Anda di halaman 1dari 9

Nama : Khairunnisa

NIM : B011181312
Hukum Telekomunikasi dan Informatika

ISTILAH DAN KERANGKA HUKUM TELEMATIKA


A. Istilah Telematika

Telematika berasal dari Bahasa Perancis “telematique” yang berarti berpadunya sistem

jaringan komunikasi dan teknologi informasi. Teknologi informasi merujuk kepada

perkembangan perangkat-perangkat pengolah informasi. Kemudian, secara singkat istilah

telematika dapat diartikan sebagai proses komunikasi dengan menggunakan alat teknologi.

Seiring perkembangannya, telematique yang digunakan sebagai singkatan dari

“telecommunication and informatic” (telematic) dapat dilihat bahwa telematika merupakan

gabungan dari komputasi dan komunikasi.

Berdasarkan konsiderans Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan

dan Pendayagunaan Telematika, menyebutkan bahwa telematika adalah konvergensi dari

telekomunikasi, media dan informatika. Konvergensi ini sendiri merupakan perkembangan

teknologi telekomunikasi dan informatika yang semakin terpadu. European Union,

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dan International

Telecommunication Union (ITU) menegaskan bahwa konvergensi dapat dipandang sebagai

perpaduan layanan telekomunikasi, teknologi informasi, dan penyiaran yang sebelumnya

terpisah menjadi satu kesatuan sehingga diperoleh nilai tambah dari layanan tersebut.

Dengan adanya perkembangan teknologi ditigal, teknologi telekomunikasi dan

informatika menjadi semakin terpadu atau popular dan oleh karena itu istilah telematika juga

sering disebut sebagai the new hybrid technology. Kemudian dikenallah istilah Konvergensi.

Istilah konvergensi dalam lingkup telematika adalah pemaduan teknologi informasi, media dan

komunikasi sehingga berada dalam suatu lingkup jaringan penyelenggaraan layanan.

Sedangkan dalam konteks sistem hukum, konvergensi adalah terharmonisasinya sistem hukum
nasional akibat globalisasi komunikasi dan perdagangan eksternalnya, khususnya untuk

menyikapi perkembangan sistem hukum negara lain dan kesepakatan internasional. Kata kunci

dari konvergensi telematika adalah internet yang dengannya, layanan telekomunikasi,

informasi, infotaiment dan penyiaran dapat digabungkan.

Konvergensi untuk sektor-sektor telekomunikasi, media dan teknologi informasi dapat

juga dimaknai sebagai suatu kemampuan dari beberapa jaringan (network platform) yang

berbeda untuk memberikan beberapa jenis layanan dengan menyatukan perangkat dari

pengguna atau konsumen secara bersamaan. Konvergensi dalam industry sektoral, yaitu

telekomunikasi (telecommunications atau communications), komputasi (computing), dan

penyiaran (broadcasting) diindikasikan bahwa penyebab terkonvergensinya ketiga industry

yang dimaksud ini disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah teknologi digital

(digitalization), turunnya harga perangkat komputasi, berkurangnya biaya yang muncul dari

penggunaan frekuensi atau bandwith, dan kompetisi industry telekomunikasi. Konvergensi

telematika yang berbasiskan teknologi digital dikenal dengan istilah internet. Determinasi

teknologi informasi secara cepat dapat mengubah banyak hal dalam kehidupan masyarakat,

misalnya dalam hak konsumsi media, model interaksi sosial, bentuk partisipasi politik, gaya

hidup, dan lain sebagainya. Media sistem elektronik melengkapi media konvensional,

diantaranya radio, televisi, film dan media cetak.

Konvergensi teknologi pada dasarnya merupakan ketersediaan dari berbagai jenis

teknologi yang berbeda, yang memiliki fungsi yang sama, dimana dengan teknologi ini layanan

suara, data, dan video dapat diolah dalam satu jenis jaringan sehingga memungkinkan untuk

digunakan secara bersamaan. Dengan berkembangnya pemanfaatan jaringan sistem komputer

dengan pemanfaatan infrastruktur sistem komunikasi dan dengan meluasnya penggunaan

internet, masyarakat dunia sama halnya mendatangkan ruang baru, yang disebut dengan

cyberspace.
Cyberspace memberi gambaran seperti suatu alam semu yang mempertemukan teknologi

telekomunikasi dan informatika, yang lebih jelasnya bahwa seperti terdapat ruang di dalam

medium cyber. Kata cyber diartikan sebagai kawat listrik, sehingga cyberspace dapat diartikan

sebagai gigantic network atau yang berarti jaringan komputer raksasa. Menurut Howard

Rheingold, cyberspace merupakan sebuah “ruang imajiner” atau “maya” yang bersifat

artificial, dimana bahwa setiap orang dapat melakukan apa saja yang bisa dilakukan dalam

kehidupan sosial sehari-sehari dengan menggunakan cara yang baru. Pernyataan ini juga

didukung oleh pendapat Ahmad Ramli, bahwa cyberspace adalah setiap kegiatan siber

meskipun bersifat virtual akan tetapi dikategorikan sebagai suatu tindakan dan perbuatan yang

nyata, dimana merupakan sebuah kenyataan sosial bahwa internet atau cyberspace

menawarkan ruang public yang maya, namun terjadi dengan nyata beserta akibat-akibatnya.

Kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh Barda Nawawi Arief, bahwa dunia nyata dan dunia maya

(internet atau cyberspace) secara tegas tidak terpisah, artinya segala aktivitas di internet

meskipun dianggap sebagai suatu aktivitas maya, dalam pengaturannya tidak dapat dilepaskan

dari manusia dalam dunia nyata. Hal tersebut dikarenakan oleh internet sebagai suatu teknologi

yang menuntut peran manusia di dalam pengoperasiannya, dan manusia dalam alam nyatalah

yang bertanggung jawab atas akibat dari perbuatannya. Segala perbuatan hukum tersebut

walaupun memiliki karakter virtual, tetapi berakibat sangat nyata. Cyberspace merupakan

suatu medium komunikasi global yang berdasar atas freedom of information atau kebebasan

berinformasi dan free flow of information atau kebebasan berkomunikasi sehingga dari kedua

dasar tersebut membuka kesempatan yang luas pula bagi kebebasan dalam mengemukakan

pendapat.

Dari fenomena konvergensi tersebut, dibuktikan adanya suatu revolusi teknologi

informasi. Jadi, tidak lagi hanya melingkupi telekomunikasi dan informatika yang telah

diketahui sebelumnya, namun pada perkembangannya lebih lanjut media pun telah menjadi
bagian dari ruang lingkup telematika yang tak terpisahkan sebagai satu kesatuan konvergensi

dengan telekomunikasi dan informatika. Akibat dari perkembangan yang semakin maju

tersebut, istilah telematika pun semakin berkembang menjadi istilah Teknologi Informatika

(TI) dan Information & Communication Technologies (ICT). Akan tetapi dikatakan bahwa

istilah-istilah tersebut pada dasarnya memiliki makna yang sama, namun hanya dibedakan

tergantung pada lingkup, bagaimana sudut pandang pengguna istilahnya, dan kapan istilah-

istilah tersebut akan digunakan sesuai dengan tujuannya.

Konvergensi telekomunikasi, media, dan informatika dapat ditemui di dalam kehidupan

kita sehari-hari. Keberadaan konvergensi ketiga sistem tersebut telah mampu merubah pola

hidup masyarakat dunia secara global sehingga menyebabkan perubahan dalam kehidupan

berbudaya, sosial, ekonomi hingga pada pada pola penerapan dan penegakan hukum dimana

perkembangan dan kecepatan perubahannya terjadi dengan signifikan.

Kerangka hukum dalam sistem telematika merupakan suatu perihal yang baru dalam

dunia hukum tersendiri. Seiring dengan perkembangan manusia dan teknologi yang

diciptakannya secara dinamis, yang mengakibatkan berbagai penyimpangan atau perbuatan-

perbuatan melawan hukum yang merugikan berbagai pihak, dibutuhkan hukum yang dapat

mencakup perkembangan manusia pada segala aspek kehidupan termasuk di dalam

perkembangan teknologi. Kemudian dengan adanya pula perkembangan di dalam cyberspace

sebagai salah satu media komunikasi global, tentu pula menimbulkan hak dan kewajiban bagi

setiap pihak terkait yang menggunakannya. Maka dari itu hukum hadir sebagai perangkat

peraturan dalam melindungi hak-hak dan untuk mengatur kewajiban masyarakat di dalam

cyberspace. Kebutuhan akan hukum dan peraturan perundang-undangan yang dapat

mengakomodasi dan memfasilitasi konvergensi telematika saat ini sangat mendesak.

Sementara peraturan perundang-undangan yang dapat mengakomodasi perihal ini sangat

terbatas. Peraturan ini belum mampu mengakomodasi tren yang bersifat ubiquitous, yang
berarti sebuah teknologi yang memudahkan pengguna dan dapat melakukan segala sesuatu

seperti yang pengguna inginkan, serta dapat dijangkau kapan saja, dimana saja, dan oleh siapa

saja. Peranan pemerintah dalam hal ini meliputi:

1. Mencegah incumbent agar tidak menyalahgunakan posisi dominannya untuk

meniadakan kompetisi, dan menjaga agar tidak terjadi peralihan monopoli dari

perusahaan milik negara;

2. Mengatur kewajiban para operator agar tetap memberikan pelayanan universal yang

diatur sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) UU Telekomunikasi tahun 1999 yang

mewajibkan semua operator untuk memberikan kontribusi dalam pelayanan

universal.

