 24 1

16
MJ 31 Laki-laki Tamat SMA Buruh Tidak Ada 4 4 1 4 13 1 2 3 4 4 4 3 20 1 4 3 4 3 3 2 19 1

17
S 35 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 1 3 3 10 0 2 3 4 4 4 4 21 1 4 3 3 4 3 2 19 1

18
CA 15 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 2 3 4 4 13 1 4 1 3 2 1 3 14 0 4 3 3 3 3 2 18 1

105
106

19
WDM 43 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 3 3 3 3 2 3 17 1 3 3 3 3 3 2 17 1

20
YP 17 Laki-laki Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 4 4 3 3 14 1 4 4 4 4 4 4 24 1 3 3 4 2 4 3 19 1

21
BD 59 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha Tidak Ada 3 1 3 3 10 0 2 3 4 4 4 3 20 1 4 3 3 4 3 3 20 1

22
LDK 38 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha Tidak Ada 3 1 4 4 12 1 2 3 4 4 4 4 21 1 4 3 4 4 3 2 20 1

23
YS 34 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 4 3 3 3 13 1 4 2 3 2 2 2 15 0 4 4 4 3 4 3 22 1

24
H 25 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 4 2 4 4 14 1 4 2 4 4 4 4 22 1 4 4 4 4 4 4 24 1

25
U 29 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 4 2 4 4 14 1 4 2 4 4 4 4 22 1 4 4 4 4 4 4 24 1

26
WY 20 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 3 3 4 13 1 3 3 3 3 1 4 17 1 3 3 4 3 3 2 18 1

27
H 63 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 4 3 4 14 1 4 3 4 4 3 4 22 1 3 4 4 4 3 3 21 1

28
A 26 Perempuan Tamatan S1 IRT Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 4 3 4 4 4 3 22 1 3 3 3 4 3 4 20 1

29
LDA 17 Laki-laki Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 3 4 4 3 14 1 3 2 3 3 4 4 19 1 2 3 3 3 3 3 17 1

30
Y 38 Perempuan Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 4 3 4 4 15 1 4 3 4 4 4 4 23 1 4 3 3 4 4 4 22 1

31
WDF 28 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 4 1 4 4 13 1 2 2 4 4 4 4 20 1 3 4 4 3 4 4 22 1

32
S 39 Laki-laki Tamat SMP Wiraswasta Tidak Ada 3 4 3 3 13 1 4 3 4 4 4 4 23 1 3 4 4 4 3 4 22 1

33
LDAR 49 Laki-laki Tamat SMP Wirausaha Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 4 3 4 4 4 4 23 1 3 2 2 3 3 4 17 1

34
M 42 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 3 3 4 12 1 3 3 3 3 1 4 17 1 3 3 4 3 3 2 18 1

35
S 38 Perempuan Tamat SMA Karyawan Tidak Ada 2 2 1 2 7 0 3 3 3 4 4 3 20 1 3 2 2 2 3 1 13 0

36
WDM 54 Perempuan Tamat SD IRT Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 2 3 2 3 2 3 15 0 2 3 3 3 3 3 17 1

37
LDB 18 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 2 4 3 12 1 4 3 3 3 3 3 19 1 3 3 3 3 3 2 17 1

38
S 23 Laki-laki Tamat SMA Buruh Tidak Ada 4 3 3 3 13 1 3 3 4 2 2 3 17 1 3 3 3 4 4 2 19 1

39
M 16 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 2 2 4 4 12 1 4 3 4 3 3 3 20 1 4 3 4 2 3 3 19 1

40
WDS 46 Perempuan Tamatan S1 IRT Tidak Ada 2 2 4 4 12 1 3 3 4 4 4 4 22 1 3 3 3 2 4 3 18 1
107

41
H 60 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 3 3 4 4 14 1 3 4 4 4 1 3 19 1 3 3 3 4 4 2 19 1

42
WE 32 Perempuan Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 2 3 3 4 12 1 3 2 4 4 4 4 21 1 3 3 4 4 3 4 21 1

43
LDM 49 Laki-laki Tamat SMA PNS Tidak Ada 3 2 4 3 12 1 3 3 3 3 1 4 17 1 3 3 3 4 4 1 18 1

44
AA 67 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 3 3 4 3 13 1 3 3 3 3 2 3 17 1 3 3 3 3 3 2 17 1

45
F 20 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 3 4 4 1 3 18 1 3 3 4 4 3 3 20 1

46
S 21 Perempuan Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 4 1 3 3 11 1 2 3 4 4 4 3 20 1 4 3 4 4 4 4 23 1

47 Belum
N 20 Laki-laki Tamat SMA Tidak Ada 4 2 3 3 12 1 4 4 3 3 1 4 19 1 3 4 3 3 3 1 17 1
Bekerja
48
J 25 Laki-laki Tamat SMA Buruh Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 4 2 4 4 1 4 19 1 3 3 3 3 3 1 16 1

49
I 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 1 3 3 10 0 4 2 4 2 2 1 15 0 4 3 4 4 3 3 21 1

50
M 56 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 3 1 3 3 10 0 4 2 4 2 2 1 15 0 4 3 4 4 3 3 21 1

51
IF 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 4 2 4 4 1 4 19 1 3 3 3 3 3 3 18 1

52
WP 48 Perempuan Tidak Tamat SD IRT Tidak Ada 2 2 2 2 8 0 3 3 3 4 3 3 19 1 3 2 2 3 3 1 14 0

53
DR 26 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1

54
WDRR 16 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 2 3 4 3 12 1 4 3 4 4 4 4 23 1 2 1 1 3 3 3 13 0

55
LDH 37 Laki-laki Tamatan S1 PNS Tidak Ada 2 3 3 3 11 1 3 3 3 3 3 3 18 1 3 2 2 3 3 3 16 1

56
HH 19 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 2 4 4 13 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 3 4 3 4 4 22 1

57
J 44 Laki-laki Tamatan S1 PNS Tidak Ada 3 4 4 4 15 1 3 4 4 4 4 4 23 1 4 4 4 2 4 4 22 1

58
DDA 15 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 3 2 4 4 13 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 3 4 3 4 4 22 1

59
WDR 21 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 2 3 3 3 4 18 1 4 3 4 3 3 2 19 1

60
N 35 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 2 3 3 3 4 18 1 4 3 4 3 3 2 19 1

61
IN 57 Perempuan Tamat SD IRT Tidak Ada 2 1 4 3 10 0 3 2 3 3 3 3 17 1 3 3 3 1 3 4 17 1

62
LJ 46 Laki-laki Tidak Tamat SD Wirausaha Tidak Ada 2 1 4 3 10 0 4 2 3 3 3 3 18 1 3 3 3 2 3 2 16 1
108

63
SA 25 Perempuan Tamat SMA Honorer Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 2 3 3 2 3 16 1 3 2 3 3 3 3 17 1

64
N 39 Perempuan Tamatan S1 PNS Tidak Ada 2 1 1 2 6 0 3 2 3 3 2 3 16 1 3 3 2 3 3 1 15 0

65
Z 58 Perempuan Tamat SD Wirausaha Tidak Ada 2 1 3 3 9 0 4 2 4 4 3 4 21 1 3 3 3 3 3 3 18 1

66
WDSD 19 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 4 4 4 24 1

67
A 69 Laki-laki Tidak Tamat SD Wirausaha Tidak Ada 2 2 2 2 8 0 3 3 4 4 4 3 21 1 3 3 3 3 3 3 18 1

68
M 15 Laki-laki Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 4 4 4 3 2 3 20 1 3 3 4 4 4 4 22 1

69
H 47 Perempuan Tamat SMA Wirausaha Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 4 4 3 19 1 3 3 3 2 3 3 17 1

70
M 55 Perempuan Tamat SMP Wirausaha Tidak Ada 2 1 3 3 9 0 2 2 3 3 3 3 16 1 4 3 3 3 3 3 19 1

71 Belum
H 17 Laki-laki Tamat SD Tidak Ada 2 2 2 2 8 0 3 2 3 3 3 3 17 1 2 2 3 3 3 3 16 1
Bekerja
72 Belum
REB 17 Laki-laki Tamat SMA Tidak Ada 2 1 2 2 7 0 4 2 3 3 2 3 17 1 2 2 2 2 3 2 13 0
Bekerja
73
H 55 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 1 1 2 2 6 0 4 3 3 4 3 3 20 1 3 3 3 3 3 2 17 1

74
WDM 52 Perempuan Tamat SMA Wirausaha Tidak Ada 2 3 2 2 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 2 2 2 2 3 2 13 0

75
A 24 Perempuan Tamatan S1 IRT Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 4 3 3 3 3 3 19 1 4 4 4 3 3 3 21 1

76 Belum
SSF 22 Perempuan Tamatan S1 Tidak Ada 4 3 3 3 13 1 3 3 3 3 3 4 19 1 3 4 3 3 3 4 20 1
Bekerja
77
F 20 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1

78
FDA 22 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 3 2 2 11 1 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1

79
P 18 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 2 2 3 3 16 1

80
M 28 Perempuan Tamatan S1 Karyawan Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 3 3 3 3 3 18 1 3 2 2 2 3 3 15 0

81
Z 30 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 3 2 4 4 13 1 3 3 3 2 2 2 15 0 4 3 3 3 3 2 18 1

82
F 28 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 1 3 4 10 0 4 3 3 3 3 4 20 1 4 4 4 3 4 3 22 1

83
NA 22 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 2 1 1 2 6 0 1 2 4 4 4 4 19 1 3 3 3 3 3 3 18 1

84
R 24 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 4 3 2 2 11 1 2 2 3 3 3 3 16 1 3 3 2 2 3 2 15 0
109

85
FA 26 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 4 4 4 24 1

86
IL 20 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 4 4 4 4 4 4 24 1 3 3 3 3 2 3 17 1

87 Belum
MR 25 Laki-laki Tamatan S1 Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 4 3 3 3 3 3 19 1 4 4 4 3 3 3 21 1
Bekerja
88
F 19 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 2 3 3 17 1

89
R 30 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha Tidak Ada 4 3 3 3 13 1 3 3 3 3 3 2 17 1 3 3 3 3 3 3 18 1

90
ER 22 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 3 3 4 13 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 4 3 3 22 1

91
J 29 Perempuan Tamatan S1 Wiraswasta Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 2 2 2 3 3 3 15 0 3 3 3 3 3 3 18 1

92
A 30 Laki-laki Tamat SMP Wirausaha Tidak Ada 2 2 2 3 9 0 3 2 3 3 3 3 17 1 3 2 3 2 2 2 14 0

93
S 49 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 1 2 3 3 9 0 4 3 4 3 2 3 19 1 3 2 2 2 3 4 16 1

94
I 40 Perempuan Tamat SD IRT Tidak Ada 3 2 2 2 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1

95
A 50 Laki-laki Tamat SD Wiraswasta Tidak Ada 3 2 2 2 9 0 3 2 3 4 3 3 18 1 3 3 3 2 3 3 17 1

96
R 60 Perempuan Tidak Tamat SD IRT Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 3 2 4 3 3 3 18 1 4 3 3 3 3 3 19 1

