Anda di halaman 1dari 92

PENGARUH SPRITUAL EMOTIONAL FREEDOM

TECHNIQUE (SEFT) TERHADAP KUALITAS TIDUR PASIEN

CHF DI RSU MITRA BANGSA PATI

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Keperawatan

Oleh:
Wahyu Indah Fitriyani
E620183294

PEMBIMBING
1. RUSNOTO, SKM, M.Kes (Epid)
2. Sri Karyati, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.Mat

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS 2019

i
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL

ii
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL

iii
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI

iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

v
PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Wahyu Indah Fitriyani

NIM : E620183294

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :“PENGARUH SPRITUAL EMOTIONAL


FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) TERHADAP KUALITAS TIDUR PASIEN CHF DI
RSU MITRA BANGSA PATI”,merupakan:

1. Hasil Karya yang dipersiapkan dan disusun sendiri


2. Belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar sarjana keperawatan

Oleh karena itu pertanggungjawaban skripsi ini sepenuhnya berada pada diri saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Pati, 25 Agustus 2019

Wahyu Indah Fitriyani

NIM: E620183294

vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS DIRI

Nama Lengkap : Wahyu Indah Fitriyani, Amd.Kep

Tempat, tanggal lahir : Rembang, 29 Maret 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum kawin

Bangsa : Indonesia

Alamat : Ds.Kabongan Kidul RT.02 RW.04 Rembang

Hp.085640674766

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

JENJANG NAMA SEKOLAH TAHUN


LULUS
SD SD Negeri Leteh 3 Rembang 2006
SLTP SMP Negeri 2 Rembang 2009
SMA SMA Negeri1 Rembang 2012
PerguruanTinggi Poltekkes Kemenkes Semarang ( D-III ) 2015
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH 2019
KUDUS ( S-1 )

vii
HALAMAN PERSEMBAHAN

Saya persembahkan karya tulis ini untuk:


1. Kedua orang tua saya, Bapak Juned, SP dan Ibu Umiyarsi yang mensupport
saya dengan banyak nasehat dan kasih sayang, bersemangat untuk membiayai
saya selama ini, mendoakan disetiap langkah dalam menyelesaikan skripsi
serta adek Wahyu Nurul Maulidiyah yang memberikan semangat.
2. Kamdi seorang terkasih yang tak henti-hentinya untuk memberikan semangat,
motivasi, serta dukungan.
3. Semua teman-teman ruang ICU dan asrama RSU Mitra Bangsa Pati yang selalu
memberikan semangat, dukungan serta motivasi.
4. Keluarga saya yang telah memberikan motivasi, semangat, dan teladan
terbaiknya.
5. Sahabat – sahabat saya yang selalu menemani, menginspirasi, dan menjadi
introspeksi diri bagi peneliti.

viii
MOTTO

 Tanda Cinta kepada Allah adalah banyak mengingat (menyebutnya)Nya, karena


tidaklah engkau menyukai kecuali engkau akau banyak mengingatnya (Ar Rabi’
bin Anas)
 Pangkal dari semua kebaikan di dunia maupun di akhirat adalah taqwa kepada
Allah. (Abu Sualeman Addarani)
 Seseorang yang melihat kebaikan dalam berbagai hal bearti memiliki pikiran
yang baik. Dan seseorang yang memiliki pikiran yang baik mendapatkan
kenikmatan hidup (Bediuzzaman Said Nur)

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat, karunia, petunjuk, dan hidayah yang diberikan Allah
SWT kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis
ilmiah yang berjudul “Pengaruh Spritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
Terhadap Kualitas Tidur Pasien CHF di RSU Mitra Bangsa Pati”. Dalam penyusunan
skripsi ini, peneliti telah mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, peneliti menyatakan terimakasih kepada:
1. Bapak Rusnoto, SKM.,M.Kes ( Epid ) selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Kudus Indonesia.
2. Ibu Yuli Setyaningrum, S.Kep.Ns.M.Si.Med selaku ketua jurusan sarjana
keperawatan Universitas Muhammadiyah Kudus Indonesia.
3. Ibu Setiyowati selaku staff jurusan sarjana keperawatan Universitas
Muhammadiyah Kudus Indonesia.
4. Bapak Rusnoto, SKM.,M.Kes (Epid) selaku dosen pembimbing utama dan
penguji utama pada Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan
ilmu, bimbingan, arahan, dan motivasi kepada peneliti dalam penyusunan skripsi
ini.
5. Ibu Sri Karyati, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.Mat selaku dosen pembimbing pada Program
Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan ilmu, bimbingan, arahan, dan
motivasi kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Sukarmin,M.Kep.,Ns.,Sp.MB selaku dosen penguji pada Program Studi
Ilmu Keperawatan yang telah memberikan ilmu, bimbingan, arahan, dan motivasi
kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tua saya, Bapak Juned, SP dan Ibu Umiyarsi yang mensupport
saya dengan banyak nasehat dan kasih sayang, bersemangat untuk membiayai
saya selama ini, mendoakan disetiap langkah dalam menyelesaikan skripsi serta
adek Wahyu Nurul Maulidiyah yang memberikan semangat.
8. Kamdi seorang terkasih yang tak henti-hentinya untuk memberikan semangat,
motivasi, serta dukungan.

x
9. Teman-teman ICU dan asrama RSU Mitra Bangsa Pati yang memberikan
semangat, dukungan, doa serta motivasinya.
10. Teman – teman kelas Fastabiq Sehat Muhammadiyah Pati atas inspirasi,
kebersamaan, dan motivasinya selama ini.
11. Seluruh Civitas Akademika Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Kudus Indonesia atas dukungan yang telah diberikan.
12. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah
memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini, masih banyak kekurangan
sehingga peneliti mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya keperawatan.
Pati, 25 Agustus 2019

Peneliti

xi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL…….……………………..……………………............. I
HALAMAN PERSETUJUAN PROPOSAL...….…………………............. ii
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL…………………….…………. iii
HALAMAN PERSETUJUAN SRIPSI…....……………………….............. iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI…………………………………….. v
PERNYATAAN.…………………….……………………………………….. vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP……………………………………………….. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….... viii
MOTTO………………………………………………………………………. ix
KATA PENGANTAR.............................................................................. x
DAFTAR ISI........................................................................................... xii
DAFTAR TABEL.................................................................................... xv
DAFTAR BAGAN................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xix
ABSTRAK.............................................................................................. xx
ABSTRACT............................................................................................ xxi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................. 1
B. Perumusan Masalah....................................................... 4
C. Tujuan Penelitian............................................................ 4
D. Manfaat Penelitian.......................................................... 4
E. Keaslian penelitian.......................................................... 5
F. Ruang lingkup.................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)
1. Pengertian……………………………………….......... 7
2. Anatomi Fisiologi……………………………………… 8
3. Klasifikasi……………………………………………… 12

xii
4. Etiologi dan Faktor Risiko…………………………… 13
5. Faktor Resiko Penyakit Gagal Jantung……………. 16
6. Patofisiologi…………………………………………… 17
7. Penatalaksanaan…………………………………...... 18
8. Komplikasi…………………………………………….. 19
9. Pemeriksaan Diagnostik……………………………... 19
B. KUALITAS TIDUR
1. Pengertian Kualitas Tidur………………………........ 20
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur…………. 21
3. Fisiologi Tidur…………………………………………. 24
4. Mekanisme Tidur……………………………………... 24
5. Siklus dan Tahapan Tidur…………………………… 25
6. Gangguan Tidur………………………………………. 26
7. Pengukuran Kualitas Tidur…………………………... 28
C. SPRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE
(SEFT)
1. Pengertian……………………………………………… 29
2. Tujuan…..………………………………………………. 29
3. Cara Melakukan SEFT……………………………….. 30
4. Kunci Keberhasilan SEFT………….………………… 39
5. Keunggulan Terapi SEFT…………………………….. 41
6. Pengaruh Terapi SEFT……………………………….. 41
D. PENELITIAN TERKAIT…………………………………… 42
E. KERANGKA TEORI……………………………………….. 46
BAB III METODE PENELITIAN
A. VARIABEL PENELITIAN................................................ 47
B. HIPOTESIS PENELITIAN............................................... 47
C. KERANGKA KONSEP PENELITIAN.............................. 47
D. RANCANGAN PENELITIAN 48
1. Jenis Penelitian dan Design Penelitian..................... 48
2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data.................... 49
3. Metode Pengumpulan Data...................................... 49

xiii
4. Populasi Penelitian................................................... 49
5. Prosedur Sampel dan Sampel Penelitian................. 49
6. Definisi operasional................................................... 51
7. Instrumen penelitian.................................................. 51
8. Teknik pengolahan.................................................... 52
9. Analisa Data.... ......................................................... 53
10. Etika Penelitian......................................................... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. GAMBARAN UMUM PENELITIAN……………………….. 55
B. KARAKTERISTIK RESPONDEN…………………………. 56
C. HASIL PENELITIAN………………………………………... 58
BAB V PEMBAHASAN
A. HASIL ANALISIS UNIVARIAT…………………………..... 61
B. HASIL ANALISIS BIVARIAT………………………...……. 65
C. KETERBATASAN PENELITIAN………………………….. 67
PENUTUP
A. KESIMPULAN……………………………………………… 68
B. SARAN………………………………………………........... 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman


1.1 Penelitian-penelitian yang relevan dengan 5
penelitian ini
2.1 Klasifikasi gagal jantung menurut fungsi NYHA 13
2.2 Klasifikasi gagal jantung menurut ACC/AHA 13
3.1 Definisi operasional 51
3.2 Pertanyaan kuesioner kualitas tidur 52
3.3 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan umur 53
4.1 Kelompok intervensi dan kontrol di RSU Mitra 56
Bangsa Pati
4.2 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan
Pendidikan kelompok intervensi dan kontrol di RSU 56
Mitra Bangsa Pati
4.3 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan
Pekerjaan kelompok intervensi dan kontrol di RSU 56
Mitra Bangsa Pati
4.4 Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan jenis
Kelamin kelompok intervensi dan kontrol di RSU 57
Mitra Bangsa Pati
4.5 Kualitas tidur pada pasien CHF sebelum dan
sesudah diberikan terapi SEFT pada kelompok 58
intervensi
4.6 Kualitas tidur pada pasien CHF sebelum dan
sesudah diberikan terapi SEFT pada kelompok 58
kontrol
4.7 Uji Wilcoxon perbedaan tidur pada pasien CHF
sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) pada 59
kelompok intervensi

xv
4.8 Uji Wilcoxon perbedaan tidur pada pasien CHF
sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test) pada 59
kelompok kontrol
4.9 Uji Maan-Whitney perbedaan post test pada 60
kelompok intervensi dan kelompok kontrol

xvi
DAFTAR BAGAN

No Bagan Judul Bagan Halaman


2.1 Tahap-Tahap Siklus Tidur Orang Dewasa 26
2.2 Kerangka Teori 46
3.1 Kerangka Konsep Penelitian 47

xvii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman


2.1 Crown 33
2.2 EB = Eye brow 34
2.3 SE = Side of the eye 34
2.4 UE = Under the eye 34
2.5 UN = Under the nose 35
2.6 CH = Chin 35
2.7 CB = Colar bone 35
2.8 UA = Under the arm 36
2.9 BN = Bellow nipple 36
2.10 IH = Inside of hand 36
2.11 OH = Outside of hand 37
2.12 Th = Thumb 37
2.13 IF = Index finger 37
2.14 MF = Middle finger 38
2.15 RF = Ring finger 38
2.16 BF = Baby finger 38
2.17 KC = Karate chop 39
2.18 GS = Gamut spot 39

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

xix
Universitas Muhammadiyah Kudus
Study Program S-1 Keperawatan

PENGARUH SPRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) TERHADAP

KUALITAS TIDUR PASIEN CHF DI RSU MITRA BANGSA PATI

Wahyu Indah Fitriani1, Rusnoto2, Sri Karyati3

ABSTRAK
Latar Belakang: Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah keseluruh jaringan dan keadaan
patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan. 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat gangguan kardiovaskular.
Lebih dari 75% penderita kardiovaskular terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah, dan 80% kematian kardiovaskuler disebabkan oleh serangan jantung dan stroke.
Di Jawa Tengah sebesar 0,18 % atau diperkirakan sekitar 43.361 orang, sedangkan yang
terdiagnosis oleh dokter sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar 72.268 orang. Tujuan:
Untuk mengetahui pengaruh SEFT (Spiritual Emosional Freedom Tehnique) terhadap
kualitas tidur pasien gagal jantung kongestif di Rumah sakit Mitra Bangsa Pati. Metode:
quasy experiment dengan desain pre- posttest design with two control group, sampel seluruh
Penderita CHF rawat inap di RS Mitra Bangsa Pati sebanyak 34 orang. teknik Purposive
sampling. Data di analisa dengan uji statistik wilcoxon. Hasil: Hasil uji statistic dengan
Wilcoxon test didapatkan p value sebesr 0,003 < ɑ (0,05), dengan demikian maka Ho ditolak
atau Ha diterima yang berarti terdapat Pengaruh kualitas tidur pada pasien CHF dengan
Terapi SEFT di RSU Mitra Bangsa Pati

Kata kunci : SEFT, Kualitas Tidur, CHF


Daftar Pustaka : 35 Daftar Pustaka (2009-2016)

xx
University Muhammadiyah Kudus
Study Program S-1 Nursing

THE INFLUENCE OF SEFT (SPRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE) ON


QUALITY OF CHF PATIENT SLEEPING IN MITRA BANGSA PATI

Wahyu Indah Fitriani1, Rusnoto2, Sri Karyati3

ABSTRACT
Background: Congestive Heart Failure (CHF) is the inability of the heart to pump blood
throughout the tissues and pathophysiological conditions where the heart as a pump does
not meet the blood requirements for tissue metabolism. 17.5 million people worldwide died
from cardiovascular disorders. More than 75% of cardiovascular sufferers occur in low and
middle income countries, and 80% of cardiovascular deaths are caused by heart attacks and
strokes. In Central Javait is 0.18% or estimated to be 43,361 people, while those diagnosed
by doctors are 0.3% or an estimated 72,268 people. Objective: To determine the effect of
SEFT (Spiritual Emotional Freedom Tehnique) on the sleep quality of congestive heart failure
patients at Mitra Bangsa Pati Hospital. Method: quasy experiment with pre-posttest design
with two control groups, samples of all CHF Patients hospitalized in Mitra Bangsa Pati
Hospital were 34 people. Purposive sampling technique. Data were analyzed by Wilcoxon
statistical test. Results: The statistical test results with Wilcoxon test obtained p value of
0.003 <ɑ (0.05), thus Ho was rejected or Ha was accepted, which means that there was an
influence of sleep quality on CHF patients with SEFT Therapy at Mitra Bangsa Pati General
Hospital

Keywords : SEFT, Sleep Quality, CHF


References : 35 References (2009-2016)

xxi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah keseluruh jaringan dan
keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak memenuhi
kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gagal jantung kongestif
merupakan penyakit yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung
sehingga menyebabkan jumlah darah yang masuk ke jantung tiap menitnya
tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh (Muttaqin, 2009).
Manifestasi klinis utama pada pasien gagal jantung kongestif adalah
sesak napas. Sesak napas terjadi karena peningkatan tekanan vena pulmonalis
sehingga cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi edema
pulmonal. Edema pulmonal dapat menyebabkan gangguan difusi (Ardiansyah,
2012).
WHO (2016), mencatat 17,5 juta orang di dunia meninggal akibat
gangguan kardiovaskular. Lebih dari 75% penderita kardiovaskular terjadi di
negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, dan 80% kematian
kardiovaskuler disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Jumlah kejadian
penyakit jantung di Amerika Serikat pada tahun 2012 adalah 136 per 100.000
orang, di negara-negara Eropa seperti Italia terdapat 106 per 100.000 orang,
Perancis 86 per 100.000. Selanjutnya jumlah kejadian penyakit jantung di Asia
seperti di China ditemukan sebanyak 300 per 100.000 orang, Jepang 82 per
100.000 orang, sedangkan di Asia Tenggara menunjukkan Indonesia termasuk
kelompok dengan jumlah kejadian tertinggi yaitu 371 per 100.000 orang lebih
tinggi dibandingkan Timur Leste sebanyak 347 per 100.000 orang dan jauh
lebih tinggi dibandingkan Thailand yang hanya 184 per 100.000 orang (WHO,
2016).
Prevalensi gagal jantung di Jawa Tengah sebesar 0,18 % atau
diperkirakan sekitar 43.361 orang, sedangkan yang terdiagnosis oleh dokter
sebesar 0,3 % atau diperkirakan sekitar 72.268 orang (Riskedas, 2013).

