Oleh :
JAKARTA
2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Penyelesaian Sengketa Bisnis
Internasional (Arbitrase Internasional)" dengan tepat waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Bisnis Internasional.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Penyelesaian
Sengketa Bisnis Internasional (Arbitrase Internasional)” bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun senantiasa diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Daftar Isi
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................4
PEMBAHASAN........................................................................................................................4
A. Pengertian dan Sejarah Arbitrase....................................................................................4
B. Sejarah Arbitrase.............................................................................................................5
C. Sejarah Konvensi New York 1958..................................................................................6
D. Lembaga – Lembaga Arbitrase Internasional.................................................................7
E. Kedudukan Arbitrase Internasional sebagai Non Litigasi..............................................9
F. Perjanjian atau Klausul Arbitrase Internasional............................................................11
G. Jenis Sengketa yang Menjadi Kewenangan Arbitrase..................................................13
H. Pelaksanaan dan Keputusan Arbitrase..........................................................................15
BAB III.....................................................................................................................................19
PENUTUP................................................................................................................................19
A. Kesimpulan...................................................................................................................19
B. Saran..............................................................................................................................19
Daftar Pustaka..........................................................................................................................20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hubungan kerjasama internasional dalam bisnis semakin berkembang dewasa
ini karena selain menguntungkan, juga bisa meningkatkan perekonomian negara.
Ekspor Impor menjadi komponen penting dalam perdagangan internasional, dalam hal
ini manfaat perdagangan internasional bisa dirasakan apabila ada kesepakatan
bersama antara negara satu dengan negara yang bersangkutan. Isu utama dari
kerjasama internasional yaitu berdasarkan sejauh mana hasil dan keuntungan bersama
yang diperoleh melalui kerjasama tersebut. Perdagangan merupakan sektor jasa yang
menunjang kegiatan ekonomi masyarakat dan negara. Hal ini membuat perdagangan
bebas menjadi tidak terbendung di era globalisasi sekarang ini dan mau tidak mau,
Indonesia harus bisa menerimanya. Dengan demikian, pemahaman pelaku bisnis
terhadap hukum kontrak khususnya kontrak bisnis internasional menjadi semakin
penting.
Transaksi-transaksi atau hubungan dagang/bisnis banyak bentuknya dan
semua transaksi tersebut sarat dengan potensi melahirkan sengketa. Umumnya
sengketa-sengketa dagang kerap didahului oleh penyelesaian dengan cara negosiasi.
Jika cara penyelesaian ini gagal atau tidak berhasil, barulah ditempuh cara-cara
lainnya seperti penyelesaian melalui pengadilan atau arbitrase. Penyerahan sengketa,
baik kepada pengadilan maupun ke arbitrase, kerap kali berdasarkan pada suatu
perjanjian di antara para pihak. Langkah yang biasa ditempuh adalah dengan
membuat suatu perjanjian atau memasukkan klausul penyelesaian sengketa ke dalam
kontrak atau perjanjian yang mereka buat. Di samping forum pengadilan dan badan
arbitrase, para pihak dapat pula menyerahkan sengketanya kepada cara alternatif
penyelesaian sengketa, yang dikenal sebagai ADR (Alternative Dispute Resolution)
atau APS (Alternatif Penyelesaian Sengketa).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Arbitrase internasional?
2. Bagaimana kedudukan arbitrase tersebut?
3. Sebutkan tata cara pelaksanaan penyelesaian dengan arbitrase!
3
C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat menjelaskan secara deskriptif mengenai sejarah arbitrase
intersnasional.
2. Mahasiswa dapat mengetahui kedudukan arbitrase sebagai nonlitigasi dalam
penyelesaian sengketa bisnis internasional.
3. Mahasiswa dapat memahami serta mengaplikasikan tata cara pelaksanaan
penyelesaian sengketa bisnis internasional dengan arbitrase.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sejarah Arbitrase
Arbitrase internasional adalah suatu metode yang sangat dikenal yang digunakan
untuk menyelesaikan sengketa antara para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian
dagang internasional. Sejalan dengan arbitrase pada umumnya, arbitrase internasional
tercipta dari klausul arbitrase yang dituangkan di dalam kontrak yang sudah disetujui oleh
para pihak yang terikat di dalamnya. Praktik arbitrase internasional telah berkembang
dengan memberikan ruang bagi para pihak dari latar belakang hukum dan budaya yang
berbeda untuk menyelesaikan sengketa mereka yang umumnya tanpa terikat formalitas
dari sistem hukum mereka.