97
S 55 Laki-laki Tamat SD Buruh Tidak Ada 2 2 2 2 8 0 3 2 3 3 3 3 17 1 3 3 3 3 3 3 18 1

98
H 30 Perempuan Tamat SD IRT Tidak Ada 2 1 3 3 9 0 3 2 3 3 3 3 17 1 3 3 3 2 3 4 18 1

99
WDS 25 Perempuan Tamatan S1 IRT Tidak Ada 4 3 3 3 13 1 4 2 4 4 4 4 22 1 3 3 3 3 3 3 18 1

100
HF 30 Perempuan Tamatan S1 Honorer Tidak Ada 1 2 2 2 7 0 3 2 3 2 1 2 13 0 3 3 2 3 3 2 16 1

101
A 28 Perempuan Tamatan S1 Wiraswasta Tidak Ada 2 2 2 2 8 0 3 2 3 3 3 3 17 1 3 3 3 3 3 2 17 1

102
A 58 Perempuan Tamat SMP Wirausaha Tidak Ada 2 2 2 2 8 0 3 2 3 3 2 3 16 1 3 3 3 3 3 2 17 1

103
N 21 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 4 2 4 18 1 3 3 4 3 4 4 21 1

104
N 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 2 3 3 12 1 3 2 3 4 2 4 18 1 3 3 4 3 4 4 21 1

105 Belum
Y 48 Laki-laki Tamat SMA Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 4 4 3 23 1
Bekerja
106
A 46 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 4 4 4 3 15 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 3 4 4 3 4 22 1
110

107
F 22 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 2 4 2 12 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 4 4 2 22 1

108
S 42 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 1 3 3 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 4 4 4 4 3 2 21 1

109
LMFH 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 2 1 3 3 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 4 4 4 4 3 2 21 1

110
WOSA 15 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 2 1 3 3 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 4 4 4 4 3 2 21 1

111
LMT 47 Laki-laki Tamat SMA Nelayan Tidak Ada 2 1 3 3 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 4 4 4 4 3 2 21 1

112 Belum
S 27 Laki-laki Tamat SMA Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 4 4 4 4 4 23 1 3 3 3 3 3 3 18 1
Bekerja
113
F 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 3 3 3 13 1 3 4 4 4 4 4 23 1 4 3 3 4 4 4 22 1

114
A 48 Laki-laki Tamat SMA Nelayan Tidak Ada 3 2 3 4 12 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 4 4 2 22 1

115
Z 46 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 2 3 4 12 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 4 4 2 22 1

116
N 28 Perempuan Tamatan S1 IRT Tidak Ada 4 2 2 3 11 1 4 4 4 4 4 4 24 1 3 3 3 3 4 2 18 1

117
A 50 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 4 2 4 4 14 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 4 4 2 22 1

118 Belum
A 24 Laki-laki Tamat SMA Tidak Ada 3 2 3 4 12 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 3 3 2 20 1
Bekerja
119 Belum
I 18 Laki-laki Tamat SMA Tidak Ada 3 2 3 4 12 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 3 3 2 20 1
Bekerja
120
D 35 Laki-laki Tamat SMP Buruh Tidak Ada 2 2 2 3 9 0 2 2 3 3 3 3 16 1 2 2 2 2 3 2 13 0

121 Belum
AA 24 Laki-laki Tamat SMP Tidak Ada 2 2 2 2 8 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1
Bekerja
122
N 40 Perempuan Tamat SMP Wirausaha Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 4 4 3 20 1

123 Belum
H 45 Laki-laki Tamat SMA Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 3 3 17 1 3 3 3 3 3 3 18 1
Bekerja
124
M 37 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 3 3 17 1 3 3 3 3 3 3 18 1

125
A 30 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 3 3 17 1 3 3 3 3 3 3 18 1

126
AA 20 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 2 1 3 3 9 0 3 2 4 3 2 4 18 1 4 4 3 3 4 3 21 1

127
LOJ 57 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 1 2 2 3 2 4 14 0 3 3 3 4 3 4 20 1

128
AB 45 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 1 2 2 3 2 4 14 0 3 3 3 4 3 4 20 1
111

129
W 15 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 3 3 3 2 11 1 3 2 3 3 3 3 17 1 3 4 3 3 3 3 19 1

130
S 17 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 2 1 3 2 8 0 3 2 3 3 2 3 16 1 3 4 3 3 3 3 19 1

131
S 27 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 1 3 3 10 0 4 2 3 2 1 3 15 0 4 4 3 3 3 3 20 1

132
S 31 Laki-laki Tamatan S1 Karyawan Tidak Ada 4 4 3 2 13 1 4 4 2 4 4 4 22 1 4 4 4 3 3 3 21 1

133
N 19 Perempuan Tamat SMA Karyawan Tidak Ada 4 4 2 2 12 1 3 3 2 3 3 3 17 1 3 3 3 4 4 4 21 1

134
F 17 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 4 4 3 2 13 1 4 4 2 4 4 4 22 1 3 3 3 3 3 3 18 1

135
R 30 Laki-laki Tamatan S1 Karyawan Tidak Ada 2 4 3 3 12 1 4 3 3 4 3 4 21 1 4 3 4 3 4 4 22 1

136
IT 33 Perempuan Tamatan S1 Honorer Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 2 3 16 1 3 3 3 3 4 3 19 1

137
S 47 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 2 2 3 3 15 0 2 2 2 2 3 4 15 0

138
A 48 Perempuan Tamat SD IRT Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 2 2 2 2 2 2 12 0 3 3 3 3 3 3 18 1

139
F 35 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 1 2 3 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 4 4 4 4 4 4 24 1

140
LR 40 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha Tidak Ada 3 1 2 3 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 4 4 4 4 4 4 24 1

141
Y 40 Laki-laki Tamat SMA Nelayan Tidak Ada 1 2 4 4 11 1 4 2 3 3 3 4 19 1 4 4 2 4 4 3 21 1

142
LONH 46 Laki-laki Tamat SMA Buruh Tidak Ada 2 2 4 4 12 1 2 2 2 2 2 2 12 0 4 4 4 4 4 4 24 1

143
WOM 45 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 2 4 4 12 1 2 2 2 2 2 2 12 0 4 4 4 4 4 4 24 1

144
AM 16 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 4 2 4 4 14 1 4 2 3 3 3 3 18 1 3 3 3 4 3 3 19 1

145
F 32 Perempuan Tamatan S1 Karyawan Tidak Ada 3 2 4 4 13 1 3 2 3 3 3 3 17 1 3 3 3 4 3 3 19 1

146
WOF 28 Perempuan Tamat SMA Karyawan Tidak Ada 3 2 4 4 13 1 3 2 3 3 3 3 17 1 3 3 3 4 3 3 19 1

147
A 35 Laki-laki Tamatan S1 Wiraswasta Tidak Ada 1 2 3 4 10 0 3 4 4 4 4 4 23 1 4 4 4 3 4 3 22 1

148
N 32 Laki-laki Tamat SMP IRT Tidak Ada 3 2 4 4 13 1 1 2 4 4 4 4 19 1 4 4 4 3 4 3 22 1

149
S 24 Laki-laki Tamatan S1 Wirausaha Tidak Ada 3 1 3 2 9 0 2 3 3 3 3 3 17 1 3 3 3 3 3 2 17 1

150
LOH 33 Laki-laki Tamatan S1 Wiraswasta Tidak Ada 4 1 3 3 11 1 4 4 3 3 3 4 21 1 4 4 4 4 4 4 24 1
112

151
MP 60 Laki-laki Tamat SMA PNS Tidak Ada 2 1 1 2 6 0 4 2 3 3 4 4 20 1 3 3 4 3 3 3 19 1

152
LL 42 Laki-laki Tamat SMA Buruh Tidak Ada 4 2 4 4 14 1 4 1 4 4 4 4 21 1 4 3 4 4 4 3 22 1

153
H 43 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 4 3 4 4 15 1 3 1 2 2 1 4 13 0 4 4 4 4 4 4 24 1

154
H 74 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 2 4 4 12 1 4 2 3 2 3 3 17 1 3 3 3 3 3 3 18 1

155
K 43 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 4 2 1 4 4 4 19 1 3 4 4 4 4 4 23 1

156
WON 58 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 4 4 3 2 13 1 4 4 2 4 4 4 22 1 4 4 4 4 4 4 24 1

157
H 67 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 4 3 4 4 15 1 4 4 3 3 4 4 22 1 3 3 3 3 3 3 18 1

158
L 42 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 4 3 4 3 14 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 4 4 4 24 1

159 Belum
MH 18 Laki-laki Tamat SMA Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 3 2 3 3 3 3 17 1 3 3 3 3 3 3 18 1
Bekerja
160
WOK 44 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 4 2 4 3 2 3 18 1 3 3 3 3 4 3 19 1

161
WOA 19 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 2 4 4 3 4 20 1 4 3 3 3 3 2 18 1

162
H 50 Laki-laki Tamat SMA Karyawan Tidak Ada 3 2 3 2 10 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1

163
S 32 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 3 3 2 11 1 4 2 3 3 4 4 20 1 3 3 3 2 3 3 17 1

164
H 34 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 2 2 2 2 8 0 4 3 4 3 2 3 19 1 3 3 3 3 3 3 18 1

165
SR 48 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 4 2 4 4 14 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 4 4 3 23 1

166 Belum
A 54 Laki-laki Tamat SMA Tidak Ada 2 1 2 2 7 0 3 2 3 3 2 3 16 1 3 2 2 3 3 4 17 1
Bekerja
167
R 15 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1

168
M 31 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 3 2 3 3 3 3 17 1 3 3 3 3 3 3 18 1

169
M 29 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 3 2 4 2 3 3 17 1 4 3 2 2 3 2 16 1

170 Belum
WOM 24 Perempuan Tamatan S1 Tidak Ada 3 2 2 2 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1
Bekerja
171
WOE 33 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 2 2 2 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1

172 Belum
H 25 Perempuan Tidak Tamat SD Tidak Ada 3 2 2 2 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1
Bekerja
113

173 Belum
LOS 30 Laki-laki Tidak Tamat SD Tidak Ada 3 2 2 2 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1
Bekerja
174
N 46 Perempuan Tamat SMA Karyawan Tidak Ada 4 4 2 3 13 1 4 3 3 4 4 3 21 1 4 3 3 4 4 4 22 1

175
WDQ 20 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 4 2 3 13 1 4 3 3 4 4 4 22 1 4 3 3 4 4 4 22 1

176
Q 17 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 4 4 2 3 13 1 4 3 3 4 4 4 22 1 4 3 3 4 4 4 22 1

177
WOQ 21 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 4 3 2 13 1 4 3 3 4 4 4 22 1 4 3 3 4 4 4 22 1

178
D 33 Perempuan Tamatan S1 IRT Tidak Ada 3 2 2 2 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1

179
LDRJ 28 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 2 2 2 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1

180
A 30 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha Tidak Ada 2 1 2 2 7 0 4 2 2 3 3 3 17 1 3 3 3 3 3 3 18 1

181
MN 36 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha Tidak Ada 3 2 2 2 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1

182
I 28 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha Tidak Ada 3 2 2 2 9 0 3 3 2 4 4 4 20 1 3 3 3 3 3 3 18 1

183
A 30 Laki-laki Tamatan S1 Wirausaha Tidak Ada 3 2 2 2 9 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1

184
MF 26 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 2 2 2 10 0 3 4 4 4 4 4 23 1 3 3 4 3 3 3 19 1

185
N 32 Perempuan Tamat SMA Wirausaha Tidak Ada 4 3 3 3 13 1 3 3 3 3 2 2 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1

