Anda di halaman 1dari 25

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH

KABUPATEN BANGKALAN

TENTANG

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEKERASAN SERTA BULLYING


DALAM KONTEKS PENDIDIKAN

Dosen Pengampu :

M. Sholeh, S.H., M.H.

Disusun Oleh :

1. Rian Sauki (200111100191)


2. Eva Dwi Nur Aini (210111100129)
3. Vania Armilda Sari Nugroho (210111100137)
4. Febri Khoirul Auni (210111100246)
5. Nur Aini Risqi Yolandari (210111100253)

KEMETERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

BANGKALAN

2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Di Indonesia perkembangan hukum sudah sangat bervariatif dalam berbagai
bidang. Dengan adanya perkembangan yang bervariatif maka bentuk kejahatan juga
dimungkinkan dapat terjadi di lingkungan Masyarakat hingga kedalam lingkungan
generasi muda milenial. Dalam masa remaja merupakan suatu periode baru dalam
kehidupan seseorang, dengan ditandai beberapa perubahan seperti halnya secara fisik,
kognitif, sosial, dan psikologis. Hal tersebut dapat memunculkan sifat egiosentrisme
dan adanya keinginan ingin diperhatikan dari orang lain. Sifat egoisentrime ini
merupakan pemicu adanya tindakan kekerasan biasnya disebut bullying. Bullying
ialah perilaku negatif yang mengakibatkan sesorang tersebut dalam keadaan terbilang
yang tidak nyamanatau terluka dan biasanya terjadi berulang kali. Sasaran tempat
biasanya sekolah dikarenakan termasuk tempat yang ideal untuk memunculkan
perilaku bullying bahkan korbanya kebanyakan anak remaja itu sendiri. Perilaku ini
tentunya dapat membawa dampak buruk terutama bagi korbannya. Apabila di biarkan
dapat memakan korban secara berkepanjangan. Tidak sedikit juga korban bullying
mengalami depresi hingga berusaha bunuh diri. Masalah kekerasan dan bullying ini
telah masuk pada pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang mana perilaku ini juga dapat
berakibatkan pada penghambatan kecerdasan kehidupan anak – anak ataupun
masyarakat di Kabupaten Bangkalan.
Kekerasan adalah semua bentuk perilaku verbal non ferbal yang dilakukan
oleh seseorang terhadap orang lain sehingga menyebabkan efek negatif secara fisik
maupun psikologis pada orang yang menjadi sasarannya. Kasus kekerasan dan
bullying terutama dilingkungan sekolah sudah tidak asing lagi, baru-baru ini di tahun
2023 sudah ada beberapa kejadian kekerasan dan bullying yang terjadi di lingkungan
sekolah yang pastinya sangat mempengaruhi kejiwaan sang anak sehingga anak
tersebut dapat mengalami trauma yang cukup besar.

Kekerasan dan Bullying ini didasari beberapa macam faktor, diantaranya rasa
iri, dendam, adanya keinginan untuk menguasai, penilaian yang berbeda yang mana
(korban) berbeda dengan sekitarnya, dan juga masih banyak hal – hal lainnya yang
mengakibatkan adanya perilaku kekerasan dan juga bullying ini terjadi. Kekerasan
merupakan hal yang sama dengan penyiksaan yang mana, menurut Undang – Undang
Nomor 39 Tahun 1999 pasal 1 ayat (2) tentang hak asasi manusia, berbunyi
“penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga
menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani
pada seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang ataupun
orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau
diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketua, atau mengancam atau
memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada
setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan
oleh atas hasutan dari dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau
pejabat publik.”
Sebagaimana Negara Hukum Indonesia telah mengatur Bullying dalam Pasal
54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak :
a. Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan
perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan
kejahatan lainnya yang dilakukan pendidik, tenaga kependidikan, sesama
peserta didik, dan/atau pihak lain.
b. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik,
tenaga kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
Maka dari itu dengan adanya perilaku/tindakan yang tidak patut untuk
dilakukan. Untuk itu sebaiknya dilakukan pencegahan, sehingga hal ini tidak akan
terjadi lagi. Dengan cara memberikan hukuman bagi para pelaku dengan maksud
sebagai efek jera, sehingga para pelaku yang masih duduk di bangku sekolah tidak
akan lagi dengan mudah melakukan penindasan bagi teman sebagainya. Sehingga hal
tersebut juga membutuhkan adanya suatu perlindungan khususnya bagi korban
kekerasan dan bullying. Perlindungan sendiri merupakan segala hal ataupun perbuatan
yang dilakukan untuk memberikan rasa aman terhadap seseorang ataupun kelompok.
Dimana perlindungan sini sangat perlu dilakukan terhadap masalah tersebut
mengingat banyaknya kasus yang terjadi dan juga dampak yang hebat bagi para
korbannya.
Dengan adanya permasalahan tentang kekerasan dan bullying yang semakin
marak di daerah Kabupaten Bangkalan maka pemerintah Kabupaten Bangkalan akan
melakukan pembuatan peraturan sebagai bentuk perlindungan hukum yang mengatur
mengenai pencegahan dan penanggulangan kekerasan dan bullying dalam konteks
pendidikan yang ada di Kabupaten Bangkalan.
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasrkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi
masalah pada perumusan dan kajian Naskah Akademik Pencegahan dan Perlidungan
Kekerasan serta Bullying dalam Konteks Pendidikan di Kabupaten Bangkalan sebagai
berikut :

1. Apa faktor-faktor penyebab utama terhadap kasus kekerasan dan bullying di


lingkungan sekolah di Kabupaten Bangkalan ?
2. Bagaimana upaya yang dilakukan untuk pemberantasan tindakan kekerasan dan
bullying dalam lingkup sekolah di Kabupaten Bangkalan?

1.3 TUJUAN DAN KEGUNAAN


Pembuatan naskah akademik ini memiliki tujuan untuk melakukan analisa
sebagai landasan ilmiah untuk penyusunan rancangan Peraturan Daerah tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan serta Bullying dalam Konteks
Pendidikan di Kabupaten Bangkalan sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan
untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih aman dan inklusif dimana
siswa/siswi merasa dilindungi dan didukung dalam menghadapi tantangan seperti
halnya kekerasan dan bullying.

Adapun tujuan dari disusunnya naskah akademik ini yaitu sebagai berikut :
1) Untuk mengidentifikasi kebutuhan akan regulasi hukum yang efektif untuk
pencegahan dan penanggulangan kekerasan serta bullying di lingkungan
pendidikan;
2) Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terutama orang tua, siswa/siswi,
serta guru terhadap dampak negatif dari kekerasan dan bullying;
3) Untuk meningkatkan keamanan dan kesejahteraan siswa di lingkungan
pendidikan.

