Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. A. Salman Manggalatung, S.H, M.H
Disusun Oleh:
Kelompok 3
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan kasih sayang-Nya yang telah
memberikan kekuatan dalam menjalani segala ujian, kesehatan, dan berkah yang tak
terhingga, karena sesungguhnya atas kehendak dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam juga senantiasa tercurahkan kepada Rasulallah SAW,
beserta keluarga, kerabat dan sahabatnya, yang senantiasa memberikan syafa‘atnya kepada
kami hingga hari ini.Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
karena masih banyak terdapat kekurangan, namun sesunguhnya tak ada gading yang tak
retak. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun demi penyempurnaan penulisan makalah ini. Semoga apa yang tertulis dalam
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ......................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 4
C. Tujuan ...................................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................... 6
A. Pengertian Kode Etik Profesi jaksa .......................................................................................... 6
B. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Kode Etik jaksa ........................................................................... 8
C. Sanksi Terhadap Jaksa yang melakukan pelanggaran ............................................................. 9
D. Cara menyikapi pelanggaran kode etik jaksa ......................................................................... 11
E. Proses pelaporan dugaan pelanggaran kode etik kejaksaan ................................................... 12
F. Contoh Surat Pengaduan Kode Etik Hakim Ke Komisi Yudisial ............................................ 16
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 19
A. Kesimpulan ............................................................................................................................ 19
B. Saran ...................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................... 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam profesinya ini, upaya kejaksaan tidak hanya memenuhi unsurunsur yang
terkandung dalam undangundang, tetapi juga mendengarkan dan memperjuangkan apa
yang sebenarnya terjadi dan dirasakan langsung di masyarakat, itulah yang disebut
metode sosiologis. Jaksa tidak bisa menangkap suara sebenarnya dari sebagian besar
masyarakat, kecuali masyarakat Indonesia yang heterogen, kondisi yang tercakup juga
dalam keadaan normal tidak sempurna.
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik lainnya. Mengandung nilai-nilai luhur
dan ideal sebagai norma perilaku profesional. Jika bisa dilaksanakan sesuai dengan
tujuan ke depan maka akan dihasilkan jaksa yang memiliki kualitas moral yang baik.
Jadikan kehidupan peradilan negara kita berhasil. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari kekuatan penegakan hukum di bidang penegakan hukum, sudah selayaknya setelah
kurun waktu tersebut Kejaksaan mempertimbangkan kembali keberadaan lembaga ini
agar dapat terbentuk paradigma baru jaksa dari refleksi tersebut, yang tercermin pada
Sikap moral, pikiran dan perasaan. Oleh karena itu, Kejaksaan tetap akan mengakui
identitasnya dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil nasional dan wali masyarakat di
bidang penegakan hukum.
Profesionalisme seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar, sebab
sebagaimana disebutkan diatas, bahwa di tangannyalah hukum menjadi hidup, dank
arena kekuatan dan otoritas yang dimilikinya inilah sampai muncul pertanyaan bahwa (it
doesn‘t matter what the law says, what matter is what the guy behind the desk interprents
the law to say). Mungkin bagi orang dengan kesadaran normatif, ungkapan ini agak
dilebih-lebihkan. Namun dari segi sosiologis hal ini merupakan fakta yang tidak dapat
dipungkiri, bahkan beberapa ahli hukum dan ahli sosiologi sering mengatakan bahwa
hukum tidak lain adalah perilaku aparat hukum, dan aparat hukum merupakan salah satu
4
etika profesi jaksa yang paling luhur. Muhammad Amin mengemukakan dalam bukunya
"Legal Professional Ethics" bahwa salah satu penyebab pelanggaran kode etik adalah
tidak berfungsinya kode etik itu sendiri. Artinya ketika sesuatu (suap atau menyuap)
menguntungkannya, ia dengan sengaja akan melanggar kode etik.
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan menjelaskan mengenai kode etik
dari seorang jaksa di Indonesia secara rinci.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui hal-hal yang diatur dalam kode etik profesi Polri
2. Untuk Mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran kode etik yang terjadi di Intansi Polri
3. Untuk Mengetahui penerapan sanksi yang diberikan kepada anggota Polri yang
melanggarkan kode etik
4. Untuk Mengetahui kendala yang dihadapi serta upaya yang dilakukan dalam
penerapan sanksi kepada anggota polri yang melakukan pelanggaran kode etik
5. Untuk mengetahui Proses pelaporan dugaan pelanggaran kode etik kejaksaan
6. Untuk mengetahui Contoh Surat Pengaduan Kode Etik Hakim Ke Komisi Yudisial?
5
BAB II
PEMBAHASAN
1
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per-014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa, Bagian
Menimbang.
2
Ibid, Pasal 3-6.
6
f. mengembangkan semangat kebersamaan dan soliditas serta saling memotivasi
untuk meningkatkan kinerja dengan menghormati hak dan kewajibannya.
3. Jaksa kepada profesi jaksa :
a. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam melaksanakan tugas
dan kewenangannya dengan integritas, profesional, mandiri, jujur dan adil;
b. mengundurkan diri dari penanganan perkara apabila mempunyai kepentingan
pribadi atau keluarga;
c. mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan peraturan kedinasan;
d. meningkatkan ilmu pengetahuan, keahlian, dan teknologi, serta mengikuti
perkembangan hukum yang relevan dalam lingkup nasional dan internasional;
e. menjaga ketidakberpihakan dan objektifitas saat memberikan petunjuk kepada
Penyidik;
f. menyimpan dan memegang rahasia profesi, terutama terhadap tersangka/terdakwa
yang masih anak-anak dan korban tindak pidana kesusilaan kecuali penyampaian
informasi kepada media, tersangka/keluarga, korban/keluarga, dan penasihat
hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
g. memastikan terdakwa, saksi dan korban mendapatkan informasi dan jaminan atas
haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hak asasi manusia; dan
h. memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayanan hukum, penegakan
hukum atau tindakan hukum lain secara profesional, adil, efektif, efisien,
konsisten, transparan dan menghindari terjadinya benturan kepentingan dengan
tugas bidang lain.
4. Jaksa kepada masyarakat :
a. memberikan pelayanan prima dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan
hak asasi manusia; dan
b. menerapkan pola hidup sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
3
Ibid, pasal 11
7
6. Mendapatkan kenaikan pangkat, jabatan dan/atau promosi berdasarkan parameter
obyektif, kualifikasi profesional, kemampuan, integritas, kinerja dan pengalaman,
serta diputuskan sesuai dengan prosedur yang adil dan tidak memihak.
7. memiliki kebebasan berpendapat dan berekspresi, kecuali dengan tujuan membentuk
opini publik yang dapat merugikan penegakan hukum; dan
8. mendapatkan proses pemeriksaan yang cepat, adil dan evaluasi serta keputusan yang
obyektif berdasarkan peraturan yang berlaku dalam hal Jaksa melakukan tindakan
indisipliner.
Dalam hal terjadi pelanggaran kode etik jaksa, pihak yang berwenang melakukan
penyelesaian yang dimulai dari tahap pemeriksaan sampai dengan putusan adalah majelis
kode perilaku. Majelis kode perilaku sendiri merupakan wadah yang dibentuk dalam
lingkup kejaksaan yang terdiri ketua yang merangkap anggota, yaitu pejabat yang
berwenang membentuk Majelis Kode Perilaku atau pejabat yang ditunjuk, sekretaris
merangkap anggota, serta seorang anggota dari unsur PJI dengan jenjang kepangkatannya
tidak lebih rendah dari oknum Jaksa yang akan diperiksa.
Pembentukan MKP sendiri merupakan kewenangan dari komisi kejaksaan yang
merupakan tindak lanjut dari adanya laporan atau pengaduan dari masyarakat terhadap
kinerja dan perilaku jaksa dan pegawai kejaksaan dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya. Dalam hal pemeriksaan terhadap pelanggaran harus diselesaikan dalam
kurun waktu 30 hari, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dinyatakan perbuatan
tersebut terbukti melanggar ketentuan kode etik maka terhadap jaksa yang bersangkutan
dikenakan tindakan administratif. Sanksi tindakan administratif sendiri terdiri:
a. Pembebasan dari tugas-tugas Jaksa, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama (1)
satu tahun; dan/atau
8
b. Pengalih tugasan pada satuan kerja yang lain, paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 2 (dua) tahun.
9
ditangkap dalam operasi tangkap tangan KPK dalam kasus penerimaan suap dalam
penanganan perkara distribusi gula impor tanpa Standar Nasional Indonesia yang
menjerat Direktur Utama CV Semesta Berjaya yaitu Xaveriandy Sutanto yang diadili di
pengadilan Negeri Padang.
hasil pemeriksaan ditemukan dugaan bahwa jaksa Farizal menerima suap sebesar Rp.
400 Juta dari Xaveriandy Sutanto dalam penanganan kasus yang menjeratnya. Suap
tersebut diberikan agar jaksa Farizal memberikan bantuan dalam perkara pidana tersebut,
selama dilakukannya pemeriksaan ditemukan fakta yang mengarahkan terjadinya
pelanggaran etika berupa pelanggaran terhadap kewajiban maupun larangan dalam
profesi jaksa.
Beberapa bantuan yang diberikan oleh jaksa Farizal meliputi ikut serta membantu
kuasa hukum terdakwa dalam penyusunan eksespi, tidak melakukan penahanan terhadap
terdakwa, tidak mencermati berkas perkara, tidak informatif terhadap jaksa lainnya yang
menangani perkara tersebut dan bahkan tidak pernah sekalipun mengikuti atau hadir
dalam proses persidangan padahal diketahui bahwa jaksa Farizal adalah jaksa penuntut
umum dalam kasus distribusi gula impor tanpa Standar Nasional Indonesia.
Berdasarkan kronologi kasus di atas apabila dilakukan analisis terhadapnya maka
dapat ditemukan banyak ketentuan kode etik yang dilanggar dalam kasus tersebut. Dalam
kode etik jaksa terdapat larangan yang diatur dalam Pasal 7 yang memuat beberapa hal,
namun kaitannya dengan kasus yang menjerat jaksa Farizal ketentuan larangan yang
dilanggar, yaitu:
a. Memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan keuntungan pribadi
secara langsung maupun tidak langsung bagi diri sendiri maupun orang lain dengan
menggunakan nama atau cara apapun;
b. Meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk apapun dari
siapa pun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung;
Jaksa Farizal secara terang telah terbukti melanggar Pasal 7 huruf a dan b, di mana
seoarang jaksa seharusnya tidak boleh menerima hadiah/keuntungan dalam bentuk
apapun dari pihak yang berwenang ataupun pihak lainnya yang berkaitan kasus yang
sedang ditanganinya. Selain itu perbuatan jaksa Farizal yang menerima sejumlah uang
tersebut bukan saja melanggar ketentuan larangan dalam kode etik tetapi juga telah
menyalahi dan melanggar sumpah atau janji jabatan jaksa, sebagaimana yang terdapat
dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Selain itu jaksa Farizal juga telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Yang
ketentuannya sebagai berikut: Pasal 12 UU 20/2001
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah):
a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
10
menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya;
b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya;
Berdasarkan perbuatannya yang telah terbukti melakukan penerimaan suap dari
Xaveriandy Sutanto atas penanganan kasus gula non-SNI untuk kepentingan melakukan
penahanan kota terhadap Xaveriandy Sutanto, dan membantu pembuatan nota keberatan
(eksepsi) atas dakwaan, oleh karena perbuatannya Jaksa Farizal divonis 5 tahun penjara
karena terbukti menerima suap dari pengusaha gula Xaveriandy Sutanto. Dia juga
didenda sebesar Rp250 juta dengan subsider 4 bulan penjara, serta diwajibkan untuk
membayar uang pengganti Rp355 juta.