186
LS 72 Laki-laki Tamat SMA PNS Tidak Ada 3 2 2 2 9 0 1 2 3 3 3 3 15 0 3 3 3 3 3 2 17 1

187
A 23 Laki-laki Tamatan S1 PNS Tidak Ada 3 1 3 2 9 0 2 3 3 3 3 3 17 1 3 3 3 3 3 2 17 1

188
SG 15 Laki-laki Tamat SD Pelajar Tidak Ada 4 2 3 2 11 1 3 3 4 3 3 3 19 1 4 4 3 2 3 4 20 1

189
N 33 Perempuan Tamat SD IRT Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 2 3 3 3 3 3 17 1 3 3 3 3 3 3 18 1

190
A 39 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 2 3 2 9 0 3 3 3 3 2 4 18 1 3 3 3 3 3 4 19 1

191
V 36 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 2 2 2 2 13 0 2 3 3 2 3 3 16 1

192
H 48 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 2 3 2 16 1

193
FI 27 Perempuan Tamatan S1 Honorer Tidak Ada 3 3 4 3 13 1 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1

194
N 49 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 2 2 3 3 10 0 3 2 3 3 3 3 17 1 3 3 3 2 4 3 18 1
114

195
EH 17 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 2 1 3 3 9 0 3 2 3 3 3 3 17 1 3 3 3 2 3 3 17 1

196
H 54 Perempuan Tamatan S1 IRT Tidak Ada 2 2 3 4 11 1 4 2 4 4 4 4 22 1 4 4 4 3 3 2 20 1

197
S 47 Laki-laki Tamatan S1 PNS Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 3 2 2 2 3 15 0 3 3 3 3 3 3 18 1

198
S 42 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 1 2 3 4 10 0 4 2 3 3 3 3 18 1 3 4 4 2 3 3 19 1

199
R 15 Perempuan Tamat SD Pelajar Tidak Ada 4 1 2 2 9 0 4 3 3 4 3 3 20 1 4 2 3 2 4 4 19 1

200
S 29 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 1 2 3 3 9 0 3 3 3 3 2 3 17 1 3 3 2 2 3 3 16 1

201
WDDW 21 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 2 2 2 3 9 0 3 3 4 2 2 3 17 1 3 3 3 2 3 3 17 1

202 Belum
M 25 Perempuan Tamat SMA Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 2 2 2 2 2 13 0 3 3 3 4 4 3 20 1
Bekerja
203 Belum
Y 20 Perempuan Tamat SMA Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 2 3 4 2 3 17 1 4 3 3 4 4 3 21 1
Bekerja
204 Belum
D 22 Perempuan Tamat SMA Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 2 3 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1
Bekerja
205 Belum
S 40 Perempuan Tamat SMA Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 2 3 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1
Bekerja
206 Belum
EZ 22 Laki-laki Tamat SMA Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 2 3 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1
Bekerja
207 Belum
F 20 Laki-laki Tamat SMA Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 2 3 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1
Bekerja
208
H 55 Perempuan Tamat SD IRT Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 2 3 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1

209
K 18 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 3 4 4 15 1 3 2 3 3 2 3 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1

210
FR 21 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 2 3 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1

211
Z 56 Laki-laki Tamat SD Wiraswasta Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 2 3 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1

212
EP 45 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 2 2 2 8 0 3 3 3 1 1 1 12 0 2 2 2 2 2 2 12 0

213
MR 23 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 2 2 2 2 8 0 3 3 3 1 1 1 12 0 2 2 2 2 2 2 12 0

214
ES 47 Perempuan Tamat SMA PNS Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 2 3 4 2 3 17 1 3 2 2 3 3 3 16 1

215
NBS 17 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 1 2 2 2 7 0 3 2 3 3 2 2 15 0 3 3 2 3 3 3 17 1

216
N 37 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 2 3 2 9 0 4 2 3 2 3 3 17 1 3 3 3 3 3 2 17 1
115

217
YS 55 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 3 4 4 3 14 1 4 3 4 3 2 4 20 1 4 3 3 3 3 3 19 1

218
IF 23 Laki-laki Tamatan S1 PNS Tidak Ada 2 1 1 2 6 0 4 2 3 3 4 4 20 1 3 3 4 3 3 3 19 1

219
W 18 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 3 4 4 15 1 3 3 3 3 3 3 18 1 4 3 4 3 3 3 20 1

220
LDMA 20 Laki-laki Tamat SMA Karyawan Tidak Ada 4 4 3 3 14 1 2 2 3 3 2 4 16 1 4 3 3 3 3 3 19 1

221
MAA 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 4 3 3 14 1 2 2 3 3 2 4 16 1 4 3 3 3 3 3 19 1

222
RA 19 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 4 3 3 14 1 2 2 3 3 2 4 16 1 4 3 3 3 3 3 19 1

223
J 20 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 3 3 4 13 1 2 2 2 3 3 4 16 1 4 3 3 3 4 3 20 1

224
SW 25 Perempuan Tamatan S1 Karyawan Tidak Ada 4 3 3 3 13 1 2 2 4 3 2 4 17 1 4 3 3 3 4 3 20 1

225
WDML 22 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 2 3 3 12 1 2 2 3 3 3 4 17 1 4 3 3 3 4 3 20 1

226
LDMRR 20 Laki-laki Tamat SMA Karyawan Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 2 2 3 3 3 4 17 1 4 3 3 3 4 3 20 1

227
SR 23 Perempuan Tamat SMA Karyawan Tidak Ada 4 3 4 4 15 1 4 2 4 4 3 4 21 1 4 2 3 3 4 3 19 1

228
SNF 17 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 4 3 4 4 15 1 4 2 4 4 3 4 21 1 4 2 3 3 4 3 19 1

229
NS 59 Perempuan Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 3 3 3 4 13 1 3 2 3 3 2 4 17 1 3 3 3 3 3 3 18 1

230 Belum
Y 52 Laki-laki Tamat SMA Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 2 2 3 3 2 3 15 0 3 3 3 3 3 3 18 1
Bekerja
231
AA 24 Laki-laki Tamatan S1 Karyawan Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 2 3 2 3 3 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1

232
M 42 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 2 2 3 3 3 3 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1

233
NY 22 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 3 3 3 13 1 3 2 3 3 2 3 16 1 3 3 3 3 3 3 18 1

234
A 18 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 2 2 3 2 2 3 14 0 3 3 3 3 3 3 18 1

235
WDR 20 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 3 3 1 10 0 3 2 4 3 3 3 18 1 3 2 3 3 2 3 16 1

236
FNA 21 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 2 4 3 12 1 4 3 4 3 4 4 22 1 3 3 3 4 4 3 20 1

237
IN 24 Perempuan Tamatan S1 IRT Tidak Ada 3 2 3 1 9 0 3 4 3 4 3 3 20 1 3 3 3 3 4 3 19 1

238
T 45 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 3 2 3 1 9 0 3 4 3 4 3 3 20 1 3 3 3 3 4 3 19 1
116

239
WOYA 28 Perempuan Tamat SMA Bidan Tidak Ada 3 3 4 3 13 1 2 1 4 4 4 4 19 1 4 4 4 4 4 4 24 1

240
WOM 18 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 3 4 3 13 1 3 1 4 4 4 4 20 1 4 4 4 4 4 4 24 1

241
LOR 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 3 3 4 3 13 1 3 1 4 4 4 4 20 1 4 4 4 4 4 4 24 1

242
SNF 40 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 2 3 4 11 1 3 1 4 4 4 4 20 1 4 3 3 4 4 4 22 1

243
NM 38 Perempuan Tamatan S2 PNS Tidak Ada 4 4 4 2 14 1 4 3 3 4 4 4 22 1 3 3 3 4 4 4 21 1

244
MA 24 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 4 4 2 4 4 4 22 1 4 4 4 3 3 3 21 1

245
AL 25 Perempuan Tamatan S1 Honorer Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1

246
N 15 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 3 4 18 1 4 3 3 4 3 3 20 1

247 Belum
F 26 Laki-laki Tamatan S1 Tidak Ada 4 2 4 3 13 1 4 1 4 4 4 4 21 1 4 4 4 3 4 4 23 1
Bekerja
248 Belum
IK 24 Laki-laki Tamatan S1 Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 3 2 3 3 3 3 17 1 4 4 4 3 3 4 22 1
Bekerja
249
R 35 Laki-laki Tamat SMA Karyawan Tidak Ada 4 3 4 3 14 1 4 3 3 4 4 4 22 1 4 4 4 4 4 2 22 1

250
AA 50 Laki-laki Tamat SMA Nelayan Tidak Ada 4 3 4 3 14 1 4 3 3 4 4 4 22 1 3 3 3 3 3 1 16 1

251
Z 60 Perempuan Tamat SMA PNS Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 4 2 3 3 3 3 18 1 4 4 4 4 4 4 24 1

252 Belum
LMRS 24 Laki-laki Tamat SMA Tidak Ada 4 3 4 3 14 1 4 3 3 4 4 4 22 1 3 3 3 4 4 2 19 1
Bekerja
253
WOM 49 Perempuan Tamat SMA PNS Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 4 3 3 4 4 4 22 1 4 4 4 4 4 4 24 1

254 Belum
SR 24 Laki-laki Tamat SMA Tidak Ada 3 4 3 3 13 1 3 3 4 3 3 3 19 1 3 3 3 3 3 3 18 1
Bekerja
255
A 37 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 2 2 3 4 11 1 4 2 3 3 2 4 18 1 3 3 3 3 3 2 17 1

256
M 55 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 3 2 3 3 11 1 3 2 3 3 3 3 17 1 3 3 3 3 3 3 18 1

257
S 30 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 4 4 2 4 4 4 22 1 3 3 3 2 3 3 17 1

258
BAZ 52 Laki-laki Tamatan S1 Wiraswasta Tidak Ada 2 2 2 2 8 0 2 3 4 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 2 17 1

259
WOTR 42 Perempuan Tamat SMA PNS Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 2 2 3 2 2 3 14 0 3 4 3 3 3 3 19 1

260
D 42 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 4 2 2 2 10 0 4 3 3 3 3 3 19 1 4 4 4 3 3 3 21 1
117

261
S 59 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 3 2 2 2 9 0 4 2 4 4 4 4 22 1 3 3 3 3 3 3 18 1

262
WM 40 Perempuan Tamat SMP IRT Tidak Ada 1 1 1 2 5 0 2 2 3 4 3 4 18 1 3 2 2 3 3 1 14 0

263
R 30 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta Tidak Ada 3 4 4 4 15 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 3 4 2 21 1

264
MM 44 Laki-laki Tamat SMA Karyawan Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 3 4 3 22 1

265
M 44 Perempuan Tamat SMA IRT Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 3 4 3 22 1

266 Belum
UH 27 Perempuan Tamatan S1 Tidak Ada 4 2 4 4 14 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 3 3 3 21 1
Bekerja

267
E 30 Perempuan Tamat SMA Karyawan Tidak Ada 3 1 2 2 8 0 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 4 3 3 3 19 1

268
WOMA 15 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 3 3 3 21 1

269
LDAR 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa Tidak Ada 4 4 4 4 16 1 4 4 4 4 4 4 24 1 4 4 4 3 4 3 22 1

270
Z 49 Perempuan Tamat SD IRT Tidak Ada 3 3 3 3 12 1 3 3 3 3 3 3 18 1 3 3 3 3 3 3 18 1

Keterangan:
Persepsi Keretanan yang Dirasakan Persepsi Tingkat Keparahan yang Dirasakan Persepsi Manfaat yang Dirasakan
Nomor 1-4: Nomor 1-6: Nomor 1-6:
4= sangat setuju 4= sangat setuju 4= sangat setuju
3= setuju 3= setuju 3= setuju
2= tidak setuju 2= tidak setuju 2= tidak setuju
118

