Anda di halaman 1dari 20

PENGALIHAN BENTUK UANG KEMBALIAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI

KEDALAM BENTUK PERMEN OLEH PELAKU USAHA BERDASARKAN UNDANG-

UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

USULAN PENELITIAN
METODE PENULISAN DAN PENELITIAN HUKUM

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna mencapai mutu
dalam Mata Kuliah Metode penelitian dan penulisan hukum.

Oleh
ALYA DHIYA NATASYA ALRASYID
NPM : 194301183
Program Studi : Ilmu Hukum
Program Kekhususan : Hukum Perdata

Dosen :
Dr. H, Asep Rozali., S.H., M.H.

Sekolah Tinggi Hukum Bandung


2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii


BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1


B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
D. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 5
E. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 6
F. Metode Penelitian ......................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 18

ii
PENGALIHAN BENTUK UANG KEMBALIAN DALAM TRANSAKSI JUAL BELI

KEDALAM BENTUK PERMEN OLEH PELAKU USAHA BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN

Usulan Penelitian

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Semakin kecilnya nilai nominal mata uang rupiah, hal itu berdampak pada semakin

sedikitnya jumlah uang koin yang beredar di masyarakat. Memang disini tidak sedang

membahas masalah uang pecahan koin, namun lebih menyoroti cadangan uang koin yang

dimiliki pedagang.

Saat ini mayoritas konsumen tidak memperdulikan uang kembalian dalam bentuk

logam. Faktanya bahwa masih banyak konsumen yang tidak menyadari hak dan kewajiban

dalam hal melakukan transaksi jual beli sehari-hari, berkorelasi pada minimnya pengetahuan

konsumen terkait perlindungan hukum yang ada. Salah satu cotoh lain yang dapat kita lihat

adalah fenomena uang kembalian dalam bentuk permen yang sempat marak terjadi

dikarenakan tidak ada yang menyadari sehinggga berdampak pada semakin malasnya para

pelaku usaha mulai dari skala kecil hingga skala retail untuk menyediakan stok uang logam

yang biasanya digunakan untuk uang kembalian.

Disinilah letak permasalahannya, pada kenyataannya banyak konsumen mengalami

kejadian kurang menyenangkan terkait dengan uang koin jika berurusan dengan transaksi

pada saat ini. Hal inii terjadi pada konsumen karena membeli sesuatu, dan ternyata

1
kembalinnya oleh penjual bukannya diberikan dalam uang koin. Melainkan diganti

seenaknya sendiri dengan permen. Tidak hanya identik uang koin seratus rupiah yang

kemungkinan diganti dengan permen, kelipatannya hingga lima ratus pun pernah diganti

dengan permen dalam proses jual beli, sering terdengar pembeli adalah raja. Ini adalah motto

bisnis bahwa pelayanan harus diberikan sebaik mungkin bagi pelanggan. Pelayanan ini dapat

berupa keramahan dalam melayani pembeli, pemberian informasi yang jelas tentang produk

yang diperjual-belikan, sampai termasuk dalam hal pemenuhan jaminan produk bila produk

tersebut disertai dengan jaminan.

Peristiwa jual beli merupakan jaminan dari Hukum Perdata yang apabila terjadi

suatu perkara merupakan hal yang dapat dituntut atau diajukan tuntutannya di depan

pengadilan. Faktanya, peristiwa jual beli kerap kali kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari

namun pada umumnya kita tidak benar-benar tidak menyadari bahwa apa yang telah kita

lakukan adalam suatu perbuatan hukum yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum apabila

terjadi kecurangan atau salah satu pihak mengingkari adanya perjanjian tersebut. Jadi apapun

yang kita lakukan dalam suatu jual beli dapat dituntut ke muka hukum apabila ada sebuah

kecurangan didalamnya.