Selain di vonis penjara dan denda, berdasarkan pelanggaran etik dan hukum yang
telah dilakukannya, berdasarkan Pasal 13 Ayat (1) huruf a, d, dan e UndangUndang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, Jaksa Farizal diberhentikan secara tidak
hormat karena telah memenuhi alasan-alasan yang telah ditentukan di dalamnya.4
4
Jurnal Kertha Semaya, Vol. 9 No. 3 Tahun 2021, hlm. 493-503
5
Prof. Darji Darmodiharjo S.H dan Shidarta S.H, M.Hum, ―Pokok – Pokok Filsafat Hukum‖ (Jakarta : PT. Gramedia Putstaka
Utama, 2019), Hlm.284
11
hingga 5 yaitu mengenai kewajiban jaksa sebagai profesi, pasal 7 mengenai pelarangan,
dan pasal 12 hingga pasal 14 mengenai sanksi yang diberikan
Tentunya pelanggaran profesi jaksa ini disamping mendapatkan sanksi
administratif melalui peraturan Jaksa agung, juga mendapatkan sanski hukum lainnya
menyesuaikan dengan pelanggaran seperti apa yang dilakukan oleh seorang jaksa. Peran
Komisi Kejaksaan ini dalam menyikapi pelanggaran kode etik jaksa disini sangat penting
karena Komisi Kejaksaan memiliki tugas salah satunya adalah mengawasi dan menilai
kinerja seorang jaksa dalam melakukan tugas dinasnya. Dengan adanya kehadiran komisi
kejaksaan diharapkan dapat membuat para jaksa ini mematuhi kode etik jaksa dan komisi
kejaksaan mempunyai wewenang yaitu, menerima aduan masyarakat mengenai perilaku
jaksa yang tidak sesuai dengan kode etik jaksa. Dengan adanya peran serta masyarakat
yang dapat melaporkan perilaku jaksa yang tidak sesuai dengan kode etik jaksa maka
dapat langsung di laporkan ke komisi kejaksaan sebagai lembaga pengawas eksternal lalu
dilanjutkan kepada unit pengawas internal kejaksaan untuk di proses
Tetapi komisi kejaksaan ini mempunyai hambatan dalam menyikapi pelanggaran
kode etik jaksa yaitu Komisi Kejaksaan tidak mempunyai kekuatan untuk menghukum
para jaksa yang melanggar kode etik jaksa, terbatas nya manusia yang ada di dalam
komisi kejaksaan sehingga memperhambat penegakan pelanggaran kode etik jaksa,
alokasi anggaran yang sedikit kepada Komisi Kejaksaan sehingga tidak dapat melakukan
tugasnya dengan baik karena terbatas dengan anggaran-nya, dan yang terakhir ialah
aduan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap seorang jaksa tidak berdasar sehingga
sulit untuk ditindak lanjuti oleh komisi kejaksaan karena tidak ada bukti dalam
aduannya.6
6
Gita Cheryl Barizqi,Skripsi:‖Peran Pengawasan Komisi Kejaksaan Terhadap Penegakan Kode Etik Jaksa‖
(Jakarta:UIN,2018),Hlm.52-53
7
Dikutip dari https://komisi-kejaksaan.go.id/tata-cara-pengaduan/ pada tanggal 20 November 2021
12
b. Identitas terlapor (jaksa / pegawai Kejaksaan) secara jelas: nama, jabatan, NIP,
alamat lengkap Unit Kerja Terlapor
c. Uraian mengenai hal yang menjadi dasar laporan pengaduan : alasan pengaduan
diuraikan secara jelas dan rinci disertai alat bukti yang diperlukan berupa surat-
surat bukti, saksi dan lain-lain
d. Laporan pengaduan ditandatangani oleh pelapor / kuasanya
e. Dan dikirimkan ke alamat Komisi Kejaksaan RI
13
d. Laporan pengaduan diketik dalam format file ‗Word document‘ (*.doc,*.docx)
atau text pada whatsapp
e. Masyarakat yang ingin melaporkan dapat mendownload file Form Pengaduan
yang ada di website kejaksaan
f. Kemudian kirim ke nomor : 081220713931.
14
bagaimana penanganan dan pemeriksaan serta tindak lanjut pengaduan dan rekomendasi
yang diberikan. Hasil pemantauan tersebut akan dimasukkan ke berkas pemantauan.
Hasil pemantauan tersebut akan ditelaah kembali untuk mengetahui apakah ada
bukti baru atau informasi baru yang belum di koordinasikan dengan Komisi Kejaksaan.
Komisi Kejaksaan juga berhak melakukan pemeriksaan ulang, pemeriksaan tambahan
dan pengambilalihan pemeriksaan. Untuk pemeriksaan ulang atau pemeriksaan
tambahan, hal tersebut bisa dilakukan apabila ada bukti atau informasi baru pada
pemeriksaan sebelumnya belum di klarifikasi atau masih memerlukan klarifikasi lebih
lanjut dan apabila pemeriksaan oleh pengawas internal Kejaksaan tidak di koordinasikan
sebelumnya dengan Komisi Kejaksaan. Untuk pengambilalihan pemeriksaan dapat
dilakukan apabila pengawas internal Kejaksaan tidak menunjukkan kesungguhan dalam
melakukan pemeriksaan atau belum menunjukan hasil pemeriksaan yang nyata dalam
kurun waktu 3 (bulan) sejak laporan pengaduan masyarakat masuk atau sejak laporan
pengaduan tersebut diserahkan ke pengawas internal Kejaksaan. Hal tersebut sesuai
dengan pasal 4 huruf e Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi
Kejaksaan.