3. Mendorong inovasi dalam menciptakan daya saing bahsa dalam sektor Teknologi,

informasi dan komputer, dan

4. Melindungi kepentingan konsumen dan/atau kepentingan publik.

Secara umum, hukum meliputi segala macam ketentuan hukum yang ada baik secara

tertulis dalam peraturan perundang-undangan maupun materi hukum tidak tertulis yang berupa

kebiasaan yang di praktikkan sebagai sebuah kelaziman. Sejak disahkannya UU No.11 tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Indonesia telah memiliki cyber

law atau cyberspace law, yang mengatur segala peristiwa dan perbuatan hukum dengan

medium ruang maya cyber space). Dengan semakin banyaknya pemanfaatan teknologi digital,

maka regulasi di bidang ini juga akan terus berkembang. Hukum telematika meruapakan

aturan-aturan terhadap perkembangan konvergensi telematika yang berwujud dalam

penyelenggaraan suatu sistem elektronik, baik yang terkoneksi dengan internet maupun tidak.

Idealnya, hukum telematika dapat melakukan harmonisasi atas seluruh asas dan tujuan

yang telah tercantum dalam UU Telekomunikasi, UU Penyiaran, UU ITE, UU Keterbukaan

Informasi Publik (KIP). Dalam cyberspace ada beberapa aspek yang tentunya perlu dilindungi
dari illegal content, illegal access, illegal interception, data interference, system interference,

misuse of device, dan computer related fraud. Indonesia saat ini telah memiliki beberapa aturan

utama yang berkaitan dengan konvergensi telematika, yaitu:

1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

(UU ITE), yang kemudian diganti dengan:

4. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Komunikasi dan Informatika telah membentuk

UU ITE yang diproyeksikan sebagai payung hukum utama yang merupakan legislasi Negara

Kesatuan Republik Indonesia dalam melaksanakan reformasi kebijakan sektor komunikasi dan

informatika. Undang-undang ini menggantikan Undang-Undang No. 36 tahun 1999 tentang

Telekomunikasi, dan mengakomodasi hal-hal yang sebelumnya belum diatur terkait dengan

konvergensi dalam Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Penyiaran dan Undnag-undnag

No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, beserta semua aturan

perundang-undangan di bawahanya. Maka dapat dilihat bahwa saat ini Undang-undang ITE

merupakan undang-undang yang mengatur segala kegiatan terkait dengan sistem elektronik.

Pengaturan terhadap cyberspace di negara-negara luar dikenal dengans ebutan cyber law

atau cyber space law. Edmon Makarim berpendapat bahwa istilah cyberspace law merupakan

istilah yang lebih cocok digunakan karena hukum yang berlaku ialah hukum yang dilaksanakan

melalui media cyberspace, sedangkan istilah cyberlaw lebih cocok digunakan pada hukum-

hukum ilmu fisika yang terkait dengan arti cyber itu sendiri yaitu arus listrik dan kawat. Namun

demikian terdapat juga pandangan bahwa istilah cyberspace law itu sendiri juga tidaklah begitu
tepat karena istilah ini hanya menunjukkan mengenai halusinasi alam virtual atau semu. Hal

ini dijelaskan oleh lanjut oleh pendapat Ahmad Ramli yang lebih memilih penggunaan istilah

cyberlaw atau hukum siber, karena istilah Cyberlaw melandasi pemikiran bahwa istilah cyber

apabila diidentikkan dengan dunia maya akan cukup dalam menghadapi masalah-masalah

ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan hukum.

Dalam hukum internasional, International Telegraph Union dibentuk pada tahun 1865

sebagai organisasi antar-pemerintah atau intergovernmental dengan tujuan untuk

meningkatkan keselarasan dalam jaringan telegraf nasional di setiap negara. Dengan

perkembangan teknologi yang begitu pesat, pada tahun 1947 International Telegraph Union

kemudian berganti menjadi International Telecommunication Union, biasa disingkat ITU, dan

menjadikan organisasi antar-pemerintah ini menjadi organ khusus di bawah naungan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hal ini merupakan langkah dari PBB agar layanan lintas

negara mempunyai peraturan yang mengikat yang dapat dijadikan pedoman bagi negara-negara

di dunia. ITU berpusat di Jenewa, terdapat 800 anggota staf yang berkantor di Jenewa dan juga

mempunyai 11 kantor lapangan di seluruh dunia. “Committed to connecting the world”

merupakan sebuah komitmen dari ITU untuk menghubungkan dunia. Council of ITU

mempunyai peran yang sangat besar dalam mengakomodir seluruh negara anggota dan

senantiasa harus selalu memastikan efisiensi dan pelaksanaan dari koordinasi seluruh tugas

yang dimandatkan dalam struktur keorganisasian ITU. Kehadiran Council of ITU diharapkan

dapat lebih memudahkan setiap negara anggota dalam mengimplementasikan segala ketentuan

yang termuat dalam konvensi, konstitusi, dan hasil keputusan dari setiap konferensi yang

diadakan oleh ITU maupun dari peraturan administratif Plenipotentiary Conference terhadap

negara masing-masing anggota.


Edmon Makarim menjelaskan bahwa terdapat dua komponen penting di dalam lingkup

pengkajian hukum telematika. Komponen pertama yaitu berkaitan dengan sistem, contohnya

seperti komponen yang terkait dengan sistem seperti hardware atau perangkat keras, software

atau perangkat lunak, prosedur, informasi, dan manusia. Kemudian komponen kedua yaitu

berkaitan dengan fungsi-fungsi telekomunikasi, contohnya seperti input, output, proses,

penyimpanan, dan komunikasi. Dari kedua komponen ini dikenal juga dalam 4 komponen,

yaitu:

a. Content, merupakan substansi dari data berupa output atau input dari penyelenggaraan

sistem informasi yang disampaikan kepada publik;

b. Computing, yaitu suatu sistem yang mengolah informasi berbasis sistem komputer

yang merupakan jaringan komputer yang efektif, efisien, dan legal;

c. Communication, yaitu keberadaan suatu sistem komunikasi dari sistem

interconnection, global interpersonal, dan computer network;

d. Community, yaitu masyarakat yang merupakan pelaku intelektual.

Kemudian mengenai pembahasan tentang apa dan bagaimana hukum yang ada di dalam bidang

telematika, seperti yang telah sempat disebutkan sebelumnya bahwa aktivitas di dalam dunia

siber itu tidak lagi dapat dibatasi secara teritorial sehingga kemudian akses di dalam dunia siber

secara mudah dapat dijalankan dari belahan dunia manapun.

Di Indonesia dalam praktiknya telah dirumuskan aturan hukum yang lebih khusus di

bidang telematika seperti hukum telekomunikasi, hukum media, hukum internasional, hukum

perikatan, hak kekayaan intelektual, hukum perlindungan data dan hak pribadi, hukum

perlindungan konsumen, dan hukum pidana. Aturan-aturan hukum ini menjadi suatu landasan

hukum bagi para penegak hukum dalam menjalankan tugas penegakan hukum. Pertama-tama

dapat diuraikan dari hukum telekomunikasi. Dalam perkembangannya, hukum telekomunikasi

seringkali berhadapan dengan hukum ruang angkasa yang selama ini juga dianggap sebagai
induk dari hukum telekomunikasi. Selain itu hukum telekomunikasi juga banyak

bersinggungan dengan bidang hukum lain seperti hukum pidana dan juga perlindungan

konsumen.

Maka pada dasarnya undang-undang telekomunikasi ditujukan untuk tiga hal, yaitu

sebagai pemisah regulasi dari fungsi operasional, pencipta aspek pasar yang sebelumnya belum

berlaku. Dapat disimpulkan pula bahwa bidang telekomunikasi, konten multimedia, dan

informatika yang ada saat ini adalah termasuk hal yang baru dan terus berkembang dengan

tingkat kompleksitas yang sangat tinggi, sehingga perlu diadakan suatu payung hukum yang

diharapkan mampu mengatur seluruh permasalahan dalam bidang telematika dengan

pembentukan kerangka hukum yang harus melihat pada berbagai aspek seperti rule of law dan

cyberspace atau internet, jurisdiksi dan konflik hukum, serta pengakuan hukum terhadap

dokumen dan electronic signature atau tandatangan elektronik, perlindungan dan privasi

konsumen, cybercrime, dan pengaturan konten serta cara-cara penyelesaian sengketa domain.

Dengan semakin berkembangnya teknologi dan pergerakan dinamis manusia, kehadiran

hukum sangatlah penting dan dibutuhkan, dan lebih lanjut dinyatakan bahwa hukum tersebut

harus memiliki kekuatan mengikat (legally binding) bagi para pihak terkait, dilengkapi dengan

sanksi sebagai alat dalam memaksa. Selain dengan telah adanya aturan yang mengatur tentu

diperlukan pengawasan, keterbaruan, serta kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan

teknologi yang terus berkembang setiap harinya.

Sumber:

Edmon Makarim, 2004, Kompilasi Hukum Telematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Muhammad Danuri, 2019, Perkembangan dan Transformasi Teknologi Digital, Jurnal
INFOKAM, No. II Th. XV/September/2019.
Dr. Maskun, S.H., LL.M, Bahan ajar mata kuliah Hukum Telekomunikasi dan Informatika
Minggu Ke-3 dan 4 Semester Akhir 2021/2022, Universitas Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai