Anda di halaman 1dari 66

STUDI LITERATUR

GAMBARAN KEBIASAAN MENYIRIH TERHADAP


KEJADIAN PENYAKIT PERIODONTAL

Karya Tulis Ilmiah


Diajukan untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan tugas akhir program
pendidikan Ahli Madya Kesehatan Gigi

DiajukanOleh:

SITTI NANANG NURHIDAYAT

KG.17.054

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KESEHATAN GIGI

POLITEKNIK BINA HUSADA KENDARI

2020
ii
iii
iv
INTISARI

Sitti Nanang Nurhidayat KG.17.054 “ Studi Literatur Gambaran Kebiasaan


Menyirih Terhadap Kejadian Penyakit Periodontal “. Pembimbing Muhammad
Satria dan Suhikma Sofyan.

Menyirih merupakan proses meramu yakni suatu campuran dari komponen


pinang, sirih, kapur, dan tembakau yang kemudian dikunyah secara bersamaan
dalam beberapa menit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
kebiasaan menyirih terhadap kejadian penyakit periodontal berdasarkan literature
review. Metode penelitian yang digunakan adalah literature review yang
dilakukan pada google scholar. Kata kunci yang digunakan adalah kebiasaan
menyirih dan kejadian penyakit periodontal. Kriteria inklusi yang digunakan
adalah jurnal tahun 2010-2020, berbahasa Indonesia, full teks. Hasil penelusuran
jurnal pada google scholar teridentifikasi 464 artikel dan diperoleh 7 jurnal yang
memenuhi kriteria inklusi. Adapun hasil penelusuran jurnal diketahui bahwa
gambaran kejadian penyakit periodontal sebagian besar pada kategori buruk.
Pengaruh frekuensi, waktu dan komposisi makan sirih menjadi salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya penyakit periodontal, yakni semakin lama dan
banyak komposisi yang digunakan maka semakin berat penyakit periodontal yang
dialami.

Kata Kunci : Menyirih, Kejadian Penyakit Periodontal

v
HALAMAN BIODATA

A. Identitas Diri

Nama : Sitti Nanang Nurhidayat

Tempat / Tanggal Lahir : Kosundano, 16 Mei 1999

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku / Bangsa : Muna / Indonesia

Alamat :Kelurahan Kosundano, Kecamatan Parigi,

Kabupaten Muna

B. Pendidikan

SD Negeri 3 Parigi : Tahun 2005-2011

SMP Negeri 2Parigi : Tahun 2011-2014

SMA Negeri 2 Parigi : Tahun 2014-2017

vi
KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini

dengan judul “Studi Literatur Gambaran Kebiasaan Menyirih Terhadap Kejadian

Penyakit Periodontal“ sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan

di Politeknik Bina Husada Kendari. Adapun maksud dan tujuan dari penulis karya

tulis ini, untuk memenuhi upaya penulis dalam mengembangkan dan

meningkatkan ilmu pengetahuan tentang materi yang sedang dipelajari.

Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang tulus dan tidak

terhingga untuk kedua orang tuaku, Ayahanda tercinta La Ode Kanande dan

Ibunda tercinta Nursiah serta keluaraga besar yang selalu memberikan dorongan

dan doa kepada penulis dalam menuntut ilmu. Oleh Karena itu, dengan tulus dan

ikhlas penulis berdoa semoga Tuhan yang Maha Esa memberikan balasan terbaik

melebihi kebaikan dan kenikmatan yang tak dapat penulis bayangkan sebagai

manusia biasa.

Ucapan terima kasih tak lupa penulis tujukan kepada :

1. Ibu Tuti Dharmawati, SE,M,Si,Ak,Qia,Ca. Selaku Ketua Badan Pembina

Yayasan Politeknik Bina Husada Kendari.

2. Bapak Dr. Muhammad Satria, SH.,M.Kn. Selaku Direktur Politeknik Bina

Husada Kendari.

3. Ibu Sernita, S.Si.,M.Si. Selaku Wadir I.

vii
4. Ibu Sri Aprilianti Idris, S.Si., M.Sc. Selaku Wadir II.

5. Bapak Muh. Azdar Setiawan, S.Farm,M,M, Apt. Selaku Wadir III.

6. Ibu Asmawati, S.ST.,M.Kes. Selaku Ketua Program Studi D-III Kesehatan

Gigi.

7. Bapak Dr. Muhammad Satria, SH.,M.Kn dan Ibu Suhikma Sofyan,

S.ST.,M.Kes selaku pembimbing I dan II atas bimbingan, arahan dan

waktu yang telah di luangkan kepada penulis untuk berdiskusi selama

menjadi dosen pembimbing dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

8. Ibu Drg. Aisyah Fachruddin, M.Kes dan Bapak Muh. Syaiful Saehu, ST.

M.Si selaku penguji I dan II.

9. Bapak/Ibu dosen dan staf tata usaha di lingkungan Kesehatan Gigi yang

telah memberikan bantuan dan kerja samanya selama penulis menempu

pendidikan di Politeknik Bina Husada Kendari.

10. Terima kasih kepada saudara saudari terbaik saya La Ode Man Sabdar,

Sitti Selvin Qadaria, La Ode Muhammad Basir, Hairin Laode, Halima

Paijon dan La Ode Muhammad Misbah Tahfiz yang telah memberikan

motivasi dan dukungan moral serta doa selama perkuliahan saya hingga

terselesainya Karya Tulis Ilmiah ini.

11. Terima kasih kepada teman sekampung saya Wa Ode Nurlaila, Wa Ode

Sinta Hasrawati, Wa Ode Faatimah, Fitri Wulandari, Desrin Wulandari,

Sitti Nurhani, Putri Jamalia yang telah memberikan bantuan selama

penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.

viii
12. Terima kasih kepada sahabat teristimewa Mahfud Jarlin, Sucianti, Sitti

Syamsinar, Tri Widyawati, Sri Kartika Ayu, Resti, Nurul Ashariah Genda,

Yusrin Saputra, dan Moh. Syahrir yang telah menjadi sahabat saya dari

awal perkuliahan hingga sekarang serta membantu dan memberikan

motivasi dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

13. Terima kasih kepada teman-teman dan rekan-rekan Mahasiswa Kesehatan

Gigi angkatan 2017 yang senasib seperjuangan yang sudah memberikan

motifasi.

14. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam

penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat saya sebutkan satu

per satu. Akhir kata, penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat

bermanfaat bagipembaca.

Akhir kata, penulis senantiasa berdoa semoga bantuan dan

bimbingan Bapak, Ibu, serta Saudara-saudari mendapat imbalan yang

berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa.

Kendari, JULI 2020

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................... iv
INTISARI ............................................................................................................ v
HALAMAN BIODATA ...................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3
E. Penjelasan Keaslian Penelitian ........................................................ 6
F. Tabel KeaslianPenelitian ................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. LandasanTeori
1. Tinjauan Tentang Menyirih ....................................................... 10
2. Tinjauan Tentang Penyakit Periodontal ..................................... 19
B. Kerangka Konsep .............................................................................. 35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................................................. 36
B. Definisi Operasional......................................................................... 36
C. Variabel Penelitian ........................................................................... 36

x
D. Instrument Penelitian ....................................................................... 36
E. Prosedur Pelaksanaan ....................................................................... 37
F. Sumber Data ..................................................................................... 37
G. Cara Analisis Data Pengumpulan Data ............................................ 38
H. Diagram Alir .................................................................................... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil .................................................................................................. 39
B. Pembahasan ...................................................................................... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ........................................................................................... 48
B. Saran ................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 49

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian………...………………………………... 6


Tabel 1.2 Penilaian Kondisi Jaringan Periodontal …………………… 32
Tabel 1.3 Skor Penilaian CPITN…………………………………….. 34
Tabel 1.4 Hasil Pembahasan………………………………………… 39

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Jaringan Periodontal ………...…………………………….. 20


Gambar 1.2 Pembagian Sextan…………………………………………. 33
Gambar 1.3 Pembagian SextanUsia 20 tahun keatas…………………… 33
Gambar 1.4 Pembagian Sextan Usia 19 tahun kebawah……………… 33
Gambar 1.5 Kerangka Konsep …………………………………………. 35

xiii
DAFTAR SINGKATAN

DNA : Deoxyribo Nucleic Acid

GFC : Gingival Crevicular Fluid

CPITN : Community Periodontal Index For Treatment Needs

WHO : World Health Organisation

Depkes : DepartemenKesehatan

KKP : KategoriKebutuhanPelayanan

EIKM : EdukasiIntruksiKesehatanMulut

SK : Skelling

PK : PerawatanKompleks

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Masyarakat di Indonesia masih banyak yang mempunyai masalah

kesehatan gigi dan mulut salah satunya penyakit periodontal. Kategori

umur 15 - 24 tahun terdapat 5.627 kasus, umur 25 - 34 tahun terdapat 6.

036 kasus, umur 35 - 44 tahun terdapat 8.065 kasus, umur 45 - 54 tahun

dengan kasus 7.523, umur 55 - 64 tahun terdapat kasus 5.120 kasus dan

pada umur 65 tahun keatas terdapat kasus 2.813. Pada kategori jenis

kelamin untuk laki-laki terdapat 14.158 kasus dan untuk perempuan

terdapat 20.853 kasus ( Riskesdas, 2018).

Kesehatan rongga mulut itu sangat penting. Cara menjaga

kesehatan mulut harus dilakukan dengan rutin dengan cara yang benar

karena mulut merupakan bagian fundamental dari kesehatan secara

menyeluruh. Jika mulut sehat maka kesehatan organ lain juga akan baik.

Salah satu penyakit yang dapat timbul jika kita tidak menjaga kesehatan

mulut yaitu penyakit periodontal yang meliputi gingivitis dan

periodontitis. Tindakan pencegahan terhadap penyakit gigi dan mulut perlu

dilakukan agar tidak terjadi gangguan fungsi, aktivitas serta penurunan

produktivitas kerja yang tentunya akan mempengaruhi kualitas hidup

(Sriyono, 2009).
Penyakit periodontal merupakan suatu bentuk peradangan pada

jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri. Untuk dapat

menimbulkan kerusakan, bakteri harus berkolonisasi pada sulkus gingiva

dengan menyerang pertahanan tubuh, merusak atau memproduksi

substansi yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan (Abdul Gani

Soulissa, 2014). Jaringan periodontal merupakan jaringan penyangga dan

pendukung gigi yang terdiri dari gingiva atau gusi, ligamentum

periodontal, cementum dan tulang alveolar (Carranza, 2012).