Adapun kegunaan disusunnya naskah akademik ini diharapkan :


a. Bagi Pemerintah Kabupaten Bangkalan
1) Dapat memberikan pemahaman kepada para pihak (stakeholders) pengambil
kebijakan terhadap Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan serta Bullying
dalam Konteks Pendidikan di Kabupaten Bangkalan;
2) Dapat memberikan kerangka hukum (legal Framework) bagi perumusan
ketentuan dan pasal-pasal dari Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Kekerasan serta Bullying dalam Konteks Pendidikan di
Kabupaten Bangkalan.
b. Bagi Masyarakat
1) Diharapkan dapat menjadikan aturan/pedoman ini sebagai dasar meningkatkan
kesadaran masyarakat Kabupaten Bangkalan terhadap pentingnya pencegahan
dan penanggulangan kekerasan serta bullying di lingkungan sekolah;
2) Mendukung dan menjadi mitra pemerintah dalam melaksanakan pengaturan
pencegahan dan penanggulangan kekerasan serta bullying dalam konteks
pendidikan secara seksama dengan penuh kesadaran sehingga tercipta
lingkungan pendidikan yang aman.

1.4 METODE PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK


Dalam penyusunan naskah akademik ini menggunakan pendekatan secara
yuridis empiris, dimana penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi
ketentuan hukum normatif secara langsung pada setiap peristiwa hukum tertentu yang
terjadi dalam masyarakat di daerah Kabupaten Bangkalan. hal tersebut mengkaji
dengan memandang hukum sebagai kenyataan, mencakup kenyataan sosial, kenyataan
kultur, dan lain-lain. Kajian empiris membahas bagaimana hukum pada kenyataannya
dalam hal ini kasus kekerasan dan bullying di lingkungan sekolah Kabupaten
Bangkalan.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tipe penelitian deskriftif dengan


menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena peneliti dapat
memecahkan masalah dengan menggambarkan keadaan objek peneliti berdasarkan
fakta-fakta yang ada dan dideskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa yang
diperoleh dari observasi, wawancara, serta dokumen. Melalui penelitian kualitatif
deskriptif, peneliti bermaksud untuk menggambarkan kejadian atau fenomena sesuai
dengan apa yang terjadi dilapangan, serta data yang dihasilkan berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati yang berkaitan dengan
penanganan korban kekerasan dan bullying di lingkungan sekolah daerah Kabupaten
Bangkalan.

BAB 2

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis
1. Pengertian Kekerasan dan Bullying

Kekerasan merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum, baik yang hanya
berupa perbuatan mengancam, maupun perbuatan yang mengarah pada perbuatan
nyata yang menimbulkan kerugian materiil, kerusakan benda, atau bahkan dapat
mengakibatkan kematian pada seseorang.1 Kekerasan merupakan suatu tindakan yang
mana hal tersebut sengaja dilakukan oleh suatu individu ataupun kelompok yang
memiliki maksud menindas yang dirasa seseorang atau kelompok tersebut lebih lemah
dari pelakunya agar merasakan penderitaan secara terus-menerus. Biasanya kekerasan
ini tertuju pada tindak kekerasan fisik, namun terdapat pula kekerasan psikis.
Kekerasan fisik merupakan sebuah tindakan yang bertujuan menyakiti bagian tubuh
ataupun fisik orang yang dituju. Sedangkan, kekerasan psikis merupakan sebuah
kekerasan yang mana ditujukan kepada mental seseorang yang biasanya dilakukan
dengan memaksa orang lain untuk melakukan sesuatu yang tidak disukainya.
Tindakan kekerasan ini tidak hanya ada di lingkungan masyarakat namun sebagian
besar berada di lingkungan sekolah.

Dengan adanya perkembangan teknologi saat ini menjadikan tindak kekerasan


semakin merajalela. Sasaran utama pastinya anak dibawah umur yang saat ini dengan
mudahnya dapat membaca berita atau menonton video dan sebagainya yang tidak
sesuai dengan umurnya sehingga anak-anak tersebut meniru perilaku yang tidak
terpuji itu. Pada dasarnya anak dibawah umur cenderung meniru hal-hal yang mereka
1
R S Sangalang, ‘Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dalam Lingkungan
Pendidikan’, Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai, 11.1 (2022), 75–93
<http://journal.stihtb.ac.id/index.php/jihtb/article/view/230%0Ahttps://journal.stihtb.ac.id/index.php/jihtb/
article/download/230/90>.
lihat dan sebagian besar anak-anak tersebut tidak dapat menyaring apakah suatu hal
yang mereka lihat itu baik ataupun buruk. Dapat dilihat tahun belakangan ini kasus
kekerasan pada anak dalam bentuk yang beragam semakin meningkat dan
mengkhawatirkan. Kasus - kasus tersebut dapat terjadi pada setiap golongan
masyarakat dan diberbagai daerah manapun di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan
adanya budaya patriarki disuatu daerah menjadi salah satu penyebab mengapa kasus
ini selalu meningkat, terlebih kekerasan seksual pada anak atau yang dikenal dengan
inses domestik.2

Bullying berasal dari Bahasa inggris, yaitu kata bull yang berasal dari banteng
yang senang merunduk kesana kemari. Dalam Bahasa Indonesia, secara etimologi
kata bully berarti penggertak, orang yang menggangu orang lemah.3 Bullying adalah
suatu bentuk perilaku kekerasan yang melibatkan secara psikologis atau pun fisik
terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau
sekelompok orang.4 Bullying menjadi kebiasaan yang buruk yang saat ini dianggap
hal yang di normalisasikan bagi sebagian orang, yang mana menganggapnya
merupakan suatu hal yang biasa terjadi pada anak-anak. Biasanya pelaku bullying ini
merupakan orang yang merasa dirinya berkuasa atau memiliki kuasa yang sengaja
mengintimidasi korbannya dengan motif-motif tertentu.