1= sangat tidak setuju 1= sangat tidak setuju 1= sangat tidak setuju


Kategori :
0 = kurang baik
1= baik

2. Output Persepsi Hambatan yang Dirasakan, Isyarat Bertindak Internal, dan Isyarat Bertindak Eksternal
Persepsi Hambatan yang Dirasakan Isyarat Bertindak Internal Isyarat Bertindak Eksternal
Jenis Pendidikan Riwayat
No Nama Responden Umur Pekerjaan
Kelamin Terakhir Filariasis 1 2 3 4 5 6 Skor Kategori 1 2 3 4 5 6 Skor Kategori 1 2 3 4 5 6 Skor Kategori

Tidak
1 A 16 Laki-laki Tamat SMP Pelajar 3 3 3 3 3 2 17 1 0 0 1 1 1 1 4 1 1 1 0 1 0 0 3 0
Ada
Tidak
2 WOS 19 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 2 3 2 2 3 3 15 0 0 1 1 0 1 0 3 0 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
3 WDH 49 Perempuan Tamat SMP Wirausaha 3 3 2 2 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 1 1 0
Ada
Tidak
4 H 49 Perempuan Tamatan S1 PNS 3 2 2 2 1 3 13 0 0 1 1 0 1 0 3 0 1 1 1 1 1 0 5 1
Ada
Tidak
5 S 48 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 2 2 3 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 0 0 1 0
Ada
Tidak
6 WDN 22 Perempuan Tamat SMA IRT 4 2 4 2 2 3 17 1 0 0 1 1 1 1 4 1 1 1 0 1 1 0 4 1
Ada
Tidak Tamat Tidak
7 M 50 Perempuan IRT 3 3 3 3 2 3 17 1 0 0 1 1 1 0 3 0 1 1 0 0 0 0 2 0
SD Ada
Tidak
8 WDEW 52 Perempuan Tamat SMP IRT 2 2 1 2 2 2 11 0 0 0 1 1 1 0 3 0 1 0 0 0 0 0 1 0
Ada
Tidak
9 RA 20 Laki-laki Tamat SMA Karyawan 4 2 4 2 2 2 16 1 0 0 1 0 1 1 3 0 0 1 0 0 0 0 1 0
Ada
Tidak
10 IF 31 Laki-laki Tamat SMP Buruh 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 0 1 1 0 0 0 2 0
Ada
Tidak
11 LDA 40 Laki-laki Tamat SMP Nelayan 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 0 1 1 0 0 0 2 0
Ada
119

Tidak
12 A 39 Perempuan Tamat SMP IRT 3 3 3 2 3 3 17 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 0 1 0 4 1
Ada
Tidak
13 WDH 32 Perempuan Tamatan S1 PNS 3 2 2 2 3 2 14 0 0 1 1 1 0 1 4 1 1 1 1 1 0 1 5 1
Ada
Tidak
14 LMR 30 Laki-laki Tamatan S1 Karyawan 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 6 1
Ada
Tidak
15 WDADS 18 Perempuan Tamat SMP Pelajar 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
16 MJ 31 Laki-laki Tamat SMA Buruh 1 3 4 4 4 1 17 1 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 1 1 3 0
Ada
Tidak
17 S 35 Perempuan Tamat SMA IRT 1 2 2 2 2 1 10 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 1 1 3 0
Ada
Tidak
18 CA 15 Perempuan Tamat SMP Pelajar 2 3 4 2 3 2 16 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 1 1 0 5 1
Ada
Tidak
19 WDM 43 Perempuan Tamat SMP IRT 2 2 3 1 2 3 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 0 1 2 0
Ada
Tidak
20 YP 17 Laki-laki Tamat SMP Pelajar 4 3 3 3 4 3 20 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
21 BD 59 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha 1 3 3 1 1 1 10 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 0 0 1 1 3 0
Ada
Tidak
22 LDK 38 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha 1 2 2 2 2 1 10 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 1 1 3 0
Ada
Tidak
23 YS 34 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
Tidak
24 H 25 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 0 1 1 1 4 1 1 1 1 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
25 U 29 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
26 WY 20 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 3 2 3 2 2 2 14 0 0 1 1 0 1 1 4 1 0 1 1 0 0 1 3 0
Ada
Tidak
27 H 63 Perempuan Tamat SMA IRT 2 4 3 3 3 2 17 1 1 0 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 1 1 3 0
Ada
Tidak
28 A 26 Perempuan Tamatan S1 IRT 2 3 2 2 2 1 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 1 1 3 0
Ada
Tidak
29 LDA 17 Laki-laki Tamat SMP Pelajar 3 3 3 2 2 3 16 1 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 6 1
Ada
Tidak
30 Y 38 Perempuan Tamat SMA Wiraswasta 2 3 2 2 2 1 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
Tidak
31 WDF 28 Perempuan Tamat SMA IRT 1 4 2 1 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
32 S 39 Laki-laki Tamat SMP Wiraswasta 3 4 3 3 3 1 17 1 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
Tidak
33 LDAR 49 Laki-laki Tamat SMP Wirausaha 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
Tidak
34 M 42 Perempuan Tamat SMA IRT 3 2 3 2 2 2 14 0 0 1 1 0 1 1 4 1 0 1 1 0 0 1 3 0
Ada
Tidak
35 S 38 Perempuan Tamat SMA Karyawan 4 2 3 2 2 2 15 0 0 0 1 1 1 1 4 1 1 0 0 0 1 0 2 0
Ada
Tidak
36 WDM 54 Perempuan Tamat SD IRT 2 3 2 2 2 1 12 0 0 1 1 0 1 1 4 1 0 0 0 0 0 1 1 0
Ada
Tidak
37 LDB 18 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 3 3 2 2 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 1 1 0
Ada
38 S 23 Laki-laki Tamat SMA Buruh Tidak 3 2 3 1 1 2 12 0 0 1 1 0 1 1 4 1 0 1 1 0 0 0 2 0
120

Ada
Tidak
39 M 16 Perempuan Tamat SMP Pelajar 3 1 2 2 4 2 14 0 0 1 1 0 1 1 4 1 0 1 1 0 0 1 3 0
Ada
Tidak
40 WDS 46 Perempuan Tamatan S1 IRT 3 2 2 2 3 2 14 0 0 1 1 0 1 1 4 1 0 1 1 0 0 1 3 0
Ada
Tidak
41 H 60 Perempuan Tamat SMP IRT 3 1 1 1 1 1 8 0 0 1 1 0 1 1 4 1 0 1 1 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
42 WE 32 Perempuan Tamat SMA Wiraswasta 2 3 3 1 1 1 11 0 0 0 1 0 1 1 3 0 0 0 0 0 1 0 1 0
Ada
Tidak
43 LDM 49 Laki-laki Tamat SMA PNS 2 2 2 2 1 2 11 0 0 1 1 0 1 1 4 1 0 1 1 0 0 1 3 0
Ada
Tidak
44 AA 67 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
Tidak
45 F 20 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 2 2 4 1 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 0 0 0 0 0 1 1 0
Ada
Tidak
46 S 21 Perempuan Tamat SMA Wiraswasta 1 4 4 1 1 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 0 1 1 4 1
Ada
Belum Tidak
47 N 20 Laki-laki Tamat SMA 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 0 1 1 0 0 1 3 0
Bekerja Ada
Tidak
48 J 25 Laki-laki Tamat SMA Buruh 3 2 2 1 2 2 12 0 0 1 1 0 1 1 4 0 0 1 1 0 0 0 2 0
Ada
Tidak
49 I 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
50 M 56 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
51 IF 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 2 2 3 2 2 2 13 0 0 0 1 0 1 1 3 0 0 1 0 0 0 0 1 0
Ada
Tidak Tamat Tidak
52 WP 48 Perempuan IRT 3 2 2 3 2 3 15 0 1 0 1 1 1 0 4 1 1 1 0 0 1 0 3 0
SD Ada
Tidak
53 DR 26 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 2 2 2 2 12 0 0 0 1 0 0 1 2 0 1 1 0 1 0 1 4 1
Ada
Tidak
54 WDRR 16 Perempuan Tamat SMP Pelajar 2 2 2 2 2 3 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 1 1 0
Ada
Tidak
55 LDH 37 Laki-laki Tamatan S1 PNS 2 3 2 2 2 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 0 1 3 0
Ada
Tidak
56 HH 19 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 3 3 1 3 3 2 15 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
57 J 44 Laki-laki Tamatan S1 PNS 3 3 3 3 3 2 17 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
58 DDA 15 Perempuan Tamat SMP Pelajar 3 3 1 3 3 2 15 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
59 WDR 21 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 3 2 2 2 3 2 14 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
Tidak
60 N 35 Perempuan Tamat SMA IRT 3 2 2 2 3 2 14 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
Tidak
61 IN 57 Perempuan Tamat SD IRT 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 1 1 3 0
Ada
Tidak Tamat Tidak
62 LJ 46 Laki-laki Wirausaha 2 2 2 2 3 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 1 0 1 0
SD Ada
Tidak
63 SA 25 Perempuan Tamat SMA Honorer 4 2 2 2 3 2 15 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
Tidak
64 N 39 Perempuan Tamatan S1 PNS 2 2 2 2 3 2 13 0 0 0 1 1 1 1 4 1 0 1 0 0 0 0 1 0
Ada
121

Tidak
65 Z 58 Perempuan Tamat SD Wirausaha 2 2 4 2 2 3 15 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
66 WDSD 19 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 1 1 1 5 1
Ada
Tidak Tamat Tidak
67 A 69 Laki-laki Wirausaha 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 1 0 2 0
SD Ada
Tidak
68 M 15 Laki-laki Tamat SMP Pelajar 3 3 2 3 2 2 15 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 0 0 1 1 0 3 0
Ada
Tidak
69 H 47 Perempuan Tamat SMA Wirausaha 2 3 3 2 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 1 0 0 2 0
Ada
Tidak
70 M 55 Perempuan Tamat SMP Wirausaha 2 3 2 2 2 4 15 0 0 0 1 1 1 1 4 1 1 0 0 1 0 0 2 0
Ada
Belum Tidak
71 H 17 Laki-laki Tamat SD 3 2 2 2 2 3 14 0 0 0 1 0 1 1 3 0 1 0 0 1 0 1 3 0
Bekerja Ada
Belum Tidak
72 REB 17 Laki-laki Tamat SMA 3 2 2 2 2 2 13 0 0 0 1 0 1 1 3 0 0 1 0 1 0 0 2 0
Bekerja Ada
Tidak
73 H 55 Perempuan Tamat SMP IRT 4 3 2 2 2 3 16 1 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 1 0 4 0
Ada
Tidak
74 WDM 52 Perempuan Tamat SMA Wirausaha 3 3 2 2 3 1 14 0 1 0 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 0 1 0
Ada
Tidak
75 A 24 Perempuan Tamatan S1 IRT 2 3 2 3 3 3 16 1 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 0 0 0 1 2 0
Ada
Belum Tidak
76 SSF 22 Perempuan Tamatan S1 2 2 2 3 2 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 1 0 1 4 1
Bekerja Ada
Tidak
77 F 20 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 0 1 0 1 1 0 1 4 1
Ada
Tidak
78 FDA 22 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 2 3 3 3 2 2 15 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Ada
Tidak
79 P 18 Perempuan Tamat SMP Pelajar 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Ada
Tidak
80 M 28 Perempuan Tamatan S1 Karyawan 3 3 3 2 3 3 17 1 0 0 0 1 1 1 3 0 0 0 1 0 0 0 1 0
Ada
Tidak
81 Z 30 Perempuan Tamat SMP IRT 2 2 2 1 2 2 11 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 0 0 0 1 1 3 0
Ada
Tidak
82 F 28 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 3 2 2 3 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 0 1 2 0
Ada
Tidak
83 NA 22 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 4 2 2 3 4 4 19 1 0 0 1 0 1 1 3 0 1 1 0 1 0 0 3 0
Ada
Tidak
84 R 24 Perempuan Tamat SMA IRT 3 2 3 2 3 3 16 1 0 0 0 1 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ada
Tidak
85 FA 26 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 1 1 1 5 1
Ada
Tidak
86 IL 20 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 2 3 4 2 2 3 16 1 0 1 1 0 0 1 3 0 0 1 0 1 1 1 4 1
Ada
Belum Tidak
87 MR 25 Laki-laki Tamatan S1 2 2 2 2 2 2 12 0 0 0 1 1 1 1 5 1 1 1 0 1 1 1 5 1
Bekerja Ada
Tidak
88 F 19 Perempuan Tamat SMP Pelajar 1 3 3 2 3 3 15 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Ada
Tidak
89 R 30 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha 3 3 2 2 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 0 0 1 0 2 0
Ada
Tidak
90 ER 22 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 2 2 3 2 2 3 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 1 1 0 1 4 1
Ada
91 J 29 Perempuan Tamatan S1 Wiraswasta Tidak 2 2 2 2 2 3 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 0 0 1 1 3 0
122

Ada
Tidak
92 A 30 Laki-laki Tamat SMP Wirausaha 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 1 1 0 4 1 0 0 0 0 1 0 1 0
Ada
Tidak
93 S 49 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 2 3 2 3 14 0 1 1 1 1 1 1 6 1 1 0 0 0 0 0 1 0
Ada
Tidak
94 I 40 Perempuan Tamat SD IRT 2 2 2 2 2 3 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
95 A 50 Laki-laki Tamat SD Wiraswasta 2 2 2 2 2 3 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 0 1 1 4 1
Ada
Tidak Tamat Tidak
96 R 60 Perempuan IRT 3 3 3 2 2 3 16 1 0 0 1 1 1 1 4 1 1 1 0 0 0 1 3 0
SD Ada
Tidak
97 S 55 Laki-laki Tamat SD Buruh 3 3 3 2 3 2 16 1 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 0 0 3 0
Ada
Tidak
98 H 30 Perempuan Tamat SD IRT 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 0 1 2 0
Ada
Tidak
99 WDS 25 Perempuan Tamatan S1 IRT 3 3 2 1 2 3 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Ada
Tidak
100 HF 30 Perempuan Tamatan S1 Honorer 3 2 2 2 2 3 14 0 0 0 0 1 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ada
Tidak
101 A 28 Perempuan Tamatan S1 Wiraswasta 2 2 2 2 3 2 13 0 0 0 1 0 1 0 2 0 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
Tidak
102 A 58 Perempuan Tamat SMP Wirausaha 3 2 2 3 3 2 15 0 0 0 1 1 1 1 4 1 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
Tidak
103 N 21 Perempuan Tamat SMA IRT 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 6 1
Ada
Tidak
104 N 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 6 1
Ada
Belum Tidak
105 Y 48 Laki-laki Tamat SMA 4 3 3 2 4 2 18 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 6 1
Bekerja Ada
Tidak
106 A 46 Perempuan Tamat SMA IRT 3 3 3 2 4 2 17 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 6 1
Ada
Tidak
107 F 22 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 3 3 3 3 4 2 18 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
108 S 42 Perempuan Tamat SMA IRT 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 0 0 3 0
Ada
Tidak
109 LMFH 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 0 0 3 0
Ada
Tidak
110 WOSA 15 Perempuan Tamat SMP Pelajar 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 0 0 3 0
Ada
Tidak
111 LMT 47 Laki-laki Tamat SMA Nelayan 3 2 2 3 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 0 0 3 0
Ada
Belum Tidak
112 S 27 Laki-laki Tamat SMA 3 3 3 2 3 2 16 1 0 1 1 0 0 0 2 0 1 1 0 0 1 1 4 1
Bekerja Ada
Tidak
113 F 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 4 3 4 3 3 2 19 1 0 1 1 0 0 0 2 0 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
114 A 48 Laki-laki Tamat SMA Nelayan 3 3 3 3 4 2 18 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 6 1
Ada
Tidak
115 Z 46 Perempuan Tamat SMA IRT 3 3 3 3 4 2 18 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 6 1
Ada
Tidak
116 N 28 Perempuan Tamatan S1 IRT 3 3 2 2 3 2 15 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 6 1
Ada
Tidak
117 A 50 Perempuan Tamat SMA IRT 4 4 4 2 4 2 20 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 1 1 1 5 1
Ada
123

Belum Tidak
118 A 24 Laki-laki Tamat SMA 3 3 3 3 4 2 18 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 6 1
Bekerja Ada
Belum Tidak
119 I 18 Laki-laki Tamat SMA 3 3 3 3 4 2 18 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 6 1
Bekerja Ada
Tidak
120 D 35 Laki-laki Tamat SMP Buruh 2 2 2 3 2 2 13 0 0 0 0 1 1 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Ada
Belum Tidak
121 AA 24 Laki-laki Tamat SMP 2 2 2 3 3 3 15 0 0 1 1 1 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Bekerja Ada
Tidak
122 N 40 Perempuan Tamat SMP Wirausaha 1 2 1 1 1 1 7 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 1 0 0 3 0
Ada
Belum Tidak
123 H 45 Laki-laki Tamat SMA 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Bekerja Ada
Tidak
124 M 37 Perempuan Tamat SMA IRT 3 3 3 3 3 3 18 1 1 1 1 1 1 1 6 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
125 A 30 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
126 AA 20 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 3 3 2 3 2 2 15 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Ada
Tidak
127 LOJ 57 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta 2 2 1 3 2 2 12 0 0 0 1 0 1 1 3 0 1 0 0 0 0 0 1 0
Ada
Tidak
128 AB 45 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 1 3 2 2 12 0 0 0 1 0 1 1 3 0 1 0 0 0 0 0 1 0
Ada
Tidak
129 W 15 Perempuan Tamat SMP Pelajar 3 2 3 3 3 2 16 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 1 1 0 5 1
Ada
Tidak
130 S 17 Perempuan Tamat SMP Pelajar 2 2 2 3 3 2 14 0 0 1 1 0 0 1 3 0 1 0 0 1 1 0 3 0
Ada
Tidak
131 S 27 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
Tidak
132 S 31 Laki-laki Tamatan S1 Karyawan 2 2 2 2 3 3 14 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 0 3 0
Ada
Tidak
133 N 19 Perempuan Tamat SMA Karyawan 1 1 1 1 3 1 8 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 1 1 0 4 1
Ada
Tidak
134 F 17 Perempuan Tamat SMP Pelajar 3 2 2 4 4 4 19 1 0 1 1 0 0 1 3 0 1 1 0 0 1 0 3 0
Ada
Tidak
135 R 30 Laki-laki Tamatan S1 Karyawan 3 2 2 1 2 4 14 0 0 0 1 1 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
136 IT 33 Perempuan Tamatan S1 Honorer 2 1 2 2 3 1 11 0 0 1 0 1 1 1 4 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
Tidak
137 S 47 Perempuan Tamat SMP IRT 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 1 1 3 0
Ada
Tidak
138 A 48 Perempuan Tamat SD IRT 2 3 2 2 3 3 15 0 0 1 1 1 0 1 4 1 0 1 0 0 1 0 2 0
Ada
Tidak
139 F 35 Perempuan Tamat SMA IRT 3 2 3 3 2 2 15 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 5 1
Ada
Tidak
140 LR 40 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha 3 2 3 3 2 2 15 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 5 1
Ada
Tidak
141 Y 40 Laki-laki Tamat SMA Nelayan 3 2 2 2 1 2 12 0 0 0 1 0 1 1 3 0 1 0 0 0 1 1 3 0
Ada
Tidak
142 LONH 46 Laki-laki Tamat SMA Buruh 1 1 1 3 3 1 10 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
143 WOM 45 Perempuan Tamat SMA IRT 1 1 1 3 3 1 10 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
144 AM 16 Perempuan Tamat SMP Pelajar Tidak 2 1 1 1 1 1 7 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 6 1
124

Ada
Tidak
145 F 32 Perempuan Tamatan S1 Karyawan 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 6 1
Ada
Tidak
146 WOF 28 Perempuan Tamat SMA Karyawan 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 6 1
Ada
Tidak
147 A 35 Laki-laki Tamatan S1 Wiraswasta 3 2 2 1 4 2 14 0 0 0 1 0 1 1 3 0 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
148 N 32 Laki-laki Tamat SMP IRT 3 2 2 1 4 1 13 0 0 0 1 0 1 1 3 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
149 S 24 Laki-laki Tamatan S1 Wirausaha 3 3 3 2 2 3 16 1 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 1 1 0 4 1
Ada
Tidak
150 LOH 33 Laki-laki Tamatan S1 Wiraswasta 3 1 2 1 2 3 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 0 3 0
Ada
Tidak
151 MP 60 Laki-laki Tamat SMA PNS 2 3 2 2 3 3 15 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 1 0 4 1
Ada
Tidak
152 LL 42 Laki-laki Tamat SMA Buruh 2 4 3 2 3 2 16 1 0 1 1 0 0 0 2 0 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
153 H 43 Perempuan Tamat SMP IRT 3 1 1 1 2 2 10 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
Tidak
154 H 74 Perempuan Tamat SMA IRT 3 2 2 2 2 3 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
155 K 43 Perempuan Tamat SMP IRT 1 3 3 4 1 1 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Ada
Tidak
156 WON 58 Perempuan Tamat SMP IRT 2 2 2 2 2 1 11 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 0 3 0
Ada
Tidak
157 H 67 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta 3 2 2 2 3 1 13 0 0 0 0 0 1 1 2 0 1 1 0 1 1 0 4 1
Ada
Tidak
158 L 42 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 2 4 2 2 14 0 0 1 1 0 0 1 3 0 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Belum Tidak
159 MH 18 Laki-laki Tamat SMA 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 0 1 0 3 0
Bekerja Ada
Tidak
160 WOK 44 Perempuan Tamat SMA IRT 4 1 2 2 2 3 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 0 1 2 0
Ada
Tidak
161 WOA 19 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
Tidak
162 H 50 Laki-laki Tamat SMA Karyawan 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 0 0 0 1 1 3 0
Ada
Tidak
163 S 32 Perempuan Tamat SMA IRT 4 4 2 2 2 4 18 1 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 1 0 4 1
Ada
Tidak
164 H 34 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta 3 2 2 2 3 3 15 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
165 SR 48 Perempuan Tamat SMA IRT 3 2 2 4 2 4 17 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Belum Tidak
166 A 54 Laki-laki Tamat SMA 2 3 2 2 3 2 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 0 3 0
Bekerja Ada
Tidak
167 R 15 Perempuan Tamat SMP Pelajar 2 2 3 2 2 3 14 0 0 0 1 0 0 1 2 0 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
168 M 31 Perempuan Tamat SMA IRT 3 3 3 3 2 2 16 1 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 0 3 0
Ada
Tidak
169 M 29 Perempuan Tamat SMP IRT 4 2 2 2 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Belum Tidak
170 WOM 24 Perempuan Tamatan S1 3 2 3 3 1 3 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 0
Bekerja Ada
125