Alasan utama para pihak memilih arbitrase internasional sebagai forum penyelesaian
sengketa internasional yang sedang mereka hadapi, adalah untuk menghindari
ketidakpastian-ketidakpastian yang terkait dengan proses litigasi di pengadilan nasional
yang berujung pada eksekusi putusan di pengadilan asing. Prosedur arbitrase
internasional tidak terikat pada satu yurisdiksi tertentu dari salah satu pihak saja, kecuali
para pihak menentukan demikian dan pilihan tersebut tidak melanggar proses hukum
yang fundamental terkait dengan pokok permasalahan dalam sengketa.
Kemampuan untuk menyelesaikan sengketa dalam suatu forum yang netral dan
menjalankan eksekusi putusan yang final dan mengikat sering disebutkan sebagai
keuntungan utama dari arbitrase internasional dibandingkan dengan penyelesaian
sengketa di pengadilan nasional. Hal ini didukung dengan dasar hukum yang kuat yakni
Konvensi New York 1958. Putusan arbitrase internasional yang dikeluarkan di suatu
negara yang merupakan anggota dari Konvensi New York 1958, dapat dieksekusi di
negara lain yang juga merupakan anggota dari Konvensi New York 1958 tersebut,
sebagaimana halnya putusan yang dikeluarkan oleh suatu pengadilan nasional.
1
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesain Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional, Jakarta:
Sinar Grafika, 2012, hlm. 159-161
5
B. Sejarah Arbitrase
Pada awal tahun 1920an, negara-negara di Eropa sudah memperkenalkan arbitrase
ke dalam dunia internasional. Pada tahun 1923, The Geneva Protocol on Arbitration
Clauses diambil alih oleh Liga Bangsa-Bangsa yang dengan efektif dapat menyelesaikan
sengketa di luar lingkup domestik. Dengan terdapat ketentuan dalam perjanjian arbitrase
yang ditetapkan:
Pada tahun 1927, terdapat The Geneva Convention of the Execution of Foreign
Awards yang mengatur penggunaan arbitrase perdagangan internasional meningkatkan
jumlahnya dalam masa-masa setelah perang dunia pertama. Keadaan ini mendorong
International Chamber of Commerce (selanjutnya disebut dengan ICC) yang berpusat di
Paris untuk mengadakan suatu konvensi internasional yang bertujuan meniadakan salah
satu rintangan terbesar bagi perkembangan arbitrase, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan
putusan-putusannya. Khususnya yang melintasi batas negara. Inisiatif ICC tersebut
kemudian diambil alih oleh Liga Bangsa-Bangsa. Upaya yang dilakukan badan dunia
yang disebut terakhir ini menghasilkan cikal bakal The Genewa Convention on the
Execution on the Execution of Foreign Awards dari tahun 1927.
Tahun 1958 lahir Konvensi New York 1958 yang merupakan gabungan dan revisi
dari The Geneva Protocol on Arbitration Clauses dan The Geneva Convention of the
Execution of Foreign Awards. Konvensi New York 1958 ini dibentuk untuk mengatur
6
tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing yang diputuskan oleh badan
arbitrase internasional yang berada di luar negara anggota konvensi tersebut.
Konvensi Jenawa tersebut kemudian direvisi oleh Konvensi New York 1958
ditandatangani pada tanggal 10 Juni 1958 di kota New York, Amerika Serikat. Konvensi
New York mensyaratkan tiga ratifikasi agar dapat diberlakukan. Tiga bulan setelah
memenuhi syarat ratifikasi ini, maka pada tanggal 7 Juni 1959 Konvensi New York ini
mulai berlaku.
Dalam pembentukan Konvensi New York yang berawal dari sikap inisiatif dari
Dewan Ekonomi dan Sosial PBB, Econonic and Social Council (selanjutnya disebut
dengan ECOSOC) yang telah menyusun suatu Komisi Ad Hoc yang terdiri atas 8
(delapan) negara peserta yang semuanya ditunjuk oleh Presiden dari ECOSOC. Dari
komisi yang telah dibentuk ini telah menjalankan Konferensi Internasional (International
Conference) yang diadakan di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New
York pada tanggal 20 Mei 1958.
