DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
KLAS IIA WANITA SEMARANG
SKRIPSI
Oleh
TIWAN SETIAWAN
NIM. 3401401026
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
Hari:
Tanggal:
Penguji Skripsi
Anggota I Anggota II
Mengetahui
Drs. Sunardi, MM
NIP. 130367998
iii
PERNYATAAN
hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian
maupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi
Tiwan Setiawan
NIM.3401401026
iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN
¾ Orang yang berani berkata terus terang adalah orang yang mendidik jiwanya
v
PRAKATA
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang tak ternilai harganya. Oleh karena
1. Dr. H. A.T Sugito, S.H, MM, Rektor Universitas Negeri Semarang, yang telah
2. Drs. Sunardi, MM. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang,
4. Drs. Makmuri, Dosen Pebimbing I yang telah banyak mencurahkan waktu dan
penuh kesabaran.
vi
6. Seluruh Petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Semarang,
8. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu
per satu.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan akan mendapat limpahan balasan
dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan
Penulis
vii
SARI
viii
bawah (bottom up approach). Pendekatan dari atas (top down approach)
digunakan untuk memberikan pembinaan kesadaran beragama, kesadaran
berbangsa dan bernegara, pembinaan kemampuan intelektual, dan pembinaan
kesadaran hukum. Sedangkan pendekatan dari bawah (bottom up approach)
digunakan untuk memberikan pembinaan kemandirian yang diwujudkan dengan
pembinaan keterampilan. Faktor yang menghambat proses pembinaan diantaranya
latar belakang narapidana wanita yang berbeda-beda, hubungan personal sesama
narapidana maupun dengan petugas Lembaga Pemasyarakatan, kuantitas dan
kualitas petugas pembinaan serta anggaran dana yang kurang memadai. Efektifitas
pembinaan akan dikembalikan lagi kepada pribadi narapidana yang bersangkutan.
Dari hasil penelitian ini saran-saran yang diberikan adalah bagi narapidana
itu sendiri diharapkan berusaha mengikuti pembinaan dengan sebaik-baiknya,
bagi pihak Lapas diharapkan lebih meningkatkan mutu pembinaan terhadap
narapidana wanita.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN ..................................................................................... iv
PRAKATA ............................................................................................. vi
B. Permasalahan ...................................................................... 3
x
B. Pembinaan Narapidana ....................................................... 13
2. PEMBAHASAN ................................................................. 64
A. Kesimpulan ........................................................................ 74
B. Saran ................................................................................... 75
xi
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 76
LAMPIRAN ........................................................................................... 77
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiii
DAFTAR BAGAN
Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
hukum itu, baik yang berupa kejahatan maupun pelanggaran, maka akan
menguntungkan salah satu pihak saja, sedangkan pihak yang lain dirugikan.
perbuatan yang merugikan orang lain dan hanya menguntungkan pribadi atau
kelompoknya saja merupakan tindakan yang jahat. Maka wajar apabila setiap
perbuatan jahat harus berhadapan dengan hukum, karena kita adalah negara
depan hukum dengan adil, salah satunya yaitu dengan menjalani hukuman.
1
masyarakat. Caranya yaitu dengan menyadarkan mereka dengan cara
dari pidana penjara adalah selain untuk menimbulkan rasa derita karena
Pembinaan adalah satu bagian dari proses rehabilitasi watak dan perilaku
tujuan, maka tidak lagi tanpa arah atau tidak lagi seakan-akan menyiksa.
pernah mereka lakukan diharapkan tidak akan terjadi lagi dan mereka dapat
lintas, sampai dengan jenis kejahatan yang berat seperti perampokan dengan
lain sebagainya. Kejahatan dapat dilakukan oleh siapa saja, bisa pria, wanita
Wanita yang kita kenal memiliki sifat yang lemah lembut dan
mempunyai fisik yang relatif lebih lemah jika dibandingkan dengan kaum
pria, ternyata dapat melakukan suatu tindak kejahatan. Bahkan ada beberapa
diantara mereka yang melakukan tindak kejahatan kelas berat yang diancam
dengan pidana mati atau seumur hidup. Mereka yang terbukti oleh pengadilan
Oleh karena mereka berbeda secara fisik maupun psikologis dari kaum pria,
B. Permasalahan
Semarang.
secara dinamis.
Motto dan Persembahan, Prakata, Sari, Daftar Isi, Daftar Tabel, Daftar
BAB I Pendahuluan
sistematika skripsi
narapidana.
BAB V Penutup
Lampiran.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Pidana
bergantian sebagai kata yang mempunyai makna yang sama atau sinonim.
7
Roeslan Saleh
Pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud nestapa yang
Van Bemmelen
“Arti pidana atau straf menurut hukum positif dewasa ini adalah suatu
penderitaan yang bersifat khusus yang telah dijatuhkan oleh kekuasaan
yang berwenang untuk menjatuhkan pidana atas nama negara sebagai
penanggung jawab dari ketertiban umum bagi seorang pelanggar,
yaitu semata-mata karena orang itu telah melanggar suatu peraturan
hukum yang harus ditegakkan oleh negara”.
Algra Jansen
mengenai apa yang seharusnya dijadikan sanksi dalam suatu tindak pidana
tersebut.
a. Teori Absolut
est). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu
itu sendiri.
Jadi dasar pembenaran adanya pidana menurut teori ini adalah terletak
sebagai berikut:
B. Pembinaan Narapidana
telah diprogramkan.
penjara, aturan ini telah digunakan sejak tahun 1917 (Harsono, 1995: 8).
(regred) dan tidak lagi melakukan tindak pidana. Untuk itu peraturan-
10).
“Suatu tatanan mengenai arahan dan batasan serta cara pembinaan warga
binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara
terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan
kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan,
memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat
diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dan aktif berperan dalam
pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang
baik dan bertanggung jawab”.
produktif.
yaitu:
(Harsono, 1995:51).
Namun secara moral peran serta dalam membina narapidana atau bekas
yang lebih baik dan lebih positif. Kesadaran semacam ini merupakan hal
yang patut diketahui oleh narapidana agar dapat memahami arti dan
sehari-hari.
narapidana pria. Hal ini diatur dalam UU no. 12 Tahun 1995 tentang
laki.
berupa pelajaran PKK. Hal ini dimaksudkan supaya bila kelak mereka
berguna bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat pada umumnya serta
Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan
METODE PENELITIAN
spesialisasi. Pertama, ilmu hukum dapat dipelajari dan diteliti sebagai suatu “skin
in system” (studi mengenai law in book). Kedua, ilmu hukum dapat dipelajari dan
Penelitian terhadap ilmu hukum sebagai “skin in system” atau sering juga
2. Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan falsafah (dogma atau
Sedangkan penelitian terhadap ilmu hukum sebagai “skin out system” atau
sering juga disebut penelitian non doktrinal adalah penelitian yang berupa studi-
sosial lainnya.
Dalam penelitian hukum non doktrinal dibagi lagi dalam dua pendekatan
22
struktural-fungsional dan makro dan pendekatan simbolik-interaksional dan
what ought to be” dan tidak pula secara positivis sebagai norma ius constitutum
atau ” law as what it is in the book”, melainkan secara empiris sebagai “law as
ekslusif di dalam suatu sistem legitimasi yang formal. Oleh karenanya, konsep
hukum dari perspektif ini kini tampak sebagai fakta alami yang dapat diamati, dan
dikembangkan dalam pendekatan ini mempunyai ruang lingkup yang luas, makro
dan pada umumnya amat kuantitatif untuk mengelola data itu sangat masal.
A. Lokasi Penelitian
B. Fokus Penelitian
Yang menjadi fokus atau pokok persoalan dalam penelitian ini adalah;
Wanita Semarang.
1. Informan
2. Responden
Metode dan alat pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini
adalah:
1. Wawancara
1988: 115).
2. Observasi
3. Dokumentasi
Semarang.
Alasan-alasan penggunaan metode dokumentasi di dalam penelitian ini
adalah:
E. Validitas Data
diakui keabsahannya. Untuk dapat membuktikan kebenaran dari data yang ada
informasi yang diperoleh melalui alat dan waktu yang berbeda dalam metode
berkaitan.
berikut:
pengamatan
sumber data
wawancara
informan A
wawancara
informan B
1988: 20)
yang sistematis.
pembinaan narapidana.
