Anda di halaman 1dari 20

KODE ETIK PROFESI JAKSA

Makalah Ini Diajukan Sebagai Mata Kuliah Etika Profesi Hukum

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. A. Salman Manggalatung, S.H, M.H

Disusun Oleh:
Kelompok 3

Alvin Nawal syarof 11180490000015


M. Rahmat Martino 11180490000037
Arya Muhammad gifari 11180490000041
Elsha Mayang Sari 11190490000063
M. Hadra Krishna akbar 11190490000086
Airlangga Eki Purnomo 11190490000109

HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan kasih sayang-Nya yang telah
memberikan kekuatan dalam menjalani segala ujian, kesehatan, dan berkah yang tak
terhingga, karena sesungguhnya atas kehendak dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam juga senantiasa tercurahkan kepada Rasulallah SAW,
beserta keluarga, kerabat dan sahabatnya, yang senantiasa memberikan syafa‘atnya kepada
kami hingga hari ini.Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
karena masih banyak terdapat kekurangan, namun sesunguhnya tak ada gading yang tak
retak. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun demi penyempurnaan penulisan makalah ini. Semoga apa yang tertulis dalam
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 21 November 2021

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ......................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 4
C. Tujuan ...................................................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................... 6
A. Pengertian Kode Etik Profesi jaksa .......................................................................................... 6
B. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Kode Etik jaksa ........................................................................... 8
C. Sanksi Terhadap Jaksa yang melakukan pelanggaran ............................................................. 9
D. Cara menyikapi pelanggaran kode etik jaksa ......................................................................... 11
E. Proses pelaporan dugaan pelanggaran kode etik kejaksaan ................................................... 12
F. Contoh Surat Pengaduan Kode Etik Hakim Ke Komisi Yudisial ............................................ 16
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 19
A. Kesimpulan ............................................................................................................................ 19
B. Saran ...................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................... 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejaksaan merupakan lembaga negara yang bertugas menegakkan hukum atas


nama negara dan oleh karena itu berkewajiban untuk menaati kode etik profesi. Dalam
menjalankan tugasnya kejaksaan harus mampu mewujudkan kepastian hukum, ketertiban
hukum, keadilan dan kebenaran yang berlandaskan hukum, serta berpegang pada norma
agama, tata krama dan keadilan dalam masyarakat. Dalam hal ini, jaksa dituntut untuk
berperan lebih besar dalam menegakkan supremasi hukum, melindungi kepentingan
umum, menegakkan HAM, dan memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (selanjutnya
disebut KKN). Dalam undang-undang kejaksaan yang baru, Kejaksaan Republik
Indonesia sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan negara di bidang penuntutan
harus secara mandiri menjalankan fungsi, tugas, dan kewenangannya tanpa terpengaruh
oleh kewenangan pemerintah dan kewenangan lainnya.

Dalam profesinya ini, upaya kejaksaan tidak hanya memenuhi unsurunsur yang
terkandung dalam undangundang, tetapi juga mendengarkan dan memperjuangkan apa
yang sebenarnya terjadi dan dirasakan langsung di masyarakat, itulah yang disebut
metode sosiologis. Jaksa tidak bisa menangkap suara sebenarnya dari sebagian besar
masyarakat, kecuali masyarakat Indonesia yang heterogen, kondisi yang tercakup juga
dalam keadaan normal tidak sempurna.
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik lainnya. Mengandung nilai-nilai luhur
dan ideal sebagai norma perilaku profesional. Jika bisa dilaksanakan sesuai dengan
tujuan ke depan maka akan dihasilkan jaksa yang memiliki kualitas moral yang baik.
Jadikan kehidupan peradilan negara kita berhasil. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari kekuatan penegakan hukum di bidang penegakan hukum, sudah selayaknya setelah
kurun waktu tersebut Kejaksaan mempertimbangkan kembali keberadaan lembaga ini
agar dapat terbentuk paradigma baru jaksa dari refleksi tersebut, yang tercermin pada
Sikap moral, pikiran dan perasaan. Oleh karena itu, Kejaksaan tetap akan mengakui
identitasnya dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil nasional dan wali masyarakat di
bidang penegakan hukum.
Profesionalisme seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar, sebab
sebagaimana disebutkan diatas, bahwa di tangannyalah hukum menjadi hidup, dank
arena kekuatan dan otoritas yang dimilikinya inilah sampai muncul pertanyaan bahwa (it
doesn‘t matter what the law says, what matter is what the guy behind the desk interprents
the law to say). Mungkin bagi orang dengan kesadaran normatif, ungkapan ini agak
dilebih-lebihkan. Namun dari segi sosiologis hal ini merupakan fakta yang tidak dapat
dipungkiri, bahkan beberapa ahli hukum dan ahli sosiologi sering mengatakan bahwa
hukum tidak lain adalah perilaku aparat hukum, dan aparat hukum merupakan salah satu
4
etika profesi jaksa yang paling luhur. Muhammad Amin mengemukakan dalam bukunya
"Legal Professional Ethics" bahwa salah satu penyebab pelanggaran kode etik adalah
tidak berfungsinya kode etik itu sendiri. Artinya ketika sesuatu (suap atau menyuap)
menguntungkannya, ia dengan sengaja akan melanggar kode etik.
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan menjelaskan mengenai kode etik
dari seorang jaksa di Indonesia secara rinci.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja yang diatur dalam kode etik profesi Jaksa?