7
Pembahasan materi dalam konferensi yang dimaksud ini berkisar tentang hal-hal
dalam isi yang akan dibentuk pada konvensi. Di mana termasuk unsur-unsur dari Protokol
Jenawa dan Konvensi Jenawa juga dibahas dalam konferensi, agar tidak terdapat tolak
belakang dari peraturan sebelumnya yang pernah ada, sehingga dalam pembahasan juga
disebutkan perlu adanya harmonisasi dari hukum arbitrase nasional dengan Konvensi
New York 1958. Pada akhirnya, pembahasan Konvensi New York 1958 ini disahkan pada
tanggal 10 Juni 1958 dengan dihadiri oleh 28 negara (3 negara sebagai pengamat) dan 13
organisasi internasional.
Konvensi New York 1958 ini dibentuk untuk mengatur tentang Pengakuan dan
Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing yang diputuskan oleh badan arbitrase internasional
yang berada di luar negara anggota konvensi ini. Dengan kata lain, Konvensi New York
1958 menganut paham doctrine of comity dan asas reciprocity yang mengatur suatu
penyerahan jurisdiksi kepada badan arbitrase internasional yang terletak dalam teritori
negara anggota lainnya dalam konvensi ini sehubungan dengan hal penyelesaian sengketa
yang ditimbulkan dari sebuah hubungan hukum baik secara kontraktual atau tidak, namun
dianggap bersifat niaga (commercial) di bawah hukum nasional negara anggota yang
dilakukan oleh para pihak yang melakukan perjanjian baik secara person maupun legal
entity.2
2
Feily Surianty, http://repository.uib.ac.id/464/6/S-1051001-chapter%202.pdf dari UIB Repository 2014,
diakses pada tanggal 16 September 2023
3
Rio Adhitya, Serlika Aprita. Hukum Perdagangan Internasional. 2020. RajaGrafindo Persada: Depok. Hal
152.
8
Wewenang dari badan arbitrase ini meliputi perselisihan, kontroversi, dan klaim
lainnya yang timbul dari atau berkaitan dengan kontrak, pembatalan atau pengakhiran
atau tidak berlakunya kontrak.
2. The London Court of Arbitration
Badan ini disponsori oleh London Chamber of Commerce, The City of London
Corporation, dan Chartered Institute of Arbitration. Badan ini terbuka bagi anggota
dan bukan anggota London Chamber of Commerce. Wewenangnya meliputi
berlakunya, pembuatan, dan pelaksanaan kontrak yang akan dikuasai hukum Inggris
dan setiap sengketa dari kontrak tersebut akan ditangani oleh arbitrase menurut aturan
London Court of Arbitration.4
3. ICC Court of Arbitration
Badan arbitrasi dari International Chamber of Commerce (ICC) merupakan
pusat arbitase di Paris, Prancis5 kini berlaku bagi anggota dan bukan anggota ICC.
Tahun1976, ICC membentuk International Center for Technical Expertise, yang
dimaksudkan untuk membantu dalam hal-hal teknis, seperti kontrak kontruksi dan
instalansi, yang dalam hal ini dapat menunjul ahli secara netral. Jadi wewenang dari
badan arbitrasi ini meliputi semua sengketa yang timbul dari kontrak yang berlaku
akan diselesaikan menurut aturan konsiliasi dan arbitrase dari Internatioan Chamber
of Commerce oleh salah satu atau lebih arbiter yang ditunjuk sesuai aturan ICC.6
4. Arbitration Model Jepang
Badan ini dibentuk tahun 1979. Arbitrase di Jepang merupakan peradilan yang
putusannya memiliki kekuatan eksekutorial sama dengan putusan pengadilan.
Meskipun demikian, apabila putusan arbitrase di Jepang tidak dilakukan dengan
sukarela oleh pihak yang dikalahkan, maka diperlukan sebuah putusan pengadilan
untuk menjalankan eksekusi atas putusan arbitrase tersebut. 7 Wewenangnya meliputi
semua sengketa, kontroversial, dan perbedaan yang mungkin timbul antara penjual
dan pembeli atau berkaitan dengan kontrak dan pelanggaran kontrak dapat
diselesaikan oleh arbitrase di Osaka menurut aturan arbitrase komersial dari Japan
4
Rio Adhitya, Serlika Aprita. Hukum Perdagangan Internasional. 2020. RajaGrafindo Persada: Depok. Hal
153.
5
Sheila Pricillia Surbakti. Suatu Tindakan Terhadap Kekuatan Eksekutorial Dalam Pelaksanaan Putusan
Arbitrase. Vol IX. No 6. 2021. Hal 171.
6
Rio Adhitya, Serlika Aprita. Hukum Perdagangan Internasional. 2020. RajaGrafindo Persada: Depok. Hal
153.
7
Yati Nurhayati. Perbandingan Konsep Pembatalan Putusan Arbitrase Di Beberapa Negara. Jurnal Ius
Constituendum. Vol 7. No 2. 2022. Hal 340.
9
Commercial Arbitration Association. Dalam hal ini hukum yang berlaku adalah
hukum Jepang.8
5. Badan Arbitrase Nasional Indonesia
Di Indonesia, badan yang berkiprah untuk menyelesaikan sengketa
perdagangan, baik yang bersifat nasional maupun internasional adalah BANI. Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menyarankan kepada para pihak yang ingin
menyelesaikan sengketa melalui arbitrase perlu membuat suatu perjanjian yang isi
perjanjiannya:
“Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan
diputus oleh Badan Arbitrasi Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan
administrasi dan peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya
mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat
pertama dan terakhir.”
BANI bertujuan memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa
perdata mengenai soal dagang, industry dan keuangan, baik bersifat nasional maupun
internasional.9 Sebenanya badan arbitrase ini sangatlah dibutuhkan karena seperti
yang diketahui penyelesaian suatu perkara melalui pengadilan negeri memakan
waktu dan biaya yang sangat besar. Oleh karena inilah, BANI diharapkan dapat
menjadi alternative dalam menyelesaikan sengketa, meskipun pada kenyataannya
BANI kurang dikenal di Indonesia.
8
Rio Adhitya, Serlika Aprita. Hukum Perdagangan Internasional. 2020. RajaGrafindo Persada: Depok. Hal
153.
9
Juli Asril. Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Dagang Nasional Dan Internasional.
Vol 2. No 2. 2018. Hal 222.
10
bisnis atau pengusaha lebih cenderung memperdayakan lembaga arbitrase dalam
penyelesaian sengketa nonlitigasi dibandingkan harus melalui proses peradilan umum,
karena alasan-alasan dan faktor-faktor yang mendasari para pelaku bisnis lebih
memilih menyelesaikan sengketa melalui lembaga arbitrase.10
10
Serlika Aprita, Rio Adhiya, 2020, Hukum Perdagangan Internasional, Depok:PT Rajagrafindo Persada.
H.179
11
menyediakan kerangka hukum yang kuat untuk pengakuan dan pelaksanaan
keputusan arbitrase internasional.
5. Kerahasiaan:
Salah satu keuntungan besar arbitrase internasional adalah kerahasiaan
yang lebih besar yang biasanya terkait dengan proses tersebut. Ini bisa menjadi
penting dalam kasus-kasus di mana pihak-pihak ingin menjaga informasi
bisnis mereka tetap rahasia.
6. Spesialisasi:
Arbitrator yang dipilih dalam arbitrase internasional sering memiliki
pengetahuan khusus tentang hukum internasional dan industri tertentu. Hal ini
memungkinkan mereka untuk membuat keputusan yang lebih berwawasan dan
relevan dalam penyelesaian sengketa.
12
mana unsur-unsur yang terdapat di dalamnya memiliki nasionalitas yang berbeda satu
sama lain (foreign element). Menurut Sudargo Gautama yang dimaksud dengan unsur
asing (foreign element) dalam suatu perjanjian arbitrase sebagai berikut.