Tidak
171 WOE 33 Perempuan Tamat SMA IRT 3 2 3 3 1 3 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
Tidak Tamat Belum Tidak
172 H 25 Perempuan 3 2 3 3 1 3 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 0
SD Bekerja Ada
Tidak Tamat Belum Tidak
173 LOS 30 Laki-laki 3 2 3 3 1 3 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 0
SD Bekerja Ada
Tidak
174 N 46 Perempuan Tamat SMA Karyawan 1 2 1 1 2 2 9 0 0 0 0 0 1 1 2 0 1 1 0 1 0 0 3 0
Ada
Tidak
175 WDQ 20 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 1 2 1 1 2 2 9 0 0 0 0 0 1 1 2 0 1 1 0 1 0 0 3 0
Ada
Tidak
176 Q 17 Perempuan Tamat SMP Pelajar 1 2 1 1 2 2 9 0 0 0 0 0 1 1 2 0 1 1 0 1 0 0 3 0
Ada
Tidak
177 WOQ 21 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 1 2 1 1 2 2 9 0 0 0 0 0 1 1 2 0 1 1 0 1 0 0 3 0
Ada
Tidak
178 D 33 Perempuan Tamatan S1 IRT 3 2 3 3 1 3 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
Tidak
179 LDRJ 28 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 3 2 3 3 1 3 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
Tidak
180 A 30 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha 3 2 3 3 1 3 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
Tidak
181 MN 36 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha 3 2 3 3 1 3 15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
Tidak
182 I 28 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha 3 2 3 3 1 3 15 0 0 0 0 0 1 1 2 0 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
Tidak
183 A 30 Laki-laki Tamatan S1 Wirausaha 3 2 3 3 1 3 15 0 0 0 0 0 1 1 2 0 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
Tidak
184 MF 26 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 3 2 3 3 1 3 15 0 0 0 0 0 1 1 2 0 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
Tidak
185 N 32 Perempuan Tamat SMA Wirausaha 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 1 1 0 4 1 1 0 0 0 0 1 2 0
Ada
Tidak
186 LS 72 Laki-laki Tamat SMA PNS 2 2 3 3 2 3 15 0 0 0 1 1 1 1 4 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Ada
Tidak
187 A 23 Laki-laki Tamatan S1 PNS 3 3 2 2 2 3 15 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 1 1 0 4 1
Ada
Tidak
188 SG 15 Laki-laki Tamat SD Pelajar 1 2 2 2 2 2 11 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
Tidak
189 N 33 Perempuan Tamat SD IRT 2 3 2 2 2 3 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 0 1 2 0
Ada
Tidak
190 A 39 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 0 1 2 0
Ada
Tidak
191 V 36 Perempuan Tamat SMA IRT 2 3 2 3 3 2 15 0 1 1 1 1 1 1 6 1 1 0 0 0 1 1 3 0
Ada
Tidak
192 H 48 Perempuan Tamat SMP IRT 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
Tidak
193 FI 27 Perempuan Tamatan S1 Honorer 2 2 2 2 2 2 12 0 0 0 0 0 1 1 2 0 0 1 1 0 0 1 3 0
Ada
Tidak
194 N 49 Perempuan Tamat SMP IRT 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
195 EH 17 Perempuan Tamat SMP Pelajar 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
Tidak
196 H 54 Perempuan Tamatan S1 IRT 2 2 4 2 2 2 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
197 S 47 Laki-laki Tamatan S1 PNS Tidak 3 3 2 2 3 3 16 1 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 1 1 3 0
126

Ada
Tidak
198 S 42 Perempuan Tamat SMP IRT 2 3 2 2 2 3 14 0 0 0 1 0 1 1 3 0 0 0 0 0 1 1 2 0
Ada
Tidak
199 R 15 Perempuan Tamat SD Pelajar 2 4 2 4 4 4 20 1 0 1 0 1 1 1 4 1 1 0 0 0 0 0 1 0
Ada
200 Tidak
S 29 Perempuan Tamat SMA IRT 2 3 2 2 3 3 15 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Ada
201 Tidak
WDDW 21 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 2 2 2 3 2 3 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 1 0 2 0
Ada
202 Belum Tidak
M 25 Perempuan Tamat SMA 3 3 2 2 3 3 16 1 0 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 0 1 0 3 0
Bekerja Ada
203 Belum Tidak
Y 20 Perempuan Tamat SMA 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Bekerja Ada
204 Belum Tidak
D 22 Perempuan Tamat SMA 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Bekerja Ada
205 Belum Tidak
S 40 Perempuan Tamat SMA 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Bekerja Ada
206 Belum Tidak
EZ 22 Laki-laki Tamat SMA 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Bekerja Ada
207 Belum Tidak
F 20 Laki-laki Tamat SMA 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Bekerja Ada
208 Tidak
H 55 Perempuan Tamat SD IRT 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
209 Tidak
K 18 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
210 Tidak
FR 21 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
211 Tidak
Z 56 Laki-laki Tamat SD Wiraswasta 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
212 Tidak
EP 45 Perempuan Tamat SMA IRT 2 1 2 2 3 3 13 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
213 Tidak
MR 23 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta 2 1 2 2 3 3 13 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
214 Tidak
ES 47 Perempuan Tamat SMA PNS 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
215 Tidak
NBS 17 Perempuan Tamat SMP Pelajar 3 2 2 2 3 3 15 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
216 Tidak
N 37 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 2 2 2 3 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 0 0 1 0
Ada
217 Tidak
YS 55 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta 3 2 2 2 2 3 14 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 0 0 1 4 1
Ada
218 Tidak
IF 23 Laki-laki Tamatan S1 PNS 2 3 2 2 3 3 15 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 0 3 0
Ada
127

219 Tidak
W 18 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
220 Tidak
LDMA 20 Laki-laki Tamat SMA Karyawan 3 2 2 2 2 3 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 0 0 1 3 0
Ada
221 Tidak
MAA 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 3 2 2 2 2 3 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 0 0 1 3 0
Ada
222 Tidak
RA 19 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 1 1 0
Ada
223 Tidak
J 20 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 2 2 2 2 2 3 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 1 1 0
Ada
224 Tidak
SW 25 Perempuan Tamatan S1 Karyawan 2 2 2 2 2 3 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 1 1 0
Ada
225 Tidak
WDML 22 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 2 2 2 2 2 2 12 0 0 0 1 1 1 1 4 1 0 0 0 0 0 1 1 0
Ada
226 Tidak
LDMRR 20 Laki-laki Tamat SMA Karyawan 2 2 2 2 2 2 12 0 0 0 1 1 1 1 4 1 0 0 0 0 0 1 1 0
Ada
227 Tidak
SR 23 Perempuan Tamat SMA Karyawan 2 3 4 2 4 4 19 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 0 1 3 0
Ada
228 Tidak
SNF 17 Perempuan Tamat SMP Pelajar 2 3 4 2 4 4 19 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 0 1 3 0
Ada
229 Tidak
NS 59 Perempuan Tamat SMA Wiraswasta 3 2 2 2 2 3 14 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 0 0 1 3 0
Ada
230 Belum Tidak
Y 52 Laki-laki Tamat SMA 3 2 2 2 2 2 13 0 0 0 0 1 1 1 3 0 0 1 1 0 0 0 2 0
Bekerja Ada
231 Tidak
AA 24 Laki-laki Tamatan S1 Karyawan 3 2 2 2 2 2 13 0 0 0 0 0 1 1 2 0 0 1 0 0 0 0 1 0
Ada
232 Tidak
M 42 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 0 1 1 1 4 1 0 1 0 0 0 1 2 0
Ada
233 Tidak
NY 22 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 3 2 2 2 2 2 13 0 0 0 0 0 1 1 2 0 0 1 0 0 0 0 1 0
Ada
234 Tidak
A 18 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 3 2 2 2 2 2 13 0 0 0 0 1 1 1 3 0 0 1 1 0 0 1 3 0
Ada
235 Tidak
WDR 20 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 3 2 4 2 2 2 15 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
236 Tidak
FNA 21 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 4 2 2 3 3 1 15 0 0 0 1 0 1 1 3 0 1 1 0 0 0 1 3 0
Ada
237 Tidak
IN 24 Perempuan Tamatan S1 IRT 4 3 2 3 3 1 16 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
238 Tidak
T 45 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta 4 3 2 3 3 1 16 1 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 1 1 1 5 1
Ada
239 Tidak
WOYA 28 Perempuan Tamat SMA Bidan 3 1 1 3 1 1 10 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
240 Tidak
WOM 18 Perempuan Tamat SMA Mahasiswa 3 1 1 2 1 1 9 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
128

241 Tidak
LOR 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 3 1 1 2 1 1 9 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
242 Tidak
SNF 40 Perempuan Tamat SMA IRT 3 2 2 3 3 2 15 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 0 0 1 1 0 3 0
Ada
243 Tidak
NM 38 Perempuan Tamatan S2 PNS 4 2 2 1 1 1 11 0 0 0 0 0 1 1 2 0 1 1 0 1 0 0 3 0
Ada
244 Tidak
MA 24 Laki-laki Tamat SMA Wirausaha 4 2 2 2 1 1 12 0 0 1 0 0 1 1 3 0 1 1 0 1 0 0 3 0
Ada
245 Tidak
AL 25 Perempuan Tamatan S1 Honorer 2 2 2 3 2 2 13 0 0 1 0 1 1 1 4 1 0 1 0 0 0 0 1 0
Ada
246 Tidak
N 15 Perempuan Tamat SMP Pelajar 3 2 3 4 2 3 17 1 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Ada
247 Belum Tidak
F 26 Laki-laki Tamatan S1 4 4 4 2 2 2 18 1 0 1 1 0 1 1 4 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Bekerja Ada
248 Belum Tidak
IK 24 Laki-laki Tamatan S1 4 4 4 4 4 4 24 1 0 1 1 0 0 1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Bekerja Ada
249 Tidak
R 35 Laki-laki Tamat SMA Karyawan 3 2 2 1 1 1 10 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 1 0 1 4 1
Ada
250 Tidak
AA 50 Laki-laki Tamat SMA Nelayan 4 2 2 1 1 1 11 0 0 1 1 1 0 1 4 1 1 1 0 1 0 1 4 1
Ada
251 Tidak
Z 60 Perempuan Tamat SMA PNS 3 2 2 2 2 2 13 0 0 1 1 0 0 1 3 0 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
252 Belum Tidak
LMRS 24 Laki-laki Tamat SMA 3 2 2 1 1 1 10 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 1 0 1 4 1
Bekerja Ada
253 Tidak
WOM 49 Perempuan Tamat SMA PNS 4 2 2 2 2 2 14 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 1 0 1 4 1
Ada
254 Belum Tidak
SR 24 Laki-laki Tamat SMA 2 2 2 3 3 3 15 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 0 1 0 1 3 0
Bekerja Ada
255 Tidak
A 37 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 3 2 2 2 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 0 0 0 0 1 0
Ada
256 Tidak
M 55 Perempuan Tamat SMP IRT 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 0 0 0 0 1 2 0
Ada
257 Tidak
S 30 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 0 3 0
Ada
258 Tidak
BAZ 52 Laki-laki Tamatan S1 Wiraswasta 3 2 2 2 2 3 14 0 0 0 1 1 1 1 4 1 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada
259 Tidak
WOTR 42 Perempuan Tamat SMA PNS 3 2 2 2 2 2 13 0 0 0 1 1 0 0 2 0 1 1 0 1 0 0 3 0
Ada
260 Tidak
D 42 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta 2 2 2 2 2 1 11 0 0 1 1 0 1 1 4 1 1 1 0 0 1 0 3 0
Ada
261 Tidak
S 59 Perempuan Tamat SMA IRT 2 3 4 2 3 3 17 1 0 1 1 1 1 1 4 1 1 0 0 0 0 0 1 0
Ada
262 Tidak
WM 40 Perempuan Tamat SMP IRT 2 3 2 4 4 4 19 1 0 0 1 1 1 1 4 1 1 0 0 0 0 0 1 0
Ada
129

263 Tidak
R 30 Laki-laki Tamat SMA Wiraswasta 2 2 1 2 2 2 11 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 1 1 0 0 1 3 0
Ada
264 Tidak
MM 44 Laki-laki Tamat SMA Karyawan 2 2 2 1 2 1 10 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
265 Tidak
M 44 Perempuan Tamat SMA IRT 2 2 2 1 2 1 10 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
266 Belum Tidak
UH 27 Perempuan Tamatan S1 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 1 1 1 5 1
Bekerja Ada
267 Tidak
E 30 Perempuan Tamat SMA Karyawan 3 3 3 4 3 3 19 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0 0 2 0
Ada

268 Tidak
WOMA 15 Perempuan Tamat SMP Pelajar 2 2 2 2 2 2 12 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 0 1 1 5 1
Ada
269 Tidak
LDAR 19 Laki-laki Tamat SMA Mahasiswa 2 2 2 1 2 1 10 0 0 1 1 1 1 1 5 1 1 1 0 0 1 1 4 1
Ada
270 Tidak
Z 49 Perempuan Tamat SD IRT 2 2 2 2 2 3 13 0 0 1 1 1 1 1 5 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Ada

Keterangan:
Persepsi Hambatan yang Dirasakan Isyarat Bertindak Internal Isyarat Bertindak Eksternal
Nomor 1-6: Nomor 1-6: Nomor 1-6:
4= sangat setuju 1= ya 1= ya
3= setuju 0= tidak 0= tidak
2= tidak setuju
1= sangat tidak setuju
Kategori :
0 = kurang baik
1= baik
Lampiran 3. Output Karakteristik Responden

1. Umur Responden
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 15 10 3.7 3.7 3.7
16 4 1.5 1.5 5.2
17 10 3.7 3.7 8.9
18 9 3.3 3.3 12.2
19 15 5.6 5.6 17.8
20 14 5.2 5.2 23.0
21 7 2.6 2.6 25.6
22 10 3.7 3.7 29.3
23 5 1.9 1.9 31.1
24 12 4.4 4.4 35.6
25 9 3.3 3.3 38.9
26 5 1.9 1.9 40.7
27 4 1.5 1.5 42.2
28 9 3.3 3.3 45.6
29 4 1.5 1.5 47.0
30 14 5.2 5.2 52.2
31 4 1.5 1.5 53.7
32 6 2.2 2.2 55.9
33 5 1.9 1.9 57.8
34 2 .7 .7 58.5
35 6 2.2 2.2 60.7
36 2 .7 .7 61.5
37 4 1.5 1.5 63.0
38 4 1.5 1.5 64.4
39 4 1.5 1.5 65.9
40 8 3.0 3.0 68.9
42 8 3.0 3.0 71.9
43 3 1.1 1.1 73.0
44 4 1.5 1.5 74.4
45 5 1.9 1.9 76.3
46 6 2.2 2.2 78.5
47 5 1.9 1.9 80.4
48 7 2.6 2.6 83.0
49 8 3.0 3.0 85.9
50 5 1.9 1.9 87.8

130
131

52 4 1.5 1.5 89.3


54 3 1.1 1.1 90.4
55 6 2.2 2.2 92.6
56 2 .7 .7 93.3
57 2 .7 .7 94.1
58 3 1.1 1.1 95.2
59 3 1.1 1.1 96.3
60 4 1.5 1.5 97.8
63 1 .4 .4 98.1
67 2 .7 .7 98.9
69 1 .4 .4 99.3
72 1 .4 .4 99.6
74 1 .4 .4 100.0
Total 270 100.0 100.0

3. Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Laki-laki 104 38.5 38.5 38.5
Valid Perempuan 166 61.5 61.5 100.0
Total 270 100.0 100.0

4. Pendidikan Terakhir

Pendidikan Terakhir
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Tidak Tamat SD 7 2.6 2.6 2.6
Tamat SD 15 5.6 5.6 8.1
Tamat SMP 51 18.9 18.9 27.0
Valid Tamat SMA 156 57.8 57.8 84.8
Tamatan S1 40 14.8 14.8 99.6
Tamatan S2 1 .4 .4 100.0
Total 270 100.0 100.0
132

5. Pekerjaan

Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Pelajar 25 9.3 9.3 9.3
Mahasiswa 39 14.4 14.4 23.7
IRT 79 29.3 29.3 53.0
Karyawan 19 7.0 7.0 60.0
Buruh 8 3.0 3.0 63.0
Wirausaha 22 8.1 8.1 71.1
Valid PNS 16 5.9 5.9 77.0
Nelayan 5 1.9 1.9 78.9
Wiraswasta 23 8.5 8.5 87.4
Belum Bekerja 28 10.4 10.4 97.8
Honorer 5 1.9 1.9 99.6
Bidan 1 .4 .4 100.0
Total 270 100.0 100.0

6. Riwayat Filariasis

Riwayat Filariasis
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Ada 0 0 0 0
Valid Tidak Ada 270 100.0 100.0 100.0
Total 270 100.0 100.0
133

Lampiran 4. Output SPSS Analisis Univariat

1. Variabel Dependen
a. Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya Menerima
Informasi POPM filariasis
A1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 229 84.8 84.8 84.8

Tidak 41 15.2 15.2 100.0

Total 270 100.0 100.0

b. Distribusi Responden Berdasarkan Terima Tidaknya Obat Pencegahan


Filariasis dari Petugas Kesehatan
A2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 270 100.0 100.0 100.0

c. Distribusi Responden Berdasarkan Minum Tidaknya Obat Pencegahan


Filariasis
A3

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 175 64.8 64.8 64.8

Tidak 95 35.2 35.2 100.0

Total 270 100.0 100.0


134

d. Distribusi Responden Berdasarkan Diyakinkan atau Tidaknya untuk


Minum Obat Pada Saat itu juga serta Dijelaskan Tentang Cara
Pencegahan, Penularan, serta Kenapa Harus Minum Obat Pencegahan
Filariasis oleh Petugas Kesehatan
A4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 209 77.4 77.4 77.4

Tidak 61 22.6 22.6 100.0

Total 270 100.0 100.0

e. Distribusi Responden Berdasarkan Status Pengawasan Minum Obat


Pencegahan Filariasis oleh Petugas
A4

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ya 209 77.4 77.4 77.4

Tidak 61 22.6 22.6 100.0

Total 270 100.0 100.0

f. Distribusi Responden Berdasarkan Cakupan Minum Obat Pencegahan


Filariasis

Kategori Cakupan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Tidak
95 35.2 35.2 35.2
Minum
Minum 175 64.8 64.8 100.0
Total 270 100.0 100.0
135

2. Variabel Independent
a. Distribusi Respoden Berdasarkan Persepsi Kerentanan
Kategori Kerentanan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Kurang Baik 95 35.2 35.2 35.2
Baik 175 64.8 64.8 100.0
Total 270 100.0 100.0

Jumlah Persentase
Persepsi Kerentanan yang Dirasakan
(n=270) (%)
a. Filariasis dapat menyerang semua orang
Sangat setuju 77 27,8
Setuju 116 43
Tidak setuju 69 25,6
Sangat tidak setuju 10 3,7
b. Berpeluang terkena filariasis
Sangat setuju 40 14,8
Setuju 67 24,8
Tidak setuju 123 45,6
Sangat tidak setuju 40 14,8
c. Merasa perlu minum obat pencegahan
filariasis 72 26,7
Sangat setuju 140 51,9
Setuju 49 18,1
Tidak setuju 9 3,3
Sangat tidak setuju
d. Merasa perlu minum obat pencegahan
filariasis karena di lingkungan banyak
nyamuk dan sering tergigit 69 25,6
Sangat setuju 135 50
Setuju 63 23,3
Tidak setuju 3 1,1
Sangat tidak setuju

b. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Tingkat Keparahan

Kategori Keparahan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Kurang Baik 27 10.0 10.0 10.0
Baik 243 90.0 90.0 100.0
Total 270 100.0 100.0
136

Jumlah Persentase
Persepsi Tingkat Keparahan yang Dirasakan
(n=270) (%)
a. Filariasis adalah penyakit yang parah
Sangat setuju 95 35,2
Setuju 139 51,5
Tidak setuju 31 11,5
Sangat tidak setuju 5 1,9
b. Filariasis tidak dapat disembuhkan
Sangat setuju 42 15,6
Setuju 103 38,1
Tidak setuju 117 43,3
Sangat tidak setuju 8 3
c. Merasa kesulitan jika terkena filariasis
Sangat setuju 88 32,6
Setuju 160 59,3
Tidak setuju 21 7,8
Sangat tidak setuju 1 0,4
d. Filariasis dapat menimbulkan rasa malu
Sangat setuju 99 36,7
Setuju 144 53,3
Tidak setuju 25 9,3
Sangat tidak setuju 2 0,7
e. Filariasis membuat penderita dijauhi
Sangat setuju 87 32,2
Setuju 109 40,4
Tidak setuju 60 22,2
Sangat tidak setuju 14 5,2
f. Filariasis membuat penampilan buruk
Sangat setuju 114 42,2
Setuju 141 52,2
Tidak setuju 11 4,1
Sangat tidak setuju 4 1,5

c. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Manfaat

Kategori Manfaat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Kurang Baik 17 6.3 6.3 6.3
Baik 253 93.7 93.7 100.0
Total 270 100.0 100.0

Persepsi Manfaat yang Dirasakan Jumlah Persentase


137

(n=270) (%)

Persepsi manfaat yang dirasakan


a. POPM filariasis dapat mencegah filariasis
Sangat setuju 100 37
Setuju 157 58,1
Tidak setuju 13 4,8
Sangat tidak setuju 0 0
b. Dengan POPM, tidak perlu khawatir terkena
filariasis
Sangat setuju 67 24,8
Setuju 176 65,2
Tidak setuju 26 9,6
Sangat tidak setuju 1 0,4
c. Dengan minum obat yang dibagikan petugas, dapat
terlindungi dari filariasis
Sangat setuju 83 30,7
Setuju 159 58,9
Tidak setuju 27 10
Sangat tidak setuju 1 0.4
d. Minum obat pencegahan filariasis cukup 1 x setahun
Sangat setuju 70 25,9
Setuju 160 59,3
Tidak setuju 38 14,1
Sangat tidak setuju 2 0,7
e. Tidak perlu mengeluarkan biaya karena obat
pencegahan filariasis gratis
Sangat setuju 83 30,7
Setuju 182 67,4
Tidak setuju 5 1,9
Sangat tidak setuju 0 0
f. Perlu minum obat pencegahan filariasis meskipun
sudah minum obat herbal yang mempunyai fungsi
sama
Sangat setuju 58 21,5
Setuju 151 55,9
Tidak setuju 53 19,6
Sangat tidak setuju 8 3

d. Distribusi Responden Berdasarkan Persepesi Hambatan

Kategori Hambatan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Kurang Baik 219 81.1 81.1 81.1
Baik 51 18.9 18.9 100.0
Total 270 100.0 100.0
138

Jumlah Persentase
Persepsi Hambatan yang Dirasakan
(n=270) (%)
a. Akan merasakan efek samping jika minum obat
pencegahan filariasis
Sangat setuju 22 8,1
Setuju 121 44,8
Tidak setuju 110 40,7
Sangat tidak setuju 17 6,3
b. Berdasarkan pengalaman, mengalami kesulitan
memperoleh obat pencegahan filariasis
Sangat setuju 10 3,7
Setuju 66 24,4
Tidak setuju 179 66,3
Sangat tidak setuju 15 5,6
c. Berdasarkan pengalaman, mengalami kesulitan
menelan obat pencegahan filariasis
Sangat setuju 17 6,3
Setuju 57 21,1
Tidak setuju 176 65,2
Sangat tidak setuju 20 7,4
d. Ada larangan dalam keluarga untuk minum obat
pencegahan filariasis
Sangat setuju 10 3,7
Setuju 57 21,1
Tidak setuju 173 64,1
Sangat tidak setuju 30 11,1
e. Terlalu sibuk sehingga lupa minum obat pencegahan
filariasis
Sangat setuju 20 7,4
Setuju 58 21,5
Tidak setuju 162 60
Sangat tidak setuju 30 11,1
f. Petugas tidak menjelaskan manfaat obat pencegahan
filariasis saat membagikan obat
Sangat setuju 11 4,1
Setuju 74 27,4
Tidak setuju 149 55,2
Sangat tidak setuju 36 13,3

e. Distribusi Responden Berdasarkan Isyarat Bertindak Internal

KategoriInternal

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Kurang Baik 65 24.1 24.1 24.1
Baik 205 75.9 75.9 100.0
Total 270 100.0 100.0
139

Jumlah Persentase
Isyarat Bertindak Internal
(n=270) (%)
a. Mengalami gejala filariasis
Tidak 264 97,8
Ya 6 2,2
b. Merasa perlu menangani filariasis dengan minum
obat pencegahan filariasis
Tidak 68 25,2
Ya 202 74,8
c. Merasa takut terkena filariasis
Tidak 34 12,6
Ya 236 87,4
d. Merasa pembengkakan karena filariasis sangat
mengerikan
Tidak 130 48,1
Ya 140 51,9
e. Merasa akan menjadi beban keluarga jika terkena
filariasis
Tidak 29 10,7
Ya 241 89,3
f. Perlu minum obat pencegahan filariasis karena takut
cacat
Tidak 30 11,1
Ya 240 88,9

f. Distribusi Responden Berdasarkan Isyarat Bertindak Eksternal

KategoriEksternal

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Kurang Baik 156 57.8 57.8 57.8
Baik 114 42.2 42.2 100.0
Total 270 100.0 100.0
140

Jumlah Persentase
Isyarat Bertindak Eksternal
(n=270) (%)
a. Petugas kesehatan mengingatkan untuk meminum
obat pencegahan filariasis
Tidak 71 26,3
Ya 199 73,7
b. Sering melihat informasi tentang POPM filariasis
Tidak 73 27
Ya 197 73
c. Informasi yang dilihat membuat harus minum obat
pencegahan filariasis
Tidak 199 73,7
Ya 71 26,3
d. Mengetahui ada pasien filariasis yang menolak
minum obat
Tidak 212 78,5
Ya 58 21,5
e. Tokoh masyarakat merekomendasikan minum obat
pencegahan filariasis
Tidak 127 47
Ya 143 53
f. Orang terdekat saya minum obat sehingga saya juga
minum obat pencegahan filariasis
Tidak 113 41,9
Ya 157 58,1
141

Lampiran 5. Output SPSS Analisis Bivariat

1. Hubungan Persepsi Kerentanan yang Dirasakan Dengan Rendahnya


Cakupan Minum Obat Pencegahan Filariasis Pada Masyarakat Pesisir
di Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun 2018

V Kerentanan * Dependen Crosstabulation

Dependen

Tidak Minum Minum Total


V Kerentanan Kurang Baik Count 56 39 95
% within V Kerentanan 58.9% 41.1% 100.0%
Baik Count 39 136 175
% within V Kerentanan 22.3% 77.7% 100.0%
Total Count 95 175 270
% within V Kerentanan 35.2% 64.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Exact
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 36.290a 1 .000
Continuity Correction b
34.700 1 .000
Likelihood Ratio 35.922 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 36.156 1 .000
N of Valid Cases b
270
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 33.43.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate Kerentanan

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
KategoriKerentanan (Kurang 5.007 2.912 8.610
Baik / Baik)
For cohort KategoriA = Tidak
2.645 1.914 3.656
Minum
For cohort KategoriA =
.528 .410 .681
Minum
N of Valid Cases 270
142

2. Hubungan Persepsi Tingkat Keparahan yang Dirasakan Dengan


Rendahnya Cakupan Minum Obat Pencegahan Filariasis Pada
Masyarakat Pesisir di Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun 2018
V Keparahan * Dependen Crosstabulation

Dependen

Tidak Minum Minum Total


V Keparahan Kurang Baik Count 9 18 27
% within V Keparahan 33.3% 66.7% 100.0%
Baik Count 86 157 243
% within V Keparahan 35.4% 64.6% 100.0%
Total Count 95 175 270
% within V Keparahan 35.2% 64.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Exact
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .045a 1 .832
Continuity Correction b
.000 1 1.000
Likelihood Ratio .045 1 .831
Fisher's Exact Test 1.000 .507
Linear-by-Linear Association .045 1 .832
N of Valid Cases b
270
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate Tingkat Keparahan

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
KategoriKeparahan (Kurang .913 .393 2.119
Baik / Baik)
For cohort KategoriA = Tidak
.942 .538 1.649
Minum
For cohort KategoriA =
1.032 .778 1.369
Minum
N of Valid Cases 270
143

3. Hubungan Persepsi Manfaat yang Dirasakan Dengan Rendahnya


Cakupan Minum Obat Pencegahan Filariasis Pada Masyarakat Pesisir
di Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun 2018

V Manfaat * Dependen Crosstabulation

Dependen

Tidak Minum Minum Total


V Manfaat Kurang Baik Count 15 2 17
% within V Manfaat 88.2% 11.8% 100.0%
Baik Count 80 173 253
% within V Manfaat 31.6% 68.4% 100.0%
Total Count 95 175 270
% within V Manfaat 35.2% 64.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Exact
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 22.389a 1 .000
Continuity Correction b
19.975 1 .000
Likelihood Ratio 22.189 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 22.306 1 .000
N of Valid Cases b
270
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.98.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate Manfaat

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
KategoriManfaat (Kurang 16.219 3.622 72.616
Baik / Baik)
For cohort KategoriA = Tidak
2.790 2.171 3.586
Minum
For cohort KategoriA =
.172 .047 .634
Minum
N of Valid Cases 270
144

4. Hubungan Persepsi Hambatan yang Dirasakan Dengan Rendahnya


Cakupan Minum Obat Pencegahan Filariasis Pada Masyarakat Pesisir
di Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun 2018

V Hambatan * Dependen Crosstabulation

Dependen

Tidak Minum Minum Total


V Hambatan Kurang Baik Count 75 144 219
% within V Hambatan 34.2% 65.8% 100.0%
Baik Count 20 31 51
% within V Hambatan 39.2% 60.8% 100.0%
Total Count 95 175 270
% within V Hambatan 35.2% 64.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Exact
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .448a 1 .503
Continuity Correction b
.256 1 .613
Likelihood Ratio .442 1 .506
Fisher's Exact Test .518 .304
Linear-by-Linear Association .446 1 .504
N of Valid Cases b
270
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.94.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate Hambatan

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
KategoriHambatan (Kurang .807 .431 1.512
Baik / Baik)
For cohort KategoriA = Tidak
.873 .593 1.287
Minum
For cohort KategoriA =
1.082 .851 1.376
Minum
N of Valid Cases 270
145

5. Hubungan Isyarat Bertidak Internal Dengan Rendahnya Cakupan


Minum Obat Pencegahan Filariasis Pada Masyarakat Pesisir di
Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun 2018

V Internal * Dependen Crosstabulation

Dependen

Tidak Minum Minum Total


V Internal Kurang Baik Count 39 26 65
% within V Internal 60.0% 40.0% 100.0%
Baik Count 56 149 205
% within V Internal 27.3% 72.7% 100.0%
Total Count 95 175 270
% within V Internal 35.2% 64.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Exact
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 23.116a 1 .000

Continuity Correctionb 21.705 1 .000

Likelihood Ratio 22.326 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 23.030 1 .000

N of Valid Casesb 270

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.87.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate internal

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
KategoriInternal (Kurang 3.991 2.226 7.154
Baik / Baik)
For cohort KategoriA = Tidak
2.196 1.629 2.961
Minum
For cohort KategoriA =
.550 .404 .750
Minum
N of Valid Cases 270
146

6. Hubungan Isyarat Bertindak Eksternal Dengan Rendahnya Cakupan


Minum Obat Pencegahan Filariasis Pada Masyarakat Pesisir di
Wilayah Kerja Puskesmas Meo-meo Tahun 2018

V Eksternal * Dependen Crosstabulation

Dependen

Tidak Minum Minum Total


V Eksternal Kurang Baik Count 79 77 156
% within V Eksternal 50.6% 49.4% 100.0%
Baik Count 16 98 114
% within V Eksternal 14.0% 86.0% 100.0%
Total Count 95 175 270
% within V Eksternal 35.2% 64.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Exact
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 38.702a 1 .000
Continuity Correction b
37.114 1 .000
Likelihood Ratio 41.523 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 38.559 1 .000
N of Valid Cases b
270
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 40.11.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate Eksternal

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
KategoriEksternal (Kurang 6.284 3.399 11.619
Baik / Baik)
For cohort KategoriA = Tidak
3.608 2.233 5.831
Minum
For cohort KategoriA =
.574 .482 .684
Minum
N of Valid Cases 270
147

Lampiran 6. Surat Pengantar Penelitian


148

Lampiran 7. Surat Izin Penelitian


149

Lampiran 8. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian


150

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian

Dokumentasi Tim Setelah Melakukan Breafing


untuk Teknis Penelitian di Lapangan

Proses Pengisian Kuesioner oleh Salah Satu


Responden di Kelurahan Nganganaumala
151

Anda mungkin juga menyukai