2. Apa saja bentuk-bentuk pelanggaran Kode Etik yang terjadi di Kejaksaan?
3. Bagaimana penerapan sanksi terhadap Jaksa yang melakukan pelanggaran kode etik?
4. Apa saja kendala dalam menerapkan sanksi kepada Jaksa yang melakukan
pelanggaran dan bagaimana upaya mengatasinya?
5. Bagaimana Proses pelaporan dugaan pelanggaran kode etik kejaksaan?
6. Bagaimana Contoh Surat Pengaduan Kode Etik Hakim Ke Komisi Yudisial?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui hal-hal yang diatur dalam kode etik profesi Polri
2. Untuk Mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran kode etik yang terjadi di Intansi Polri
3. Untuk Mengetahui penerapan sanksi yang diberikan kepada anggota Polri yang
melanggarkan kode etik
4. Untuk Mengetahui kendala yang dihadapi serta upaya yang dilakukan dalam
penerapan sanksi kepada anggota polri yang melakukan pelanggaran kode etik
5. Untuk mengetahui Proses pelaporan dugaan pelanggaran kode etik kejaksaan
6. Untuk mengetahui Contoh Surat Pengaduan Kode Etik Hakim Ke Komisi Yudisial?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik Profesi jaksa


Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di
bidang penegakkan hukum dengan berpegang pada peraturan perundang-undangan dan
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan demikian Jaksa Agung diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden serta bertanggung jawab kepada Presiden. Jaksa adalah
pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai
penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Penuntut Umum adalah
jaksa yang diberi wewenang oleh UndangUndang ini untuk melakukan penuntutan dan
melaksanakan penetapan hakim. Dalam Undang-undang ini diatur juga tentang syarat-
syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa, sumpah, larangan, tugas dan wewenang, dll.

Kemudian dalam peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Per-


014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa dijelaskan: Untuk mewujudkan jaksa
yang memiliki integritas, bertanggung jawab dan mampu memberikan pelayanan prima
kepada masyarakat, serta mewujudkan birokrasi yang bersih, efektif, efisien, transparan
dan akuntabel yang dilandasi doktrin Tri Krama Adhyaksa 1 . Dalam peraturan ini
kewajiban jaksa adalah:2

1. Jaksa kepada negara:


a. Setia dan taat kepada Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
b. bertindak berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku,
mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan yang hidup dalam
masyarakat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; dan
c. melaporkan dengan segera kepada pimpinannya apabila mengetahui hal yang
dapat membahayakan atau merugikan negara.
2. Jaksa kepada institusi:
a. menerapkan Doktrin Tri Krama Adhyaksa dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya;
b. menjunjung tinggi sumpah dan/atau janji jabatan jaksa;
c. menjalankan tugas sesuai dengan visi dan misi Kejaksaan Republik Indonesia;
d. melaksanakan tugas sesuai peraturan kedinasan dan jenjang kewenangan;
e. menampilkan sikap kepemimpinan melalui ketauladanan, keadilan, ketulusan dan
kewibawaan; dan

1
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per-014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku Jaksa, Bagian
Menimbang.
2
Ibid, Pasal 3-6.
6
f. mengembangkan semangat kebersamaan dan soliditas serta saling memotivasi
untuk meningkatkan kinerja dengan menghormati hak dan kewajibannya.
3. Jaksa kepada profesi jaksa :
a. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam melaksanakan tugas
dan kewenangannya dengan integritas, profesional, mandiri, jujur dan adil;
b. mengundurkan diri dari penanganan perkara apabila mempunyai kepentingan
pribadi atau keluarga;
c. mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan peraturan kedinasan;
d. meningkatkan ilmu pengetahuan, keahlian, dan teknologi, serta mengikuti
perkembangan hukum yang relevan dalam lingkup nasional dan internasional;
e. menjaga ketidakberpihakan dan objektifitas saat memberikan petunjuk kepada
Penyidik;
f. menyimpan dan memegang rahasia profesi, terutama terhadap tersangka/terdakwa
yang masih anak-anak dan korban tindak pidana kesusilaan kecuali penyampaian
informasi kepada media, tersangka/keluarga, korban/keluarga, dan penasihat
hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
g. memastikan terdakwa, saksi dan korban mendapatkan informasi dan jaminan atas
haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hak asasi manusia; dan
h. memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayanan hukum, penegakan
hukum atau tindakan hukum lain secara profesional, adil, efektif, efisien,
konsisten, transparan dan menghindari terjadinya benturan kepentingan dengan
tugas bidang lain.
4. Jaksa kepada masyarakat :
a. memberikan pelayanan prima dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan
hak asasi manusia; dan
b. menerapkan pola hidup sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Hal lainnya yang diatur adalah masalah: integritas, kemandirian, ketidakberpihakan


dan perlindungan. Jaksa dalam melaksanakan tugas profesi jaksa berhak:3
1. Melaksanakan fungsi jaksa tanpa intimidasi, gangguan dan pelecehan;
2. Mendapatkan perlindungan hukum untuk tidak dipersalahkan sebagai akibat dari
pelaksanaan tugas dan fungsi jaksa yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang
berlaku
3. Mendapatkan perlindungan secara fisik, termasuk keluarganya, oleh pihak yang
berwenang jika keamanan pribadi terancam sebagai akibat dari pelaksanaan tugas dan
fungsi jaksa yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku
4. Mendapatkan pendidikan dan pelatihan baik teknis maupun non teknis
5. Mendapatkan sarana yang layak dalam menjalankan tugas, remunerasi, gaji Serta
penghasilan lain sesuai dengan peraturan yang berlaku

3
Ibid, pasal 11

7
6. Mendapatkan kenaikan pangkat, jabatan dan/atau promosi berdasarkan parameter
obyektif, kualifikasi profesional, kemampuan, integritas, kinerja dan pengalaman,
serta diputuskan sesuai dengan prosedur yang adil dan tidak memihak.
7. memiliki kebebasan berpendapat dan berekspresi, kecuali dengan tujuan membentuk
opini publik yang dapat merugikan penegakan hukum; dan
8. mendapatkan proses pemeriksaan yang cepat, adil dan evaluasi serta keputusan yang
obyektif berdasarkan peraturan yang berlaku dalam hal Jaksa melakukan tindakan
indisipliner.

B. Bentuk-bentuk Pelanggaran Kode Etik Jaksa


Pelanggaran terhadap kode etik jaksa itu sendiri didefinisikan sebagai setiap
perbuatan Jaksa yang melanggar kewajiban dan/atau larangan dalam ketentuan Kode
Perilaku Jaksa, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. Berdasarkan
definisi di atas maka pelanggaran terhadap etik jaksa bukan saja perbuatan yang
melanggar larangan tetapi juga kewajiban, yang baik dalam waktu menjalankan
profesinya atau tidak. Hal ini berarti setiap waktu dan saat kode etik melekat dengan
jaksa.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan Republik Indonesia pasal 13 Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari
jabatannya dengan alasan :
a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan, berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
b. terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas/pekerjaannya
c. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
d. melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau
e. melakukan perbuatan tercela.

Dalam hal terjadi pelanggaran kode etik jaksa, pihak yang berwenang melakukan
penyelesaian yang dimulai dari tahap pemeriksaan sampai dengan putusan adalah majelis
kode perilaku. Majelis kode perilaku sendiri merupakan wadah yang dibentuk dalam
lingkup kejaksaan yang terdiri ketua yang merangkap anggota, yaitu pejabat yang
berwenang membentuk Majelis Kode Perilaku atau pejabat yang ditunjuk, sekretaris
merangkap anggota, serta seorang anggota dari unsur PJI dengan jenjang kepangkatannya
tidak lebih rendah dari oknum Jaksa yang akan diperiksa.
Pembentukan MKP sendiri merupakan kewenangan dari komisi kejaksaan yang
merupakan tindak lanjut dari adanya laporan atau pengaduan dari masyarakat terhadap
kinerja dan perilaku jaksa dan pegawai kejaksaan dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya. Dalam hal pemeriksaan terhadap pelanggaran harus diselesaikan dalam
kurun waktu 30 hari, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dinyatakan perbuatan
tersebut terbukti melanggar ketentuan kode etik maka terhadap jaksa yang bersangkutan
dikenakan tindakan administratif. Sanksi tindakan administratif sendiri terdiri:
a. Pembebasan dari tugas-tugas Jaksa, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama (1)
satu tahun; dan/atau

8
b. Pengalih tugasan pada satuan kerja yang lain, paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 2 (dua) tahun.

C. Sanksi Terhadap Jaksa Yang Melakukan Pelanggaran


Seorang jaksa dalam menjalankan profesinya wajib mematuhi serta menghormati
peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengaturnya. Hal ini bertujuan untuk
memberikan arahan, landasan, dan juga batasan bagaimana seharusnya seorang jaksa
bertindak dalam lingkup kewenangannya. Kode etik sebagai batasan memiliki peranan
apabila terhadap perbuatan jaksa yang tidak sesuai atau bahkan melanggar ketentuan
tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatannya. Selain penerapan sanksi
kode etik terdapat juga sanksi lainnya yaitu sanksi disiplin PNS apabila melanggar
peraturan disiplin PNS dan sanksi pidana apabila perbuatan tersebut merupakan
perbuatan pidana.
Pelanggaran terhadap kode etik jaksa itu sendiri didefinisikan sebagai setiap
perbuatan Jaksa yang melanggar kewajiban dan/atau larangan dalam ketentuan Kode
Perilaku Jaksa, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. Berdasarkan
definisi di atas maka pelanggaran terhadap etik jaksa bukan saja perbuatan yang
melanggar larangan tetapi juga kewajiban, yang baik dalam waktu menjalankan
profesinya atau tidak. Hal ini berarti setiap waktu dan saat kode etik melekat dengan
jaksa.
Dalam hal terjadi pelanggaran kode etik jaksa, pihak yang berwenang melakukan
penyelesaian yang dimulai dari tahap pemeriksaan sampai dengan putusan adalah majelis
kode perilaku. Majelis kode perilaku sendiri merupakan wadah yang dibentuk dalam
lingkup kejaksaan yang terdiri ketua yang merangkap anggota, yaitu pejabat yang
berwenang membentuk Majelis Kode Perilaku atau pejabat yang ditunjuk, sekretaris
merangkap anggota, serta seorang anggota dari unsur PJI dengan jenjang kepangkatannya
tidak lebih rendah dari oknum Jaksa yang akan diperiksa.
Pembentukan MKP sendiri merupakan kewenangan dari komisi kejaksaan yang
merupakan tindak lanjut dari adanya laporan atau pengaduan dari masyarakat terhadap
kinerja dan perilaku jaksa dan pegawai kejaksaan dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya. Dalam hal pemeriksaan terhadap pelanggaran harus diselesaikan dalam
kurun waktu 30 hari, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dinyatakan perbuatan
tersebut terbukti melanggar ketentuan kode etik maka terhadap jaksa yang bersangkutan
dikenakan tindakan administratif. Sanksi tindakan administratif sendiri terdiri:
a. Pembebasan dari tugas-tugas Jaksa, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama (1)
satu tahun; dan/atau
b. Pengalih tugasan pada satuan kerja yang lain, paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 2 (dua) tahun.
Dalam penerapan sanksi tindakan administratif tidak mengesampingkan ketentuan
pidana dan hukuman disiplin berdasarkan peraturan disiplin pegawai negeri sipil apabila
atas perbuatan tersebut terdapat ketentuan yang dilanggar.
satu kasus pelanggaran kode etik dalam profesi jaksa yaitu dalam kasus jaksa Farizal,
Farizal merupakan seorang Jaksa di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat yang sempat

9
ditangkap dalam operasi tangkap tangan KPK dalam kasus penerimaan suap dalam
penanganan perkara distribusi gula impor tanpa Standar Nasional Indonesia yang
menjerat Direktur Utama CV Semesta Berjaya yaitu Xaveriandy Sutanto yang diadili di
pengadilan Negeri Padang.
hasil pemeriksaan ditemukan dugaan bahwa jaksa Farizal menerima suap sebesar Rp.
400 Juta dari Xaveriandy Sutanto dalam penanganan kasus yang menjeratnya. Suap
tersebut diberikan agar jaksa Farizal memberikan bantuan dalam perkara pidana tersebut,
selama dilakukannya pemeriksaan ditemukan fakta yang mengarahkan terjadinya
pelanggaran etika berupa pelanggaran terhadap kewajiban maupun larangan dalam
profesi jaksa.
Beberapa bantuan yang diberikan oleh jaksa Farizal meliputi ikut serta membantu
kuasa hukum terdakwa dalam penyusunan eksespi, tidak melakukan penahanan terhadap
terdakwa, tidak mencermati berkas perkara, tidak informatif terhadap jaksa lainnya yang
menangani perkara tersebut dan bahkan tidak pernah sekalipun mengikuti atau hadir
dalam proses persidangan padahal diketahui bahwa jaksa Farizal adalah jaksa penuntut
umum dalam kasus distribusi gula impor tanpa Standar Nasional Indonesia.
Berdasarkan kronologi kasus di atas apabila dilakukan analisis terhadapnya maka
dapat ditemukan banyak ketentuan kode etik yang dilanggar dalam kasus tersebut. Dalam
kode etik jaksa terdapat larangan yang diatur dalam Pasal 7 yang memuat beberapa hal,
namun kaitannya dengan kasus yang menjerat jaksa Farizal ketentuan larangan yang
dilanggar, yaitu:
a. Memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan keuntungan pribadi
secara langsung maupun tidak langsung bagi diri sendiri maupun orang lain dengan
menggunakan nama atau cara apapun;
b. Meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk apapun dari
siapa pun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung;
Jaksa Farizal secara terang telah terbukti melanggar Pasal 7 huruf a dan b, di mana
seoarang jaksa seharusnya tidak boleh menerima hadiah/keuntungan dalam bentuk
apapun dari pihak yang berwenang ataupun pihak lainnya yang berkaitan kasus yang
sedang ditanganinya. Selain itu perbuatan jaksa Farizal yang menerima sejumlah uang
tersebut bukan saja melanggar ketentuan larangan dalam kode etik tetapi juga telah
menyalahi dan melanggar sumpah atau janji jabatan jaksa, sebagaimana yang terdapat
dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Selain itu jaksa Farizal juga telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Yang
ketentuannya sebagai berikut: Pasal 12 UU 20/2001
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah):
a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk

10
menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya;
b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya;
Berdasarkan perbuatannya yang telah terbukti melakukan penerimaan suap dari
Xaveriandy Sutanto atas penanganan kasus gula non-SNI untuk kepentingan melakukan
penahanan kota terhadap Xaveriandy Sutanto, dan membantu pembuatan nota keberatan
(eksepsi) atas dakwaan, oleh karena perbuatannya Jaksa Farizal divonis 5 tahun penjara
karena terbukti menerima suap dari pengusaha gula Xaveriandy Sutanto. Dia juga
didenda sebesar Rp250 juta dengan subsider 4 bulan penjara, serta diwajibkan untuk
membayar uang pengganti Rp355 juta.
Selain di vonis penjara dan denda, berdasarkan pelanggaran etik dan hukum yang
telah dilakukannya, berdasarkan Pasal 13 Ayat (1) huruf a, d, dan e UndangUndang
Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, Jaksa Farizal diberhentikan secara tidak
hormat karena telah memenuhi alasan-alasan yang telah ditentukan di dalamnya.4

D. Cara Menyikapi Pelanggaran Kode Etik Jaksa


―Kode etik profesi hukum sangat dekat kaitannya dengan apa yang disebut
dengan integrated criminal justice system yaitu sistem perkara pidana secara terpadu‖. 5
Jaksa sendiri merupakan sebuah profesi yang ditugaskan sebagai perwakilan
negara dalam rangka menegakkan keadilan dimuka hukum. Jaksa diwajibkan mampu
berfikir secara rasional disamping tugas fungsional utamanya adalah penututan terhadap
sebuah kasus yang ditangani. Tugas fungsional seorang jaksa pun pada akhirnya
memberikan kesempatan untuk seorang jaksa agar mampu memberikan keuntungan
pribadi bagi mereka sendiri, misalnya dengan menerima suapan yang diberikan dari kasus
– kasus yang mereka tangani. Maka dari itu penekanan terhadap profesi jaksa dalam
menjalankan tugasnya harus sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat dan
harus menjunjung tinggi martabat profesi nya karena jika seorang jaksa bisa
mengindahkan nilai-nilai dan menjunjung tinggi martabat profesi jaksa akan ada timbal
baliknya dengan institusi jaksa itu sendiri dan nama baik profesi jaksa terjaga.
Cara menyikapi pelanggaran kode etik jaksa memiliki dua cara khusus yaitu:
1. dengan cara pendidikkan karakter dari pendidikan karakter ini diharapkan agar jaksa
bisa berperilaku sesuai kode etik jaksadan melaksanakan kewajiban nya sebagai
aparat penegak hukum yang menjunjung tinggi nilai profesionalitas dalam bertugas.
2. Selanjutnya, dengan cara memberikan hukuman kepada jaksa yang tidak profesional
dalam menjalankan tugasnya.
Pedoman penyikapan pelanggaran kode etik oleh jaksa melalui cara represif diatur
dalam Peraturan Jaksa Agung mengenai Kode Perilaku Jaksa. Yang tertuang pada pasal 3

4
Jurnal Kertha Semaya, Vol. 9 No. 3 Tahun 2021, hlm. 493-503
5
Prof. Darji Darmodiharjo S.H dan Shidarta S.H, M.Hum, ―Pokok – Pokok Filsafat Hukum‖ (Jakarta : PT. Gramedia Putstaka
Utama, 2019), Hlm.284

11
hingga 5 yaitu mengenai kewajiban jaksa sebagai profesi, pasal 7 mengenai pelarangan,
dan pasal 12 hingga pasal 14 mengenai sanksi yang diberikan
Tentunya pelanggaran profesi jaksa ini disamping mendapatkan sanksi
administratif melalui peraturan Jaksa agung, juga mendapatkan sanski hukum lainnya
menyesuaikan dengan pelanggaran seperti apa yang dilakukan oleh seorang jaksa. Peran
Komisi Kejaksaan ini dalam menyikapi pelanggaran kode etik jaksa disini sangat penting
karena Komisi Kejaksaan memiliki tugas salah satunya adalah mengawasi dan menilai
kinerja seorang jaksa dalam melakukan tugas dinasnya. Dengan adanya kehadiran komisi
kejaksaan diharapkan dapat membuat para jaksa ini mematuhi kode etik jaksa dan komisi
kejaksaan mempunyai wewenang yaitu, menerima aduan masyarakat mengenai perilaku
jaksa yang tidak sesuai dengan kode etik jaksa. Dengan adanya peran serta masyarakat
yang dapat melaporkan perilaku jaksa yang tidak sesuai dengan kode etik jaksa maka
dapat langsung di laporkan ke komisi kejaksaan sebagai lembaga pengawas eksternal lalu
dilanjutkan kepada unit pengawas internal kejaksaan untuk di proses
Tetapi komisi kejaksaan ini mempunyai hambatan dalam menyikapi pelanggaran
kode etik jaksa yaitu Komisi Kejaksaan tidak mempunyai kekuatan untuk menghukum
para jaksa yang melanggar kode etik jaksa, terbatas nya manusia yang ada di dalam
komisi kejaksaan sehingga memperhambat penegakan pelanggaran kode etik jaksa,
alokasi anggaran yang sedikit kepada Komisi Kejaksaan sehingga tidak dapat melakukan
tugasnya dengan baik karena terbatas dengan anggaran-nya, dan yang terakhir ialah
aduan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap seorang jaksa tidak berdasar sehingga
sulit untuk ditindak lanjuti oleh komisi kejaksaan karena tidak ada bukti dalam
aduannya.6

E. Proses Pelaporan Dugaan Pelanggaran Kode Etik kejaksaan


Dalam isi Peraturan Presiden 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Kejaksaan
sebagian besar kewenangan Komisi Kejaksaan ialah menerima laporan pengaduan dari
masyarakat. Penerimaan laporan pengaduan masyarakat merupakan salah satu
kewenangan Komisi Kejaksaan yang paling popoler.
Adapun tatacara pengaduan masyarakat ke Komisi Kejaksaan adalah sebagai
berikut :7
1. Laporan pengaduan melalui pos atau PO Box
Laporan pengaduan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia oleh pelapor atau
kuasanya yang mendapat kuasa untuk maksud tersebut dengan memuat perihal
sebagai berikut:
a. Identitas pelapor yang lengkap: nama, alamat, pekerjaan, no.telp disertai dengan
Foto kopi KTP pelapor. Jika pelapor bertindak selaku kuasa, disertai dengan surat
kuasa

6
Gita Cheryl Barizqi,Skripsi:‖Peran Pengawasan Komisi Kejaksaan Terhadap Penegakan Kode Etik Jaksa‖
(Jakarta:UIN,2018),Hlm.52-53
7
Dikutip dari https://komisi-kejaksaan.go.id/tata-cara-pengaduan/ pada tanggal 20 November 2021

12
b. Identitas terlapor (jaksa / pegawai Kejaksaan) secara jelas: nama, jabatan, NIP,
alamat lengkap Unit Kerja Terlapor
c. Uraian mengenai hal yang menjadi dasar laporan pengaduan : alasan pengaduan
diuraikan secara jelas dan rinci disertai alat bukti yang diperlukan berupa surat-
surat bukti, saksi dan lain-lain
d. Laporan pengaduan ditandatangani oleh pelapor / kuasanya
e. Dan dikirimkan ke alamat Komisi Kejaksaan RI

2. Laporan pengaduan melalui surat elektronik (Email)


Laporan pengaduan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia oleh pelapor atau
kuasanya yang mendapat kuasa untuk maksud tersebut dengan memuat perihal
sebagai berikut
a. Identitas pelapor yang lengkap: nama, alamat, pekerjaan, no.telp disertai dengan
attach file Scaner KTP / identitas diri Pelapor / kuasanya dan surat kuasa (jika
pelapor bertindak selaku kuasa), Laporan yang tidak melampirkan file Scaner
KTP / identitas diri, tidak akan dilayani.
b. dentitas terlapor (jaksa / pegawai Kejaksaan) secara jelas: nama, jabatan, NIP,
alamat lengkap Unit Kerja Terlapor
c. Uraian mengenai hal yang menjadi dasar laporan pengaduan: alasan pengaduan
diuraikan secara jelas dan rinci disertai alat bukti yang diperlukan berupa surat-
surat bukti, saksi dan lain-lain. Jika tidak memungkinkan melalui email alat bukti
dapat dikirimkan melalui pos
d. Laporan pengaduan diketik dalam format file ‗Word document‘ (*.doc,*.docx)
e. Masyarakat yang ingin melaporkan dapat mendownload file Form Pengaduan
berikut ini
f. Kemudian kirim ke alamat email pengaduan@komisi-kejaksaan.go.id atau
yanis.kkri@gmail.com

3. Laporan pengaduan melalui whatsapp


Laporan pengaduan diajukan secara tertulis dalam bahasa indonesia oleh pelapor atau
kuasanya yang mendapat kuasa untuk maksud tersebut dengan memuat perihal
sebagai berikut:
a. Identitas pelapor yang lengkap: nama, alamat, pekerjaan, no.telp disertai dengan
attach file Scaner KTP / identitas diri Pelapor / kuasanya dan surat kuasa (jika
pelapor bertindak selaku kuasa), Laporan yang tidak melampirkan file Scaner
KTP / identitas diri, tidak akan dilayani.
b. Identitas terlapor (jaksa / pegawai Kejaksaan) secara jelas: nama, jabatan, NIP,
alamat lengkap Unit Kerja Terlapor
c. Uraian mengenai hal yang menjadi dasar laporan pengaduan: alasan pengaduan
diuraikan secara jelas dan rinci disertai alat bukti yang diperlukan berupa surat-
surat bukti, saksi dan lain-lain. Jika tidak memungkinkan melalui email alat bukti
dapat dikirimkan melalui pos

13
d. Laporan pengaduan diketik dalam format file ‗Word document‘ (*.doc,*.docx)
atau text pada whatsapp
e. Masyarakat yang ingin melaporkan dapat mendownload file Form Pengaduan
yang ada di website kejaksaan
f. Kemudian kirim ke nomor : 081220713931.

Setelah berkas pengaduan Masyarakat diterima, maka selanjutnya berkas akan


diregistrasi pada bagian sekretariat Komisi Kejaksaan yang kemudian akan diserahkan ke
komisioner untuk di telaah terlebih dahulu sebelum dibawa ke rapat pleno. Komisioner
masing-masing akan melakukan telaah administratif dan substantif atas laporan
pengaduan tersebut. Telaah yang dilakukan oleh masing-masing komisioner dilakukan
selama 5 hari sejak diterima dari sekretaris berdasarkan disposisi ketua.
Apabila berkas laporan tersebut tidak memenuhi syarat administratif maka
Pelapor atau Kuasa Pelapor diminta untuk melengkapi dan menyampaikan kembali ke
komisi Kejaksaan. Maka dari itu laporan pengaduan tersebut diregister sebagai kategori
informasi. Hasil telaah yang sudah lengkap kemudian akan disampaikan dalam rapat
pleno. Didalam rapat pleno laporan tersebut akan dibahas oleh seluruh komisioner. Hasil
rapat pleno dapat berupa :
1. Rekomendasi tindak lanjut
2. Rekomendasi klarifikasi
3. Diteruskan kepada instansi data kepada pelapor
4. Dimintakan kelengkapan data kepada pelapor
5. Diinformasikan kepada pelapor
6. Diarsipkan
Kemudian rekomendasi akan diserahkan kepada pihak pengawas internal,
kemudian secara periodik akan dipantau oleh Komisi Kejaksaan untuk mengetahui proses
penanganan dan pemeriksaan, serta bagaimana tindak lanjut pengaduan dan rekomendasi
yang diberikan. Keseluruhan hasil pemantauan akan disusun dalam berkas laporan
pemantauan. Laporan tersebut akan ditelaah kembali untuk mengetahui apakah ada bukti
atau informasi baru yang belum diklarifikasi lebih lanjut.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, apabila masyarakat menduga ada
pelanggaran Kode etik yang dilakukan oleh Jaksa maka masyarakat bisa melaaporkan hal
tersebut ke Komisi Kejaksaan melalui Email, Pos, Online ataupun datang langsung ke
Kantor Komisi Kejaksaan. Setelah laporan pengaduan diterima, berkas akan diregistrasi
pada bagian sekretariat Komisi Kejaksaan yang kemudian akan diserahkan ke
Komisioner untuk ditelaah terlebih dahulu sebelum dibawa ke rapat pleno.
Masing-masing Komisioner akan melakukan telaah administratif dan substantif
atas laporan dengan dukungan kelompok kerja paling lambat lima hari sejak diterima dari
sekretaris berdasarkan disposisi ketua. Hasil telaah yang sudah lengkap akan disampaikan
didalam rapat pleno yang kemudian akan dibahas oleh semua Komisioner. Hasil dari
rapat pleno adalah sebuah rekomendasi, yang kemudian akan dikirimkan ke pengawas
internal. Setelah dikirim ke pengawas internal, maka selama tiga bulan akan dipantau

14
bagaimana penanganan dan pemeriksaan serta tindak lanjut pengaduan dan rekomendasi
yang diberikan. Hasil pemantauan tersebut akan dimasukkan ke berkas pemantauan.
Hasil pemantauan tersebut akan ditelaah kembali untuk mengetahui apakah ada
bukti baru atau informasi baru yang belum di koordinasikan dengan Komisi Kejaksaan.
Komisi Kejaksaan juga berhak melakukan pemeriksaan ulang, pemeriksaan tambahan
dan pengambilalihan pemeriksaan. Untuk pemeriksaan ulang atau pemeriksaan
tambahan, hal tersebut bisa dilakukan apabila ada bukti atau informasi baru pada
pemeriksaan sebelumnya belum di klarifikasi atau masih memerlukan klarifikasi lebih
lanjut dan apabila pemeriksaan oleh pengawas internal Kejaksaan tidak di koordinasikan
sebelumnya dengan Komisi Kejaksaan. Untuk pengambilalihan pemeriksaan dapat
dilakukan apabila pengawas internal Kejaksaan tidak menunjukkan kesungguhan dalam
melakukan pemeriksaan atau belum menunjukan hasil pemeriksaan yang nyata dalam
kurun waktu 3 (bulan) sejak laporan pengaduan masyarakat masuk atau sejak laporan
pengaduan tersebut diserahkan ke pengawas internal Kejaksaan. Hal tersebut sesuai
dengan pasal 4 huruf e Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi
Kejaksaan.
Dalam melakukan pemeriksaan tambahan, pemeriksaan ulang maupun
pengambilalihan pemeriksaan, Komisi Kejaksaan memberitahukan hal tersebut kepada
Jaksa Agung. Menurut teori sistem, seharusnya mekanisme penanganan laporan yang
dilakukan oleh Komisi Kejaksaan tidak boleh berhenti hanya sebatas memberikan
rekomendasi saja, tetapi juga harus membentuk atau ikut mengawasi, memantau dan
memastikan sejauh mana sanksi yang diberikan kepada Jaksa atau pegawai dilingkungan
Kejaksaan lainnya sudah ditaati dan dieksekusi dengan benar. Jadi mekanisme yang
dilakukan dari awal dalam memeriksa dan menangani laporan yang prosesnya cukup
panjang itu tidak menjadi sia-sia apabila sanksi yang diberikan pada Jaksa atau pegawai
Kejaksaan itu sudah di jalani dengan benar.
Apabila sanksi yang diberikan tidak ditaati oleh Jaksa dan pegawai dilingkungan
Kejaksaan lainnya, maka Komisi Kejaksaan seakan hanya mengantarkan sampai ke pintu
gerbang saja dan seakan tidak mau tau apa yang akan terjadi didalamnya. Karena kalau
tidak di awasi sampai selesai, di khawatirkan akan ada penyelewengan atau
kesewenangan atasan di badan Kejaksaan yang melindungi Jaksa yang notabene adalah
bawahannya tersebut. Maka dari itu perlu adanya penambahanan substansi hukum atau
payung hukum yang lebih kuat untuk Komisi Kejaksaan, yang sebelumnya hanya sebatas
Peraturan Presiden, harus diperkuat dengan Undang-undang tersendiri mengenai Komisi
Kejaksaan. Dimana nantinya apabila payung hukum Komisi Kejaksaan menjadi sebuah
Undang-undang tersendiri maka kewenangannya harus ditambah salah satunya adalah
untuk mengawasi memantau dan memastikan sejauh mana penegakan kode etik tersebut
dijalankan.

15
F. Contoh Surat Pengaduan Kode Etik Hakim Ke Komisi Yudisial

Jakarta, 14 November 2021

Lampiran : 3 eks

Hal : Laporan Dugaan Pelanggaran Kode Etikdan Perilaku Hakim oleh Hakim Majelis
Hakim dalam Perkara Nomor : …./PDT.G/2021/PN JKT.SELKepada Yth.Ketua Komisi
Yudisial RI

diJakarta

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :……………………………………………………………………………………..

Tempat Tanggal Lahir :………………………………………………………..………..…

Jenis Kelamin :…………………………………………………………………………….

Kebangsaan : ………………………………………………………………………………

Pekerjaan :………………………………………………………………………………….

Alamat : ………………………………………………………………………...………….

Selanjutnya disebut sebagai ————————– PELAPOR

Dengan ini melaporkan terjadinya pelanggaran kode etik dan Perilaku Hakim yang
dilakukan oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa
dan mengadili perkara/yang mengeluarkan Putusan dengan Register Perkara Nomor :

…./PDT.G/2015/PN JKT.SEL tanggal 5 September 2021 dengan susunan Majelis


Hakim sebagai berikut:

1. Nama : ………………………………….…
Jabatan : Hakim Ketua
Instansi : Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
16
2. Nama: ……………………………………..
Jabatan : Hakim Anggota
Instansi : Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
3. Nama : ……………………………….……
Jabatan : Hakim Anggota
Instansi : Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Selanjutnya disebut sebagai ———————— TERLAPOR
Adapun yang menjadi dasar dan pertimbangan laporan dugaan Pelanggaran Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim yang dilakukan oleh Terlapor adalah sebagai berikut :
Legal Standing
a. Pelapor merupakan Terggugat I dalam Gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang
diajukan oleh Penggugat dalam hal ini …………………….., yang terregister
dengan Nomor Perkara : …./PDT.G/2015/PN JKT.SEL pada Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan.
b. Perkara tersebut telah diputus pada tanggal 5 September 2021 dengan amar
putusan sebagai berikut :
M E N G A D I L I DALAM EKSEPSI :
Menolak seluruh eksepsi yang diajukan oleh Tergugat I dan Tergugat II;
DALAM POKOK PERKARA :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;


2. Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum
terhadap Penggugat;
3. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar ganti rugi kepada
Penggugat secara tunai dan sekaligus sebesar :

KERUGIAN MATERIL :
Biaya yang telah dikeluarkan sebagai pinjaman kepada Tergugat I dan Tergugat II
sebesar Rp. 6.462.000.000,- (enam milyar empat ratus enam puluh dua juta rupiah) dan
USD 165.000,- (seratus enam puluh lima ribu dollar Amerika);

KERUGIAN IMMATERIL :
Bahwa Penggugat telah mengalami tekanan psikologis, yaitu reputasi, harga diri dan
kehormatan baik pribadi maupun perusahaan tercoreng, yang nilai kerugian sejumlah Rp.
150.000.000.000,- (seratus lima puluh milyar rupiah); Total kerugian materil dan
immaterial sebesar Rp. 156.462.000.000,- (seratus lima puluh enam milyar empat ratus

17
enam puluh dua juta rupiah) dan USD 165.000,-(seratus enam puluh lima ribu dollar
Amerika);
1. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang telah diletakkan atas obyek berupa:
 Tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Kebon Anggrek Nomor 24, RT.
001/RW. 005, Kelurahan Cipete Selatan, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan ;
 Tanah dan bangunan yang terletak di Jalan KH. Ahmad Dahlan Nomor 15, Kel.
Kramat Pela, Kec. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan;
2. Memerintahkan kepada Tergugat I dan Tergugat II untuk membuat surat permintaan
maaf terbuka yang dimuat di koran nasional ;
3. Memerintahkan kepada Pihak manapun untuk tunduk dan patuh terhadap Putusan ini
4. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya perkara yang hingga
kini ditaksir sebesar Rp.2.431.000,- (dua juta empat ratus tiga puluh satu ribu rupiah)
secara tanggung renteng ;
5. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya ;
 Bahwa atas Putusan sebagaimana dimaksud diatas kuat dugaan telah terjadi
dugaan keras pelanggaran kode etik dan Perilaku Hakim yang dilakukan oleh
Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan
mengadili perkara/yang mengeluarkan Putusan dengan Register Perkara Nomor :
…/PDT.G/2015/PN JKT.SEL.
 Bahwa dengan demikian Pelapor memiliki kepentingan guna mempertahankan
hak atas Persamaan di hadapan hukum (Equality Before The Law) dan perlakuan
Adil demi terciptanya asas Kepastian, Keadilan dan Kemanfaatan Hukum, untuk
itu sudah selayaknyalah Pelapor memiliki legal standing guna mempertahankan
hak Keadilan yang dirasa dihilangkan, dicabut dan tidak dipenuhi melalui Putusan
A Quo.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di
bidang penegakkan hukum dengan berpegang pada peraturan perundang-undangan dan
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain
berdasarkan undang-undang.
Seorang jaksa dalam menjalankan profesinya wajib mematuhi serta menghormati
peraturan perundang-undangan dan kode etik yang mengaturnya. Hal ini bertujuan untuk
memberikan arahan, landasan, dan juga batasan bagaimana seharusnya seorang jaksa
bertindak dalam lingkup kewenangannya. Kode etik sebagai batasan memiliki peranan
apabila terhadap perbuatan jaksa yang tidak sesuai atau bahkan melanggar ketentuan
tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatannya. Selain penerapan sanksi
kode etik terdapat juga sanksi lainnya yaitu sanksi disiplin PNS apabila melanggar
peraturan disiplin PNS dan sanksi pidana apabila perbuatan tersebut merupakan
perbuatan pidana.
Pelanggaran terhadap kode etik jaksa itu sendiri didefinisikan sebagai setiap
perbuatan Jaksa yang melanggar kewajiban dan/atau larangan dalam ketentuan Kode
Perilaku Jaksa, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
Dalam hal terjadi pelanggaran kode etik jaksa, pihak yang berwenang melakukan
penyelesaian yang dimulai dari tahap pemeriksaan sampai dengan putusan adalah majelis
kode perilaku.
Sanksi tindakan administratif sendiri terdiri:
a. Pembebasan dari tugas-tugas Jaksa, paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama (1)
satu tahun; dan/atau
b. Pengalih tugasan pada satuan kerja yang lain, paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 2 (dua) tahun.

B. Saran
Diharapkan kepada seluruh pihak terkait dapat turut serta menerapkan dan
meningkatkan ketegasannya dalam penerapan kode etik dalam lingkungan profesi apapun
terutama kejaksaan karena bersentuhan langsung dengan masyarakat dalam
melaksanakan tugasnya secara baik dan benar sesuai dengan peraturan yang telah di buat
dan di sahkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per-014/A/Ja/11/2012 Tentang Kode Perilaku
Jaksa, Bagian Menimbang.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik


Indonesia

Prasetyo, Teguh & Priyana, Puti 2021. Penegakan Kode Etik Terhadap Jaksa Yang Melakukan
Korupsi. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 9 No. 3. hlm. 493-503

Prof. Darji Darmodiharjo S.H dan Shidarta S.H, M.Hum, ―Pokok – Pokok Filsafat Hukum‖
(Jakarta : PT. Gramedia Putstaka Utama, 2019), Hlm.284

Gita Cheryl Barizqi,Skripsi:‖Peran Pengawasan Komisi Kejaksaan Terhadap Penegakan Kode


Etik Jaksa‖ (Jakarta:UIN,2018),Hlm.52-53

Komisi Kejaksaan Republik Indosenia. 2016. https://komisi-kejaksaan.go.id/tata-cara-


pengaduan/ diakses pada tanggal 20 November 2021

20

Anda mungkin juga menyukai