Pengumpulan data
Penarikan kesimpulan/verifikasi
BAB IV
A. Hasil Penelitian
Semarang
dengan saat ini. Perubahan atau pergantian nama tersebut tidak sekedar
mengubah atau mengganti nama belaka, tetapi lebih dari itu merupakan
30
diterapkan karena memperlakukan narapidana dengan tidak baik dan jauh
berikut:
A2 : 9 orang
A3 : 18 orang
A4 : 1 orang
Jumlah : 33 tahanan.
B1 : 38 orang
B 2A : 14 orang
B 2B :-
III S : 1 orang
Keterangan
A1 : tahanan Polri
A2 : tahanan kejaksaan
Semarang.
Keterangan
KPLP: Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan
Tabel I. Berikut ini adalah daftar narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Klas II A Wanita Semarang.
1,88%.
dengan 1 tahun. Jika melihat hal ini jelas bahwa sebagian besar dari
harus mendapat masa pidana yang relatif lama. Bahkan diatara mereka ada
orang atau 9,43%, yang lulus D3 sebanyak 2 orang atau 3,77%, dan yang
lulus S1 sebanyak 1 orang atau 1,88%. Jika dilihat dari latar belakang
meskipun ada beberapa diantara mereka yang masih buta huruf. Namun
didominasi oleh mereka yang relatif masih muda. Narapidana wanita yang
sebanyak 2 orang atau 3,77%. Jika dilihat dari faktor usia, sebenarnya
sebagain besar dari narapidana wanita tersebut berada dalam usia yang
Tabel VII. Berikut ini adalah daftar narapidana yang berstatus sebagai
residivis.
No Nama Umur Jenis Kasus
1. LK 29 Narkoba
2. SS 45 Penipuan
3. NW 26 Penggelapan
4. NY 27 Narkoba
5. SPR 43 Penipuan
6. EB 37 Penggelapan
(Sumber data: bagian registrasi bulan Maret 2005)
Tabel VIII. Berikut ini adalah daftar narapidana yang dijadikan responden
No. Nama Umur Jenis Kasus
1. WN 33 Narkoba
2. RS 47 Penggelapan
3. DS 24 Narkoba
4. IF 23 Pembunuhan
5. MJ 27 Pembunuhan
6. RW 31 Narkoba
7. DA 24 Narkoba
8. SG 50 Penipuan
9. YL 33 Penipuan
10. HW 46 Uang Palsu
11. MY 45 Penculikan
12. CR 37 Pembunuhan
(Sumber data: bagian registrasi bulan November 2005)
Wanita Semarang.
diperlukan suatu bentuk pembinaan yang tepat agar bisa merubah para
menghuninya.
Adapun metode pembinaan yang dimaksud adalah:
a. Tahap Awal
b. Tahap Lanjutan
awal.
masing-masing.
Pembinaan tahap lanjutan ini berlaku dari 1/2 sampai dengan 2/3 masa
lain-lain.
c. Tahap Akhir
Pembinaan tahap akhir ini berlaku dari kurang lebih 2/3 masa pidana
security.
M. 02. PK. 04. 10 tahun 1990 tentang pembinaan narapidana dan UU no.
punya arah dan tujuan, jadi lebih tahu tentang agama dan selalu
agamanya.
kemajuan yang terjadi di dunia luar dan agar mereka punya bekal
fakta bahwa diatara para narapidana masih ada yang belum bisa
menjadi warga negara yang baik dan taat pada hukum dan dapat
b. Pembinaan Kemandirian
narapidana sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki. Misalnya saja
maka dia akan diarahkan pada keterampilan menjahit sampai dia benar-
WIB).
sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki oleh seorang narapidana.
Mereka boleh memilih jenis keterampilan yang sesuai dengan bakat dan
minat yang dimilikinya. Namun hal itu tidak terlepas dari penilaian yang
- Anna
- Laela
- Lantariatun
- Budi
- Rita
- Romdiyah
- Puji. S.
- Indah. F
- Sukoya
- Endang
- Giyanti
- Ismi
- Pariyah
- Resiyanti
- Wahyuningsih
- Harum
- Mitun
- Suhartinah
- Kunti
- Zamronah
- Suryanti
- Paryati
- S. Handayani
- Upi. S
- Lestari
- Esti
- Veranita
- Luki
- Yuni
- Dian
- Siti.M
- Nurhayati
- Haryanti
- Supriyanti
- Indah
- Monika
- Atik
- Sri Guno
- Puji
- Uun
- Sofi
- Henita
- Siska
- Rianawati
- Suhartinah
- Rela. H
- Wiwik. A
- Dince
- Suhartinah
- Siska
- Retno
kerjasama dengan pihak luar. Hal ini sesuai dengan UU no. 12 tahun 1995
- Polri
kepentingan lainnya.
- Kejaksaan Negeri
pengadilan.
Instansi lainnya
- Departemen Kesehatan
di dalam Lapas.
narapidana.
- Departemen Agama
keagamaan.
- Pemerintah Daerah
Perpusda.
Pihak swasta
- Perorangan
- Kelompok
- Perusahaan
instansi lain, perawatan kepada para narapidana merupakan hal yang tidak
kalah penting dalam pelaksanaan pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.
a. Penyediaan perlengkapan
b. Penyediaan makanan
yang sesuai dan layak dengan jumlah makanan serta kalori yang diatur
untuk pagi, siang dan sore. Untuk narapidana wanita yang berpuasa
juga dapat menerima makanan dan minuman dari pihak lain seperti
c. Perawatan Kesehatan
narapidana wanita juga dapat dikirim ke rumah sakit umum atas ijin
Hal serupa juga diungkapkan oleh ibu Sri Utami, petugas bimpas
yang mengatakan bahwa jika ada narapidana yang sakit, maka akan
sakit, pihak lapas selama ini bekerja sama dengan pihak Rumah Sakit
supaya setelah mereka keluar dari lapas, mereka tidak lagi mengulangi
pembinaan lain. Hal ini bisa dilihat dari jadwal pembinaan keterampilan
yang dilakukan hampir setiap hari. Lapas Klas IIA Wanita Semarang
tersebut dapat berguna atau tidak, hal itu dikembalikan lagi pada pribadi
akan memanfaatkan atau tidak sebagai bekal setelah bebas sangat sulit
Dituntut peran besar dari lapas Klas IIA Wanita Semarang untuk
percaya diri dan lebih mandiri sehingga ia telah siap apabila keluar dari
merasakan adanya perubahan ke arah yang lebih baik pada dirinya. Seperti
kepribadiannya.
masyarakat setelah keluar dari lapas. Akan tetapi dia tidak bisa menjamin
WIB).
Bimpas, hal seperti ini tidak hanya terjadi pada narapidana F saja, akan
pembinaan tersebut.
percaya diri. Ketika seorang narapidana yang bebas dari hukuman, namun
ia tidak mempunyai rasa percaya diri yang baik, maka tujuan dari
bertambah besar. Hal ini selain merugikan narapidana itu sendiri sekaligus
Dengan fakta yang demikian akan sangat sulit bagi mereka untuk
diri sendiri.
berkelakuan buruk dan resiko terbesar yang akan diterima oleh narapidana
itu adalah tidak didapatkannya remisi (pengurangan masa hukuman) dan
yang masuk ke dalam sel tersebut, setelah keluar dari sana akan terlihat
WIB)
Hal senada diungkapkan oleh ibu Sri Utami, petugas Bimpas yang
kehilangan remisinya dan ditempatkan di sel khusus. Hal ini tentu saja
akan merugikan narapidana itu sendiri, oleh karena itu mereka diharuskan
baik, niscaya proses pembinan akan berjalan lancar dan tidak akan
menemui hambatan. Dari wawancara dengan beberapa narapidana dan
terjalin antara mereka selama ini berjalan cukup baik. Tidak ada hubungan
terlihat akrab, hal ini terlihat ketika proses pembinaan diberikan maupun
ketika ada waktu luang, petugas dan para narapidana saling berkomunikasi
Pembinaan narapidana wanita tidak akan ada artinya jika tidak ada
respon yang positif dari narapidana itu sendiri. Meskipun sebagian besar
agar mereka dapat menerima pembinaan itu dengan baik. Kesulitan yang
lain yang ditemui adalah rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki para
narapidana, bahkan diantara mereka ada beberapa yang tidak bisa baca
dan tulis.
Dalam mengatasi permasalahan ini, pihak Lembaga
baca dan tulis, mereka diberikan pelajaran baca dan tulis dan diusahakan
agar setiap waktu yang dimiliki narapidana itu digunakan untuk belajar.
maksimal dari kedua belah pihak, niscaya perbedaan itu tidak akan
satu dengan yang lain. Terlepas dari hambatan yang ditemui, proses
berguna.
B. Pembahasan
satu unit pelaksana sistem hukuman penjara mempunyai peran yang cukup
Lapas khusus karena hanya membina para narapidana wanita. Secara garis
pembina atau paket pembinaan bagi narapidana telah disediakan dari atas.
Klas IIA Wanita Semarang pembinaan ini meliputi berbagai jenis kegiatan
pelajaran agama Islam dan Kristen setiap hari selasa, rabu dan kamis,
pengajian dan kebaktian gereja setiap hari jum’at dan sabtu. Semua
kegiatan ini wajib diikuti oleh seluruh narapidana wanita yang ada,
kelemahan, yakni bentuk pembinaan yang telah disediakan dari atas tidak
dilakukan, yang diterima hanya sebagai pengisi waktu luang saja dan tidak
dan bakat yang dimilki oleh seorang narapidana wanita. Tim ini dikenal
untuk diketahui bakat dan minat yang dimiliki. Setelah itu barulah seorang
smook, renda, menjahit dan kursus menjahit, bordir serta salon. Dari
kegiatan kristik, hal ini dikarenakan jenis kegiatan ini relatif mudah
hari diberikan. Kegiatan ini dilakukan dalam satu ruangan yakni ruang
(Bimker).
wanita, kerjasama yang dilakukan dengan pihak dari luar juga tidak kalah
sekaligus pemasaran hasil produksi dari para narapidana. Hasil kerja dari
masyarakat secara wajar. Narapidana wanita sebagai salah satu bagian dari
berjalan efektif. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara dengan
petugas Lapas maupun narapidana wanita itu sendiri. Selama menjalankan
menerima pembinaan dengan baik. Hal ini diakui sendiri oleh seluruh
mereka setelah keluar dari Lapas. Hampir seluruh narapidana yang penulis
dari Lapas, hal ini dilakukan agar mereka tidak lagi mengulangi
kemandirian pada diri mereka. Oleh karena itu lapas wanita Semarang
bagi mereka kelak setelah keluar dari dalam lapas. Kepribadian yang
nantinya.
kejahatan lebih dari satu kali dan terbukti di dalam pengadilan sehingga
dia harus kembali lagi ke dalam Lapas untuk menerima pembinaan. Hal
terhadap narapidana itu telah gagal karena tidak memenuhi sasaran yang
menyangkut hal ini pihak Lapas wanita Semarang tidak bisa memberikan
bergerak ke arah yang positif, maka dapat dikatakan bahwa separuh dari
itu bergerak ke arah yang negarif, maka hal itu akan menjadi faktor
serta hukuman yang lain menjadi suatu hal yang paling ditakuti oleh
Semarang sangat beragam, bahkan diantara mereka ada yang belum bisa
membaca dan menulis alias buta huruf. Hal ini menimbulkan kesulitan
pihak dari luar terutama untuk pembinaan yang bersifat non teknis. Faktor
anggaran dana yang tidak sedikit. Jika anggaran dana untuk pembinaan
produksi tidak akan berkembang dan hanya cukup untuk sirkulasi modal
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara garis besar, pola pembinaan yang diberikan di Lapas Klas IIA
lagi kepada narapidana itu sendiri. Pihak Lapas tidak dapat memberikan
lebih baik.
74
3. Hambatan-hambatan yang ditemui dalam proses pembinaan lebih banyak
berasal dari diri narapidana itu sendiri seperti latar belakang narapidana
dari luar.
B. Saran
2. Pihak Lapas Klas IIA Wanita Semarang sebagai tempat untuk membina
pembinaan terhadap para narapidana wanita agar bisa dijadikan bekal bagi
Harsono Hs, C.I. 1995. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan
Supranto, J. 2003. Metode Penelitian Hukum dan Statistik. Jakarta: Rineka Cipta
PP No. 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
Binaan Pemasyarakatan
76