Anda di halaman 1dari 6

KELOMPOK 6

1. Esti Pasaribu 160200136


2. Razlia Kartika Ayu 160200128
3. Sri Rahmadhani Daulay 160200153
4. Yustika Butar—butar 160200337
5. Yunisa Permata Hatimi 160200355
6. Mita Syahfitri Panjaitan 160200421
 Berkaitan erat dengan praktek dari teori sebelumnya, yaitu doktrin sovereign
immunity, khususnya di Amerika Serikat dikenal prinsip lain yang dinamakan “Act
of State Doctrine”. Berdasarkan doktrin ini maka badan-badan peradilan dari suatu
negara tidak dapat mengadili perbuatan-perbuatan dari negara lain yang
dilakukan dalam wilayahnya sendiri. Doktrin ini berkembang dari yurisprudensi
untuk mencegah tindakan-tindakan hakim pada bidang-bidang yang dianggap
sensitif.
 Berdasarkan act of state doctrine ini, maka tindakan-tindakan negara yang
mengandung unsur-unsur komersial masih mungkin untuk diberikan, hal mana
dalam sovereign immunity hal tersebut tidak dimungkinkan.
 Secara umum imunitas merupakan tejemahan dari kata “immunity” yang berarti
kekebalan. Kekebalan berasal dari kata kebal yang dalam bidang hukum artinya
tidak dapat dituntut.
 Sementara itu dalam hukum internasional istilah imunitas atau immunity dikenal
sebagai aturan-aturan dan prinsip-prinsip hukum mengenai hak-hak yang dimiliki
oleh kategori orang-orang atau badan-badan tertentu, yang berdasarkan hukum
internasional memperoleh kekebalan atau dikecualikan dari yurisdiksi negara lain.
 Secara prinsipil ada dua kategori imunitas, pertama imunitas yang dimiliki oleh
negara asing yang disebut dengan imunitas negara (sovereign or state immunity)
dan kedua imunitas yang diperoleh oleh perwakilan diplomatik negara asing
(diplomatic immunity).
1. Teori Imunitas Negara Mutlak (Absolute Sovereign Immunity) Teori
imunitas negara mutlak atau absolute sovereign immunity, adalah suatu ajaran
yang menerangkan bahwa negara dalam segala hal tidak dapat dilakukan
gugatan terhadapnya di Pengadilan negara llian, tanpa persetujuan dasri
negara yang bersangkutan.
2. Teori Imunitas Negara Terbatas (Restrictive Sovereign Immunity) Merupakan
kelanjutan dari perkembangan teori imunitas absolut dan perkembang lebih
lanjut dari teori imunitas negara. Teori ini pada awalnya dianut oleh Belgia,
Italia, Swiss, Perancis, Austria, Mesir, Yunani, Paru dan Enmark. Perancis, Austria
dan Yunani pada awalnya merupakan pendukung teori imunitas negara mutlak,
akan tetapi menjelang abad ke-20 meninggalkannya dan menjadi negara yang
menganut teori imunitas terbatas.
1. Negara sebagai Pihak dalam Perkara “Immunity”
2. Sengketa Internasional mengenai Penanaman Modal Asing
3. Yurisprudensi Internasional
 Dari keseluruhan pembahasan terdahulu , akhirnya dapat diraih suatu kesimpulan,
bahwa pada pokoknya da-lam Doctrine Act of State dijunjung pengertian bahwa
badan-badan peradilan dari suatu negara berdaulat tidak dapat menguji sah atau
tidaknya tindakan-tindakan dari negara-negara ber-daulat lainnya yang telah
dilakukan dalam wilayahnya sendiri. Khususnya di Amerika Serikat, apabila suatu
negara telahdiakuinya, maka para hakim di sana menganggap diri mereka tidak
berwewenang untuk mengadili perkara yang diajukan kepada mereka selama hal
tersebut menyangkut kedaulatan negara (sovereinitas).
 Doktrin ini telah tertanam kuat dalam yurisprudensi, terutama di negara-negara
Anglo Saxon (kl-Aususnya Amerika Serikat) dan juga diakui oleh banyak negara di
dunia. Pokok masa-lah ini adalah lebih dikenal orang dengan Par in Parem non
Habet Jurisdiction, yaitu suatu negara yang berdaulat harus menghormati tindakan
atau perbuatan dari negara berdaulat lainnya. Haki dari negara berdaulat satu
tidak dapat mengadili tindakan-tindakan dari negara-negara berdaulat lainnya.

Anda mungkin juga menyukai