1
2

Prevalensi pasien gagal jantung kongestif yang dirawat di RSU Mitra


Bangsa Pati pada tahun 2017 sebanyak 360 orang (Rekam medik RSU Mitra
Bangsa Pati, 2018).
Prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65-74 tahun (0,5%), untuk yang
terdiagnosis dokter, sedikit menurun >75 tahun (0,4%) tetapi untuk yang
terdiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi daripada perempuan (0,2%)
dibanding laki-laki (0,1%) berdasarkan diagnosis dokter atau gejala prevalensi
sama banyaknya antara laki-laki dan perempuan (Riskesdas, 2013).
Salah satu gangguan kebutuhan dasar yang dialami pasien gagal jantung
kongestif akibat sesak napas yaitu gangguan istirahat tidur. Gangguan istirahat
tidur yang sering dialami adalah insomnia. Insomnia pada pasien gagal jantung
kongestif terjadi karena adanya Paroksimal Noctural Dyspnea (PND).
Paroksimal Noctural Dyspnea (PND) akan menyebabkan pasien mengalami
kesulitan untuk memulai dan mempertahankan tidurnya (Andarmoyo, 2012).
Sebaliknya, kualitas tidur yang tidak dijaga akan mendatangkan efek
negatif untuk tubuh. Kelebihan atau kekurangan tidur sama-sama bisa
berbahaya bagi kesehatan. Orang yang kekurangan tidur memiliki
resiko 2 atau 3 kali lebih besar untuk mengalami kegagalan jantung
kongestif, yaitu keadaan jantung mengalami kelemahan dalam memompa
darah keseluruh tubuh sehingga menyebabkan ketidakseimbangan tubuh dan
akan merusak organ-organ lainnya (Hanif, 2015). Di sisi lain, orang yang
terlalu banyak tidur memiliki resiko terkena morbiditas atau sifat mudah
terkena sakit (hipertensi, diabetes, gangguan irama jantung, kesehatan
buruk) dan kematian (Hirshkowitz, 2015).
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi karena
memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Salah satu manfaatnya yaitu
membantu dalam proses pemulihan kondisi tubuh. Penting bagi pasien dengan
gagal jantung kongestif untuk mempertahankan kualitas tidur guna
mempercepat proses pemulihan sehingga dapat meningkatkan kualitas
hidupnya (Andarmoyo, 2012).
Kebutuhan tidur seseorang sangat penting bagi kesehatan. Orang yang
sakit memerlukan tidur lebih banyak untuk memulihkan energi dan
3

memungkinkan menjalankan fungsi dengan optimal. Pasien gagal jantung


kongestif sering mengalami gangguan tidur yang dapat mengganggu proses
penyembuhannya. Empat dari lima orang (80%) pasien gagal jantung kongestif
mengalami gangguan tidur yang disebabkan oleh sesak nafas dan lingkungan
yang kurang kondusif. Gangguan tidur merupakan tanda adanya gangguan fisik
dan psikologis pasien, dan jika berlangsung terus selama periode yang lama,
akan menghambat penyembuhan dan bahkan dapat memperburuk penyakit.
Tanpa jumlah istirahat dan tidur yang cukup, kemampuan untuk berkonsentrasi,
membuat keputusan dan berpartisipasi dalam beraktivitas harian akan menurun
dan akan meningkatkan irritabilitas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk mangatasi masalah gangguan tidur adalah dengan menggunakan terapi
medikasi dan nonmedikasi. Terapi medikasi dapat mengakibatkan gangguan
fisik tubuh yang lain dan jika terlalu lama digunakan dapat menyebabkan
ketergantungan Salah satu terapi non medikatif yang dapat dilakukan adalah
dengan menggunakan terapi Spiritual Emosional Freedom Tehnique (SEFT).
Terapi ini merupakan suatu teknik penggabungan dari sistem energi tubuh
(energy medicine) dan terapi spiritualitas dengan menggunakan metode tapping
(ketukan) beberapa titik tertentu pada tubuh. Banyak manfaat yang dihasilkan
dengan terapi SEFT yang telah terbukti membantu mengatasi berbagai masalah
fisik maupun emosi (Kozier, 2010).
Hasil Penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Rajin (2012) yang
berjudul “pengaruh terapi SEFT terhadap pemenuhan kualitas tidur pasien
paska operasi” didapatkan hasil penelitian terapi SEFT dapat meningkatkan
kualitas tidur pasien secara signifikan dengan nilai P= 0.009 pada hari pertama
dan nilai P= 0.000 pada hari ketiga
Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 2
Desember 2018 di Rumah Sakit Mitra Bangsa Pati terhadap 5 orang penderita
gagal jantung kongestif didapatkan hasil bahwa rata- rata mengalami
gangguan sesak nafas dan rata- rata tidur 5 jam/ hari. Di Rumah Sakit Mitra
Bangsa Pati belum pernah diterapkan SEFT karena selama ini terapi SEFT
belum banyak dikenal masyarakat dan perawat. Untuk mengatasi gangguan
tidur selama ini dengan memberikan obat tidur seperti ctm,dan zypras. Terapi
4

SEFT dapat membantu mengatasi berbagai masalah fisik (sakit jantung, asma,
sakit kepala, dll), dan bisa mengatasi berbagai masalah emosi
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh SEFT Terhadap Kualitas Tidur Pada
Pasien Gagal Jantung Kongestif di Rumah Sakit Mitra Bangsa Pati”.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah “Apakah ada
Pengaruh SEFT (Spiritual Emosional Freedom Tehnique) terhadap kualitas tidur
pasien gagal jantung kongestif di Rumah Sakit Mitra Bangsa Pati?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh SEFT (Spiritual Emosional Freedom
Tehnique) terhadap kualitas tidur pasien gagal jantung kongestif di Rumah
sakit Mitra Bangsa Pati.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui kualitas tidur pada penderita CHF sebelum dan sesudah
dilakukan terapi SEFT pada kelompok intervensi.
b. Mengetahui kualitas tidur pada penderita CHF sebelum dan sesudah
dilakukan terapi SEFT pada kelompok kontrol
c. Mengetahui perbedaan kualitas tidur pada CHF pada kelompok control dan
kelompok intervensi di Rumah Sakit Mitra Bangsa Pati

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menerapkan teori dan ilmu yang telah didapat di
bangku kuliah serta menambah wawasan pada peneliti dalam mengadakan
penelitian selanjutnya.

2. Bagi Universitas Muhammadiyah Kudus


Sebagai referensi dan bahan acuan dalam kegiatan proses belajar dan
bahan pustaka tentang terapi SEFT terhadap kualitas tidur pada CHF
5

3. Bagi Rumah Sakit Mitra Bangsa Pati


Sebagai masukkan bagi rumah sakit mengenai pentingnya tindakan
pemberian SEFT (Spiritual Emosional Freedom Tehnique) pada pasien gagal
jantung kongestif sehingga terjadi peningkatan kualitas tidurBagi Peneliti
Selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No Nama , judul dan Tahun Metode Hasil penelitian Perbedaan
penelitian
1. Hubungan Self-Management Analitik korelasi Ada hubungan Metode
dengan Kualitas Hidup yang kuat antara penelitian,
Pasien Pasca Stroke di SEFT- tempat,
Wilayah Puskesmas manajemen diri responden dan
Pisangan Ciputat, Pretty dan kualitas waktu
Angelina Brillianti, 2016 hidup pasca penelitian
stroke dengan
tingkat
signifikansi (2-
tailed) adalah
0,000.

2. Terapi Spiritual Emotional Pre-posttest Hasil uji statistik Metode


Freedom Tehnique (SEFT) control group one way Anova penelitian,
Untuk Meningkatkan Kualitas design tehnik pada hari tempat,
Tidur Pasien Pasca Operasi Purposive pertama responden dan
di Rumah sakit, Mukhamad sampling didapatkan nilai waktu
Rajin, 2012 P= 0.009 dan penelitian
pada hari ketiga
nilai P= 0.000.
Berdasarkan
hasil penelitian ini
dapat
disimpulkan
bahwa terapi
SEFT dapat
meningkatkan
kualitas tidur
pasien dengan
signifikan
6

F. Ruang Lingkup

1. Ruang lingkup waktu


Penelitian dilaksanakan bulan April 2019
2. Ruang lingkup tempat
Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Mitra Bangsa Pati
3. Ruang lingkup materi
Terapi Seft dan gagal ginjal kongestif
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Jantung Kongestif (Congestive Heart Failure)


1. Pengertian
Congestive heart failure adalah syndrome klinis (sekumpulan tanda
dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat
aktifitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal
jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatnya terjadinya
pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolic) dan/atau kontraktilitas
miokardial (disfungsi sistolik) (Suddarth, dkk 2009 dalam Amin, dkk 2016).
Congestive heart failure terkadang disebut gagal jantung kongestif,
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah cukup untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Gagal jantung merupakan
sodrom klinis yang ditandai dengan kelebihan beban (overload) cairan dan
perfusi jaringan yang buruk. Mekanisme terjadinya gagal jantung kongestif
meliputi gangguan kontraktilitas jantung (disfungsi sistolik) atau pengisian
jantung (diastole) sehingga curah jantung lebih rendah dari nilai normal.
Curah jantung yang rendah dapat memunculkan mekanisme kompensasi
yang mengakibatkan peningkatan beban kerja jantung dan pada akhirnya
terjadi resistensi pengisian jantung (Smeltzer, 2013).

Congestive heart failure adalah suatu keadaan serius, dimana


jumlah darah yang dipompa oleh jantung setiap menitnya (cardiac output/
curah jantung) tidak mampu memenuhi kebutuhan normal tubuh akan oksigen
dan zat-zat makanan (Prasetyono, 2012).
Congestive heart failure merupakan sidrom klinis yang kompleks
dengan gejala-gejala yang tipikal dari sesak napas (dispneu) dan mudah lelah
(fatigue) yang di hubungkan dengan kerusakan fungsi maupun struktur yang
diganggu dari jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk mengisi
dan mengeluarkan darah kesirkulasi (Syamsudin, 2011).

7
8

2. Anatomi Fisiologi
Fungsi anatomi fisiologi kerja jantung adalah merupakan salah satu
bukti kebesaran Allah kepada kita manusia. Karena dengan mengenal serta
memahami akan cara kerja jantung kardiovaskular dan pembuluh darah yang
terdapat pada manusia maka sungguh besar akan nikmat sehat yang Allah
karuniakan kepada kita semuanya. Jantungadalah salah satu organ penting
dalam tubuh kita. Fungsi jantung secara umum adalah bekerja sebagai
pompa. Fungsi pompa ini adalah kaitannya dengan sistem peredaran tubuh
sehingga ketika jantung bekerja untuk dan dalam rangka memompakan darah
ke seluruh jaringan tubuh kita (Ardiansyah, 2012).
Jantung adalah organ berongga berbentuk kerucut tumpul dan
memiliki empat ruang dan terletak antara kedua paru – paru dibawah rongga
toraks. Dua pertiga jantung terletak disebelah kiri midsternal line (garis tengah
yang membagi badan jadi dua, tepat ditengah tulang rusuk). Jantung
dilindungi oleh rongga paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan
arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf,
jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Ukuran jantung kurang
lebih sebesar kepalan tangan pemiliknya (Ardiansyah, 2012).

Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada yaitu


diantara paru, perikardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan:
lapisan dalam (perikardium viseralis) & lapisan luar (perikardium parietalis).
Perikardium parietalis melekat kedepan pada sternum kebelakang pada
kolumna vertebralis, dan kebawah pada diafragma. Perikardium viseralis
melekat secara langsung pada permukaan jantung. Jantung terdiri dari tiga
lapisan. Lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah otot yang disebut
miokardium, sedangkan lapisan terdalam adalah lapisan endotel yang disebut
endocardium (Ardiansayah, 2012).
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Cara bekerjanya
menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan
saraf otonom). Kerja fungsi jantung adalah mengatur distribusi darah
ke seluruh bagian tubuh. Bentuk jantung menyerupai jantung pisang,
besarnya kurang lebih sebesar kepalan tangan pemiliknya. Bagian atasnya
9

tumpul (pangkal jantung) dan disebut juga basis kordis. Disebelah bawah
agak runcing yang disebut apeks kordis.. Letak jantung di dalam rongga dada
sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari
pertengahan rongga dada, diatas diafragma, dan pangkalnya terdapat
dibelakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada
tempat ini teraba adanya denyutan jantung yang disebut iktus kordis.
Ukurannya kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira-
kira 250-300 gram (Ardiansyah, 2012).
Selain itu menurut Syamsudin, (2006) anatomi fisiologi jantung :
1) Lapisan Jantung
Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang tersusun
secara spiral dan saling berhubungan melalui diskus interkalatus. Lapisan
jantung itu sendiri terdiri dari Perikardium, Miokardium, dan Endokardium.
Berikut ini penjelasan ketiga lapisan jantung yaitu:
a. Perikardium (Epikardium)
Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini
adalah suatu membran tipis di bagian luar yang membungkus jantung.
Terdiri dari dua lapisan :
1) Perikarduim fibrosum (viseral), merupakan bagian kantong yang
membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sentrum tendinium
diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar merekat pada
sternum melalui ligamentum sternoperikardial.
2) Perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Perikardium parietalis membatasi perikarduim fibrosum sering disebut
epikardium, dan Perikarduim fiseral yang mengandung sedikit cairan
yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah pergerakan
jantung.
b. Miokardium
Myo berarti "otot", merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot
jantung, membentuk sebagian besar dinding jantung. Serat-serat otot
ini tersusun secara spiral dan melingkari jantung. Lapisan otot ini yang
akan menerima darah dari arteri koroner.
10

c. Endokardium
Endo berarti "di dalam", adalah lapisan tipis endothelium, suatu
jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi
peredaran darah.

1) Ruang-Ruang Jantung
Berbicara mengenai anatomi jantung maka organ jantung terdiri atas
4 ruang, yaitu 2 ruang yang berdinding tipis disebut dengan atrium
(serambi), dan 2 ruang yang berdinding tebal yang disebut dengan ventrikel
(bilik).
Atrium dan ventrikel jantung ini masing-masing akan dipisahkan oleh
sebuah katup, sedangkan sisi kanan dan kiri jantung akan dipisahkan
oleh sebuah sekat yang dinamakan dengan septum. Septum atau sekat ini
adalah suatu partisi otot kontinue yang mencegah percampuran darah dari
kedua sisi jantung.
Pemisahan ini sangat penting karena separuh jantung kanan
menerima dan juga memompa darah yang mengandung oksigen rendah
sedangkan sisi jantung sebelah kiri adalah berfungsi untuk memompa
darah yang mengandung oksigen tinggi. Jantung terdiri dari beberapa ruang
jantung yaitu atrium dan ventrikel yang masing-masing dari ruang jantung
tersebut dibagi menjadi dua yaitu atrium kanan kiri, serta ventrikel kiri dan
kanan.
a. Atrium
Berikut fungsi dari masing-masing atrium jantung tersebut yaitu :
1) Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan (reservoir) darah yang
rendah oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui
vena kava superior, vena kava inferior, serta sinus koronarius yang
berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel
kanan dan selanjutnya ke paru. Atrium kanan menerima darah de-
oksigen dari tubuh melalui vena kava superior (kepala dan tubuh
bagian atas) dan inferior vena kava (kaki dan dada lebih rendah).
Simpul sinoatrial mengirimkan impuls yang menyebabkan jaringan
otot jantung dari atrium berkontraksi dengan cara yang terkoordinasi
11

seperti gelombang. Katup trikuspid yang memisahkan atrium kanan


dari ventrikel kanan, akan terbuka untuk membiarkan darah de-
oksigen dikumpulkan di atrium kanan mengalir ke ventrikel kanan
2) Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru
melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke
ventrikel kiri dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta. Atrium
kiri menerima darah beroksigen dari paru-paru melalui vena paru-
paru. Sebagai kontraksi dipicu oleh node sinoatrial kemajuan melalui
atrium, darah melewati katup mitral ke ventrikel kiri.
b. Ventrikel
Berikut adalah fungsi ventrikel yaitu :
1) Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan
ke paru-paru melalui arteri pulmonalis. Ventrikel kanan menerima
darah de-oksigen sebagai kontrak atrium kanan. Katup paru menuju
ke arteri paru tertutup, memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan
darah. Setelah ventrikel penuh, mereka kontrak. Sebagai kontrak
ventrikel kanan, menutup katup trikuspid dan katup paru terbuka.
Penutupan katup trikuspid mencegah darah dari dukungan ke atrium
kanan dan pembukaan katup paru memungkinkan darah mengalir ke
arteri pulmonalis menuju paru-paru.
2) Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke
seluruh tubuh melalui aorta. Ventrikel kiri menerima darah yang
mengandung oksigen sebagai kontrak atrium kiri. Darah melewati
katup mitral ke ventrikel kiri. Katup aorta menuju aorta tertutup,
memungkinkan untuk mengisi ventrikel dengan darah. Setelah
ventrikel penuh, dan berkontraksi. Sebagai kontrak ventrikel kiri,
menutup katup mitral dan katup aorta terbuka. Penutupan katup mitral
mencegah darah dari dukungan ke atrium kiri dan pembukaan katup
aorta memungkinkan darah mengalir ke aorta dan mengalir ke
seluruh tubuh.
3) Katup-Katup Jantung.
Katub jantung ini terdiri dari 4 yaitu :
12