Pertama, para pihak yang membuat klausula atau perjanjian arbitrase pada
saat membuat perjanjian itu mempunyai tempat usaha (place of business) mereka dari
Negara yang berbeda. Kedua, jika tempat arbitase yang ditentukan dalam perjanjian
arbitase letaknya diluar Negara tempat para pihak mempunyai usaha mereka. Ketiga,
jika suatu tempat dimana bagian terpenting kewajiban atau hubungan dagang para
pihak harus dilaksanakan atau tempat dimana objek sengketa paling erat hubungannya
letaknya diluar Negara tempat usaha para pihak. Keempat, apaila para pihak secara
tegas telah menyetujui bahwa objek perjanjian arbitase mereka ini berhubungan
dengan lebih dari satu negara
Perjanjian Arbitrase Internasional hanya mengatur beberapa pentingnya aspek
dari Arbitrase Internasional.
1. Protokol Jenewa 1923 (Protocol van Geneve van 1923) mengenai
sahnya suatu klausula Arbitase, dan perjanjian Jenewa 1927 (Ver drag van
Geneve van 1927) mengenai dapat dilaksanakannya putusan Arbitrase Asing
2. Perjanjian New York 1958 adalah yang paling penting untuk Arbitrase
Internasional. Perjanjian itu mengatur dua aspek
a) Pengakuan dan pelaksaan dari putusan arbitase asing, dan
b) Dipenuhinya persetujuan Arbitrase
3. Perjanjian Eropa mengenai Arbitrase Dagang Internasional, Geneve
1961, yang dimaksudkan sebagai pelengkap dari peijanjian New York untuk
arbitrase dalam hubungan dagang antara Eropa Timur dan Barat. Negara-
negara blok Timur pada umumnya adalah pihak dalam peijanjian ini. Untuk
Eropa Barat, mereka-mereka itu adalah: Belgia, Jerman Barat, Perancis, Italia
dan Austria. Nederland tidak menjadi anggota peijanjian ini. Tujuan peijanjian
ini dalam praktek tidak terwujud, yang sebagian besar nampaknya disebabkan
oleh rumitnya teks dan susunan dari peijanjian.
Perjanjian ini antara lain mengatur : mengenai persetujuan arbitrase
badan hukum public, peraturan mengenai orang asing yang dapat bertindak
sebagai arbiter, pengangkatan arbiter, banding atas tidak berwenangnya
13
peradilan arbitrase, banding atas tidak berwenangnya hakim, dan pembatalan
putusan.
4. Perjanjian tentang Pemutusan Sengketa yang menyangkut Investasi
antara Negara dan Warganegara negara lain, Washington tahun 1965.
Peijanjian ini diakui lebih dari 85 Negara (termasuk Nederland dan Indonesia).
Ini adalah satu-satunya perjanjian yang diharapkan sebagai arbitrase
internasional yang nyata, dengan kata lain suatu arbitrase yang sama sekali
tidak dikuasasi Peradilan Nasional manapun (juga tidak oleh peradilan
arbitrase dari tempat dimana arbitrase berlangsung).
5. Perjanjian tentang Penyelesaian Sengketa Perdata sebagai akibat
kerjasama bidang ekonomi, pengetahuan dan tehnis oleh arbitrase, Moskow
1972, terbatas pada arbitrase antara perusahaan didalam Negara-negara
CMEA. Perjanjian Moskow ini tidak dapat diterapkan pada arbitrase antara
perusahaan dari Negara-negara blok Timur dan perusahaan dari Negara-negara
lain.
14
Pasal 1851
Pasal 1852
Pasal 1853
Pasal 1854
12
KUHPerdata Bagian 3, https://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/maluku/files/Viewer.js/Peraturan/
Hukum/KUHP-Perdata-Bagian-3.pdf , (diakses pada tanggal 16 September 2023).
15
menarik guna menyelesaikan sengketa sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
mereka.
Badan arbitrase baru akan berfungsi apabila ada kesepakatan dan penunjukan
dari para pihak. Kesepakatan para pihak juga yang akan menentukan kompetensi atau
yuridiksi badan peradilan arbitrase. Tujuan, masalah, dan sengketa yang harus
diselesaikan atau diputus badan arbitrase juga ditentukan oleh para pihak.
16
b) Penerapan ketentuan konvensi baru akan diterapkan dengan negara yang telah
meratifikasi konvensi tersebut menurut hukum nasionalnya.
Terdapat ketentuan utama yang tertuang dalam Konvensi New York di pasal
I,III, dan V yakni sebagai berikut.
b) Setiap negara peserta wajib untuk mengakui keputusan arbitrase yang dibuat di
luar negeri memiliki kekuatan hukum dan melaksanakannya sesuai dengan
hukum nasional keputusan tersebut dilaksanakan.