Faktor-faktor lain dapat mempengaruhi kesehatan jaringan

periodontal, tetapi penyebab utama penyakit periodontal yaitu

mikroorganisme yang berkoloni pada permukaan gigi, yaitu plak bakteri

dan produk-produk yang dihasilkan. Ada beberapa faktor lokal yang

bersama-sama dengan plak bakteri yang dapat menyebabkan kerusakan

pada jaringan periodontal. Selain itu, kelainan sistemik pun juga dapat

mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal (Carranza FA, 2012).

Kesehatan mulut penting bagi kesehatan dan kesejahteraan tubuh

secara umum dan sangat memengaruhi kualitas kehidupan termasuk fungsi

bicara, pengunyahan dan rasa percaya diri. Gangguan yang terjadi pada

kesehatan mulut akan berdampak pada kinerja seseorang. Masalah angka

pada penyakit gigi dan mulut yang terjadi saat ini sangat dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang terkait antara lain, faktor perilaku masyarakat yang

dijadikan sebagai suatu budaya atau kebiasaan yang salah satu contoh

adalah kebiasaan mengunyah sirih (Putri MH, dkk, 2010).

2
Di kawasan Asia Tenggara, tradisi dalam mengunyah sirih itu

sendiri sudah dimulai sejak 3.000 tahun yang lalu. Tradisi mengunyah sirih

tidak dapat dipastikan dari mana asalnya. Tidak sedikit orang yang

mengatakan bahwa dalam tradisi mengunyah sirih berasal dari Negara

India. Pendapat ini lebih didasarkan pada cerita-cerita sastra dan sejarah

lisan. Bedasarkan catatan perjalanan Marcopolo, yang dikenal sebagai

penjelajah pada abad ke-13 mencatat bahwa mayarakat di kepulauan

nusantara banyak yang makan sirih (Damyanti R, Mulyono, 2008).

Di Indonesia kebiasaan mengunyah sirih merupakan kebiasaan

yang dilakukan oleh berbagai suku di Indonesia yang terdapat dalam

jumlah yang cukup banyak di pedesaan. Kebiasaan ini merupakan

kebiasaan yang dilakukan turun temurun pada sebagian besar penduduk di

pedesaan yang mulanya berkaitan erat dengan adat kebisaan setempat.

Adat kebiasaan ini dilakukan pada saat upacara kedaerahan atau pada

acara yang bersifat ritual keagamaan (Hasibuan S, 2013).

Kebiasaan mengunyah sirih atau pada kelompok etnis Papua

disebut sebagai menginang dikenal oleh seluruh etnis Papua. Kebiasaan

mengunyah sirih tidak berbeda dengan praktek kenikmatan lain, seperti

tembakau, teh dan kopi sehingga orang yang mengunyah sirih sukar untuk

menghilangkan kebiasaan tersebut. Kebiasaan ini sudah lama dilakukan

oleh wanita maupun pria baik tua maupun muda. Kebiasaan ini kemudian

berlanjut menjadi kesenangan yang sulit untuk dilepaskan. Kebiasaan

3
mengunyah sirih pada masyarakat Papua sudah menjadi budaya yang tidak

memperhatikan umur, ras, pangkat dan golongan. Hal tersebut sudah

menjadi kebiasaan yang mengakar kuat dalam masyarakat sehingga

diharapkan dapat mempererat tali persaudaraan dalam keseharian

kehidupan masyarakat Papua (Siagian VK, 2012).

Merawat kesehatan mulut dapat dilakukan secara tradisional atau

medis. Indonesia terkenal dengan kebiasan menyirih oleh para lanjut usia

yang konon katanya baik bagi kesehatan gigi. Tetapi menyirih juga bisa

berdampak buruk bagi kesehatan gigi dan mulut jika salah dalam

menyirih. Bahan utama saat menyirih adalah daun siri.

Tanaman sirih sangat mudah ditemukan di Indonesia sehingga bagi

orang yang mempunyai kebiasaan mengunyah daun sirih atau menyirih

tidak merasa kesulitan untuk memperolehnya. Memperoleh daun sirih

dengan cara memetik dari hasil tanaman sendiri ataupun membeli di

warung-warung terdekat. Sebelum menyirih, daun sirih diramu terlebih

dahulu dengan gambir, sirih, kapur, dan tembakau. Menyirih biasanya

dilakukan setiap sehabis makan, setiap ada waktu luang, dan ada pula yang

mengunyah daun sirih saat menderita sakit gigi. Mengunyah sirih

mempunyai efek positif karena bahan yang digunakan mengandung

antiseptik yang dapat memperkuat gigi. Sirih yang dikunyah juga dapat

mengurangi bahaya karies gigi hal ini terjadi karena daun sirih mempunyai

aktifitas antioksidan (Siagian VK, 2012).

4
Menyirih merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh berbagai suku

di Indonesia. Kebiasaan menyirih dapat menyebabkan atrisi gigi, dapat

pula menyebabkan abrasi gigi dan penyakit periodontal. Tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran kebiasaan menyirih

terhadap kejadian penyakit periodontal.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul Gambaran Kebiasaan

Menyirih Terhadap Kejadian Penyakit Periodontal.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah ”Bagaimana gambaran

kebiasaan menyirih terhadap kejadian penyakit periodontal ”.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran kebiasaan menyirih terhadap kejadian

penyakit periodontal.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan masukan dan referensi bagi institusi pendidikan dan

mahasiswa lain yang membuat dan menyelesaikan penelitian dengan topik

yang sama.

5
2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Dapat memberikan informasi dan ilmu pengetahuan bagi peneliti dan

dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama

mengikuti perkuliahan.

b. Bagi Institusi

Menambah reverensi bagi institusi di Perpustakaan Politeknik Bina

Husada Kendari.

E. Penjelasan Keaslian Penelitian

Penelitian yang berjudul “Gambaran Kebiasaan Menyirih terhadap

Kejadian Penyakit Periodontal” merupakan penelitian lanjutan dari

beberapa penelitian sebelumnya.

F. Tabel Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Nama Judul Persamaan Perbedaan


Peneliti Penelitian
1. Pengaruh Budaya Pada jurnal Variabel peneletian
Makan Sirih peneltian ini ini melihat tentang
Terhadap sama-sama apakah
Sri Wahyuni Penyakit membahas mempengaruhi
Ritonga Priodontal Pada tentang kebiasaan antara variabel satu
Masyarakat Di makan sirih dengan lainnya,
Desa Tanjung terhadap penyakit sedangkan variabel
Medan periodontal yang akan diteliti
Kecamatan Bilah hanya melihat
Barat Labuhan gambaran pada

6
Batu kebiasaan menyirih
pada kejadian
penyakit periodontal
2. Hubungan Dalam jurnal Penelitian ini
Pengetahuan dan penelitian dan menjelaskan
Frekuensi penelitian yang hubungan yang lebih
Menyirih dengan dilakukan sama- spesifik yakni
Kejadian sama membahas hubungan
I Gusti Made Periodontal pada tentang kebiasaan pengetahuan dan
Geria Jelantik Lansia di Desa menyirih dan frekuensi menyirih
Laloan kejadian penyakit dengan kejadian
Kecamatan Bayan periodontal periodontal,
Kabupaten sedangkan dalam
Lombok Utara penelitian yang
Tahun 2017 diteliti menjelaskan
secara umum
3. Hubungan Status Pada jurnal Penelitian ini
Kesehatan penelitian dan mengkaji status
Periodontal penelitian yang kesehatan
Karel dengan Kebiasaan dilakukan sama- periodontal dari
Pandelaki Menyirih pada sama membahas kebiasaan menyirih,
Mahasiswa Etnis tentang kejadian sedangkan pada
Papua di Manado penyakit penelitian yang akan
periodontal dari diteliti mengkaji
kebiasaan terkait gambaran
menyirih penyakit periodontal
dari kebiasaan
menyirih
4. Hubungan Status Persamaan antara Penelitian ini
Ginggiva dengan jurnal penelitian mengkaji lebih

7
Kebiasaan dan penelitian spesifik pada salah
Cheni Hontong Menuyirih pada yang dilakukan satu penyakit
Masyarakat di yaitu salah satu periodontal yaitu
Kecamatan variabel yang status gingiva
Manganitu diteliti, kebiasaan terhadap kebiasaan
menyirih menyirih, sedangkan
penelitian yang akan
diteliti menjelaskan
gambaran kebiasaan
menyirih terhadap
kejadian penyakit
periodontal
5. Pengaruh Budaya Pada jurnal Penelitian ini
Makan Sirih penelitian dan mengkaji tentang
terhadap Status penelitian yang pengaruh yang
Kesehatan dilakukan sama- terjadi antara budaya
Murni Periodontal pada sama mengkaji makan sirih terhadap
Aritonang Masyarakat Suku tentang antara status kesehatan
Karo di Desa Tiga kebiasaan periodontal,
Juhar Kabupaten menyirih dan sedangkan pada
Deli Serdang penyakit penelitian yang
Tahun 2016 periodontal dilakukan hanya
melihat gambaran
antara kebiasaan
menyirih dan dan
status periodontal
6. Hubungan Antara jurnal Dalam jurnal
Ni Wayan Menyirih dengan penelitian dan penelitian ini
Arini Keadaan Jaringan penelitian yang mengkaji tentang
Periodontal pada dilakukan bagaimana hubungan

8
Orang yang memiliki variabel antara variabel satu
Menyirih di yang sama-sama dengan variabel
Banjar Sedana membahas lainnya, sedangkan
Mertha Kota tentang kebiasaan penelitian yang
Denpasar Tahun menyirih dan dilakukan hanya
2012 keadaan jaringan melihat bagaimana
periodontal gambaran antara
variabel satu dengan
yang lainnya
7. Pengaruh Lama Mempunyai satu Pada jurnal
dan Frekuensi
variabel yang penelitian membahas
Gabriella Wika Menyirih dengan
sama antara jurnal tentang bagaimana
Tandiarrang Terjadinya
Gingivitis pada penelitian dan pengaruh dari
Masyarakat
penelitian yang menyirih, sedangkan
Di Kabupaten
dilakukan yaitu pada penelitian yang
Toraja Utara
kebiasaan dilakukan hanya

menyirih melihat bagaimana

gambaran dari

kebiasaan menyirih

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kajian Umum Tentang Sirih (Menyirih)

a. Defenisi Menyirih

Menyirih merupakan salah satu kegiatan yang telah bersifat turun-

temurun yang berhubungan dengan upacara dan kegiatan budaya serta

sosial. Kebiasaan menyirih ini telah dimulai sejak 2000 tahun yang lalu di

daerah Asia Selatan, Asia Tenggara dan Pasifik Selatan. Kebiasaan

menyirih ini merupakan proses meramu yakni suatu campuran dari

beberapa komponen seperti pinang, sirih, kapur, dan beberapa komponen

lainnya yang kemudian dikunyah dalam beberapa menit. Kebiasaan

menyirih dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif. Dampak

positif dari kegiatan menyirih adalah mampu menghambat suatu proses

dalam pembentukan karies gigi, sedangkan dampak negatifnya adalah

timbulnya stein pada gigi yang dapat menyebabkan terjadinya gingivitis

(Tandiarang, 2015).

Kebiasaan menyirih merupakan kebiasaan yang dilakukan

masyarakat dalam proses meramu terdiri dari beberapa komponen seperti

sirih, pinang, dan kapur yang dikunyah dalam waktu beberapa menit.

Lama menyirih dapat ditentukan dengan lamanya responden melakukan

kebiasaan menyirih, dimulai sejak pertama kali sampai penelitian ini


dilakukan di Kecamatan Manganitu, yang dibagi atas tiga kategori yaitu:

< 5 tahun, 5-10 tahun, dan > 10 tahun. Frekuensi menyirih ialah jumlah

menyirih dalam sehari, dibagi atas tiga kategori yaitu: < 3 kali, 3-5 kali,

dan > 5 kali (Hontong, dkk, 2016).

Menyirih memiliki efek yang dapat timbul pada gigi, gingiva, dan

mukosa mulut. Kepercayaan tentang menyirih dapat menghindari penyakit

mulut seperti mengobati gigi yang sakit dan nafas yang tidak sedap

kemungkinan telah mendarah daging diantara para penggunanya

(Avinaninasia, 2014). Efek dari menyirih itu sendiri pada gigi dari segi

positifnya yakni menghambat proses pembentukan karies, sedangkan efek

negatif dari menyirih terhadap gigi dan gingiva dapat menyebabkan

timbulnya stein, selain itu dapat menyebabkan penyakit periodontal dan

pada mukosa mulut dapat menyebabkan timbulnya cedera pada mukosa

mulut, oral hygine yang buruk, dan dapat menyebabkan kerusakan

jaringan pada mukosa lidah (Dondy, 2009).

Menurut Damayanti (Hidayaningtias, 2008) sirih (Piper betle Linn)

merupakan salah satu tanaman tradisional yang cukup terkenal dikalangan

masyarakat Indonesia. Pemakaian dari daun sirih dapat digunakan sebagai

obat alami karena daun sirih tersebut mengandung minyak atsiri. Pada

daun sirih juga terkandung katekin dan tannin yang berperan sebagai

antiseptik yang merupakan senyawa polifenol. Diketahui keunggulan dari

katekin dan tannin yakni dapat menghambat aktivitas biologis dari

11
Streptococcus mutans sebagai bakteri dominan yang merupakan penyebab

terjadinya karies gigi.

b. Bahan yang Digunakan Untuk Menyirih

Bahan-bahan yang biasanya digunakan untuk menyirih adalah

daun sirih (Piper Betel), Kapur sirih (Kalsium Hidroksi), buah pinang

(Areca Chatechu), Tembakau (Nicotiana Tabacum)

1) Daun sirih (Piper Betel)

Daun sirih memiliki sebutan di masing-masing daerah yakni sirih

Sedah (Jawa), Seureuh (Sunda). Tanaman merambat ini bisa mencapai

tinggi 15 meter, batang berwarna cokelat kehijauan, berbentuk bulat,

beruas, dan merupakan tempat keluarnya akar. Daun tunggal berbentuk

jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling, bertangkai, dan

mengeluarkan bau yang sedap bila diremas. Panjang 5-8 cm dan lebar 2-5

cm, bunga majemuk berbentuk bulir dan terdapat daun pelindung ± 1 mm

berbentuk bulat panjang. Pada bulir jantan, panjangnya sekitar 1,5 - 3 cm

dan terdapat dua benang sari yang pendek, sedangkan pada bulir betina

panjangnya sekitar 1,5 - 6 cm terdapat kepala putik 3-5 buah berwarna

putih dan hijau kekuningan (Hidayat, 2015).

Bagian yang dimanfaatkan adalah daun. Daun sirih ini

mengandung minyak atsiri (batlephenol), kandungan minyak atsiri

terdapat fenol dan kavikol yang memiliki aktifitas antibakteri tiga kali

lebih efektif dari pada senyawa fluoride hanya berfungsi menghambat

perkembangan bakteri dan tidak memusnahkan bakteri, sedangkan fenol

12
dan kavikol dalam minyak atsiri ini memiliki sifat bakterisida yang mampu

membasmi bakteri sehingga lebih efektif dalam menjaga kesehatan gigi,

gusi dan menghilangkan bau mulut (Mutmainnah, 2013). Daun sirih ini

bisa dimanfaatkan sebagai obat untuk beberapa penyakit seperti asma,

rheumatik arthritis, sakit mata, keputihan, mimisan, dan pendarahan gusi.

Sirih berkhasiat menghilangkan bau badan yang ditimbulkan oleh bakteri

dan cendawan. Daun sirih bersifat menahan perdarahan, menyembuhkan

luka pada kulit, dan gangguan saluran pencernaan. Selain itu, daun sirih

juga bersifat mengeluarkan dahak, meluruhkan ludah, hemostatik, dan

menghentikan perdarahan. Ada pun kontraindikasi dari pemakainan daun

sirih yakni, pada penggunaan jangka lama dapat menyebabkan gigi

berwarna hitam dan tumor (karsinoma) rongga mulut (Napitupalu, 2015).

2) Buah pinang (Areca Chatechu)

Buah pinang juga memiliki efek anti bakteri. Biji buah pinang

mengandung alkaloid, seperti arekolin, arekolidine, arekain,

guvakolin,guvasine, isoguvasine, tannin, flavan, senyawa fenolik, asam

galat, getah, lignin, minyak atsiri serta garam. Alkaloida seperti arekaina

dapat mengakibatkan adiksi sehingga dapat menimbulkan sensasi tenang

saat dikunyah (Waery, 2012). Biji buah pinang mengandung

proantosianidin, yaitu suatu tannin terkondensasi yang termasuk dalam

golongan flavonoid. Proantosianidin mempunyai efek antibakteri,

antivirus, antikarsinogenik, anti-inflamasi, anti-alergi, dan vasodilatasi.

Selain itu, kapur sirih yang digunakan bersama-sama pinang dan daun sirih

13
jika digabungkan akan memiliki kandungan kalsium yang tinggi, yang

mampu mencegah proses demineralisasi gigi yang berperan untuk menjaga

keseimbangan pH (potensial hidrogen) mulut. Kebiasaan menyirih

dipercaya dapat mencegah keries gigi. Hal ini disebabkan karena adanya

pengaruh dari kandungan bahan-bahan menyirih yang membantu

mencegah karies gigi (Parianti , 2015).

3) Kapur (Kalsium Hidroksi)

Kapur sirih yang digunakan untuk bahan menyirih memiliki

kandungan kalsium yang sangat tinggi, yang mampu mencegah proses

demineralisasi gigi dan juga berperan untuk menjaga keseimbangan pH

mulut (Waery, 2012). Kapur yang digunakan dalam mengkonsumsi sirih

pinang sebenarnya mempunyai manfaat untuk kesehatan jaringan

periodontal. Meskipun demikian, produk kitin yang digunakan pada saat

menyirih berbentuk serbuk kapur yang dapat merusak jaringan

periodonsium secara mekanis dengan cara pembentukan kalkulus yang

akan menyebabkan peradangan jaringan periodontal dan kegoyangan gigi.

Kapur yang berwarna putih seperti salep yang berasal dari kerang laut atau

cangkang kerang yang telah dibakar. Hasil dari debu cangkang tersebut di

campur dengan air agar memudahkan untuk dioleskan pada daun sirih bila

di perlukan (Tandiarang, 2015).

4) Tembakau (Nicotiana Tabacum)

Tembakau adalah produk pertanian yang diproses dari daun

tanaman genus nicotiana. Tembakau dapat dikonsumsi, dipergunakan

14
sebagai obat dalam bentuk nikotin tartrat, tetapi juga dapat dipergunakan

sebagai pestisida. Penggunaan tembakau yang dikunyah ataupun yang

dikombinasi dengan pinang dan kapur banyak dijumpai di desa-desa

negara berkembang atau sebagai suatu tradisi dari suatu desa. Selama ini

pengaruh tembakau hanya dikaitkan dengan kesehatan umum saja

sedangkan di bidang kedokteran tembakau dikenal terutama karena

memberi pewarna bagi gigi yang mengganggu estetika ataupun karena

halitosis (Tumilisar, 2011).

Tembakau memiliki kandungan nikotin, minyak atsiri dan zat

warna. Nikotin merupakan bahan yang bersifat toksik dan dapat

menimbulkan ketergantungan psikis. Nikotin merupakan alkaloid alam

yang bersifat toksis, berbentuk cairan, tidak berwarna, dan mudah

menguap. Zat ini dapat berubah warna menjadi coklat dan berbau seperti

tembakau jika bersentuhan dengan udara. Nikotin berperan dalam

menghambat perlekatan dan pertumbuhan sel fibroblast ligament

periodontal, menurunkan isi protein fibroblast, serta dapat merusak sel

membran (Kusuma, 2017). Zat warna santofil (kuning), karotin (merah)

yang terdapat pada tembakau. Zat warna tersebut dapat merubah warna

ekternal gigi jika digunakan untuk menyirih (Tumilisar, 2011).

3. Proses Menyirih

Menyirih merupakan suatu proses penyirih meramu campuran

dari unsur-unsur yang terpilih yaitu daun sirih, pinang, kapur dan

tembakau, yang kemudian dibungkus dalam daun sirih setelah itu

15
dikunyah dalam waktu beberapa menit. Kebiasaan menyirih mempunyai

efek buruk pada gigi yang disebabkan karena penggunaan kapur di dalam

ramuan yang menyebabkan suasana basa di dalam mulut, sehingga dapat

terjadinya penumpukan kalkulus (Arini, 2013). Pinang yang mengandung

alkaloida seperti arekaina dapat mengakibatkan ketergantungan sehingga

dapat menimbulkan sensasi tenang saat dikunyah (Waery, 2012). Sirih

mengandung minyak atsiri, di dalam minyak atsiri mengandung fenol dan

kavikol yang memiliki sifat bakterisida yang mampu membasmi bakteri

sehingga lebih efektif dalam menjaga kesehatan gigi, gusi dan

menghilangkan bau mulut (Mutmainnah, 2013). Sehingga dengan

melakukan kebiasaan menyirih dapat merawat gigi dan mulut, akan tetapi

jika setelah menyirih tidak membersihkan gigi dan mulut maka dapat

merusak gigi, mulut dan gusi akibat dari kandungan bahan-bahan tersebut.

4. Kandungan Sirih

Ditinjau dari sisi kedokteran gigi, kebiasaan mengunyah pinang

dapat mengakibatkan penyakit periodontal. Penyebab terbentuknya

penyakit periodontal adalah kalkulus atau karang gigi akibat kurangnya

produksi saliva saat mengunyah sirih karena adanya kapur Ca(OH)2.

Gabungan kapur dengan pinang mengakibatkan timbulnya respon primer

terhadap pembentukan senyawa oksigen reaktif dan mungkin

mengakibatkan kerusakan oksidatif pada DNA (Deoxyribo Nucleic Acid)

di aspek bukal mukosa penyirih. Efek negatif adalah menyirih dapat

mengakibatkan penyakit periodontal dengan adanya cedera pada mukosa

16
mulut seperti submucous fibrosis, oral premalignant lesion dan bahkan

dapat mengakibatkan kanker mulut (Kasim dkk, 2006).

Hasil penelitian sesuai dengan pernyataan Avinaninasia (2010),

penyebab terbentuknya penyakit periodontal adalah kalkulus atau karang

gigi akibat kurangnya produksi saliva saat mengunyah sirih karena adanya

kapur Ca(OH)2. Gabungan kapur dengan pinang mengakibatkan respon

primer terhadap formasi oksigen reaktif dan mungkin mengakibatkan

kerusakan oksidatif pada DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) di bukal mukosa

penyirih. Kepercayaan bahwa mengunyah sirih dapat menghindari

penyakit mulut seperti mengobati gigi yang sakit dan nafas yang tidak

sedap kemungkinan telah mendarah daging diantara para penggunanya.

Padahal efek negatif menyirih dapat mengakibatkan penyakit periodontal

atau gusi dengan adanya cedera pada mukosa mulut seperti sub mucous

fibiosis, dan bahkan dapat mengakibatkan kanker mulut. Kanker pada

mukosa pipi dihubungkan dengan kebiasaan mengunyah campuran pinang,

daun sirih, kapur dan tembakau. Kapur yang digunakan dalam

mengonsumsi sirih pinang sebenarnya mengandung manfaat untuk

kesehatan periodontal karena mengandung zat-zat kitin yang bermanfaat

untuk kesehatan periodontal. Hal yang menjadi masalah di sini adalah

produk kitin yang digunakan dalam menginang dapat merusak periodontal

secara mekanis yaitu dalam bentuk serbuk atau bubuk kapur.

17
5. Dampak Menyirih

Menyirih memiliki efek terhadap gigi, gingiva, dan mukosa mulut.

Efek menyirih terhadap gigi dari segi positifnya adalah menghambat

proses pembentukan karies, sedangkan efek negatif dari menyirih terhadap

gigi dan gingiva dapat menyebabkan timbulnya stein, selain itu dapat

menyebabkan penyakit periodontal dan pada mukosa mulut dapat

menyebabkan timbulnya cedera pada mukosa mulut, kebersihan mulut

yang buruk, dan dapat menyebabk penyusutan pada mukosa lidah. Akibat

dari mencampur beberapa bahan yang digunakan dalam menyirih dapat

menyebabkan gigi menjadi terkikis dan berwarna kemerahan, resesi gusi

dan iritasi pada mukosa mulut (Arini, 2013).

6. Status Kesehatan Gigi dan Mulut Lansia Menyirih

Status kesehatan gigi dan mulut merupakan keadaan yang

menggambarkan kondisi kebersihan gigi dan mulut seseorang, salah satu

bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh secara

keseluruhan, perawatan gigi dan mulut diawali dengan kebersihan gigi dan

mulut (Fatima,dkk, 2013). Kebersihan gigi merupakan hal penting yang

harus dilakukan supaya kesehatan gigi tetap terjaga. Di lapangan diketahui

bahwa masyarakat kurang dalam membersihkan gigi, seperti menggosok

gigi. Mereka hanya menggosok gigi sehari dua kali ketika mandi,

menggosok gigi sudah tidak menjadi kebiasaan yang penting.Kebiasaan

menggosok gigi sudah diganti dengan kebiasaan menyirih.

18
Proses menyirih diakhiri dengan menyusur yakni menggosokkan

segumpalan campuran bahan ditambahkan dengan tembakau pada gigi

untuk meratakan hasil menyirih. Kebiasaan menyirih inilah yang diyakini

sebagai pengganti menggosok gigi karena fungsi menyirih sebagai

membersihkan gigi dan dapat memperkuat gigi. Masyarakat sudah lama

melakukan kebiasaan menyirih sejak usia masih kecil hingga sekarang ini

yang bisa dikatakan lanjut usia (lansia). Jika lansia yang menyirih tidak

membersihkan gigi, dalam waktu yang lama gigi mereka akan berubah

warna menjadi hitam. Warna gigi yang menghitam bisa menutupi adanya

karies gigi sehingga tidak tahu kalau ada keries gigi. Karies gigi bisa

semakin parah dengan adanya pengaruh dari menyirih yang memberikan

tidak sakit gigi sehingga akan memperburuk kondisi gigi yang dapat

menyebabkan gigi tanggal (Iptika, 2013).

2. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Periodontal

a. Pengertian Jaringan Periodontal

Jaringan periodontal merupakan struktur jaringan penyangga gigi

yang mengelilingi akar gigi dan melekatnya ke tulang alveolar (Putri dkk,

2011). Jaringan periodontal merupakan jaringan penyangga dan

pendukung gigi yang terdiri dari gingiva atau gusi, ligamentum

periodontal, cementum dan tulang alveolar (Carranza, 2012). Bila jaringan

periodontal tidak sehat, maka dapat menyebabkan penyakit periodontal.

Penyakit periodontal adalah penyakit gigi dan mulut kedua terbanyak

19
setelah karies gigi yang banyak diderita masyarakat di dunia, dan dialami

pula oleh hampir 90% masyarakat di Indonesia (Soeroso Y, 2014).

b. Komponen Jaringan Periodontal

Manson dan Eley (2013) menyebutkan bahwa jaringan

periodontal mempunyai 4 komponen yaitu :

1) Gingiva/gusi adalah bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi

gigi dan menutupi tulang alveolar.

2) Tulang alveolar adalah bagian tulang rahang yang menompang gigi

geligi.

3) Ligament periodontal adalah suatu ikatan dan biasanya menghubungkan

dua buah tulang yaitu akar gigi dan tulang alveolar.

4) Cementum merupakan suatu lapisan jaringan klasifikasi yang

menyelubungi dentin akar gigi yang merupakan jaringan penghubung

antara gigi dengan tulang rahang tempat tumbuhnya gigi.

Gambar 1.1 Jaringan Periodontal

20
c. Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal adalah penyakit pada jaringan pendukung

gigi yaitu jaringan gingiva, tulang alveolar, ligament periodontal dan

sementum (Putri dkk, 2011). Penyakit periodontal yaitu peradangan dan

juga perubahan resesif pada gingiva dan periodontium. Gingivitis adalah

suatu proses peradangan yang terbatas pada gingiva (tidak ada kehilangan

perlekatan). Disamping terdapat banyak kondisi gingivitis yang

ditimbulkan oleh plak, perubahan gingiva juga dideteksi selama periode

ketidakseimbangan hormonal dan penyakit sistemik, atau sebagai efek

samping obat. Jika jaringan pendukung tulang alveolar juga dipengaruhi

oleh proses inflamasi di periodontium, maka itu disebut periodontitis.

Istilah resesi atau resesi gingiva mengacu pada menurunnya gingiva atau

tulang alveolar ke arah apikal, yang biasanya terjadi pada aspek labial di

gigi yang secara klinis bebas dari peradangan (Klaus H, dkk, 2010).

Survei Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia pada tahun

2002 tentang distribusi penyakit periodontal di Rumah Sakit Gigi dan

Mulut menunjukkan bahwa periodontitis kronis menduduki urutan pertama

sebesar 89% (Prayitno, 2003). Adapun prevalensi periodontitis lanjut pada

orang dewasa di negara maju sekitar 5–15% (Prayitno, 2015). Saat ini,

penyakit periodontal banyak dijumpai pada usia muda, salah satu

penyebabnya adalah kalkulus.

Terjadinya infeksi pada gigi berawal dari ketidakseimbangan

bakteri dalam plak. Plak merupakan lapisan tipis pada permukaan gigi

21
yang berasal dari air liur dan tidak tampak oleh mata.Plak sudah terbentuk

beberapa detik setelah menyikat gigi (Carranza, 2012). Beberapa jam

kemudian sejumlah bakteri dalam mulut akan menempel pada plak, namun

hal ini bersifat normal. Bila kebersihan mulut tidak dijaga baik maka

keseimbangan bakteri plak di daerah tersebut akan terganggu, bakteri akan

berkembang biak, dan mulai tercium bau tidak sedap (halitosis) dari mulut

yang bersumber dari toksin bakteri. Plak yang tidak dibersihkan secara

rutin akan menjadi karang gigi yang semakin hari akan semakin tebal.

Kondisi ini akan menyebabkan gusi menjadi rentan terhadap peradangan

sehingga terjadi radang gusi (gingivitis). Gingivitis merupakan awal

penyakit periodontitis (Carranza, 2012).

Penyakit periodontal bersifat kronis dan tidak menimbulkan rasa

sakit hebat, atau bahkan pada kondisi dini tidak ada keluhan

apapun.Penyakit periodontal terus berlanjut, sampai suatu saat timbul

keluhan yang serius. Hal ini berarti infeksi sudah menjalar lebih luas

menjadi peradangan yang lebih kompleks, yakni periodontis (Carranza,

20012). Banyak ahli berpendapat bahwa periodontitis disebabkan trauma

oklusi. Namun ahli yang lain berpendapat bahwa periodontitis berasal dari

sebab sistemik atau berkaitan dengan penyakit sistemik, seperti Diabetes

Melitus. Diagnosis Diabetes Melitus ditegakkan berdasar pemeriksaan

kadar glukosa darah (Slots, 2010).

22
d. Klasifikasi penyakit periodontal

Penyakit periodontal merupakan penyakit umum dan tersebar luas

di masyarakat, bias menyerang anak-anak maupun orang dewasa. Penyakit

periodontal dapat diklasifikasikan menjadi gingivitis dan periodontitis.

Keradangan mengenai gingiva disebut gingivitis, dan keradangan yang

mengenai jaringan periodontal yang ditandai dengan migrasi epitel ke

apikal, kehilangan pelekatan dan puncak tulang alveolar disebut

periodontitis (Fedi, dkk, 2014)

1) Gingivitis

Gingivitis adalah inflamasi pada gingival tanpa adanya kerusakan

perlekatan epitel sebagai dasar sulkus, sehingga epitel tetap melekat pada

permukaan gigi di tempat aslinya. Gambaran klinis gingivitis umumnya

berupa jaringan gingiva berwarna merah dan lunak, mudah berdarah pada

sentuhan ringan, ada perbedaan kontur gingiva, ada plak bahkan kalkulus,

tanpa adanya kerusakan puncak alveolar yang dapat diketahui secara

radiografis. Gingivitis disebabkan oleh faktor lokal dan sistemik

(Mustaqimah Dewi Nurul, 2015).

Faktor lokal adalah plak bakteri gigi, yang menyebabkan terjadinya

gingivitis kronis sedangkan faktor sistemik adalah gingivitis yang

disebakan oleh karena penyakit sistemik. Gingivitis merupakan tahapan

awal terjadinya suatu peradangan jaringan pendukung gigi (periodontitis)

dan terjadi karena efek jangka panjang dari penumpukan plak. Gingivitis

kronis merupakan suatu kondisi yang umum. Jika di obati, maka prognosis

23
gingivitis adalah baik, namun jika tidak di obati maka gingivitis dapat

berlanjut menjadi periodontitis. Gingivitis kronis merupakan suatu

penyakit gusi yang timbul secara perlahan-lahan dalam waktu yang

lama.Penderita gingivitis jarang merasakan nyeri atau sakit sehingga hal

ini menjadi alasan utama gingivitis kronis kurang mendapat

perhatian.Rasa sakit merupakan salah satu yang membedakan antara

gingivitis kronis dengan gingivitis akut (Riyanti E, 2008).

Indeks gingival yaitu suatu penilaian untuk memeriksa status

kesehatan gusi. Indeks adalah suatu angka yang menunjukkan keadaan

klinis yang didapat pada waktu pemeriksaan, dengan cara menilai

peradangan gusi pada penilaian ke empat area permukaan gusi pada gigi

yang diperiksa.

2) Periodontitis

Periodontitis adalah peradangan yang mengenai jaringan

pendukung gigi, disebabkan oleh mikroorganisme spesifik yang dapat

menyebabkan kerusakan pada ligament periodontal, tulang alveolar

disertai pembentukan poket, resesi atau keduanya. Periodontitis

berdasarkan gejala klinis gambaran radiografis diklasifikasikan menjadi

periodontitis kronis dan periodontitis agresif. Periodontitis kronis

merupakan penyakit yang bekerja secara lambat. Penyakit ini disebabkan

oleh faktor lokal dan sistemik. Walaupun periodontitis kronis merupakan

penyakit yang paling sering diamati pada orang dewasa, periodontitis

24
kronis dapat terjadi pada anak-anak dan remaja sebagai respon terhadap

akumulasi plak dan kalkulus secara kronis (Newman MG, 2008).

e. Faktor Penyebab

Penyebab penyakit periodontal dengan kesetaraan dan keterkaitan

erat antara faktor lokal, pekerjaan lingkungan, merokok, jenis kelamin,

stress dan psikososial. Selain itu tingkat pendidikan dan sosial ekonomi

yang rendah dapat mengakibatkan kurangnya kesadaran akan pentingnya

kebersihan rongga mulut, sehingga hal ini menjadi kendala dalam usaha

peningkatan kesehatan gigi dan mulut (Putri MH, dkk, 2014).

1) Faktor Utama

a) Plak

Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada

permukaan gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak jika

seseorang melalaikan kebersihan gigi dan mulutnya. Faktor lokal yang

sering disebut sebagai faktor etiologi dalam penyakit periodontal, antara

lain adalah bakteri dalam plak, kalkulus, materi alba, dan debris makanan.

Di antara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah plak gigi. Semua

faktor lokal tersebut diakibatkan karena kurangnya memelihara kebersihan

gigi dan mulut (Putri MH, dkk, 2014).

Putri MH, dkk (2014) mengadakan penelitian mengenai proses

terjadinya gingivitis pada pasien-pasien dengan gingiva sehat. Mereka

meminta para pasien ini mengabaikan kebersihan gigi dan mulut dan

meneliti perubahan-perubahan yang terjadi pada mikroflora plak.

25
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara plak dan

gingivitis. Gejala klinis gingivitis mulai terlihat 10-21 hari setelah

prosedur pembersihan mulut dihentikan.

Secara klinis juga terbukti bahwa mulut yang berpenyakit

periodontal selalu memperlihatkan adanya penimbunan plak yang jauh

lebih banyak dari mulut yang sehat. Dengan penelitian kuantitatif

ditunjukkan bahwa jumlah plak dalam kalkulus di dalam mulut yang

berpenyakit periodontal adalah kurang dari 10 kali lebih banyak daripada

di dalam mulut yang sehat (Putri MH, dkk, 2009).

b) Kalkulus

Kalkulus merupakan suatu massa yang mengalami kalsifikasi yang

terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi. Kalkulus merupakan plak

terkalsifikasi. Jenis kalkulus di klasifikasikan sebagai supragingiva dan

subgingiva berdasarkan relasinya dengan gingival margin. Kalkulus

supragingiva adalah kalkulus yang melekat pada permukaan mahkota gigi

mulai dari puncak gingival margin dan dapat dilihat. Kalkulus ini

berwarna putih kekuning-kuningan atau bahkan kecoklat-coklatan.

Konsistensi kalkulus ini seperti batu tanah liat dan mudah dilepaskan dari

permukaan gigi. Pembentukan kalkulus tidak hanya dipengaruhi oleh

jumlah plak di dalam mulut, tetapi juga dipengaruhi oleh saliva (Newman

MG, 2014).

Kalkulus subgingival adalah kalkulus yang berada dibawah batas

gingival margin, biasanya pada daerah saku gusi dan tidak dapat terlihat

26
pada waktu pemeriksaan. Untuk menentukan lokasi dan perluasannya

harus dilakukan probing dengan eksplorer, biasanya padat dan keras,

warna coklat tua atau hijau kehitam-hitaman, konsistensinya seperti kepala

korek api dan melekat erat ke permukaan gigi (Rahardjo A, 2012).

Kalkulus tidak berpengaruh langsung terhadap penyakit

periodontal, tetapi karena kalkulus terbentuk dari plak gigi yang

termineralisasi akibat pengaruh komponen saliva, maka secara tidak

langsung kalkulus juga dianggap sebagai penyebab keradangan gusi atau

gingivitis. Plak gigi dan kalkulus berhubungan erat dengan keradangan

gusi. Bila tidak dilakukan perawatan, radang gusi tersebut akan

berkembang menjadi periodontitis atau keradangan tulang penyangga gigi

yang akan mengakibatkan gigi goyang dan lepas sendiri (Carranza, 2012).

Namun tidak setiap gingivitis berkembang menjadi periodontitis. Penyakit

periodontal bersifat kronis dan destruktif tetapi umumnya penderita tidak

mengetahui adanya kelainan dan datang sudah dalam keadaan lanjut dan

sukar disembuhkan (Rahardjo A, 2012).

2) Faktor Genetik

Telah banyak diketahui bahwa kerentanan terhadap penyakit

periodontal berbeda antara kelompok ras atau etnis tertentu misalnya di

Amerika, orang Afrika-Amerika memiliki lebih banyak penyakit

periodontal dari pada orang ras Kaukasian meskipun perbedaan ini bisa

disebabkan dari faktor lingkungan, namun hal ini bisa disebabkan

perbedaan susunan genetik dari ras atau etnis tertentu (Rahardjo A, 2012).

27
Proses terjadinya periodontitis berhubungan didalam satu keluarga. Dasar

dari persamaan ini baik karena memiliki lingkungan atau gen yang sama

atau keduaya telah diteliti dalam beberapa penelitian. Dan didapatkan

kesimpulanbahwa selain pada susunan genetik yang sama, persamaan

dalam kelunelitian ini, kaitannya dengan jaringan periodontal tidak bisa

ditolak (Rahardjo A, 2012).

3) Usia

Dari beberapa penelitian yang dilakukan, mengenai perbandingan

perkembangan gingivitis antara orang dewasa dan orang tua menunjukkan

perkembangan gingivitis lebih cepat pada kelompok orang tua (65-80

tahun) menunjukkan terjadi penyusutan jaringan ikat, terjadi peningkatan

aliran Gingival Crevicular Fluid (GCF) dan terjadi peningkatan gingival

indeks (Manson JD, 2013).

Seiring dengan pertambahan usia, gigi geligi menjadi memanjang

hal ini menunjukkan bahwa usia dipastikan berhubungan dengan hilangnya

perlekatan pada jaringan ikat. Namun, penelitian ini juga menunjukkan

bahwa pada gigi geligi yang memanjang sangat berpotensi mengalami

kerusakan. Kerusakan ini meliputi periodontitis, trauma mekanik yang

kronis yang disebabkan cara menyikat gigi, dan kerusakan dari faktor

iatrogenik yang disebabkan oleh restorasi yang kurang baik atau perawatan

scalling and root planning yang berulang-ulang (Manson JD, 2013).

28
f. Tanda dan Gejala Penyakit Periodontal

Pada umumnya, penyakit periodontal diklasifikasikan menjadi

gingivitis dan periodontitis (Cotti Elisabetta, dkk, 2010) :

1) Tanda dan gejala pada gingivitis yaitu, gingiva mudah berdarah saat

menyikat gigi, gingiva mengalami inflamasi dan peka jika disentuh,

gingiva bengkak, gingiva berwarna kemerahan, kemungkinan napas

berbau dan mulut terasa tidak enak.

2) Periodontitis

Periodontitis terbagi menjadi 3 tahap, yaitu early periodontitis,

moderate periodontitis, dan advanced periodontitis :

a) Early periodontitis gejalanya yaitu, mulai terlepasnya gingiva dari

permukaan gigi, perdarahan, pembengkakan dan inflamasi mulai terlihat,

napas berbau, rasa tidak enak dalam mulut, hilangnya sedikit perlekatan

tulang, terbentuk poket sedalam 3-4 mm antara gigi dan gingiva pada satu

daerah atau lebih.

b) Moderate periodontitis gejalanya yaitu, abses pada gingiva mulai

terbentuk, gigi terlihat lebih panjang akibat gingiva yang mulai mengalami

resesi, gigi depan mulai bergeser, napas berbau, rasa tidak enak dalam

mulut, poket antara gigi dan gingiva kira-kira sedalam 4-6 mm.

c) Advanced periodontitis gejalanya yaitu, gigi goyang bahkan

tanggal, napas berbau, rasa tidak enak dalam mulut yang menetap, akar

gigi terbuka dan sensitif terhadap panas dan dingin, poket antara gigi dan

gingiva telah mencapai kedalaman 6 mm.

29
Gambaran radiografis penyakit periodontal tergantung pada tingkat

keparahan penyakit dan sesuai dengan tahapan penyakit periodontal, yaitu

pada tahap early periodontitis terlihat terjadi sedikit kerusakan tulang

periodontal secara horizontal, pada tahap moderate periodontitis terlihat

terjadi kerusakan tulang periodontal secara horizontal dan angular, sedang

pada tahap advanced periodontitis terlihat terjadi kerusakan tulang

periodontal yang parah secara horizontal dan angular (Cotti Elisabetta,

dkk, 2010).

g. Community Periodontal Index for Treatment Needs (CPITN)

Community Periodontal Index for Treatment Needs (CPITN)

adalah indeks resmi yang dipergunakan WHO untuk mengukur kondisi

jaringan periodontal serta perkiraan akan kebutuhan perawatan dengan

menggunakan sonde khusus. Community Periodontal Index for Treatment

Needs diterima sebagai indeks resmi pada World Dental Conggres dari

kedokteran gigi internasional di Rio de Janeioro pada bulan September

tahun 1981, dan WHO probe digunakan sebagai alat resmi untuk

pengukuran CPITN (Tedjasulaksana, 2012)

Tujuan CPITN menurut Tedjasulaksana (2012) adalah :

1) Untuk mendapatkan data tentang status periodontal masyarakat.

2) Untuk merencanakan program kegiatan penuyuluhan.

3) Untuk menentukan kebutuhan perawatan yang meliputi jenis tindakan,

besar beban kerja dan kebutuhan tenaga.

4) Memantau kemajuan kondisi periodontal individu.

30
Kedalaman pocket ditentukan atau diukur dengan menggunakan

probe sonde dengan melihat warna pada ujung probe berjarak 3,5 mm dari

ujung sampai 5,5 mm. Pada ujung probe terdapat bola keci berdiameter 0,5

mm sehingga mudah mendeteksi adanya subgingival kalkulus. Bentuknya

tipis, ringan dan nada bolanya, untuk mengurangi kesalahan dalam

menentukan dasar pocket, juga mengurangi tendensi salah hitung. Fungsi

sonde khusus ini adalah untuk melihat adanya perdarahan, sebagai sensing

instrument akan adanya karang gigi, dan juga untuk melihat dalamnya

pocket. Kedalaman pocket 4-5 mm maka hanya sebagian warna hitam

yang masih terlihat dan untuk pocket dengan kedalaman lebih dari 6 mm

maka seluruh bagian sonde yang berwarna hitam tidak akan

terlihat/tampak.

Cara penggunaanya yaitu tanpa rasa sakit ujung sonde yang

berbentuk bola dimasukan di daerah distal ke saku gusi kemudian

mengikuti bentuk anatomi dari permukaan akar gigi. Probe sonde

digerakan kearah mesial pada permukaan bukal atau lingual.Tekanan yang

diberikan tidak boleh lebih dari 25 gram, tekanan yang lebih besar dapat

menimbulkan rasa sakit. Sebagai patokan untuk megukur tekanan tersebut

ujung probe dimasukkan di bawah kuku ibu jari tangan dengan tidak ada

rasa sakit (Tedjasulaksana, 2012).

31
Tabel 1.2 Penilaian Atas Kondisi Jaringan Periodontal

Nilai/skor Kondisi Jaringan Periodontal Keterangan

0 Sehat Periodontal sehat, tidak

ada perdarahan, karang

gigi maupun pocket

1 Perdarahan pada gusi perdarahan tampak

secara langsung,

dengan kaca mulut

setelah selesai perabaan

dengan sonde

2 Ada karang gigi subgingival Perdarahan dengan

sonde terasa kasar

karena adanya karang

gigi

3 Pocket dangkal (3,5-5 mm) Sebagian warna hitam

pada sonde masih

terlihat dan tepi gusi

terletak pada daerah

hitam

4 Pocket dalam( lebih dari 6 Seluruh warna hitam

32
mm) pada sonde tidak

terlihat

X Tidak ada gigi indeks Tidak ada gigi indeks

Untuk penilaian CPITN gigi-gigi rahang atas dan rahang

bawahdibagi menjadi menjadi enam sextan, yaitu :

I II III

18 17 16 15 14 13 12 11 21 22 23 24 25 26 27

48 47 46 45 44 43 42 41 31 32 33 34 35 36 37
VI V IV

Gambar 1.2 Pembagian Sextan

Suatu sextan hanya diperiksa bila sextan tersebut terdapat dua

gigi atau lebih dan tidak terindikasi cabut. Suatu sextan yang hanya

terdapat satu gigi saja maka gigi tersebut dimasukan ke sextan sebelahnya,

dengan demikian pada sextan tersebut tidak diberi nilai. Keadaan terparah

ataupun nilai/skor tertinggi yang dicatat pada suatu sextan. Gigi indeks

yang di periksa pada CPITN yaitu :

a) Usia 20 tahun ke atas

17 16 11 21 26 27
47 46 41 31 36 37

Gambar 1.3 Pembagian sextan usia 20 tahun ke atas

b) Untuk usia dibawah 19 tahun ke bawah

33
16 11 21 26
46 41 31 36

Gambar 1.4 Pembagian sextan usia 19 tahun ke bawah

Bila dalam suatu sextan tidak terdapat gigi index, maka semua gigi

yang terdapat dalam sextan tersebut diperiksa dan dinilai, ambil yang

terparah yaitu yang mempunyai skor tertinggi. Untuk usia< 19 tahun gigi

M2 tidak perlu diperiksakan untuk menghindari adanya false pocket (poket

palsu). Begitu juga anak < 15 tahun, pencatatan hanya perlu untuk

mengetahui ada atau tidaknya karang gigi dan perdarahan saja. Jika tidak

ada gigi indeks atau pengganti dalam satu sextan, maka sextan diberi tanda

(X) (Tedjasulaksana, 2012).

Kategori kebutuhan pelayanan pada pengukuran status kesehatan

jaringan periodontal yaitu :

Tabel 1.3 Skor Penilaian CPITN

Skor Kriteria Kebutuhan perawatan Tenaga

0 Sehat - -

1 Perdarahan EIKM Guru/Prg

2 Karang gigi EIKM + SK Prg/drg

3 Pocket dangkal EIKM + SK Prg/drg

4 Pocket dalam EIKM + PK Drg

34
Keterangan :

EIKM : Edukasi Intruksi Kesehatan Mulut

SK : Skelling

PK : Perawatan Kompleks

B. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat


Kebiasaan Menyirih Kejadian Penyakit Periodontal

X Y

Gambar 1.5 Kerangka Konsep

35
36
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah telaah pustaka (literature review). Penelitian

kepustakaan yang dimaksud adalah penelitian yang dilakukan hanya

berdasarkan atas karya tertulis, termasuk hasil penelitian baik yang telah

maupun yang belum dipublikasikan (Embun, 2012).

B. Definisi Operasional Variabel

1. Menyirih merupakan proses meramu yakni suatu campuran dari

beberapa komponen seperti pinang, sirih, kapur, dan beberapa komponen

lainnya yang kemudian dikunyah secara bersamaan dalam beberapa menit.

2. Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan

pendukung gigi yang meliputi, gusi/ginggiva, serta jaringan periodontal,

yakni jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang penyangga

gigi yaitu tulang alveolar.

C. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini meliputi satu variabel bebas, yaitu kebiasaan

menyirih, dan satu variabel terikat yaitu kejadian penyakit periodontal.

D. Instrumen/ Alat Ukur Penelitian

Instrument merupakan alat yang dikumpulkan untuk melakukan

penelitian.Adapun instrument dalam penelitian ini adalah Note Book

(NB), aplikasi google scholar dan alat tulis.


E. Prosedur Pelaksanaan

Prosedur pelaksanaan penelitian ini yaitu:

1. Mendaftar semua variabel yang perlu diteliti.

2. Mencari data di google scholar untuk mencari jurnal yang akan

direview.

3. Memilih bahan-bahan yang diperlukan dari sumber-sumber yang

tersedia.

4. Mencari jurnal-jurnal dan buku-buku yang dapat membantu untuk

mendapatkan bahan-bahan yang relavan dengan masalah yang diteliti.

5. Menganalisis bahan bahan yang diperoleh.

6. Penulisan hasil akhir.

F. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

yang diperoleh bukan dari pengamatan langsung, akan tetapi dari hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Sumber data

sekunder yang didapat berupa jurnal yang relevan dengan topik dilakukan

penelusuran menggunakan aplikasi Google Scholar, dimana artikel yang

ditemukan dibaca dengan cermat untuk melihat apakah artikel memenuhi

kriteria inklusi untuk dijadikan sebagai literatur dalam penulisan literature

review.

38
G. Cara Analisis Data Pengumpulan Data

Analisis data mengguna kan metode naratif dengan mengelompokkan

data-data hasil ekstraksi yang sejenis dengan hasil yang di ukur untuk

menjawab tujuan. Jurnal yang sesuai dengan judul penelitian, maka

dikumpulkan dan dibuat ringkasan jurnal meliputi nama peneliti, tahun

terbit, judul peneliti dan ringkasan hasil atau temuan.

H. Diagram Alir

Secara sistematis langkah-langkah dalam menulis penelitian seperti

gambar berikit ini :

Hubungan Kebiasaan Menyirih Terhadap


Terjadinya Penyakit Periodontal

Kajian teori

Studi literatur

Analisis Data

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

39
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan hasil penelusuran literatur melalui database google

scholar diperoleh 7 jurnal yang memenuhi kriteria inklusi, untuk lebih

jelasnya jurnal tersebut diuraikan pada tabel 1.4 berikut :

No Nama Nama Judul Metode Hasil Penelitian


Peneliti/ Jurnal, Penelitian Penelitian
Tahun Volume,
Nomor
1. Sri Wahyuni Jurnal B- Pengaruh Jenis Hasil penelitian
Ritonga/ Dent, Budaya Makan penelitian menunjukkan terdapat
2017 Volume 4, Sirih Terhadap yang hubungan frekuensi
Nomor 1 Penyakit digunakan menyirih perhari terhadap
Periodontal adalah survey penyakit periodontitis,
Pada dengan p=0,027, terdapat
Masyarakat Di pendekatan hubungan waktu menyirih
Desa Tanjung cross per hari terhadap penyakit
Medan sectional periodontitis p=0,017,
Kecamatan study terdapat hubungan yang
Bilah Barat bermakna komposisi
Labuhan Batu menyirih terhadap
penyakit periodontitis,
p=0,001
2. I Gusti Made Media Bina Hubungan Jenis Frekuensi menyirih
Geria Ilmiah, Pengetahuan penelitian dengan kejadian
Jelantik/ Volume 12, dan Frekuensi analitik periodontal dari total
2018 Nomor 10 Menyirih observasional sampel 54 (100%)
dengan Kejadian dengan Frekuensi menyiirih jarang
Periodontal pada pendekatan dengan kejadian
Lansia di Desa crossectional periodontal sehat sebanyak
Laloan 10 (18,5%). Frekuensi
Kecamatan menyirih sering dengan
Bayan kejadianperiodontal parah
Kabupaten sebanyak 11 (20,3%). Dan
Lombok Utara frekuensi menyirih terlalu
Tahun 2017 sering dengan kejadian
periodontal parah
sebanyak 1 (1,8%) dan
sangat parah 32 (59,2%)
jumlah 33 (61,2%).
Dimana paling banyak
adalah frakuensi menyirih
kurang (terlalu sering)
dengan kejadian
periodontal sangat parah.
Berdasarkan hasil uji
statistic menggunakan uji
kendall tawu di dapatkan
nilai p = 0,000 lebih kecil
dari alpa (α = 0,05)
sehingga dapat dikatakan
ada hubunganpengetahuan
dan frekuensi menyirih
dengan kejadian
periodontal.
3. Cheni Jurnal e-GiGi Hubungan Jenis Berdasarkan hasil
Hontong/ (eG), Volume Status Ginggiva penelitian ini penelitian terdapat
2016 4 Nomor 2 dengan yaitu hubungan bermakna antara
Kebiasaan frekuensi menyirih dengan
deskriptif-
Menuyirih pada status gingiva. Responden
Masyarakat di analitik yang memiliki kebiasaan
Kecamatan menggunaka menyirih lebih dari 10
Manganitu n teknik tahun memiliki status
purposive gingiva yang berat 15
sampling. responden (38,5%), sedang
sebanyak (0%), dan ringan
sebanyak (0%).
Responden yang menyirih
5-10 tahun memiliki
status gingiva berat
sebanyak 2 responden
(5,1%), sedang sebanyak
11 responden (28,2%), dan
ringan sebanyak 6
responden (15,4%).

41
Responden yang menyirih
<5 tahun memiliki status
gingiva berat sebanyak
(0%), sedang sebanyak 2
responden (5,1%), dan
ringan sebanyak 3
responden (7,7%).
Berdasarkan analisis
dengan Chi-square
diperoleh hasil p=0,000
(p<0,005) yang artinya
terdapat hubungan
bermakna antara lama
menyirih dengan status
gingival.
4. Ni Wayan Jurnal Hubungan Jenis Berdasarkan hasil
Arini/ 2013 Kesehatan Menyirih penelitian penelitian terhadap 20
Gigi, Volume dengan Keadaan menggunaka responden yang menyirih
1, Nomor 2 Jaringan n deskriptif di Banjar Sedana Mertha
Periodontal pada dengan Kota Denpasar tahun 2012
Orang yang pendekatan ditemukan bahwa sebagian
Menyirih di cross besar perempuan yang
Banjar Sedana sectional menyirih sebanyak 70%.
Mertha Kota Skor tertinggi Poket
Denpasar Tahun dangkal terdapat sebanyak
2012 14 responden (70%) ,
poket dalam lima
responden (25o/o) dan
karang gigi satu responden
(5%). Hasil analisis Uji
Pearson diperoleh nilai r:
0.669 dan nilai p : 0,001'
Hal ini menunjukkan
bahwa ada hubungan yang
signifikan antara lama
kebiasaan menyirih
dengan keadaan jaringan
periodontal.
5. Murni Jurnal Pengaruh Jenis Hasil analisis
Aritonang/ Maternitas Budaya Makan penelitian menunjukkan bahwa dari
2019 Kebidanan, Sirih terhadap deskriptif 45 orang responden
Volume 4, Status dengan dengan nilai makan sirih
Nomor 1 Kesehatan pendekatan yang lengkap terdapat 28
Periodontal pada cross (62,2%) yang mengalami
Masyarakat sectional status kesehatan
Suku Karo di periodontal kurang baik

42
Desa Tiga Juhar dan 17 orang (37,8%)
Kabupaten Deli dengan status kesehatan
Serdang Tahun periodontal yang baik.
2016 sedangkan dari 43 orang
responden dengan tradisi
makan sirih yang tidak
lengkap terdapat 15
(38,5%) yang mengalami
status kesehatan
periodontal kurang baik
dan 24 orang (61,5%)
dengan status kesehatan
periodontal yang baik. Hal
ini berarti bahwa
kebiasaan mengunyah sirih
pada masyarakat Karo
suda menjadi budaya yang
tidak memperhatikan
umur, ras, pangkat dan
golongan. Hal tersebut
sudah menjadi kebiasaan
yang mengakar kuat dalam
masyarakat sehingga
diharapkan dapat
mempererat tali
persaudaraan dalam
keseharian kehidupan
masyarakat Karo.
6. Christina Kesehatan Memprediksi Jenis Dari 100 responden
Ngadilah/ Lingkungan Kebiasaan penelitian terdapat adanya hubungan
2019 &Penyakit Mengonsumsi kuantitatif antara perilaku
Tropis Sirih Pinang dan observasional mengonsumsi siirh pinang
Pengaruhnya -analitik dengan penyakit
Terhadap dengan disain periodontal. Kelompok
Kerusakan cross umur yang paling banyak
Jaringan sectional mengkonsumsi sirih
Periodontal pinang adalah 41-50 tahun
sebanyak 50%.
7. Karel E-Journal Hubungan Jenis Hasil penelitian
Pandelaki/ UNSRAT Status penelitian menunjukkan bahawa
Kesehatan menggunaka status kesehatan
Periodontal n deskriptif periodontal mahasiswa
dengan analitik etnis Papua di Manado
Kebiasaan dengan yang memiliki kebiasaan
Menyirih pada pendekatan menyirih termasuk buruk
Mahasiswa cross sectiona sebanyak 32 orang

43
Etnis Papua di l study (76,2%) dan sangat buruk
Manado sebanyak 10 orang
(23,8%). Dalam penelitian
ini tidak di temukan
responden yang memiliki
status kesehatan
periodontalnya baik yang
berarti seluruh responden
menderita penyakit
periodontal akibat
menyirih. Hal yang sama
terjadi pada pada
penelitian Jul Asdar Putra
Samura pada masyarakat
suku Karo yang juga
memiliki kebiasaan
menyirih.

44
B. Pembahasan

Salah satu penyebab faktor penyebab masalah kesehatan gigi dan mulut

ialah faktor perilaku masyarakat yang dijadikan suatu budaya atau kebiasaan.

Menyirih merupakan kebiasaan yang masih dilakukan oleh masyarakat hingga

saat ini. Efek kebiasaan menyirih berpengaruh terhadap gigi, gingiva dan mukosa

mulut. Penyakit periodontal memiliki prevelensi cukup tinggi dimasyarakat.

Mekanisme pembentukkan penyakit periodontal pertama kalinya yaitu

terbentuknya plak sehingga terjadi pengeluaran produk bakteri plak dan

menyebabkan epitel cekat lepas.

Penelitian yang dilakukan Cristina Ngadillah dengan judul (2019) “

Memprediksi Kebiasaan Mengonsumsi Sirih Pinang dan Pengaruhnya terhadap

Kerusakan Jaringan Periodontal “, dengan hasil yang signifikan bahwa adanya

pengaruh antara mengonsumsi sirih pinang terhadap kerusakan jaringan

periodontal. Pengetahuan masyarakat yang minim terhadap kesehatan gigi

menjadi faktor utama dalam kejadian ini. Tidak terlepas pula dari perilaku

kebiasaan budaya yang masih melekat erat pada masyarakat pengonsumsi sirih

pinang tersebut. Terdapat adanya hubungan yang kuat antara kontrol perilaku

dengan perilaku mengkonsumsi sirih pinang, namun dalam hasil penelitian ini

tidak ada hubungan antara kelompok umur maupun jenis kelamin dengan

banyaknya mengonsumsi sirih pinang.