a. Katup Trikuspidalis
Katup trikuspidalis berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan.
Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan
menuju ventrikel kanan. Katup trikuspidalis berfungsi mencegah
kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan cara menutup
pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid
terdiri dari 3 daun katup
b. Katup Pulmonalis
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel
kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang
menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan
jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat
katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila
ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel kanan relaksasi,
sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju
arteri pulmonalis.
c. Katup Bikuspid (Bikuspidalis).
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri
menuju ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup
pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup.
d. Katup Aorta.
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta.
Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga
darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup
pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk
kembali kedalam ventrikel kiri.
3. Klasifikasi
The New York Heart Association (NYHA) tahun 2015 menetapkan
metode pertama klasifikasi berdasarkan jumlah aktifitas yang diperlukan untuk
memunculkan gejala. Kelas I tidak menunjukkan adanya keterbatasan aktifitas.
Kelas II adalah diagnosis ketika gejala pada taraf ringan dan dan hanya saat
aktifitas tertentu. Kelas III ditandai dengan timbulnya gejala saat beraktifitas,
13

kecuali hanya saat pasien istirahat. Diagnosis Kelas IV di buat ketika gejala
terlihat meskipun pasien sedang istirahat.
Tabel 2.1. Klasifikasi gagal jantung menurut fungsi NYHA
Kelas I Aktifitas fisik tidak dibatasi
Kelas II Aktifitas fisik terbatas
Kelas III Marked limitation of activity
Kelas IV Activity severly limited
Sumber: Syamsudin, (2011)
Tabel 2.2. Klasifikasi gagal jantung menurut ACC/AHA
Kelas A Orang yang beresiko tinggi
Kelas B Struktur jantung tidak normal tanpa perkembangan gejala.
Kelas C Gejala gagal jantung di rasakan dengan friksi ejeksi (blood output)
normal atau menurun.
Kelas D Gejala jantung pada fase akhir atau telah sulit disembuhkan (fase
refraktori).
Sumber: Syamsudin, (2011)
Skema klasifikasi kedua dikembangkan oleh American College of
Cardiology dan American Heart Association yang didasarkan kepada temuan
yang terukur pada jantung. Klasifikasi ini terdiri atas empat tahap atau dikenal
dengan ACC/AHA Klasifikasi. Tahap A menunjukan seorang pasien yang
berisiko tinggi untuk mengalami gagal jantung tetapi belum menunjukkan
perubahan pada jantung. Tahap B dianggap sebagai tahap berisiko tinggi
tetapi sejumlah perubahan/gejala mulai terlihat. Tahap C adalah tahap pertama
ketika diagnosis gagal jantung telah ditetapkan. Pada tahap ini biasa orang
baru menyadari gejala dan mulai mengunjungi dokter untuk diagnosis serta
pengobatan. Tahap D adalah gagal jantung tahap akhir, ketika pasien tidak lagi
merespons terhadap terapi konvesional. Masing-masing tahap ACC/AHA
memerlukan pengobatan tersendiri (Syamsudin, 2011).
4. Etiologi dan Faktor Risiko
Menurut Wijaya & Putri (2013) secara umum gagal jantung dapat di sebabkan
oleh berbagai hal yang dapat dikelompokkan menjadi:
14

a. Disfungsi Miokard
1) Iskemia miokard
penyakit yang ditandai oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung.
Biasanya terjadi sekunder terhadap penyakit arteri koroner/ penyakit
jantung koroner, dimana aliran darah melalui arteri terganggu.
2) Infark miokard
kondisi terhentinya aliran darah dari arteri koroner pada area yang
terkena yang menyebabkan kekurangan oksigen (iskemia) lalu sel-sel
jantung menjadi mati (nekrosismiokard)
3) Miokarditis
Miokarditis adalah peradangan atau inflamasi pada miokardium.
Peradangan ini dapat disebabkan oleh penyakit reumatik akut dan infeksi
virus seperti cocksakie virus, difteri , campak, influenza, poliomielitis, dan
berbagai macam bakteri, rikettsia, jamur, dan parasit.
4) Kardiomiopati
Kardiomiopati yang secara harfiah berarti penyakit miokardium, atau otot
jantung, ditandai dengan hilangnya kemampuan jantung untuk
memompa darah dan berdenyut secara normal. Kondisi semacam ini
cenderung mulai dengan gejala ringan, selanjutnya memburuk dengan
cepat. Pada keadaan ini terjadi kerusakan atau gangguan miokardium,
sehingga jantung tidak mampu berkontraksi secara normal.
b. Beban tekanan berlebihan pada sistolik (sistolik overload)
1) Stenosis aorta
Stenosis katup aorta adalah suatu penyempitan atau penyumbatan pada
katup aorta. Penyempitan pada katup aorta ini mencegah katup aorta
membuka secara maksimal sehingga menghalangi aliran darah mengalir
dari jantung menuju aorta. Dalam keadaan normal, katup aorta terdiri
dari 4 kuncup yang akan menutup dan membuka sehingga darah bisa
melewatinya.
2) Hipertensi iskemik
Peningkatan tekanan darah secara cepat (misalnya hipertensi yang
berasal dari ginjal atau karena penghentian obat antihipertensi pada
15

penderita hipertensi esensial) bisa menimbulkan hilangnya kemampuan


kompensasi jantung (dekompensasi).
3) Koartasio aorta
Koartasio Aorta adalah penyempitan pada aorta, yang biasanya terjadi
pada titik dimana duktus arteriosus tersambung dengan aorta dan aorta
membelok ke bawah.
c. Beban volume berlebihan pada diastolic (diastolic overload)
1) Insufisiensi katub mitral dan trikuspidalis
2) Tranfusi berlebihan
d. Peningkatan kebutuhan metabolic (demand overload)
1) Anemia
Dengan keberadaan anemia, kebutuhan oksigen untuk jaringan
metabolisasi hanya bisa dipenuhi dengan kenaikan curah jantung.
Meskipun kenaikan curah jantung bisa ditahan oleh jantung yang normal,
jantung yang sakit dan kelebihan beban (meski masih terkompensasi)
mungkin tidak mampu menambah volume darah yang dikirim
kesekitarnya. Dalam hal ini, kombinasi antara anemia dengan penyakit
jantung yang terkompensasi sebelum bisa memicu gagal jantung dan
menyebabkan tidak cukupnya pasokan oksigen kedarah sekitarnya.
2) Tirotoksikosis
Tiroktosikosis adalah suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan
hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis
dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon
tiroid berlebihan. Tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang
merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan.
3) Biri-biri
4) Penyakit paget
e. Gangguan pengisian ventrikel
1) Primer (gagal distensi sistolik)
a) Perikarditis akut
Perikarditis akut adalah peradangan pada perikardium (kantung
selaput jantung) yang dimulai secara tiba-tiba dan sering
menyebabkan nyeri. Peradangan tersebut dapat menyebabkan cairan
16

dan menghasilkan darah (fibrin, sel darah merah dan sel darah putih)
yang akan memenuhi rongga pericardium. Inflamasi pada perikardium
terjadi kurang dari 6 minggu.
b) Tamponade jantung
Tamponade jantung adalah sindrom klinik dimana terjadi penekanan
yang cepat atau lambat terhadap jantung akibat akumulasi cairan,
nanah, darah, bekuan darah, atau gas di perikardium, sebagai akibat
adanya efusi, trauma, atau ruptur jantung.
2) Sekunder
a) Stenosis mitral
Stenosis mitral adalah suatu penyempitan jalan aliran darah ke
ventrikel. Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka
dengan tepat dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang
jantung kiri. Ketika katup mitral menyempit (stenosis), darah tidak
dapat dengan efisien melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan
seseorang menjadi lemah dan nafas menjadi pendek serta gejala
lainnya.
b) Stenosis trikuspidalis
Stenosis trikuspidalis penyempitan lubang katup trikuspidalis, yang
menyebabkan meningkatnya tahanan aliran darah dari atrium kanan
ke ventrikel kanan. Stenosis katup trikuspidalis menyebabkan atrium
kanan membesar dan ventrikel kanan mengecil. Jumlah darah yang
kembali ke jantung berkurang dan tekanan di dalam vena yang
membawa darah kembali ke jantung meningkat tajam.

5. Faktor Risiko Penyakit Gagal Jantung Kongestif


Menurut Syamsudin (2011) faktor resiko penyakit gagal jantung kongestif:
a. Faktor risiko mayor yang meliputi: usia, jenis kelamin, hipertensi,
hipertrofi, pada LV, infark miokard, obesitas, diabetes.
b. Faktor risiko minor meliputi merokok, dislipidemi, gagal ginjal kronik,
albuminuria, anemia, stresws, life style yang buruk.
c. Sistim imun yaitu adanya hipersensitivitas.
d. Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri.
17

e. Toksik yang disebabkan oleh karena agen kemotherapi, NSAID, alcohol,


kokain.
6. Patofisiologi
Menurut Wijaya & Putri (2013) patofisiologi penyakit gagal jantung kongestif:
a. Mekanisme dasar
Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun
mengurangi cardiac output dan meningkatkan volume ventrikel.
Dengan meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel (EDV) maka terjadi
pula peningkatan tekanan akhir diastolik kiri (LEDV). Meningkatnya LEDV,
akan mengakibatkan pula peningkatan tekanan atrium (LAP) karena atrium
dan ventrikel berhubungan langsung ke dalam anyaman vaskuler paru-paru
meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik
dari anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan osmotik vaskuler, maka
akan terjadi transudasi cairan melebihi kecepatan draenase limfatik, maka
akan terjadi edema interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat
mengakibatkan cairan merembes ke alveoli dan terjadi edema paru.

b. Respon kompensatorik
1) Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik
Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas adrenergik
jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraktil
akan meningkat untuk menambah cardiac output (CO), juga terjadi
vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan
retribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ
yang rendah metabolismenya, seperti kulit dan ginjal agar perfusi ke
jantung dan ke otak dapat di pertahankan. Vasokontriksi akan
meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung yang selanjutnya
akan menambah kekuatan kontriksi.
2) Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin angiotensin
aldosteron (RAA). Aktivitas RAA menyebabkan retensi Na dan air oleh
ginjal, meningkatkan volume ventrikel-ventrikel tegangan tersebut.
Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium
18

3) Atropi ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hidrotropi
miokardium akan bertambah tebalnya dinding
4) Efek negatif dari respon kompensatorik
Pada awalnya respon kompensatorik menguntungkan namun pada
akhirnya dapat menimbulkan berbagai gejala, meningkatkan laju jantung
dan memperburuk tingkat gagal jantung.
Resistensi jantung yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan
kontraktilitas dini mengakibatkan bendungan paru-paru, vena sistemik
dan edema, fase kontruksi arteri dan redistribusi aliran darah
mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang terkena
menimbulkan tanda serta gejala, misalnya berkurangnya jumlah air
kemih yang dikeluarkan dan kelemahan tubuh. Vasokontriksi arteri juga
menyebabkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap
ejeksi ventrikel, beban akhir juga kalau dilatasi ruang jantung. Akibat
kerja jantung dan kebutuhan miokard akan oksigen juga meningkat, yang
juga ditambah lagi adanya hipertensi miokard dan perangsangan
simpatik lebih lanjut. Jika kebutuhan miokard akan oksigen tidak
terpenuhi maka akan terjadi iskemik miokard, akhirnya dapat timbul
beban miokard yang tinggi dan serangan gagal jantung yang berulang.
7. Penatalaksanaan
Menurut Syamsudin (2011) prinsip penatalaksanaan penyakit gagal jantung
kongestif adalah
a. Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan
jantung dan menurunkan tekanan darah.
b. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain
itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur dan
mengurangi edema.
c. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu
memenuhi oksigen tubuh.
19

d. Terapi Diuretik
Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan menigkatkan pelepasan air dan
garam natrium sehingga menyebabkan penurunan volume cairan dan
merendahkan tekanan darah.
e. Digitalis
Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat,
volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi, eksresi dan volume
intravaskuler menurun.
f. Inotropik Positif
Dobutamin meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek inotropik positif)
dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropikpositif). SedatifPemberian
sedative bertujuan mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada klien.
g. Pembatasan Aktivitas Fisik dan Istirahat
Pembatasan aktivitas fisik dan istirahat yang ketat merupakan tindakan
penanganan gagal jantung.
8. Komplikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013) komplikasi gagal jantung kongestif adalah:
a. Edema pulmoner akut.
b. Hiperkalemia
Akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan
diit berlebih.
c. Perikarditis
Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan
dialisis yang tidak adekuat.
d. Hipertensi
Akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron.
e. Anemia
Akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
9. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Syamsudin, (2011) pemeriksaan diagnostic gagal jantung kongestif
adalah:
20

a. Elektro kardiogram (EKG)


Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, disritmia,
takikardi, fibrilasi atrial.
b. Sonogram (echocardiogram, echokardiogram doppler)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau area penurunan kontraktilitas ventricular.
c. Rongent Dada
Dapat menunjukan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan dilatasi
atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah abnormal.
d. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal,
terapi diuretic
e. AnalisaGas Darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratori ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir).
B. Kualitas Tidur
1. Pengertian Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu
untuk menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur
mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur, serta
aspek subyektif dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk
mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur NREM
dan REM yang pantas (Lumbantobing, 2010).
Menurunnya kualitas tidur lansia disebabkan oleh meningkatnya latensi
tidur, berkurangnya efisiensi tidur, terbangun lebih awal dan kesulitan untuk
kembali tidur. Hal ini berhubungan dengan proses degeneratif sistem dan
fungsi dari organ tubuh pada lansia. Penurunan fungsi neurontransmiter
menyebabkan menurunnya produksi hormon melatonin yang berpengaruh
terhadap perubahan irama sirkadian, sehingga lansia akan mengalami
penurunan tahap 3 dan 4 dari waktu tidur NREM, bahkan hampir tidak memiliki
fase 4 atau tidur dalam (Lumbantobing, 2010).
Lumbantobing (2010) melakukan penelitian tentang kualitas tidur dan pola
tidur menggunakan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), PSQI membedakan
21

antara tidur yang baik dan tidur yang buruk dengan pemeriksaan 7 komponen
yaitu : kualitas tidur, kemampuan mempertahankan tidur, durasi tidur,
kebiasaan tidur, hal-hal yang mengganggu tidur, penggunaan obat tidur dan
tidak bersemangat dalam menjalani aktivitas harian selama 1 bulan terakhir.
PSQI adalah instrumen yang efektif untuk mengukur kualitas dan pola tidur
pada orang dewasa.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tidur
Sejumlah faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur seringkali
faktor tunggal tidak hanya menjadi penyebab masalah tidur. Faktor fisiologis,
psikologis dan lingkungan dapat megubah kuantitas dan kualitas tidur. Adapun
menurut Lumbantobing (2010), faktor yang mempengaruhi tidur adalah:
a. Usia
Orang yang berbeda memiliki kebutuhan tidur yang berbeda, tetapi
kebanyakan orang dewasa dari segala usia membutuhkan sekitar delapan
jam tidur malam untuk merasa istirahat. Dan penuaan menyebabkan
perubahan yang dapat mempengaruhi pola tidur. Pada usia lanjut proporsi
waktu yang dihabiskan dalam tidur tahap 3 dan tahap 4 menurun,
sementara yang dihabiskan di tidur ringan tahap 1 meningkat dan tidur
menjadi kurang efisien.
b. Jenis Kelamin
Perbedaan gender juga merupakan faktor yang mempengaruhi tidur usia
lanjut. Dimana wanita lebih sering terjadi gangguan tidur daripada laki-laki.
Hal ini disebabkan karena wanita sering mengalami depresi dibanding laki-
laki. Secara psikososial wanita lebih banyak mengalami tekanan dari pada
dengan laki-laki.
c. Penyakit Fisik
Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik atau
masalah suasana hati seperti kecemasan atau depresi dapat menyebabkan
masalah tidur. Seseorang dengan perubahan seperti itu mempunyai
masalah kesulitan tertidur atau tetap tidur. Nokturia atau berkemih di malam
hari juga menjadi salah satu penyebab gangguan tidur dan siklus tidur. Dan
ini sering terjaid pada lansia dengan penurunan tonus kandung kemih atau
orang yang berpenyakit jantung, diabetes, uretritis atau penyakit prostat.
22

