NIM : B011181312
Hukum Telekomunikasi dan Informatika
Telematika berasal dari Bahasa Perancis “telematique” yang berarti berpadunya sistem
telematika dapat diartikan sebagai proses komunikasi dengan menggunakan alat teknologi.
terpisah menjadi satu kesatuan sehingga diperoleh nilai tambah dari layanan tersebut.
informatika menjadi semakin terpadu atau popular dan oleh karena itu istilah telematika juga
sering disebut sebagai the new hybrid technology. Kemudian dikenallah istilah Konvergensi.
Istilah konvergensi dalam lingkup telematika adalah pemaduan teknologi informasi, media dan
Sedangkan dalam konteks sistem hukum, konvergensi adalah terharmonisasinya sistem hukum
nasional akibat globalisasi komunikasi dan perdagangan eksternalnya, khususnya untuk
menyikapi perkembangan sistem hukum negara lain dan kesepakatan internasional. Kata kunci
juga dimaknai sebagai suatu kemampuan dari beberapa jaringan (network platform) yang
berbeda untuk memberikan beberapa jenis layanan dengan menyatukan perangkat dari
pengguna atau konsumen secara bersamaan. Konvergensi dalam industry sektoral, yaitu
yang dimaksud ini disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah teknologi digital
(digitalization), turunnya harga perangkat komputasi, berkurangnya biaya yang muncul dari
telematika yang berbasiskan teknologi digital dikenal dengan istilah internet. Determinasi
teknologi informasi secara cepat dapat mengubah banyak hal dalam kehidupan masyarakat,
misalnya dalam hak konsumsi media, model interaksi sosial, bentuk partisipasi politik, gaya
hidup, dan lain sebagainya. Media sistem elektronik melengkapi media konvensional,
teknologi yang berbeda, yang memiliki fungsi yang sama, dimana dengan teknologi ini layanan
suara, data, dan video dapat diolah dalam satu jenis jaringan sehingga memungkinkan untuk
internet, masyarakat dunia sama halnya mendatangkan ruang baru, yang disebut dengan
cyberspace.
Cyberspace memberi gambaran seperti suatu alam semu yang mempertemukan teknologi
telekomunikasi dan informatika, yang lebih jelasnya bahwa seperti terdapat ruang di dalam
medium cyber. Kata cyber diartikan sebagai kawat listrik, sehingga cyberspace dapat diartikan
sebagai gigantic network atau yang berarti jaringan komputer raksasa. Menurut Howard
Rheingold, cyberspace merupakan sebuah “ruang imajiner” atau “maya” yang bersifat
artificial, dimana bahwa setiap orang dapat melakukan apa saja yang bisa dilakukan dalam
kehidupan sosial sehari-sehari dengan menggunakan cara yang baru. Pernyataan ini juga
didukung oleh pendapat Ahmad Ramli, bahwa cyberspace adalah setiap kegiatan siber
meskipun bersifat virtual akan tetapi dikategorikan sebagai suatu tindakan dan perbuatan yang
nyata, dimana merupakan sebuah kenyataan sosial bahwa internet atau cyberspace
menawarkan ruang public yang maya, namun terjadi dengan nyata beserta akibat-akibatnya.
Kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh Barda Nawawi Arief, bahwa dunia nyata dan dunia maya
(internet atau cyberspace) secara tegas tidak terpisah, artinya segala aktivitas di internet
meskipun dianggap sebagai suatu aktivitas maya, dalam pengaturannya tidak dapat dilepaskan
dari manusia dalam dunia nyata. Hal tersebut dikarenakan oleh internet sebagai suatu teknologi
yang menuntut peran manusia di dalam pengoperasiannya, dan manusia dalam alam nyatalah
yang bertanggung jawab atas akibat dari perbuatannya. Segala perbuatan hukum tersebut
walaupun memiliki karakter virtual, tetapi berakibat sangat nyata. Cyberspace merupakan
suatu medium komunikasi global yang berdasar atas freedom of information atau kebebasan
berinformasi dan free flow of information atau kebebasan berkomunikasi sehingga dari kedua
dasar tersebut membuka kesempatan yang luas pula bagi kebebasan dalam mengemukakan
pendapat.
informasi. Jadi, tidak lagi hanya melingkupi telekomunikasi dan informatika yang telah
diketahui sebelumnya, namun pada perkembangannya lebih lanjut media pun telah menjadi
bagian dari ruang lingkup telematika yang tak terpisahkan sebagai satu kesatuan konvergensi
dengan telekomunikasi dan informatika. Akibat dari perkembangan yang semakin maju
tersebut, istilah telematika pun semakin berkembang menjadi istilah Teknologi Informatika
(TI) dan Information & Communication Technologies (ICT). Akan tetapi dikatakan bahwa
istilah-istilah tersebut pada dasarnya memiliki makna yang sama, namun hanya dibedakan
tergantung pada lingkup, bagaimana sudut pandang pengguna istilahnya, dan kapan istilah-
kita sehari-hari. Keberadaan konvergensi ketiga sistem tersebut telah mampu merubah pola
hidup masyarakat dunia secara global sehingga menyebabkan perubahan dalam kehidupan
berbudaya, sosial, ekonomi hingga pada pada pola penerapan dan penegakan hukum dimana
Kerangka hukum dalam sistem telematika merupakan suatu perihal yang baru dalam
dunia hukum tersendiri. Seiring dengan perkembangan manusia dan teknologi yang
perbuatan melawan hukum yang merugikan berbagai pihak, dibutuhkan hukum yang dapat
sebagai salah satu media komunikasi global, tentu pula menimbulkan hak dan kewajiban bagi
setiap pihak terkait yang menggunakannya. Maka dari itu hukum hadir sebagai perangkat
peraturan dalam melindungi hak-hak dan untuk mengatur kewajiban masyarakat di dalam
terbatas. Peraturan ini belum mampu mengakomodasi tren yang bersifat ubiquitous, yang
berarti sebuah teknologi yang memudahkan pengguna dan dapat melakukan segala sesuatu
seperti yang pengguna inginkan, serta dapat dijangkau kapan saja, dimana saja, dan oleh siapa
meniadakan kompetisi, dan menjaga agar tidak terjadi peralihan monopoli dari
2. Mengatur kewajiban para operator agar tetap memberikan pelayanan universal yang
diatur sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) UU Telekomunikasi tahun 1999 yang
universal.
3. Mendorong inovasi dalam menciptakan daya saing bahsa dalam sektor Teknologi,
Secara umum, hukum meliputi segala macam ketentuan hukum yang ada baik secara
tertulis dalam peraturan perundang-undangan maupun materi hukum tidak tertulis yang berupa
kebiasaan yang di praktikkan sebagai sebuah kelaziman. Sejak disahkannya UU No.11 tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Indonesia telah memiliki cyber
law atau cyberspace law, yang mengatur segala peristiwa dan perbuatan hukum dengan
medium ruang maya cyber space). Dengan semakin banyaknya pemanfaatan teknologi digital,
maka regulasi di bidang ini juga akan terus berkembang. Hukum telematika meruapakan
penyelenggaraan suatu sistem elektronik, baik yang terkoneksi dengan internet maupun tidak.
Idealnya, hukum telematika dapat melakukan harmonisasi atas seluruh asas dan tujuan
Informasi Publik (KIP). Dalam cyberspace ada beberapa aspek yang tentunya perlu dilindungi
dari illegal content, illegal access, illegal interception, data interference, system interference,
misuse of device, dan computer related fraud. Indonesia saat ini telah memiliki beberapa aturan
UU ITE yang diproyeksikan sebagai payung hukum utama yang merupakan legislasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia dalam melaksanakan reformasi kebijakan sektor komunikasi dan
Telekomunikasi, dan mengakomodasi hal-hal yang sebelumnya belum diatur terkait dengan
konvergensi dalam Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Penyiaran dan Undnag-undnag
No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, beserta semua aturan
perundang-undangan di bawahanya. Maka dapat dilihat bahwa saat ini Undang-undang ITE
merupakan undang-undang yang mengatur segala kegiatan terkait dengan sistem elektronik.
Pengaturan terhadap cyberspace di negara-negara luar dikenal dengans ebutan cyber law
atau cyber space law. Edmon Makarim berpendapat bahwa istilah cyberspace law merupakan
istilah yang lebih cocok digunakan karena hukum yang berlaku ialah hukum yang dilaksanakan
melalui media cyberspace, sedangkan istilah cyberlaw lebih cocok digunakan pada hukum-
hukum ilmu fisika yang terkait dengan arti cyber itu sendiri yaitu arus listrik dan kawat. Namun
demikian terdapat juga pandangan bahwa istilah cyberspace law itu sendiri juga tidaklah begitu
tepat karena istilah ini hanya menunjukkan mengenai halusinasi alam virtual atau semu. Hal
ini dijelaskan oleh lanjut oleh pendapat Ahmad Ramli yang lebih memilih penggunaan istilah
cyberlaw atau hukum siber, karena istilah Cyberlaw melandasi pemikiran bahwa istilah cyber
apabila diidentikkan dengan dunia maya akan cukup dalam menghadapi masalah-masalah
Dalam hukum internasional, International Telegraph Union dibentuk pada tahun 1865
perkembangan teknologi yang begitu pesat, pada tahun 1947 International Telegraph Union
kemudian berganti menjadi International Telecommunication Union, biasa disingkat ITU, dan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal ini merupakan langkah dari PBB agar layanan lintas
negara mempunyai peraturan yang mengikat yang dapat dijadikan pedoman bagi negara-negara
di dunia. ITU berpusat di Jenewa, terdapat 800 anggota staf yang berkantor di Jenewa dan juga
merupakan sebuah komitmen dari ITU untuk menghubungkan dunia. Council of ITU
mempunyai peran yang sangat besar dalam mengakomodir seluruh negara anggota dan
senantiasa harus selalu memastikan efisiensi dan pelaksanaan dari koordinasi seluruh tugas
yang dimandatkan dalam struktur keorganisasian ITU. Kehadiran Council of ITU diharapkan
dapat lebih memudahkan setiap negara anggota dalam mengimplementasikan segala ketentuan
yang termuat dalam konvensi, konstitusi, dan hasil keputusan dari setiap konferensi yang
diadakan oleh ITU maupun dari peraturan administratif Plenipotentiary Conference terhadap
pengkajian hukum telematika. Komponen pertama yaitu berkaitan dengan sistem, contohnya
seperti komponen yang terkait dengan sistem seperti hardware atau perangkat keras, software
atau perangkat lunak, prosedur, informasi, dan manusia. Kemudian komponen kedua yaitu
penyimpanan, dan komunikasi. Dari kedua komponen ini dikenal juga dalam 4 komponen,
yaitu:
a. Content, merupakan substansi dari data berupa output atau input dari penyelenggaraan
b. Computing, yaitu suatu sistem yang mengolah informasi berbasis sistem komputer
Kemudian mengenai pembahasan tentang apa dan bagaimana hukum yang ada di dalam bidang
telematika, seperti yang telah sempat disebutkan sebelumnya bahwa aktivitas di dalam dunia
siber itu tidak lagi dapat dibatasi secara teritorial sehingga kemudian akses di dalam dunia siber
Di Indonesia dalam praktiknya telah dirumuskan aturan hukum yang lebih khusus di
bidang telematika seperti hukum telekomunikasi, hukum media, hukum internasional, hukum
perikatan, hak kekayaan intelektual, hukum perlindungan data dan hak pribadi, hukum
perlindungan konsumen, dan hukum pidana. Aturan-aturan hukum ini menjadi suatu landasan
hukum bagi para penegak hukum dalam menjalankan tugas penegakan hukum. Pertama-tama
seringkali berhadapan dengan hukum ruang angkasa yang selama ini juga dianggap sebagai
induk dari hukum telekomunikasi. Selain itu hukum telekomunikasi juga banyak
bersinggungan dengan bidang hukum lain seperti hukum pidana dan juga perlindungan
konsumen.
Maka pada dasarnya undang-undang telekomunikasi ditujukan untuk tiga hal, yaitu
sebagai pemisah regulasi dari fungsi operasional, pencipta aspek pasar yang sebelumnya belum
berlaku. Dapat disimpulkan pula bahwa bidang telekomunikasi, konten multimedia, dan
informatika yang ada saat ini adalah termasuk hal yang baru dan terus berkembang dengan
tingkat kompleksitas yang sangat tinggi, sehingga perlu diadakan suatu payung hukum yang
pembentukan kerangka hukum yang harus melihat pada berbagai aspek seperti rule of law dan
cyberspace atau internet, jurisdiksi dan konflik hukum, serta pengakuan hukum terhadap
dokumen dan electronic signature atau tandatangan elektronik, perlindungan dan privasi
konsumen, cybercrime, dan pengaturan konten serta cara-cara penyelesaian sengketa domain.
hukum sangatlah penting dan dibutuhkan, dan lebih lanjut dinyatakan bahwa hukum tersebut
harus memiliki kekuatan mengikat (legally binding) bagi para pihak terkait, dilengkapi dengan
sanksi sebagai alat dalam memaksa. Selain dengan telah adanya aturan yang mengatur tentu
Sumber:
Edmon Makarim, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Muhammad Danuri, 2019, Perkembangan dan Transformasi Teknologi Digital, Jurnal
INFOKAM, No. II Th. XV/September/2019.
Dr. Maskun, S.H., LL.M, Bahan ajar mata kuliah Hukum Telekomunikasi dan Informatika
Minggu Ke-3 dan 4 Semester Akhir 2021/2022, Universitas Hasanuddin.