Sejumlah kasus bullying yang ada di Indonesia lebih sering terjadi di kalangan
sekolah. Biasanya sekolah dapat dijadikan tempat berlangsungnya kekerasan dan
bullying tersebut yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter serta nilai
kemanusiaan. Bullying di sekolah merupakan akibat dari interaksi sosial antara
pelaku dan korban yang tergabung dalam sekolah, budaya sekolah, dan lingkungan
kelas yang kurang kondusif terhadap pembelajaran dan perilaku siswa di sekolah. 5
Banyaknya korban akibat dari perilaku bullying ini, sehingga hal tersebut seharusnya
di perhatikan dan perlu adanya perlindungan terhadap korban-korban dari tindakan
bullying. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberi pengertian bullying
2
Mulyawati Nur Alifia, Nurhablisyah Nurhablisyah, and Ndaru Ranuhandoko, ‘Perancangan Buku Ilustrasi
Kekerasan Seksual Domestik Pada Anak’, Cipta, 1.2 (2022), 251–68
<https://doi.org/10.30998/cipta.v1i2.1661>.
3
ELA ZAIN ZAKIYAH, SAHADI HUMAEDI, and MEILANNY BUDIARTI SANTOSO, ‘Faktor Yang
Mempengaruhi Remaja Dalam Melakukan Bullying’, Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada
Masyarakat, 4.2 (2017), 324–30 <https://doi.org/10.24198/jppm.v4i2.14352>.
4
Adiyono Adiyono and others, ‘Peran Guru Dalam Mengatasi Perilaku Bullying’, Al-Madrasah: Jurnal
Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, 6.3 (2022), 649 <https://doi.org/10.35931/am.v6i3.1050>.
5
Ariefa Efianingrum, ‘MEMBACA REALITAS BULLYING DI SEKOLAH : TINJAUAN
MULTIPERSPEKTIF SOSIOLOGI’, Jurnal Dimensia, 7 (2018), 1–12.
merupakan sebagai kekerasan fisik dan psikologis berjangka panjang yang dilakukan
seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri
dalam situasi di mana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang atau membuat
orang tertekan, trauma atau depresi dan tidak berdaya.6

Angka terjadinya bullying di kalangan sekolah menunjukkan prevalensi yang


semakin meningkat di berbagai tempat. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
telah menganggap masalah bullying di kalangan pendidikan termasuk masalah yang
sering terjadi dan tergolong masih banyak terjadi terutama di lingkup pendidikan.
Terdapat beberapa kategori kasus yang diawasi diantaranya yaitu anak yang menjadi
korban dan pelaku tawuran, anak yang menajdi korban kebijakan, serta anak yang
menajadi korban dan pelaku kekerasan dan bullying. 7 Melihat angka kasus kekerasan
dan bullying di lingkup sekolah yang terbilang masih tinggi dan memprihatinkan,
mengingat pendidikan di sekolah diharapkan dapat dijadikan sebagai kegiatan
pembelajaran terhadap nilai kemanusiaan, namun kenyataannya masih banyak yang
menjadikan sekolah sebagai praktik perilaku pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan.
Bullying yang terjadi di sekolah memiliki 3 karakteristik yang terintegrasi yaitu: 1)
Tindakan yang sengaja dilakukan pelaku untuk menyakiti korban, 2) Tindakan yang
dilakukan tidak seimbang sehingga menimbulkan rasa tertekan pada korban, dan 3)
Tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang (Astuti, 2008).8

Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya bullying pada usia sekolah
(6-15 tahun), masa dimana anak mulai terpisah dari kelompok keluarga dan terpapar
pada lingkungan sosial yang akan mempengaruhi interaksinya dengan teman sebaya.
Peneliti dari Kings College London mempelajari sekitar 7.771 anak dan sekitar
seperempat dari mereka (28%) menjadi korban bullying antara usia 7 hingga 11 tahun
dan hal ini berlanjut hingga usia 50 tahun (Renny, 2014). 9

Kekerasan dan bullying yang kita teliti/kaji merupakan suatu hal yang sama.
Dimana bullying disini juga termasuk dengan kekerasan yang dilakukan oleh pihak
pelaku. Pada kenyataannya bullying ini tidak hanya menyerang psikis seseorang
6
Yuli Permata Sari and Welhendri Azwar, ‘Fenomena Bullying Siswa: Studi Tentang Motif Perilaku Bullying
Siswa Di SMP Negeri 01 Painan, Sumatera Barat’, Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, 10.2
(2018), 333–67 <https://doi.org/10.24042/ijpmi.v10i2.2366>.
7
Ariefa Efianingrum, ‘MEMBACA REALITAS BULLYING DI SEKOLAH : TINJAUAN
MULTIPERSPEKTIF SOSIOLOGI’, Jurnal Dimensia, 7 (2018), 1–12.
8
Lina Muntasiroh, ‘Jenis-Jenis Bullying Dan Penanganannya Di Sd N Mangonharjo Kota Semarang’, Jurnal
Sinektik, 2.1 (2019), 106 <https://doi.org/10.33061/js.v2i1.2983>.
9
Ibid.
namun juga menyerang fisik seseorang dengan cara melakukan kekerasan tersebut.
Biasanya yang dilakukan oleh pelaku bullying ini dapat secara verbal maupun non-
verbal. Hal yang perlu kita ketahui bahwasanya banyaknya kasus – kasus bullying dan
juga banyak memakan korban ini semakin meningkat seiring dengan berjalannya
waktu. Sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan yang komprehensif dengan
melibatkan berbagai pihak seperti baik orang tua, guru, maupun masyarakat sekitar.
Serta juga diperlukannya perlindungan oleh pihak yang berwenang terhadap korban
kekerasan dan bullying yang harus di perhatikan dan di tegakkan kembali.

2. Jenis – jenis Kekerasan dan Bullying

Dari beberapa kasus kekerasan dan bullying yang ada di lingkup sekolah
terdapat beberapa jenis yang termasuk dalam bullying serta memiliki gaya
perlakuan yang berbeda. Dimana pihak pelaku akan menggunakan taktik yang
berbeda untuk mengintimidasi dan mengendalikan korbannya. Adapun beberapa
jenis kekerasan dan bullying diantaranya yaitu :

1) Bullying secara Verbal.

Jenis bullying ini berupa tindakan menghina, mencela, atau


melecehkan secara verbal korban dengan kata-kata kasar yang merendahkan
dan menyakitkan, sehingga menjadikan korban kurang percaya diri ataupun
depresi.(lina) Hal ini sering dijumpai pada lingkungan anak serta tanpa
disadari lakukakn oleh pelaku tersebut. Adapun contoh dari bullying secara
verbal yang sering dilakukan /terjadi yaitu :

a. Menghina/Mengejek/Mencela
Pelaku biasanya secara berlebihan mengatakan hal yang merendah-
kan, dan meremehkan dengan maksud menyakiti perasaan korban atau
mempermalukan korban didepan orang lain.
b. Memberi Panggilan Nama
Pelaku biasanya memberikan nama atau julukan kepada korban
yang sifatnya merendahkan dan membuat malu dan sampai tidak percaya
diri kepada korban.
c. Mengintimidasi
Pelaku biasanya mengintimidasi dalam artian mengancam korban
agar takut bahkan tunduk kepada pelaku.
d. Memaki
Pelaku biasanya mengucapkan kata-kata keji, tidak pantas untuk
menyatakan kemarahan atau kejengkelan terhadap korban.

2) Bullying Fisik.
Bullying secara fisik atau Physical Bullying adalah jenis perilaku
bullying yang paling jelas dan dapat dilihat jika terjadi di lingkungan anak.
Pelaku biasanya memberikan kekerasan secara fisik yang membuat korban takut
dan menuruti apa yang pelaku inginkan. Diantaranya memukul, me-nendang,
mencakar, menggigit, meludah kearah korban hingga menimbulkan luka fisik
atau cidera. Jenis bullying ini paling berbahaya karena selain memberi dampak
ke fisik korban juga dapat memberi dampak ke psikis korban serta akan
menimbulkan trauma terhadap korban.

3) Bullying Sosial
Jenis Bullying yang ketiga ialah bullying sosial. Bullying ini berupa
tindakan mengecualikan, mengisolasi, atau menyebarkan gosip dan fitnah
tentang korban. Pelaku juga bisa memanfaatkan media sosial atau teknologi
untuk menyebarkan pesan negatif tentang korban bullying tersebut. Bullying
sosial ini biasanya akan menyebabkan korbannya menjadi tidak mau bergaul
dengan orang lain.

4) Bullying Emosional
Bullying secara emosional seringkali dilakukan oleh pelaku bullying
dengan tujuan menimbulkan tekanan emosional pada korbannya. Bullying
secara mental tidak bisa dianggap remeh karena perilaku bullying ini dapat
membuat korbannya menjadi depresi, stres, cemas, serta kehilangan
kepercayaan diri melalui ancaman, intimidasi, dan hinaan. Hal ini dapat
mencakup ancaman untuk menyakiti korban atau membahayakan keselamatan
mereka. Terdapat beberapa contoh bullying secara emosional diantaranya :
a. Menyebarkan Gosip
Perilaku Bullying ini yang sering ditemukan di seluruh kalangan,
termasuk di lingkungan anak, Biasanya para pelaku menyebarkan berita-
berita yang tidak benar yang merujuk kepada korban. Sehingga dampaknya
korban akan dijauhi oleh orang yang berada di sekitarnya.
b. Menghasut
Perilaku Bullying ini juga sering ditemukan, biasanya para pelaku
menghasut korban agar terpancing dan marah. Dampaknya korban akan
terpancing dan melakukan tindakan yang tidak terpuji.

5) Bullying Dunia Maya

Tindakan bullying tidak hanya terjadi di dunia nyata saja, akan tetapi
dapat juga terjadi pada media sosial. Bullying seperti ini dinamakan cyber
bullying, yang kerap dialami oleh para selebritis oleh hatersnya. Meskipun
mungkin korban tidak mengenal pelaku, namun dampak dari cyberbullying ini
sama buruknya. Komentar yang tidak menyenangkan, menyindir atau
mengintimidasi merupakan contoh dari tindakan bullying siber. Bullying jenis
ini tidak hanya terjadi pada orang-orang terkenal saja, tetapi juga pada orang
biasa, termasuk siswa sekolah. Diketahui saat ini hampir semua pelajar pasti
menggunakan media sosial. Artinya, semakin besar juga peluang untuk
melakukan tindakan bullying melalui media sosial.

3. Faktor Kekerasan dan Bullying

Menurut Ariesto (2009), Kekerasan dan Bullying juga memeiliki


beberapa faktor penunjang adanya tindakan tersebut diantaranya yaitu :

a. Faktor Keluarga

Faktor terdekat dari penyebab terjadinya bullying yaitu keluarga,


biasanya pelaku bullying seringkali berasal dari keluarga yang sedang ada
problem/masalah, seperti orang tua yang sering menghukum anaknya
secara berlebihan, orang tua yang selalu bertengkar didepan anaknya.
Disisi lain pola hidup orang tua yang berantakan, terjadinya perceraian
orang tua yang tidak stabil perasaan dan pikirannya, orang tua yang saling
mencaci maki, menghina, bermusuhan dan tidak pernah akur, hal tersebut
akan memicu terjadinya depresi dan stress bagi anak. Seorang remaja yang
tumbuh dalam keluarga yang menerapkan pola komunikasi negatif seperti
sindiran tajam akan cenderung mempelajari dan mengamati perilaku yang
dilakukan oleh orang tua mereka yang kemudian menirunya kepada
teman-temannya.

b. Faktor Sekolah
Dalam faktor ini kecenderungan pihak sekolah yang sering
mengabaikan keberadaan bullying menjadikan siswa/mahasiswa yang
menjadi pelaku bullying semakin mendapatkan penguatan terhadap
perilaku tersebut. Selain itu, bullying dapat terjadi kalangan pendidikan
jika pengawasan dan bimbingan etika dari para guru/dosen rendah, sekolah
dengan tingkat kedisiplinan yang lemah, bimbingan yang tidak layak dan
peraturan yang tidak konsisten. Hal tersebut dapat menajdikan para pelaku
akan terus melakukan bullying kepada korban karena tidak adanya sikap
tegas terhadap pihak sekolah dan tidak ada sikap dalam melindungi para
korban bullying.
c. Faktor Media Massa
Kebanyakan diusia anak-anak selalu meniru adegan-adengan film
yang ditontonnya, seperti gerakannya dan kata-katanya. Hal ini dapat
menciptakan perilaku anak yang keras dan kasar yang selanjutnya memicu
terjadinya bullying yang dilakukan oleh anak-anak terhadap teman-
temannya di sekolah.
d. Faktor Budaya
Faktor kriminal budaya menjadi salah satu penyebab munculnya
perilaku bullying. Suasana politik yang kacau, perekonomian yang tidak
menentu, prasangka yang dikrisminasi, konflik dalam masyarakat, dan
ethnosentrisme. Hal ini dapat mendorong anak-anak san remaja menjadi
seorang yang depresi, stress, arogan bahkan kasar.
e. Faktor Teman Sebaya
Kelompok teman sebaya yang memiliki masalah di sekolah akan
memberikan dampak yang buruk bagi teman-teman lainnya seperti
berperilaku dan berkata kasar terhadap guru atau antar sesame teman dan
membolos. Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah dan dengan di
sekitar rumah, terkadang kala terdong untuk melakukan bullying. Beberapa
anak melakukan bullying hanya untuk membuktikan kepada teman
sebayanya agar diterima dalam kelompok-kelompok tersebut, walaupun
sebenarnya mereka tidak nyaman melakukan hal tersebut.
f. Faktor Kondisi Lingkungan Sosial
Faktor selanjutnya yaitu kondisi lingkungan sosial, salah satunya yaitu
kemiskinan. Pelaku bullying akan melakukan apa saja demi memenuhi
kebutuhan hidupnya contohnya seperti pemalakan, pemerasan, dll.