Dalam melakukan pemeriksaan tambahan, pemeriksaan ulang maupun
pengambilalihan pemeriksaan, Komisi Kejaksaan memberitahukan hal tersebut kepada
Jaksa Agung. Menurut teori sistem, seharusnya mekanisme penanganan laporan yang
dilakukan oleh Komisi Kejaksaan tidak boleh berhenti hanya sebatas memberikan
rekomendasi saja, tetapi juga harus membentuk atau ikut mengawasi, memantau dan
memastikan sejauh mana sanksi yang diberikan kepada Jaksa atau pegawai dilingkungan
Kejaksaan lainnya sudah ditaati dan dieksekusi dengan benar. Jadi mekanisme yang
dilakukan dari awal dalam memeriksa dan menangani laporan yang prosesnya cukup
panjang itu tidak menjadi sia-sia apabila sanksi yang diberikan pada Jaksa atau pegawai
Kejaksaan itu sudah di jalani dengan benar.
Apabila sanksi yang diberikan tidak ditaati oleh Jaksa dan pegawai dilingkungan
Kejaksaan lainnya, maka Komisi Kejaksaan seakan hanya mengantarkan sampai ke pintu
gerbang saja dan seakan tidak mau tau apa yang akan terjadi didalamnya. Karena kalau
tidak di awasi sampai selesai, di khawatirkan akan ada penyelewengan atau
kesewenangan atasan di badan Kejaksaan yang melindungi Jaksa yang notabene adalah
bawahannya tersebut. Maka dari itu perlu adanya penambahanan substansi hukum atau
payung hukum yang lebih kuat untuk Komisi Kejaksaan, yang sebelumnya hanya sebatas
Peraturan Presiden, harus diperkuat dengan Undang-undang tersendiri mengenai Komisi
Kejaksaan. Dimana nantinya apabila payung hukum Komisi Kejaksaan menjadi sebuah
Undang-undang tersendiri maka kewenangannya harus ditambah salah satunya adalah
untuk mengawasi memantau dan memastikan sejauh mana penegakan kode etik tersebut
dijalankan.
15
F. Contoh Surat Pengaduan Kode Etik Hakim Ke Komisi Yudisial
Lampiran : 3 eks
Hal : Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etikdan Perilaku Hakim oleh Hakim Majelis
Hakim dalam Perkara Nomor : …./PDT.G/2021/PN JKT.SELKepada Yth.Ketua Komisi
Yudisial RI
diJakarta
Nama :……………………………………………………………………………………..
Kebangsaan : ………………………………………………………………………………
Pekerjaan :………………………………………………………………………………….
Alamat : ………………………………………………………………………...………….
Dengan ini melaporkan terjadinya pelanggaran kode etik dan Perilaku Hakim yang
dilakukan oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa
dan mengadili perkara/yang mengeluarkan Putusan dengan Register Perkara Nomor :
1. Nama : ………………………………….…
Jabatan : Hakim Ketua
Instansi : Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
16
2. Nama: ……………………………………..
Jabatan : Hakim Anggota
Instansi : Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
3. Nama : ……………………………….……
Jabatan : Hakim Anggota
Instansi : Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Selanjutnya disebut sebagai ———————— TERLAPOR
Adapun yang menjadi dasar dan pertimbangan laporan dugaan Pelanggaran Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim yang dilakukan oleh Terlapor adalah sebagai berikut :
Legal Standing
a. Pelapor merupakan Terggugat I dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang
diajukan oleh Penggugat dalam hal ini …………………….., yang terregister
dengan Nomor Perkara : …./PDT.G/2015/PN JKT.SEL pada Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan.
b. Perkara tersebut telah diputus pada tanggal 5 September 2021 dengan amar
putusan sebagai berikut :
M E N G A D I L I DALAM EKSEPSI :
Menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I dan Tergugat II;
DALAM POKOK PERKARA :
KERUGIAN MATERIL :
Biaya yang telah dikeluarkan sebagai pinjaman kepada Tergugat I dan Tergugat II
sebesar Rp. 6.462.000.000,- (enam milyar empat ratus enam puluh dua juta rupiah) dan
USD 165.000,- (seratus enam puluh lima ribu dollar Amerika);
KERUGIAN IMMATERIL :
Bahwa Penggugat telah mengalami tekanan psikologis, yaitu reputasi, harga diri dan
kehormatan baik pribadi maupun perusahaan tercoreng, yang nilai kerugian sejumlah Rp.
150.000.000.000,- (seratus lima puluh milyar rupiah); Total kerugian materil dan
immaterial sebesar Rp. 156.462.000.000,- (seratus lima puluh enam milyar empat ratus
17
enam puluh dua juta rupiah) dan USD 165.000,-(seratus enam puluh lima ribu dollar
Amerika);
1. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah diletakkan atas obyek berupa:
Tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Kebon Anggrek Nomor 24, RT.
001/RW. 005, Kelurahan Cipete Selatan, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan ;
Tanah dan bangunan yang terletak di Jalan KH. Ahmad Dahlan Nomor 15, Kel.
Kramat Pela, Kec. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan;
2. Memerintahkan kepada Tergugat I dan Tergugat II untuk membuat surat permintaan
maaf terbuka yang dimuat di koran nasional ;
3. Memerintahkan kepada Pihak manapun untuk tunduk dan patuh terhadap Putusan ini
4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya perkara yang hingga
kini ditaksir sebesar Rp.2.431.000,- (dua juta empat ratus tiga puluh satu ribu rupiah)
secara tanggung renteng ;
5. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya ;
Bahwa atas Putusan sebagaimana dimaksud diatas kuat dugaan telah terjadi
dugaan keras pelanggaran kode etik dan Perilaku Hakim yang dilakukan oleh
Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan
mengadili perkara/yang mengeluarkan Putusan dengan Register Perkara Nomor :
…/PDT.G/2015/PN JKT.SEL.
Bahwa dengan demikian Pelapor memiliki kepentingan guna mempertahankan
hak atas Persamaan di hadapan hukum (Equality Before The Law) dan perlakuan
Adil demi terciptanya asas Kepastian, Keadilan dan Kemanfaatan Hukum, untuk
itu sudah selayaknyalah Pelapor memiliki legal standing guna mempertahankan
hak Keadilan yang dirasa dihilangkan, dicabut dan tidak dipenuhi melalui Putusan
A Quo.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di
bidang penegakkan hukum dengan berpegang pada peraturan perundang-undangan dan
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain
berdasarkan undang-undang.
Seorang jaksa dalam menjalankan profesinya wajib mematuhi serta menghormati
peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengaturnya. Hal ini bertujuan untuk
memberikan arahan, landasan, dan juga batasan bagaimana seharusnya seorang jaksa
bertindak dalam lingkup kewenangannya. Kode etik sebagai batasan memiliki peranan
apabila terhadap perbuatan jaksa yang tidak sesuai atau bahkan melanggar ketentuan
tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatannya. Selain penerapan sanksi
kode etik terdapat juga sanksi lainnya yaitu sanksi disiplin PNS apabila melanggar
peraturan disiplin PNS dan sanksi pidana apabila perbuatan tersebut merupakan
perbuatan pidana.
Pelanggaran terhadap kode etik jaksa itu sendiri didefinisikan sebagai setiap
perbuatan Jaksa yang melanggar kewajiban dan/atau larangan dalam ketentuan Kode
Perilaku Jaksa, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
Dalam hal terjadi pelanggaran kode etik jaksa, pihak yang berwenang melakukan
penyelesaian yang dimulai dari tahap pemeriksaan sampai dengan putusan adalah majelis
kode perilaku.
Sanksi tindakan administratif sendiri terdiri:
a. Pembebasan dari tugas-tugas Jaksa, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama (1)
satu tahun; dan/atau
b. Pengalih tugasan pada satuan kerja yang lain, paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 2 (dua) tahun.
B. Saran
Diharapkan kepada seluruh pihak terkait dapat turut serta menerapkan dan
meningkatkan ketegasannya dalam penerapan kode etik dalam lingkungan profesi apapun
terutama kejaksaan karena bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam
melaksanakan tugasnya secara baik dan benar sesuai dengan peraturan yang telah di buat
dan di sahkan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per-014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku
Jaksa, Bagian Menimbang.
Prasetyo, Teguh & Priyana, Puti 2021. Penegakan Kode Etik Terhadap Jaksa Yang Melakukan
Korupsi. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 9 No. 3. hlm. 493-503
Prof. Darji Darmodiharjo S.H dan Shidarta S.H, M.Hum, ―Pokok – Pokok Filsafat Hukum‖
(Jakarta : PT. Gramedia Putstaka Utama, 2019), Hlm.284
20