Anda di halaman 1dari 154

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA INDIVIDU YANG

HIDUP SENDIRI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan


Ujian Skripsi Psikologi Sosial

Oleh :

PUTRI NOVA SARI P.


131301110

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA INDIVIDU YANG HIDUP
SENDIRI

Putri Nova Sari P., Ari Widiyanta

ABSTRAK

Sebagai manusia kita diciptakan untuk hidup saling berdampingan dengan orang
lain. Karena manusia dari lahir sampai mati, mempunyai kebutuhan untuk
memiliki hubungan dekat dengan manusia lain. Untuk memiliki hubungan yang
baik dengan orang lain, kita seharusnya melakukan interaksi dengan orang lain
sesering mungkin dan setiap hari. Hal tersebut sulit dilakukan apabila seseorang
tinggal seorang diri di rumahnya dan dalam kurun waktu yang lama. Selain
kebutuhannya untuk memiliki hubungan dekat dengan orang lain tidak
terpuaskan, individu dapat merasa kesepian. Individu yang merasa kesepian akan
sulit untuk merasa bahagia, merasa cemas, rendah diri dan malu terhadap orang-
orang sekitar. Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran psychological
well-being pada individu yang hidup sendiri. Adapun pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metodologi penelitian kualitatif. Data
diperoleh melalui wawancara dan observasi yang bertujuan untuk
mendeskripsikan 6 dimensi psychological well-being yang meliputi otonomi,
penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi, hubungan positif dengan orang
lain, tujuan hidup dan penerimaan diri. Partisipan dalam penelitian ini ada satu
orang dan hidup sendiri dalam kurun waktu 20 tahun. Teknik pengambilan sampel
menggunakan tehnik pengambilan sampel theory-based/operational construct
sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa individu memiliki
psychological well-being yang positif.

Kata kunci : psychological well-being, hidup sendiri

Universitas Sumatera Utara


PSYCHOLOGICAL WELL-BEING IN INDIVIDUAL WHO LIVE ALONE

Putri Nova Sari P., Ari Widiyanta

ABSTRACT

As a human, we are made to live together with other people. Because of


human from birth until death, have a need to get intimate relationship with other
human. To get a good relationship with other people, we should do interaction
with other people as often as we can and do it every day. That thing maybe little
bit hard to do if somebody lived alone in her house in a long time. Beside of need
to get intimate relationship is unsatisfied, human can feel loneliness. Human who
feel loneliness is difficult to feel happy, feel worry, inferiority and shame on
other. This research was conducted to see the description of psychological well-
being in individual who live alone. The approach used in this research is
qualitative with qualitative research methodology. Data obtained through
interviews and observations that explore six dimensions of psychological well-
being, that is autonomy, environmental mastery, personal growth, positive
relations with others, purpose of life and self acceptance. Participant in this
research is one person who lived alone in 20 years. Technique of sampling is
using theory-based on sampling / operational construct sampling. The result show
that person have a positive psychological well-being.

Key words : psychological well-being, live alone

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga telah memberikan kehidupan, ilmu,

kebijaksanaan dan kebajikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Psychological well-being pada individu yang hidup sendiri” dengan

baik.

Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan, bimbingan dan nasehat

dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih

yang sebesar-besarnya dan sedalam-dalamnya kepada semua orang yang telah

membantu penulis:

1. Kedua orang tua dan saudara peneliti yang tiada henti mendukung dan

memberi semangat kepada peneliti agar menyelesaikan skripsi dengan

baik.

2. Bapak Zulkarnain, Ph.D., Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara beserta dengan WD1, WD2, dan WD3 yang

telah memberikan dukungan moril kepada peneliti untuk menyelesaikan

skripsi ini.

3. Kepada seluruh dosen dan pegawai Fakultas Psikologi Universitas

Sumatera Utara yang telah membantu dalam proses perkuliahan.

4. Bapak Ari Widiyanta, M.Psi., Psikolog selaku dosen pembimbing yang

telah membimbing dan memberikan tenaga serta waktunya untuk dapat

membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini.

i
Universitas Sumatera Utara
5. Ibu Meutya Nauly, M.Psi, Psikolog, Ridhoi Meilona Purba, M.Si, Prof.

Dr. Irmawati, Psikolog, Rika Eliana, M.Psi, Psikolog dan Rahma Fauziah

S, M.Psi, Psikolog selaku dosen Departemen Sosial.

6. Ibu Debby Anggraini Daulay, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing

akademik, terima kasih untuk dukungan dan kemudahan yang ibu berikan.

7. Informan dan responden pada penelitian ini yang telah bersedia

meluangkan waktu dan dan berbagi ceritanya dalam penyelesaian skripsi

peneliti.

8. Ummi Kalsum Harahap, Desvinia Putri M. dan Puteri Prayakanza yang

telah menjadi sahabat peneliti semenjak SMA dan yang selalu mendukung

peneliti agar dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

9. Kiki, Opi, Andre, Firman, Nadine, Pandu, Kishia, Kikin, Dessy, Agita,

Yolanda, Trini, Taufik dan Mutia yang menjadikan masa kuliah saya

penuh arti dan banyak kenangan, semoga kita semua bisa raih kesuksesan

kita masing-masing di masa depan teman-temanku.

10. Dedy, Risya dan Firman sebagai BPH PEMA Fakultas Psikologi USU

2016-2017. Peneliti tidak menyangka organisasi ini dapat merekatkan kita

menjadi teman baik dan saling mendukung, semoga kita tetap bisa jaga

kekompakan kita walaupun kita sudah tidak menjabat lagi, See you on top

guys!

11. Cynthia dan Devira sebagai teman yang sama-sama melakukan metode

penelitian kualitatif, terima kasih karena selalu dapat membantu peneliti

menyelesaikan penelitian dengan baik.

ii
Universitas Sumatera Utara
12. Seluruh teman-teman angkatan 2013, saya hanya bisa mengucapkan

terima kasih dan semoga sukses buat kalian semua.

13. Untuk orang-orang yang sudah mendukung peneliti dan tidak bisa

disebutkan satu persatu, saya ucapkan terima kasih banyak.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan

kekurangan dalam skripsi baik dalam hal sistem penyusunan maupun materinya.

Oleh karena itu. peneliti sangat berharap atas kritik dan saran yang membangun

guna mengembangkan pengetahuan dan penunjang lebih baik lagi.

Medan, 20 Oktober 2017

Putri Nova Sari Perangin-Angin

iii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... iv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 10

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 11

1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 11

1.5 Sistematika penulisan .......................................................................... 12

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING ..................................................... 13

2.1.1 Definisi Psychological Well-Being ................................................. 13

2.1.2 Dimensi-Dimensi Psychological Well-Being .................................. 15

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being . .... 19

iv
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Dampak Psychological Well-being .................................................. 22

2.2 HIDUP SENDIRI ................................................................................... 23

2.2.1 Definisi Hidup Sendiri .................................................................... 23

2.2.2 Tantangan Hidup Sendiri ................................................................ 24

2.2.3 Alasan-alasan Seseorang Hidup Sendiri ......................................... 26

2.4 DINAMIKA TEORITIS ......................................................................... 27

2.5 KERANGKA BERPIKIR ....................................................................... 29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian Kualitatif.............................................................. 30

3.2 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 31

3.3 Lokasi Penelitian ..................................................................................... 32

3.4 Responden Penelitian .............................................................................. 32

3.4.1 Karakteristik Responden ................................................................. 32

3.4.2 Teknik Pengambilan Sampel .......................................................... 32

3.5 Alat Bantu Pengumpulan Data ................................................................ 33

3.6 Prosedur Penelitian ................................................................................. 33

v
Universitas Sumatera Utara
3.6.1 Tahap Awal Penelitian ................................................................... 33

3.6.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian ........................................................ 34

3.6.3 Tahap Pencatatan Data .................................................................. 34

3.6.4 Analisis Data ................................................................................. 35

3.7 Kredibiltas Penelitian .............................................................................. 37

BAB IV

DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 DESKRIPSI DATA ......................................................................... 38

4.1.1 Latar Belakang Responden ...................................................... 38

4.1.2 Deskripsi .................................................................................. 40

4.2 PEMBAHASAN ............................................................................. 68

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 78

5.2 Saran ................................................................................................. 80

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beberapa orang mampu menjalani hidup seorang diri, baik wanita dan

pria. Setiap orang pasti berharap untuk menjalani hidup bersama dengan keluarga

atau orang lain. Menikah dan memiliki anak juga merupakan hal yang diinginkan

hampir setiap individu, agar mereka memiliki orang lain untuk berbagi setiap hal,

baik itu kasih sayang, materi atau pendapat dan lain-lain dan juga memenuhi

kebutuhan interpersonal mereka. Sejak lahir manusia sudah berhubungan dengan

orang tua dan semakin bertambah usia maka akan bertambah luas pergaulannya

dengan manusia yang lain di dalam masyarakat (Hurlock, 1990). Penelitian

terhadap individu yang hidup sendiri oleh Dr Laura Pulkki-Raback di Finnish

Institute of Occupational Health Finlandia pada tahun 2012 mengemukakan

bahwa orang yang hidup sendiri memiliki resiko permasalahan kesehatan mental

dibandingkan dengan individu yang tidak hidup sendiri. Penelitian ini juga

menemukan bahwa usia kerja individu yang hidup sendiri memiliki resiko depresi

hingga lebih dari 80 persen dibandingkan orang yang hidup bersama keluarga.

Individu yang hidup sendiri dalam jangka waktu yang relatif lama, tidak

mampu membangun hubungan dekat dengan orang lain sedangkan William

Schutz (1958) mengutarakan melalui Postulat Schutz-nya yang berbunyi bahwa

setiap manusia memiliki tiga kebutuhan antarpribadi yang disebut dengan

inklusif, kontrol dan afeksi. Asumsi dasar teori ini adalah bahwa manusia dalam

hidupnya membutuhkan manusia lain (manusia sebagai makhluk sosial).

1
Universitas Sumatera Utara
Dikarenakan kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan orang lain itu sudah

lama juga tidak terpenuhi, sehingga mereka kurang mampu untuk melakukan hal

tersebut dengan baik. Dalam membangun hubungan dengan orang lain, individu

seharusnya memiliki rasa percaya, perhatian terhadap kesejahteraan orang lain,

dapat menunjukkan rasa empati, rasa sayang dan keintiman serta memahami

konsep memberi dan menerima dalam hubungan sesama manusia. Hal-hal

tersebut tidak dapat serta-merta dilakukan oleh individu yang hidup sendiri atau

individu yang tidak memiliki orang terdekat yang menghabiskan banyak waktu

dengan diri sendiri mereka dikarenakan individu yang hidup sendiri dapat merasa

enggan untuk memiliki ikatan atau hubungan dengan orang lain dan enggan

bersikap hangat dengan orang lain.

Individu yang hidup seorang diri, ditambah lagi dalam jangka waktu yang

relatif lama, tidak tertutup kemungkinan dapat mengalami loneliness atau

kesepian karena individu tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam memiliki

kedekatan terhadap orang lain. Weiten & Llyod (2006) mengungkapkan bahwa

loneliness merupakan suatu keadaan ketika individu memiliki lebih sedikit

hubungan interpersonal dibandingkan yang diharapkannya atau ketika hubungan

tersebut tidak memuaskan seperti yang diharapkannya. Sullivan (dalam Brehm et

al, 2002) mengungkapkan bahwa loneliness merupakan suatu perasaan yang

sangat tidak menyenangkan dan menimbulkan pengalaman yang berhubungan

dengan tidak terpenuhinya dan terhambatnya kebutuhan atas intimasi manusia

yang diperlukan untuk intimasi interpersonal. Kebutuhan akan intimasi adalah

suatu hal yang universal dan sudah menetap pada diri setiap manusia sepanjang

2
Universitas Sumatera Utara
hidupnya. Intimasi merupakan unsur pokok dalam kepuasan suatu hubungan.

Melalui percakapan dan beraktivitas bersama, individu akan mendapatkan

keuntungan untuk memenuhi tingkat kebutuhannya terhadap intimasi pada suatu

hubungan (Weiten & Llyod, 2006). Keintiman menurut Erikson (dalam Santrock,

2003) merupakan kemampuan individu untuk membangun hubungan yang akrab

dengan orang lain. Selanjutnya, loneliness akan disertai oleh berbagai macam

emosi negatif seperti depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan, ketidakpuasan,

menyalahkan diri sendiri (Anderson, 1994) dan malu (Jones, Carpenter &

Quintana, 1985). Emosi-emosi negatif yang muncul karena lonliness pada

individu yang hidup sendiri akan mengakibatkan seseorang mengurangi interaksi

dengan lingkungan sosial dan tidak ingin menjalin hubungan yang dekat dengan

orang lain. Seccombe dan Ishii-kunts (1994) megenmukakan bahwa 25% dari

sampel mereka yang merupakan individu lajang tidak pernah bersosialisasi

dengan teman mereka, dan juga 29% lainya mengatakan bahwa mereka

melakukan aktifitas sosial dengan teman-teman setidaknya sekali dalam

seminggu. Individu yang merasakan kesepian memiliki banyak resiko penyakit

fisik, yaitu penyakit jantung, radang sendi, diabetes dan Alzheimer serta penyakit

mental seperti stress dan depresi. Hal ini dikemukakan oleh Bruce Rabin, seorang

direktur Program Lifestyle di University of Pittsburgh Medical Center, Amerika

Serikat.

Di Indonesia sendiri, kebudayaannya berbeda dengan kebudayaan orang

Barat. Di Indonesia, setiap orang cenderung hidup bersosialisasi dengan orang

lain, selalu ingin berkumpul dengan orang-orang terdekat mereka. Hal ini

3
Universitas Sumatera Utara
berbanding terbalik dengan kebudayaan orang barat, dimana mereka lebih

individualis atau lebih nyaman hidup sendiri dan memiliki lingkungan social

yang minim. Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan bahwa orang di Indonesia

memilih hidup sendiri di tempat tinggal mereka bahkan memutuskan untuk tidak

menikah. Ada beberapa alasan individu untuk tidak menikah dan hidup sendiri,

yaitu individu merasa memiliki kebebasan untuk memilih, antara menikah atau

tidak (Tioso, 1997: 5). Menurut Hurlock (2004: 302) beberapa alasan individu

memilih hidup sendiri dan tidak menikah adalah penampilan sisik mereka yang

kurang menarik, memiliki cacat fisik, gagal mencari pasangan, jarang memiliki

kesempatan untuk bertemu dengan lawan jenis dan memiliki pengalaman yang

tidak menyenangkan mengenai pernikahan. Menurut Baron (dalam Andryana,

2007) Untuk para pria, alasan mereka memilih tidak menikah dan hidup sendiri

yaitu mereka menganggap komitmen jangka panjang atau menikah akan merusak

hubungan indah yang sudah terjalin, dan hidup mereka tidak bisa sebebas saat

mereka hidup sendiri, takut akan perceraian atau trauma mengenai kegagalan

pernikahan orang terdekat mereka seperti orang tua. Tidak jauh berbeda dengan

pria, wanita yang tidak menikah juga memiliki alasan bahwa mereka takut akan

komitmen dan juga tidak ada lagi kebebasan untuk mereka bekerja atau

melakukan sesuatu hal yang disukai.

Individu yang tidak menikah atau lajang dan hidup sendiri bukan hal tanpa

masalah sehingga dapat dengan mudah dijalankan. Mereka yang tidak menikah

dan hidup sendiri harus berani mengambil segala resiko dari segala permasalahan

yang akan timbul nantinya. DeGenova (2008: 95-96) mengungkapkan bahwa

4
Universitas Sumatera Utara
menjadi lajang memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positif yang

diperoleh dapat berupa kebebasan untuk mengembangkan diri sendiri, di

antaranya kebebasan memperluas karir dan melakukan apapun sesuai

keinginannya. Di sisi lain, adanya dampak negatif yang diperoleh individu yang

belum menikah adalah seperti: kesulitan ekonomi, kesepian, kurangnya

persahabatan, dan adanya perasaan bukan menjadi suatu bagian dalam pertemuan

sosial di sekeliling orang yang sudah menikah. Menurut Hurlock (1991) antara

pria dan wanita terdapat perbedaan dalam menjalani hidup sendiri. Biasanya

wanita menjalani hidup lebih stress ketika belum menikah. Hal tersebut

berbanding terbalik dengan pria yang tidak mempermasalahkan kapan mereka

akan menikah. Para pria juga menikmati hidup sendiri karena mereka merasa

memiliki kebebasan untuk menggunakan semua waktu dan tenaga agar karir

mereka semakin mantap.

Beberapa hal yang berkenaan dengan tidak menikah dan hidup sendiri

yang sudah dipaparkan diatas, dibenarkan oleh informan pada penelitian ini. Pada

penelitian ini ada 2 informan yang masing-masing sudah hidup sendiri dan tidak

menikah selama 10 tahun dan 7,5 tahun. Informan I hidup sendiri oleh keinginan

pribadi sedangkan informan II hidup sendiri karena tuntutan pekerjaan yang

mengharuskannya pindah ke kota lain.

5
Universitas Sumatera Utara
“Yaa, kekmana ya dek, namanya juga hidup sendiri, mana mungkin
gak ngerasa sepi, tapi karena dah lama kayak gini, suami pun
enggak ada, ya udah terbiasa aja, pun mungkin karena sendirian
gini, dah malas ngobrol-ngobrol sama orang, adapun masalah
atau apa, ya udah terbiasa simpan sendiri”
Informan I
Komunikasi personal 25 September 2017
“Aku bukannya gak mau tinggal sama saudara yang lain, adanya
saudaraku, tapi mereka semua, entah mungkin karena kami
enggaknya dekat-dekat kali, jadi ngerasa gelisah gitu kalau aku
numpang di rumah mereka, risih aku liatnya, Nampak kali gak
nyaman kalau aku disitu, ya akupun mikir adanya tempat
tinggalku, enggaknya butuh-butuh kali aku tinggal sama mereka,
ya walaupun ngerasa sepi enggak ada kawan dirumah, tapi mau
cemana lagi”
Informan I
Komunikasi personal 25 September 2017
“Kalau ditanya sepi, ya sepilah, cuman mau gimana lagi. Kalau
hubungan sama orang lain tetaplah ada, cuman ya biasa aja,
enggak ada yang dekat kali”
Informan II
Komunikasi personal 25 Agustus 2017
“Ya itu, dulu masih ada keinginan menikah, tapi jodohnya enggak
ketemu-ketemu, enggak dapat-dapat, padahal udah usaha. Karena
gagal terus, yaudahlah udah malas berharap lagi, usaha lagi.”
Informan II
Komunikasi personal 25 Agustus 2017

Dari penuturan informan mengenai hidup sendiri yang mereka jalani

diatas, dapat dilihat bahwa mereka merasakan kesepian, akan tetapi mereka sudah

menerima hal tersebut. Karena tidak ingin membuat perasaan kesepian yang

mereka miliki membuat mereka jadi stres, mereka lebih menyibukkan diri dengan

pekerjaan. Selain itu, keinginan mereka untuk memiliki hubungan yang dekat

6
Universitas Sumatera Utara
dengan orang lain juga berkurang, sehingga mereka tidak memiliki orang terdekat

dan pasangan dalam menjalani hidup dan melakukan kegiatan sehari-hari. Salah

satu informan juga sudah tidak memiliki keinginan untuk mencari pasangan.

Dalam membangun hubungan interpersonal atau hubungan akrab dengan orang

lain, individu seharusnya memiliki rasa percaya, perhatian terhadap kesejahteraan

orang lain, dapat menunjukkan rasa empati, rasa sayang dan keintiman serta

memahami konsep memberi dan menerima dalam hubungan sesama manusia.

akan tetapi, salah satu informan mulai tidak mampu merasa empati terhadap

masalah yang dihadapi orang lain.

“…..ya memang kalau diajak pergi-pergi gitu kan sama kawan,


makan atau apa gitu, malas udah, karena kalau aku lebih enak
habisin waktu itu sendiri, daripada sama orang. Kalau diundang
ke nikahan kawan atau yang mendesak gitu barulah pergi, ntar
dikira sombong kali kita kan.”
Informan I
Komunikasi personal 25 September 2017
“oh, itu aku paling malas dengar orang curhat masalahnya gitu
samaku, ya aku mikir kalau udah curhat pasti orang minta solusi
atau apa gitu kan, aku malas kali mikiri solusi masalah orang, ya
kek gitulaah kira-kira, kalau cerita-cerita biasa ya udah.”
Informan II
Komunikasi personal 25 Agustus 2017

Dari penuturan diatas dapat dilihat bahwa informan I merasa tidak ingin

memiliki hubungan dekat dengan orang lain dan menghabiskan waktu dengan

orang lain, sedangkan Informan II mengemukakan bahwa ia tidak menyukai

apabila ada orang lain yang menceritakan masalah yang dihadapi kepadanya. Hal

7
Universitas Sumatera Utara
tersebut membuat informan memiliki kewajiban untuk mencari solusi akan

masalah orang lain, dan hal tersebut sangat tidak ingin dilakukan olehnya.

Dari kedua informan, diketahui bahwa masing-masing dari mereka tidak

memiliki pasangan. Tidak memiliki pasangan juga dapat mengakibatkan

seseorang merasakan kesepian, adapun bentuk dari kesepian yang dirasakan saat

tidak memiliki pasangan atau orang yang berhubungan dekat ialah isolasi

emosional. Menurut Weiss (2003) isolasi emosional (emotional isolation) adalah

suatu bentuk loneliness yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan

hubungan yang intim; orang dewasa yang lajang, tinggal seorang diri, bercerai,

dan ditinggal mati oleh pasangannya sering mengalami loneliness jenis ini.

Tidak menikah dan hidup sendiri memang memiliki dampak positif dan

negatif bagi tiap-tiap individu yang menjalaninya. Dampak positif dari tidak

menikah dan hidup sendiri adalah memiliki kebebasan, seperti kebebasan memilih

pekerjaan, memilih teman baik itu lawan jenis atau sesama jenis dan

menghabiskan waktu untuk melakukan hal-hal yang disukai. Dampak negatif

tidak menikah dan hidup sendiri adalah merasa stress, loneliness atau kesepian,

tidak ingin memiliki hubungan dekat dengan orang lain dan hidup sendiri tanpa

pasangan, keluarga atau orang terdekat dapat merujuk pada kesejahteraan

psikologis atau psychological well-being yang negatif.

Psychological well-being itu sendiri adalah individu yang secara

psikologis dapat berfungsi secara positif, menurut Ryff (dalam Ryff & Keyes,

1995) atau merujuk pada perasaan-perasaan seseorang mengenai aktifitas hidup

8
Universitas Sumatera Utara
sehari-hari menurut Bradburn (dalam Ryff & Keyes, 1995). Setiap kegiatan yang

dilaksanakan dan setiap kejadian yang dihadapi, baik hal itu merupakan hal yang

positif atau negatif, individu dapat berpikir postif dan tetap menjalani

kehidupannya dengan baik. Terdapat enam dimensi pada psychological well-

being, yaitu otonomi (kemandirian), penguasaan lingkungan, pertumbuhan

pribadi, hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup dan penerimaan diri.

Individu yang memiliki psychological well-being yang tinggi adalah individu

yang merasa puas dengan hidupnya, kondisi emosional yang positif, mampu

melalui pengalaman-pengalaman buruk yang dapat menghasilkan kondisi

emosional negatif, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, mampu

menentukan nasibnya sendiri tanpa bergantung dengan orang lain, mengontrol

kondisi lingkungan sekitar, memiliki tujuan hidup yang jelas, dan mampu

mengembangkan dirinya sendiri (Ryff, 1989).

Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus tunggal. Dimana penelitian

ini meneliti satu orang partisipan. Partisipan pada penelitian ini adalah individu

yang berusia 48 tahun dan hidup sendiri tanpa ada sanak saudara atau pasangan

dan teman yang tinggal di rumah yang ditempatinya dalam kurun waktu 20 tahun.

Dari hasil observasi sehari-hari terhadap responden, dapat dilihat bahwa

responden menjalani kehidupan dengan baik, responden tidak menutup diri

dengan orang lain atau tetangga, tetap menjaga komunikasi dengan orang lain,

tidak menjadi orang yang pendiam atau pasif saat berbincang dengan orang lain.

Responden yang sudah hidup sendiri dalam kurun waktu yang cukup lama dan

juga merupakan seorang tunadaksa, dikarenakan kedua kaki yang tidak dapat

9
Universitas Sumatera Utara
berfungsi secara sempurna, keterbatasan fisik yang dimiliki responden sudah

dialami sejak kecil dan semakin parah saat partisipan beranjak dewasa.

Responden juga tinggal di rumah yang dapat dikatakan tidak layak serta memiliki

pekerjan yang berpenghasilan rendah.

Penelitian mengenai psychogical well-being pada individu yang hidup

sendiri dikarenakan beberapa kondisi atau aspek yang ada pada responden, dinilai

dapat mempengaruhi individu memiliki psychological well-being yang negatif,

seperti berpikir negatif, taidak mampu menerima diri apa adanya, tidak memiliki

keinginan untuk menjalin hubungan sosial dengan lingkungan sekitar dan dan

tidak adanya pertumbuhan atau usaha untuk mengembangkan dirinya menjadi

lebih baik.

Berdasarkan keseluruhan uraian di atas, maka saya sebagai peneliti tertarik

untuk mengulas dan menganalisis lebih dalam mengenai psychological well-being

pada individu yang hidup sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Pertanyaan yang hendak dijawab pada penelitian ini adalah bagaimana

gambaran psychological well-being pada individu yang hidup sendiri ditinjau dari

dimensi psychological well-being dan kenapa individu yang hidup sendiri

memiliki psychological well-being yang positif .

10
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

psychological well-being pada individu yang hidup sendiri.

1.4. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan akan diperoleh manfaat antara lain:

A. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kajian ilmu

pengetahuan di bidang psikologi terutama di bidang psikologi sosial.

B. Manfaat praktis

1. Untuk mengetahui bagaimana cara orang yang sudah lama hidup

sendiri di rumah tanpa ada orang terdekat yang tinggal bersama

dapat bertahan hidup, bekerja dan beraktifitas.

2. Untuk memotivasi individu-individu yang hidup sendiri, bahwa

dengan berfungsi secara positif dalam aktifitas kehidupan sehari-

hari, mereka akan tetap dapat menjalani hidup mereka dengan baik.

3. Agar para konselor di bidang psikologi klinis dan psikologi sosial

dapat mengetahui bagaimana psychological well-being dari

individu yang hidup sendiri.

11
Universitas Sumatera Utara
1.5 Sistematika penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang Latar Belakang, Pertanyaan

Penelitan, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika

Penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan

psychological well-being, diantaranya adalah definisi, dimensi pada

psychological well-being, dan hal-hal yang mempengaruhi psychological

well-being.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang Metodologi Penelitian Kualitatif yang

digunakan, Metode Pengumpulan Data, Lokasi Penelitian, Responden

Penelitian, Alat Bantu Pengumpulan Data, Tahap Prosedur Pelaksanaan

Penelitian, Metode Analisis Data, dan Kredibilitas Penelitian.

12
Universitas Sumatera Utara
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING

2.1.1 Definisi Psychological Well-Being

Teori psychological well-being dikembangkan oleh Ryff pada tahun 1989.

Psychological well-being merujuk pada perasaan seseorang mengenai aktivitas

hidup sehari-hari. Segala aktifitas yang dilakukan oleh individu yang berlangsung

setiap hari dimana dalam proses tersebut kemungkinan mengalami fluktuasi

pikiran dan perasaan yang dimulai dari kondisi mental negatif sampai pada

kondisi mental positif, misalnya dari trauma sampai penerimaan hidup dinamakan

psychological well-being (Bradburn dalam Ryff & Keyes,1995).

Menurut Bradburn (dalam Ryff & Keyes, 1995), psychological well-being

merujuk pada perasaan-perasaan seseorang mengenai aktivitas hidup sehari-hari.

Perasaan ini dapat berkisar dari kondisi mental negatif (misalnya ketidakpuasan

hidup, kecemasan dan sebagainya) sampai ke kondisi mental positif (misalnya

realisasi potensi atau aktualisasi diri).

Menurut Ryff (1989) gambaran tentang karakteristik orang yang memiliki

psychological well being merujuk pada pandangan Rogers tentang orang yang

berfungsi penuh (fully-functioning person), pandangan Maslow tentang aktualisasi

diri (self actualization), pandangan Jung tentang individuasi, konsep Allport

tentang kematangan, juga sesuai dengan konsep Erikson dalam menggambarkan

individu yang mencapai integrasi dibanding putus asa.

13
Universitas Sumatera Utara
Huppert (2009) menambahkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan

kehidupan seseorang yang berlangsung dengan baik. Keberlangsungan

kesejahteraan psikologis seseorang tidak membutuhkan individu untuk merasa

positif akan hidupnya untuk setiap saat, namun berbagai pengalaman emosi yang

menyakitkan, seperti kekecewaan dan kegagalan, juga merupakan hal yang

esensial untuk kesejahteraan psikologis. Pengalaman emosi negatif hanya akan

menganggu kesejahteraan psikologis seseorang ketika pengalaman tersebut

dialami untuk waktu yang cukup lama dan menganggu keberfungsian seseorang

dalam kehidupannya. Secara umum, Jarden mendefenisikan kesejahteraan

psikologis sebagai kebahagiaan, kepuasan hidup, dan pertumbuhan pribadi (Ryff

1989).

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Psychological

well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari potensi psikologis

seseorang. Dimana individu dapat menerima segala kekurangan, kelebihan dan

masa lalunya, mandiri, mampu membina hubungan yang positif dengan orang

lain, dapat menguasai lingkungannya, memiliki tujuan dalam hidup, serta terus

mengembangkan pribadinya.

14
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Dimensi-Dimensi Psychological Well-Being

Ryff dalam buku Human Development (2000) mengemukakan

enam dimensi psychological well-being, yakni :

A. Otonomi (Autonomy)

Otonomi digambarkan sebagai kemampuan individu untuk

bebas namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya.

Individu yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas,

mampu untuk menentukan nasib sendiri (self-determination) dan

mengatur perilaku diri sendiri, kemampuan mandiri, tahan terhadap

tekanan sosial, mampu mengevaluasi diri sendiri, dan mampu

mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain.

Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi otonomi akan

sangat memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi

dari orang lain, berpegangan pada penilaian orang lain untuk

mmembuat keputusan penting, serta mudah terpengaruh oleh

tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara

tertentu (Ryff, 1995).

B. Penguasaan lingkungan (Environmental mastery)

Penguasaan lingkungan digambarkan dengan kemampuan

individu untuk mengatur lingkungannya, memanfaatkan kesempatan

yang ada di lingkungan, menciptakan, dan mengontrol lingkungan

15
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan kebutuhan. Individu yang tinggi dalam dimensi

penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan kompetensi dalam

mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas eksternal

yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan

mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan

kesempatan yang ada di lingkungan, serta mampu memilih dan

menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan pribadi.

Sebaliknya individu yang memiliki penguasaan lingkungan yang

rendah akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari,

merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan kualitas

lingkungan sekitarnya serta tidak mampu memanfaatkan peluang dan

kesempatan diri lingkungan sekitarnya (Ryff, 1995).

C. Pertumbuhan pribadi (Personal growth)

Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi

ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang

berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebagai individu

yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-

pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi

diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada

diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta dapat berubah menjadi

pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang

bertambah. Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi

rendah akan merasakan dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat

16
Universitas Sumatera Utara
peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan

minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam

mengembangkan sikap dan tingkah laku yang baik (Ryff, 1995).

D. Hubungan positif dengan orang lain (Positive relations with

others)

Hubungan positif yang dimaksud adalah kemampuan

individu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain di

sekitarnya. Individu yang tinggi dalam dimensi ini ditandai dengan

mampu membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dari

orang lain. Selain itu, individu tersebut juga memiliki kepedulian

terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati,

afeksi, serta memahami prinsip memberi dan menerima dalam

hubungan antarpribadi. Sebaliknya, individu yang rendah dalam

dimensi hubungan positif dengan orang lain, terisolasi dan merasa

frustasi dalam membina hubungan interpersonal, tidak berkeinginan

untuk berkompromi dalam mempertahankan hubungan dengan orang

lain (Ryff, 1995).

E. Tujuan hidup (Purpose of life)

Tujuan hidup memiliki pengertian individu memiliki

pemahaman yang jelas akan tujuan dan arah hidupnya, memegang

keyakinan bahwa individu mampu mencapai tujuan dalam hidupnya,

dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa lampau dan masa

17
Universitas Sumatera Utara
sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam dimensi ini

adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup,

merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah

dijalaninya, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta

memiliki tujuan dan sasaran hidup. Sebaliknya individu yang rendah

dalam dimensi tujuan hidup akan kehilangan makna hidup, arah dan

cita-cita yang tidak jelas, tidak melihat makna yang terkandung untuk

hidupnya dari kejadian di masa lalu, serta tidak mempunyai harapan

atau kepercayaan yang memberi arti pada kehidupan (Ryff, 1995).

F. Penerimaan Diri (Self Acceptance)

Dimensi ini didefinisikan sebagai karakteristik utama dari

kesehatan mental dan juga sebagai karakteristik utama dalam

aktualisasi diri, berfungsi optimal, dan dewasa. Penerimaan diri

berarti merasa baik tentang diri sendiri, terhadap masa lalu, dan

disaat yang bersamaan mengetahui kelebihan dan kekurangan yang

dimilikinya. Individu yang mimiliki tingkat penerimaan diri yang

baik ditandai dengan bersikap positif terhadap diri sendiri,

mengetahui dan menerima segala aspek yang ada dalam dirinya, baik

itu yang merupakan kelebihan maupun kekurangan, serta memiliki

sikap yang positif terhadap kehidupan di masa yang lalu. Menurut

Maslow (dalam Calhoun & Acocella, 1990) penerimaan diri

merupakan salah satu karakter dari individu yang mengaktualisasikan

dirinya dimana mereka dapat menerima dirinya apa adanya,

18
Universitas Sumatera Utara
memberikan penilaian yang tinggi pada individualitas dan keunikan

diri sendiri.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being

Faktor-faktor sosiodemografis yang dapat mempengaruhi psychological

well-being pada diri individu (Ryff, 1989), yakni :

A. Usia

Penelitian yang dilakukan oleh Ryff (1989) ditemukan adanya

perbedaan tingkat psychological well-being pada orang dari berbagai

kelompok usia (Ryff, 1989b, 1991; Ryff & Keyes,1995; Ryff & Singer,

1998). Ryff membagi kelompok usia ke dalam tiga bagian yakni young

(25-29 tahun), mildlife (30- 64 tahun), dan older (> 65 tahun). Pada

individu dewasa akhir (older), memiliki skor tinggi pada dimensi otonomi,

hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan, dan

penerimaan diri sementara pada dimensi pertumbuhan pribadi dan tujuan

hidup memiliki skor rendah. Individu yang berada dalam usia dewasa

madya (mildlife) memiliki skor tinggi dalam dimensi penguasaan

lingkungan, otonomi, dan hubungan positif dengan orang lain sementara

pada dimensi pertumbuhan pribadi, tujuan hidup, dan penerimaan diri

mendapat skor rendah. Individu yang berada dalam usia dewasa awal

(young) memiliki skor tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi,

penerimaan diri, dan tujuan hidup sementara pada dimensi hubungan

19
Universitas Sumatera Utara
positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan, dan otonomi memiliki

skor rendah (Ryff dalam Ryan & Deci, 2001).

B. Gender

Hasil penelitian Ryff (1989) menyatakan bahwa dalam dimensi

hubungan dengan orang lain atau interpersonal dan pertumbungan pribadi,

wanita memiliki nilai signifikan yang lebih tinggi dibanding pria karena

kemampuan wanita dalam berinteraksi dengan lingkungan lebih baik

dibanding pria.Keluarga sejak kecil telah menanamkan dalam diri anak

laki-laki sebagai sosok yang agresif, kuat, kasar dan mandiri, sementara itu

perempuan digambarkan sebagai sosok yang pasif dan tergantung, tidak

berdaya, serta sensitif terhadap perasaan orang lain dan hal ini akan

terbawa sampai anak beranjak dewasa. Tidak mengherankan bahwa sifat-

sifat streotype ini akhirnya terbawa oleh individu sampai beranjak dewasa.

Sebagai sosok yang digambarkan tergantung dan sensitif terhadap

perasaan sesamanya, sepanjang hidupnya wanita terbiasa untuk membina

keadaan harmoni dengan orang-orang di sekitarnya. Inilah yang

menyebabkan mengapa wanita memiliki psychological well-being yang

tinggi dalam dimensi hubungan positif karena ia dapat mempertahankan

hubungan yang baik dengan orang lain (Papalia & Feldman, 2008).

20
Universitas Sumatera Utara
C. Status Sosial Ekonomi

Ryff mengemukakan bahwa status sosial ekonomi berhubungan

dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan

pertumbuhan diri (dalam Ryan & Decci, 2001). Perbedaan status sosial

ekonomi dalam psychological well-being berkaitan erat dengan

kesejahteraan fisik maupun mental seseorang. Individu dari status sosial

rendah cenderung lebih mudah stress dibanding individu yang memiliki

status sosial yang tinggi (Adler, Marmot, McEwen, & Stewart, 1999).

E. Pendidikan

Pendidikan menjadi satu faktor yang dapat mempengaruhi

psychological well-being. Semakin tinggi pendidikan maka individu

tersebut akan lebih mudah mencari solusi atas permasalahan yang

dihadapinya dibanding individu berpendidikan rendah. Faktor pendidikan

ini juga berkaitan erat dengan dimensi tujan hidup individu (Ryff, Magee,

Kling & Wing, 1999).

F. Budaya

Ryff (1995) mengatakan bahwa sistem nilai individualisme atau

kolektivisme memberi dampak terhadap psychological well-being yang

dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki nilai yang tinggi dalam

dimensi penerimaan diri dan otonomi, sedangkan budaya timur yang

21
Universitas Sumatera Utara
menjunjung tinggi nilai kolektivisme memiliki nilai yang tinggi pada

dimensi hubungan positif dengan orang lain.

2.1.4 Dampak Psychological Well-being

Sudah dijelaskan diatas bahwa kesejahteraan psikologis atau psychological

well-being memiliki enam dimensi yang harus dimiliki individu agar dapat

berfungsi secara positif dalam kehidupan sehari-hari (Ryff & Keyes, 1995).

Apabila individu memiliki psychological well-beingyang tinggi, individu dapat

menjadi orang yang mandiri, dimana individu mampun menolak tekanan sosial

untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara-cara tertentu, serta dapat

mengevaluasi diri sendiri dengan standar personal. Individu juga mampu

mengembangkan dirinya secara kreatif melalui aktivitas fisik maupun mental.

Untuk pertumbuhan pribadi individu, hubungan dengan orang lain, tujuan

hidup dan penerimaan diri tinggi yang dimiliki individu juga dapat berdampak

terhadap individu, sehingga individu mampu untuk mengembangkan potensi

dalam diri dan berkembang sebagai seorang manusia, dapat menunjukkan rasa

empati, rasa sayang dan keintiman serta memahami konsep memberi dan

menerima dalam hubungan sesama manusia. Individu juga mampu

mengaktualisasi diri, berfungsi secara optimal, dan dewasa (Ryff & Keyes,

1995)..

22
Universitas Sumatera Utara
2.2 HIDUP SENDIRI

2.2.1 Definisi Hidup Sendiri.

Terdapat berbagai macam definisi yang dapat menggambarkan hidup

sendiri, yaitu:

A. Being single

Menurut Degenova (2008) melajang (single) adalah individu yang

tidak menikah atau tidak terlibat dalam hubungan homoseksual dan

heteroseksual. Single atau lajang dapat diartikan sebagai jalan hidup

atau sebuah ketetapan dalam pikiran, hidyp melajang tidak terikat dan

tidak bergantung pada orang lain, tidak memiliki komitmen pada

hubungan jangka panjang denga orang dewasa lain, dan tidak

berganung pada orang lain mengenai masalah keuagan mereka (Brehm,

1992).

B. Mandiri

Kemandirian merupakan kemampuan untuk melakukan dan

mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukannya serta untuk

menjalin hubungan yang suportif dengan orang lain (Steinberg, 2002).

Menurut Shaffer (2002), kemandirian sebagai kemampuan untuk

membuat keputusan dan menjadikan dirinya sumber kekuatan emosi

diri sehingga tidak bergantung kepada orang lain.

23
Universitas Sumatera Utara
Kemandirian mencakup pengertian dari berbagai istilah seperti

Autonomy, Independency, dan Self Relience. Pada dasarnya kemandirian

dapat dimanifestasikan dalam bentuk sikap maupun perbuatan, sebab

sebenarnya sikap merupakan dasar dari terbentuknya suatu perbuatan

(Masrun, 1986).

C. Hidup sendiri

Individu yang hidup sendiri adalah individu yang tinggal di rumah

tempat tinggal mereka seorang diri, tanpa ada orang lain yang tinggal

bersama mereka. Individu juga tidak menikah atau tidak memiliki

pasangan hidup.

2.2.2 Tantangan Hidup Sendiri

Dalam buku Psychology of Woman dikatakan bahwa dalam budaya

atau kehidupan sehari- hari, dipercaya bahwa terlihat tidak normal apabila

seseorang, terutama wanita hidup sendiri pada sebuah situasi sosial

(Watrous & Honeychurch, 1999). Wanita yang memasuki usia dewasa,

seharusnya hidup bersama keluarga mereka yaitu pasangan dan anak-anak

mereka. Beberapa orang single yang ditanya juga, mereka merasa tidak

nyaman hidup sendiri dalam perkotaan atau di berada di lingkungan yang

merupakan kota besar (Chasteen, 1994).

24
Universitas Sumatera Utara
Orang-orang yang hidup sendiri juga sering menjadi objek yang

dikasihani, dan juga dianggap menjalani kehidupan mereka dengan perasaan

kesepian, tidak ada orang terdekat untuk berbagi. Orang yang menjalani

hidup sendiri juga menjadi bahan pikiran dan bahasan keluarga mereka

ketika mereka tidak menikah (K. G. Lewis & Moon, 1997). Individu yang

hidup sendiri akan rentan mengalami loneliness atau kesepian.

Loneliness itu sendiri diartikan oleh Peplau & Perlman (dalam

Brage, Meredith & Woodward, 1998) sebagai perasaan dirugikan dan tidak

terpuaskan yang dihasilkan dari kesenjangan antara hubungan sosial yang

diinginkan dan hubungan sosial yang dimiliki. Deaux, Dane & Wrightsman

(1993) menyimpulkan bahwa ada tiga elemen dari definisi loneliness yang

dikemukakan oleh Peplau & Perlman, yaitu :

A. Merupakan pengalaman subyektif, yang mana tidak bisa diukur

dengan observasi sederhana.

B. Loneliness merupakan perasaan yang tidak menyenangkan.

C. Secara umum merupakan hasil dari kurangnya/terhambatnya

hubungan sosial.

Menurut Robert Weiss (dalam Santrock, 2003), loneliness

merupakan reaksi dari ketiadaan jenis-jenis tertentu dari hubungan.

Loneliness terjadi ketika adanya ketidaksesuaian antara apa yang diharapkan

seseorang dan kenyataan dari kehidupan interpersonalnya, sehingga

25
Universitas Sumatera Utara
seseorang menjadi sendiri dan kesepian (Burger, 1995). Selanjutnya,

loneliness akan disertai oleh berbagai macam emosi negatif seperti depresi,

kecemasan, ketidakbahagiaan, ketidakpuasan, menyalahkan diri sendiri

(Anderson, 1994) dan malu (Jones, Carpenter & Quintana, 1985).

2.2.3 Alasan-alasan Seseorang Hidup Sendiri

Beberapa alasan yang dimiliki individu untuk memilih hidup sendiri

adalah dengan adanya kebebasan bagi seseorang khususnya wanita untuk

memutuskan menikah atau tidak (Tioso, 1997: 5). Hurlock (2004: 301)

mengemukakan beberapa alasan lain yang dapat mendorong individu untuk

melajang atau hidup sendiri yaitu penampilan fisik yang kurang menarik,

memiliki cacat fisik, sering gagal dalam mencari pasangan, adanya kesempatan

untuk berkarier, jarang mempunyai kesempatan untuk bertemu dengan lawan jenis

yang cocok dan memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan yang

berhubungan dengan pemikahan yang dialami oleh orang-orang terdekat (keluarga

atau teman).

Santrock (dalam Dariyo, 2004:146) mengatakan pula bahwa dalam

menjalani kehidupan melajang di usia dewasa, ada suka dan duka. Individu yang

hidup melajang memiliki kebebasan yang penuh atas dirinya, bebas menjalin

persahabatan baik dengan lawan jenis maupun dengan ternan sejenis, bebas

melakukan apa saja, bisa fokus pada pekerjaan, dapat hidup mandiri dan tidak

memiliki beban untuk mengurus rumah tangga. Namun ada saat-saat dimana

26
Universitas Sumatera Utara
individu yang hidup melajang merasa kesepian dan rindu untuk memiliki keluarga

kecil, ingin memiliki seseorang untuk berbagi suka dan duka.

2.4 DINAMIKA TEORITIS

Hidup sendiri memiliki beberapa makna. Hidup sendiri dapat diartikan

sebagai hidup seorang diri, tanpa ada sanak saudara, keluarga atau orang lain yang

tinggal bersama di dalam satu rumah. Individu bertanggung jawab akan

keberlangsungan hidupnya sendiri, tidak bergantung pada orang lain,

menyelesaikan masalah yang dihadapinya sendiri. Hal ini dapat diartikan sebagai

hidup mandiri. Kemandirian pada individu yang hidup sendiri dapat sangat

membantu individu dalam berpikir jernih untuk menghadapi masalah dalam

hidupnya karena sejatinya tidak selamanya hidup sendiri tanpa orang lain dapat

membuat individu terpuruk, tergantung pada orang lain dan tidak bisa dalam

membuat keputusan dalam hidup serta menghadapi masalah yang muncul dalam

keberlangsungan hidup.

Hidup sendiri juga diartikan sebagai hidup tanpa pasangan atau tidak

menikah atau hidup melajang. Individu yang hidup sendiri tanpa ada sanak

saudara atau orang lain yang tinggal di dalam rumah serta tidak menikah atau

melajang, tidak tertutup kemungkinan merasakan kesepian dan mengisolasikan

dirinya terhadap orang lain.

Hidup sendiri dapat membuat kebutuhan individu untuk memiliki

hubungan interpersonal atau hubungan positif terhadap orang lain menjadi tidak

terpuaskan. Hubungan positif yang dimaksud adalah kemampuan individu

27
Universitas Sumatera Utara
menjalin hubungan yang baik dengan orang lain di sekitarnya. Individu yang

memiliki hubungan positif dengan orang lain yang tinggi ditandai dengan mampu

membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dari orang lain. Selain

itu, individu juga memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat

menunjukkan empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan menerima

dalam hubungan antarpribadi. Sebaliknya, individu yang tidak memiliki atau tidak

terlalu memiliki hubungan positif dengan orang lain, terisolasi dan merasa frustasi

dalam membina hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk berkompromi

dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain (Ryff, 1995).

Kemandirian dan hubungan positif terhadap orang lain merupakan dimensi

dari psychological well-being atau kesejahteraan psikologis. Selain itu,

psychological well-being memiliki empat dimensi lain, yaitu penguasaan

lingkungan, tujuan hidup, pertumbuhan pribadi dan penerimaan diri.

Pertumbuhan pribadi yang berarti mengenai kemampuan individu untuk

mengembangkan potensi dalam diri dan berkembang sebagai seorang manusia.

Memanfaatkan secara maksimal seluruh bakat dan kapasitas yang dimiliki oleh

individu merupakan hal yang penting untuk mencapai psychological well-being.

Setiap individu pasti memiliki bakat yang ingin mereka kembangkan sebagai

kepuasan pribadi serta memenuhi kebutuhan mereka untuk tumbuh. Selain

dimensi in, ada lagi dimensi penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan penerimaan

diri yang harus dimiliki oleh individu agar dapat memiliki kesejahteraan

psikologis yang tinggi.

28
Universitas Sumatera Utara
2.5 KERANGKA BERPIKIR

Individu

Tidak menikah / tidak


Hidup sendiri
memiliki pasangan
Tetap menjalani hidup dengan
baik dan mandiri.

Memiliki Psychological
Well-Being yang tinggi.

Otonomi Penguasaan Lingkungan

Pertumbuhan Dimensi Psychological Hubungan Positif dengan


Pribadi Well-Being Orang Lain

Tujuan Hidup Penerimaan Diri

29
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian Kualitatif

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pendekatan kualitatif dipilih

karena peneliti ingin mengetahui seluruh informasi mengenai gambaran

psychological well-being pada individu yang hidup sendiri dan mengapa

psychological well-being individu yang hidup sendiri positif dengan baik. Seluruh

informasi tidak akan didapatkan secara maksimal apabila hanya mengandalkan

skala tertulis tanpa adanya tanya jawab secara langsung dengan partisipan

penelitian. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Poerwandari (2007) bahwa

salah satu tujuan penting penelitian kualitatif adalah diperolehnya pemahaman

yang menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti dan sebagian besar

aspek psikologis manusia juga sangat sulit direduksi dalam bentuk elemen dan

angka sehingga akan lebih ’etis’ dan kontekstual bila diteliti dalam setting

alamiah.

Sehingga, untuk lebih memahami gambaran psychological well-being pada

individu yang hidup sendiri, maka penelitiannya tidaklah cukup hanya dengan

mencari ”Bagaimana” yaitu tentang bagaimana gambaran psychological well-

being pada individu yang hidup sendiri, akan tetapi ditambah juga dengan “apa”

dan “mengapa” psychological well-being orang yang hidup sendiri positif.

Secara khusus tipe penelitian kualitatif tentang psychological well-being

pada individu yang hidup sendiri adalah bertipe studi kasus tunggal. Kasus adalah

30
Universitas Sumatera Utara
fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks. Studi kasus ini bersifat

intrinsik yang artinya penelitian dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian

pada kasus khusus yang dialami responden. Poerwandari (2007). Penelitian

dilakukan untuk memahami secara utuh dan lebih mendalam tentang kasus

tersebut, tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep-konsep/teori

ataupun tanpa adanya upaya menggeneralisasi.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Dalam pendekatan/tipe penelitian studi kasus tunggal, Poerwandari

(2007) mengemukakan bahwa metode penelitian dapat dilakukan dari berbagai

sumber dengan beragam cara, bisa berupa wawancara, maupun studi

dokumen/karya/produk tertentu yang terkait dengan kasus serta observasi.

Pemilihan cara apa yang hendak dilakukan adalah tergantung dari kapasitas

peneliti.

Secara khusus penelitian fokus pada pengumpulan data dengan cara

wawancara. Wawancara dilakukan pada responden secara langsung serta orang

yang mengetahui informasi mengenai responden penelitian. Wawancara sangat

bermanfaat untuk memperoleh informasi dengan lebih mendalam dan tetap

terfokus pada tujuan yang telah ditetapkan di awal. Wawancara dapat tetap

terfokus dengan adanya pembuatan pedoman wawancara. Probing selama

wawancara juga sering dilakukan, dan selama wawancara, peneliti juga

melakukan observasi terhadap responden.

31
Universitas Sumatera Utara
3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di rumah responden Jl. Pintu Air IV, Medan,

Sumatera Utara. Pemilihan lokasi adalah kediaman responden sendiri dikarenakan

kondisi fisik responden yang mungkin akan kesulitan apabila dilakukan di tempat

lain.

3.4 Responden Penelitian

3.4.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah:

A. Individu yang berada pada masa dewasa madya.

B. Hidup sendiri (tidak menikah dan tidak tinggal bersama dengan orang

lain di rumah).

3.4.2 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini

menggunakan pengambilan responden berdasarkan teori psychologicall

well-being atau berdasarkan konstruk operasional (theory-

based/operational construct sampling). Responden dipilih berdasarkan

kriteria tertentu seperti yang tertulis di kriteria sampel, yaitu sampel

merupakan wanita pada dewasa awal, dimana dewasa awal adalah yang

berusia 20-40 tahun dan sudah hidup sendiri (tidak menikah dan tidak

tinggal bersama dengan orang lain di rumah) dalam kurun waktu yang

cukup lama, yang sebelumnya telah dirumuskan oleh peneliti. Hal ini

32
Universitas Sumatera Utara
dilakukan agar sampel benar-benar mewakili atau bersifat representatif

terhadap kasus yang dipelajari.

3.5 Alat Bantu Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat bantu perekam yaitu dengan

handphone dan kertas yang berisikan pedoman wawancara untuk mempermudah

peneliti dalam mengumpulkan data. Mengingat cukup sulit untuk melakukan

pencatatan terhadap segala hal yang disampaikan responden dalam proses

wawancara sehingga kemungkinan besar akan banyak informasi yang tidak

tercatat, maka alat bantu perekam diharapkan dapat merekam semua informasi

selama proses wawancara berlangsung dengan lebih detail sehingga

memungkinkan peneliti untuk memperoleh informasi secara utuh. Pedoman

wawancara digunakan peneliti untuk membantu peneliti agar tetap fokus dengan

hanya memberikan pertanyaan seputar hal-hal yang relevan dengan tujuan

penelitian.

3.6 Prosedur Penelitian

3.6.1 Tahap Awal Penelitian

Pada tahap persiapan penelitian melakukan sejumlah hal yang diperlukan

untuk melaksanakan penelitian yaitu sebagai berikut:

A. Mengumpulkan informasi dan teori yang berhubungan dengan

psychological well being dan individu yang hidup sendiri.

B. Mencari dan menentukan responden penelitian.

33
Universitas Sumatera Utara
C. Membangun rapport dengan responden penelitian.

D. Memberikan informed consent.

E. Setelah informed consent didapatkan maka peneliti dan responden

mengatur jadwal pertemuan untuk melakukan wawancara.

F. Menyusun pedoman wawancara.

G. Mempersiapkan perlengkapan untuk pengumpulan data.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini diawali dengan perkenalan serta memberi penjelasan pada

responden mengenai tujuan penelitian. Peneliti juga menjelaskan mengenai

prosedur dan kerahasiaan data penelitian, kemudian wawancara dilakukan di

tempat yang disepakati oleh peneliti dan responden penelitian. Proses wawancara

direkam dengan handphone sebagai alat bantu untuk merekam.

3.6.3 Tahap Pencatatan Data

Sebelum wawancara dimulai, peneliti meminta izin kepada responden

untuk merekam wawancara yang akan dilakukan. Wawancara dimulai setelah

responden memberikan izin untuk merekam. Setelah proses wawancara selesai

dilakukan, informasi yang telah diperoleh peneliti kemudian ditulis kembali dalam

bentuk verbatim.

34
Universitas Sumatera Utara
3.6.4 Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan memahami kembali seluruh informasi

yang telah didapatkan dari proses wawancara. Menurut Poerwandari (2005),

terdapat beberapa tahapan dalam menganalisa data kualitatif, yaitu:

A. Organisasi data

Proses analisis data diawali dengan mengorganisasikan data.

Organisasi data penting (Poerwandari, 2005) mengingat data kualitatif

yang diperoleh dari lapangan begitu banyak dan beragam sehingga perlu

untuk diorganisasikan agar tersaji dengan rapi, sistematis dan selengkap

mungkin. Hal-hal yang penting untuk disimpan dan diorganisasikan adalah

data mentah (catatan lapangan, data hasil rekaman), data yang telah

diperoleh diproses sebagian (transkrip wawancara, catatan refleksi

peneliti), data yang sudah diberikan kode-kode dan dokumentasi umum

yang kronologis mengenai pengumpulan data dan langkah analitis.

B. Koding dan Analisa

Koding dimaksudkan untuk dapat mengorganisasikan data secara

lengkap dan mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran

tentang fenomena yang hendak dipelajari. Koding dilakukan dengan

menyusun transkripsi verbatim atau catatan lapangan sedemikian rupa

sehingga ada kolom kosong yang cukup di sebelah kiri dan kanan

transkrip. Kemudian koding dilanjutkan dengan pemberian kode-kode

pada transkrip wawancara kolom sebelah kanan atau kiri. Proses ini juga

35
Universitas Sumatera Utara
diiringi dengan analisa data dan analisa tematik yang disesuaikan dengan

teori yang digunakan dalam penelitian.

C. Pengujian Terhadap Dugaan

Setelah melalui melakukan koding dan analisis data, peneliti akan

mendapatkan kesimpulan sementara, namun hal ini bukanlah kesimpulan

final. Karena kesimpulan sementara yang telah diperoleh peneliti harus

dipertajam dan diuji lebih lanjut. Untuk mempertajam dan mengujinya,

peneliti dapat mencoba mencari kekonsistenan informasi dari responden

dengan menanyakan kembali pada wawancara berikutnya serta mencari

data yang memberikan gambaran berbeda dari pola-pola yang muncul.

D. Strategi Analisis

Patton (dalam Poerwandari 2005) menjelaskan bahwa proses

analisis dapat melibatkan konsep-konsep yang muncul dari jawaban atau

kata-kata responden sendiri (indigenous concepts) maupun konsep yang

dikembangkan atau dipilih peneliti untuk menjelaskan fenomena yang

dianalisis (sensitizing concepts). Analisa yang dilakukan adalah analisa

studi kasus pada responden penelitian.

E. Tahapan Interpretasi

Kvale (dalam Poerwandari, 2005) mengatakan bahwa interpretasi

mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus

mendalam. Peneliti memiliki perspektif mengenai apa yang sedang diteliti

dan mengisterpretasi data melalui perspektif tersebut.

36
Universitas Sumatera Utara
3.7 Kredibiltas Penelitian

Kredibilitas penelitian kualitatif menurut Poerwandari (2005), terletak

pada keberhasilan mencapai maksud dari mengeksplorasi masalah atau

mendekripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang

kompleks. Peneliti berusaha setiap tahapan dijalankan dengan sebaik mungkin

dengan hati-hati dan mengutamakan ketelitian demi menjaga kualitas rangkaian

penelitian dapat berjalan dengan baik serta dapat dipertanggungjawabkan.

37
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

DESKRIPSI DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan diisi dengan uraian hasil analisa data wawancara yang telah

dilakukan selama pengambilan data penelitian. Hasil yang didapat dari penelitian

ini akan dianalisa agar dapat memperjelas bagaimana gambaran Psychological

well being atau kesejahteraan psikologis pada individu yang hidup sendiri.

4.1 DESKRIPSI DATA

4.1.1 Latar Belakang Responden

Responden merupakan seseorang perempuan berusia 48 tahun. Responden

sudah tinggal sendiri sejak berumur 30 tahun. Responden merupakan seseorang

bersuku batak Toba. Responden bekerja sebagai penjahit untuk memenuhi

kebutuhannya sehari-hari. Awalnya responden tinggal dengan saudaranya, akan

tetapi salah satu teman responden mengajak untuk pindah dari rumah saudara dan

menyewa rumah agar mereka dapat membuka usaha sendiri. Selama dua tahun

responden tinggal bersama dengan temanya, saat berumur 20 tahun, teman

responden memutuskan pindah ke rumah sewa yang lain dan meninggalkan

responden hidup sendiri. Akan tetapi, responden memutuskan untuk tetap hidup

sendiri dan tidak kembali ke rumah saudaranya. Responden membuka usaha

menjahit di rumahnya, pekerjan ini sesuai dengan pendidikan yang ditempuh di

SMK responden, di jurusan tata busana. Responden tidak pernah menikah, hal ini

38
Universitas Sumatera Utara
dikarenakan sampai sekarang responden belum menemukan orang yang cocok

untuk dirinya. Responden juga pernah mengalami gagal menikah.

Menurut hasil observasi peneliti, responden merupakan seorang yang

ramah. Dilihat dari interaksi responden dengan tetangga-tetangga, teman-teman

serta pelanggannya dalam bekerja sebagai penjahit. Sebagai orang yang sudah

lama hidup sendiri, responden tidak mengisolasi dirinya dengan lingkungan

sekitar atau menghindar apabila ada orang yang mencoba berinteraksi dengan

dirinya.

Kondisi fisik responden juga memiliki keterbatasan. Kedua kaki tidak

dapat berfungsi secara normal, responden tidak dapat menggerakkan kakinya

untuk berjalan, sehingga harus merangkak. Kedua kaki responden sudah memiliki

tanda-tanda kelainan sejak kecil, akan tetapi, kaki responden benar-benar tidak

berfungsi dengan baik sejak tahun 2012. Hal ini diakui responden tidak terlalu

menghambatnya dalam bekerja atau beraktifitas sehari-hari. Keseharian responden

banyak dihabiskan di rumahya sendiri. Pada hari minggu atau hari besar

keagamaan, responden akan pergi ke Gereja atau ke rumah saudara. Selain karena

kondisi fisik dari responden yang tidak dapat dengan leluasa untuk berpergian,

responden merasa lebih suka berada di rumah.

39
Universitas Sumatera Utara
4.1.2 Deskripsi

a. Otonomi

Otonomi

Responden memulai hidup


Responden hidup
tanpa bantuan saudara
sendiri selama 20
dengan pindah rumah
tahun.
bersama teman.

Responden dan temannya membuka


usaha menjahit dan salon di rumah
kontrak.
Responden memulai
hidup sendiri di umur
Apabila teman responden
30 tahun.
tidak mengajaknya pindah,
responden tidak berani
pindah dari rumah saudara.

Responden Responden
Saat teman responden
langsung nyaman langsung nyaman
meninggal dunia,
begitu memulai begitu membuka
responden tidak kembali
hidup sendiri. usaha sendiri.
ke rumah saudara.

Kesulitan keuangan.
Responden Responden tetap
Kesulitan dalam mendapatkan ingin tinggal sendiri.
kesulitan saat hidup
bekerja.
sendiri.

Tidak ada
Responden tetap menjalankan
langganan dalam
usaha menjahit sendiri, dan tidak
pekerjaannya.
kembali menumpang dengan
saudaranya.

40
Universitas Sumatera Utara
Kesulitan yang dihadapi
Responden
responden, tidak Responden selalu
mendapatkan
membuat responden berusaha menemukan
kesulitan saat hidup
menyerah menjalani solusi untuk kesulitan
sendiri.
hidup sendiri. yang dihadapinya.

Walapun menghadapi
Responden tetap tidak kesulitan;…
keberatan hidup sendiri.

Responden tetap Responden ingin


lebih nyaman hidup mandiri dan tidak
sendiri dibandingkan bergantung pada orang
dengan orang lain. lain.

Responden merasa hidup dengan orang lain lebih repot.

Bila tinggal sendiri, Tinggal di rumah orang lain


responden merasa responden harus melakukan
bebas. pekerjaan rumah.

Bebas dalam
mengerjakan Waktu responden
pekerjaan rumah. bekerja sebagai
penjahit berkurang.

Bebas bekerja kapan saja.

Melakukan pekerjaan Melakukan pekerjaan Melakukan hal


sebagai penjahit. rumah. lainnya.

41
Universitas Sumatera Utara
Responden sudah tinggal seorang diri selama kurang lebih 18 tahun.

Sebelum tinggal sendiri, responden tinggal bersama saudaranya di Medan. Saat

tinggal dengan saudaranya , yaitu kakak responden, responden berumur 15 tahun,

dimana responden sedang bersekolah SMK sampai tamat, setelah tamat sekolah,

responden mengikuti ajakan teannya untuk pindah ke tempat lain, untuk memulai

usaha dan belajar hidup mandiri. Responden menyetujui hal tersebut karena

responden ingin bekerja dan menghasilkan uang untuk dirinya sendiri. Di umur 20

tahun, responden akhirnya pindah dari rumah saudaranya dan tinggal di rumah

yang ia sewa bersama dengan temannya. Responden mengakui apabila temanya

tidak mengajaknya pindah, responden tidak berani untuk pindah dari rumah

saudaranya. 10 tahun setelah pindah, teman responden memutuskan untuk

menyewa rumah sendiri, dan meninggalkan responden di rumah yang pertama

kali mereka sewa. Setelah ditinggal oleh temannya, responden tetap tinggal

sendiri dan memutuskan tidak kembali ke rumah saudara. Responden mengakui

bahwa responden tetap ingin hidup sendiri.

Responden memulai hidup sendiri di umur 30 tahun. Responden mengakui

bahwa ia langsung nyaman begitu hidup sendiri, dan responden nyaman juga

dalam membuka usaha menjahitnya seorang diri. Akan tetapi, walaupun

responden mengatakan tetap ingin hidup sendiri setelah ditinggalkan temannya

sendiri di rumah yang pernah ditempati bersama-sama dan merasa nyaman saat

benar-benar hidup dan membuka usaha sendiri, responden tetap mendapatkan

kesulitan selama menjalani hidup sendiri.

42
Universitas Sumatera Utara
Kesulitan yang dihadapi responden selama hidup sendiri adalah kesulitan

keuangan. Kesulitan keuangan yang dihadapi responden yaitu kekurangan untuk

membeli kebutuhan sehari-hari sehingga harus hemat dalam mengelola keuangan.

Kesulitan dalam bekerja, kesulitan ini dihadapi responden ketika alat-alat

responden yang digunakan untuk bekerja sebagai penjahit rusak dan juga kondisi

fisik responden yang memiliki keterbatasan menjadi penghalang responden untuk

bekerja dengan baik. Kesulitan lain yang dihadapi responden di awal-awal

hidupnya adalah mendapatkan langganan untuk pekerjaannya sebagai penjahit.

Hal ini membuat pemasukan responden sangat terbatas .

Setiap kesulitan yang dihadapi responden tetap tidak membuat responden

menyerah dan kembali ke rumah saudaranya. Responden mengakui tidak

keberatan untuk hidup sendiri. Ada beberapa kesulitan yang dihadapi responden

seperti kesulitan masalah keuangan dimana responden yang belum memiliki

pelanggan tetap, dalam pekerjaannya sebagai penjahit, memiliki penghasilan yang

tidak stabil dan dapat dikatakan rendah, sehingga pengeluaran responden yang

tidak seimbang dengan pemasukan responden membuat responden harus

menghemat uangnya dan harus bijaksana dalam menggunakan uang.

Selain masalah keuangan, responden yang memiliki keterbatasan fisik juga

mengalami kesulitan dalam bekerja. Kedua kaki responden yang tidak dapat

berfungsi secara normal menghambat mobilitas responden sehingga dalam bekerja

responden tidak bisa secepat orang biasa. Selain merasa terhambat dalam bekerja,

responden juga terhambat mobilitasnya saat ingin melakukan kegiatan sehari-hari

43
Universitas Sumatera Utara
atau ingin berpergian. Tapi hal ini tidak serta merta membuatnya mengeluh dan

menyerah akan keaadaan yang dialaminya.

Kesulitan lain yang dialami responden saat memulai hidup sendiri adalah

sulitnya menemukan pelanggan tetap. Tidak memiliki pelanggan tetap membuat

responden tidak memiliki penghasilan yang stabil. Akan tetapi, responden tetap

berusaha untuk menarik perhatian orang agar ingin menyewa jasanya dengan

memberikan harga yang murah bagi pelanggan yang memerlukan jasanya. Hal ini

dilakukan responden agar pelanggan akan datang kembali kepadanya apabila

memerlukan jasa responden kembali. Hal tersebut terus dilakukan responden,

sehingga membuat pelanggan mulai terus memakai jasanya sampai sekarang.

Walaupun responden menghadapi banyak kesulitan dalam menjalani

hidupnya seorang diri, responden tidak pernah berpikir untuk kembali ke rumah

saudara atau keluarga lain selama ia merasa bahwa ia masih sanggup mengurus

dirinya sendiri. Responden lebih nyaman hidup sendiri dibandingkan hidup

dengan orang lain seperti saudara atau kakak. Responden ingin menjadi mandiri

dalam melakukan apapun dan tidak bergantung pada orang lain. Responden

merasa apabila hidup dengan orang lain membuat responden lebih repot, karena

responden merasa kalau tinggal sendiri, responden lebih bebas dalam melakukan

pekerjaan rumah, apabila tinggal sendiri, responden bebas memilih waktu yang ia

inginkan untuk melakukan pekerjaan rumah, dan apabila responden lelah,

responden dapat berhenti sesuka hatinya. Begitu juga dengan pekerjaannya

sebagai penjahit. Apabila tinggal sendiri, responden merasa bebas ingin bekerja

kapan saja, tidak ada yang melarang atau mengganggu, sedangkan hidup bersama

44
Universitas Sumatera Utara
orang lain bagi responden merepotkan baginya karena responden memiliki

tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan rumah di waktu yang sudah

ditentukan. Selain merasa merasa repot akan hal tersebut, tanggung jawab untuk

melakukan pekerjaan rumah tersebut juga mengurangi waktu responden untuk

bekerja sebagai penjahit. Hal ini berdampak bagi pemasukan responden yang akan

berkurang.

45
Universitas Sumatera Utara
b. Penguasaan lingkungan

2. Penguasaan Lingkungan

Responden memiliki kepribadian yang ramah


dan mudah beradaptasi dengan hal baru.

Responden tetap
Responden mudah Responden mampu
mengalami masalah/
cocok/nyaman mengerjakan
kesulitan yang
dengan lingkungan pekerjaan rumah
dihadapi selama
baru . sendiri.
bekerja.

Apabila aktifitas yang keluar


Keluarga Keluarga meminta rumah, responden meminta
responden tetap responden untuk tolong pada tetangga atau
merasa cemas. tinggal bersama orang lain.
dengan mereka.

Responden memberi
pengertian kepada keluarga
bahwa responden nyaman
hidup sendiri.

Pemasukan Tidak ada langganan Masalah Keuangan.


berkurang /tidak tetap sebagai
stabil. penjahit.

46
Universitas Sumatera Utara
Masalah Keuangan.
Tidak ada
langganan
tetap sebagai
penjahit. Responden
Penghasilan masih
lebih bijaksana
dirasa kurang
dalam
mencukupi kebutuhan
mengelola
sehari-hari.
keuangan.

Responden hemat
dalam mengatur
pengeluaraanya untuk
hidup sehari-hari.

Responden merasa Ketika sudah Teman-teman responden


mampu mengerjakan mendapatkan juga merupakan langganan
sesuai yang diminta langganannya, responden responden dalam bekerja.
pelanggannya. yakin pelanggannya tidak
pergi.

Dengan memiliki pelanggan yang


beragam agamanya, responden Penhasilan responden
menerima orderan menjahit di jadi bertambah.
setiap hari besar keagamaan.

47
Universitas Sumatera Utara
Responden memiliki kepribadian yang ramah dan mudah beradaptasi

dengan hal baru. Responden mudah merasa nyaman dengan lingkungan rumah

yang disewanya setelah pindah dengan saudaranya. Bagi responden, lingkungan

tersebut memang sudah cocok dari awal baginya untuk membuka usaha menjahit.

Untuk pekerjaan rumah, responden juga merasa mampu melakukan semuanya

walau responden tinggal sendiri dengan kondisi fisik yang memiliki keterbatasan.

Akan tetapi, untuk pekerjaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan

responden seorang diri seperti membeli bahan makanan keluar rumah, responden

meminta tolong kepada tetangga atau temannya yang kebetulan lewat di depan

rumah. Dalam melakukan kegiatan sehari-hari responden mengakui ada beberapa

hal yang tidak dapat dilakukan responden seorang diri, akan tetap responden

mengakui bahwa ia mampu menguasai dan mengatasi masalah tersebut dengan

baik.

Setelah teman responden pindah dan responden benar-benar tinggal

sendiri, responden mengatakan bahwa pihak keluarga meminta dan membujuk

responden agar kembali kerumah saudara. Keluarga responden merasa cemas

dengan keadaan responden apabila responden hidup sendiri. Keluarga responden

juga mencemaskan keamanan responden saat hidup sendiri. Akan tetapi, karena

responden tetap ingin hidup sendiri dan sudah nyaman hidup sendiri, responden

memberikan pengertian kepada keluarganya bahwa responden merasa baik-baik

saja selama tingal sendiri dan tidak ada yang oeru dikhawatirkan mengenai

keamanan responden. Sampai saat ini, keluarga responden menerima hal tersebut

dan mengizinkan responden untuk tinggal sendiri.

48
Universitas Sumatera Utara
Dalam membuka usaha sebagai penjahit juga responden tidak langsung

menguasai lingkungannya sehingga ada beberapa kesulitan yang diadapi

responden selama bekerja. Kesulitan dalam pekerjaannya sebagai penjahit di

lingkungan baru adalah masalah keuangan. Responden mengajkui di awal-awal

responden membuka usaha menjahit sendiri, pendapatan responden sangat

terbatas dan diras tidak cukup untuk keperluan sehari-hari untuk diri sendiri dan

juga untu bekerja. Karena hal ini, responden harus melakukan penghematan dalam

penggunaan uang, sehingga pendapatan yang terbatas tersebut tetap dapat

mencukupi kehidupan responden.

Kesulitan lain adalah tidak adanya pelanggan tetap dalam bekerja,

sehingga pemasukan responden sangat terbatas. Akan tetapi, responden tidak

menyerah dengan keadan diamana tidak memiliki pelanggan tetap yang menyewa

jasanya, responden Setelah responden mendapatkan langganan tetap, responden

merasa pelanggannya tidak akan pergi, karena responden merasa mampu

melakukan hal sesuai yang diinginkan oleh pelanggannya dan responden tetap ada

kemauan besar untu melakukan apa yang dinginkan oleh pelanggannya. Semakin

banyak pelanggan responden yang memiliki agama yang berbeda sehingga

memilliki hari besar yang berbeda-beda pula, membuat responden memiliki

banyak orderan dalam menjahit sehingga dalam waktu-waktu tertentu penghasilan

responden jadi bertambah. Selain orang-orang yang datang yang bukan di daerah

tempat tinggal responden, teman-teman responden yang tinggal di daerah tempat

tinggak responden juga menjadi pelanggan tetap responden.

49
Universitas Sumatera Utara
c. Pertumbuhan pribadi

Responden berprinsip
bahwa kalau sudah
Pertumbuhan pribadi
pindah atau merantau,
harus menahan setiap
kesusahan yang
Responden
Responden ingin bekerja dihadapi nantinya.
memutuskan untuk
untuk mendapatkan pindah dari rumah
penghasilan sendiri. saudara.
Responden pindah
diajak oleh teman.

Responden Responden
ingin pindah.
Melakukan Mengatur masalah
menjadi
pekerjaannya keuangannya
orang yang Setelah pindah
sendiri. sendiri.
mandiri. responden tinggal
dengan teman dan
memulai usaha
masing-masing.

Pekerjaan sehari-
hari atau bekerja Dengan membuka usaha sendiri,
setelah teman responden
sebagai penjahit. responden merasa akan lebih
pindah, responden yakin
berkembang.
bahwa ia mampu hidup
Responden merasa sendiri.
hanya ini pekerjaan
yang dapat Responden Menjahit adalah jurusan
dilakukan untuk memutuskan menjadi sekolah responden.
menyambung penjahit.
hidup.

Responden tidak
memiliki keahlian
lain.

50
Universitas Sumatera Utara
Responden memutuskan
menjadi penjahit.
Responden belajar cara
menjahit baju dengan
model berbeda.
Responden ada
Responden menyenangi Responden ingin
keinginan untuk
pekerjaanya sebagai belajar border.
melakukan
penjahit.
pekerjaan lain.

Responden tidak Responden tidak punya


Responden pernah waktu untuk belajar dan
pernah bosan bekerja
membuka kursus mengerjakan pekerjaan
sebagai penjahit.
menjahit. lain.

Responden sudah
Kursus menjahit
merasa cukup dengan
ditutup karna
keahliannya sekarang.
tidak ada murid.

51
Universitas Sumatera Utara
Sejak tinggal dengan saudaranya responden sudah punya keinginan untuk

bekerja agar mendapatkan penghasilan sendiri, tidak hanya mendapatkan uang

dari saudara atau orang tua. Dikarenakan tinggal dengan saudara, menyulitkan

responden untuk bekerja karena waktu responden banyak tersita untuk

mengerjakan pekerjaan rumah, sehingga responden memutuskan pindah dari

rumah saudara setelah salah satu teman responden mengajak responden untuk

pindah dan membuka usaha bersama di rumah kontrakan merek yang baru.

Setelah 10 tahun, akhirnya teman responden yang memiliki usaha salon

memutuskan untuk pindah dari rumah kontrakan mereka dan mencari kontrakan

baru, sepeninggal temannya, responden memutuskan untu tetap tinggal sendiri di

rumah kontrakannya yang sekarang dan tidak ada keinginanan untuk kembali ke

rumah saudaranya. Responden tetap melanjutkan pekerjaannya sebagai penjahit

agar tetap memiliki penghasilan sendiri. Responden juga memiliki dan mematuhi

prinsip yang ia buat sendiri yaitu kalau sudah pindah atau merantau, harus mampu

menahan setiap kesulitan yang dihadapi sendiri dan tidak menyerah dengan

keadaan yang akan dilewatinya lalu kembali ke rumah saudara

Selain karena ingin memiliki penghasilan sendiri, responden juga ingin

menjadi orang yang mandiri. Mandiri yang dimaksudkan oleh responden adalah

mampu melakukan pekerjaannya sendiri, baik pekerjaan rumah atau pekerjaannya

sebagai penjahit. Responden juga ingin mampu mengaur keuangannya sendiri.

Mengatur keuangan yang dimaksud oleh responden adalah dimana responden

mengatur pengeluaran dan pemasukannya sendiri. Hal ini dilakukan responden

karena ia merasa ia memang mampu melakukan hal tersebut. Dengan ingin

52
Universitas Sumatera Utara
mengatur keuangan sendiri dan tidak bergantng pada orang lain, responden

mengemukakan bahwa ia ingin hidup mandiri. Kemauan responden yang besar

untuk menjadi mandiri ini, membuat responden merasa dengan membuka usaha

menjahit yang mampu membuat kemauan responden terwujud. Agar dapat bekerja

secara mandiri dan memiliki penghasilan sendiri, responden membuka usaha

menjahit. Pekerjaan menjahit sesuai dengan jurusan sekolah yang dilakukan

responden dahulu yaitu SMK di jurusan tata busana.Dengan membuka usaha

sendiri juga, responden merasa lebih dapat berkembang dibandingkan membuka

usaha saat tinggal bersama dengan orang lain. Responden merasa dengan hidup

sendiri, responden lebih mampu untuk mencoba pengalaman-pengalaman baru

yang belum dialami responden sebelumnya.Setelah memutuskan menjadi

penjahit, responden tetap memilikikeinginan untuk melakuan pekerjaan lain.

Pekerjaan lain selain menjahit yang responden rasa mampu untuk dikerjakan.

Beberapa tahun lalu responden pernah membuka kursus untuk menjahit bagi

pemula. Responden membuka kursus menjahit untuk menambah pendapatan dan

juga menambah pengalaman. Akan tetapi, karena semakin lama semakin sedikit

murid yang mengikuti kursus menjahit responden, responden memutuskan untuk

menutup kursus tersebut. Responden mengatakan bahwa beberapa muridnya

mengeluh akan biaya kursus yang menurut mereka terlalu mahal. Tapi hal ini

dianggap responden sebagai pengalaman yang dapat menempah responden untuk

menjadi lebih baik lagi bukan sebagai bukti bahwa responden tidak mampu

melakukannya.

53
Universitas Sumatera Utara
Setelah kursus menjahit ditutup, pekerjaan utama responden adalah

sebagai penjahit. Hanya di pekerjaan inilah responden mendapatkan penghasilan

yang digunakan sehari-hari. Responden mengakui bahwa ia tidak menyesal

dengan pilihannya sebagai penjahit dan tidak pernah bosan dalam melakukan

pekerjaannya. Responden juga sudah merasa cukup dengan keahlian menjahitnya

sekarang. Walaupun begitu, responden tetap mau belajar cara menjahit yang

berbeda-beda. Hal ini dilakukan responden agar responden mampu menerima

semua permintaan pelanggan yang berbeda-beda dan juga su jek merasa ia

mampu untuk melakukan hal tersebut. Responden mengakui bahwa ia ingin

belajar cara memborder. Agar setiap pelanggan yang meminta border dengan

responden, responden dapat menyanggupinya. Akan tetapi, karena pekerjaan

menjahit sudah sangat menyita banyak waktu responden, sehingga responden

tidak memiliki waktu lagi untuk belajar cara border. Sehingga responden

memutuskan untuk tidak belajar border lagi dan hanya menerima jahitan saja.

Sehingga, permintaan border oleh pelanggan harus diberikan responden pada

temannya yang mampu melakukan border, karena responden juga tidak ingin

mengecewakan pelanggan apabila hasilnya tidak memuaskan bagi pelanggannya.

Sehingga, sekarang responden merasa keahliannya di bidang menjahit atau di

bidang yang ia tekuni semasa sekolah menengah keatas terdahulu sudah cukup.

Responden juga mengemukakan bahwa keahliannya ini sudah cukup memadai

sebagai seorang penjahit.

54
Universitas Sumatera Utara
d. Hubungan positif dengan orang lain

Hubungan Positif
Dengan Orang Lain

Responden sering
membangun Dengan saudara, responden
Saling menjaga
kominkasi dengan berkomitmen untuk tetap
rahasia.
tetangganya. menjaga komunikasi.

Untuk
Sering
Responden sudah Responden menunjukkan menanyakan kabar
menganggap tetap memiliki kepeduliannya,
dan kesehatan
orang-orang di teman dekat responden
masing-masing.
lingkungan yang dapat berkomunikasi.
barunya sebagai dipecaya untuk dengan
saudara. berbagi cerita. keluarga.

Dapat Responden Memiliki topik


mengerti memilih teman pembahasan yang sama
responden. yang cocok dengan responden.
dengan
responden.
Agar memiliki hubungan baik
dengan teman:

responden membalas Saling memberi Saat ada masalah dan tidak


setiap kebaikan yang solusi. mampu memberikan solusi,
sudah
t diberikan oleh responden memberikan
temannya. waktunya untuk
mendengarkan temannya.

55
Universitas Sumatera Utara
Responden yang tinggal seorang diri, tinggal berjauhan dengan saudara

dan keluarganya, keluarga dekat responden ada juga yang tinggal di luar kota jauh

dari tempat tinggal responden. Walaupun tinggal berjauhan, responden sudah

memiliki komitmen yang kuat dengan anggota keluarganya yang lain bahwa

mereka akan tetap menjaga komunikasi diantara mereka. Agar komunikasi

mereka berjalan lancara juga responden dan keluarga juga memiliki komitmen

untuk saling menjaga rahasia masing-masing. Responden juga mengaku bahwa ia

peduli dengan keluarganya. Untuk menunjukkan kepeduliannya dengan anggota

keluarga yang lain, responden sangat menjaga komunikasi diantara mereka.

Komunikasi yang terjalin diantara mereka sangat baik karena secara

berkala,mereka bertanya mengenai keadaan, kabar dan kesehatan mereka masing.

Responden juga mengaku bahwa selama ini tidak pernah terjadi selisih paham dan

pertengkaran diantara responden dengan saudaraya.

Selain berkomunikasi dengan keluarganya, responden juga sering

menghabiskan waktu mengobrol dengan tetangganya. Responden sudah

menganggap bahwa tetangga dan warga yang tinggal di daerah tempat tinggal

responden sebagai saudara, responden tidak merasa canggung atau kurang

nyaman apabila mengobrol dengan mereka. Responden juga memiliki teman

dekat yang dipercaya responden untuk berbagi cerita pribadi responden.

Responden memilih teman yang cocok baginya. Teman yang cocok bagi

responden adalah teman yang mengerti dengan keadaan responden dan memiliki

kesukaan pembahasa aka sesuatu yang sama dengan responden.

56
Universitas Sumatera Utara
Menurut responden, agar ia memiliki hubungan baik dengan teman-

temanya, responden sudah berkewajiban untuk membals setiap kebaikan yang

sudah diberkan oleh orang lain kepada responden. Dan apabila ada teman

responden yang sedang menhadapi masalah, responden memberikan solusi, begitu

juga sebaliknya, apabila responden menghadapi masalah, temna responden akan

memberika solusi untuk responden. Akan tetapi, apabila responden tidak mampu

menemukan solusi untuk masalah yang dihadapi temannya, responden tetap akan

mendengarkan cerita dari temanya, hal itu juga dilakukan oleh teman responden,

ketika temannya tidak mampu menemukan dan member solusi bagi responden,

temna responden tetap akan mendengarkan cerita atau keluh kesah dari

responden.

57
Universitas Sumatera Utara
e. Tujuan hidup

Tujuan Hidup

Terkadang responden Responden tidak


merenungkan memiliki trauma
mengenai masa dengan masa lalunya.
depannya.

Bagi responden, masa lalunya Tidak ada


Responden adalah jalan Tuhan yang waktu untuk
menabung untuk sudah diatur Tuhan untuknya. menyesalinya.
masa depannya.

Perjalanan hidup
Sebagai dana responden, dianggap
pensiun. sebagai pelajaran.

Tidak menjadi
Kegagalan menikah juga
Kembali Apabila tidak beban dalam
dianggap sebagai kehendak
ke rumah mampu urus diri menjalani
Tuhan.
saudara. sendiri lagi. hidup.

Untuk kedepannya:

Responden ingin Lebih baik dalam Lebih baik dalam


menjadi orang yang agamanya. pekerjaan.
lebih baik. .lagi.

Terhadap Lebih beriman Lebih terampil


orang lain. kepada Tuhan. dalam menjahit.

Melakukan pekerjaan Lebih setia. Semakin banyak


lebih baik. pelanggan.
Semakin tekun
beribadah.

58
Universitas Sumatera Utara
Hal yang sudah dilakukan responden…

Responden ingin menjadi Lebih baik dalam Lebih baik dalam


orang yang lebih baik lagi. agamanya. pekerjaan.

Lebih sabar terhadap


orang yang melakukan Responden Responden lebih
hal tidak baik terhadap mulai rajin ke rajin membaca
responden. gereja. alkitab.

Responden mulai
Responden yang Awalnya, hal ini agak
menerima pesanan
susah dilakukan
terkadang diejek tentang menjahit semampu
responden dikarenakan
kondisi fisiknya, sering yang dikerjakannya.
marah dan tidak ingin kondisi fisiknya.
mengobrol lagi dengan
orang tersebut.
Dahulu responden
Akan tetapi, sekarang
menerima semua
responden sudah memiliki
Hal yang membuat orderan menjahit,
becak sewa untuk
responden menjadi orang sehingga responden tidak
mengantarnya ke gereja.
yang lebih sabar adalah memiliki banyak waktu
keyakinan apapun yang untuk istirahat.
dilakukan orang padanya,
Tuhan pasti melihat dan
Hal ini tidak dilakukan
membalas.
responden sejak awal
karena responden
merasa beribadah di
rumh saja sudah
cukup.

59
Universitas Sumatera Utara
Tujuan Hidup

Responden memiliki tujuan


hidup, kalau sudah memulai
Walaupun mengalami
membuka usaha sendiri dan
kesulitan, responden tetap
tinggal sendiri, responden
ingin hidup sendiri.
harus bertahan untuk setiap
kesulitan yang dihadapinya.

Tidak kembali ke
Menghadapi kesulitan rumah saudaranya.
dan mengalami putus
asa.
Penghilang
Doa dan berserah stress dan
diri pada Tuhan. cemas bagi
responden.
Responden menjalani
hidup sebagaimana yang
sudah diatur Tuhan.

60
Universitas Sumatera Utara
Setiap hal yang terjadi pada responden di masa lalu, seperti memiliki

keterbatasan fisik, tinggal jauh dengan orang tua serta ditinggalkan teman saat

mereka berdua menyewa rumah setelah pindah dari rumah saudara responden,

tidak meninggalkan trauma besar bagi responden. Responden tetap mampu

menjalani hidupnya dengan baik sekarang. Bagi responden, masa lalu yang sudah

dihadapinya adalah jalan yang sudah diatur oleh Tuhan untuknya, dan responden

menerima setiap ghal yang sudah terjadi. Responden juga mengakui bahwa

sekarang tidak ada waktu untuk menyesali setiap peristiwa yang sudah terjadi.

Perjalanan hidup yang dilalui responden dianggap sebagai pelajaran untuk dirinya.

Kegagalan menikah yang dialami responden juga dianggap responden sebagai

kehendak Tuhan yang ingin memberikan yang terbaik bagi responden. Hal ini

juga tidak menjadi beban bagi responden untuk menjalani hidup.

Responden juga terkadang mau merenungkan mengenai bagaimana ia

akan menjalankan dan menghabisi masa depannya. Dikarenakan responden belum

mengetahui kedepanya responden akan menghabisi hidupnya seperti apa, untuk

jaga-jaga responden menabung untuk masa depannya, tabungan tersebut dianggap

responden sebagai dana pensiun untuk dirinya sendiri apabila responden tidak

mampu lagi bekerja dan mengurusi hidupnya seorang diri lagi. Responden juga

mempertimbangkan kembali ke rumah saudaranya saat di masa yang akan datang

ia tidak mampu menjalani hidupnya sendiri lagi dan membutuhkan banyak

pertolongan dari orang lain.

61
Universitas Sumatera Utara
Kedepannya, tujuan hidup responden sekarang adalah ingin menjadi orang

yang lebih baik lagi terhadap orang lain, lebih baik lagi di dalam agama. Dalam

agama, responden ingin lebih beriman dan menguatkan lagi imannya kepada

Tuhan, lebih setia kepada Tuhan dan semakin tekun dalam beribadah. Responden

ingin lebih baik lagi dalam pekerjaan. Dalam pekerjaan, responden ingin lebih

terampil lagi dalam menjahit, meningkatkan keahlian responden di bidang

menjahit, serta memiliki semakin banyak pelanggan.

Beberapa tujuan yang sudah diniatkan responden juga sudah mulai

dilakukan responden. Responden mengemukakan bahwa responden ingin menjdi

orang yag lebih baik lagi. Orang yang lebih baik lagi disini yaitu responden ingin

menjadi orang yang lebih sabar lagi dalam menghadapi perlakukan yang buruk

terhadap responden seperti mengejek kondisi fisik responden, hal ini awalnya sulit

dilakukan responden sehingga responden akan marah dan memilih tidak

mengobrol dengan orang yang sudah mengejekny. Akan tetapi, responden mulai

sadar bahwa hal tersebut bukan hal yang baik untuk dilakukan. Sehingga

responden lebih sabar saat menerima ejekan dari oang lain dan menyerahkan hal

tersebut pada Tuhan, karena responden yakin Tuhan akan membalas setiap hal

yang dilakukan orang lain padanya. Dari segi agaa responden juga memiliki

tujuan untuk menjadi lebih baik lagi. Responden sudah mulai rajin ke gereja. Hal

ini sulit dilakukan responden awalya karena responden kerepotan dengan kondisi

fisiknya, akan tetapi, sekarang responden sudah memiliki becak sewa yang

mengantarnya ke geraja. Awalnya juga, responden tidak mau pergi ke gereja

secara rutin karena responden berpikir bahwa berdoa di rumah juga sudah cukup.