Lansia sering mengalami sindrom “kaki tak berdaya”, dan ini akan sering
menjadi kekambuhan di malam hari, seperti merasakan sensai gatal pada
otot, sehingga akan menimbulkan terganggunya tidur pada lansia
khususnya di malam hari.
d. Respon Terhadap Penyakit
Seiring berjalannya proses penuaan pada usia lanjut maka respon terhadap
penyakit mengalami penurunan secara perlahan-lahan. Sesak napas pada
saat tidur, pusing, ada gerakan kaki secara tidak sadar, ingin buang air kecil
dan terutama respon terhadap nyeri dan ketidaknyamanan yang dapat
mengakibatkan gangguan tidur pada usia lanjut. Kurangnya penanganan
nyeri dapat menjadi masalah bagi usia lanjut karena prevalensi kondisi
penyakit yang sering menyerang usia lanjut. Penyakit yang sering
menyerang pada usia lanjut antara lain penyakit jantung, stoke, diabetes
mellitus, penyakit paru, kanker, osteoporosis dan gangguan memoro. Rasa
nyeri yang menyertai penyakit pada usia lanjut dapat menyebabkan kurang
tidur yang dapat memperburuk kualitas tidur. Sebuah percobaan terbaru
yang dilakukan oleh Roehrs menunjukkan bahwa kehilangan tidur empat
jam mengakibatkan peningkatan sensitivitas terhadap rasa nyeri.
e. Obat-obatan dan Substansi
Lansia sering kali menggunakan variasi obat untuk mengontrol atau
mengatasi penyakit kroniknya, dan efek kombinasi dari obat-obatan dapat
menimbulkan gangguan tidur yang serius. L-triptofan adalah suatu protein
alami yang ditemukan dalam makanan seperti susu, keju dan daging, dapat
membantu seseorang untuk mudah tidur.
f. Gaya Hidup
Rutinitas harian seseorang mempengaruhi pola tidur. Individu yang bekerja
bergantian berputar (misal 2 minggu siang, kemudian diikuti oleh 1 minggu
malam) seringkali mempunyai kesulitan menyesuaikan jadwal tidur. Setelah
beberapa minggu bekerja pada waktu malam hari maka, jam biologis
seseorang dapat menyesuaikan. Perubahan lain dalam rutinitas yang
mengganggu meliputi bekerja berat yang tidak biasa, mengikuti aktivitas
sosial pada waktu malam hari, dan perubahan waktu makan malam.
23

g. Stres Emosional
Stres emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan tidak bisa
tidur. Seringkali lansia mengalami kehilangan yang mengarah pada stres
emosional. Pensiun, gangguan fisik, kematian orang yang dicintai, dan
kehilangan keamanan ekonomi keluarga merupakan contoh situasi yang
mempredisposisi lansia untuk cemas dan depresi. Sehingga lansia
seringkali mengalami perlambatan untuk jatuh tidur, munculnya tidur REM
secara dini, seringkali terjaga, peningkatan total waktu tidur, perasaan tidur
yang kurang dan terbangun cepat.
h. Lingkungan
Lingkungan fisik tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada
kemampuan untuk tertidur dan tetap tidur. Ukuran, kekerasan dan posisi
tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur. Seseorang lebih nyaman tidur
sendiri atau bersama orang lain, teman tidur dapat mengganggu tidur jika ia
mendengkur. Suara juga mempengaruhi tidur.
i. Latihan Fisik dan Kelelahan
Seseornag yang kelelahan biasanya memperoleh tidur yang
mengistirahatkan, khususnya kelelahan ini dikarenakan bekerja atau latihan
yang menyenangkan. Latihan 2 jam atau lebih sebelum waktu tidur
membuat tubuh mendingin dan mempertahankan suatu keadaan yang
melelahkan sehingga meningkatkan relaksasi. Akan tetapi, kelelahan yang
berlebihan yang dihasilkan dari bekerja yang meletihkan atau penuh stres
membuat sulit tidur. Hal ini juga dapat menjadikan masalah dalam kualitas
dan pola tidur, dan biasanya terjadi pada anak sekolah dan remaja.
j. Asupan Makanan dan Kalori
Orang tidur lebih baik ketika sehat sehingga mengikuti kebiasaan makan
yang baik adalah penting untuk kesehatan yang tepat dan tidur. Kafein dan
alkohol yang dikonsumsi pada malam hari mempunyai efek produksi
insomnia, sehingga mengurangi atau menghindari zat tersebut secara
drastis adalah strategi penting yang digunakan untuk meningkatkan tidur.
Kehilangan atau kelebihan berat badan juga dapat mempengaruhi pola
tidur.
24

3. Fisiologi Tidur
Setiap makhluk memiliki irama kehidupan yang sesuai dengan masa
rotasi bola dunia yang dikenal dengan nama irama sirkadian. Irama sirkadian
bersiklus 24 jam antara lain diperlihatkan oleh menyingsing dan terbenamnya
matahari, layu dan segarnya tanam-tanaman pada malam dan siang hari, awas
waspadanya manusia dan bintang pada siang hari dan tidurnya mereka pada
malam hari (Angkat, 2009).
Tidur merupakan kegiatan susunan saraf pusat, dimana ketika
seseorang sedang tidur bukan berarti bahwa susunan saraf pusatnya tidak aktif
melainkan sedang bekerja. Sistem yang mengatur siklus atau perubahan
dalam tidur adalah reticular activating system (RAS) dan bulbar synchronizing
regional (BSR) yang terletak pada batang otak (Kurniawan, 2012)
RAS merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan
susunan saraf pusat termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak dalam
mesenfalon dan bagian atas pons. Selain itu RAS dapat memberi rangsangan
visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari
korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Dalam keadaan
sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin seperti norepineprin.
Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya pelepasan serum serotonin
dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak tengah, yaitu BSR (Azmi,
2016).
4. Mekanisme Tidur
Tidur NREM dan REM berbeda berdasarkan kumpulan parameter
fisiologis. NREM ditandai oleh denyut jantung dan frekuensi pernafasaan yang
stabil dan lambat serta tekanan darah yang rendah. NREM adalah tahapan tidur
yang tenang. REM ditandai dengan gerakan mata yang cepat dan tiba-tiba,
peningkatan saraf otonom dan mimpi. Pada tidur REM terdapat fluktuasi luas
dari tekanan darah, denyut nadi dan frekuensi nafas. Keadaan ini disertai
dengan penurunan tonus otot dan peningkata aktivitas otot involunter. REM
disebut juga aktivitas otak yang tinggi dalam tubuh yang lumpuh atau tidur
paradoks (Utama, 2014).
Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20 menit, rata-
rata timbul setiap 90 menit dengan periode pertama terjadi 80-100 menit setelah
25

seseorang tertidur. Tidur REM menghasilkan pola EEG yang menyerupai tidur
NREM tingkat I dengan gelombang beta, disertai mimpi aktif, tonus otot sangat
rendah, frekuensi jantung dan nafas tidak teratur (pada mata menyebabkan
gerakan bola mata yang cepat atau rapid eye movement), dan lebih sulit
dibangunkan daripada tidur gelombang lambat atau NREM (Nurlela, 2009).
Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh sistem
yang disebut Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular Activity System
ini meningkat maka orang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular
Activity System menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas
Reticular Activity System (RAS) ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas
neurotransmitter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik, kolinergik,
histaminergik (Lumbantobing, 2010).
5. Siklus dan Tahapan Tidur
Menurut Lumbantobing (2010), tidur yang normal memiliki dua fase yaitu
pergerakan mata yang tidak cepat (tidur non rapid eye movement, (NREM) dan
pergerakan mata yang cepat (tidur rapid eye movement, (REM).
a. Tidur NREM dibagi menjadi 4 stadium, yaitu :
1) Stadium I : merupakan transisi dari bangun dan ditandai oleh hilangnya
pola alfa reguler dan munculnya amplitudo rendah, pola frekuensi
campuran, terutama pada rentang teta (2-7Hz), dan gerakan mata
berputar lambat. Seseorang dengan mudah terbangun oleh sensori
seperti stimulus suara. Dan ketika terbangun seseorang akan merasa
seperti telah melamun.
2) Stadium II : ditetapkan melalui kejadian kompleks K dan kumparan tidur
yang bertumpang tindih pada aktivitas latar belakang yang serupa
dengan stadium 1. Untuk terbangun masih relatif rendah, namun sudah
memiliki peningkatan dalam relaksasi. Dan fungsi tubuh seseorang
menjadi sangat lambat.
3) Stadium III : merupakan delta tidur dengan sekitar 20% tetapi kurang dari
50% aktivitas delta amplitudo tinggi (375𝜇𝑉) delta (0,5-2Hz). Kumparan
tidur tetap ada, aktivitas gerakan mata tidak ada, dan aktivitas EMG
(Elektromyografi) menetap pada kadar yang rendah sehingga otot-otot
mulai kendur. Tahap ini berakhir 15-30 menit.
26

4) Stadium IV : yaitu pola EEG (Elektro-Enchepalogram) stadium III lambat,


voltase tinggi terganggu pada sekitar 50% rekaman. NREM stadium III
dan IV disebut sebagai (secara kolektif) tidur “dalam”, “delta”, atau
“gelombang lambat”. Sangat sulit untuk membangunkan seseorang
dalam tahap tidur ini. Tanda-tanda vital mulai menurun secara
bermakna. Waktu ini berlangsung selama 15-30 menit.
b. Tidur REM
Merupakan tidur aktif atau tidur paradoksial. Tidur REM ditandai dengan
mimpi, otot-otot kendor meningkatkan tekanan darah, gerakan mata cepat
(mata cenderung bolak balik), gerakan otot tidak teratur, pernapasan tidak
tertaur cenderung lebih cepat, dan suhu serta metabolisme meningkat.

Bagan 2.1 : Tahap-tahap Siklus Tidur Orang Dewasa

Tahap Pratidur

NREM Tahap I NREM Tahap II NREM Tahap NREM Tahap


III IV

Tidur REM

NREM Tahap II NREM Tahap


III

Sumber: Kurniawan, (2012)


6. Gangguan Tidur
a. Insomnia
Insomnia adalah bukan bagian normal dari penuaan, tapi gangguan tidur
malam hari pada dewasa yang lebih tua, yang menyebabkan kantuk di
siang hari yang berlebihan. Menurut (Hidayat, 2008 dalam Hanifa, 2016),
insomnia dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Insomnia Initial, yang merupakan ketidakmampuan untuk jatuh atau
mengawali tidur.
2) Insomnia Intermiten, yang merupakan ketidakmampuan
memepertahankan tidur atau keadaan sering terjaga dari tidur.
27

3) Insomnia Terminal, yang merupakan ketidakmampuan untuk tidur


kembali setelah bangun tidur pada malam hari.
Sedangkan menurut (Hanifa, 2016) insomnia dibagi menjadi
1) Jangka pendek
Berakhir beberapa minggu dengan muncul akibat pengalaman stress yang
bersifat sementara seperti kehilangan orang yang dicintai, tekanan di
tempat kerja. Biasanya kondisi ini dapat hilang tanpa intervensi medis
setelah orang itu beradaptasi dengan stressor.
2) Sementara
Biasanya disebabkan oleh perubahan-perubahan lingkungan seperti
konstruksi bangunan yang bising atau pengalaman yang menimbulkan
ansietas.
3) Kronis
Berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup.Disebabkan kebiasaan
tidur yang buruk, masalah psikologis, penggunaan obat tidur yang
berlebihan, penggunaan alkohol yang berlebihan.Empat puluh persen
insomnia kronis disebabkan oleh masalah fisik seperti apnea tidur,
sindrom kaki gelisah, atau nyeri kronis.
b. Hipersomnia
Hipersomnia dicirikan dengan tidur lebih dari 8 atau 9 jam per periode 24 jam,
dengan keluhan tidur berlebihan. Biasanya disebabkan oleh masalah
psikologis, depresi, kecemasan, dan gaya hidup yang membosankan. Dengan
pada ciri mengantuk di siang hari yang persisten, mengalami serangan tidur.
c. Enuresis
Enuresis yaitu kencing yang tidak disengaja atau mengompol, paling banyak
terjadi pada laki-laki. Pada pria lansia dapat terjadi hipertrofi kelenjar prostat
yang menyebabkan tekanan pada leher kandung kemih sehingga sering
berkemih. Selain itu, hipertrofi prostat dapat mengakibatkan kesulitan memulai
dan mempertahankan aliran urine. Wanita lansia, terutama wanita yang
memiliki anak, dapat mengalami inkontinensia stress, yaitu terjadi pelepasan
urine involunter saat batuk, bersin, atau pun saat tidur tanpa disadari mereka
akan mengompol sehingga menyebabkan terbangun hal ini disebabkan
karena melemahnya otot kandung kemih pada lansia.
28

d. Narkolepsi
Merupakan keinginan yang tidak terkendali untuk tidur atau serangan
mengantuk mendadak, sehingga dapat tertidur pada setiap saat di mana
serangan tidur itu datang. Serangan mendadak yang dialami pada siang hari
tidak bisa dihindari, biasanya berlangsung 10-20 menit atau kurang dari 1 jam.
Gambaran tidur pada narkolepsi ini menunjukkan penurunan fase REM 30-70
%. Terdapat empat gejala klasik penderita narkolepsi yaitu rasa kantuk
berlebihan (EDS), melemasnya otot secara mendadak (katapleksi), dan sleep
paralysis (keadaan ketika akan tidur atau bangun tidur merasa sesak napas
seperti tercekik, dada sesak, sulit berteriak, dan badan sulit bergerak).
e. Apnea Tidur
Apnea tidur merupakan henti napas saat tidur atau mendengkur. Yang
disebabkan oleh rintangan terhadap pengaliran udara di hidung dan di mulut.
Pangkal lidah yang menyumbat saluran napas sering terjadi pada usia lanjut
karena otot-otot di bagian belakang mengendur lalu bergetar jika dilewati
udara pernapasan. Telah dilaporkan apnea napas terjadi pada 11-62% pada
usia lanjut. Sebagian besar penderita apnea tidur ini adalah pria, dengan
keluhan sering terbangun di malam hari, banyak tidur di siang hari,
mendengkur,dan nyeri kepala pada saat bangun.
7. Pengukuran Kualitas Tidur
Pengukuran kualitas tidur dapat berupa kuesioner maupun sleep diary,
nocturnal polysomnography, dan multiple sleep latency test. Sleep diary
merupakan pencatatan aktivitas tidur sehari-hari, waktu ketika tertidur, aktivitas
yang dilakukan dalam 15 menit setelah bangun, makanan dan minuman, serta
obat yang dikonsumsi. Pengukuran kualitas tidur dengan menggunakan
instrumen Pittsburgh Sleep Quality Index (PQSI). PQSI merupakan instrumen
efektif yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur dan pola tidur. Instrumen
PQSI dibuat berdasarkan pengukuran pola tidur responden dengan rentang
tidur satu bulan terakhir. Tujuan pembuatan PQSI adalah untuk menyediakan
standar pengukuran kualitas tidur yang valid dan terpercaya, membedakan
antara tidur yang baik dan tidur yang buruk, menyediakan indeks yang mudah
dipakai oleh subjek dan interpetasi oleh peneliti, dan digunakan sebagai
29

ringkasan dalam pengkajian gangguan tidur yang bisa berdampak pada kualitas
tidur (Indrawati, 2012).
C. Terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (Seft)
1. Pengertian
SEFT merupakan teknik penyembuhan emosional yang juga ternyata
dapat menyembuhkan gejala-gejala penyakit fisik. SEFT adalah teknik
penyembuhan tubuh dan pikiran yang mengkombinasikan efek fisik dari
perawatan meridian dengan efek mental dalam memfokuskan pada sakit atau
permasalahan pada waktu yang sama (Iskandar, 2010)
Menurut Zainuddin (2009) perbedaan EFT dan SEFT yaitu EFT
berasumsi kesembuhan berasal dari sendiri sedangkan SEFT berasumsi
berasal dari Tuhan, EFT menggunakan 7 atau 14 titik sedangkan SEFT
menambahkan titiknya hingga 18 titik.Terapi SEFT (Spiritual Emotional
Freedom Tehnique) adalah terapi dengan menggunakan gerakan sederhana
yang dilakukan untuk membantu menyelesaikan permasalahan sakit fisik
maupun psikis, meningkatkan kinerja dan prestasi, meraih kedamaian dan
kebahagiaan hidup. Terapi SEFT (spiritual emotional freedom technique)
adalah tehnik terapi yang menggunakan gerakan sederhana untuk membantu
menyelesaikan berbagai masalahsakit fisik maupun psikis, meningkatkan
perfoma kerja dan prestasi, meraih kedamaian dan prestasi serta
kebermaknaan hidup. Rangkaian yang dilakukan adalah :
a. The set – up yaitu menetralisir energi negatif yang ada ditubuh,
b. The tune in yaitu mengarahkan pikiran pada tempat rasa sakit, dan
c. The tapping yaitu mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik – titik
tertentu ditubuh manusia.
2. Tujuan SEFT
Menurut Zainuddin (2009) SEFT merupakan sebuah teknik ilmiah
revolusioner yang dengan sangat mudah dan cepat (5-25 menit) dapat
digunakan untuk :
a. Mengatasi berbagai masalah fisik
Sakit kepala, nyeri punggung, maag, asma, sakit jantung, kelebihan
berat badan, alergi, dan sebagainya.
30

