Berawawasan
Kebangsaan
Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan
Mata kuliah Praktek Kerja Lapangan
Pada Fakultas Psikologi Universitas 45 Surabaya
Oleh :
NIM.161301367
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS 45 SURABAYA
1
2019
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah
memberikan berupa kesehatan, kesempatan kepada penulis sehingga mampu
menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini.Laporan Praktek Kerja
Lapangan ini berjudul perilaku prososial pada volunteer di Lembaga Amil Zakat
Dompet Dhuafa Jawa Timur Kota Surabaya.Laporan Praktek Kerja Lapangan ini
merupakan tugas yang harus diselesaikan di Semester 6.
Dalam proses pembuatan laporan ini tak lupa saya menghanturkan sujud
kepada orang tua saya yang telah banyak memberikan dorongan semangat dari
awal hingga selesainya laporan ini. Tak lupa juga saya mengucapkan terimakasih
pada teman-teman kelas yang telah memberikan dorongan moril dan material
serta informasi. Juga dengan segala hormat saya ucapkan banyak terimakasih pada
bapak ibu dosen Fakultas Psikologi di Universitas 45 Surabaya sehingga saya
dapat menerapkan ilmu yang telah diajarkan.
3
PERILAKU PROSOSIAL PADA VOLUNTEER DI LEMBAGA AMIL
ZAKAT DOMPET DHUAFA KOTA SURABAYA
Mengetahui, Menyetejui,
Penanggung Jawab Kegiatan Pembimbing Kuliah Lapangan (KL)
Kuliah Lapangan (KL) Fakultas Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas 45 Surabaya
Universitas 45 Surabaya
Mengetahui,
Dekan Fakultas Psikologi
Universitas 45 Surabaya
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
beberapa alasan. Misalnya, seornag individu mungkin membantu orang lain
karena karena punya motif untuk mendapatkan keuntungan pribadi (mendapat
hadiah), agar dapt diterima oang lain, atau karena memang dia benar-benar
bersimpati , atau menyayangi seseorang.Dompet Dhuafa (DD) adalah lembaga
Amil Zakat milik masyarakat, berdiri sejak tahun 1993, yang berkhidmat
mengangkat harkat sosial kemanusiaan dengan mendayagunakan dana zakat,
infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) serta dana sosial lainnya baik dari
individu, kelompok , maupun perusahaan.
6
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti merumuskan
masalah “ Bagaimana perilaku prososial pada Volunteer di Lembaga
Dompet Dhuafa kota Surabaya”.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan seorang ralawan Dompet Dhuafa
(DD) atas perilaku prososial yang dilakukan ditinjau dari norma sosial,
proses belajar, dan pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan
prososial.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam melakukan
perilaku prososial. yaitu ditinjau dari situasional, kondisi penolong, dan
orang yang akan ditolong.
3. Untuk mengetahui motif yang mendasari relawan mampu melakukan
tindakan prososial dalam jangka waktu yang lama yang ditinjau dari motif
kepentingan pribadi dan atau integrites moral.
4. Untuk mengetahui aspek yang menonjol darii perilaku prososial yang
dilakukan oleh relawan Dompet Dhuafa (DD) yangg meliputi aspek
kerjasama, berbagi, menolong, kejujuran, berdermawan, dan
memperhatikan kesejahteraan orang lain.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Manfaat teorits
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara
ilmiah. Manfaat-manfaat dari penelitian ini, yaitu menambah kekayaan
keilmuan psikologi terutama mengenai dengan perilaku prososial serta
dapat menambah literatur penelitian mengenai perilaku prososial yang
khususnya dilakukan oleh relawan dari anggota volunteer Dompet Dhuafa.
2. Manfaat praktis
a. Relawan Dompet Dhuafa jawatimur, kota Surabaya.
Untuk relawan yang berada di DDV, agar mendapatkan gambaran
mengenai perilaku prososial yang dilakukan, sehingga kedepannya
akan terus mempertahankan dan meningkatkan aktifitas sosial, dalam
bekerja sama untuk masyarakat dalam jagka waktu yang sangat
panjang.
b. Masyarakat.