62
Universitas Sumatera Utara
Tapi setelah responden pergi ke gereja secara rutin, responden banyak

mendapatkan kenalan baru dan wawasan baru mengenai agamanya. Dalam

pekerjaan juga, responden sudah melakukan mulai melakukan beberapa

perubahan walaupun tidak banyak. Dahulu responden menerima setiap orderan

menjahit yang diberikan orang lain padanya, sehingga responden tidak memiliki

waktu istirahat yang cukup karena bekerja. Sehingga beberapa pelanggan marah

dan kecewa karena pesanannya tidak selesai tepat waktu. Untuk sekarang,

responden sudah memilih pesana-pesanan mana yang sanggup untuk dikerjakan,

hal ini dilakukan agar tidak ada pelanggan yang kecewa dengan hasil kerjanya

walaupun pendapatan berkurang.

Tujuan hidup responden juga adalah ia tetap dapat bertahan dengan

keputusanya apapun yang akan dia lewati nantinya. Hal ini dibuktikan responden

dengan tetap bertahan dnegan pilihanya saat pindah dari rumah sendiri, tetap

tinggal sendiri setelah ditinggalkan teman responden sehingga responden harus

benar-benar hidup sendiri serta keputusan untuk membuka usaha sendiri dan

memiliki pendapatan sendiri. Responden tetap mendapatkan kesulitan dengan

bertahan pada pilihan-pilihanya tersebut, akan tetapi tekad responden sudah bulat

sehingga responden tetap dan mampu bertahan dengan pilihanya untuk tidak

kembali ke rumah saudaranya.

Selama hidup sendiri, responden menghadapi kesulitan dan mengalami

putus asa. Akan tetapi, hal tersebut tidak membuat responden terpuruk sehingga

responden tetap mampu menjalani hidup sebagaimana yang sudah diatur oleh

Tuhan untuk responden. Setiap menghadapi masalah atau kesulitan dan putus asa,

63
Universitas Sumatera Utara
responden hanya berdoa dan berserah diri kepada Tuhan, karena menurut

responden hanya itu yang mampu ia lakukan apabila tidak ada pertolongan dari

siapa-siapa lagi. Berdoa dan berserah diri pada Tuhan juga merupakan penghilang

stress serta kecemasan responden. Menurut responden, setelah ia berdoa dan

menyerahkan semua kesulitan dan masalahnya kepada Tuhan, responden merasa

lebih baik.

64
Universitas Sumatera Utara
f. Penerimaan diri

Penerimaan Diri

Saat pertama sekali fisik


Berawal ingin memiliki responden tidak
pemasukan, berfungsi secara normal.
responden memilih
menjadi penjahit.

Responden
Responden ingin bekerja
merasa sedih.
Sebenarnya responden di kantor, karena
tidak ingin menjadi responden merasa,
penjahit. pemasukannya akan lebih
banyak.
Responden sempat
mengisolasi diri/ menghindar
dari orang karena malu.
Walaupun responden
bersekolah di jurusan
tata busana.
Tapi responden
berpikir sulit baginya Setelah sekian lama
kerja di kantor mengisolasi diri dengan orang
dengan keterbatasan lain, akhirnya responden
fisiknya. sadar hal tersebut tidak
mendatangkan hal baik untuk
kehidupannya.

Sekarang, responden
tidak menyesal
menjadi penjahit.
Mulai menjalani Tidak putus asa akan
hidup dengan baik. kondisinya.

Responden sudah menyadari bahwa


kondisi fisiknya adalah takdir Tuhan
yang harus diterima.

65
Universitas Sumatera Utara
Bekerja sebagai penjahit bukan pilihan yang diputuskan responden dari

awal. Berawal dari keinginan untuk memiliki pendapatan sendiri, responden

memilih pekerjaan sebagai penjahit, sesuai dengan jurusan sekolah yang dulu

ditekuni oleh responden. Sampai sekarang, responden tidak menyesali dan

menerima keputusannya menjadi seorang penjahit, karena menurut responden

pekerjaan ini sudah sangat mendatangkan kebaikan bagi responden. Awalnya

responden ingin bekerja di kantor, karena responden berpendapat bahwa bekerja

dikantor dapat membuat responden memiliki penghasilan lebih, akan tetapi

responden sadar bahwa apabila ia bekerja di kantor, hal tersebut akan

menyusahkan dirinya mengingat kondisi fisiknya yang membuat responden

terbatas untuk bergerak.

Kondisi fisik responden yang memiliki keterbatasan juga sulit diterima

responden pada awalnya walaupun sekarang responden sudah sangat menerima

kondisi fisiknya dan tidak bersedih dengan kondisi yang dialaminya. Responden

tetap menjalani hidupnya dengan baik, tidak merasa putus asa dan minder dengan

kesempurnaan fisik yang dimiliki orang lain.. Baik itu dalam bidang pekerjaan

maupun kondisi fisiknya. Terkadang, responden merasa sakit hati dengan perilaku

dan kata-kata negative dari orang lain mengenai kondisi fisiknya, akan tetapi, hal

yang hanya dapat dilakukan responden adalah bersabar. Responden juga

menyadari bahwa kondisi fisik yang dimilikinya sekarang merupakan takdir

Tuhan kepadanya yang harus diterima dengan lapang dada. Selain selalu berpikir

positif terhadap dirinya, responden harus menerima dirinya apa adaya agar

66
Universitas Sumatera Utara
responden dapat menjalani hidup dengan baik, tanpa mengeluh, karena mengeluh

bagi responden adalah pekerjaan sia-sia.

67
Universitas Sumatera Utara
4.2 PEMBAHASAN

Sebagai individu yang sudah hidup sendiri selama hampir 20 tahun,

responden tidak merasakan kesepian. Menurut Weiten dan Llyod (2006)

mengungkapkan bahwa loneliness atau kesepian merupakan suatu keadaan ketika

individu memiliki lebih sedikit hubungan interpersonal dibandingkan yang

diharapkannya atau ketika hubungan tersebut tidak memuaskan seperti yang

diharapkan. Responden yang hidup sendiri, tidak memiliki orang terdekat untuk

berbagi dalam setiap hal. Akan tetapi, untuk hubungan interpersonal, responden

merasa memiliki hal tersebut dan sudah merasa cukup dan memuaskan. Hubungan

tersebut dia dapatkan oleh tetangga-tetanga atau teman-teman dekat responden.

Kepribadian responden yang mudah beradaptasi dengan orang baru dan ramah

terhadap orang lain juga memudahkan responden untuk memiliki hubungan

interpersonal yang baik, walaupun responden hidup sendiri, sehingga responden

tidak pernah merasa kesepian.

Menurut Anderson (1994), individu yang merasa kesepian atau loneliness

akan merasakan berbagai emosi negatif, seperti depresi, kecemasan,

ketidakbahagiaan, ketidakpuasan dan menyalahkan diri sendiri. Akan tetapi, hal

ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi pada responden. Responden tidak

merasakan semua emosi-emosi negatif, dikarenakan responden memang tidak

pernah merasa kesepian selama hidup sendiri. Emosi-emosi negatif yang tidak

dirasakan responden, membuat responden memiliki psikologis yang sejahtera

yang merujuk pada pada perasaan responden mengenai aktifitas sehari-hari.

68
Universitas Sumatera Utara
Psikologis yang sejahtera atau psychological well-being responden dapat dilihat

melalui dimensi-dimensi yang ada pada psychological well-being.

Dimensi yang pertama pada psychological well-being adalah otonomi atau

kemandirian. Individu dapat dikatakan sudah mandiri dikarenakan responden

sudah menjalani hidup seorang diri selama kurun waktu kurang lebih 20 tahun..

Responden merasa nyaman hidup sendiri. Hal ini dikarenakan responden tidak

ingin bergantung pada orang lain mengenai keputusan-keputusan dan perilaku-

perilakunya. Responden juga suka hidup sendiri karena merasa bebas dalam

melakukan apapun, baik itu dalam pekerjaan atau dalam melakukan aktifitas

sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa responden sudah mampu hidup sendiri

sesuai dengan dimensi kemandirian atau otonomi.

Mandiri atau otonomi menurut Ryff (1995) adalah kemampuan individu

untuk bebas namun tetap mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya. Individu

yang memiliki otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu untuk

menentukan nasib sendiri (self-determination) dan mengatur perilaku diri sendiri,

kemampuan mandiri, tahan terhadap tekanan sosial, mampu mengevaluasi diri

sendiri, dan mampu mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan orang

lain. Usia responden yang berada di kisaran umur 30 – 64 tahun (mildlife)

mendukung responden memiliki rasa otonomi yang tinggi. Menurut Ryff, individu

yang berada di kisaran usia 30 – 64 memiliki rasa otonomi yang tinggi.

Setelah pindah dari rumah saudara dan tinggal di rumah sewa yang jauh

dari rumah saudara. Responden langsung merasa cocok dengan lingkungan baru

dan menyukai orang-orang yang menjadi tetangga responden. Setelah teman

69
Universitas Sumatera Utara
responden meninggalkan responden sendiri, responden memutuskan untuk tetap

menjadi penjahit, karena responden juga merasa cocok dengan pekerjaan tersebut

di tempat tinggalnya. Selama hidup sendiri juga responden tidak merasa memiliki

kesulitan dalam beraktifitas sehari-hari. Responden berpikir karena dia hanya

tinggal seorang diri, responden sendiri yang berhak mengatur situasi yang akan

dihadapi sehari-hari dan selama ini responden dapat melakukan hal tersebut

dengan baik. Ketika responden tidak mampu melakukan sesuatu pekerjaan seperi

berbelanja yang membuat responden harus keluar rumah, hal ini tidak bisa

dilakukan responden karena terhambat dengan kondisi fisik responden yang

memiliki keterbatasan. Responden mampu memanfaatkan lingkungannya dengan

meminta tolong tetangga atau teman responden, dan responden tidak merasa

enggan untuk melakukan tersebut. Responden juga memanfaatkan lingkungan

ketika pertama kali responden tidak memiliki pelanggan tetap yang membeli

jasanya sebagai penjahit, responden menjadikan teman-temannya sebagai

pelanggan. Responden yang sudah mampu mengerjakan pekerjaan, baik pekerjaan

sebagai penjahit dan pekerjaan sehari-hari sendiri, mampu mengatur aktifitas

kehidupannya sendiri dan mampu memanfaatkan lingkunganya untuk

kesejahteraannya sendiri, sesuai atau sudah menggambarkan dimensi penguasaan

lingkungan pada psychological well-being.

Penguasaan lingkungan menurut Ryff adalah kemampuan individu untuk

mengatur lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan,

Individu yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan

dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan aktivitas

70
Universitas Sumatera Utara
eksternal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan

situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan,

serta mampu memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan

pribadi. Selain itu, responden yang berada di kisaran usia mildlife, memang

dikategorikan memiliki rasa penguasaan lingkungan yang tinggi. Kepribadian dari

responden yang ramah juga sangat mempengaruhi responden agar mampu untuk

menguasai lingkungan internal seperti kegiatan sehari-hari responden, dan

lingkungan eksternal responden seperti mencari orang untuk menjadi langganna

responden dalam bekerja.

Sejak tinggal dengan saudaranya, responden sudah punya keinginan untuk

bekerja agar mendapatkan penghasilan sendiri. Responden berkeinginan seperti

ini karena responden merasa bahwa responden mampu untuk bekerja dan

memiliki penghasilan sendiri, tidak hanya berharap dari keluarga. Hal ini sedikit

banyak menggambarkan dimensi pertumbuhan pribadi pada psychological well-

being.

Dimensi pertumbuhan pribadi itu sendiri adalah perasaan mengenai

pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sebgai

individu yang selalu tumbuh dan berkembang. Selain itu, responden juga pernah

membuka kursus menjahit, karena responden merasa mampu dan ingin mencoba

pengalaman baru dengan mengajar orang lain menjahit. Selain membuka kursus

menjahit, responden juga ada keinginan untuk belajar memborder. Selain itu,

responden juga ingin memperluas pengetahuanya mengenai border dan menjahit

dengan mencoba-coba model dalam tata busana yang terbaru..

71
Universitas Sumatera Utara
Hal diatas sesuai dengan pengertian dari pertumbuhan pribadi yaitu

individu terbuka akan pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam

menyadari potensi diri yang dimiliki serta dapat berubah menjadi pribadi yang

lebih efektif dan memiliki pengetahuan yang bertambah. Akan tetapi, karena

banyaknya waktu yang terpakai untuk menjahit dan menyelesaikan permintaan

pakaian- pakaian pelanggan sehingga untuk melakukan pekerjaan lain seperti

membuka kursus menjahit atau mmeborder sudah tidak ada lagi. Walaupun

begitu, responden tidak kecewa dan bias menjahir sudah cukup bagi responden.

Untuk usia mildlife, Ryff mengemukakan bahwa seseorang akan memiliki nilai

yang rendah pada dimensi pertumbuhan pribadi. Hal ini dialami responden sedikit

banyaknya dikarenakan responden sudah tidak ada keinginan untuk belajar

memborder lagi. Tidak ada waktu lagi juga menjadi faktor penyebab yang

membuat responden tidak memiliki keinginan untuk belajar hal lain lagi.

Sedangkan secara gender, perempuan memiliki nilai tinggi untuk dimensi

pertumbuhan pribadi (Ryff, 1989).

Hidup seorang diri tidak serta merta membuat responden melupakan

keluarga dan saudara-saudaranya yang tinggal di kota yang sama dan juga yang

tinggal di luar kota. Responden masih menjaga komunikasi mereka yang dijalin

melalu telepon atau sms. Selain itu, responden juga memiliki komunikasi dan

hubungan baik dengan tetangga-tetangga dan teman-teman responden yang

tinggal di derah sekitar rumah responden. Responden sering menghabiskan waktu

dengan mengobrol dengan tetangga atau temannya di rumah responden. Saat

teman responden menceritakan masalah yang dihadapinya terhadap responden.

72
Universitas Sumatera Utara
Sebisa mungkin responden memberikan solusi yang dapat meringankan masalah

temannya. Sebisa mungkin responden menunjukkan rasa simpatinya. Responden

juga percaya kepada orang yang menjadi teman dekatnya. Responden tidak

enggan membagi cerita atau masalah pribadinya kepada teman-teman atau

tetangga-tetangga dekat yang tinggal di sekitar rumah responden. Responden

merasa memiliki kewajiban untuk membalas setiap kebaikan yang sudah

diberikan oleh teman-teman responden kepada dirinya. Hal ini dilakukan

responden agar hubungan responden dengan teman-temanya terjalin dengan baik.

Hal-hal diatas menunjukkan bahwa responden memiliki dimensi hubungan

positif dengan orang lain, dimensi keempat pada psychological well-being.

Hubungan positif dengan orang lain menurut Ryff adalah adalah kemampuan

individu menjalin hubungan yang baik dengan orang lain di sekitarnya. Individu

yang tinggi dalam dimensi ini ditandai dengan mampu membina hubungan yang

hangat dan penuh kepercayaan dari orang lain. Selain itu, individu tersebut juga

memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan

empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan

antarpribadi. Beberapa faktor yang menyebabkan responden dapat menjalin

hubungan yang positif dengan orang lain adalah, usia, gender dan budaya.

Individu yang memiliki usia mildlife atau 30 – 64 tahun (Ryff, 1989), memiliki

nilai yang inggi untuk dimensi hubungan positif dengan orang lain. Sedangkan

menurut gender, responden yang merupakan seseorang perempuan menurut Ryff

1995) memiliki nilai yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang

lain, dikarenakan wanita memiliki nilai yang signifikan yang lebih tinggi

73
Universitas Sumatera Utara
dibanding pria karena kemampuan wanita dalam berinteraksi dengn lingkungan

lebih baik disbanding pria. Responden yang tinggal di Indonesia yang sangat

menjunjung tinggi nilai kolektivisme, memiliki nilai yang tinggi pada dimensi

hubungan positif dengan orang lain. Dapat dikatakan bahwa responden

menjunjung tinggi budaya timur, dimana budaya timur tersebut memliki peran

penting dalam mempengaruhi responden untuk mampu menjalin komunikasi dan

menjaga hubugan baik dengan orang lain.

Responden tidak pernah merasa stress depresi atau tidak bahagia dengan

hidupnya, terkadang responden tetap ada memikirkan bagaimana hidupnya di

masa yang akan datang. Akan tetapi, responden sudah memiliki rencana untuk di

masa yang akan datag, ketika dia tidak mampu lagi untuk mengurus hidupnya

sendiri dan tidak mampu bekerja dan memiliki penghasilan sendiri lagi, responden

akan kembali ke rumah saudara dan membiarkan saudaranya yang membantunya

untuk mengurus dirinya sendiri. Oleh karena itu responden juga sudah menabung

untuk dana pensiunnya sendiri. Untuk sekarang, responden sudah menjalankan

tujuan hidupnya yaitu menjalani hidup sebaik-baiknya, lebih baik terhadap orang

lain, lebih baik dalam beragama, lebih setia kepada Tuhan dan semakin tekun

beribadah, serta lebih baik di bidang pekerjaan dan memiliki semakin banyak

pelanggan. Responden memiliki keyakinan yang besar bahwa ia mampu untuk

mencapai tujuan hidup dengan sebaik-baiknya.

Setiap kejadian-kejadian buruk yang terjadi dalam hidup responden seperti

mengalami kesulitan keuangan, ditinggal sendirian dan gagal menikah dianggap

responden memiliki makna tersendiri. Menurut responden kejadian-kejadian

74
Universitas Sumatera Utara
tersebut adalah kehendak Tuhan untuk hidup responden dan responden menerima

hal itu dengan lapang dada. Setiap kejadian tersebut tidak meninggalkan trauma

bagi responden dan tidak menjadi beban bagi responden untuk menjalani hidup.

Responden sudah menganggap semua hal tersebut adalah jalan terbaik yang sudah

diberikan Tuhan kepada dirinya. Akan tetapi, responden tetap memegang

keyakinannya bahwa hidupnya akan baik-baik saja.

Hal-hal yang dijabarkan diatas menunjukkan responden memiliki dimensi

tujuan hidup. Tujuan hidup menurut Ryff adalah pemahaman yang jelas akan

tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan bahwa individu mampu

mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di masa

lampau dan masa sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam dimensi

ini adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup, merasakan arti

dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya, memiliki keyakinan yang

memberikan tujuan hidup serta memiliki tujuan dan sasaran hidup. Keyakinan

akan kehidupan yang dijalani akan baik juga didapat responden dari religiuitas

responden yang tinggi. Religiusitas yang tinggi diperoleh responden karena

responden tetap pergi ke tempat ibadah secara berkesinambungan. Responden

menjadikan tempat ibadah dan Tuhan sebagai tempatnya untuk berserah diri.

Individu yang berada di kisaran umur 30 – 64 tahun seperti responden, menurut

Ryff (1989), memiliki nilai dimensi tujuan hidup yang rendah. Walaupun begitu,

religiusitas yang tinggi yang dimiliki responden sangat berpengaruh untuk

responden agar memiliki tujuan hidup yang direncanakn responden dengan baik.

75
Universitas Sumatera Utara
Tujuan hidup responden yang ingin semakin hari pekerjaanya semakin

baik sudah dijalani oleh responden. Pekerjaan responden sebagai penjahit dari

awal bukanlah pekerjaan yang benar-benar diinginkan oleh responden. Akan

tetapi, lambat laun responden mulai menerima pekerjaanya sebagai penjahit.

Responden yakin bahwa menjahit adalah sudah menjadi jalan Tuhan yang diatur

untuk responden. Responden juga merasa hal ini mendatangkan kebaikan bagi

responden.

Kondisi fisik responden yang memiliki keterbatasan sehingga membuat

responden susah untuk bergerak juga dianggap responden sebagai takdir Tuhan

yang harus diterima oleh responden. Responden tetap menerima semua hal yang

terjadi pada dirinya dan merasa dirinya baik. Responden juga tidak merasa minder

atau iri dengan orang lain karena responden menyadari bahwa dalam dirinya ada

kelebihan dan ada juga kekuranga yang keduanya harus diterima dengan baik oleh

responden. Responden juga mengaku selalu berpikir positif mengenai dirinya.

Kehidupan yang sudah responden lalui masa lalu juga sudah diterima responden

dengan baik. Masa lalu responden yang banyak mengalami kejadian negative juga

sudah diterima responden sebagai bagian dari perjalanan hidup dan tidak menjadi

penilaian negatif terhadap dirinya sendiri.

Hal-hal yang disebutkan diatas sesuai dengan penjelasan dari dimensi

penerimaan diri dari psychological well-being. Penerimaan diri menurut Ryff

berarti merasa baik tentang diri sendiri, terhadap masa lalu, dan disaat yang

bersamaan mengetahui kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Individu

yang mimiliki tingkat penerimaan diri yang baik ditandai dengan bersikap positif

76
Universitas Sumatera Utara
terhadap diri sendiri, mengetahui dan menerima segala aspek yang ada dalam

dirinya, baik itu yang merupakan kelebihan maupun kekurangan, serta memiliki

sikap yang positif terhadap kehidupan di masa yang lalu. Responden tidak secara

langsung dapat menerima dirinya, baik kondisi fisik atau hal yang tidak baik

lainnya. Akan tetapi, religiusitas responden yang tinggi memiliki pengaruh besar

agar responden dapat menerima dirinya dengan baik. Lambat laun akirnya

responden dapat menerima kondisi dirinya apa adanya.

Selain mengenai dimensi-dimesi psychological well-being diatas, ada

beberapa hal lain juga yang menjadi faktor yang mempengaruhi psychological

well-being responden menjadi positif, yaitu kepribadian dan religiusitas.

Kepribadian responden yang merupakan orang yang ramah dan mudah bergaul

dengan orang dan lingkungan baru, membuat responden lebih cepat beradaptasi

dengan lingkungan tempat tinggalnya yang baru, lebih mudah dalam mencari

teman dan pelanggan untuk menyewa jasanya. Sedangkan religiusitas, responden

yang walapun tidak pergi ke gereja secara ruti dikarenakan keterbatasan fisiknya

yang menghambat, akan tetapi keyakinan responden terhadap Tuhan tinggi.

Sehingga, setip responden memiliki masalah atau lelah dalam menghadapi

masalahnya, responden langsung berdoa kepada Tuhan dan responden merasa

lebih baik setelah itu. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kepribadian dan

religiusitas yang dimiliki responden mempengaruhi psychological well-being

responden menjadi lebih positif.

77
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran sehubungan

dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan

dijabarkan kesimpulan dari penelitian ini dan pada bagian akhir akan

dikemukakan saran-saran baik yang bersifat praktis maupun metodologis yang

mungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan topik yang sama.

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan pada bagian

sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa:

Pada dimensi otonomi, responden yang sudah tinggal seorang diri selama

kurun waktu 20 tahun, merasa bahwa dirinya sudah mampu hidup sendiri, tidak

ingin bergantung pada orang lain, merasa bebas dengan hidupnya sendiri. Selama

hidup sendiri juga responden sudah berani dalam memutuskan hal-hal penting

dalam hidupnya seorang diri.

Pada dimensi penguasaan lingkungan, responden yang tinggal dengan

temannya setelah pindah dari rumah saudara responden, langsung menyukai dan

merasa nyaman dengan tempat tinggalnya. Responden merasa bahwa lingkungan

barunya itu sangat cocok dengannya sebagai tempat untuk tinggal dan juga

bekerja sebagai penjahit. Setelah teman responden meninggalkan responden,

responden tidak serta merta kehilangan kendali akan dirinya terhadap lingkungan..

78
Universitas Sumatera Utara
Pada dimensi pertumbuhan pribadi, responden sudah memiliki keinginan

untuk bekerja dan memiliki penghasilan sendiri sejak masih muda. Selain

menjahit sebagai pekerjaan utama, responden juga bekerja sebagai pengajar

karena responden membuka kursus menjahit di rumah. Hal ini lakukan karena

ingin menambah pengalaman baru dalam bekerja. Selain itu juga, responden ada

keinginan untuk belajar memborder, hal ini dilakukan agar pengetahuanya akan

sesuatu itu bertambah.

Pada dimensi hubungan positif dengan orang lain, responden memiliki

hubungan baik dengan teman-teman dekat dan tetangganya. Responden sering

menghabiskan waktu dengan mengobrol bersama teman atau tetangganya agar

hubungan mereka semakin terjalin dengan baik. Responden juga mempercayai

orang lain dengan menceritakan saat ia ada masalah kepada temannya. Selain itu,

responden juga menunjukkan empati dan simpatinya kepada lain dengan

memberikan solusi apabila teman-teman responden ada yang sedng kesusahan.

Pada dimensi tujuan hidup, responden memiliki tujuan dan arah hidup

yang sudah direncanakan oleh responden. Responden yang hidup sendiri sudah

merencanakan apa yang akan dilakukannya di masa tuanya. Tujuan hidupnya

sekarang sampai masa tuanya adalah menjadi orang yang lebih baik lagi dalam hal

agama, diri sendiri dan pekerjaan. Untuk pengalaman masa lalu responden dan

apa yang terjadi padanya sekarag, dianggap responden memiliki makna dan juga

dianggap sebagai kehendak Tuhan yang harus diterima oleh responden secara

lapang dada.

79
Universitas Sumatera Utara
Pada dimensi penerimaan diri, responden sudah menerima segala sesuatu

yang ada pada dirinya. Walapun di awal responden tidak ingin menjadi seorang

penjahit, akan tetapi lambat laun responden mulai menerima bahwa dirinya

bekerja sebagai penjahit. Masa lalu responden yang mengalami kejadian negatif

juga sudah diterima responden sebagai takdir hidupnya dan responden tetap

merasa positif mengenai diriya. Responden juga mengetahui kelebihan dan

kekurangannya dalam bekerja dan mengenai kondisi fisiknya. Kondisi fisik

responden yang mengalami keterbatasan juga awalnya sulit diterima oleh

responden, tetapi seiring berjalanya waktu, responden mulai bisa menerima

kondisi fisiknya dan tidak menjadi orang yang rendah diri.

5.2 SARAN

1. Saran Metodologis

Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti topik yang sama dianjurkan

dapat mengambil responden yang memiliki pekerjaan yang berpenghasilan tinggi

dan konsisten untuk melihat apakah pengahasilan seseorang dapat menjadi

pengaruh untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis.

Peneliti selanjutnya juga dapat mencari responden lebih dari satu untuk

mengetahui tentang psychological well-being dari sudat pandang orag lain.

Selain itu juga, responden yang hidup sendiri tapi memiliki kondisi fisik

yang normal dapat menjadi topik yang diteliti oleh peneliti selanjutnya yang

tertarik mengenai psychological well-being pada individu yang hidup sendiri.

80
Universitas Sumatera Utara
2. Saran Praktis

Peneliti selanjutnya dapat melihat data tambahan mengenai individu dari

buku harian yag ditulis oleh individu itu sendiri.

81
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Brehm, S. (2002). Intimate Relationship. New York. Mc. Graw Hill

Dariyo, Agoes. (2004). Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia

Indonesia.

DeGenova, M.K. (2008). Intimate Relationship, Marriages & Families (Seventh

Edition). New York: McGraw-Hill.

Feist, J., & Feist, G. J. (2010). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.

Hurlock. E.B. (1990). Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Huppert FA (2009). Psychological well-being: Evidence regarding its causes and

consequences. Applied Psychology: Health and Well-Being, 1, 137-164.

Kail, Cavanaugh. (2000). Human-Development : A Life-Span View. America:

Wadsworth.

Matlin. W Margaret. (2004). The Psychological of Women : Seventh Edition.

USA : Wadsworth.

Matlin, Margareth W. (2008). The Psychology f Woman. (6th ed.). United State of

America: Thomson Wardsworth

Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku

Manusia (edisi.Ketiga). Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas

Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


Poerwandari, K. (2007). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Jakarta:

PSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Ryff, C. D. & Keyes, C. L. M. (1995). The structure of psychological well-being

revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69 (4). 719–727.

Ryff, C. D. (1989). Happines is everything or is it? Exploration on the meaning of

psychological well-being. Journal of Personalityand Social Psyhology,

57(6). 1069-081.

Ryff, C. D., Wiliiam J. Magee, K. C. Kling, and E. H. Wing. (1999). Forging

Macro-Microlinkages in the Study of Psychological Well-Being. New

York : Springer.

Santrock, J. W. (2002). Life-span Development (alih bahasa : Juda Damanik &

Ahmad Chusairi). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Schultz, William. (1958) (http://mitrapustaka.blogspot.com/2011/01/

teorikebutuhan-antar-pribadi.html). Diakses tanggal 9 Januari 2017 pukul

08.00.

Weiten, W & Lloyd, M. (2006). Psychology Applied to Modern Life: Adjustment

in the 21st Century. Eighth Edition. Canada : Thomson Wadsworth.

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

LAMPIRAN 1: Informed Consent

LAMPIRAN 2: Panduan Wawancara

LAMPIRAN 3: Rekonstruksi Data Tahap I

LAMPIRAN 4: Rekonstruksi Data Tahap II

LAMPIRAN 5: Rekonstruksi Data Tahap III

LAMPIRAN 6: Rekonstruksi Data Tahap IV

Universitas Sumatera Utara


INFORMED CONSENT

Lembar Pernyataan Persetujuan oleh Responden yang bertanda-tangan


dibawah ini:

Nama : PS

Alamat :-

Umur : 48 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Dengan ini secara sukarela dan tidak ada unsur keterpaksaan dari siapapun
bersedia untuk diwawancarai sebagai responden dan berperan serta dari awal
hingga selesai dalam penelitian saudara/i:

Nama : Putri Nova Sari Perangin-angin

Umur : 21 Tahun

Pekerjaan : Mahasiswa

Judul : “Psychological Well-Being pada Individu yang Hidup Sendiri”

Dengan Persyaratan:

1. Peneliti tidak memberitahukan identitas asli dan yang jelas responden kepada
siapapun, dan cerita subjek hanyalah digunakan untuk penelitian saja.

2. Peneliti tidak mencoreng nama baik responden.

Demikianlah surat pernyataan persetujuan saya setujui dalam keadaan


sadar dan tanpa tekanan serta paksaan dari pihak manapun. Semoga surat ini
dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Medan 20 Juli 2017

Responden
Peneliti

( PS ) Putri Nova Sari P.

Universitas Sumatera Utara


PANDUAN WAWANCARA

Berikut ini merupakan hal-hal yang dijadikan sebagai pedoman


wawancara untuk kemudian akan ditanyakan kepada subjek:

1. Kegiatan sehari-hari
a. Hal yang dilakukan sehari
b. Masalah yang sering dihadapi
c. Cara menghadapi masalah
d. Keadaan yang dihadapi sekarang
e. Kondisi subjek
2. Hidup sendiri
a. Awal mula hidup sendiri
b. Jangka waktu hidup sendiri
c. Alasan memilih hidup sendiri
d. Masalah yang dihadapi selama hidup sendiri
e. Hal yang dirasakan selama hidup sendiri

Universitas Sumatera Utara


REKONSTRUKSI DATA TAHAP I

No. Analisa Tematik Analisa


1. Otonomi (mandiri) Responden tidak keberatan hidup sendiri,
karena responden merasa hidup dengan
orang lain lebih repot.
(W1.W.R.26042016.6)
Responden sudah hidup sendiri selama 20
tahun.
(w1.w.R. 26042016.7)
Responden merasa nyaman hidup sendiri
dibandingkan tinggal dengan keluarga atau
orag lain..
(W1.W.R.26042016.10)
Responden tetap mendapatkan kesusahan
saat hidup sendiri.
(W1.W.R.26042016.9)
Responden ingin hidup mandiri atau memilih
hidup sendiri dengan alasan bila hidup
dengan keluarga malah lebih merepotkan
baginya.
(W1.W.R.26042016.10)
responden memulai hidup tanpa bantuan
saudara dan pindah dari rumah saudara
bersama teman.
(W1.W.R.26042016.26)
Saat teman responden meninggal, responden
tetap tidak mau kembali kerumah saudara.
(W1.W.R.26042016.32)
Hanya masalah pekerjaan yang membuat
responden ingin hidup sendiri.

Universitas Sumatera Utara


(W1.W.R.07052016.10)
Sebelum tinggal sendiri, responden tinggal
bersama teman di rumah kontrakan.
(W2.W.R.07052016.22)
Apabila teman responden tersebut tidak
mengajak untuk mengontrak rumah dan
membuka usaha bersama, responden tidak
berani untuk pindah dari rumah saudaranya.
(W2.W.R.07052016.23)
Setelah teman responden meninggal,
responden memilih untuk hidup sendiri
daripada kembali ke rumah saudara.
(W2.W.R.07052016.24)
Responden tinggal sendiri sejak berumur 30
tahun.
(W3.W.R.08052017.4)
Responden langsung nyaman begitu mulai
hidup sendiri.
(W3.W.R.08052017.6)
Responden langsung nyaman saat membuka
usaha sendiri.
(W3.W.R.08052017.7)
Hal yang membuat responden nyaman hidup
sendiri adalah responden bebas dalam
melakukan tugas sehari-hari, tidak ada orang
lain yang mengatur.
(W3.W.R.08052017.15)
Responden merasa lebih enak hidup sendiri
dan tidak bergantung pada orang lain.
(W3.W.R.08052017.1)

Universitas Sumatera Utara


Responden nyaman hidup sendiri dan tidak
bergantung pada orang lain karna
kemauannya sendiri, bukan karena trauma di
masa lalu saat tinggal dengan orang lain.
(W3.W.R.08052017.)19
Responden merasa bebas hidup sendiri,
bebas dan tidak terikat dengan orang lain.
(W3.W.R.08052017.20)
2. Penguasaan Responden mmpu mengerjakan semua
lingkungan pekerjaan rumah sendiri.
(W1.W.R.26042016.7)
Responden lebih bijaksana dalam mengelola
keuangan saat hidup sendiri agar tidak
mengalami kesulitan.
(W1.W.R. 26042016.9)
Teman-teman responden juga merupakan
langganan dalam pekerjaan dengan
responden.
(W1.W.R.07052016.11)
Dalam kehidupan sehari-hari, responden
tidak memaksakan dirinya untuk melakukan
semua pekerjaan.
(W1.W.R.26042016.12)
Saat responden merasa lelah dalam
mengerjakan pekerjaan sehari-hari,
responden tidak mengeluh dan memaksa diri
untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
(W1.W.R.26042016.16)
Responden langsung cocok dengan
lingkungan baru untuk memulai usaha

Universitas Sumatera Utara


menjahit.
(W1.W.R.07052016.26)
Saat tidak memiliki uang atau pemasukan
yang kurang, responden mengatasi hal
tersebut dengan menghemat dalam
berbelanja sehari-hari.
(W2.W.R.07052016.3)
Penghasilan dari pekerjaan sebagai penjahit
yang dirasa responden terkadang tidak cukup
untuk kehidupan sehari-hari, sehingga
responden harus berhemat.
(W2.W.R.07052016.18)
Setelah teman responden meninggal,
responden tetap memilih tinggal sendiri
daripada kembali tinggal dengan saudara,
karena sudah merasa cocok dengan dengan
tempat tinggalnya, menjadi berkat rezeki,
dan sudah memiliki banyak langganan jahit.
(W2.W.R.07052016.25)
Saat hidup sendiri, banyak suka duka yang
dilewati responden, seperti tidak ada
langganan dalam pekerjaan.
(W3.W.R.08052017.10)
Masalah lain yang dihadapi responden saat
hidup sendiri adalah masalah keuangan dan
stok makanan.
(W3.W.R.08052017.11)
Responden bebas dalam mengatur waktu
untuk bekerja karena tidak terikat dengan
orang lain, responden melakukan

Universitas Sumatera Utara


pekerjaannya senyaman mungkin.
(W3.W.R.08052017.21)
Walapun responden sudah merasa nyaman
dengan lingkungan dan mampu bekerja
dengan baik serta dapat menghasilkan uang
sendiri, pihak keluarga tetap sering merasa
cemas dan meminta responden untuk tinggal
berdekatan dengan saudara.
(W3.W.R.08052017.26)
Responden memberi pengertian terhadap
keluarga bahwa responden sudah sangat
nyaman di lingkungan tempat tinggalnya dan
mampu bertahan hidup dari penghasilan yang
ia dapatkan dari menjahit.
(W3.W.R.08052017.30)
Cara responden untu mendapat langganan
dalam menjahit ialah ramah terhadapa
pelanggan, tidak cepat marah, tidak cepat
tersinggung dan murah senyum.
(W3.W.R.08052017.31)
Responden sudah memiliki banyak
langganan dalam bekerja sebagai penjahit.
(W3.W.R.08052017.33)
Semua pekerjaan sehari-hari mampu
dikerjakan sendiri, tidak ada yang sulit.
(W3.W.R.08052017.47)
Aktifitas yang menharuskan responden untuk
keluar rumah, seperti berbelanja, responden
meminta bantuan orang yang lewat di depan
rumahnya, dan biasanya mereka mau

Universitas Sumatera Utara


menolong responden.
(W3.W.R.08052017.50)
Responden tidak takut akan kehilangan
pelanggan dalam bekerja, karena responden
merasa mampu mengerjakan sesuai yang
diminta pelanggannya.
(W4.W.R.20052017.6)
Responden tetap melayani dengan ramah
apabila ada pelanggan yang mengeluh
mengenai hasil kerjanya.
(W4.W.R.20052017.7)
Responden melakukan pekerjaan sesuai
dengan yang diminta pelanggan, krena hal
tersebut sudah seharusnya dan dapat
membuat pelanggan tersebut pelanggan
tetap.
(W4.W.R.20052017.8)
Dengan tetap menjaga kualitas hasil kerja
dan ramah dengan pelangga, hal tersebut
dapat memperbanyak pelanggan yang ingin
memakai jasa menjahit responden.
(W4.W.R.20052017.9)
Dengan memiliki pelanggan yang merayakan
hari besar keagamaan yang berbeda-beda,
dapat menguntungkan responden di hari-hari
besar tersebut, karena banyak pelanggan
yang mamakai jasa menjahit di hari besar
keagamaan.
(W4.W.R.20052017.11)
Responden dapat melakukan semua

Universitas Sumatera Utara


pekerjaan rumah sendiri.
(W4.W.R.20052017.13)
3. Pertumbuhan pribadi Responden tidak ingin bergantung pada
orang lain untuk masalah ekonomi.
(W1.W.R.26042016.9)
Responden ingin menjadi seseorang yang
mandiri dan melakukan segala sesuatunya
sendiri tanpa bergantung pada orang lain
(W1.W.R.26042016.9)
Responden ada keinginan untuk melakukan
pekerjaan lain, tapi tidak memiliki waktu.
(W1.W.R.07052016.16)
Responden ingin memiliki pekerjaan lain.
(W1.W.R.26042016.19)
Saat tinggal dengan saudara, responden yang
belum memiliki pekerjaan, mau belajar
belajar dengan tekun cara menjahit agar
dapat bekerja menghasilkan uang.
(W1.W.R.26042016.22)
Responden ingin hidup sendiri, karena ingin
menjadi orang yang mandiri, agar mampu
mengatur keuangan dan urusan sendiri.
(W1.W.R.26042016.27)
Responden berprinsip bahwa kalau sudah
merantau atau pindah, harus menahankan
setiap kesusahan yang dihadapi, dan tidk
kembali ke rumah saudara.
(W1.W.R.07052016.30)
Responden sudah merasa cukup dengan
keahlian menjahit yang dimiliki sekarang.

Universitas Sumatera Utara


(W3.W.R.08052017.53)
Responden tetap mempelajari cara menjahit
baju lain.
(W3.W.R.08052017.55)
Untuk hal yang kurag mampu dilakukan
dalam bidang menjahit, seperti border atau
payet, responden memberikan kepada orang
lain, karena tidak memiliki waktu untuk
belajar lagi.
(W3.W.R.08052017.63)
Responden sudah tidak memiliki waktu
untuk belajar hal lain.
(W3.W.R.08052017.66)
Responden pernah memberikan kursus
menjahit untuk orang lain beberapa tahun
yang lalu.
(W3.W.R.08052017.69)
Apabila ada waktu, responden ingin belajar
border.
(W3.W.R.08052017.75)
Selain tidak memiliki waktu untuk
melakukan pekerjaan lain, responden juga
merasa lelah.
(W3.W.R.08052017.77)
Responden merasa, dengan membuka usaha
sendiri, akan lebih dapat berkembang.
(W3.W.R.08052017.84)
Dulu responden suka menulis cerita dan
puisi, tapi tidak dikembangkan lagi karena
tidak ada waktu.

Universitas Sumatera Utara


(W4.W.R.20052017.14)
Responden tidak ada waktu untuk melakukan
pekerjaan lain, karena menjahit sudah sangat
menyita waktu.
(W4.W.R.20052017.15)
Responden tidak pernah bosan dengan
pekerjaannya sebagai penjahit.
(W4.W.R.20052017.18)
Menurut responden kalau tidak menyenangi
pekerjaan, hal itu yang akan membuat
responden tidak berkembang.
(W4.W.R.20052017.18)
Responden menyenangi pekerjaannya
sebagai penjahit.
(W4.W.R.20052017.19)
4. Hubungan Positif Responden tetap memiliki teman dekat yang
dengan orang lain dipercaya untuk berbagi cerita.
(W1.W.R.07052016.6)
Responden sering mengobrol dengan
tetangga.
(W1.W.R.26042016.6)
Responden memiliki banyak teman yang
sangat baik kepadanya di lingkungan tempat
tinggalnya.
(W1.W.R.26042016.11)
Responden memiliki banyak sahabat di
lingkungan tempat tinggalnya sekarang.
(W1.W.R.26042016.33)
Responden sudah menganggap orang-orang
di lingkungan barunya sebagai saudara.

Universitas Sumatera Utara


(W1.W.R.26042016.34)
Responden mau bertukar pikiran dengan
teman.
(W2.W.R.07052016.34)
Dengan saudara, responden memiliki
komitmen agar tetap menjalin komunikasi
dan saling menjaga rahasia.
(W3.W.R.08052017.93)
Responden memilih teman yang cocok
dengan responden, cocok yang dapat
mengerti apa yang responden bahas atau
ceritakan.
(W3.W.R.08052017.98)
Responden memilih teman yang yang dapat
bertukar pikiran dengan responden, saling
mendukung dan nyaman.
(W3.W.R.08052017.99)
Hubungan responden dengan anggota
keluarga juga baik, jarang terjadi perselisihan
atau pertengkaran.
(W3.W.R.08052017.101)
Selama 20 tahun hidup sendiri, jarang terjadi
perselisihan dengan keluarga.
(W3.W.R.08052017.102)
Untuk saudara jauh,seperti saudara yang
berada di kampung atau di kota lain,
responden juga tetap menjalin komunikasi
dan jarang terjadi perselisihan.
(W3.W.R.08052017.112)
Untuk menunjukkan kepeduliannya,

Universitas Sumatera Utara


responden berkomunikasi dengan saudara
jauh, menanyakan keadaan dan kesehatan
mereka.
(W3.W.R.08052017.115)
Responden enceritakan masalahnya dengan
temannya.
(W4.W.R.20052017.20)
Responden memiliki teman dekat yang
dipercaya untuk berbagi keluh leash atau
masalahnya.
(W4.W.R.20052017.21)
Menurut responden agar tetap memiliki
hubungan baik dengan teman, responden
saling memberi solusi saat ada masalah atau
mendengarkanya saja juga cukup.
(W4.W.R.20052017.22)
Mendengarkan teman yang sedang
menceritakan masalahnya dan membuat
hubungan dengan teman menjadi lebih dekat.
(W4.W.R.20052017.23)
Agar pertemana terjalin dengan baik,
responden membalas setiap kebaikan yang
sudah diberikan temanya.
(W4.W.R.20052017.24)
5. Tujuan hidup Responden terkadang mau merenungkan
tentang hidupnya di masa yang akan datang
saat tidak sibuk.
(W1.W.R.26042016.12)
Disaat merasa putus asa atau merasa
terpuruk, doa kepada Tuhan merupakan

Universitas Sumatera Utara


Coping terbaik bagi responden.
(W1.W.R.26042016.41)
Responden menjalani hidup sebagaimana
yang sudah diatur Tuhan untuk dirinya.
(W1.W.R.26042016.54)
Bagaimana keadaan hidup dan masalah yang
dihadapi, responden berharap, kedepannya ia
tetap mampu berserah diri kepada tuhan
(W1.W.R.26042016.11)
Responden memiliki tujuan hidup bahwa
sekali ia merantau, ia tetap merantau.
(W1.W.R.26042016.30)
Berserah diri kepada Tuhan setiap ada
masalah.
(W1.W.R.26042016.36)
Walaupun mengalami kesulitan, keinginan
responden untuk tetap hidup mandiri, dengan
tidak kembali ke tempat kakak.
(W2.W.R.07052016.41)
Berserah diri pada Tuhan yang mengaur
kehidupan bagi responden.
(W2.W.R.07052016.42)
Saat ada waktu luang atau sedang tidak
sibuk, responden merenungkan atau
memikirkan kehidupan yang bagaimana yang
akan dijalaninya di masa yang akan datang.
(W2.W.R.07052016.43)
Kegagalan menikah di masa lalu dianggap
sebagai Kehendak Tuhan, dan tidak menajdi
beban dalam menjalani hidup.

Universitas Sumatera Utara


(W3.W.R.08052017.123)
Kedepannya, ingin menjadi orang yang lebih
baik, lebih baik terhadap orang lain,
melakukan pekerjaan lebih bagus.
(W3.W.R.08052017.130)
Dalam agama, responden ingin kedepannya
lebih beriman percaya dan setia kepada
Tuhan, semakin tekun beribadah.
(W3.W.R.08052017.131)
Dalam pekerjaan, kedepannya responden
ingin lebih baik dalam menjahit, dan semakin
banyak pelanggan yang membeli jasanya.
(W3.W.R.08052017.133)
Responden menabung untuk masa depannya,
sebagai dana pension apabila tidak mampu
bekerja lagi di masa depan.
(W3.W.R.08052017.136)
Responden tidak mengeluh dalam menjalani
kehidupan, berserah diri pada Tuhan.
(W3.W.R.08052017.138)
Responden tidak memiliki trauma dengan
masa lalunya.
(W4.W.R.20052017.25)
Bagi responden, masa lalunya ada jalan yang
sudah diatur Tuhan untuknya. Dan tidak ada
waktu untuk menyesali hal tersebut.
(W4.W.R.20052017.26)
Setiap perjalanan hidup di masa lalu,
dianggap pelajaran bagi responden.
(W4.W.R.20052017.27)

Universitas Sumatera Utara


Untuk kedepannya, responden merencanakan
untuk kembali tinggal dengan keluarga
apabila tidak dapat hidup sendiri lagi dan
menabung untuk masa depannya.
(W4.W.R.20052017.28)
6. Penerimaan diri Responden tidak menyesali keputusanya
menjadi penjahit sama sekali.
(W1.W.R.26042016.19)
Menjadi penjahit bukanlah pilihan pertama
responden, berawal ingin memiliki
pemasukan, responden memilih jadi penjahit.
(W1.W.R.26042016.20)
Saat pertama kali fisik responden tak dapat
berfungsi normal, responden merasa tidak
terima dan sedih, tapi responden tetap
menjalani hidup dengan baik dan tidak putus
asa.
(W1.W.R.26042016.40)
Saat Responden bersyukur pada Tuhan
dengan kondisi fisik yang dia terima, karena
bagi responden, Tuhan yang mengatur
segalanya.
(W1.W.R.26042016.41)
Responden tidak merasa rendah diri dengan
kondisi fisiknya.
Subjk sudah menerima kondisi fisiknya apa
adanya.
W1.W.R.26042016.45)

Universitas Sumatera Utara


Walaupun responden sakit hati akan perilaku
orang lain terhadap responden, tapi
responden tetap sabar dan sadar bahwa
bagaimana dirinya, sudah ditakdirkan dan
harus diterima.
(W1.W.R.26042016.46)
Responden tidak menyesal dengan
pilihannya menjadi penjahit.
(W2.W.R.07052016.20)
Responden mensyukuri pekerjaannya sebagai
penjahit, tidak ada penyesalan.
(W2.W.R.07052016.21)
Responden sudah menerima kondisi fisik
yang dialami sejak kecil.
(W2.W.R.07052016.33)
Responden menerima kondisi fisik yang
diberikan Tuhan padanya.
(W4.W.R.20052017.30)
Responden merasa bangga dengan dirinya
sendiri yang memiliki fisik yang tidak
normal tapi tetap dapat bekerja untuk diri
sendiri.
(W4.W.R.20052017.30)
Menurut responden, apabila dia bisa
menerima dirinya, maka orang juga akan
dapat menerima dirinya.
(W4.W.R.20052017.31)
Responden tidak merasa kecil hati dengan
kondisi fisik yang dimilikinya.
(W4.W.R.20052017.32)

Universitas Sumatera Utara


Responden menyadari akan kekurangan dan
kelebihan yang dimilikinya dan bersyukur
akan hal itu.
(W4.W.R.20052017.32)
Responden selalu berpikir positif mengenai
dirinya. Dan menerima diri apa adanya.
(W4.W.R.20052017.33)

Universitas Sumatera Utara


REKONSTRUKSI DATA TAHAP II

No. Analisa Analisa


Tematik
1. Otonomi Responden tidak keberatan hidup sendiri, karena
(mandiri) responden merasa hidup dengan orang lain lebih
repot.
(W1.W.R.26042016.6)
(1)
Responden sudah hidup sendiri selama 20 tahun.
(w1.w.R. 26042016.7)
Responden merasa nyaman hidup sendiri
dibandingkan tinggal dengan keluarga atau orag
lain..
(W1.W.R.26042016.10)
Responden tetap mendapatkan kesusahan saat
hidup sendiri.
(W1.W.R.26042016.9)
Responden ingin hidup mandiri atau memilih hidup
sendiri dengan alasan bila hidup dengan keluarga
malah lebih merepotkan baginya.
(W1.W.R.26042016.10)
(1)
responden memulai hidup tanpa bantuan saudara
dan pindah dari rumah saudara bersama teman.
(W1.W.R.26042016.26)
Saat teman responden meninggal, responden tetap
tidak mau kembali kerumah saudara.
(W1.W.R.26042016.32)
Hanya masalah pekerjaan yang membuat
responden ingin hidup sendiri.

Universitas Sumatera Utara


(W1.W.R.07052016.10)
Sebelum tinggal sendiri, responden tinggal
bersama teman di rumah kontrakan.
(W2.W.R.07052016.22)
(2)
Apabila teman responden tersebut tidak mengajak
untuk mengontrak rumah dan membuka usaha
bersama, responden tidak berani untuk pindah dari
rumah saudaranya.
(W2.W.R.07052016.23)
(2)
Setelah teman responden meninggal, responden
memilih untuk hidup sendiri daripada kembali ke
rumah saudara.
(W2.W.R.07052016.24)
Responden tinggal sendiri sejak berumur 30 tahun.
(W3.W.R.08052017.4)
Responden langsung nyaman begitu mulai hidup
sendiri.
(W3.W.R.08052017.6)
(3)
Responden langsung nyaman saat membuka usaha
sendiri.
(W3.W.R.08052017.7)
Hal yang membuat responden nyaman hidup
sendiri adalah responden bebas dalam melakukan
tugas sehari-hari, tidak ada orang lain yang
mengatur.
(W3.W.R.08052017.15)
(1)

Universitas Sumatera Utara


Responden merasa lebih enak hidup sendiri dan
tidak bergantung pada orang lain.
(W3.W.R.08052017.1)
(4)
Responden nyaman hidup sendiri dan tidak
bergantung pada orang lain karna kemauannya
sendiri, bukan karena trauma di masa lalu saat
tinggal dengan orang lain.
(W3.W.R.08052017.19)
(4)
Responden merasa bebas hidup sendiri, bebas dan
tidak terikat dengan orang lain.
(W3.W.R.08052017.20)
(3)
2. Penguasaan Responden mampu mengerjakan semua pekerjaan
lingkungan rumah sendiri.
(W1.W.R.26042016.7)
(1)
Responden lebih bijaksana dalam mengelola
keuangan saat hidup sendiri agar tidak mengalami
kesulitan.
(W1.W.R. 26042016.9)
(2)
Teman-tem
an responden juga merupakan langganan dalam
pekerjaan dengan responden.
(W1.W.R.07052016.11)
(4)
Dalam kehidupan sehari-hari, responden tidak
memaksakan dirinya untuk melakukan semua

Universitas Sumatera Utara


pekerjaan.
(W1.W.R.26042016.12)
(1)
Saat responden merasa lelah dalam mengerjakan
pekerjaan sehari-hari, responden tidak mengeluh
dan memaksa diri untuk menyelesaikan pekerjaan
tersebut.
(W1.W.R.26042016.16)
(1)
Responden langsung cocok dengan lingkungan
baru untuk memulai usaha menjahit.
(W1.W.R.07052016.26)
(3)
Saat tidak memiliki uang atau pemasukan yang
kurang, responden mengatasi hal tersebut dengan
menghemat dalam berbelanja sehari-hari.
(W2.W.R.07052016.3)
(2)
Penghasilan dari pekerjaan sebagai penjahit yang
dirasa responden terkadang tidak cukup untuk
kehidupan sehari-hari, sehingga responden harus
berhemat.
(W2.W.R.07052016.18)
Setelah teman responden meninggal, responden
tetap memilih tinggal sendiri daripada kembali
tinggal dengan saudara, karena sudah merasa cocok
dengan dengan tempat tinggalnya, menjadi berkat
rezeki, dan sudah memiliki banyak langganan jahit.
(W2.W.R.07052016.25)
(3)

Universitas Sumatera Utara


Saat hidup sendiri, banyak suka duka yang dilewati
responden, seperti tidak ada langganan dalam
pekerjaan.
(W3.W.R.08052017.10)
Masalah lain yang dihadapi responden saat hidup
sendiri adalah masalah keuangan dan stok
makanan.
(W3.W.R.08052017.11)
Responden bebas dalam mengatur waktu untuk
bekerja karena tidak terikat dengan orang lain,
responden melakukan pekerjaannya senyaman
mungkin.
(W3.W.R.08052017.21)
(1)
Walapun responden sudah merasa nyaman dengan
lingkungan dan mampu bekerja dengan baik serta
dapat menghasilkan uang sendiri, pihak keluarga
tetap sering merasa cemas dan meminta responden
untuk tinggal berdekatan dengan saudara.
(W3.W.R.08052017.26)
Responden memberi pengertian terhadap keluarga
bahwa responden sudah sangat nyaman di
lingkungan tempat tinggalnya dan mampu bertahan
hidup dari penghasilan yang ia dapatkan dari
menjahit.
(W3.W.R.08052017.30)
Cara responden untu mendapat langganan dalam
menjahit ialah ramah terhadapa pelanggan, tidak
cepat marah, tidak cepat tersinggung dan murah
senyum.

Universitas Sumatera Utara


(W3.W.R.08052017.31)
(5)
Responden sudah memiliki banyak langganan
dalam bekerja sebagai penjahit.
(W3.W.R.08052017.33)
(4)
Semua pekerjaan sehari-hari mampu dikerjakan
sendiri, tidak ada yang sulit.
(W3.W.R.08052017.47)
(1)
Aktifitas yang menharuskan responden untuk
keluar rumah, seperti berbelanja, responden
meminta bantuan orang yang lewat di depan
rumahnya, dan biasanya mereka mau menolong
responden.
(W3.W.R.08052017.50)
Responden tidak takut akan kehilangan pelanggan
dalam bekerja, karena responden merasa mampu
mengerjakan sesuai yang diminta pelanggannya.
(W4.W.R.20052017.6)
(6)
Responden tetap melayani dengan ramah apabila
ada pelanggan yang mengeluh mengenai hasil
kerjanya.
(W4.W.R.20052017.7)
(5)
Responden melakukan pekerjaan sesuai dengan
yang diminta pelanggan, krena hal tersebut sudah
seharusnya dan dapat membuat pelanggan tersebut
pelanggan tetap.

Universitas Sumatera Utara


(W4.W.R.20052017.8)
(6)
Dengan tetap menjaga kualitas hasil kerja dan
ramah dengan pelangga, hal tersebut dapat
memperbanyak pelanggan yang ingin memakai
jasa menjahit responden.
(W4.W.R.20052017.9)
(5)
Dengan memiliki pelanggan yang merayakan hari
besar keagamaan yang berbeda-beda, dapat
menguntungkan responden di hari-hari besar
tersebut, karena banyak pelanggan yang mamakai
jasa menjahit di hari besar keagamaan.
(W4.W.R.20052017.11)
Responden dapat melakukan semua pekerjaan
rumah sendiri.
(W4.W.R.20052017.13)
(1)
3. Pertumbuhan Responden tidak ingin bergantung pada orang lain
pribadi untuk masalah ekonomi.
(W1.W.R.26042016.9)
Responden ingin menjadi seseorang yang mandiri
dan melakukan segala sesuatunya sendiri tanpa
bergantung pada orang lain
(W1.W.R.26042016.9)
(2)
Responden ada keinginan untuk melakukan
pekerjaan lain, tapi tidak memiliki waktu.
(W1.W.R.07052016.16)
(1)

Universitas Sumatera Utara


Responden ingin memiliki pekerjaan lain.
(W1.W.R.26042016.19)
(1)
Saat tinggal dengan saudara, responden yang
belum memiliki pekerjaan, mau belajar belajar
dengan tekun cara menjahit agar dapat bekerja
menghasilkan uang.
(W1.W.R.26042016.22)
Responden ingin hidup sendiri, karena ingin
menjadi orang yang mandiri, agar mampu
mengatur keuangan dan urusan sendiri.
(W1.W.R.26042016.27)
(2)
Responden berprinsip bahwa kalau sudah merantau
atau pindah, harus menahankan setiap kesusahan
yang dihadapi, dan tidk kembali ke rumah saudara.
(W1.W.R.07052016.30)
Responden sudah merasa cukup dengan keahlian
menjahit yang dimiliki sekarang.
(W3.W.R.08052017.53)
Responden tetap mempelajari cara menjahit baju
lain.
(W3.W.R.08052017.55)
Untuk hal yang kurag mampu dilakukan dalam
bidang menjahit, seperti border atau payet,
responden memberikan kepada orang lain, karena
tidak memiliki waktu untuk belajar lagi.
(W3.W.R.08052017.63)
Responden sudah tidak memiliki waktu untuk
belajar hal lain.

Universitas Sumatera Utara


(W3.W.R.08052017.66)
(1)
Responden pernah memberikan kursus menjahit
untuk orang lain beberapa tahun yang lalu.
(W3.W.R.08052017.69)
Apabila ada waktu, responden ingin belajar border.
(W3.W.R.08052017.75)
Selain tidak memiliki waktu untuk melakukan
pekerjaan lain, responden juga merasa lelah.
(W3.W.R.08052017.77)
(1)
Responden merasa, dengan membuka usaha
sendiri, akan lebih dapat berkembang.
(W3.W.R.08052017.84)
(3)
Dulu responden suka menulis cerita dan puisi, tapi
tidak dikembangkan lagi karena tidak ada waktu.
(W4.W.R.20052017.14)
Responden tidak ada waktu untuk melakukan
pekerjaan lain, karena menjahit sudah sangat
menyita waktu.
(W4.W.R.20052017.15)
(1)
Responden tidak pernah bosan dengan
pekerjaannya sebagai penjahit.
(W4.W.R.20052017.18)
Menurut responden kalau tidak menyenangi
pekerjaan, hal itu yang akan membuat responden
tidak berkembang.
(W4.W.R.20052017.18)

Universitas Sumatera Utara


(3)
Responden menyenangi pekerjaannya sebagai
penjahit.
(W4.W.R.20052017.19)
4. Hubungan Positif Responden tetap memiliki teman dekat yang
dengan orang dipercaya untuk berbagi cerita.
lain (W1.W.R.07052016.6)
(1)
Responden sering mengobrol dengan tetangga.
(W1.W.R.26042016.6)
(2)
Responden memiliki banyak teman yang sangat
baik kepadanya di lingkungan tempat tinggalnya.
(W1.W.R.26042016.11)
(1)
Responden memiliki banyak sahabat di lingkungan
tempat tinggalnya sekarang.
(W1.W.R.26042016.33)
(1)
Responden sudah menganggap orang-orang di
lingkungan barunya sebagai saudara.
(W1.W.R.26042016.34)
Responden mau bertukar pikiran dengan teman.
(W2.W.R.07052016.34)
(2)
Dengan saudara, responden memiliki komitmen
agar tetap menjalin komunikasi dan saling menjaga
rahasia.
(W3.W.R.08052017.93)
(4)

Universitas Sumatera Utara


Responden memilih teman yang cocok dengan
responden, cocok yang dapat mengerti apa yang
responden bahas atau ceritakan.
(W3.W.R.08052017.98)
(3)
Responden memilih teman yang yang dapat
bertukar pikiran dengan responden, saling
mendukung dan nyaman.
(W3.W.R.08052017.99)
(3)
Hubungan responden dengan anggota keluarga
juga baik, jarang terjadi perselisihan atau
pertengkaran.
(W3.W.R.08052017.101)
(4)
Selama 20 tahun hidup sendiri, jarang terjadi
perselisihan dengan keluarga.
(W3.W.R.08052017.102)
(4)
Untuk saudara jauh,seperti saudara yang berada di
kampung atau di kota lain, responden juga tetap
menjalin komunikasi dan jarang terjadi
perselisihan.
(W3.W.R.08052017.112)
(4)
Untuk menunjukkan kepeduliannya, responden
berkomunikasi dengan saudara jauh, menanyakan
keadaan dan kesehatan mereka.
(W3.W.R.08052017.115)
Responden enceritakan masalahnya dengan

Universitas Sumatera Utara


temannya.
(W4.W.R.20052017.20)
(2)
Responden memiliki teman dekat yang dipercaya
untuk berbagi keluh leash atau masalahnya.
(W4.W.R.20052017.21)
(1)
Menurut responden agar tetap memiliki hubungan
baik dengan teman, responden saling memberi
solusi saat ada masalah atau mendengarkanya saja
juga cukup.
(W4.W.R.20052017.22)
(5)
Mendengarkan teman yang sedang menceritakan
masalahnya dan membuat hubungan dengan teman
menjadi lebih dekat.
(W4.W.R.20052017.23)
(5)
Agar pertemana terjalin dengan baik, responden
membalas setiap kebaikan yang sudah diberikan
temanya.
(W4.W.R.20052017.24)
5. Tujuan hidup Responden terkadang mau merenungkan tentang
hidupnya di masa yang akan datang saat tidak
sibuk.
(W1.W.R.26042016.12)
(2)
Disaat merasa putus asa atau merasa terpuruk, doa
kepada Tuhan merupakan Coping terbaik bagi
responden.

Universitas Sumatera Utara


(W1.W.R.26042016.41)
Responden menjalani hidup sebagaimana yang
sudah diatur Tuhan untuk dirinya.
(W1.W.R.26042016.54)
(1)
Bagaimana keadaan hidup dan masalah yang
dihadapi, responden berharap, kedepannya ia tetap
mampu berserah diri kepada tuhan
(W1.W.R.26042016.11)
(1)
Responden memiliki tujuan hidup bahwa sekali ia
merantau, ia tetap merantau.
(W1.W.R.26042016.30)
Berserah diri kepada Tuhan setiap ada masalah.
(W1.W.R.26042016.36)
(1)
Walaupun mengalami kesulitan, keinginan
responden untuk tetap hidup mandiri, dengan tidak
kembali ke tempat kakak.
(W2.W.R.07052016.41)
Berserah diri pada Tuhan yang mengaur kehidupan
bagi responden.
(W2.W.R.07052016.42)
(1)
Saat ada waktu luang atau sedang tidak sibuk,
responden merenungkan atau memikirkan
kehidupan yang bagaimana yang akan dijalaninya
di masa yang akan datang.
(W2.W.R.07052016.43)
(2)

Universitas Sumatera Utara


Kegagalan menikah di masa lalu dianggap sebagai
Kehendak Tuhan, dan tidak menajdi beban dalam
menjalani hidup.
(W3.W.R.08052017.123)
Kedepannya, ingin menjadi orang yang lebih baik,
lebih baik terhadap orang lain, melakukan
pekerjaan lebih bagus.
(W3.W.R.08052017.130)
Dalam agama, responden ingin kedepannya lebih
beriman percaya dan setia kepada Tuhan, semakin
tekun beribadah.
(W3.W.R.08052017.131)
Dalam pekerjaan, kedepannya responden ingin
lebih baik dalam menjahit, dan semakin banyak
pelanggan yang membeli jasanya.
(W3.W.R.08052017.133)
Responden menabung untuk masa depannya,
sebagai dana pension apabila tidak mampu bekerja
lagi di masa depan.
(W3.W.R.08052017.136)
Responden tidak mengeluh dalam menjalani
kehidupan, berserah diri pada Tuhan.
(W3.W.R.08052017.138)
(1)
Responden tidak memiliki trauma dengan masa
lalunya.
(W4.W.R.20052017.25)
Bagi responden, masa lalunya ada jalan yang sudah
diatur Tuhan untuknya. Dan tidak ada waktu untuk
menyesali hal tersebut.

Universitas Sumatera Utara


(W4.W.R.20052017.26)
Setiap perjalanan hidup di masa lalu, dianggap
pelajaran bagi responden.
(W4.W.R.20052017.27)
Untuk kedepannya, responden merencanakan untuk
kembali tinggal dengan keluarga apabila tidak
dapat hidup sendiri lagi dan menabung untuk masa
depannya.
(W4.W.R.20052017.28)
6. Penerimaan diri Responden tidak menyesali keputusanya menjadi
penjahit sama sekali.
(W1.W.R.26042016.19)
(2)
Menjadi penjahit bukanlah pilihan pertama
responden, berawal ingin memiliki pemasukan,
responden memilih jadi penjahit.
(W1.W.R.26042016.20)
Saat pertama kali fisik responden tak dapat
berfungsi normal, responden merasa tidak terima
dan sedih, tapi responden tetap menjalani hidup
dengan baik dan tidak putus asa.
(W1.W.R.26042016.40)
(1)
Saat Responden bersyukur pada Tuhan dengan
kondisi fisik yang dia terima, karena bagi
responden, Tuhan yang mengatur segalanya.
(W1.W.R.26042016.41)
(1)
Responden sudah menerima kondisi fisiknya apa
adanya.

Universitas Sumatera Utara


W1.W.R.26042016.45)
(1)
Walaupun responden sakit hati akan perilaku orang
lain terhadap responden, tapi responden tetap sabar
dan sadar bahwa bagaimana dirinya, sudah
ditakdirkan dan harus diterima.
(W1.W.R.26042016.46)
Responden tidak menyesal dengan pilihannya
menjadi penjahit.
(W2.W.R.07052016.20)
(2)
Responden mensyukuri pekerjaannya sebagai
penjahit, tidak ada penyesalan.
(W2.W.R.07052016.21)
(2)
Responden sudah menerima kondisi fisik yang
dialami sejak kecil.
(W2.W.R.07052016.33)
(1)
Responden menerima kondisi fisik yang diberikan
Tuhan padanya.
(W4.W.R.20052017.30)
(1)
Responden merasa bangga dengan dirinya sendiri
yang memiliki fisik yang tidak normal tapi tetap
dapat bekerja untuk diri sendiri.
(W4.W.R.20052017.30)
(1)
Menurut responden, apabila dia bisa menerima
dirinya, maka orang juga akan dapat menerima

Universitas Sumatera Utara


dirinya.
(W4.W.R.20052017.31)

Responden tidak merasa kecil hati dengan kondisi


fisik yang dimilikinya.
(W4.W.R.20052017.32)
(1)
Responden menyadari akan kekurangan dan
kelebihan yang dimilikinya dan bersyukur akan hal
itu.
(W4.W.R.20052017.32)
Responden selalu berpikir positif mengenai
dirinya. Dan menerima diri apa adanya.
(W4.W.R.20052017.33)

Universitas Sumatera Utara


REKONSTRUKSI TAHAP III

No. Analisa
Analisa Frekuensi
Tematik
1. Otonomi Responden tidak keberatan hidup
(mandiri) sendiri, karena responden mera sa
hidup dengan orang lain lebih repot.
3
(W1.W.R.26042016.6)
(W1.W.R.26042016.10)
(W3.W.R.08052017.15)
Responden sudah hidup sendiri selama
20 tahun. 1
(w1.w.R. 26042016.7)
Responden merasa nyaman hidup
sendiri dibandingkan tinggal dengan
1
keluarga atau orag lain..
(W1.W.R.26042016.10)
Responden tetap mendapatkan
kesusahan saat hidup sendiri. 1
(W1.W.R.26042016.9)
responden memulai hidup tanpa
bantuan saudara dan pindah dari rumah
1
saudara bersama teman.
(W1.W.R.26042016.26)
Saat teman responden meninggal,
responden tetap tidak mau kembali
1
kerumah saudara.
(W1.W.R.26042016.32)
Hanya masalah pekerjaan yang
membuat responden ingin hidup 1
sendiri.

Universitas Sumatera Utara


(W1.W.R.07052016.10)
Apabila teman responden tersebut tidak
mengajak untuk mengontrak rumah dan
membuka usaha bersama, responden
tidak berani untuk pindah dari rumah 2
saudaranya.
(W2.W.R.07052016.22)
(W2.W.R.07052016.23)
Setelah teman responden meninggal,
responden memilih untuk hidup sendiri
1
daripada kembali ke rumah saudara.
(W2.W.R.07052016.24)
Responden tinggal sendiri sejak
berumur 30 tahun. 1
(W3.W.R.08052017.4)
Responden langsung nyaman begitu
mulai hidup sendiri.
2
(W3.W.R.08052017.6)
(W3.W.R.08052017.20)
Responden langsung nyaman saat
membuka usaha sendiri. 1
(W3.W.R.08052017.7)
Responden merasa lebih enak hidup
sendiri dan tidak bergantung pada
orang lain. 2
(W3.W.R.08052017.1)
(W3.W.R.08052017.19)
2. Penguasaan Responden mampu mengerjakan semua
lingkungan pekerjaan rumah sendiri. 6
(W1.W.R.26042016.7)

Universitas Sumatera Utara


(W1.W.R.26042016.12)
(W1.W.R.26042016.16)
(W3.W.R.08052017.21)
(W3.W.R.08052017.47)
(W4.W.R.20052017.13)
Responden lebih bijaksana dalam
mengelola keuangan saat hidup sendiri
agar tidak mengalami kesulitan. 2
(W1.W.R. 26042016.9)
(W2.W.R.07052016.3)
Teman-teman responden juga
merupakan langganan dalam pekerjaan
dengan responden. 2
(W1.W.R.07052016.11)
(W3.W.R.08052017.33)
Responden langsung cocok dengan
lingkungan baru untuk memulai usaha
menjahit. 2
(W1.W.R.07052016.26)
(W2.W.R.07052016.25)
Penghasilan dari pekerjaan sebagai
penjahit yang dirasa responden
terkadang tidak cukup untuk kehidupan
1
sehari-hari, sehingga responden harus
berhemat.
(W2.W.R.07052016.18)
Saat hidup sendiri, banyak suka duka
yang dilewati responden, seperti tidak
1
ada langganan dalam pekerjaan.
(W3.W.R.08052017.10)

Universitas Sumatera Utara


Masalah lain yang dihadapi responden
saat hidup sendiri adalah masalah
1
keuangan dan stok makanan.
(W3.W.R.08052017.11)
Walapun responden sudah merasa
nyaman dengan lingkungan dan
mampu bekerja dengan baik serta dapat
menghasilkan uang sendiri, pihak
1
keluarga tetap sering merasa cemas dan
meminta responden untuk tinggal
berdekatan dengan saudara.
(W3.W.R.08052017.26)
Responden memberi pengertian
terhadap keluarga bahwa responden
sudah sangat nyaman di lingkungan
tempat tinggalnya dan mampu bertahan 1
hidup dari penghasilan yang ia
dapatkan dari menjahit.
(W3.W.R.08052017.30)
Cara responden untu mendapat
langganan dalam menjahit ialah ramah
terhadapa pelanggan, tidak cepat
marah, tidak cepat tersinggung dan
3
murah senyum.
(W3.W.R.08052017.31)
(W4.W.R.20052017.7)
(W4.W.R.20052017.9)
Aktifitas yang menharuskan responden
untuk keluar rumah, seperti berbelanja, 1
responden meminta bantuan orang

Universitas Sumatera Utara


yang lewat di depan rumahnya, dan
biasanya mereka mau menolong
responden.
(W3.W.R.08052017.50)
Responden tidak takut akan kehilangan
pelanggan dalam bekerja, karena
responden merasa mampu mengerjakan
1
sesuai yang diminta pelanggannya.
(W4.W.R.20052017.6)
(W4.W.R.20052017.8)
Dengan memiliki pelanggan yang
merayakan hari besar keagamaan yang
berbeda-beda, dapat menguntungkan
responden di hari-hari besar tersebut,
1
karena banyak pelanggan yang
mamakai jasa menjahit di hari besar
keagamaan.
(W4.W.R.20052017.11)
3. Pertumbuhan Responden tidak ingin bergantung pada
pribadi orang lain untuk masalah ekonomi. 1
(W1.W.R.26042016.9)
Responden ingin menjadi seseorang
yang mandiri dan melakukan segala
sesuatunya sendiri tanpa bergantung
2
pada orang lain
(W1.W.R.26042016.9)
(W1.W.R.26042016.27)
Responden ada keinginan untuk
melakukan pekerjaan lain, tapi tidak 5
memiliki waktu.

Universitas Sumatera Utara


(W1.W.R.07052016.16)
(W1.W.R.26042016.19)
(W3.W.R.08052017.66)
(W3.W.R.08052017.77)
(W4.W.R.20052017.15)
Saat tinggal dengan saudara, responden
yang belum memiliki pekerjaan, mau
belajar belajar dengan tekun cara
1
menjahit agar dapat bekerja
menghasilkan uang.
(W1.W.R.26042016.22)
Responden berprinsip bahwa kalau
sudah merantau atau pindah, harus
menahankan setiap kesusahan yang
1
dihadapi, dan tidk kembali ke rumah
saudara.
(W1.W.R.07052016.30)
Responden sudah merasa cukup dengan
keahlian menjahit yang dimiliki
1
sekarang.
(W3.W.R.08052017.53)
Responden tetap mempelajari cara
menjahit baju lain. 1
(W3.W.R.08052017.55)
Untuk hal yang kurag mampu
dilakukan dalam bidang menjahit,
seperti border atau payet, responden
1
memberikan kepada orang lain, karena
tidak memiliki waktu untuk belajar
lagi.

Universitas Sumatera Utara


(W3.W.R.08052017.63)
Responden pernah memberikan kursus
menjahit untuk orang lain beberapa
1
tahun yang lalu.
(W3.W.R.08052017.69)
Apabila ada waktu, responden ingin
belajar border.
(W3.W.R.08052017.75)
Responden merasa, dengan membuka
usaha sendiri, akan lebih dapat
berkembang. 2
(W3.W.R.08052017.84)
(W4.W.R.20052017.18)
Dulu responden suka menulis cerita
dan puisi, tapi tidak dikembangkan lagi
1
karena tidak ada waktu.
(W4.W.R.20052017.14)
Responden tidak pernah bosan dengan
pekerjaannya sebagai penjahit. 1
(W4.W.R.20052017.18)
Responden menyenangi pekerjaannya
sebagai penjahit. 1
(W4.W.R.20052017.19)
4. Hubungan Responden tetap memiliki teman dekat
Positif dengan yang dipercaya untuk berbagi cerita.
orang lain (W1.W.R.07052016.6)
4
(W1.W.R.26042016.11)
(W1.W.R.26042016.33)
(W4.W.R.20052017.21)
Responden sering mengobrol dengan 3

Universitas Sumatera Utara


tetangga.
(W1.W.R.26042016.6)
(W2.W.R.07052016.34)
(W4.W.R.20052017.20)
(W4.W.R.20052017.20)
Responden sudah menganggap orang-
orang di lingkungan barunya sebagai
1
saudara.
(W1.W.R.26042016.34)
Dengan saudara, responden memiliki
komitmen agar tetap menjalin
komunikasi dan saling menjaga
rahasia.
4
(W3.W.R.08052017.93) /
(W3.W.R.08052017.101)
(W3.W.R.08052017.102)
(W3.W.R.08052017.112)
Responden memilih teman yang cocok
dengan responden, cocok yang dapat
mengerti apa yang responden bahas
2
atau ceritakan.
(W3.W.R.08052017.98)
(W3.W.R.08052017.99)
Untuk menunjukkan kepeduliannya,
responden berkomunikasi dengan
saudara jauh, menanyakan keadaan dan 1
kesehatan mereka.
(W3.W.R.08052017.115)
Menurut responden agar tetap memiliki
2
hubungan baik dengan teman,

Universitas Sumatera Utara


responden saling memberi solusi saat
ada masalah atau mendengarkanya saja
juga cukup.
(W4.W.R.20052017.22)
(W4.W.R.20052017.23)
Agar pertemana terjalin dengan baik,
responden membalas setiap kebaikan
1
yang sudah diberikan temanya.
(W4.W.R.20052017.24)
5. Tujuan hidup Responden terkadang mau
merenungkan tentang hidupnya di masa
yang akan datang saat tidak sibuk. 2
(W1.W.R.26042016.12)
(W2.W.R.07052016.43)
Disaat merasa putus asa atau merasa
terpuruk, doa kepada Tuhan merupakan
1
Coping terbaik bagi responden.
(W1.W.R.26042016.41)
Responden menjalani hidup
sebagaimana yang sudah diatur Tuhan
untuk dirinya.
(W1.W.R.26042016.54)
5
(W1.W.R.26042016.11)
(W1.W.R.26042016.36)
(W2.W.R.07052016.42)
(W3.W.R.08052017.138)
Responden memiliki tujuan hidup
bahwa sekali ia merantau, ia tetap
1
merantau.
(W1.W.R.26042016.30)

Universitas Sumatera Utara


Walaupun mengalami kesulitan,
keinginan responden untuk tetap hidup
mandiri, dengan tidak kembali ke 1
tempat kakak.
(W2.W.R.07052016.41)
Kegagalan menikah di masa lalu
dianggap sebagai Kehendak Tuhan, dan
tidak menajdi beban dalam menjalani 1
hidup.
(W3.W.R.08052017.123)
Kedepannya, ingin menjadi orang yang
lebih baik, lebih baik terhadap orang
1
lain, melakukan pekerjaan lebih bagus.
(W3.W.R.08052017.130)
Dalam agama, responden ingin
kedepannya lebih beriman percaya dan
setia kepada Tuhan, semakin tekun 1
beribadah.
(W3.W.R.08052017.131)
Dalam pekerjaan, kedepannya
responden ingin lebih baik dalam
menjahit, dan semakin banyak 1
pelanggan yang membeli jasanya.
(W3.W.R.08052017.133)
Responden menabung untuk masa
depannya, sebagai dana pension apabila
tidak mampu bekerja lagi di masa 1
depan.
(W3.W.R.08052017.136)
Responden tidak memiliki trauma 1

Universitas Sumatera Utara


dengan masa lalunya.
(W4.W.R.20052017.25)
Bagi responden, masa lalunya ada jalan
yang sudah diatur Tuhan untuknya.
Dan tidak ada waktu untuk menyesali 1
hal tersebut.
(W4.W.R.20052017.26)
Setiap perjalanan hidup di masa lalu,
dianggap pelajaran bagi responden. 1
(W4.W.R.20052017.27)
Untuk kedepannya, responden
merencanakan untuk kembali tinggal
dengan keluarga apabila tidak dapat
1
hidup sendiri lagi dan menabung untuk
masa depannya.
(W4.W.R.20052017.28)
6. Penerimaan Responden tidak menyesali
diri keputusanya menjadi penjahit sama
sekali.
3
(W1.W.R.26042016.19)
(W2.W.R.07052016.20)
(W2.W.R.07052016.21)
Menjadi penjahit bukanlah pilihan
pertama responden, berawal ingin
memiliki pemasukan, responden 1
memilih jadi penjahit.
(W1.W.R.26042016.20)
Saat pertama kali fisik responden tak
dapat berfungsi normal, responden 5
merasa tidak terima dan sedih, tapi

Universitas Sumatera Utara


responden tetap menjalani hidup
dengan baik dan tidak putus asa.
(W1.W.R.26042016.40)
(W1.W.R.26042016.41)
W1.W.R.26042016.45)
(W2.W.R.07052016.33)
(W4.W.R.20052017.32)
Walaupun responden sakit hati akan
perilaku orang lain terhadap responden,
tapi responden tetap sabar dan sadar
1
bahwa bagaimana dirinya, sudah
ditakdirkan dan harus diterima.
(W1.W.R.26042016.46)
Menurut responden, apabila dia bisa
menerima dirinya, maka orang juga
1
akan dapat menerima dirinya.
(W4.W.R.20052017.31)
Responden menyadari akan kekurangan
dan kelebihan yang dimilikinya dan
1
bersyukur akan hal itu.
(W4.W.R.20052017.32)
Responden selalu berpikir positif
mengenai dirinya. Dan menerima diri
1
apa adanya.
(W4.W.R.20052017.33)

Universitas Sumatera Utara


REKONSTRUKSI DATA TAHAP IV

Otonomi

Responden memulai hidup


Responden hidup
tanpa bantuan saudara
sendiri selama 20
dengan pindah rumah
tahun.
bersama teman.

Responden dan temannya membuka


usaha menjahit dan salon di rumah
kontrak.
Responden memulai
hidup sendiri di umur
Apabila teman responden
30 tahun.
tidak mengajaknya pindah,
responden tidak berani
pindah dari rumah saudara.

Responden Responden
Saat teman responden
langsung nyaman langsung nyaman
meninggal dunia,
begitu memulai begitu membuka responden tidak kembali
hidup sendiri. usaha sendiri.
ke rumah saudara.

Kesulitan keuangan.
Responden Responden tetap
Kesulitan dalam mendapatkan ingin tinggal sendiri.
kesulitan saat hidup
bekerja.
sendiri.

Tidak ada
Responden tetap menjalankan
langganan dalam
usaha menjahit sendiri, dan tidak
pekerjaannya.
kembali menumpang dengan
saudaranya.

Universitas Sumatera Utara


Kesulitan yang dihadapi
Responden
responden, tidak Responden selalu
mendapatkan
membuat responden berusaha menemukan
kesulitan saat hidup
menyerah menjalani solusi untuk kesulitan
sendiri.
hidup sendiri. yang dihadapinya.

Walapun menghadapi
Responden tetap tidak kesulitan;…
keberatan hidup sendiri.

Responden tetap Responden ingin


lebih nyaman hidup mandiri dan tidak
sendiri dibandingkan bergantung pada orang
dengan orang lain. lain.

Responden merasa hidup dengan orang lain lebih repot.

Bila tinggal sendiri, Tinggal di rumah orang lain


responden merasa responden harus melakukan
bebas. pekerjaan rumah.

Bebas dalam
mengerjakan Waktu responden
pekerjaan rumah. bekerja sebagai
penjahit berkurang.

Bebas bekerja kapan saja.

Melakukan pekerjaan Melakukan pekerjaan Melakukan hal


sebagai penjahit. rumah. lainnya.

Universitas Sumatera Utara


2. Penguasaan Lingkungan

Responden memiliki kepribadian yang ramah


dan mudah beradaptasi dengan hal baru.

Responden tetap
Responden mudah Responden mampu
mengalami masalah/
cocok/nyaman mengerjakan
kesulitan yang
dengan lingkungan pekerjaan rumah
dihadapi selama
baru . sendiri.
bekerja.

Apabila aktifitas yang keluar


Keluarga Keluarga meminta rumah, responden meminta
responden tetap responden untuk tolong pada tetangga atau
merasa cemas. tinggal bersama orang lain.
dengan mereka.

Responden memberi
pengertian kepada keluarga
bahwa responden nyaman
hidup sendiri.

Pemasukan Tidak ada langganan Masalah Keuangan.


berkurang /tidak tetap sebagai
stabil. penjahit.

Universitas Sumatera Utara


Masalah Keuangan.
Tidak ada
langganan
tetap sebagai
penjahit. Responden
Penghasilan masih
lebih bijaksana
dirasa kurang
dalam
mencukupi kebutuhan
mengelola
sehari-hari.
keuangan.

Responden hemat
dalam mengatur
pengeluaraanya untuk
hidup sehari-hari.

Responden merasa Ketika sudah Teman-teman responden


mampu mengerjakan mendapatkan juga merupakan langganan
sesuai yang diminta langganannya, responden responden dalam bekerja.
pelanggannya. yakin pelanggannya tidak
pergi.

Dengan memiliki pelanggan yang


beragam agamanya, responden Penhasilan responden
menerima orderan menjahit di jadi bertambah.
setiap hari besar keagamaan.

Universitas Sumatera Utara


Responden berprinsip
bahwa kalau sudah
Pertumbuhan pribadi
pindah atau merantau,
harus menahan setiap
kesusahan yang
Responden
Responden ingin bekerja dihadapi nantinya.
memutuskan untuk
untuk mendapatkan pindah dari rumah
penghasilan sendiri. saudara.
Responden pindah
diajak oleh teman.

Responden Responden
ingin pindah.
Melakukan Mengatur masalah
menjadi
pekerjaannya keuangannya
orang yang Setelah pindah
sendiri. sendiri.
mandiri. responden tinggal
dengan teman dan
memulai usaha
masing-masing.

Pekerjaan sehari-
hari atau bekerja Dengan membuka usaha sendiri,
setelah teman responden
sebagai penjahit. responden merasa akan lebih
pindah, responden yakin
berkembang.
bahwa ia mampu hidup
Responden merasa sendiri.
hanya ini pekerjaan
yang dapat Responden Menjahit adalah jurusan
dilakukan untuk memutuskan menjadi sekolah responden.
menyambung penjahit.
hidup.

Responden tidak
memiliki keahlian
lain.

Universitas Sumatera Utara


Responden memutuskan
menjadi penjahit.
Responden belajar cara
menjahit baju dengan
model berbeda.
Responden ada
Responden menyenangi Responden ingin
keinginan untuk
pekerjaanya sebagai belajar border.
melakukan
penjahit.
pekerjaan lain.

Responden tidak Responden tidak punya


Responden pernah waktu untuk belajar dan
pernah bosan bekerja
membuka kursus mengerjakan pekerjaan
sebagai penjahit.
menjahit. lain.

Responden sudah
Kursus menjahit
merasa cukup dengan
ditutup karna
keahliannya sekarang.
tidak ada murid.

Universitas Sumatera Utara


Hubungan Positif
Dengan Orang Lain

Responden sering
membangun Dengan saudara, responden
Saling menjaga
kominkasi dengan berkomitmen untuk tetap
rahasia.
tetangganya. menjaga komunikasi.

Untuk
Sering
Responden sudah Responden menunjukkan menanyakan kabar
menganggap tetap memiliki kepeduliannya, dan kesehatan
orang-orang di teman dekat responden
masing-masing.
lingkungan yang dapat berkomunikasi.
barunya sebagai dipecaya untuk dengan
saudara. berbagi cerita. keluarga.

Dapat Responden Memiliki topik


mengerti memilih teman pembahasan yang sama
responden. yang cocok dengan responden.
dengan
responden.
Agar memiliki hubungan baik
dengan teman:

responden membalas Saling memberi Saat ada masalah dan tidak


setiap kebaikan yang solusi. mampu memberikan solusi,
sudah
t diberikan oleh responden memberikan
temannya. waktunya untuk
mendengarkan temannya.

Universitas Sumatera Utara


Tujuan Hidup

Terkadang responden Responden tidak


merenungkan memiliki trauma
mengenai masa dengan masa lalunya.
depannya.

Bagi responden, masa lalunya Tidak ada


Responden adalah jalan Tuhan yang waktu untuk
menabung untuk sudah diatur Tuhan untuknya. menyesalinya.
masa depannya.

Perjalanan hidup
Sebagai dana responden, dianggap
pensiun. sebagai pelajaran.

Tidak menjadi
Kegagalan menikah juga
Kembali Apabila tidak beban dalam
dianggap sebagai kehendak
ke rumah mampu urus diri menjalani
Tuhan.
saudara. sendiri lagi. hidup.

Untuk kedepannya:

Responden ingin Lebih baik dalam Lebih baik dalam


menjadi orang yang agamanya. pekerjaan.
lebih baik. .lagi.

Terhadap Lebih beriman Lebih terampil


orang lain. kepada Tuhan. dalam menjahit.

Melakukan pekerjaan Lebih setia. Semakin banyak


lebih baik. pelanggan.
Semakin tekun
beribadah.

Universitas Sumatera Utara


Hal yang sudah dilakukan responden…

Responden ingin menjadi Lebih baik dalam Lebih baik dalam


orang yang lebih baik lagi. agamanya. pekerjaan.

Lebih sabar terhadap


orang yang melakukan Responden Responden lebih
hal tidak baik terhadap mulai rajin ke rajin membaca
responden. gereja. alkitab.

Responden mulai
Responden yang Awalnya, hal ini agak
menerima pesanan
susah dilakukan
terkadang diejek tentang menjahit semampu
responden dikarenakan
kondisi fisiknya, sering yang dikerjakannya.
marah dan tidak ingin kondisi fisiknya.
mengobrol lagi dengan
orang tersebut.
Dahulu responden
Akan tetapi, sekarang
menerima semua
responden sudah memiliki
Hal yang membuat orderan menjahit,
becak sewa untuk
responden menjadi orang sehingga responden tidak
mengantarnya ke gereja.
yang lebih sabar adalah memiliki banyak waktu
keyakinan apapun yang untuk istirahat.
dilakukan orang padanya,
Tuhan pasti melihat dan
Hal ini tidak dilakukan
membalas.
responden sejak awal
karena responden
merasa beribadah di
rumh saja sudah
cukup.

Universitas Sumatera Utara


Tujuan Hidup

Responden memiliki tujuan


hidup, kalau sudah memulai
Walaupun mengalami
membuka usaha sendiri dan
kesulitan, responden tetap
tinggal sendiri, responden
ingin hidup sendiri.
harus bertahan untuk setiap
kesulitan yang dihadapinya.

Tidak kembali ke
Menghadapi kesulitan rumah saudaranya.
dan mengalami putus
asa.
Penghilang
Doa dan berserah stress dan
diri pada Tuhan. cemas bagi
responden.
Responden menjalani
hidup sebagaimana yang
sudah diatur Tuhan.

Universitas Sumatera Utara


Penerimaan Diri

Saat pertama sekali fisik


Berawal ingin memiliki responden tidak
pemasukan, berfungsi secara normal.
responden memilih
menjadi penjahit.

Responden
Responden ingin bekerja
merasa sedih.
Sebenarnya responden di kantor, karena
tidak ingin menjadi responden merasa,
penjahit. pemasukannya akan lebih
banyak.
Responden sempat
mengisolasi diri/ menghindar
dari orang karena malu.
Walaupun responden
bersekolah di jurusan
tata busana.
Tapi responden
berpikir sulit baginya Setelah sekian lama
kerja di kantor mengisolasi diri dengan orang
dengan keterbatasan lain, akhirnya responden
fisiknya. sadar hal tersebut tidak
mendatangkan hal baik untuk
kehidupannya.

Sekarang, responden
tidak menyesal
menjadi penjahit.
Mulai menjalani Tidak putus asa akan
hidup dengan baik. kondisinya.

Responden sudah menyadari


bahwa kondisi fisiknya adalah
takdir Tuhan yang harus
diterima.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai