Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional (Arbitrase Internasional)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Tata Negara

Dosen Pengampu: Indra Rahmatullah S. H., M. H

Oleh :

Cintania Khoirunis Sullam 11210480000010


Hadi Maulana 11210480000013
Galuh Retno Oktavyanti 11210480000049
Muhammad Yusuf Abdillah 11210480000096
Revandhy Ridwan 11210480000171

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Penyelesaian Sengketa Bisnis
Internasional (Arbitrase Internasional)" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Bisnis Internasional.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Penyelesaian
Sengketa Bisnis Internasional (Arbitrase Internasional)” bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Indra Rahmatullah S. H., M. H


selaku Dosen Mata Kuliah Hukum Bisnis Internasional. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun senantiasa diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang Selatan, 17 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Daftar Isi
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN........................................................................................................................4
A. Pengertian dan Sejarah Arbitrase....................................................................................4
B. Sejarah Arbitrase.............................................................................................................5
C. Sejarah Konvensi New York 1958..................................................................................6
D. Lembaga – Lembaga Arbitrase Internasional.................................................................7
E. Kedudukan Arbitrase Internasional sebagai Non Litigasi..............................................9
F. Perjanjian atau Klausul Arbitrase Internasional............................................................11
G. Jenis Sengketa yang Menjadi Kewenangan Arbitrase..................................................13
H. Pelaksanaan dan Keputusan Arbitrase..........................................................................15
BAB III.....................................................................................................................................19
PENUTUP................................................................................................................................19
A. Kesimpulan...................................................................................................................19
B. Saran..............................................................................................................................19
Daftar Pustaka..........................................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan kerjasama internasional dalam bisnis semakin berkembang dewasa
ini karena selain menguntungkan, juga bisa meningkatkan perekonomian negara.
Ekspor Impor menjadi komponen penting dalam perdagangan internasional, dalam hal
ini manfaat perdagangan internasional bisa dirasakan apabila ada kesepakatan
bersama antara negara satu dengan negara yang bersangkutan. Isu utama dari
kerjasama internasional yaitu berdasarkan sejauh mana hasil dan keuntungan bersama
yang diperoleh melalui kerjasama tersebut. Perdagangan merupakan sektor jasa yang
menunjang kegiatan ekonomi masyarakat dan negara. Hal ini membuat perdagangan
bebas menjadi tidak terbendung di era globalisasi sekarang ini dan mau tidak mau,
Indonesia harus bisa menerimanya. Dengan demikian, pemahaman pelaku bisnis
terhadap hukum kontrak khususnya kontrak bisnis internasional menjadi semakin
penting.
Transaksi-transaksi atau hubungan dagang/bisnis banyak bentuknya dan
semua transaksi tersebut sarat dengan potensi melahirkan sengketa. Umumnya
sengketa-sengketa dagang kerap didahului oleh penyelesaian dengan cara negosiasi.
Jika cara penyelesaian ini gagal atau tidak berhasil, barulah ditempuh cara-cara
lainnya seperti penyelesaian melalui pengadilan atau arbitrase. Penyerahan sengketa,
baik kepada pengadilan maupun ke arbitrase, kerap kali berdasarkan pada suatu
perjanjian di antara para pihak. Langkah yang biasa ditempuh adalah dengan
membuat suatu perjanjian atau memasukkan klausul penyelesaian sengketa ke dalam
kontrak atau perjanjian yang mereka buat. Di samping forum pengadilan dan badan
arbitrase, para pihak dapat pula menyerahkan sengketanya kepada cara alternatif
penyelesaian sengketa, yang dikenal sebagai ADR (Alternative Dispute Resolution)
atau APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Arbitrase internasional?
2. Bagaimana kedudukan arbitrase tersebut?
3. Sebutkan tata cara pelaksanaan penyelesaian dengan arbitrase!

3
C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menjelaskan secara deskriptif mengenai sejarah arbitrase
intersnasional.
2. Mahasiswa dapat mengetahui kedudukan arbitrase sebagai nonlitigasi dalam
penyelesaian sengketa bisnis internasional.
3. Mahasiswa dapat memahami serta mengaplikasikan tata cara pelaksanaan
penyelesaian sengketa bisnis internasional dengan arbitrase.

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sejarah Arbitrase
Arbitrase internasional adalah suatu metode yang sangat dikenal yang digunakan
untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian
dagang internasional. Sejalan dengan arbitrase pada umumnya, arbitrase internasional
tercipta dari klausul arbitrase yang dituangkan di dalam kontrak yang sudah disetujui oleh
para pihak yang terikat di dalamnya. Praktik arbitrase internasional telah berkembang
dengan memberikan ruang bagi para pihak dari latar belakang hukum dan budaya yang
berbeda untuk menyelesaikan sengketa mereka yang umumnya tanpa terikat formalitas
dari sistem hukum mereka.

Alasan utama para pihak memilih arbitrase internasional sebagai forum penyelesaian
sengketa internasional yang sedang mereka hadapi, adalah untuk menghindari
ketidakpastian-ketidakpastian yang terkait dengan proses litigasi di pengadilan nasional
yang berujung pada eksekusi putusan di pengadilan asing. Prosedur arbitrase
internasional tidak terikat pada satu yurisdiksi tertentu dari salah satu pihak saja, kecuali
para pihak menentukan demikian dan pilihan tersebut tidak melanggar proses hukum
yang fundamental terkait dengan pokok permasalahan dalam sengketa.

Kemampuan untuk menyelesaikan sengketa dalam suatu forum yang netral dan
menjalankan eksekusi putusan yang final dan mengikat sering disebutkan sebagai
keuntungan utama dari arbitrase internasional dibandingkan dengan penyelesaian
sengketa di pengadilan nasional. Hal ini didukung dengan dasar hukum yang kuat yakni
Konvensi New York 1958. Putusan arbitrase internasional yang dikeluarkan di suatu
negara yang merupakan anggota dari Konvensi New York 1958, dapat dieksekusi di
negara lain yang juga merupakan anggota dari Konvensi New York 1958 tersebut,
sebagaimana halnya putusan yang dikeluarkan oleh suatu pengadilan nasional.

Penyelesaian sengketa internasional yang dilatarbelakangi oleh kontrak dagang


internasional secara luas dijalankan di bawah beberapa institusi internasional ternama dan
badan legislasi. Beberapa di antaranya yang paling terkenal adalah ICC dan SIAC.1

1
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesain Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional, Jakarta:
Sinar Grafika, 2012, hlm. 159-161

5
B. Sejarah Arbitrase
Pada awal tahun 1920an, negara-negara di Eropa sudah memperkenalkan arbitrase
ke dalam dunia internasional. Pada tahun 1923, The Geneva Protocol on Arbitration
Clauses diambil alih oleh Liga Bangsa-Bangsa yang dengan efektif dapat menyelesaikan
sengketa di luar lingkup domestik. Dengan terdapat ketentuan dalam perjanjian arbitrase
yang ditetapkan:

“Each of the Contracting States recognizes the validity of an agreement whether


relating to existing or future differences between parties subject respectively to the
jurisdiction of different Contracting States by which the parties to contract agree to
submit to arbitration all or any differences that may arise in connection with such
contract relating to commercial matters or to any other matter capable of settlement by
arbitration, whether or not the arbitration is to take place in country to whose
jurisdiction none of the parties is subject.”

Setiap negara anggota yang menyetujui perjanjian yang bersangkutan atau di


kemudian hari terdapat beda pendapat antara para pihak dalam hal perbedaan jurisdiksi
oleh negara yang menandatangani perjanjian untuk menyerahkan penyelesaian sengketa
tersebut pada arbitrase maka penyelesaian sengketa akan diselesaikan melalui arbitrase, di
mana para pihak dapat memilih jurisdiksi yang bukan merupakan negara para pihak.

Pada tahun 1927, terdapat The Geneva Convention of the Execution of Foreign
Awards yang mengatur penggunaan arbitrase perdagangan internasional meningkatkan
jumlahnya dalam masa-masa setelah perang dunia pertama. Keadaan ini mendorong
International Chamber of Commerce (selanjutnya disebut dengan ICC) yang berpusat di
Paris untuk mengadakan suatu konvensi internasional yang bertujuan meniadakan salah
satu rintangan terbesar bagi perkembangan arbitrase, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan
putusan-putusannya. Khususnya yang melintasi batas negara. Inisiatif ICC tersebut
kemudian diambil alih oleh Liga Bangsa-Bangsa. Upaya yang dilakukan badan dunia
yang disebut terakhir ini menghasilkan cikal bakal The Genewa Convention on the
Execution on the Execution of Foreign Awards dari tahun 1927.

Tahun 1958 lahir Konvensi New York 1958 yang merupakan gabungan dan revisi
dari The Geneva Protocol on Arbitration Clauses dan The Geneva Convention of the
Execution of Foreign Awards. Konvensi New York 1958 ini dibentuk untuk mengatur

6
tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing yang diputuskan oleh badan
arbitrase internasional yang berada di luar negara anggota konvensi tersebut.

Konvensi New York 1958 merupakan Konvensi tentang Pengakuan dan


Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing yang dibentuk di New York, Amerika Serikat.
Konvensi New York 1958 ini merupakan dasar pelaksanaan arbitrase internasional. Di
mana hingga saat ini terdapat 149 negara yang telah menjadi anggota peserta konvensi
tersebut.

C. Sejarah Konvensi New York 1958


Konvensi New York 1958 merupakan hasil revisi dari Konvensi Jenawa tentang
Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase. Sejarah pembentukan Konvensi New
York dikarenakan adanya pelaksanaan The Geneva Protocol on the Arbitration Clause
1923 (selanjutnya disebut dengan Protokol Jenawa) dan Geneva Convention on the
Execution of Foreign Arbitral Awards 1927 (selanjutnya disebut dengan Konvensi
Jenawa) yang tidak mengalami kemajuan dan kedua ketentuan internasional tersebut tidak
banyak mengandung animo yang berarti dari negara-negara di luar Eropa dan negara-
negara yang baru merdeka. Berdasarkan kekurangan dan kegagalan ini, maka setelah
Perang Dunia II, timbul kesadaran masyarakat dunia untuk mengubah dan memperbaiki
ketentuan tersebut serta masyarakat internasional makin sadar akan pentingnya peran
arbitrase sebagai alat untuk menyelesaikan sengketa-sengketa (komersial) internasional.

Konvensi Jenawa tersebut kemudian direvisi oleh Konvensi New York 1958
ditandatangani pada tanggal 10 Juni 1958 di kota New York, Amerika Serikat. Konvensi
New York mensyaratkan tiga ratifikasi agar dapat diberlakukan. Tiga bulan setelah
memenuhi syarat ratifikasi ini, maka pada tanggal 7 Juni 1959 Konvensi New York ini
mulai berlaku.

Dalam pembentukan Konvensi New York yang berawal dari sikap inisiatif dari
Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, Econonic and Social Council (selanjutnya disebut
dengan ECOSOC) yang telah menyusun suatu Komisi Ad Hoc yang terdiri atas 8
(delapan) negara peserta yang semuanya ditunjuk oleh Presiden dari ECOSOC. Dari
komisi yang telah dibentuk ini telah menjalankan Konferensi Internasional (International
Conference) yang diadakan di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New
York pada tanggal 20 Mei 1958.

7
Pembahasan materi dalam konferensi yang dimaksud ini berkisar tentang hal-hal
dalam isi yang akan dibentuk pada konvensi. Di mana termasuk unsur-unsur dari Protokol
Jenawa dan Konvensi Jenawa juga dibahas dalam konferensi, agar tidak terdapat tolak
belakang dari peraturan sebelumnya yang pernah ada, sehingga dalam pembahasan juga
disebutkan perlu adanya harmonisasi dari hukum arbitrase nasional dengan Konvensi
New York 1958. Pada akhirnya, pembahasan Konvensi New York 1958 ini disahkan pada
tanggal 10 Juni 1958 dengan dihadiri oleh 28 negara (3 negara sebagai pengamat) dan 13
organisasi internasional.

Konvensi New York 1958 ini dibentuk untuk mengatur tentang Pengakuan dan
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing yang diputuskan oleh badan arbitrase internasional
yang berada di luar negara anggota konvensi ini. Dengan kata lain, Konvensi New York
1958 menganut paham doctrine of comity dan asas reciprocity yang mengatur suatu
penyerahan jurisdiksi kepada badan arbitrase internasional yang terletak dalam teritori
negara anggota lainnya dalam konvensi ini sehubungan dengan hal penyelesaian sengketa
yang ditimbulkan dari sebuah hubungan hukum baik secara kontraktual atau tidak, namun
dianggap bersifat niaga (commercial) di bawah hukum nasional negara anggota yang
dilakukan oleh para pihak yang melakukan perjanjian baik secara person maupun legal
entity.2

D. Lembaga – Lembaga Arbitrase Internasional


1. UNCITRAL Arbitration Rules
UNCITRAL adalah singkatan dari United Nations Comission on International
Trade Law. Diumumkan oleh Komisi PBB untuk International Trade Law tanggal 28
April 1976 dan disetujui Majelis Umum PBB 15 Desember 1976. Tujuan PBB
membentuk UNCITRAL Arbitrase Rule adalah untuk menginternasionalisasikan
nilai-nilai dan tata cara arbitrase dalam menyelesaikan sengketa-sengketa antar
Negara dalam transaksi perdagangan internasional.3
Cara penerapan klausula atau perjanjian arbitrase menurut UNCITRAL harus
berbentuk tertulis. Setiap kehendak pihak-pihak sebagai yang ingin menundukkan diri
kepada ketentuan-ketentuan arbitrase sebagaimana disepakati dalam UNCITRAL
Arbitrase Rules, kata sepakat untuk itu harus berbentuk tertulis (agreed in writing).

2
Feily Surianty, http://repository.uib.ac.id/464/6/S-1051001-chapter%202.pdf dari UIB Repository 2014,
diakses pada tanggal 16 September 2023
3
Rio Adhitya, Serlika Aprita. Hukum Perdagangan Internasional. 2020. RajaGrafindo Persada: Depok. Hal
152.

8
Wewenang dari badan arbitrase ini meliputi perselisihan, kontroversi, dan klaim
lainnya yang timbul dari atau berkaitan dengan kontrak, pembatalan atau pengakhiran
atau tidak berlakunya kontrak.
2. The London Court of Arbitration
Badan ini disponsori oleh London Chamber of Commerce, The City of London
Corporation, dan Chartered Institute of Arbitration. Badan ini terbuka bagi anggota
dan bukan anggota London Chamber of Commerce. Wewenangnya meliputi
berlakunya, pembuatan, dan pelaksanaan kontrak yang akan dikuasai hukum Inggris
dan setiap sengketa dari kontrak tersebut akan ditangani oleh arbitrase menurut aturan
London Court of Arbitration.4
3. ICC Court of Arbitration
Badan arbitrasi dari International Chamber of Commerce (ICC) merupakan
pusat arbitase di Paris, Prancis5 kini berlaku bagi anggota dan bukan anggota ICC.
Tahun1976, ICC membentuk International Center for Technical Expertise, yang
dimaksudkan untuk membantu dalam hal-hal teknis, seperti kontrak kontruksi dan
instalansi, yang dalam hal ini dapat menunjul ahli secara netral. Jadi wewenang dari
badan arbitrasi ini meliputi semua sengketa yang timbul dari kontrak yang berlaku
akan diselesaikan menurut aturan konsiliasi dan arbitrase dari Internatioan Chamber
of Commerce oleh salah satu atau lebih arbiter yang ditunjuk sesuai aturan ICC.6
4. Arbitration Model Jepang
Badan ini dibentuk tahun 1979. Arbitrase di Jepang merupakan peradilan yang
putusannya memiliki kekuatan eksekutorial sama dengan putusan pengadilan.
Meskipun demikian, apabila putusan arbitrase di Jepang tidak dilakukan dengan
sukarela oleh pihak yang dikalahkan, maka diperlukan sebuah putusan pengadilan
untuk menjalankan eksekusi atas putusan arbitrase tersebut. 7 Wewenangnya meliputi
semua sengketa, kontroversial, dan perbedaan yang mungkin timbul antara penjual
dan pembeli atau berkaitan dengan kontrak dan pelanggaran kontrak dapat
diselesaikan oleh arbitrase di Osaka menurut aturan arbitrase komersial dari Japan

4
Rio Adhitya, Serlika Aprita. Hukum Perdagangan Internasional. 2020. RajaGrafindo Persada: Depok. Hal
153.
5
Sheila Pricillia Surbakti. Suatu Tindakan Terhadap Kekuatan Eksekutorial Dalam Pelaksanaan Putusan
Arbitrase. Vol IX. No 6. 2021. Hal 171.
6
Rio Adhitya, Serlika Aprita. Hukum Perdagangan Internasional. 2020. RajaGrafindo Persada: Depok. Hal
153.
7
Yati Nurhayati. Perbandingan Konsep Pembatalan Putusan Arbitrase Di Beberapa Negara. Jurnal Ius
Constituendum. Vol 7. No 2. 2022. Hal 340.

9
Commercial Arbitration Association. Dalam hal ini hukum yang berlaku adalah
hukum Jepang.8
5. Badan Arbitrase Nasional Indonesia
Di Indonesia, badan yang berkiprah untuk menyelesaikan sengketa
perdagangan, baik yang bersifat nasional maupun internasional adalah BANI. Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menyarankan kepada para pihak yang ingin
menyelesaikan sengketa melalui arbitrase perlu membuat suatu perjanjian yang isi
perjanjiannya:
“Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan
diputus oleh Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan
administrasi dan peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya
mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat
pertama dan terakhir.”

BANI bertujuan memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa
perdata mengenai soal dagang, industry dan keuangan, baik bersifat nasional maupun
internasional.9 Sebenanya badan arbitrase ini sangatlah dibutuhkan karena seperti
yang diketahui penyelesaian suatu perkara melalui pengadilan negeri memakan
waktu dan biaya yang sangat besar. Oleh karena inilah, BANI diharapkan dapat
menjadi alternative dalam menyelesaikan sengketa, meskipun pada kenyataannya
BANI kurang dikenal di Indonesia.

E. Kedudukan Arbitrase Internasional sebagai Non Litigasi


Dalam perkembangan era globalisasi ini banyak sengketa yang terjadi di
dalam dunia bisnis, baik di bidang perdagangan, ekonomi, industri, dan bisnis lainnya.
Hal ini tidak bisa dihindarkan karena terjadinya beda tafsir, perubahan iklim ekonomi,
pembagian untung yang tidak merata, dan juga karena kerakusan salah satu pihak.
Namun sering perselisihan, pertikaian, dan silang sengketa bisnis tersebut tidak bisa
diselesaikan dengan cepat dan memuaskan. Proses yang diperlukan pastinya berlarut-
larut dan biaya yang mahal seringkali menjadi kendala sebagai penghambat bisnis
tersebut (sering terjadi saat proses peradilan umum). Sehingga banyak para pelaku

8
Rio Adhitya, Serlika Aprita. Hukum Perdagangan Internasional. 2020. RajaGrafindo Persada: Depok. Hal
153.
9
Juli Asril. Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Dagang Nasional Dan Internasional.
Vol 2. No 2. 2018. Hal 222.

10
bisnis atau pengusaha lebih cenderung memperdayakan lembaga arbitrase dalam
penyelesaian sengketa nonlitigasi dibandingkan harus melalui proses peradilan umum,
karena alasan-alasan dan faktor-faktor yang mendasari para pelaku bisnis lebih
memilih menyelesaikan sengketa melalui lembaga arbitrase.10

Arbitrase internasional memiliki kedudukan yang penting sebagai bentuk non-


litigasi dalam penyelesaian sengketa internasional, dan berikut adalah beberapa poin
penting mengenai kedudukannya:
1. Kepentingan Keberlanjutan Bisnis Internasional:
Arbitrase internasional membantu memastikan kelancaran bisnis
internasional dengan memberikan cara yang efektif untuk menyelesaikan
sengketa yang mungkin timbul antara pihak-pihak dari berbagai negara. Ini
memungkinkan perusahaan untuk menjaga hubungan bisnis mereka tanpa
harus terlibat dalam proses litigasi yang mahal dan rumit di pengadilan negara
tertentu.
2. Kepercayaan Pihak-Pihak Terlibat:
Arbitrase internasional sering kali dipilih sebagai pilihan penyelesaian
sengketa karena memberikan pihak-pihak yang terlibat lebih banyak kendali
atas proses tersebut. Mereka dapat memilih arbitrator (hakim arbitrase),
menentukan lokasi arbitrase, dan menetapkan prosedur yang sesuai dengan
kebutuhan mereka.
3. Keterbatasan Litigasi di Pengadilan Nasional:
Litigasi di pengadilan nasional suatu negara dapat memiliki
keterbatasan tertentu, seperti kebijakan proteksionis, bias lokal, atau lamanya
proses. Arbitrase internasional memberikan alternatif yang lebih netral dan
efisien untuk menyelesaikan sengketa antarnegara.
4. Pengakuan dan Pelaksanaan Global:
Hasil dari proses arbitrase internasional sering lebih mudah diakui dan
dilaksanakan di berbagai negara dibandingkan dengan keputusan pengadilan
nasional. Ini karena konvensi internasional seperti Konvensi New York
tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing (1958)

10
Serlika Aprita, Rio Adhiya, 2020, Hukum Perdagangan Internasional, Depok:PT Rajagrafindo Persada.
H.179

11
menyediakan kerangka hukum yang kuat untuk pengakuan dan pelaksanaan
keputusan arbitrase internasional.
5. Kerahasiaan:
Salah satu keuntungan besar arbitrase internasional adalah kerahasiaan
yang lebih besar yang biasanya terkait dengan proses tersebut. Ini bisa menjadi
penting dalam kasus-kasus di mana pihak-pihak ingin menjaga informasi
bisnis mereka tetap rahasia.
6. Spesialisasi:
Arbitrator yang dipilih dalam arbitrase internasional sering memiliki
pengetahuan khusus tentang hukum internasional dan industri tertentu. Hal ini
memungkinkan mereka untuk membuat keputusan yang lebih berwawasan dan
relevan dalam penyelesaian sengketa.

Namun, penting untuk diingat bahwa arbitrase internasional bukanlah solusi


sempurna untuk semua sengketa. Keberhasilan arbitrase sangat tergantung pada
proses yang baik, pemilihan arbitrator yang kompeten, dan kerjasama dari semua
pihak yang terlibat. Selain itu, biaya arbitrase juga bisa tinggi. Oleh karena itu, pihak-
pihak yang terlibat dalam bisnis internasional harus mempertimbangkan dengan hati-
hati apakah arbitrase internasional adalah metode yang tepat untuk menyelesaikan
sengketa mereka.

F. Perjanjian atau Klausul Arbitrase Internasional


Arbitrase suatu cara penyelesaian yag dilakukan dengan menyerahkan kepada
pihak ketiga. Menurut Advisory Opinion Permanent Court of Justice mengenai
Interpretation of the traty of Lausanne Case arbitrase dalam hukum Internasional
mempunyai pengertian lebih khusus yaitu prosedur untuk penyelesaian sengketa
hukum. Dengan perkataan lain, arbitrase menyangkut hak hak dan kewajiban pihak-
pihak yang bersengketa berdasarkan ketentuan hukum suatu perjanjian Internasional.
Pada puncak dari susunan juridis (hierarchie van het juri dish regime) dari Arbitrase
Internasional adalah perjanjian-perjanjian Internasional. Putusan Arbitrase
(arbitration awards) bersifat mengkitat secara hukum terhadap para pihak yang
bersengketa.
Arbitrase internasional menurut Riwan Widiastoro adalah kebalikan dari
arbitrase nasional, yaitu penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase vang dapat
dilakukan di luar ataupun di dalam suatu negara salah satu pihak yang bersengketa di

12
mana unsur-unsur yang terdapat di dalamnya memiliki nasionalitas yang berbeda satu
sama lain (foreign element). Menurut Sudargo Gautama yang dimaksud dengan unsur
asing (foreign element) dalam suatu perjanjian arbitrase sebagai berikut.
Pertama, para pihak yang membuat klausula atau perjanjian arbitrase pada
saat membuat perjanjian itu mempunyai tempat usaha (place of business) mereka dari
Negara yang berbeda. Kedua, jika tempat arbitase yang ditentukan dalam perjanjian
arbitase letaknya diluar Negara tempat para pihak mempunyai usaha mereka. Ketiga,
jika suatu tempat dimana bagian terpenting kewajiban atau hubungan dagang para
pihak harus dilaksanakan atau tempat dimana objek sengketa paling erat hubungannya
letaknya diluar Negara tempat usaha para pihak. Keempat, apaila para pihak secara
tegas telah menyetujui bahwa objek perjanjian arbitase mereka ini berhubungan
dengan lebih dari satu negara
Perjanjian Arbitrase Internasional hanya mengatur beberapa pentingnya aspek
dari Arbitrase Internasional.
1. Protokol Jenewa 1923 (Protocol van Geneve van 1923) mengenai
sahnya suatu klausula Arbitase, dan perjanjian Jenewa 1927 (Ver drag van
Geneve van 1927) mengenai dapat dilaksanakannya putusan Arbitrase Asing
2. Perjanjian New York 1958 adalah yang paling penting untuk Arbitrase
Internasional. Perjanjian itu mengatur dua aspek
a) Pengakuan dan pelaksaan dari putusan arbitase asing, dan
b) Dipenuhinya persetujuan Arbitrase
3. Perjanjian Eropa mengenai Arbitrase Dagang Internasional, Geneve
1961, yang dimaksudkan sebagai pelengkap dari peijanjian New York untuk
arbitrase dalam hubungan dagang antara Eropa Timur dan Barat. Negara-
negara blok Timur pada umumnya adalah pihak dalam peijanjian ini. Untuk
Eropa Barat, mereka-mereka itu adalah: Belgia, Jerman Barat, Perancis, Italia
dan Austria. Nederland tidak menjadi anggota peijanjian ini. Tujuan peijanjian
ini dalam praktek tidak terwujud, yang sebagian besar nampaknya disebabkan
oleh rumitnya teks dan susunan dari peijanjian.
Perjanjian ini antara lain mengatur : mengenai persetujuan arbitrase
badan hukum public, peraturan mengenai orang asing yang dapat bertindak
sebagai arbiter, pengangkatan arbiter, banding atas tidak berwenangnya

13
peradilan arbitrase, banding atas tidak berwenangnya hakim, dan pembatalan
putusan.
4. Perjanjian tentang Pemutusan Sengketa yang menyangkut Investasi
antara Negara dan Warganegara negara lain, Washington tahun 1965.
Peijanjian ini diakui lebih dari 85 Negara (termasuk Nederland dan Indonesia).
Ini adalah satu-satunya perjanjian yang diharapkan sebagai arbitrase
internasional yang nyata, dengan kata lain suatu arbitrase yang sama sekali
tidak dikuasasi Peradilan Nasional manapun (juga tidak oleh peradilan
arbitrase dari tempat dimana arbitrase berlangsung).
5. Perjanjian tentang Penyelesaian Sengketa Perdata sebagai akibat
kerjasama bidang ekonomi, pengetahuan dan tehnis oleh arbitrase, Moskow
1972, terbatas pada arbitrase antara perusahaan didalam Negara-negara
CMEA. Perjanjian Moskow ini tidak dapat diterapkan pada arbitrase antara
perusahaan dari Negara-negara blok Timur dan perusahaan dari Negara-negara
lain.

G. Jenis Sengketa yang Menjadi Kewenangan Arbitrase


Arbitrase internasional dapat digunakan untuk menyelesaikan setiap
perselisihan yang dianggap sebagai “arbitrable,” istilah yang cakupannya bervariasi
dari satu Negara ke Negara, tetapi itu termasuk sebagian besar sengketa komersial.

Objek perjanjian arbitrase (sengeta yang akan diselesaikan di luar pengadilan


melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga altrnatif penyelesaian sengketa lainnya)
menurut Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 hanyalah sengketa di
bidang perdangangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa.

Adapun kegiatan dalam bidang perdangan itu, antara lain: perniagaan,


perbankan, keuangan, penanaman modal, industri, dan hak milik intelektual.
Sementara di dalam Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Arbitrase memberikan perumusan
negatif bahwa sengketa-sengketa yang dianggap tidak dapat diselesaikan melalui
arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat
diadakan perdamaian sebagaimana yang diatur dalam KUHPerdata Buku III, Bab
XVIII, Pasal 1851 sampai dengan 1854, yang berbunyi:11
11
Serlika Aprita, Rio Adhiya, 2020, Hukum Perdagangan Internasional, Depok:PT Rajagrafindo Persada.
H.180

14
Pasal 1851

Perdamaian adalah suatu persetujuan yang berisi bahwa dengan


menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, kedua belah pihak
mengakhiri suatu perkara yang sedang diperiksa pengadilan ataupun
mencegah timbulnya suatu perkara bila dibuat secara tertulis.

Pasal 1852

Untuk dapat mengadakan suatu perdamaian, seseorang harus


berwenang untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang termaktub dalam
perdamaian itu. Para wali dan pengampu tidak dapat mengadakan suatu
perdamaian. kecuali jika mereka bertindak menurut ketentuan-ketentuan dari
Bab XV dan XVII Buku Kesatu Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini.
Kepala-kepala daerah yang bertindak demikian, begitu pula lembaga-lembaga
umum, tidak dapat mengadakan suatu perdamaian selain dengan
mengindahkan tata cara yang ditetapkan dalam peraturan-peraturan yang
bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaannya.

Pasal 1853

Perdamaian dapat diadakan mengenai kepentingan keperdataan yang


timbul dari satu kejahatan atau pelanggaran. Dalam hal ini perdamaian sekali-
kali tidak menghalangi pihak Kejaksaan untuk menuntut kejahatan atau
pelanggaran yang bersangkutan.

Pasal 1854

Setiap perdamaian hanya menyangkut soal yang termaktub di


dalamnya; pelepasan segala hak dan tuntutan yang dituliskan di situ harus
diartikan sepanjang hak-hak dan tuntutan-tuntutan itu berhubungan dengan
perselisihan yang menjadi sebab perdamaian tersebut.12

Dengan demikian, arbitrase tidak dapat diterapkan untuk masalah-masalah


dalam lingkup hukum keluarga. Arbitrase hanya dapat diterapkan untuk masalah-
masalah perniagaan. Bagi pengusaha, arbitrase merupakan pilihan yang paling

12
KUHPerdata Bagian 3, https://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/maluku/files/Viewer.js/Peraturan/
Hukum/KUHP-Perdata-Bagian-3.pdf , (diakses pada tanggal 16 September 2023).

15
menarik guna menyelesaikan sengketa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
mereka.

Badan arbitrase baru akan berfungsi apabila ada kesepakatan dan penunjukan
dari para pihak. Kesepakatan para pihak juga yang akan menentukan kompetensi atau
yuridiksi badan peradilan arbitrase. Tujuan, masalah, dan sengketa yang harus
diselesaikan atau diputus badan arbitrase juga ditentukan oleh para pihak.

Penunjukan dan kompetensi arbitrase biasanya dituangkan dalam akta


kompromi dan kesepakatan atau perjanjian para pihak yang ditentukan kemudian. The
United Nations Model on Arbitral Procedure mengusulkan negara-negara untuk
menyerahkan sengketanya kepada the Permanent Court of Arbitration (Pasal 3 ayat
(1)). Pasal 3 ayat (3) menyatakan bahwa apabila pihak telah menunjuk suatu badan
peradilan, apakah Mahkamah Internasional atau arbitrase, maka badan peradilan yang
disebut itulah yang memiliki kompetensi untuk menangani dan memutuskan
sengketa.13

Berikut tiga contoh kasus arbitrase internasional yang melibatkan Indonesia

1. Pemerintah Indonesia dan Hesham Al Warraq


2. Churchill Mining Plc, Planet Mining, dan Pemerintah Indonesia
3. Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI dan Avanti Communications Ltd.

H. Pelaksanaan dan Keputusan Arbitrase


1. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional
Diatur dalam Konvensi New York 1958, Putusan Arbitrase Internasional
diartikan sebagai putusan asing yang dibuat di wilayah negara lain dari negara tempat
terlaksananya eksekusi atas putusan arbitrase berdasarkan pengakuan tersebut. Maka,
dapat dilihat bahwa syarat utama putusan arbitrase asing adalah putusan arbitrase yang
dibuat di luar negara yang diminta pengakuan dan eksekusi serta permasalahan yang
timbul harus antara perseorangan atau badan hukum.14 Konvensi New York 1958
memandang bahwa putusan asing merupakan perwujudan dari faktor teritorial karena
menegaskan di luar wilayah dari putusan yang diminta, bukan kewarganegaraannya.
Adapaun terdapat dua syarat keberlakuan dan pengakuan putusan aribtrase asing
(internasional) berdasarkan Konvensi New York 1958 yakni sebagai berikut.
a) Penerapan ketentuan konvensi baru akan diterapkan jika putusan tersebut di
buat di negara anggota konvensi.
13
Huala Adolf, 2020, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, H.63.
14
Tampongangoy, G. H. (2015). Arbitrase Merupakan Upaya Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Dagang
Internasioanal. Lex Et Societatis, 3(1). Hal. 166

16
b) Penerapan ketentuan konvensi baru akan diterapkan dengan negara yang telah
meratifikasi konvensi tersebut menurut hukum nasionalnya.

Terdapat ketentuan utama yang tertuang dalam Konvensi New York di pasal
I,III, dan V yakni sebagai berikut.

a) Konvensi ini berlaku terhadap pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase


yang dilakukan di wilayah suatu Negara selain Negara di mana pengakuan dan
pelaksanaan putusan arbitrase tersebut diminta, dan yang timbul karena adanya
perbedaan antar orang, baik secara fisik maupun hukum. Hal ini juga berlaku
terhadap putusan arbitrase yang tidak dianggap sebagai putusan domestik di
Negara di mana pengakuan dan pelaksanaan putusan tersebut diminta. (Pasal I)

b) Setiap negara peserta wajib untuk mengakui keputusan arbitrase yang dibuat di
luar negeri memiliki kekuatan hukum dan melaksanakannya sesuai dengan
hukum nasional keputusan tersebut dilaksanakan.

c) Memuat alasan penolakan terhadap putusan arbitrase internasional

Indonesia dalam hal ini telah meratifikasi Konvensi New York 1958 dengan
Keputusan Presiden RI No. 34 tahun 1981 sehingga Indonesia meruapakan bagian
daripada peserta Konvensi New York 1958.15

Kemudian, Indonesia juga mengatur mengenai Putusan Arbitrase Internasional


dalam UU No. 30 Tahun 1999. Pasal 1 angka 9 menyatakan bahwa Putusan Arbitase
Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter
perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga
arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia
dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.16 Selanjutnya, diatur kembali
dalam Pasal 65 bahwa lembaga yang berwenang untuk menangani masalah
pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Hal-hal mengenai syarat putusan aribtrase internasional untuk dapat
diakui dan dilaksanakan diatur pada Pasal 66 UU No. 30 Tahun 1999 yang berisikan
sebagai berikut.

15
Supeno, S. (2018). Public Policy Sebagai Syarat Pengakuan Dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Internasional. , 1(1), 64-74.hal. 71
16
UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

17
a) Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di
suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara
bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan
Arbitrase Internasional;

b) Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas


pada putusan yang menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang
lingkup hukum perdagangan;

c) Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya


dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan
dengan ketertiban umum;

d) Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah


memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan e.
Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang
menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam
sengketa, hanya dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari
Mahkamah Agung Republik Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.17

Terkait tahapan yang akan dilakukan mengenai pelaksanaan putusan arbitrase


internasional terbagi menjaddi tiga tahap yaitu tahap penyerahan dan pendaftaran
putusan, tahap pemberian eksekuator, dan tahap eksekusi putusan. 18

2. Kekuatan Hukum Putusan arbitrase Internasional

Berdasarkan penjelasan di atas, kekuatan hukum yang dimiliki oleh putusan


arbitrase internasional di Indonesia adalah bersifat final and binding serta berkuatan
hukum tetap. Hal ini dapat disimpulkan dari Pasal 68 UU No. 30 Tahun 1999. Maka
putusan arbitrase internasional tidak dapat dilakukan dengan banding atau kasasi.
Putusan yang telah diperiksa dan diputus oleh pengadilan tidak diperbolehkan untuk
diajuakan kembali ke pengadilan yang kedudukannya sama untuk yang kedua kalinya.
Sengketa yang telah diperiksa membuat para pihak harus tunduk terhadap apa yang
17
Aprita Serlika dan Adhitya Rio, Hukum Perdagangan Internasional, (2020:Rajagrafindo Persada, Depok),
hal 182
18
Supeno, S. (2018). Public Policy Sebagai Syarat Pengakuan Dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Internasional. Wajah Hukum, 1(1), hal 72

18
diatur di dalamnya. Putusan Arbitrase Internasional harus final and binding, kecuali
dapat dilakukan pembatalan, jika dengan alasan “due process.” 19

Jika terdapat pihak yang keberatan untuk melaksanakan putusan arbitrase secara
sukarela, maka akan pihak-pihak tersebut akan sebagai berikut.
a) Putusan Arbitrase akan dilaksanakan menurut perintah eksekusi ketua pengadilan
negeri setempat atau permohonan dari salah satu pihak yang berkepentingan

b) Pihak yang berkepentingan dapat menyampaikan aduan kepada pengurus

c) Organisasi/asosiasi disalah satu pihak berkepentingan menjadi anggota dalam


menyampaikan pengaduan pada Badan Pengawas Pasar Modal dan asosiasi pihak
yang tidak bersedia menerima putusan abirtase secara sukarela. 20

19
Andriani, A. (2022). Akibat Hukum Pembatalan Putusan Arbitrase dalam Kaitannya dengan Prinsip Final and
Binding. AL-MANHAJ: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, 4(1), 25-36.hal. 30
20
Aprita Serlika dan Adhitya Rio, Hukum Perdagangan Internasional, (2020:Rajagrafindo Persada, Depok), hal.
183

19
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan atas rumusan masalah yang telah dipaparkan, dapat
disimpulkan bahwa Arbitrase Internasional merupakan metode yang digunakan untuk
menyelesaikan sengketa antara para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian dagang
internasional. Dimana terdapat berbagai jenis daripada Arbitrase Internasional. Yakni,
UNCITRAL Arbitration Rules, London Court of Arbitration, ICC Court of Arbitration,
Arbitration Model Jepang dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia.

Adapun Arbitrase Internasional memiliki kedudukan yang penting, meliputi


Kepentingan Arbitrase Bisnis Internasional, Kepercayaan pihak-pihak terlibat,
keterbatasan Litigasi di Pengadilan Nasional, Pengakuam dan pelaksanaan global,
Kerahasiaan dan Spesialisasi. Dengan kedudukan tersebut, cara yang ditempuh atau
dilaksanakan dalam proses arbitrase internasional adalah pertama, Putusan Arbitrase
Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu negara yang dengan
negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral,
mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional. Kedua, Putusan
Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a terbatas pada putusan yang
menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
Ketiga, Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya
dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan
ketertiban umum. Keempat, Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di
Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Terakhir, Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang
menyangkut Negara Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya
dapat dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik
Indonesia yang selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena kami

20
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kami juga sangat
mengharapkan saran serta kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya.

21
Daftar Pustaka

Winarta, Frans, 2012, Hukum Penyelesain Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan
Internasional, Jakarta: Sinar Grafika.
Surianty, Feily, http://repository.uib.ac.id/464/6/S-1051001-chapter%202.pdf dari UIB
Repository 2014, diakses pada tanggal 16 September 2023
Aprita, Serlika dan Adhitya Rio, 2020, Hukum Perdagangan Internasional,
Depok:Rajagrafindo Persada.
Surbakti, Sheila Pricillia, 2020, Suatu Tindakan Terhadap Kekuatan Eksekutorial Dalam
Pelaksanaan Putusan Arbitrase, Vol IX, No 6.
Nurhayati, Yati. 2020. Perbandingan Konsep Pembatalan Putusan Arbitrase Di Beberapa
Negara. Jurnal Ius Constituendum. Vol 7, No 2.
Asril, Juli, 2018, Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Dagang
Nasional Dan Internasional. Vol 2. No 2.
KUHPerdataBagian3,https://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/maluku/files/Viewer.js/
Peraturan/Hukum/KUHP-Perdata-Bagian-3.pdf , (diakses pada tanggal 16 September
2023).
Adolf Huala, 2020, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: Sinar Grafika.
Tampongangoy, G. H., 2015, Arbitrase Merupakan Upaya Hukum Dalam Penyelesaian
Sengketa Dagang Internasioanal. Lex Et Societatis, 3(1).
UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Supeno, S., 2018. Public Policy Sebagai Syarat Pengakuan Dan Pelaksanaan Putusan
Arbitrase Internasional. Wajah Hukum, 1(1).
Andriani, A. (2022). Akibat Hukum Pembatalan Putusan Arbitrase dalam Kaitannya dengan
Prinsip Final and Binding. AL-MANHAJ: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial
Islam, 4(1).
Batubara, Suleman, and Orinton Purba. Arbitrase Internasional. Raih Asa Sukses, 2013.
Girsang, https://perpustakaan.mahkamahagung.go.id/assets/resource/ebook/13.pdf, diakses
pada tanggal 16 September 2023.

22

Anda mungkin juga menyukai