Indonesia dalam hal ini telah meratifikasi Konvensi New York 1958 dengan
Keputusan Presiden RI No. 34 tahun 1981 sehingga Indonesia meruapakan bagian
daripada peserta Konvensi New York 1958.15
15
Supeno, S. (2018). Public Policy Sebagai Syarat Pengakuan Dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase
Internasional. , 1(1), 64-74.hal. 71
16
UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
17
a) Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di
suatu negara yang dengan negara Indonesia terikat pada perjanjian, baik secara
bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan
Arbitrase Internasional;
18
diatur di dalamnya. Putusan Arbitrase Internasional harus final and binding, kecuali
dapat dilakukan pembatalan, jika dengan alasan “due process.” 19
Jika terdapat pihak yang keberatan untuk melaksanakan putusan arbitrase secara
sukarela, maka akan pihak-pihak tersebut akan sebagai berikut.
a) Putusan Arbitrase akan dilaksanakan menurut perintah eksekusi ketua pengadilan
negeri setempat atau permohonan dari salah satu pihak yang berkepentingan
19
Andriani, A. (2022). Akibat Hukum Pembatalan Putusan Arbitrase dalam Kaitannya dengan Prinsip Final and
Binding. AL-MANHAJ: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, 4(1), 25-36.hal. 30
20
Aprita Serlika dan Adhitya Rio, Hukum Perdagangan Internasional, (2020:Rajagrafindo Persada, Depok), hal.
183
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan atas rumusan masalah yang telah dipaparkan, dapat
disimpulkan bahwa Arbitrase Internasional merupakan metode yang digunakan untuk
menyelesaikan sengketa antara para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian dagang
internasional. Dimana terdapat berbagai jenis daripada Arbitrase Internasional. Yakni,
UNCITRAL Arbitration Rules, London Court of Arbitration, ICC Court of Arbitration,
Arbitration Model Jepang dan Badan Arbitrase Nasional Indonesia.
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena kami
20
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan kami juga sangat
mengharapkan saran serta kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya.
21
Daftar Pustaka
Winarta, Frans, 2012, Hukum Penyelesain Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan
Internasional, Jakarta: Sinar Grafika.
Surianty, Feily, http://repository.uib.ac.id/464/6/S-1051001-chapter%202.pdf dari UIB
Repository 2014, diakses pada tanggal 16 September 2023
Aprita, Serlika dan Adhitya Rio, 2020, Hukum Perdagangan Internasional,
Depok:Rajagrafindo Persada.
Surbakti, Sheila Pricillia, 2020, Suatu Tindakan Terhadap Kekuatan Eksekutorial Dalam
Pelaksanaan Putusan Arbitrase, Vol IX, No 6.
Nurhayati, Yati. 2020. Perbandingan Konsep Pembatalan Putusan Arbitrase Di Beberapa
Negara. Jurnal Ius Constituendum. Vol 7, No 2.
Asril, Juli, 2018, Peranan Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Dagang
Nasional Dan Internasional. Vol 2. No 2.
KUHPerdataBagian3,https://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/maluku/files/Viewer.js/
Peraturan/Hukum/KUHP-Perdata-Bagian-3.pdf , (diakses pada tanggal 16 September
2023).
Adolf Huala, 2020, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta: Sinar Grafika.
Tampongangoy, G. H., 2015, Arbitrase Merupakan Upaya Hukum Dalam Penyelesaian
Sengketa Dagang Internasioanal. Lex Et Societatis, 3(1).
UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Supeno, S., 2018. Public Policy Sebagai Syarat Pengakuan Dan Pelaksanaan Putusan
Arbitrase Internasional. Wajah Hukum, 1(1).
Andriani, A. (2022). Akibat Hukum Pembatalan Putusan Arbitrase dalam Kaitannya dengan
Prinsip Final and Binding. AL-MANHAJ: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial
Islam, 4(1).
Batubara, Suleman, and Orinton Purba. Arbitrase Internasional. Raih Asa Sukses, 2013.
Girsang, https://perpustakaan.mahkamahagung.go.id/assets/resource/ebook/13.pdf, diakses
pada tanggal 16 September 2023.
22