Faktanya dalam melakukan kegiatan jual beli, pelaku usaha berusaha untuk

mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan dengan pengeluaran sekecil-kecilnya

yang memang hal tersebut sudah sangat wajar terjadi ddalam kegiatan jual beli, akan tetapi,

dalam praktek jual beli yang terjadi di dalam masyarakat banyak sekali pelaku usaha yang

melakukan tindakan-tindakan yang merugikan konsumen tanpa disadari oleh konsumen

tersebut. Misalnya, tidak sesuai dengan standar yang di syaratkan oleh undang-undang,

mengurangi berat bersih (neto) dalam sebuah produk, tidak sesuai dengan janji yang

tercantum dalam label, pelaku usaha tersebut mengurangi jumlah timbangan dalam barang

yang akan di jual, tidak mengikuti ketentuuan berproduksi secara halal, seringkali pula

2
ditemukan barang-barang yang sudah kadaluarsa (exspired), dan adapula yang

mencampurkan barang tersebut dengan bahan kimia agar lebih tahan lama.1

Selain itu, banyak pula pelaku usaha yang merugikan konsumen tanpa

sepengetahuan konsumen sendiri dan konsumen tersebut tidak memperdulikan hal tersebut.

Seperti contoh tentang pegalihan bentuk uang kembalian, kejadian yang dialami oleh Ibu Lisa

ketika beliau melakukan transaksi jual beli di salah satu mini market. Beliau mengalami

penambahan barang yang dibeli yang seharusnya beliau belanja dengan nominal Rp. 4.900,00

menjadi Rp. 5.000,00 dengan alasan pelaku usaha tidak memiliki uang kecil. Disinilah terjadi

pelangggaran hak terhadap Ibu Lisa untuk mendapatkan uang kembalian tersebut. Hukum

sebagai instrument untuk mencapai keadilan dan kepastian hukum turut berperan dalam

menjaga terlindunginya hak seprang konsumen.

Pengalihan uang kembalian tersebut kedalam bentuk permen merupakan suatu cara

pelaku usaha agar mendapat keuntungan lebih dengan alasan tidak adanya uang kecil.

Seringkali konsumen mendapatkan kejadian tersebut yang dilakukan sepihak oleh pelaku

usaha tanpa persetujuan konsumen dan tanpa memperdulikan konsumen tersebut seolah-olah

telah menuruti kehendak pelaku usaha.

Sebagai konsumen kita memerlukan suatu sistem dan upaya perlindungan agar tidak

terus menjadi pihak agar tidak dirugikan dalam suatu transaksi jual beli. Mewujudkan
1
Ahmad & Sutarman, Hukum Perlindungan Konsumen, PT.Rajagrafindo Persada: Jakarta, hlm. 63

3
perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain

mempuyai keterkaitan dan salimg ketergantungan antara konsumen, pengusaaha dan

pemerintah. Berdasarkan kejadian diatas, penulistertarik untuk mencari informasi lebih lanjut

melalui penelitian tentang Hukum Perlindungan Konsumen dilihat dari segi tindakan

pengalihan uang kembalian kedalam bentuk permen yang dituangkan kedalam bentuk usulan

penelitian yang berjudul “PENGALIHAN BENTUK UANG KEMBALIAN DALAM

TRANSAKSI JUAL BELI KEDALAM BENTUK PERMEN OLEH PELAKU USAHA

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG

PERLINGUNGAN”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan kejadian diatas selanjutnya pada bagian ini dipaparkan beberapa pokok

permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen dalam transaksi

jual beli?

2. Bagaimana pertanggung jawaban pelaku usaha akibat pengalihan uang kembalian

dalam bentuk permen?

3. Upaya seperti apakah yang dapat ditempuh konsumen dalam penyelesaian akibat

pengalihan uang kembalian kedalam bentuk permen?

C. Tujuan Penelitian

4
Berdasarkan paparan masalah diatas, penulis mengidentifikasikan hal-hal yang teliti

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen dalam

transaksi jual beli.

2. Untuk mengetahui pertanggung jawaban pelaku usala akibat pengalihan uang

kembalian kedalam bentuk permen.