4. Dampak bagi Korban Bullying


Tindakan bullying dilakukan tanpa memikirkan kondisi korban.
Banyak kasus putus sekolah bahkan bunuh diri karenakan pembullyan di
sekolah. Dampak negatif yang ditimbulkan dari bullying adalah:
a) Takut atau malas berangkat ke sekolah
Korban pelecehan atau pelecehan akan memiliki kenangan yang tidak
menyenangkan seperti makian dan rasa sakit di sekujur tubuh jika menjadi
korban pelecehan fisik. Hal ini membuat korban tidak ingin mengalami hal
serupa. Dari situlah timbul rasa malas dan takut ketika harus pergi ke
tempat korban bullying, yakni di sekolah.
b) Menurunnya prestasi akademik
Pelecehan tidak hanya berdampak pada kondisi fisik korban. Tindakan ini
juga menimbulkan dampak psikologis pada korbannya, seperti rasa takut.
Rasa takut yang berlebihan sangat membebani pikiran korbannya dan
dapat membuyarkan konsentrasinya yang tadinya terfokus pada suatu hal,
kini lebih memikirkan ketakutan yang sedang dihadapinya.
c) Merasa tidak dikenali oleh lingkungan sekitar
Pelecehan yang dialami oleh korban intimidasi terjadi ketika dia
menyadari bahwa tidak ada orang yang bisa membantunya keluar dari
situasi intimidasi dan ejekan serta tawa membuatnya merasa tidak
menghormatinya.
d) Berkurangnya kemampuan sosial dan emosional
Kemampuan ini dikembangkan pada anak yang bersekolah di PAUD atau
PAUD. Tujuan dari pengembangan kemampuan ini adalah untuk
membentuk potensi anak, membantu anak lebih mudah beradaptasi dengan
lingkungan dan menerima keadaan serta kondisi lingkungan di mana ia
tinggal.
e) Kesulitan memahami diri sendiri, mengalami kecemasan berlebihan.
Banyak menerima perilaku yang tidak pantas atau mendengar komentar
atau perkataan buruk yang diucapkan tentang korban, membuat korban
merasa bahwa apa yang dikatakan penyerang adalah benar, sehingga
korban tidak dapat memahami dan memahami diri sendiri sebagaimana
mestinya.
f) Berpartisipasi dalam kekerasan untuk membalas dendam atau
pembalasan. Misalnya, seorang pria yang ditindas oleh seorang wanita
mungkin menjadi seorang misoginis. Contoh lainnya adalah ketika
seseorang mengalami perundungan yang cukup parah dan tidak mampu
lagi mengatasinya, maka orang yang menjadi korban akan
mengungkapkan ketakutan, perasaan, dan kekhawatirannya terhadap orang
lain dengan melakukan hal yang sama terhadap apa yang dialaminya.
g) Menjadi pengguna obat-obatan terlarang.
Rasa takut, cemas, dan tidak adanya orang yang bisa mengeluh atau tetap
tenang, gigih, dan tegar terhadap perundungan yang berlebihan
menyebabkan korbannya lari menggunakan obat-obatan terlarang untuk
menenangkan diri. Mengalami gangguan jiwa, seperti depresi, rendah diri,
cemas, sulit tidur, ingin mencelakai diri sendiri atau bahkan bunuh diri.

5. Pihak yang Terlibat dalam Kasus Bullying


1) Bullies (Pelaku)
Pelaku Bullying yaitu sesorang yang secara fisik atau verbal
melukai orang lain yang dilakukan secara berulang-ulang. Pelaku bullying
cenderung mendominasi orang lain dan memiliki kemampuan sosial dan
pemahaman akan emosi orang lain yang sama.;
Menurut Stephenson dan Smith (dalam Sullivan, 2000), tipe pelaku
bullying antara lain:
a) Tipe percaya diri, secara fisik kuat, menikmati agresifitas, merasa
aman dan biasanya popular;
b) Tipe pencemas, secara akademik lemah, lemah dalam berkonsen-trasi,
kurang populer dan kurang merasa aman, dan;
c) Pada situasi tertentu pelaku bullying bisa menjadi korban bullying.10
Menurut Astuti (2008) pelaku bullying biasanya agresif baik secara
verbal maupun fisikal, ingin popular, sering membuat onar, mencari-cari
kesalahan orang lain, pendendam, iri hati, hidup berkelompok dan
mengua-sai kehidupan sosial di sekolahnya. Selain itu pelaku bullying juga
menempatkan diri di tempat tertentu di sekolah atau di sekitarnya, merupa-
kan tokoh popular di sekolahnya, gerak geriknya sering kali dapat di-
tandai dengan sering berjalan di depan, sengaja menabrak, berkata kasar,
dan menyepelekan/ melecehkan.
2) Victims (Korban)
Victims adalah korban bullying atau orang yang dibully oleh
bullies. Menurut Byrne dibandingkan dengan teman sebayanya yang tidak
menjadi korban, korban bullying cenderung menarik diri, depresi, cemas
dan takut akan situasi baru.11 Seseorang bisa menjadi korban bullying
karena sering terlihat sendiri dan punya kepercayaan diri rendah. Namun,
hal-hal lain juga bisa menjadi alasan, kenapa seseorang bisa menjadi
korban bullying. Korban bullying biasanya merupakan anak yang berbeda
dengan anak lainnya, seperti anak yang ras, agama, bahkan orien-tasi
seksualnya dipandang inferior sehingga layak dihina, anak baru, anak
termuda, atau bisanya lebih kecil disuatu lingkungan sekolah, bahkan anak
cerdas, berbakat, atau memiliki kelebihan dijadikan sasaran karena ia
unggul.
3) Bystander (Orang yang menyaksikan bullying)
Bystander adalah orang yang me-nyaksikan perbuatan bullying.
Bystander bisa dikelompokkan men-jadi tiga, diantaranya :
10
Yetty Handayani, Maryanto, and Noor Miyono, ‘IMPLEMENTASI SEKOLAH RAMAH ANAK
PROGRAM ANTI BULLYING DI SMA NEGERI 1 KENDAL’, Jurnal Ilmiah PGSD FKIP Universitas
Mandiri, 09 (2023).
11
Ibid.
a) Defender
Defender adalah orang yang menyaksikan bullying. Saat me-
lihat perbuatan bullying, orang ini membantu korban agar tidak dibully
lagi oleh bullies.

b) Reinforce
Reinforcer adalah orang yang menyaksikan bullying. Saat meli-hat
perbuatan bullying, bukannya membantu korban ia malah mem-bantu
bullies untuk ikut membully korban.
c) Outsider

Outsider adalah orang yang menyaksikan bullying. Saat melihat


perbuatan bullying, ia tidak membantu korban atau bahkan ikut membully
korban, namun ia lebih memilih untuk diam dan pura-pura tidak tahu.

6. Peran Guru Dalam Mengatasi Perilaku Bullying Siswa


Guru yang berperan sebagai pendidik tidak hanya bertanggung jawab
pada nilai akademis siswa, tetapi juga memiliki tanggung jawab dalam
membentuk tingkah laku dan karakter siswa. Berdasarkan pengumpulan data
melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi maka dapat diambil
kesimpulan bahwa guru di Kabupaten Bangkalan telah mengupayakan
mengatasi perilaku bullying dengan cara menasihati siswa yang melakukan
bullying dan sebagai seorang guru hadapilah pelaku bullying dengan sabar dan
jangan menyudutkan dengan pertanyaan yang interogatif. Menjaga harga diri
siswa, perlakuan dengan penuh kasih sayang serta menanyakan mengenai apa
yang siswa (pembully) lakukan pada anak lain (korban bullying).
Guru mengajak sang pelaku bullying untuk merasakan perasaan sang
korban saat menerima perlakuan bullying, untuk menumbuhkan empatinya.
mengangkat kelebihan dan bakat sang pelaku bullying dibidang yang positif
yang kita ketahui, akan dapat mengalihkan energinya pada bidang yang
positif.12

12
Lina Muntasiroh, ‘Jenis-Jenis Bullying Dan Penanganannya Di Sd N Mangonharjo Kota Semarang’, Jurnal
Sinektik, 2.1 (2019), 106 <https://doi.org/10.33061/js.v2i1.2983>.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk penerapan yang ada di
ligkungan sekolah:
a) Sosialisasi pemahaman perundungan di lingkungan sekolah
Hal yang paling mendasar dalam pencegahan bullying adalah
pemahaman terkait bullying itu sendiri. Terutama kita harus mengetahui
efek bullying itu sendiri bisa menimbulkan trauma atau gangguan psikis
hingga dewasa. Pihak sekolah harus memberikan pemahaman mengenai
perundungan kepada seluruh siswa dan juga guru atau staf sekolah.
b) Sekolah memberikan pengetahuan terkait bullying
Seluruh warga sekolah harus di berikan pengetahuan untuk melatih
daya tingkat empati siswa dan juga rasa simpati kepada seluruh warga
yang ada di sekolah. Salah satunya adalah memperhatikan ciri-ciri
seseprang yan mengalami pembullyan dan menawarkan bantuan yang
sesuai. Apabila sang korban merasa takut karena jika di adukan akan ada
hal yang buruk lagi akan terjadi padanya, maka siswa yang melihat itupun
bisa langsung saja melaporkan hal tersebut kepada guru atau staff yang ada
di sekolah.
c) Membuat aturan/kebijakan terkait aksi pembullyan
Karena maraknya perundungan yang berakhir damai dan
kurangnya perhatian atas kondisi psikis korban, maka sekolah harus
membuat kebijakan seperti membuat aturan tersebut untuk tidak terjadi
lagi kedepannya. Salah satunya adalah menetapkan mekanisme
penanganan kasus yang tepat di sekoalah. Selain itu sekolah juga harus
tegas mengambil tindakan untuk tidak terjadi hal serupa di sekolah.
d) Mengadakan kegiatan anti pembullyan
Pihak sekolah bisa mengadakan program anti pembullyan seperti
menyebarkan undangan kepada orang tua siswa melalui siswa itu sendiri
dengan diikuti sang siswa untuk menghadiri hal tersebut. Juga bisa
mengadakan ekstrakurikuler di sekolah, menyebarkan pesan moral kepada
siswa tiap jam pelajaran berakhir dan membangun norma yang akan
dijalin.

B. KAJIAN TERHADAP ASAS/PRINSIP YANG TERKAIT


Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik,
sebagaimana yang dikehendaki oleh tujuan hukum, yakni adanya keadilan dan
kepastian hukum yang telah dipositipkan 13 dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011. Dalam undang-undang sebagaimana dimaksud, asas yang bersifat
formal diatur dalam Pasal 5 dan asas yang bersifat materiil diatur dalam Pasal
6.

 Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik dan Bersifat


Formal (berdasarkan Pasal 5 UU 12/2011) diantaranya yaitu:
a) Asas Kejelasan Tujuan
Kejelasan Tujuan adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (PPu) harus mempunyai tujuan yang jelas yang
hendak dicapai.
b) Asas Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang Tepat
Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang Tepat adalah bahwa setiap
jenis PPu harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk
Peraturan perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-
undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila
dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.
c) Asas Kesesuaian antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan
Asas Kesesuaian antara Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan adalah
bahwa dalam Pembentukan Peraturan perundang-undangan harus
benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan
jenis dan hierarki Peraturan perundang-undangan.
d) Asas Dapat Dilaksanakan
Asas Dapat Dilaksanakan adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan
perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan
perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
e) Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan
Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan adalah bahwa setiap Peraturan
perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan
dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
f) Asas Kejelasan Rumusan
Asas Kejelasan Rumusan adalah bahwa setiap Peraturan perundang-
undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan
perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa
hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g) Asas Keterbukaan
Asas Keterbukaan adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan
perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat
mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan
masukan dalam Pembentukan Peraturan perundang-undangan.13

 Adapun asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang


bersifat materiil (Berdasarkan Pasal 6 yat (1) dan ayat (2) UU 12/2011)
diantaranya sebagai berikut :
a) Asas pengayoman
Asas pengayoman adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan
perlindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat, dengan
diberakukannya Perda ini menyebarkan perasaan kahawatir dan
ketakutan di kalangan masyarakat khususnya perempuan yang
memiliki aktivitas ataupun pekerjaan di luar rumah, khususnya pada
malam hari.
b) Asas Kemanusiaan
Asas kemanusiaan adalah bahwa setiap materi puatan peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan pelindungan dan
penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap
warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional, namun
13
Karangasem Tahun, ‘Karangasem Tahun 2017’, 2017.
dengan diterapkannya Perda ini, sisi perlindungan dan penghormatan
HAM telah tercederai. Alih-alih melindungi dan mengayomi, justru
Perda ini telah berbuat sewenang-wenang dengan menuduh perempuan
sebagai pelacur tanpa adanya bukti yang jelas, karena Perda ini telah
menginstruksikan untuk meakukan penangkapan atas dasar kecurigaan
dan tidaklah mencerminkan asas presumption of innocent (praduga tak
bersalah).

c) Asas Kebangsaan
Asas kebangsaan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan
Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa
Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Negara Indonesia adalah negara yang
plural, sehingga seharusnya dibuat peraturan yang mencerminkan asas
pluralisme dan kebangsaan di dalamnya.
d) Asas Kekeluargaan
Asas kekeluargaan adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Perundang-Undangan harus mencerminkan musyawarah
untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan. Setiap
Perda yang dibuat oleh Pemerintah Daerah minim adanya sosialisasi
kepada masyarakat. Masyarakat dianggap telah mengetahui Perda
tersebut setelah diundangkan, padahal senyatanya belum tentu seluruh
lapisan masyarakat mengetahui dan memahami isinya.
e) Asas Kenusantaraan
Asas kenusantaraan adalah bahwa setiap Materi Muatan
Peraturan Daerah senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
f) Asas Bhineka Tunggal Ika
Asas bhinneka tunggal ika adalah bahwa Materi Muatan
Peraturan Perundangundangan harus memperhatikan keragaman
penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta
budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g) Asas ketertiban dan Kepastian Hukum
Asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap
Materi Muatan Peraturan Daerah harus dapat mewujudkan ketertiban
dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.
h) Asas keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan
Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa
setiap Materi Muatan Peraturan Daerah harus mencerminkan
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan
individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.14

C. KAJIAN TERHADAP PRAKTIK PENYELENGGARAAN, KONDISI


YANG ADA SERTA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
MASYARAKAT
Penyelenggaraan yang mana terhadap kekerasan dan Bullying yang terjadi di
daerah Bangkalan. Secara indeks yang terdapat pada data indeks komposit
Kesejahteraan anak kabupaten / Kota 2018 meningkat di bandingkan degan tahun –
tahun sebelumnya, demikian dengan status kesejahteraan anak Kabupaten/ Kota. Dan
adapun tujuan yang ingin di capai pada tahun 2019 oleh pemerintahan Daerah
setempat khususnya pada Kabupaten Bangkalan ini yaitu salah satunya Meniciptakan
rasa aman yang berkeadilan dan mewujudkan iklim yang kondusif bagi masyarakat
untuk mrlakukan berbagai aktivitas. Hasil identifikasi faktor yang berpengaruh
terhadap keberhasilan sasaran dengan menggunakan Teknik peta kekuatan (Analisis
SWOT), dan identifikasi faktor eksternal meliputi, terdapat ancaman yang mana pada
point ( c ) kecenderungan berkembangnya individualisme dalam kehidupan
masyarakat yang mengakibatkan semakin lunturnya nilai kesetiakawanan sosial.
Selanjutnya dapat digambarkan Praktik Perlindungan Kekerasan dan Bullying
yang terjadi pada anak. Yang man mulai dari Perencanaan, Permulaan perlindungan,
Sarana dan Prasarana, pemerhatian, pembinaan dan pengawasan terhadap Kekerasan
dan Bullying pada anak :
1. Perencanaan yang di harapkan sebagai untuk menciptakan rasa aman bagi
masyarakat dan lingkungan yang kondusif.

14
Karangasem Tahun, ‘Karangasem Tahun 2017’, 2017.
2. Pendataan berkala terhadap setiap sekolah – sekolah untuk memastikan tingkat
kekerasan dan Bullying di lingkungan sekolah Kabupaten Bangkalan secara
jujur dan transparan.
3. Sarana dan prasarana yang memadai dengan terbentuknya kekerasan dengan
sekolah ramah anak.
4. Pembinaan dengan memberikan sosialisasi secara berkala terhadap anak pada
sekolah – sekolah, dengan tujuan untuk memberikan edukasi terhadap anak
tentang dampak mengenai adanya perilaku Bullying ini.

Secara umum kekerasan dan bullying masih menjadi problem besar di


Indonesia sehingga terimbas juga pada Pemerintah Daerah termasuk di
Kabupaten Bangkalan. Kekerasan adalah suatu perbuatan yang disengaja atau
suatu bentuk aksi atau perbuatan yang merupakan kelalaian, yang kesemuanya
merupakan pelanggaran atas hukum kriminal, yang dilakukan tanpa suatu
pembelaan atau dasar kebenaran dan diberi sanksi oleh Negara sebagai suatu
tindak pidana berat atau tindak pelanggaran hukum yang ringan. Sedangkan,
bullying adalah perilaku agresif yang berulang kali dilakukan oleh individu
atau kelompok terhadap orang-orang atau kelompok lain, menimbulkan
kerugian fisik atau psikologis.15 Mereka selaku korban dari kekerasan dan
bullying merasa kurang adanya perlindungan sehingga menjadikan
kehidupannya tidak aman. Dengan adanya Peraturan Daerah Kabupaten
Bangkalan Nomor 4 Tahun 2020 tentang Sistem Penyelenggaraan
Perlindungan Anak. Pemerintah Daerah Kabupaten Bangkalan dalam
menangani kekerasan serta bullying untuk mengupayakan seluruh korban
kekerasan dan bullying untuk mendapatkan perlindungan dasar atas tindakan
kekerasan serta bullying.
Pemerintah Daerah Kabupaten Bangkalan mengupayakan pencegahan
dan penanggulangan terhadap kasus kekerasan dan bullying yang masih
banyak terjadi terutama di lingkungan sekolah di Kabupaten Bangkalan.
Pemerintah daerah Kabupaten Bangkalan berkewajiban memberikan
pelayanan yang mempermudah korban kekerasan serta bullying dalam
pengajuan laporan untuk mendapatkan perlindungan hukum atas tindakan
yang dilakukan oleh pelaku kekerasan dan bullying.
15
Adiyono Adiyono and others, ‘Peran Guru Dalam Mengatasi Perilaku Bullying’, Al-Madrasah: Jurnal
Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah, 6.3 (2022), 649 <https://doi.org/10.35931/am.v6i3.1050>.
Masih banyak korban dari kasus kekerasan dan bullying yang ada di
Kabupaten Bangkalan, khususnya di kalangan anak sekolahan yang sangat
marak terjadi. Beberapa data tahun 2022-2023 mengenai korban kekerasan
dan bullying yang telah terjadi masih ada dan lebih meningkat. Adapun salah
satu contoh kasus kekerasan dan bullying yang ada di Kabupaten Bangkalan
yang dapat disimpulkan bahwa dalam praktik bullying di SMP Negeri 3
Kamal terjadi karena ada perbedaan budaya khususnya bahasa antara dua
kelompok siswa. Kelompok-kelompok tersebut adalah siswa yang
menggunakan bahasa Madura dan siswa asal desa Tajungan, Kamal yang
memiliki ciri khas menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari.
Siswa Madura menjadi kelompok mayoritas dan sekaligus mendominasi pada
ranah sekolah. Sedangkan siswa asal desa Tajungan (Jawa) menjadi kelompok
minoritas dan terdominasi di sekolah. Perbedaan budaya serta habitus dari
kedua kelompok ini menjadi penyebab terjadinya praktik bullying di SMP
Negeri 3 Kamal.

Bentuk-bentuk praktik bullying yang terjadi di SMP Negeri 3 Kamal


terdiri atas bullying verbal dan bullying langsung (fisik). Siswa Madura
berlatar belakang ekonomi baik kelas atas maupun kelas bawah sering
melakukan bentuk bullying verbal seperti, menghina nama orang tua, mengina
bahasa mencemooh, memplesetkan nama desa Tajungan menjadi “Jangan,
jubek, jhek nga-nga ngakan”, mengucilkan, mengejek, menyebarkan gosip,
dan mengintimidasi dengan cara melotot. Bentuk bullying langsung (fisik)
sering dilakukan oleh siswa Madura yang berlatar belakang ekonomi kelas
bawah. Bentuk bullying tersebut seperti, berkelahi, mendorong, dan memukul
pada bagian mata dan dada. Upaya sekolah dalam mencegah dan mengatasi
bullying yang terjadi antara siswa Madura dengan siswa asal desa Tajungan
(Jawa) yaitu dengan melakukan senyum, sapa, salam, salim, sopan, santun,
senang, semangat, dan sayang. Hal ini ditujukan untuk semua warga sekolah
khususnya siswa agar tidak melanggar tata tertib sekolah. Melalui sanduk atau
banner yang dipasang di dekat pintu gerbang sekolah, diharapkan dapat dibaca
oleh siswa dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Hal ini juga
bertujuan agar para siswa tidak melakukan tindakan kekerasan dengan sesama
siswa lainnya dan agar saling menghargai satu sama lain. Sekolah juga akan
menindak tegas berupa pemberian hukuman atau sanksi jika terdapat siswa
yang melakukan praktik bullying khususnya bentuk bullying fisik. Hukuman
tersebut berupa membersihkan lingkungan sekolah dan melakukan pelaporan
atau panggilan orang tua dan bahkan melakukan pemberhentian secara
terpaksa. Hukuman ini diharapkan dapat memerikan efek jera terhadap pelaku
praktik bullying dan dapat menjadi gambaran untuk siswa lainnya.16

Dengan adanya salah satu contoh yang telah di simpulkan, sehingga


dapat mengukur ternyata faktanya masih ada tindakan yang tidak sengaja yang
pada akhirnya secara tidak langsung merujuk pada kekerasan dan bullying
pada anak di sekolah. Sehingga dengan adanya permasalahan tersebut maka
perlu adanya peraturan daerah yang mengatur tentang pencegahan dan
penanggulangan kekerasan serta bullying dalam konteks pendidikan yang ada
di Kabupaten Bangkalan. Sehingga dengan adanya pencegahan yang disertai
dengan perlindungan hukum bagi korban kekerasan dan bullying dapat
menjadikan kehidupan para korban ataupun anak sekolah menjadi aman dan
tentram tanpa adanya tindakan kekerasan dan bullying.

D. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PENERAPAN SISTEM BARU


YANG AKAN DIATUR DALAM PERATURAN DAERAH
Pembentukan peraturan daerah tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Kekerasan serta Bullying dalam Konteks Pendidikan
membutuhkan partisipasi langsung dari seluruh warga sekolah dari tingkat
Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan pemerintah
daerah. Sebab, aturan itu lahir, tumbuh dan berkembang di dalam lingkungan
sekolah yang karena keberadaannya sebuah aturan itu muncul. Oleh karena itu,
pemerintah daerah harus melibatkan warga sekolah dalam pembuatan peraturan
yang baik sehingga adanya korelasi antara pembuat dan pelaksana aturan
tersebut yang dapat menciptakan kehidupan anak sekolah yang aman dan
damai tanpa adanya bullying.
Upaya untuk mencapai Sekolah Ramah Anak program anti bullying
setiap Kepala sekolah dari tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah

16
RH. Nursilaningsie, & Listyani, ‘Praktik Bullying Di Kalangan Pelajar Smpn 3 Kamal , Bangkalan’,
Paradigma, 5.2 (2017), 1–7.
Pertama (SMP) menerbitkan tata tertib yang berisi tentang tindakan anti
bullying, serta menerapkan 3P yaitu Provisi, Proteksi, dan Partisipasi. Provisi
ialah memberikan apa yang dibutuhkan oleh peserta didik. Proteksi merupakan
memberikan anak perlindungan dari bahaya, ancaman dan tindak bullying.
Sedangkan, partisipasi adalah anak diberikan kebebasan berekspresi dan
mengungkapkan pendapat sehingga dapat mengembangkan minat, bakat
inovasi serta kreativitas peserta didik melalui kegiatan esktrakurikuler secara
individu maupun kelompok.17 Perencanaan kurikulum sekolah ramah anak di
tiap Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten
Bangkalan menitikberatkan pada kepentingan anak, kurikulum yang
berlandaskan perlindungan anak, tidak diskriminasi dan jauh dari tindakan
bullying, pemenuhan hak-hak anak, pembelajaran yang menyenangkan,
mewadahi bakat dan minat anak, melayani kebutuhan anak, memberikan rasa
aman dan nyaman pada anak, memberikan ruang partisipasi bagi anak dengan
merancang pembelajaran yang mengedepankan pemenuhan hak-hak anak
tentang anti bullying dengan tersusunnya dokumen ATP dan Modul
Pembelajaran yang terintegrasi dengan program anti bullying.
Dengan demikian peran Pemerintah Daerah dan warga sekolah di
Kabupaten Bangkalan adalah menciptakan terselenggaranya program sekolah
ramah anak program anti bullying untuk pencegahan adanya tindakan bullying
pada anak sekolah di daerah Kabupaten Bangkalan. Berdasarkan hal tersebut
dipandang perlu untuk segera melakukan penulisan naskah akademik dan
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Bangkalan tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan serta Bullying dalam Konteks
Pendidikan.

17
Yetty Handayani, Maryanto, and Noor Miyono, ‘IMPLEMENTASI SEKOLAH RAMAH ANAK
PROGRAM ANTI BULLYING DI SMA NEGERI 1 KENDAL’, Jurnal Ilmiah PGSD FKIP Universitas
Mandiri, 09 (2023).

Anda mungkin juga menyukai