b. Mengatasi berbagai masalah emosi


Takut (phobia), trauma, depresi, cemas, kecanduan rokok, stress, sulit
tidur, mudah marah atau sedih, gugup menjelang ujian atau presentasi,
latah, kesurupan, kesulitan belajar, tidak percaya diri, dan sebagainya.
c. Mengatasi berbagai maslah keluarga dan anak-anak
Ketidak harmonisan keluarga, selingkuh, masalah seksual, di ambang
perceraian, anak nakal, anak malas belajar, anak mengompol, dan
sebagainya.
d. Meningkatkan prestasi
Meningkatkan prestasi olah raga, prestasi kerja, prestasi belajar,
meningkatkan penjualan, memperlancar negosiasi, mencapai goals dan
target.
e. Meraih kesuksesan hidup, meningkatkan kedamaian hati dan
kebahagiaan.
SEFT bekerja dengan prinsip yang kurang lebih sama dengan akupuntur
dan akupresur. Ketiganya berusaha merangsang titik-titik kunci di
sepanjang 12 jalur energy (meridian energy) tubuh yang sangat
berpengaruh pada kesehatan kita.
Akupuntur berasal dari kata latin “acus” artinya jarum dan “punctur”
artinya menusuk, jadi akupuntur berarti “menusuk dengan jarum”.
Akupunturis mempraktikkan seni ini dengan menusukkan jarum tipis
kedalam beberapa titik akupuntur pada tubuh. Titik ini terletak di dalam
“meridian” (Laila,2011).
Perbedaannya, SEFT menggunakan cara yang lebih aman, lebih mudah
dipelajari dan dipraktekkan siapa saja, lebih cepat dan lebih sederhana
di banding dengan terapi pendahulunya (akupuntur dan akupresur)
dengan kata lain terapi ini dapat dilakukan sendiri. Selain itu spectrum
masalah yang dapat diatasi dengan SEFT juga lebih luas.
3. Cara Melakukan SEFT
Menurut Zainuddin (2009) cara melakukan SEFT harus melalui
tahapan sebagai berikut :
31

a. Estimate Severity
Ada baiknya terlebih dahulu subjek menentukan nilai seberapa tinggi
intensitas emosi / rasa sakit yang dialami sekarang dengan
menggunakan skala 0-10 (0 = tidak terasa, 10 = intensitas maksimum).
Nilai subjektif tersebut (0-10) yang menjadi tolok ukur kemajuan setelah
SEFT
b. The Set-Up
Semua individu memiliki aspek bawah sadar yang tidak siap untuk
menyembuhkan karena menganggap jauh lebih aman dengan keadaan
dirinya yang sekarang. The set-Up dirancang untuk membantu individu
agar siap untuk sembuh.
Cara melakukan Set-Up adalah mengucapkan kalimat Set-Up seperti “
Meskipun saya ingin merokok ketika minum kopi padahal saya juga ingin
berhenti merokok, saya benar-benar menerima dan mencintai diri saya
sendiri”. Kalimat tersebut diucapkan sebanyak tiga kali sambil menekan
pada titik karate chop yaitu pada samping telapak tangan.
“The Set-Up” bertujuan untuk memastikan agar aliran energy tubuh kita
terarahkan dengan tepat. Langkah ini dilakukan untuk menetralisir
“Psychological Reversal” atau perlawanan psikologis” (biasanya berupa
pikiran negativ spontan atau keyakinan bawah sadar negatif).
Contoh Psychological Reversal ini diantaranya :
1) Saya tidak bisa sehat seperti dulu lagi
2) Saya tidak mungkin sembuh dari penyakit jantung ini
3) Saya tidak mampu menjalani pengobatan ini
4) Saya, menyerah, saya tidak mampu mematuhi diet jantung
5) Saya menyerah, saya tidak mampu minum obat dengan teratur.
The Set-Up sebenarnya terdiri dari 2 aktifitas adalah mengucapkan
kalimat seperti diatas dengan penuh rasa khusyu’, ikhlas dan pasrah
sebanyak 3 kali. Dan yang kedua adalah, sambil mengucapkan dengan
perasaan, kita menekan dada kita, tepatnya dibagian “Sore Spot” (Titik
Nyeri : daerah disekitar dada atas yang jika ditekan agak sakit) atau
mengantuk dengan dua ujung dibagian “Karate Chop”.
32

Setelah menekan titik nyeri atau mengetuk karate chop sambil


mengucapkan kalimat Set-Up seperti dibawah, kita melanjutkan dengan
langkah kedua, “The Tune-In”.
Contoh Set-Up (doa) untuk masalah emosi:
Yaa Allah….. meskipun saya cemas menjalani pengobatan ini, saya
ikhlas menerima ini semua, saya pasrahkan pada-Mu ketenangan hati
saya.
Contoh Set-Up (doa) untuk masalah fisik:
Yaa Allah… meskipun dada saya terasa sangat nyeri dan sesak nafas,
saya ikhlas menerima sakit ini, saya pasrahkan pada-Mu kesembuhan
saya.
c. The Tune-In
Untuk masalah fisik, melakukan Tune-In dengan cara merasakan rasa sakit
yang kita alami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat rasa sakit,
dibarengidengan hati dan mulut mengucapkan “ Yaa Allah saya ikhlas, saya
pasrah” atau “Yaa Allah saya ikhlas menerima sakit saya ini, saya pasrah
pada-Mu kesembuhan saya”.
Untuk masalah emosi, melakukan Tune-In dengan cara memikirkan
sesuatuatau peristiwa spesifik tertentu yang dapat membangkitkan energy
negatif yang ingin kita hilangkan. Ketika terjadi reaksi negativ (marah, sedih,
takut, dan sebagainya) hati dan mulut mengatakan “Yaa Allah ... sya ikhlas,
saya pasrah”.
Bersamaan dengan Tune-In, kemudian melakukan langkah ke 3 (tapping.
Pada proses inilah (tune-in yang di barengi tapping) kita menetralisir emosi
negativ atau rasa sakit fisik.
d. The Tapping
Tapping adalah mengetuk rgan dua ujung jari pada titik tertentu di tubuh
kita sambil terus Tune-In. Titik-titik ini adalah titik-titik kunci dari “The Major
Enenrgy Meredians”. Yang jika kita ketuk beberapa kali akan berdampak
pada ternetralisirnya gangguan emosi atau rasa sakit yang kita rasakan.
Karena aliran energy tubuh berjalan dengan normal dan seimbang kembali.
33

Pada bagian tapping yang dilakukan adalah dengan menekan atau


mengetuk 5-7 kali ketukan pada titik-titik di bagian tubuh tertentu sambil
mengucapkan permasalahan yang sedang dialami subjek.
Adapun titik-titik tersebut adalah pada bagia top of head (bagian atas
kepala), end of eyebrow (titik permulaan alis mata), side of eye (titik
permulaan alis mata), under eye (2 cm dibawah mata), under nose
(dibawah hidung), chin (antara dagu dan bagian bawah bibir), collarbone
(pada ujung tempat bertemu tulang dada dan tulang rusuk pertama), under
arm, (untuk lali-laki terletak dibawah ketiak sejajr dengan putting susu dan
wanita terletak di perbatasan antara tulang dada dan bagian bawah
payudara), gamut (dibagian antara perpanjangan tulang jari manis dan
tulang jari kelingking), karate point (disamping telapak tangan). Ketika
subjek menekan pada titik-titik tertentu dalam tubuh yang telah disebutkan
di atas,sadarilah bahwa setiap kenangan atau emosi atau pikiran atau
perasaan dalam tubuh yang muncul ke perukaan akan menuntun subjek
pada permasalahan atau apa yang harus diucapkan pada putaran tapping
selanjutnya.
Ketukan pada titik meridian mengirimkan energi kinetis kepada emergi
sistem dan membebaskan hambatan yang menutupi aliran energi. Berikut
adalah titik-titik tersebut :
1) Cr = crown
Pada titik dibagian atas kepala (ubun-ubun)

Gambar 2.1
Sumber : Zainuddin, (2009)
34

2) EB = Eye brow
Pada titik pangkal alis

Gambar 2.2
Sumber : Zainuddin, (2009)
3) SE = side of the Eye
Di atas tulang samping mata

Gambar 2.3
Sumber : Zainuddin, (2009)
4) UE = Under the Eye
2 cm dibawah kelopak mata

Gambar 2.4
Sumber : Zainuddin, (2009)
35

5) UN = Under the nose


Tepat dibawah hidung

Gambar 2.5
Sumber : Zainuddin, (2009)
6) Ch = Chin
Di antara dagu dan bagian bawah bibir

Gambar 2.6
Sumber : Zainuddin, (2009)
7) CB = Colar Bone
Di ujung tempat bertemunya tulang dada, collar bone dan tulang rusuk
pertama.

Gambar 2.7
Sumber : Zainuddin, (2009)
36

8) UA= Under the Arm


Di bawah ketiak sejajr dengan puting susu (pria) atau tepat di bagian
tengah tali bra (wanita)

Gambar 2.8
Sumber : Zainuddin, (2009)
9) BN = Bellow Nipple
2,5 cm di bawah puting susu (pria) atau perbatasan antara tulang dada
dan bagian bawah payudara.

Gambar 2.9
Sumber : Zainuddin, (2009)
10) IH = Inside of Hand
Di bagian dalam tangan yang berbatasan dengan telapak tangan.

Gambar 2.10
Sumber : Zainuddin, (2009)
37

11) OH = Outside of Hand


Di bagian luar tangan yang berbatasan dengan telapak tangan.

Gambar 2.11
Sumber : Zainuddin, (2009)
12) Th = Thumb
Ibu jari di samping luar bagian bawah kuku

Gambar 2.12
Sumber : Zainuddin, (2009)
13) IF = Index Finger
Jari telunjuk di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang
menghadap ibu jari).

Gambar 2.13
Sumber : Zainuddin, (2009)
38

14) MF = Middle Finger


Jari tengah samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang
menghadap ibu jari.

Gambar 2.14
Sumber : Zainuddin, (2009)
15) RF = Ring Finger
Jari manis di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang
menghadap ibu jari).

Gambar 2.15
Sumber : Zainuddin, (2009)
16) BF = Baby Finger
Di jari kelingking di samping luar bagian bawah kuku (di bagian yang
menghadap ibi jari).

Gambar 2.16
Sumber : Zainuddin, (2009)
17) KC = Karate Chop
Di samping telap tangan, bagian yang kita gunakan untuk mematahkan
balok saat karate.
39

Gambar 2.17
Sumber : Zainuddin, (2009)
18) GS = Gamut Spot
Dibagian antara perpanjangan tulang jari manis dan tulang jari
kelingking.

Gambar 2.18
Sumber : Zainuddin, (2009)
4. Kunci Keberhasilan SEFT
Menurut Zainuddin (2009) kunci dalam keberhasilan SEFT adalah sebagai
berikut :
a. Yakin
Terapis maupun klien tidak perlu yakin dengan SEFT atau diri sendiri,
melaikan yakin pada Maha Kuasanya Tuhan dan Maha Sayangnya
Tuhan.Jadi SEFT tetap efektif walaupun pasien skeptic, ragu, tidak
percaya diri, malu kalau tidak berhasil, dan sebagainya.Asalkan klien
dan terapis masih yakin dengan Allah, SEFT tetap efektif.Anehnya, jika
semakin percaya diri semakin tidak bagus hasilnya. Semakin tidak
percaya diri tetapi percaya dengan Allah atau percaya dengan Tuhan
maka hasilnya akan menakjubkan. Karena ketika percaya diri berarti ego
menjadi naik.Sedangkan ego adalah singkatan dari Edging God Out
yang artinya menyingkirkan Tuhan ke luar.Artinya semakin ego naik,
semakin Tuhan menyingkirkan dari kehidupan kita. Semakin kurang ego
40

atau bahkan “nol”, semakin Tuhan ingin membuat keajaiban dalam


kehidupan
b. Khusyu’
Selama melakukan terapi, khususnya saat set-up, harus konsentrasi
atau khusyu’.Pusatkan pikiran kita pada saat melakukan set-up (berdoa)
pada “Sang Maha Penyembuh”, berdoalah dengan penuh kerendahan
hati.Salah satu penyebab tidak terkabulnya doa adalah karena tidak
khusyu’, hati dan pikiran tidak ikut hadir saat berdoa, alias berdoa hanya
di mulut saja, tidak sepenuh hati.Jadi, hilangkan pikiran lain, konsentrasi
pada kata-kata yang di ucapkan saat melakukan Set-Up.
c. Ikhlas
Ikhlas artinya ridho atau menerima rasa sakit (baik fisik maupun emosi)
dengan sepenuh hati. Ikhlas artinya tidak mengeluh, tidak complain atas
musibah yang sedang diterima. Yang membuat semakin sakit adalah
karena tidak mau menerima dengan ikhlas rasa sakit atau masalah yang
sedang dihadapi itu.Ikhlas ini pula yang membuat sakit apapun yang
dialami menjadi sarana menyucikan diri dari dosa dan kesalahan yang
pernah dilakukan.
d. Pasrah
Pasrah berbeda dengan ikhlas. Ikhlas adalah menerima dengan legowo
apapun yang kita alami saat ini, sedangkan pasrah dalah menyerahkan
apa yang terjadi nanti pada Allah SWT. Memasrahkan pada-Nya apa
yang terjadi nanti. Apakah nanti rasa sakit yang kita alami semakin
parah, semakin membaik, atau sembuh total, kita pasrahkan kepada
Allah. Pasrah bukan berarti fatalism, pasrah yang sejati disertai usaha
optimal untuk mencari solusi. Pasrah (tawakkal) berate bahwa kita
berusaha sekuat tenaga sambil hati kita hanya bergantung kepada Allah.
e. Syukur
Bersyukur saat kondisi semua baik-baik saja adalah mudah.Sungguh
berat untuk tetap bersyukur disaat mengalami sakit atau punya masalah
yang belum terselesaikan. Tetapi apakah tidak layak jika minimal
mensyukuri banyak hal lain dalam hidup yang masih baik dan sehat.
Jangan sampai satu masalah kecil menenggelamkan rasa syukur atas
41

nikmat yang besar.Maka perlu “discipline of gratitude”, mendisiplinkan


pikiran, hati dan tindakan untuk selalu bersyukur dalam kondisi yang
berat sekalipun.
5. Keunggulan Terapi SEFT (Spiritual Emosional Freedom Technique)
Menurut Zainudin (2009) kelebihan terapi SEFT (spiritual emotional
freedom tehnique) dibanding teknik atau metode terapi atau konseling atau
training yang lain adalah :
a. Mudah dipelajari dan mudah dipraktikkan oleh siapa saja
b. Cepat dirasakan hasilnya
c. Murah (sekali belajar bisa kita gunakan untuk selamanya, pada berbagai
masalah)
d. Evektifitasnya relatif permanen
e. Jika dipraktikkan dengan benar, tidak ada rasa sakit atau efek samping, jadi
sangat aman dipraktikkan oleh siapapun
f. Universal (bisa diterapkan untuk masalah fisik atau emosi apapun)
6. Pengaruh Terapi Sepiritual Emotional Freedom Technique untuk penderita
Congestif Herat faillure
SEFT adalah satu tehnik dahsyat (Power tools) yang dapat digunakan
untuk memberdayakan diri secara menyeluruh. Berikut penerapan seft dalam
memberdayakan diri atau meningkatkan motivasi belajar :
a. Seft untuk mengatasi rasa takut dan ragu saat mengambil keputusan.
Hambatan emosi pada langkah pertama ini adalah “ketakutan dan
keraguan”. Lakukan SEFT untuk mengatasi rasa takut dan ragu dan
pusatkan dengan penuh rasa percaya diri dan pasrahkan kepada Allah.
“Dan jika kamu telah membulatkan tekat, maka bertakwa-lah pada Allah.
Sesungguhnya ia mencintai orang-orang yang berpasrah diri”. Begitu kata
Al-Qur’an. Dengan kata lain, kinerja seft juga dapat meningkatkan motivasi
belajar yang caranya juga yakin dan pasrahkan kepada Allah.
b. Menerobos rintangan
Seringkali ketika kita telah memutuskan untuk melakukan yang terbaik,
maka kita akan menemui beberapa hambatan internal. Hambatan internal.
Untuk mengatasi hambatan-hambatan ini kita dapat melakukan 4 hal yang
disarankan oleh steve wells berikut ini :
42

c. Membiasakan selftalk dan mental imagery yang positif


Apa yang secara konsisten kita banyangkan dalam benak kita (mental
imagery) dan apa yang selalu kita katakan pada diri kita sendiri (self talk)
memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan kegagalan atau
kesuksesan kita. Jika mengatakan pada diri sendiri: “ini adalah hari yang
buruk”, kemudian membanyangkan segala hal buruk yang mungkin akan
terjadi pada hari ini, maka kemungkinan besar akan benar-benar
mendapatkan satu hari “buruk”. Jika anda ingin mendapatkan hasil yang
positif, pastikan anda mengatakan hal-hal positif pada diri anda sendiri dan
membayangkan hal-hal positif tentang diri anda. Tetapi masalahnya, saat
kita mengatakan dan membayangkan hal-hal positif itu, kadang muncul
suara negatif yang menyanggahnya. Inilah yang dinamakan “sabotase diri”.
SEFT dapat kita gunakan untuk menetralisir kebiasaan menyabotase diri
sendiri ini dengan cara menerapkannya saat suara-suara atau image negatif
itu muncul.
SEFT dapat membantu kita untuk mengubah fokus kita, dari
ketakutan dan keraguan menuju percaya diri dan kepasrahan. Ketakutan
dan keraguan yang datang dapat kita netralisir dengan SEFT, kemudian kita
bisa melakukan SEFT sambil mem-visualisasikan apa yang kita inginkan.
Para ahli peak performance sepakat bahwa visualisasi atau mental imagery
sangat berpengaruh pada kinerja seorang atlet, pelajar atau pekerja.Tehnik
visualisasi yang digabungkan dengan SEFT dapat memberikandampak
yang lebih besar. Hal ini karena saat kita melakukan visualisasi, kita juga
merangsang titik-titik energi meredian untuk menghasilkan efek yang lebih
kuat.
d. Membiasakan kondisi fisiologis yang menunjang kesuksesan
Bagaimana anda menggerakkan tubuh anda, berpengaruh sangat besar
terhadap perasaan anda. Ubahlah cara anda bergerak (physiology) maka
anda akan merubah perasaanh anda. Masalahnya, jika sering merasa aneh
saat berusaha mengubah sikap tubuh kita. Jika kita belum terbiasa, ada
hambatan internal yang mencegah kita untuk mengubah sikap tubuh kita.
Kita merasa tidak kongruen, SEFT dapat membantu hambatan internal ini,
43

agar kita dapat mengubah sikap tubuh dengan cara yang terasa lebih alami,
lebih kongruen.
e. Melakukan anchoring saat merasakan
Anchoring adalah suatu proses menghubungkan satu pengalaman dengan
stimulus tertentu. Anda bisa melakukan anchoring pada saat mengalami
pengalaman positif (misalnya: perasaan penuh syukur dan percaya diri saat
memenangkan satu kejuaraan). Anda bisa melakukan anchoring
pengalaman positif dengan menggunakan gerakan-gerakan tertentu, musik,
gambar, semboyan, yel-yel, dsb. SEFT bisa anda gunakan untuk
memperkuat aspek anchoring dengan cara melakukan SEFT sambil
melakukan anchoring.
f. Hilangkan kepercayaan yang merusak
Kepercayaan-kepercayaan negatif bisa berupa keyakinan yang kita sadari
atau keyakinan yang terbenam dalam alam bawah sadar kita. Kita sudah
terbiasa meyakininya sehingga tidak merasa bahwa sebenarnya keyakinan-
keyakinan negati inilah yang menghambat kemajuan hidup kia. Jika ingin
mengubah hidup, maka kita perlu mengubah keyakinan-keyakinan negatif
kita. Dalam hadist Kudsi Allah berfirman. Dengan menggunakan teknik
SEFT secara tepat, kita dapat menghentikan pola sabotase diri yang
disebabkan oleh limiting belief.
g. Perjelas prioritas anda
SEFT dapat anda gunakan untuk memperjelas prioritas anda dan untuk
mengatasi konflik kepentingan antara satu prioritas dengan prioritas yang
lain.
h. Tetapkan tujuan anda
Hanya setelah kita memutuskan apa yang kita inginkan, mengatasi
hambatan-hambatan internal dan menetapkan prioritas utama kita, barulah
kita dapat melakukan setting goals dengan jernih. Saat setting goals, kita
kadang dihantui ketakutan dan keraguan tentang apakah goal kita itu bisa
tercapai atau tidak.
SEFT sekali lagi dapat kita gunakan untuk menetralisir perasaan ragu dan
takut gagal saat menetapkan saran (setting goals), sehingga kita dapat
44

melakukan langkah setting goals ini dengan sepenuh hati (dalam istilah
Steve Wells: kongruen.
i. Tetaplah gigih dalam menekuni komitmen anda
Menetapkan komitmen berarti membuat janji pada diri sendiri bahwa kita
akan melakukan apapun yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan kita.
Kita memerlukan kegigihan dalam menekuni komitmen kita, karena jalan
menuju pencapaian tujuan dan cita-cita kita tidak selalu mulus.
SEFT bisa kita gunakan untuk memperkuat komitmen kita dengan cara
melakukannya dalam tiap level komitmen. Saat anda merasakan diri anda
tidak kongruen ketika mengucapkan satu komitmen, anda bisa melakukan
SEFTuntuk menghilangkan incongruency ini, sampai anda bisa dengan
sepenuh hati mengucapkan komitmen tertinggi anda.
j. Buatlah rencana yang matang, tapi bersiaplah merespon kesempatan
spontan.
Setelah anda telah membulatkan tekad untuk mencapai gools Anda, Anda
perlu membuat rencana yang memadai untuk mewujudkannya. Steve Wells
menyarankan beberapa hal berikut untuk membantu perencanaan yang
baik.
1) Lakukan persiapan.
2) Buatlah blueprint atau rencana awal
3) Carilah seseorang yang bisa anda jadikan teladan, tirulah kiat-kiat
mereka
4) Carilah pembimbing yang tepat
5) Dapatkan rekan dan pendukung yang tepat
6) Ciptakan lingkungan yang mendukung kesuksesan anda
7) Saat berhasil mencapai target, berilah diri anda sedndiri hadiah.
k. Bertindak dengan penuh keyakinan dan penuh semangat.
Diatas segalanya, setelah melalui enam tahap menuju peak performance,
akhirnya kita sampai pada tahap terpenting, yaitu: bertindak. Keenam
langkah diatas tidak berguna jika pada akhirnya tidak dapat membuat kita
“bertindak”. Banyak orang yang ragu-ragu, takut atau enggan untuk
bertindak ketika saatnya tiba. SEFT dapat kita manfaatkan untu mengatasi
segala hambatan ini (Zainuddin, 2009).
45

D. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Pretty Angelina Brillianti, tahun 2016 dengan
judul penelitian Hubungan Self-Management dengan Kualitas Hidup Pasien
PascaStroke di Wilayah Puskesmas Pisangan Ciputat, menggunakan metode
penelitian analitik korelasi dan hasil penelitian menunjukkan bahwa Ada
hubungan yang kuat antara SEFT- manajemen diri dan kualitas hidup pasca
stroke dengan tingkat signifikansi (2-tailed) adalah 0,000.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Mukhamad Rajin, 2012 dengan judul peneliyian
Terapi Spiritual Emotional Freedom Tehnique (SEFT) Untuk Meningkatkan
Kualitas Tidur Pasien Pasca Operasi di Rumah sakit, menggunakan metode
penelitian Pre-posttest control group design tehnik Purposive sampling dan hasil
penelitian menunjukkan bahwa Hasil uji statistik one way Anova pada hari
pertama didapatkan nilai P= 0.009 dan pada hari ketiga nilai P= 0.000.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terapi SEFT dapat
meningkatkan kualitas tidur pasien dengan signifikan

.
46

E. Kerangka Teori

Pasien Gangguan Terapi Kondisi tubuh sesudah


Kualitas tidur dilakukan terapi SEFT :
SEFT
a. Bertindak dengan penuh
kenyakinan dan penuh
Komponen terapi SEFT semangat
: b. Bersikap gigih
c. Untuk mengatasi rasa takut
a. Yakin dan rasa ragu saat
b. Khusu’ mengambil keputusan
c. Ikhlas

Tujuan SEFT
a. Mengatasi berbagai masalah fisik
b. Mengatasi berbagai emosi
c. Meraih kesuksesan hidup,
meningkatkan kedamaian hati dan
kebahagiaan.

Bagan 2.4 Kerangka Teori


Sumber: Zainuddin (2009) dan Syafiie (2009)
Keterangan :
: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian
Variabel adalah karakteristik yang dimiliki oleh subyek yang berbeda
dengan yang dimiliki oleh kelompok tersebut (Nursalam, 2013). Variabel
independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependen (Nursalam,
2008). Dalam penelitian ini variabel independennya adalah Seft (Spritual
Emotional Freedom Technique)
Variabel dependen adalah variabel respon atau output (Nursalam, 2013).
Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah kualitas tidur pasien CHF
B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis diartikan sebagai dugaan atau jawaban sementara, yang
mungkin benar atau juga salah (Nursalam, 2013). Berdasarkan atas teori yang
ada maka hipotesisnya adalah sebagai berikut :
Ha : Ada pengaruh Seft (Spritual Emotional Freedom Technique) Terhadap
Kualitas Tidur Pasien CHF di Rumah Sakit Mitra Bangsa Pati
Ho : Tidak ada pengaruh Seft (Spritual Emotional Freedom Technique) Terhadap
Kualitas Tidur Pasien CHF di Rumah Sakit Mitra Bangsa Pati
C. Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independent Variabel Dependent

Seft (Spritual Kualitas tidur pasien CHF di


Emotional Freedom Rumah Sakit Mitra Bangsa
Technique)
Pati

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

47
48

D. Rancangan Penelitian
1. Jenis penelitian dan desain penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang merupakan
penelitian quasi experimental dengan menggunakan deskriptif analitik yaitu
pengamatan terhadap obyek yang diteliti (Notoatmojo, 2010). Penelitian ini
menggunakan quasy experiment dengan desain pre- posttest design with
two control group yang mempunyai tujuan mengungkapkan perbedaan
antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dan membandingkan
dengan kelompok kontrol. Dalam penelitian ini ada kelompok kontrol atau
pembanding subyek. Dimana subyek sebelum dan sesudah diberikan
intervensi untuk terapi SEFT terlebih dulu kemudian dilakukan pengukuran
Kualitas tidur pasien CHF
Kelompok Intervensi R1 X1 R2 Y1 = R1 : R2
Kelompok Kontrol R3 X0 R4 Y2 = R3 : R4
Y3 = R2 : R4
Keterangan :
R1 : Kelompok intervensi diukur kualitas tidur pada pasien CHF
sebelum diberikan terapi SEFT
R2 : Kelompok intervensi diukur kualitas tidur pada pasien CHF
sesudah diberikan Terapi SEFT
X1 : Intervensi pemberian terapi SEFT dan obat tidur
R3 : Kelompok kontrol diukur kualitas tidur pada pasien CHF tanpa
diberikan terapi SEFT
R4 : Kelompok kontrol diukur kualitas tidur pada pasien CHF tanpa
diberikan terapi SEFT
X0 : Tidak diberikan Terapi SEFT dan diberikan obat tidur
Y1 : Kualitas tidur setelah diberikan terapi SEFT pada kelompok
intervensi
Y2 : Kualitas tidur setelah diberikan terapi SEFT pada kelompok control
Y3 : Perbedaan kualitas tidur pada pasien CHF sebelum (pre-test)
dengan sesudah (post-test) pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol
49

2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data


Pendekatan yang digunakan dengan cross-sectional, mempelajari
dinamika faktor-faktor pengaruh dengan faktor terpengaruh dalam waktu
yang sama. Dalam penelitian ini peneliti menelaah Pengaruh Seft (Spritual
Emotional Freedom Technique) Terhadap Kualitas Tidur Pasien CHF di
Rumah Sakit Mitra Bangsa Pati (Machfoedz, 2009).
3. Metode Pengumpulan Data
Menurut Saryono (2010) jenis data ada dua macam, yaitu :
a. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari responden. Data primer
merupakan data yang diperoleh dari hasil pengamatan langsung
terhadap responden sebagai alat pengumpulan data, dimana hasil
pengamatan responden dicatat dalam lembar observasi.
b. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumentasi atau
data laporan yang telah tersedia. Data sekunder adalah data
pengumpulannya bukan diusahakan sendiri oleh peneliti. Data ini
diperoleh dari catatan medis Rumah Sakit Mitra Bangsa Pati
4. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kuantitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2008).
Populasi merupakan seluruh subyek atau obyek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2010). Populasi dalam penelitian ini
adalah Penderita CHF rawat inap di RS Mitra Bangsa Pati rata- rata perbulan
sebanyak 51 pasien.
5. Prosedur Sampel Dan Sampel Penelitian
a. Sampel penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian wakil dari populasi yang diteliti .
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagai
jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Machfoedz, 2009).
Rumus untuk menentukan sampel adalah:
50

𝑁
n=
1 + 𝑁(𝑒 2 )

Keterangan :
N = Jumlah Populasi
e = Taraf Kesalahan
Berdasarkan jumlah populasi, sampel yang digunakan adalah :

51
𝑛=
1 + 51(0,12 )
51
𝑛=
1,51
n= 34 orang

Jadi jumlah sampel yang dijadikan responden adalah sebanyak 34


orang. Kelompok intervensi 17 orang dan kelompok kontrol 17 orang.
Untuk mengantisipasi droup out responden maka 10% dari 34 orang
adalah 4 orang.
b. Teknik sampling
Teknik sampling adalah suatu cara pengambilan populasi menjadi
sampel atau subyek yang diteliti dengan memperhatikan isi peneliti yang
di lakukan (Sugiyono, 2008). Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling yaitu sampel
diambil sesuai dengan kriteria penelitian (Hidayat, 2010).
Kriteria Inklusi penelitian adalah:
1) Pasien dengan CHF dalam kondisi sadar (composmentis)
2) Pasien yang mendapat obat zypras
3) Pasien yang memiliki gangguan tidur
Kriteria ekslusi :
1) Pasien yang mengundurkan diri
2) Pasien CHF dengan penurunan kesadaran
3) Pasien tidak kooperatif
4) Pasien yang sedang mengkonsumsi atau menjalani pengobatan
penyakit lain.
51

6. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel adalah mendefinisikan variabel secara
operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan
peneliti melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu
objek atau fenomena (Hidayat, 2010).

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Definisi Alat dan


Variabel Hasil Ukur Skala
Operasional cara ukur

Terapi SEFT Tehnik terapi yang SOP SEFT 1. Dikakukan Nominal


menggunakan Terapi SEFT
gerakan sederhana 2. Tidak
untuk membantu dilakukab
menyelesaikan terapi SEFT
berbagai masalah
sakit fisik maupun
psikis, meningkatkan
perfoma kerja dan
prestasi, meraih
kedamaian dan
prestasi serta
kebermaknaan
hidup. Tehnik ini
dilakukan selama 3
hari. Dalam 1 hari
dilakukan 1 kali
pemberian tehnik
SEFT selama 10
menit.