I Gusti Made Geria Jelantik dengan judul penelitian “ Hubungan penelitian

frekuensi menyirih dengan kejadian periodontal pada lansia desa Loloan

45
Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Utara Tahun 2017” yakni kepercayaan

masyarakat di desa tersebut tentang menyirih dapat memperkuat gigi dan

menghindari penyakit mulut seperti mengobati gigi yang sakit dan nafas yang

tidak sedap telah mendarah daging diantara para penggunanya. Hasil frekuensi

menyirih dengan kejadian periodontal dari total sampel 54 periodontal sehat

sebanyak 10 frekuensi menyirih sering dengan kejadian periodontal parah

sebanyak 11 dan frekuensi menyirih terlalu sering dengan kejadian periodontal

parah sebanyak 1 dan sangat parah 32, jumlah 33. Hal ini menunjukkan bahwa

banyaknya jumlah frekuensi menyirih terhadap kejadian periodontal sangat

berpengaruh.

Hal ini sejalan dengan penelitian Sri Wahyuni Ritongga pada tahun 2017

dengan judul “ Pengaruh Budaya Makan Sirih terhadap Penyakit Periodontal pada

Masyarakat di Desa Tanjung Medan Kecamatan Bilah Barat Labuhan Batu”

dengan hasil penelitian adanya hubungan frekuensi menyirih terhadap terjadinya

kerusakan periodontal. Hubungan lama mengunyah sirih dengan penyakit

periodontal mengalami gingivitis dan periodontitis.Maka dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara waktu mengunyah sirih terhadap

penyakit periodontal. Penelitian Cheny Hontong dengan judul “ Hubungan Status

Gingiva dengan Kebiasaan Menyirih pada Masyarakat di Kecamatan Manganitu”

mempunyai presepsi hasil penelitan yang sama yakni berdasarkan lama kebiasaan

menyirih, frekuensi lama waktu menyirih dalam sehari merupakan hubungan

terhadap status kesehatan periodontal atau terjadinya penyakit periodontal akibat

dari kebiasaan menyirih.

46
Dalam beberapa penelitian sebagian besar frekuensi penyirih berada pada

kalangan perempuan. Hal tersebut dikemukakan pada penelitian Ni Wayan Arini

dengan judul “ Hubungan Menyirih dengan Keadaan Jaringan Periodontal pada

Orang yang Menyirih di Banjar Sedana Mertha Kota Denpasar Tahun 2012”. Pada

kalangan perempuan hal ini sudah menjadi hal yang lumrah yang merupakan

kebiasaan, berbeda dengan kaum pria yang sudah mengganti kebiasaan menyirih

dengan merokok. Kepercayaan bahwa mengunyah sirih dapat menghindari

penyakit mulut seperti mengobati gigi yang sakit dan nafas yang tak sedap

kemungkinan telah mendarah daging diantara para penggunya. Padahal efek

negatif dari menyirih dapat mengakibatkan penyakit periodontal atau gusi dengan

adanya kelainan pada mukosa mulut.

Adapun dari beberapa penelitian, ada penelitian yang terdapat pengaruh

atau hubungan dan begitupun sebaliknya. Di kutip dari penelitian dengan judul “

Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal pada

Masyarakat Suku Karo di Desa Tiga Juhar Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016”

yang dikemukakan oleh Murni Aritonang dengan hasil penelitian bahwa tradisi

makan sirih tidak berpengaruh secara signifikan terhadap status kesehatan

periodontal. Kebiasaan makan sirih pada suku Karo ini merupakan adat kebiasaan

setempat yang dilakukan pada saat acara yang sifatnya ritual. Hal ini sejalan

dengan penelitian Karel Pandelaki dengan judul “ Hubungan Status Kesehatan

Periodontal dengan Kebiasaan Menyirih pada Mahasiswa Etnis Papua Di

Manado”. Hubungan lama waktu yang dibutuhkan untuk mengunyah sirih dalam

sekali menyirih (menit) dengan status kesehatan periodontal diperoleh dengan

47
hasil tidak terdapat hubungan atau pengaruh yang signifikan antara frekuensi

waktu yang dibutuhkan untuk mengunyah sirih dalam sekali menyirih dengan

status kesehatan periodontal.

48
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil literature review maka penulis dapat menarik

kesimpulan bahwa gambaran kebiasaan menyirih terhadap terjadinya

penyakit periodontal berada pada kategori buruk. Pengaruh frekuensi,

waktu dan komposisi makan sirih menjadi salah satu faktor yang

menyebabkan terjadinya penyakit periodontal, yakni semakin lama dan

banyak komposisi yang digunakan maka semakin berat penyakit

periodontal yang dialami.

B. Saran

Masyarakat perlu diberikan edukasi tentang pentingnya menjaga

kesehatan rongga mulut dengan menyikat gigi dua kali sehari, kontrol pada

dokter gigi minimal 6 bulan sekali dan mengubah kebiasaan buruk yang

dapat menyebabkan masalah gigi dan mulut seperti kebiasaan menyirih.


DAFTAR PUSTAKA

Carranza, F.A. 2012, Glickman’s Clinical Periodontology 11 th ed. St Louis,


Missouri, Elsevier Saunders.

Cheny H, Christy N.M, Kustina Z. 2016. Hubungan Status Gingiva dengan


kebiasaan menyirih pada masyarakat di Kecamatan Manganitu.Jurnal e-
Gigi (eG).Volume 4 Nomor 2, Juli-Desember 2016.

Cotti Elisabetta,m Dessi Cristina, Piras Alessandra, Mercuro Guiseppe. Can a


chronic dental infection be considered a cause of cardiovasculer disease?
A Review of The Literature. International Journal of Cardiology. 2010.

Cristina N, Leni M.P. 2019.Memprediksi Kebiasaan Mengkonsumsi Sirih Pinang Dan


Pengaruhnya Terhadap Kerusakan Jaringan Periodontal. Jurnal Kesehatan Gigi
Poltekes Kemenkes Kupang :16-26.

Damayanti, R. M dan Mulyono.2008, Khasiat dan Manfaat Daun Sirih; Obat


Mujarab dari Masa ke Masa. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Dame RM, Vonny NSW, Supit A. 2012, Journal.Gambaran kebiasaan menyirih


dan lesi mukosa mulut pada mahasiswa Papua di Manado.E-Gigi J Ilmu
kedokteran Gigi.1(2).h. 1-3.

Dondy,2009.Kebiasaan menyirih terhadap jaringan periodontal.


http://drgdondy.blogspot.com/. Diakses 13 Januari 2020.

Eley, B.M., Soory, M., Manson, J.D. 2013, Periodontics. Sixth Ed. Singapura,
Elsevier.

Hasibuan S, Permana G, Aliah S. 2013, Mukosa mulut yang dihubungkan dengan


kebiasaan menyirih dikalangan penduduk Tanah Karo Sumatera Utara.

Hontong, C., Mintjelungan, C.N., Zuliari, K., 2016, Hubungan Status Gingiva
dengan Kebiasaan Menyirih pada Masyarakat di Kecamatan Manganitu,
Jurnal e-GiGi,4 (2): 216-220.

I Gusti M.G.R., Putri E.M. 2018.Hubungan Pengetahuan dan Frekuensi Menyirih


dengan Kejadian Periodontal pada Lansia di Desa Laloan Kecamatan
Bayan Kabupaten Lombok Utara Tahun 2017.Open Journal Systems.
Vol.12, No.10 Mei 2018.
Iptika, 2013.Pengaruh Kebiasaan Menyirih Terhadap Proses Terjadinya Resesi
Gingiva pada Masyarakat di Kabupaten Tanah Toraja.Skripsi FKG
UNHAS

Manson JD, Eley BM, 2013. Buku ajar periodonti. Jakarta: Hipokrates.

Mealey BL, Perry RK. 2006, Periodontal medicine: Impact of periodontal


infection on systemic health. In: Carranza’s clinical periodontology
10thed. Philadelphia: W.B Saunder Company. pp, 312-29

Murni A, Mindo T.S, Firda L.T. Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status
Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo di Desa Tiga Juhar
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016.Jurnal Maternitas Kebidanan. Vol 4, No. 1
April-September 2019.

Ni, W.A. Hubungan Menyirih dengan Keadaan Jaringan Periodontal pada orang yang
menyirih di Banjar Sedana Mertha Kota Denpasar Tahun 2012.Jurnal Kesehatan
Gigi.Vol.1 Nomor 2 (Agustus 2013).

Parianti, 2015, Periodontologi Klinik, Fondasi Kedokteran Gigi Masa Depan.


Jakarta, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. pp. 5-25, 44–5.

Putri MH, Herijulianti E, Nurjannah N. 2010, Ilmu Pencegahan Penyakit


Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta.

Rahardjo, A. 2012, Perkembangan Penyakit Gigi dan Mulut, Berdasarkan


Paradigma Baru. Jakarta, FKG UI.

Riskesdas, 2018.Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2018. Kemenkes


RI. Jakarta.

Siagian VK, 2012, Status kebersihan gigi dan mulut suku papua pengunyah
pinang di Manado. Dentofasial.
Slots, J., Ting, M. 2010. Systemic Antibiotics in The Treatment of Periodontal
Disease.Periodontology, (28), 106–9.

Soeroso, Y., et al. 2014. Perkembangan Terapi Periodontal Non Bedah Pada
Periodontitis Kronis in The Third National Scientifi c Seminar in
Periodontics. Hotel Aryaduta, Jakarta 13 Januari 2020, hal.11–7.

Soulissa, A.G. 2014, Hubungan Kehamilan dan Penyakit Periodontal. Jurnal


PDGI. 63(3): 71-77

Sri W.R., Nurhamidah, Citra L. 2017. Pengaruh Budaya Makan Sirih terhadap
Penyakit Periodontal pada masyarakat di Desa Tanjung Medan Kecamatan
Bilah Barat Labuhan Batu.Jurnal B-Dent. Volume 4 Nomor 1 Juni 2017 : 45-51.

Sriyono, Niken W. 2009, Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi


Pencegahan.Yogyakarta. Mediaka Fakultas Kedokteran UGM.

Sukardi. 2009, Metodologi Penelitian Pendidikan(Kompetensi dan Praktiknya).


Jakarta: Bumi Aksara.

Tandiarang, GW. 2015, Pengaruh lama dan frekuensi menyirih dangan terjadinya
gingivitis pada masyarakat di Kabupaten Toraja Utara [Skripsi].
Makassar: Universitas Hasanuddin.

Welmince O.F, Karel P, Christy M. Hubungan Status Kesehatan Periodontal dengan


Kebiasaan Menyirih pada Mahasiswa Etnis Papua di Manado.

Anda mungkin juga menyukai