3. Untuk mengetahui upaya seperti apakah yang dapat ditempuh konsumen dalam

penyelesaian akibat pengalihan uang kembalian ke dalam bentuk permen.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini dapat diharapkan dapat memberikan kegunaan dan manfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam

rangka pengembangan dan perkembangan asas, teori, dan kaidah ilmu hukum pada

umumnya, dan secara khusus untuk pengembangan dan

2. Kegunaan Praktis

a. Memberikan informasi kepada masyarakat umum, khususnya kalangan yang

akan melakukan transaksi jual beli dalam aplikasinya dikaitkan dengan Undang-

Undang Perlindungan Konsumen;

b. Sebagai pertimbangan dan masukan bagi perbaikan Undang-Undang

Perlindungan Konsumen terutama dalam hal pembuatan pelaku usaha dalam

mengalihkan uang kembalian konsumen kedalam bentuk permen.

5
E. Kerangka Pemikiran

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah “konsumen” sebagai definisi

yuridis formal ditemukan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (UUPK). Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”,

diharapkan menjadi benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang

merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen. Ada dua

jenis perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen, yaitu:

1. Perlindungan Preventif

Perlindungan yang diberikan kepada konsumen pada saat konsumen tersebut

akan membeli atau menggunakan jasa tertentu, mulai dari proses pemilihan

sejumlah barang dan atau jasa tersebut dan selanjutnya memutuskan untuk

membeli atau menggunakan jasa dengan spesifikasi tertentu dan merek

tertentu.

6
2. Perlindungan Kuratif

Perlindungan yang diberikan kepada konsumen sebagai akibat dari

penggunaan atau pemanfaatan jasa tertentu oleh konsumen. Dalam hal ini

seseorang dikatakan konsumen adalah orang yang menggunakan atau

memanfaatkan suatu barang tidak peduli ia mendapatkannya melalui

pembelian atau pemberian.

Sedangkan dalam UUPK dijelaskan konsumen adalah setiap orang pemakai

barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan pribadi,

keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Konsumen dilindungi dari setiap tindakan produsen barang atau jasa, importer,

distributor penjual dan setiap pihak yang berada dalam jalur perdagangan barang atau

jasa ini, yang pada umumnya disebut dengan nama pelaku usaha. Menurut pengertian

Pasal 1 angka 3 UUPK, pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan

usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan

kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Menurut pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu persetujuan yang

mengikat pihat penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda, dan pihaklain

yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga.

7
Menurut Salim H.S, perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat

antara pihak penjual dan pembeli. Di dalam perjan jian itu pihak penjual berkewajiban

untuk menyerahkan obyek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan

pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima obyek tersebut.2

1. Subyek dan Obyek Jual Beli

Subyek jual beli adalah pihak-pihak dalam perjanjian. Sekurang-kurangnya

ada dua pihak, yaitu penjuaal yang menyerahkan hak milik atas benda dan pembeli

yang membayar harga benda.3

Obyek jual beli adalah benda dan harga. Benda adalah harta kekayaan yang

berupa benda material, benda immaterial, baik bergerak maupun tidak bergerak.

Harga adalah sejumlah uang yang senilai dengan nilai benda, harga selalu berupa

uang, bukan berupa benda. Tujuan yang hendak dicapai oleh pihak-pihak melalui

objek tadi adalah penjual menginginkan sejumlah uang menjadi miliknya, dan

pembeli mengiginkan benda menjadi miliknya.4

2. Hak dan Kewajiban Pihak Penjual dan Pembeli

Dari pengertian yang diberikan Pasal 1457 KUHPerdata diatas, persetujuan

jual beli melahirkan dua kewajiban, yaitu:

a. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.

b. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual.5

2
Salim H.S.,Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Konyrak, Sinar Grafika: Jakatra, 2003, hlm.49.
3
Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni. 2005. hlm.. 29.
4
Ibid, hlm..30.
5
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hlm.. 181.

8
Dari kedua kesimpulan diatas maka dapat ditarik kesimpulan pihak penjual

berhak menerima pembayaran dan harga barang, dan pembeli berhak menerima

barang yang dibelinya.