Kualitas Takaran baik dan Kuesioner 1. Skor ≤5 : Ordinal


Tidur pada buruk dari kebiasaan PQSI yang Kualitas
CHF tidur seseorang dimodifikasi Tidur Baik
selama 1 minggu 2. Skor >5 :
terakhir KualitasTidur
Buruk
7. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah alat pengumpulan data dalam penelitian.
Instrument dalam penelitian ini adalah

a. Karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan


52

b. Terapi SEFT menggunakan SOP SEFT


c. Kulitas tidur menggunakan kuesioner yang terdiri dari 8 pertanyaan
1) Kualitas tidur
Penilaian kualitas tidur menggunakan lembar kuesioner. Kuesioner untuk
menilai kulitas tidur adalah The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI),
yang terdiri dari 7 (tujuh) komponen, yaitu kualitas tidur subyektif, latensi
tidur, durasi tidur, efisiensi tidur sehari-hari, gangguan tidur,
penggunaan obat tidur, dan disfungsi aktivitas siang hari. Masing-
masing komponen memiliki kisaran nilai 0–3 dengan 0 menunjukkan
tidak adanya kesulitan tidur dan 3 menunjukkan kesulitan tidur yang
berat.
Tabel 3.2
Pertanyaan Kuesioner Kualitas Tidur
No Komponen No Pertanyaan
1 Kualitas tidur 9
2 Waktu memulai tidur 2, 5a
3 Lama tidur 4
4 Efesiensi tidur 1,3,4
5 Gangguan tidur 5b-5j
6 Penggunaan obat untuk 6
membantu tidur
7 Gangguan aktivitas siang hari 7,8

8. Teknik Pengelolaan
a. Pengolahan data

Pengolahan data merupakan proses yang sangat penting dalam


penelitian oleh karena itu harus dilakukan baik dan benar. Kegiatan dalam
pengolahan data menurut Saryono dan Setiawan (2010) adalah :
1) Editing
Berfungsi untuk memeriksa kembali isian ceklist yang dikumpulkan oleh
responden dengan cara memeriksa kelengkapan, kesalahan pengisian
dan konsistensi dari setiap jawaban sehingga apabila ada kekurangan
bisa segera dilengkapi.
2) Coding
Coding adalah mengklasifikasikan jawaban dari para responden kedalam
kategori..
53

Mengklasifikasikan jawaban-jawaban yang sudah diedit menurut


macamnya dan dilakukan dengan menandai masing-masing jawaban
berupa angka kemudian dimasukkan ke dalam lembaran tabel kerja
guna mempermudah pembacaannya.
3) Scoring
Skoring adalah memberikan penilaian terhadap jawaban dan item-item
yang perlu diberi penilaian atau skor.
4) Tabulasi
Data adalah tabulasi pekerjaan membuat tabel, jawaban-jawaban yang
telah diberi kode kemudian dimasukkan kedalam tabel.
9. Analisa data
Setelah data diolah dilanjutkan menganalisa data, analisa data
dilakukan secara deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
variabel dependen terhadap variabel independen. Analisa data yang
dilakukan Notoatmojo (2010) adalah :
a. Analisa Univariat
Yaitu analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dan hasil penelitian
pada umumnya. Dalam analisis ini hanya menghasilkan diskripsi mean,
modus dan median dari tiap variabel. Analisa univariat dalam penelitian
ini meliputi : menggambarkan mean, modus dan median kualitas tidur
pada CHF sebelum dan sesudah diberikan perlakuan masing-masing.
b. Analisa bivariat
Analisa bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Dalam analisa
bivariate ini untuk mengetahui pengaruh SEFT (Spiritual Emosional
Freedom Tehnique) terhadap kualitas tidur pasien gagal jantung
kongestif di Rumah Sakit Mitra Bangsa Pati kemudian data tersebut
diolah secara statistic dengan uji statistik non parametrik Wilcoxon. Data
pada penelitian ini adalah nominal dan ordinal, maka uji yang dilakukan
adalah menguji data hasil penelitian mengunakkan uji normalitas data.
Kemudian jika data tersebut normal maka kemudian mengunakan uji
independen sampel test.
54

10. Etika Penelitian


Menurut Notoatmodjo (2010) dalam melaksanakan penelitian ini penulis
menekankan masalah etika penelitian kesehatan meliputi :
a. Informed consent
Sebelum kuesioner dibagikan kepada responden, peneliti menjelaskan
maksud dan tujuan penelitian serta dampak responden selama
pengumpulan data. Responden diminta menandatangani lembar
persetujuan dan mengikuti penelitian lebih lanjut, sedangkan mereka yang
tidak bersedia menjadi responden peneliti tidak memaksa dan
menghormati haknya.
b. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan (identitas responden) responden tidak
diharuskan untuk mencantumkan nama pada lembar kuesioner / nama
dicantumkan dalam inisial huruf. Kemudian lembar tersebut hanya diberi
nomor kode tertentu saja.
c. Confidentiality (kerahasiaan)
Peneliti menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden.
Pembenaran informasi oleh responden dan semua data yang terkumpul
akan menjadi koleksi pribadi tidak akan disebarluaskan kepada orang lain
tanpa seijin responden
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Penelitian

Rumah Sakit Mitra Bangsa Pati adalah rumah sakit swasta murni milik
Yayasan Bumi Wali Songo Pati yang dipimpin oleh putra daerah Pati (H. Imam
Suroso, SH. S.sos. MM). Berawal sebagai Rumah Sakit Bersalin dan diresmikan
pada tanggal 11 Maret 2002 oleh Bupati Pati (Tasiman, SH), sehingga pada
tanggal 11 Maret tersebut sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Rumah Sakit Mitra
Bangsa Pati. Dan terletak di Jl. Kolonel Sugiyono No. 75 Pati, Telp: (0295)
382555, Fax : (0295) 4191994. Berdasarkan Undang. Undang Nomor 23 Tahun
1992, tugas pokok Rumah Sakit Mitra Bangsa Pati adalah membantu
pemerintah dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, serta melaksanakan upaya rujukan.
Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Rumah Sakit Mitra Bangsa Pati
mempunyai fungsi: menyelenggaraan pelayanan medis, menyelenggaraan
pelayanan penunjang medis dan non medis, menyelenggaraan pelayanan dan
asuhan keperawatan, menyelenggaraan pelayanan obat dan alat kesehatan,
menyelenggarakan pelayanan rujukan, menyelenggarakan pelayanan
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, menyelenggaraan
pengembangan program dan sistem informasi manajemen, menyelenggaraan
keuangan, menyelenggaraan ketatausahaan, membinaan dan bimbingan
kelompok jabatan fungsional, Melaksanakan tugas - tugas lain yang diberikan
oleh Yayasan Bumi Wali Songo Pati dan Instansi Pemerintah yang terkait.

Penelitian dilakukan selama 1 bulan yaitu bulan April 2019 terhadap 34


responden yang terbagi 17 orang kelompok intervensi dan 17 orang kelompok
kontrol yang mengalami CHF. Di Rumah sakit Mitra Bangsa Pati belum pernah
menerapkan terapi SEFT dan baru penelitian ini dilakukan karena Terapi SEFT
dapat membantu mengatasi berbagai masalah fisik (sakit jantung, asma, sakit

55
56

kepala, dll), dan bisa mengatasi berbagai masalah emosi dan bisa
meningkatkan kualitas tidur pada penderita CHF.
B. Karakteristik Responden
1. Umur
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Kelompok
Intervensi dan Kontrol di RSU Mitra Bangsa Pati
Umur Mean Median SD Min Max
Kelompok Intervensi 43.71 44.0 3.687 39 51
Kelompok Kontrol 45.29 45.00 5.429 38 55
Sumber: Data Primer, 2019

Dari tabel 4.1 didapatkan umur responden kelompok intervensi mean


43.71, median 44.0, SD 3.687, minimal 39 dan maksimal 51, sedangkan
pada kelompok control mean 45.29, median 45.00, SD 5.429, minimal 38 dan
maksimal 55.
2. Pendidikan
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Kelompok Intervensi dan Kontrol di RSU Mitra Bnagsa Pati

Pendidikan Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol


Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
(%) (%)
PT 3 17.3 4 23.5
SMA 2 11.8 2 11.8
SMP 5 29.4 2 11.8
SD 7 41.2 9 52.9
Total 17 100,0 17 100,0
Sumber: Data Primer, 2019

Dari tabel 4.2 didapatkan pendidikan responden kelompok intervensi


sebagian besar SD yaitu sebanyak 7 orang (41.2%) dan paling sedikit
Pendidikan SMA sebanyak 2 orang (11.8%) sedangkan pada kelompok
kontrol sebagian besar pendidikan SD sebanyak 9 orang (52.9%) dan paling
sedikit SMA dan SMP sebanyak 2 orang (11.8%).
56

3. Pekerjaan
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Kelompok Intervensi dan Kontrol di RSU Mitra Bangsa Pati

Pekerjaan Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol


Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
(%) (%)
Buruh 7 41.2 5 29.4
Guru 3 17.6 5 29.4
IRT 7 41.2 7 41.2
Total 17 100,0 17 100,0
Sumber: Data Primer, 2019

Dari tabel 4.3 didapatkan pekerjaan responden kelompok intervensi


sebagian besar buruh dan IRT yaitu sebanyak 7 orang (41.2%) dan paling
sedikit guru sebanyak 3 orang (17.6%) sedangkan pada kelompok kontrol
sebagian besar pekerjaan IRT sebanyak 7 orang (41.2%) dan paling sedikit
buruh dan IRT sebanyak 5 orang (29.4%)
4. Jenis Kelamin
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Kelompok Intervensi dan Kontrol di RSU Mitra Bangsa Pati
Jenis Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Kelamin Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
(%) (%)
Laki- Laki 9 52.9 10 58.8
Perempuan 8 47.1 7 47.2
Total 17 100,0 17 100,0
Sumber: Data Primer, 2019

Dari tabel 4.4 didapatkan jenis kelamin responden kelompok


intervensi sebagian besar laki- laki yaitu sebanyak 9 orang (52.9%) dan
paling sedikit perempuan sebanyak 8 orang (47.1%) sedangkan pada
kelompok kontrol sebagian besar jenis kelamin laki- laki sebanyak 10 orang
(58.8%) dan paling sedikit perempuan sebanyak 7 orang (47.2%)
57

C. Hasil Penelitian
1. Analisa Univariat
a. Kualitas Tidur Pada Pasien CHF sebelum dan sesudah diberikan terapi
SEFT pada kelompok Intervensi.

Tabel 4.5
Kualitas tidur Pada psien CHF sebelum dan sesudah diberikan Terapi
SEFT pada kelompok Intervensi di RSU Mitra Bangsa Pati
Kualitas Tidur Kelompok Intervensi
Pasien CHF Sebelum Sesudah
Frekuensi Presentase (%) Frekuensi Presentase
(%)
Baik 4 23.5 13 76.5
Buruk 13 76.5 4 23.5
Total 17 100,0 17 100,0
Sumber: Data Primer, 2019

Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi


sebelum diberikan terapi SEFT mayoritas kualitas tidur buruk sebanyak
13 responden (76.5%) dan minoritas kualitas tidur baik sebanyak 4
responden (23.5%). Sedangkan sesudah diberikan terapi SEFT
mayoritas kualitas tidur baik sebanyak 13 responden (76.5%) dan
minoritas kualitas tidur buruk sebanyak 4 responden (23.5%).
b. Kualitas Tidur Pada Pasien CHF sebelum dan sesudah diberikan Terapi
SEFT pada kelompok Kontrol
Tabel 4.6
Kualitas Tidur Pada pasien CHF sebelum dan sesudah diberikan Terapi
SEFT pada kelompok Kontrol di RSU Mitra Bangsa Pati
Kualitas Tidur Kelompok Kontrol
Pada Pasien Sebelum Sesudah
CHF Frekuensi Presentase (%) Frekuensi Presentase
(%)
Baik 4 23.5 7 41.2
Buruk 13 76.5 10 58.8
Total 17 100,0 17 100,0
Sumber: Data Primer, 2019

Dari tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol sebelum


diberikan terapi SEFT mayoritas kualitas tidur buruk sebanyak 13
responden (76.5%) dan minoritas kualitas tidur baik sebanyak 4
responden (23.5%). Sedangkan sesudah diberikan terapi SEFT
58

mayoritas kualitas tidur buruk sebanyak 10 responden (58.8%) dan


minoritas kualitas tidur baik sebanyak 7 responden (41.2%).
2. Analisa Bivariat
a. Perbedaan kualitas tidur pada pasien CHF sebelum (pre-test) dengan
sesudah (post-test) pada kelompok intervensi

Tabel 4.7
Uji Wilcoxon Perbedaan Pre-Test dan Post-Test Pada Kelompok Intervensi
Kualitas Tidur Kelompok Intervensi P
pada Pasien Sebelum Sesudah Value
CHF Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
(%) (%)
Baik 4 23.5 13 76.5 0,003
Buruk 13 76.5 4 23.5
Total 17 100,0 17 100,0
Sumber: Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan hasil analisis uji wilcoxon perbedaan


kualitasb tidur pada pasien cHF sebelum perlakuan (pre-test) dengan
sesudah perlakuan (post-test) pada kelompok intervensi, didapatkan p
value sebesr 0,003 < ɑ (0,05), dengan demikian maka Ho ditolak atau Ha
diterima yang berarti terdapat Pengaruh kualitas tidur pada pasien CHF
dengan terapi SEFT di RSU Mitra Bangsa Pati.
b. Perbedaan Kualitas Tidur Pada Pasien CHF sebelum (pre-test) dengan
sesudah (post-test) pada kelompok kontrol.
Tabel 4.8
Uji Wilcoxon Perbedaan Pre-Test dan Post-Test Pada Kelompok Kontrol
Kualitas Tidur Kelompok Kontrol P
Pada Pasien Sebelum Sesudah Value
CHF Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
(%) (%)
Baik 4 23.5 7 41.2 0,083
Buruk 13 76.5 10 58.8
Total 17 100,0 17 100,0
Sumber: Data Primer, 2019

Berdasarkan tabel 4.8 didapatkan hasil analisis uji wilcoxon perbedaan


kulaitas tidur pada pasien CHF sebelum perlakuan (pre-test) dengan
sesudah perlakuan (post-test) pada kelompok kontrol, didapatkan p
value sebesr 0,083 > ɑ (0,05), dengan demikian maka Ho diterima atau
59

Ha ditolak yang berarti tidak terdapat Pengaruh kualitas tidur pada


pasien CHF dengan terapi SEFT di RSU Mita Bangsa Pati
a. Perbedaan Kualitas Tidur Pada Pasien CHF sesudah (post-test) pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kualitas tidur pada
pasien CHF sesudah perlakuan (post-test) terapi SEFT pada kelompok
intervensi dan sesudah (post-test) pada kelompok kontrol menggunakan
uji statistik Maan-Whitney
Tabel 4.9
Uji Maan-Whitney Perbedaan Post-Test Pada Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol
Kualitas Tidur Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Maan Asymp
pada Pasien Sesudah Sesudah -Wgit Sig.(2-
CHF Frekuen Presenta Frekuen Presenta ney tailed)
si se (%) si se (%)
Baik 13 76.5 7 41.2 35,50 0,039
0
Buruk 4 23.5 10 58.8
Total 17 100,0 17 100,0
Sumber: Data Primer, 2019
Berdasarkan tabel 4.9 hasil dalam uji analisis didapatkan hasil
signifikan Asymp Sig. 2 tailed. Didapatkan hasil p = 0,039 < 0,05
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan sebesar 5%.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kualitas
tidur pada pasien CHF sesudah perlakuan pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.
BAB V

PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis Univariat


1. Kualitas Tidur Pada Pasien CHF Sebelum dan Sesudah Diberikan Tindakan
Terapi SEFT Kelompok Intervensi
Dapat diketahui bahwa pada kelompok intervensi sebelum diberikan
terapi SEFT mayoritas kualitas tidur buruk sebanyak 13 responden (76.5%)
dan minoritas kualitas tidur baik sebanyak 4 responden (23.5%). pada
kelompok intervensi sesudah diberikan terapi SEFT mayoritas kualitas tidur
baik sebanyak 13 responden (76.5%) dan minoritas kualitas tidur buruk
sebanyak 4 responden (23.5%).Hal ini dikarenakan Terapi SEFT dapat
membantu mengatasi berbagai masalah fisik (sakit jantung, asma, sakit
kepala, dll), dan bisa mengatasi berbagai masalah emosi dan bisa
meningkatkan kualitas tidur pada penderita CHF.
Sebaliknya, kualitas tidur yang tidak dijaga akan mendatangkan efek
negatif untuk tubuh. Kelebihan atau kekurangan tidur sama-sama bisa
berbahaya bagi kesehatan. Orang yang kekurangan tidur memiliki
resiko 2 atau 3 kali lebih besar untuk mengalami kegagalan jantung
kongestif, yaitu keadaan jantung mengalami kelemahan dalam memompa
darah keseluruh tubuh sehingga menyebabkan ketidakseimbangan tubuh dan
akan merusak organ-organ lainnya (Hanif, 2015). Di sisi lain, orang yang
terlalu banyak tidur memiliki resiko terkena morbiditas atau sifat mudah
terkena sakit (hipertensi, diabetes, gangguan irama jantung, kesehatan
buruk) dan kematian (Hirshkowitz, 2015).
Tidur merupakan proses fisiologis yang amat penting untuk manusia
serta memberi pengaruh besar terhadap psikologi dan kesehatan fisik
terutama kepada pasien CHF. Selain itu, sangat berhubungan dengan
circadian rhythm yaitu variasi dalam ritme fisiologis berdasarkan tempo 24 jam
yang diatur oleh suprachiasmatic nucleus di hipotalamus.Kualitas tidur

61
62

dikatakan baik jika tidakmenunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak


mengalami masalah dalam tidur. Kondisi kurang tidur banyak ditemui pada
semua orang terutama penderita CHF yang nantinya bisa menimbulkan efek,
seperti berkurangnya kualitas tidur untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
guna mempertahankan kelangsungan hidupnya. Salah satu kebutuhan dasar
yang diperlukan manusia adalah tidur. Setiap orang memerlukan kebutuhan
tidur yang cukup agar tubuh dapat berfungsi secara normal.
Pada kondisi tidur, tubuh melakukan proses pemulihan untuk
mengembalikan stamina tubuh sehingga berada dalam kondisi yang optimal.
Kebutuhan tidur setiap individu berbeda-beda, tergantung usia setiap individu
tersebut, dan setiap individu harus memenuhi kebutuhan tidurnya agar dapat
menjalankan aktifitas dengan baik. Pola tidur yang buruk dapat berakibat pada
gangguan keseimbangan fisiologis dan psikologis. Dampak fisiologis meliputi
penurunan aktifitas sehari-hari, rasa lelah, penurunan daya tahan tubuh dan
ketidakstabilan tanda-tanda vital (Potter & Perry, 2010).
Menurunnya kualitas tidur seseorang disebabkan oleh meningkatnya
latensi tidur, berkurangnya efisiensi tidur, terbangun lebih awal dan kesulitan
untuk kembali tidur. Hal ini berhubungan dengan proses degeneratif sistem
dan fungsi dari organ tubuh pada lansia. Penurunan fungsi neurontransmiter
menyebabkan menurunnya produksi hormon melatonin yang berpengaruh
terhadap perubahan irama sirkadian, sehingga lansia akan mengalami
penurunan tahap 3 dan 4 dari waktu tidur NREM, bahkan hampir tidak memiliki
fase 4 atau tidur dalam (Lumbantobing, 2010).
Pada kelompok intervensi sesudah diberikan terapi SEFT mayoritas
kualitas tidur baiksebanyak 13 responden (76.5%) karena SEFT merupakan
teknik penyembuhan emosional yang juga ternyata dapat menyembuhkan
gejala-gejala penyakit fisik. SEFT adalah teknik penyembuhan tubuh dan
pikiran yang mengkombinasikan efek fisik dari perawatan meridian dengan
efek mental dalam memfokuskan pada sakit atau permasalahan pada waktu
yang sama (Iskandar, 2010).
Menurut Zainuddin (2009) Terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom
Tehnique) adalah terapi dengan menggunakan gerakan sederhanayang
dilakukan untuk membantu menyelesaikan permasalahan sakit fisik maupun
psikis, meningkatkan kinerja dan prestasi, meraih kedamaian dan kebahagiaan
hidup.
Menurut asumsi penulis bahwa pasien CHF sebelum dilakukan terapi
SEFT (Spiritual Emotional Freedom Tehnique) kulitas tidur buruk karena
Terapi SEFT dapat mengatasi masalah baik fisik maupun psikis seperti
gangguan tidur
2. Kualitas Tidur Pasien CHF Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi SEFT
Pada Kelompok Kontrol
Dapat diketahui bahwa pada kelompok kontrol sebelum diberikan terapi
SEFT mayoritas kualitas tidur buruk sebanyak 13 responden (76.5%) dan
minoritas kualitas tidur baik sebanyak 4 responden (23.5%). Sedangkan pada
kelompok kontrol sesudah diberikan terapi SEFT mayoritas kualitas tidur buruk
sebanyak 10 responden (58.8%) dan minoritas kualitas tidur baik sebanyak 7
responden (41.2%). Hal ini dikarenakan terapi SEFT bisa meningkatkan
kualitas tidur pasien CHF, SEFT meruapakan teknik penyembuhan tubuh dan
pikiran yang mengkombinasikan efek fisik dari perawatan meridian dengan
efek mental dalam memfokuskan pada sakit atau permasalahan pada waktu
yang sama (Iskandar, 2010). Terap SEFT dapat membantu kita untuk
mengubah fokus kita, dari ketakutan dan keraguan menuju percaya dir.
Ketakutan dan keraguan yang datang dapat kita netralisir dengan SEFT, dan
bisa melakukan SEFT sambil memvisualisasikan apa yang kita inginkan
Tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh
semua orang. Istirahat dan tidur yang cukup, akan membuat tubuh dapat
berfungsi secara optimal (Ganong, 2010). Tidur merupakan suatu keadaan
tidak sadar dimana persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun
atau hilang dan dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan
yang cukup. Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur
diperlukan untuk menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologis dan
kesehatan (Asmadi, 2011).

68
69

Fungsi tidur adalah restoratif (memperbaiki) kembali organ-organ tubuh.


Kegiatan memperbaiki kembali tersebut berbeda saat Rapid Eye Movement
(REM) dan Nonrapid Eye Movement (NREM). Nonrapid Eye Movement akan
mempengaruhi proses anabolik dan sintesis makromolekul ribonukleic acid
(RNA). Rapid Eye Movemont akan mempengaruhi pembentukan hubungan
baru pada korteks dan sistem neuroendokrin yang menuju otak. Selain fungsi
di atas, tidur juga dapat digunakan sebagai tanda terdapatnya kelainan pada
tubuh yaitu terdapatnya gangguan tidur yang menjadi peringatan dini keadaan
patologis yang terjadi di tubuh (Arifin, 2010).
Individu dituntut untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia guna
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Salah satu kebutuhan dasar yang
diperlukan manusia adalah tidur. Setiap orang memerlukan kebutuhan tidur
yang cukup agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Pada kondisi tidur,
tubuh melakukan proses pemulihan untuk mengembalikan stamina tubuh
sehingga berada dalam kondisi yang optimal.
Kebutuhan tidur setiap individu berbeda-beda, tergantung usia setiap
individu tersebut, dan setiap individu harus memenuhi kebutuhan tidurnya agar
dapat menjalankan aktifitas dengan baik. Pola tidur yang buruk dapat
berakibat pada gangguan keseimbangan fisiologis dan psikologis. Dampak
fisiologis meliputi penurunan aktifitas sehari-hari, rasa lelah, penurunan daya
tahan tubuh dan ketidakstabilan tanda-tanda vital (Potter & Perry, 2010).
Pada kelompok kontrol sebelum diberikan terapi SEFT mayoritas
kualitas tidur buruk sebanyak 13 responden (76.5%), karena menurut Zainudin
(2009) terapi SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) adalah tehnik
terapi yang menggunakan gerakan sederhana untuk membantu
menyelesaikan berbagai masalahsakit fisik maupun psikis, meningkatkan
perfoma kerja dan prestasi, meraih kedamaian dan prestasi serta
kebermaknaan hidup. Rangkaian yang dilakukan adalah :The set – up yaitu
menetralisir energi negatif yang ada ditubuh,The tune in yaitu mengarahkan
pikiran pada tempat rasa sakit, dan The tapping yaitu mengetuk ringan dengan
dua ujung jari pada titik – titik tertentu ditubuh manusia.
Menurut asumsi penulis bahwa pasien CHF setelah dilakukan terapi
SEFT (Spiritual Emotional Freedom Tehnique) kulitas tidur baik karena Terapi
70

SEFT dapat mengatasi masalah baik fisik maupun psikis seperti gangguan
tidur.
B. Hasil Analisis Bivariat
Hasil analisa pengaruh kualitas tidur pada pasien CHF dengan Terapi
SEFT di RSU Mitra Bangsa Pati dengan hasil P value 0,003 < p value 0,05.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mangatasi masalah
gangguan tidur adalah dengan menggunakan terapi medikasi dan nonmedikasi.
Terapi medikasi dapat mengakibatkan gangguan fisik tubuh yang lain dan jika
terlalu lama digunakan dapat menyebabkan ketergantungan (Potter, 2009).
Salah satu terapi non medikatif yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan terapi Spiritual Emosional Freedom Tehnique (SEFT). Terapi ini
merupakan suatu teknik penggabungan dari sistem energi tubuh (energy
medicine) dan terapi spiritualitas dengan menggunakan metode tapping
(ketukan) beberapa titik tertentu pada tubuh. Banyak manfaat yang dihasilkan
dengan terapi SEFT yang telah terbukti membantu mengatasi berbagai masalah
fisik maupun emosi (Faiz, 2010).
Menurut Faiz (2008), terapi SEFT berfokus pada kata atau kalimat yang
diucapkan berulang kali dengan ritme yang teratur disertai sikap pasrah kepada
Allah SWT. Ketika seorang pasien berdoa dengan tenang (disertai dengan hati
ikhlas & pasrah) maka tubuh akan mengalami relaksasi dan menyebabkan
seorang pasien menjadi tenang. Pernafasan menjadi teratur, denyut jantung
menjadi teratur dan stabil akan melancarkan sirkulasi darah yang mengalir
kedalam tubuh dan mereka benar-benar berada dalam keadaan yang luar biasa
rileks. Keadaan relaksasi menurunkan kecemasan pasien sehingga stimulus ke
RAS menurun dan beberapa bagian, BSR mengambil alih yang dapat
menyebabkan tidur.
Sementara itu ketukan (tapping) ringan yang dilakukan pada titik-titik
energi meridian sesuai dengan teori get control yang dikemukakan oleh
Melzack & Well (1965) akan menutup substansi gelatinosa (SG) pada medulla
spinalis dan menghalangi implus nyeri menuju otak. Ketukan dapat menutup SG
karena dihantarkan melalui serabut saraf yang memiliki diameter lebih besar
daripada serabut saraf nyeri. Jika ada suatu zat dapat mempengaruhi substansi
71

gelatinosa didalam gate control, zat tersebut dapat digunakan untuk mengobati
nyeri (Potter,2008).
Pengubahan kondisi emosi yang stabil dan pikiran yang positif,
memungkinkan seseorang untuk lebih aktif dan produktif dalam menyikapi suatu
hal, objek atau stimulus yang diterima. Hal inilah yang ingin dilakukan oleh
peneliti terhadap pasien CHF untuk meningkatkan kualitas tidurnya.
Congestive heart failure adalah syndrome klinis (sekumpulan tanda dan
gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktifitas)
yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung
dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan
pengisian ventrikel (disfungsi diastolic) dan atau kontraktilitas miokardial
(disfungsi sistolik). Congestive heart failure terkadang disebut gagal jantung
kongestif, ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah cukup
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan. Gagal jantung
merupakan sidrom klinis yang ditandai dengan kelebihan beban (overload)
cairan dan perfusi jaringan yang buruk. Mekanisme terjadinya gagal jantung
kongestif meliputi gangguan kontraktilitas jantung (disfungsi sistolik) atau
pengisian jantung (diastole) sehingga curah jantung lebih rendah dari nilai
normal. Curah jantung yang rendah dapat memunculkan mekanisme
kompensasi yang mengakibatkan peningkatan beban kerja jantung dan pada
akhirnya terjadi resistensi pengisian jantung (Smeltzer, 2013)
Tidur merupakan keadaan tidak sadar dimana persepsi dan reaksi
individu terhadap lingkungan menurun atau menghilang, dan dapat
dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan yang cukup
(Lumbantobing, 2010).
Menurunnya kualitas tidur seseorang disebabkan oleh meningkatnya
latensi tidur, berkurangnya efisiensi tidur, terbangun lebih awal dan kesulitan
untuk kembali tidur. Hal ini berhubungan dengan proses degeneratif sistem dan
fungsi dari organ tubuh pada lansia. Penurunan fungsi neurontransmiter
menyebabkan menurunnya produksi hormon melatonin yang berpengaruh
terhadap perubahan irama sirkadian, sehingga lansia akan mengalami
penurunan tahap 3 dan 4 dari waktu tidur NREM, bahkan hampir tidak memiliki
fase 4 atau tidur dalam (Lumbantobing, 2010).
72

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya


hubungan mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan
menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktvitas tidur ini
diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang
mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan
kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan dan tidur terletak
dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu, reticularactivating system
(RAS) dapat memberi rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan
juga dapat menerima stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi
dan proses pikir. Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan
katekolamin seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, disebabkan
adanya pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan
batang otak tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR), sedangkan
bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di pusat otak dan
system limbik. Dengan demikian, system pada batang otak yang mengatur
siklus atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2016).
Berdasarkan fakta dan teori diatas menjelaskan bagaimana pemberian
terapi SEFT dapat membantu dalam memenuhi kualitas tidur pasien CHF.
Namun demikian terapi SEFT harus dilakukan secara professional sehingga
dapat diperoleh manfaat yang maksimal.

C. Keterbatasan Penelitian
Adapunketerbatasanpenelitian yang dimilikiselamaprosespenelitianberiku :
1. Variable perancutidakdikendalikan oleh peneliti
2. Dalam penelitian ini adanya keterbatasan waktu dalam pengambilan Data
karena membagikan kuesioner tidak bisa dilakukan dengan sendiri, hanya
beberapa saja peneliti ikut mendampingi responden untuk mengisi kuisioner
dan dibantu enumerator yaituperawat yang ada di RSU Mitra BangsaPati
73

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal


sebagai berikut :
1. Pada kelompok intervensi sebelum diberikan terapi SEFT mayoritas
kualitas tidur buruk sebanyak 13 responden (76.5%) dan minoritas
kualitas tidur baik sebanyak 4 respinden (23.5%) sedangkan pada
kelompok intervensi sesudah diberikan terapi SEFT mayoritas kualitas
tidur baik sebanyak 13 responden (76.5%) dan minoritas kualitas tidur
buruk sebanyak 4 responden (23.5%).
2. Pada kelompok kontrol sebelum diberikan terapi SEFT mayoritas kualitas
tidur buruk sebanyak 13 responden (76.5%) dan minoritas kualitas tidur
baik sebanyak 4 responden (23.5%) sedangkan kelompok kontrol
sesudah diberikan terapi SEFT mayoritas kualitas tidur buruk sebanyak
10 responden (58.8%) dan minoritas kualitas tidur baik sebanyak 7
responden (41.2%).
3. Hasil uji statistik dengan Wilcoxon test didapatkan p value sebesar 0.003
< α (0.05), dengan demikian Ho ditolak atau Ha diterima yang berarti
terdapat Pengaruh kualitas tidur pada pasien CHF dengan terapi SEFT di
RSU Mitra Bangsa Pati.
B. Saran
1. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dibidang
Keperawatan khususnya faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur
pada pasien CHF.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian yang berkaitan
dengan kualitas tidur dengan terapi SEFT dengan menambah jumlah
62

responden dan memberikan perlakuan yang berbeda serta


mengendalikan variable pengganggu.
3. Bagi Universitas Muhammadiyah Kudus
Sebagai bahan kajian bagi peserta didik dan mata kuliah keperawatan
terkait dengan kualitas tidur pada pasien CHF dengan terapi SEFT.
4. Bagi RSU Mitra Bangsa Pati
Sebagai bahan masukan untuk lebih dapat meningkatkan pelayanan bagi
pasien CHF.
BAB VI

PENUTUP

C. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal


sebagai berikut :
4. Pada kelompok intervensi sebelum diberikan terapi SEFT mayoritas
kualitas tidur buruk sebanyak 13 responden (76.5%) dan minoritas
kualitas tidur baik sebanyak 4 respinden (23.5%) sedangkan pada
kelompok intervensi sesudah diberikan terapi SEFT mayoritas kualitas
tidur baik sebanyak 13 responden (76.5%) dan minoritas kualitas tidur
buruk sebanyak 4 responden (23.5%).
5. Pada kelompok kontrol sebelum diberikan terapi SEFT mayoritas kualitas
tidur buruk sebanyak 13 responden (76.5%) dan minoritas kualitas tidur
baik sebanyak 4 responden (23.5%) sedangkan kelompok kontrol
sesudah diberikan terapi SEFT mayoritas kualitas tidur buruk sebanyak
10 responden (58.8%) dan minoritas kualitas tidur baik sebanyak 7
responden (41.2%).
6. Hasil uji statistik dengan Wilcoxon test didapatkan p value sebesar 0.003
< α (0.05), dengan demikian Ho ditolak atau Ha diterima yang berarti
terdapat Pengaruh kualitas tidur pada pasien CHF dengan terapi SEFT di
RSU Mitra Bangsa Pati.
D. Saran
5. Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dibidang
Keperawatan khususnya faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur
pada pasien CHF.
6. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian yang berkaitan
dengan kualitas tidur dengan terapi SEFT dengan menambah jumlah

68
69

responden dan memberikan perlakuan yang berbeda serta


mengendalikan variable pengganggu.
7. Bagi Universitas Muhammadiyah Kudus
Sebagai bahan kajian bagi peserta didik dan mata kuliah keperawatan
terkait dengan kualitas tidur pada pasien CHF dengan terapi SEFT.
8. Bagi RSU Mitra Bangsa Pati
Sebagai bahan masukan untuk lebih dapat meningkatkan pelayanan bagi
pasien CHF.

Anda mungkin juga menyukai