Penelitian ini diharapkan masyarakat dapat memahami perilaku
prososial yang dilakukan oleh suatu komunitas tertentu yang dapat
7
dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari, serta memberikan
pemahaman bagi masyarakat untuk memahami alasan bagaimana
seseorang dapat menoolong oranng lain.
c. Peniliti.
Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran bagi peneliti tentang
perilaku prososial yang ditinjau dari berbagai perspektif, faktor, dan
motif, serta aspek lainnya.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Prososial.
2.1.1 Pengertian perilaku prososial
9
Berdasarkan beberapa pengertian perilaku prososial yang telah
diungkapkan oleh beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
perilaku prososial adalah perilaku yang menampilkan sikap positif
terhadap orang lain, seperti mau bekerja sama dengan orang lain,
menyumbang dan berbagi dengan orang lain, serta mempertimbangkan
kesejahteraan orang lain.
1. Level Mikro
10
Pada level mikro dijelaskan fungsi disposisional yang membuat
individu cenderung melakuan perilaku prososial (Schroeder & Graziano,
2018), serta adanya perbedaan individual yang dapat menjelaskan
permulaan munculnya kecenderungan prososial pada manusia (Penner et
al., 2005).
11
menolong kita, sehingga kita juga akan mendapatkan keuntungan (Baron
& Branscombe, 2012). Berdasarkan penjelasan teori evolusi, pada awal
sejarah evolusi, manusia bekerja bersama sebagai kelompok untuk saling
melidungi dari predator dan mengamankan sumber makanan serta
menyediakan tepat berlindung untuk bertahan hidup (Schroeder &
Graziano, 2018). Perspektif evolusi pada altruisme resiprokal dapat
dijelaskan dari penjelasan Trivers (1971) yang membedakan menjadi
resiprokal langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Selama proses
pertukaran barang atau jasa terjadi, individu akan menerima imbalan yang
setara dengan apa yang mereka keluarkan, hubungan ini berlanjut menjadi
timbal balik atau resiprokal langung (direct reciprocity). Sementara itu,
pada kondisi lain mungkin akan menerima imbalan secara tidak langsung
dari orang yang dibantu, mungkin saja berasal dari orang lain. Ini yang
memunculkan resiprokal tidak langsung (indirect reciprocity) dan jenis
timbal balik ini berdampak pada peningkatan kohesivitas kelompok dan
kepedulian pada orang lain (Schroeder & Graziano, 2018). 8 Draft For
Publication Orang-orang dalam kelompok akan saling berbagi, meski ia
menerima imbalan dari orang lain yang tidak ia bantu secara langsung.
12
2). Fungsi hormon:Oksitosin
c. Empati
13
Sebaliknya, ketika anak merespon orang lain yang tertekan
(distres) dengan distres personal yang terfokus pada diri sendiri (misalnya,
dilihat dari ekspresi kecemasan dan indikasi distres) cenderung kurang
melakukan perilaku prososial. Empati adalah reaksi emosional yang
terfokus/terorientasi pada orang lain dan ini menyangkut perasaan belas
kasih, simpati, dan kepedulian (Baron & Branscombe, 2012). Baron dan
Branscombe (2012) menyebutkan bahwa empati terdiri dari 3 komponen
yang berbeda: (1) aspek emosional (empati emosional) pembagian
perasaan dan emosional orang lain; (2) komponen kognitif, persepsi
terhadap pikiran dan perasaan yang akurat (akurasi empati), hal ini penting
untuk mendapatkan penyesuaian sosial yang baik pada pergaulan. (3)
perhatian empati, perasaan perhatian/peduli pada kesejahteraan orang lain.
14
Penjelasan mengenai teori Clark dan Mills ini diuraikan kembali
oleh Schroeder dan Graziano (2018), yaitu orang-orang yang memandang
diri mereka berada pada hubungan pertukaran (exchange) memiliki dasar
keseimbangan dari biaya (cost) dan imbalan (reward) yang dibagikan
dengan orang lain. Meskipun hubungan pertukaran ini dapat stabil, akan
tetapi jika tidak ada kekuatan faktor interpersonal dan kedekatan, maka
apabila terjadi kondisi tidak diuntungkan, hubungan dapat hancur hanya
dengan sedikit perasaan kehilangan (dirugikan).
2. Level Meso
Pada level meso, prososial berfokus pada tingkah laku antara dua
orang (dyadic) atau satu orang menolong satu orang yang lain (Penner
dkk., 2005). Schroeder dan Graziano (2018) menjelaskan faktor penyebab
orang melakukan perilaku prososial pada level ini berdasarkan pada faktor
situasional, motivasi menolong, dan reaksi penerima yang mendapat
bantuan.
a. Faktor situasional
15
b. Motivasi menolong: egoistik, alturisme, dan kolektivisme dan
prinsipisme melalui pendekatan Batson
1). Egoistik
Motivasi perilaku prososial ini berasal dari Batson (2011), yakni
memberikan bantuan kepada orang lain tetapi penolong memiliki tujuan
utama untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Jika membantu seseorang
dapat memberi konsekuensi positif (hadiah, pujian, perasaan baik) dan
akan mengurangi konsekuensi negatif (tidak menyenangkan dan afek
negatif), maka akan cenderung kembali membantu di waktu yang akan
datang (Schroeder dan Graziano, 2018). Faktor instrumental yang
membuat kita melakukan perilaku prososial ini lah yang disebut dengan
motivasi egoistik.
2). Altruisme
Hipotesis empati-alturisme berpendapat bahwa mengamati orang
lain yang membutuhkan pertolongan atau distres mungkin akan
menimbulkan reaksi emosi negatif (Schroeder & Graziano, 2018). Batson,
Duncan, Ackerman, Buckley, dan Birch (1981) memperkenalkan hipotesis
empatialtruisme, yakni gagasan bahwa beberapa aksi prososial termotivasi
hanya oleh keinginan menolong orang lain yang membutuhkan. Ada
kalanya menolong karena untuk meningkatkan kesejateraan orang lain
(Batson, 2011; Schroeder & Graziano, 2018). Bagi Batson perbedaan
utama motivasi altruistik dengan motivasi egoistik adalah pada siapa
sasaran utama yang mendapat manfaat, bukan sifat dari tindakan. Studi
yang dilakukan terhadap relawan Tsunami Aceh oleh Safrilsyah, Jusoff,
dan Fadhil (2009), menguji hipotesis empati-altruisme ini. Safrilsyah dkk.,
melakukan studi pada 147 mahasiswa di Banda Aceh dan Aceh Besar (86
laki-laki dan 91 perempuan) pada Juli 2005 sampai Februari 2006.
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada 3 model motivasi
perilaku pro-sosial (Empathy-Altruism Hypothesis, Negative State Relief
Hypothesis dan Empathic Joy Hypothesis) dengan beberapa jenis
karakteristik demografi responden (umur, latar belakang pendidikan,
domisili dan jenis kelamin), ditemukan bahwa hanya motivasi Hipotesis
Empati-Altruisme dan jenis kelamin secara signifikan berkorelasi dengan
perilaku pro-sosial relawan dalam kegiatan kemanusiaan dalam membantu
korban Tsunami di Aceh. Ini menjelaskan bahwa pada kondisi darurat
bencana alam, para relawan lebih termotivasi melakukan perilaku
prososial dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain
berdasarkan perbedaan jenis kelamin individu.
3). Kolektivisme
16
Motivasi prososial kolektivisme adalah motivasi ketiga yang
dikemukakan oleh Batson, yang memiliki tujuan utama untuk
meningkatkan kesejahteraan kelompok atau kolektif (Batson, 2011;
Schroeder & Graziano, 2018). Motivasi ini berkaitan dengan kerjasama
antara intra-grup dan inter-grup, dengan tujuan untuk memaksimalkan
keuntungan bersama bagi orang-orang yang terlibat (Schroeder &
Graziano, 2018). Pada konteks Indonesia dikenal istilah “gotong royong”,
ini merupakan salah satu bentuk model perilaku prososial yang tertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok melalui bekerjasama.
Kondisi lingkungan mempengaruhi perubahan intensitas gotong royong,
seperti dijelaskan oleh Suprihatin (2014).
4). Prinsipisme
17
3.3. Level Makro
a. Sukarela (volunteerism)
18
b. Kerjasama
1. Kerjasama intrakelompok
2. Kerjasama antarkelompok
19
kelompok disatukan untuk mencapai tujuan bersama, batasan/hambatan di
antara kedua kelompok akan berkurang, dan tiap anggota kelompok akan
membentuk perasaan positif dan lebih bertindak prososial (kerjasama).
Pettigrew (lihat Schroeder & Graziano, 2018) memberikan penjelasan
tambahan terkait hipotesis kontak, yakni (1) anggota kelompok mesti
mendapatkan waktu tambahan untuk berinteraksi; (2) memunculkan
dekategorisasi pada kontak awal, ini akan membuat pandangan sebagai
bagian kelompok tertentu menurun dan lebih menganggap diri mereka
sebagai individu yang berinteraksi dengan individu lain; (3) individu akan
rekategorisasi dan menggabungkan diri mereka dengan kelompok
superordinat (kelompok yang memiliki kedudukan lebih tinggi). Proses
kategorisasi sosial orang-orang sebagai ingroup dan outgroup dapat diubah
dengan membuat individu sadar akan kategori yang lebih tinggi (Pinner
dkk., 2005). Melanjutkan penjelasan Pettigrew pada proses dekategorisasi
kelompok, maka teori identitas ingroup bersama menjadi penting untuk
dibahas.
20
orang lain atau menawarkan sesuatu yang menunjang
berlangsungnya kegiatan orang lain.
c. Kerjasama (Cooperating), yaitu kesediaan untuk bekerja sama
dengan orang lain demi tercapainya suatu tujuan. Cooperating
biasanya saling menguntungkan, saling memberi, saling menolong
dan menenangkan.
d. Bertindak jujur (Honesty), yaitu kesediaan untuk melakukan
sesuatu seperti apa adanya, tidak berbuat curang terhadap orang
lain.
e. Berderma (Donating), yaitu kesediaan untuk memberikan secara
sukarela sebagian barang miliknya kepada orang yang
membutuhkan.
21
yang mengalami kesulitan juga mempertimbangkan hadiah dan
kerugian yang diperoleh, suasana hati individu pada waktu itu,
empati dan karakteristik individu
B. Relawan (Volunteer)
1. Pengertian Relawan
22
dari pada reaktif, dan menuntut komitmen waktu serta usaha yang lebih
banyak (Abidah, 2012).
2. Ciri-ciri relawan
23
3. Motif Relawan
4. Peran Relawan
24
Seringkali relawan terlatih menangani saluran telepon krisis, atau hotline,
dan merujuk penelepon ke sumbersumber komunitas yang sesuai. Menurut
para ahli psikologi sosial (dalam Nashori, 2008) perbuatan yang suka
menolog atau kesukarelaan tidak lepas dari sikap perilaku prososial.
Perilaku prososial meliputi semua bentuk tindakan yang dilakukan atau
direncanakan untuk menolong orang lain, tanpa memperdulikan
motifmotif si penolong. Perilaku prososial mempunyai cakupan yang lebih
luas dari altruisme. Beberapa jenis perilaku prososial termasuk tindakan
altruistik dan beberapa perilaku yang lain tidak terkategorikan sebagai
tindakan altruistik. Pengertian perilaku prososial berkisar dari tindakan
altruisme yang tanpa pamrih sampai tindakan menolong yang sepenuhnya
dimotivasi oleh kepentingan sendiri.
25
Yusuf, SH tanggal 14 September 1994, diumumkan dalam Berita Negara
RI No. 163/A.YAY.HKM/1996/PNJAKSEL.
Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan zakat, Dompet Dhuafa merupakan institusi pengelola zakat
yang dibentuk oleh masyarakat. Tanggal 8 Oktober 2001, Menteri Agama
Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 439 Tahun
2001 tentang PENGUKUHAN DOMPET DHUAFA REPUBLIKA sebagai
Lembaga Amil Zakat tingkat nasional.
Dompet dhuafa Volunteer merupakan wadah bagi orang-orang
yang tergerak dalam misi kemanusiaa dan membantu kegiatan-kegiatan
pemberdayaan masyarakat secara sukarela. Tujuan dari Dompet Dhuafa
volunteer adalah menciptakan komunitas relawan berbasis dukungan
masyarakat untuk gerakan kemanusiaan dan kampanye zakat melaui
program-program yang dilaksanakan oleh Dompet Dhuafa. Persyaratan
untuk menjadi bagian dari Dompet Dhuafa Volunteer hanya cukup dengan
memiliki kesediaan mendukung dan bergerak dengan tulus pada setiap
misi kemanusiaan yang dilakukan bersama Dompet Dhuafa.
Melalui program ini, Dompet Dhuafa (DD) berusaha menjaring para
relawan untuk bersama melakukan gerakan kemanusiaan, mulai dari hal-
hal yang sederhana. Dalam hal ini, relawan berarti orang yang mau
melakukan suatu kebaikan dengan sukarela, bukan karena diwajibkan
ataupun dipaksakan. Nantinya, relawan yang telah terkumpul akan dibagi
ke dalam tiga kategori, yaitu:
Relawan umum:
26
dianggap berpotensi untuk diikut sertakan dalam proses upgrading menjadi
relawan khusus.
Para relawan spesialis akan diarahkan untuk kerja-kerja spesifik
(misal: evakuasi, pengobatan, dsb) serta kalendar program dari berbagai
jejaring yang membutuhkan ketrampilan khusus.
Relawan super:
27
BAB III
METODE PENELITIAN
28
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi dari penetian ini adalah di Jl. Ngagel Jaya Selatan No. 111B,
Bratajaya, Gubeng . Surabaya Jawa Timur.
data dalam penelitian diperoleh dari data subyek penelitian. Subyek adalah
jhon (relawan laki-laki) yang berusia 25 tahun.
2. Penelitian/pelaksanaan lapangan
29
Pedoman wawancara dibuat oleh peneliti untuk memudahkan
peneliti dalam membuat kisi-kisi pertanyaan yang sudah dibuat dan
diajukan oleh peneliti kepada informan atau sumber informan. Alasan
digunakan wawancara untuk mengumpulkan data atau informasi adalah,
dengan wawancara peneliti dapat menggali tidak hanya apa yang diketahui
dan dialami informan, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri
subyek penelitian, dan apa yang ditanyakan kepada informan bisa
mencakup hal-hal yang lintas, waktu yang berkaitan dengan masa lampau,
masa sekarang, dan juga masa mendatang. Pedoman wawancara disusun
beredasarkan pertanyaan peneliti yang menjadi fokus penelitian ini,
meskipun pada kenyataannya setelah peneliti berada di lapangan
wawancara tersebut mengalami pengembangan dan penyempitan karena
peneliti harus menyesuaikan situasi dan kondisi di lapangan yang
senantiasa mengalami perubahan selama penelitian berlangsung. Adapun
pedoman wawancara yang disiapkan dalam penelitian ini meliputi dua
aspek yaitu :
3. Pengumpulan data
30
ekplorasi terhadap isu tersebut. Wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti (Sugiyono, 2008).
Menggunakan pertanyaan terbuka: pertanyaan dibuat sedemikian rupa
sehingga jawabannya dan cara pengungkapannya bisa bermacam – macam.
Tidak memberi batasan kepada subyek bagaimana harus menjawab dan
menjelaskan apa yang ditanyakan.
2. Observasi
31
Analisis data tidak lain : pencarian atau pelacakan pola-pola. Dengan
kata lain, semua analisis data akan mencakup penulusuran data melalui
catatan-catatan (hasil pengamatan lapangan dan wawancara) untuk
menemukan pola-pola perilaku subyek yang dikaji sebagai suatu sistem nilai.