3. Jual Beli Panjar

Jika pembelian dengan memberi uang panjar, salah satu pihak tidak dapat

membatalkan pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang

panjarnya (Pasal 1464 KUHPerdata). Jadi, dengan alasan apapun jual beli dengan

uang panjar tidak dapat dibatalkan secara sepihak oleh penjual atau pembeli,

walaupun uang panjarnya dikembalikan oleh penjual atau disuruh memiliki oleh

pembeli, kecuali jika kedua pihak setuju dengan pembatalan itu.6

4. Resiko Jual Beli

Dalam jual beli dapat terjadi bahwa benda yang menjadi objek jual beli

mengalami kerusakan, kehilangan, kkemusnahan akibat dari suatu peristiwa yang

bukan karena kesalahan penjual atau pembeli. Dalam ilmu hukum peristiwa ini

dikenal sebagai keadaan memaksa atau overmacht. Keadaan memaksa ialah suatu

peristiwa yang terjadi tidak sengaja dan terjadinya itu tidak dapat diduga ketika

membuat perjanjian. Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang timbul

karena keadaan memaksa.7

Ada tiga pasal yang mengatur tentang resiko:

a. Pasal 1460 KUHPerdata mengenai benda bergerak tertentu

Jika benda yang dijual itu berupa benda tertentu, maka sejak saat pembelian

benda tersebut menjadi tanggungan pembeli, meskipun penyerah belum

dilakukan penjual berhak menuntut harganya.

6
Miriam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hlm.. 33.
7
Ibid, hlm. 55

9
b. Pasal 1461 KUHPerdata mengenai benda bergerak yang dijual menurut berat,

jumlah, atau ukuran. Benda yang dijual menurut berat, jumlah, ukuran menjadi

tanggung jawab penjual sampai benda itu ditimbang, dihitung, atau diukur. Jadi

jika benda sudah ditimbang, dihitung, atau diukur, terpisahlah benda tersebut

dari milik penjual dan menjadi benda tertentu yang dibeli oleh pembeli. Resio

atas benda yang telah ditimbang, dihitung, atau dikukur menjadi tanggungan

pembeli walaupun belum diserahkan.

c. Pasal 1462 KUHPerdata mengenai benda bergerak yang dijual menurut

tumpukan. Benda yng dijual menurut tumpukan menjadi tanggungan pembeli

walaupun belum diserahkan juga meskupun belum dihitung, ditimbang, atau

diukur.8 Terkait dengan hubungan konsumen dengan pelaku usaha dalam suatu

transaksi perdagangan barang atau jasa, pada umumnya konsumen selalu

berada pada pihak yang lemah. Konsumen dapat menjadi obyek aktivitas bisnis

pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnyan melalui

cara-cara produksi dan pemasaran barang atau jasa, kiat promosi, cuaca

penjualan, serta penerapan perjanjian baku yang berpotensi merugikan

konsumen. Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah masih

rendahnya tingkat kesadaran terhadap hak-haknya. Hal ini, terutama

disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Secara umum ada empat hak

dasar konsumen, yaitu:

a. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);

b. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);

c. Hak untuk memilih (the right to choose);

d. Hak untuk didengar (the right to be heard).9


8
Ibid, hlm. 55
9
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia: Jakarta, 2006,
hlm. 19-20

10
Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai dan tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

beritikad tidak baik;

3. Hukum yang melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk merehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan;

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

11
4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang

yang dibuat dan atau yang diperdagangkan;

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, penggunaan dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau

jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai denga perjanjian.

Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban

pelaku usaha bertimbal balik dengn hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak

bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha.

Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima

pelaku usaha.

Hubungan antara produsen dengan konsumen dilaksanakan dalam

rangka jual beli. Jual beli sesuai Pasal 1457 KUHPerdata adalah suatu perjanjian

dengan nama pihak yang satu dengan mengikatkan dirinya untuk menyerahkan

suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah

dijanjikan. Dari pengertian ini, maka terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

1. Perjanjian

2. Penjual dan pembeli

3. Harga

12
4. Barang

Pada umumnya pertanggungjawaban pelaku usaha yang diatur dalam

UUPK telah mengakomodir prinsip-prinsip pertanggungjawaban modern yang

lebih dapat memberikan perlindungan terhadap konsumen, seperti Prinsip

pertanggungjawaban mutlak, Asas pembuktian terbalik, product liability

profesional liability.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yang

terbagi kedalam beberapa tahap sebagai berikut:

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis, yaitu penelitian yang

menggambarkan dan menganalisis secara sistematis, faktual, dan akurat

tenntang peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan

pengalihan bentuk uang kembalian dalam bentuk permen.

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian

kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder atau data kepustakaan

(library research).

3. Tahap Penelitian

13
Untuk memperoleh data, penulis hanya melakukan penelitian kepustakaan

(library research). Dalam penelitian ini, penulis meneliti dan mengumpulkan

bahan hukum sebagai alat untuk mengkaji masalah hukum yang terkait dengan

data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer yang bersumber pada hukum positif, antara lain

adalah KUHPerdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

b. Bahan hukum sekunder meliputi buku karangan para sarjana yang berkaitan

dengan permasalahan yang dikaji.

c. Bahan hukum tersier meliputi kamus hukum, kamus bahasa indonesia,

ensiklopedi, majalah, artikel, media masa(cetak dan elektronik) serta

internet.

4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan untuk usulan penelitian ini dikumpulkan dengan cara

studi dokumen atau studi kepustakaan, yang dilakukan untuk mengumpulkan

dan menginventarisasi semua data kepustakaan atau data sekunder yang terkait

dengan topik penelitian yang dikaji dan diteliti.

5. Metode Analisis Data

Seluruh data sekunder yang diperoleh, kemudian disusun secara sistematis

selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif.

Metode normatif karena peraturan ini berangkat dari peraturan perundang-

undangan sebagai hukum positif, sedangkan kualitatif karena analisis data

dilakukan tanpa mengguakan rumus-rumus matematis dan angka-angka

14
statistik tapi berupa uraian pembahasan sehingga didapat informasi baru dari

simpulan hasil penelitian.

6. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan maka penilis

mengadakan penelitian di:

a. Perpustakaan STHB JL. Cihampelas No.8 Bandung

b. Perpustakaan UNPAD JL. Dipatiukur No.35 Bandung

7. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dalam waktu 3 (tiga) bulan dengan perincian

sebagai berikut:

a. 40 (empat puluh) hari : pengumpulan data;

b. 20 (tdua puluh) hari : pengolahan data;

c. 30 (tiga puluh) hari : penyusunan laporan.

8. Anggaran Penelitian

Pengumpulan Data : Rp. 2.000.000

Pengolahan Data : Rp. 1.000.000

Penyusunan Data : Rp. 500.000

Jumlah : Rp. 3.500.000

G. Sistematika Laporan Penelitian

15
Untuk memahami keseluruhan dari penelitian ini, maka laporannya akan disusun

dalam lima bab, yaitu:

16
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Agus, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Prenada

Media Group,Jakarta,2011.

Ahmad & Sutarman, Hukum Perlindungan Konsumen, PT.Rajagrafindo Persada: Jakarta

Salim H.S.,Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika:
Jakatra, 2003.
Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni. 2005.

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986.

Miriam Darus Badrulzaman, Op.Cit.

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, PT. Gramedia Widiasarana

Indonesia: Jakarta, 2006.

J. Satrio, Hukum Perjajian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.

R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2008.

Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, cet. III. Alumni, Bandung,

2010.

Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara

Serta Kendala Implementasinya, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Edisi Kelima, Cet. Pertama,

Liberty, Yogyakarta, 2003.

B. Peraturan Perundang-undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

17
C. Sumber lain:

Lusk dalam http://www.docstoc.com/docs/48199919/Prinsip-Hukum-Perjanjian, diakses

pada 31 Oktober 2014.

Muhammad Ivana Putra dalam http://mvpivanaputra-

show.blogspot.com/2013/03/perjanjian-jual-beli-menurut-kuhperdata.html diunduh pada 1

November 2014.

18

Anda mungkin juga menyukai