Data penelitian kualitatif tidak berbentuk angka, tetapi lebih banyak berupa
narasi, deskripsi, cerita, dokumen tertulis dan tidak tertulis (wawancara),
maupun bentuk-bentuk non angka lainnya (skripsi Abidah, 2012). Langkah-
langkah penelitian dalam menganalisa data adalah sebagai berikut:
32
triangulasi digunakan untuk mengecek keabsahan data yang diperoleh
peneliti, triangulasi yang digunakan adalah:
33
BAB IV
34
Berdasarkan penelitian yang dilakukan ,berikut ini adalah gambaran
subjek secara umum. Subjek penelitian ini dipilih berdasarkan karakteristik yang
telah ditentukan sebelumnya yaitu anggota lama sebagai volunteer di lembaga
Amil Zakat Dompet Dhuafa jatim kota Surabaya.
Subjek yang biasa di panggil jhon (nama lapangan) , usia 25 tahun berjenis
kelamin laki-laki . anak kedua dari dua bersaudara subjek saat ini masih aktif
sebagai mahasiswa di salah satu universitas swasta di Surabaya, disamping itu
beliau juga menjalankan usaha keluarga dalam bidang jasa pembangunan. Beliau
menjadi anggota kerelawanan di Lembaga Dompet Dhuafa sejak tahun 2011
sampai sekarang. Yang sebelumnya pernah menjadi relawan sejak SMA pada
waktu terjaadi bencana gunung kelud di kota Kediri pada tahun 2014. Setelah itu
pada tahun 2016 beliau yang sebelumnya tinggal di Malang pindah ke Surabaya
untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Dengan jiwa sosialnya yang
tinggi beliau membentuk komunitas kecil yang berfokus tentang kerelawanan dan
berupaya mencari donasi untuk disumbangkan kepada orang-orang yang
membutuhkan pertolongan, contohnya rutin setiap jumat membagikan nasi
bungkus di jalanan Surabaya, kadang pada saat ada bencana dikota lain jhon dan
para anggotanya membantu tenaga untuk terjun langsung dilapangan.
Dengan semangatnya yang tinggi beliau direkrut dalam anggota tim SAR
yang waktu itu menjadi timSAR selama 7 bulan di gunung penanggungan untuk
menjadi relawan di pos pantau jalur pendakian. Tak selang lama beliau mengikuti
suatu pelatihan tentang kerelawanan terhadap bencana yang diadakan oleh Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga sampe sekarang beliau ditarik
untuk menjadi aggota tanggap bencana dan dipercaya menjadi koordinasi
Volunteer di Lembaga Dompet Dhuafa Jatim kota Surabaya.
35
bekerja dan melakukan kegiatan lainnya. Dengan penampilan yang ramah, tegas,
berwibawa, lugas dalam berbicara beliau bersedia menjawab semua pertanyaan
yang diajukan peneliti. Beliau pun tidak segan-segan untuk membantu peneliti
mencarikan data-data yang beerguna bagi kesempurnaan penelitian ini. Tidak ada
perasaan canggung dalam diri peneliti karena peniliti dan beliau telah saling
mengenal sejak peneliti bergabung sebagai anggota volunteer yang
dikoordinasikan beliau.
36
Kerelewanan hadir sebagai bentuk aksi yang hadir dalam kebebasan sistem
demokrasi. Pengalaman kerelawanan ini membawa jhon untuk lebih memahami
makna cahaya kebenaran dilorong kegelapan. Rasanya sayang kalau kerelewanan
diukur sebatas pengalaman selembar kertas ataupun sertifikat semata. Lain halnya
dengan anak muda bermental opurtunis tidak jarang jhon bertemu dimana mereka
melakukan kerja secara volunteer tidak secara murni melainkan untuk mencari
nama atau mendapatkan reward lainnya.
Faktor yang mendasari hingga sekarang jhon selalu aktif dalam tindakan
menolong dan menjadi relawan adalah berawal dari keterbelakangan /
tertinggalnya teknologi dan sumber informasi di pedesaan tempat tinggalnya. Dari
situ jhon mulai tergerak untuk menjadi relawan di tempat-tempat, didesa-desa
yang sedang membutuhkan bantuan.faktor utamanya adalah dalam diri jhon. Jhon
merasa terpanggil , jhon selalu memposisikan nasib orang lain ke dirinya. Dari
perngalaman sehari-hari jhon lebih mendahulukan menolong teman dekat atau
orang-orang terdekatnya dahulu sebelum menolong orang-orang baru .pada saat
menolong suasana hati yang dirasakan jhon dalam suasana senang.
37
yang mampu bisa diterima oleh semua pihak, tidak ada batasannya, sesunggunya
dunia kerelawanan adalah dunia kepedulian kemanusiaan secara universal.karena
pada sesunggunya pada diri manusia ada nilai kerelewanan ,pada saat hati
nuraninya muncul kepedulian pada orang lain. Seorang relawan akan bahagia
ketika mampu menegakkan keadilan sosial kemanusiaan yang berkesehjahteraan.
Menurut Bastaman (2007) sesuai dengan aspek kebebasan berkendak .
kebebasan manusia bukan merupakan kebebasan dari bawaan biologis, kondisi
psikologis, dan kesejarahannya, melainkan kebebasan untuk menentukan sikap
secara sadar dan menerima tanggung jawab terhadap kondisi-kondisi yang
dihadapi tersebut, baik kondisi lingkungan maupun diri sendiri. Para relawan
bebas untuk mengkuti apa yang diinginkan seperti jhon lakukan , beliau mampu
bertanggung jawab dalam melakukan tindakanya.
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perilaku prososial
pada volunteer Lembaga Dompet Dhuafa Jatim kota Surabaya, secara umum
subjek memiliki pandangan, motivasi, yang menonjol serta faktor kuat yang
mempengaruhi tindakan prososialnya . berikut ini adalah kesimpulan yang
diperoleh :
Bagi volunteer DD , menolong orang lain adalah kewajiban, hal tersebut
terlihat dari penjelasannya yang mementingkan norma yang berlaku di
masyarakat. Perilaku prososial juga merupakan suatu proses pembelajaran
yang diwariskan oleh orangtua kepada generasi selanjutnya.
Faktor yang mempengaruhi volunteer DD dalam melakukan tindakan
prososial adalah faktor dari dalam diri relawan dan faktor luar yang
mempengaruhi. Faktor dari diri penolong adalah kepribadian yang baik.
Sedangkan faktor dari luar yang mempengaruhi seperti faktor lingkungan,
ketersediaan akses, prioritas waktu, dan orng yang akan diberikan bantuan.
Motivasi terkuat perilaku prososial volunteer DD adalah integritas moral ,
keinginan untuk melihat adanya keadilan dan kesejahteraan. Motivasi dari
kepentingan pribadi cenderung sedikit karena kecenderungan orang ktika
berbuat baik ingin dibalas, namun dengan adanya rasa peduli, orangpun
lebih condong pada motivasai untuk mewujudkan nilai moral dan
keadilan.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pengalaman peneliti selama melakukan
penelitian, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
Bagi relawan
Melakukan perilaku prososial atau menolong orang lain adalah
kegiatan utama, yang dibarengi dengan motivasi yang kuat tanpa pamrih.
Menjadi relawan dengan jangka waktu yang lama memang tidak mudah
jika tiak dibarengi dengan jiwa sosial tinggi. Demi mewujudkan tujuan
agar kehidupan lebih adil dan sejahtera. Maka dari itu volunteer DD
diharapkan dapat mempertahankan kegiatan sosial meskipun sampai
39
dengan usia yang mulai lanjut dan dalam jangka waktu yang panjang
dengan adanya ketulusan, kerjasama dan juga tanpa pamrh serta dapat
mempertahankan perilaku prososial dan dapat meneruskan pada generasi
selanjutnya.
Bagi Lembaga Dompet Dhuafa
DD diharapkan tetap dapat mewadahi aspirasi relawan di kota
Surabaya dalam bakti sosial. Dan diharapkan dapat terus menjalin
kerjasama dengan mahasiswa ataupun kalangan anak muda sebagai sarana
untuk dapat melanjutkan kelangsungan dalam memberi bantuan.
Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggali lebih dalam
mengenai perilaku prososial pada relawan yang berada di lembaga sosial
yang lebih besar atau relawan yang mendirikan lembaga sosial sendiri.
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggali leih dalam mengenai
perilaku prososial dari berbagai agama.
40
LAMPIRAN
41
DAFTAR PUSTAKA
(www.dompetdhuafa.org)
42