MAKALAH
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kami
ucapkan rasa syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Upaya
Hukum Biasa.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan banyak bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Kami sangat
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu kami menerima segala saran dan kritik agar dapat memperbaiki
Kami mengucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat memberi manfaat,
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai
tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak
sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga
seorang manusia yang dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan sehingga salah
Oleh karena itu, pada makalah ini akan membahas tentang upaya hukum.
B. Rumusan Masalah
Beradasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada makalah ini yaitu :
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari
PEMBAHASAN
Upaya hukum adalah suatu usaha bagi setiap pribadi individu atau badan hukum
yang merasa dirugikan haknya atas kepentingannya untuk memperoleh keadilan dan
undang.
Dalam teori dan praktek kita mengenal ada 2 (dua) macam upaya hukum yaitu,
upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Perbedaan yang ada antara keduanya
adalah bahwa pada azasnya upaya hukum biasa menangguhkan eksekusi (kecuali bila
terhadap suatu putusan dikabulkan tuntutan serta mertanya), sedangkan upaya hukum luar
kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan
putusan hakim.
a. Verzet
b. Banding
c. Kasasi
Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu
putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat dan
tergugat) dan tidak mengikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan
akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh sebab itu dikatakan luar biasa).
a. Peninjauan Kembali
b. Derden Verzet
1. Verzet
Verzet adalah perlawanan dari tergugat terhadap putusan verstek atau putusan
al qadla ala al-ghaib, yaitu putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya tergugat. Dasar
hukum verzet adalah pasal 129 HIR/153 Rbg, yang memberi kemungkinan bagi
perlawanan. Dengan ketentuan, kedua perkara tersebut (verstek dan verzet) tersebut
dijadikan satu dan diberi nomor, sedapat mungkin perkara tersebut dipegang oleh
Majelis Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek
harus memriksa gugatan yang telah diputus verstek tersebut secara keseluruhan.
a. Tergugat/para tergugat yang dihukum dengan verstek berhak mengajukan verzet atau
sendiri kepada yang bersangkutan (Pasal 391 HIR/Pasal 719 RBg). Dalam
menghitung tenggat waktu dimulai tanggal hari berikutnya. (Pasal 129 HIR/153 RBg).
b. Jika putusan itu tidak langsung diberitahukan kepada tergugat sendiri dan pada waktu
aanmaning tergugat hadir, maka tenggat waktu perlawanan adalah 8 (delapan) hari
c. Jika tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning, maka tenggat waktunya adalah hari
kedelapan sesudah eksekusi dilaksanakan (Pasal 129 ayat (2) jo Pasal 196 HIR dan
Pasal 153 ayat (2) jo Pasal 207 RBg). Kedua perkara tersebut (perkara verstek dan
d. Perkara verzet sedapat mungkin dipegang oleh majelis hakim yang telah menjatuhkan
putusan verstek.
e. Pemeriksaan verzet dapat dilakukan walaupun ketidak hadiran tergugat dalam proses
f. Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek harus
Pemeriksaan perkara verzet dilakukan secara biasa (Pasal 129 ayat (3) HIR/Pasal 153
g. Jika dalam pemeriksaan verzet pihak penggugat asal (terlawan) tidak hadir, maka
pemeriksaan dilanjutkan secara kontradiktur, akan tetapi Jika pelawan yang tidak
hadir, maka Hakim menjatuhkan putusan verstek untuk kedua kalinya. Terhadap
putusan verstek yang dijatuhkan kedua kalinya tidak dapat diajukan perlawanan,
tetapi dapat diajukan upaya hukum banding (Pasal 129 ayat (5) HIR dan Pasal 153
a. Jika pemberitahuan putusan dilakukan secara langsung kepada tergugat sendiri, maka
b. Apabila pemberitahuan isi putusan itu tidak dapat disampaikan langsung kepada
tergugat, dan tergugat tidak melaksanakan putusan dengan sukarela, maka ketua
kantor Pengadilan Agama untuk mendapat teguran, apabila tergugat datang dan telah
menerima tegutan tersebut, maka tenggang waktu verzet adalah delapan hari setelah
c. Apabila tergugat tidak hadir di kantor Pengadilan Agama untuk medapat teguran,
maka ketua Pengadilan Agama akan mengeluarkan surat perintah eksekusi, dalam hal
ini, tenggang waktu verzet adalah delapan hari setelah hari tanggal eksekusi (pasal
197 HIR)37, atau 14 hari setelah tanggal eksekusi, sebagaimana tertuang dalam pasal
208 R.Bg. Verzet hanya dapat dilakukan sekali saja, yakni pada putusan verstek yang
pertama. Terhadap putusan verstek yang kedua (setelah verzet) tidak dapat
dibacakan putusan verstek mengajukan banding. Jika banding penggugat setelah itu
dicabut, maka seketika itu pula tergugat berhak mengajukan banding. Apabila
2. Banding
Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh
salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan
Pengadilan Negeri.Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan
mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga belum dapat dieksekusi, kecuali
Banding diatur dalam pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura)
dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura).
Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan
diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan
Madura.
dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan apabila salah
satu pihak tidak hadir. Ketentuan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No.
20/1947 jo pasal 46 UU No. 14/1985. Dalam praktek dasar hukum yang biasa
terhadap permohonan banding yang diajukan akan ditolak oleh Pengadilan Tinggi
karena terhadap putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan dianggap telah
Pendapat diatas dikuatkan oleh Putusan MARI No. 391 k/Sip/1969, tanggal 25
tenggang waktu menurut undang-undang tidak dapat diterima dan surat-surat yang
dipertimbangkan. Akan tetapi bila dalam hal perkara perdata permohonan banding
diajukan oleh lebih dari seorang sedang permohonan banding hanya dapat
Juni 1971).
banding.
c. Panitera Pengadilan Negeri akan membuat akte banding yang memuat hari dan
banding. Untuk kedua jenis surat ini tidak ada jangka waktu pengajuannya
masih diperbolehkan.
3. Kasasi
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh
salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan
Pengadilan Tinggi.Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas
dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi bila pengadilan
Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil
maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang
dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang
berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat
Pemohon (pasal 46 ayat (1) UU No. 14/1985), bila tidak terpenuhi maka
a. Permohonan kasasi disampaikan oleh pihak yang berhak baik secara tertulis
atau lisan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut
hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampurkan pada berkas
d. Dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam buku
daftar pemohon kasasi wajib membuat memori kasasi yang berisi alasan-
f. Pihak lawan berhak mengajukan kontra memori kasais dalam tenggang waktu
14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasai (pasal 47 ayat (3) UU
No. 14/1985).
g. Setelah menerima memori dan kontra memori kasasi dalam jangka waktu 30
1. 1. Verzet
14 hari setelah putusan diberitahukan (Pasal 129 (2) HIR). Sampai hari ke 8 setelah
teguran seperti dimaksud Pasal 196 HIR; apabila yang ditegur itu datang menghadap.
Kalau tidak datang waktu ditegur sampai hari ke 8 setelah eksekutarial (pasal 129
semula. Oleh karena itu, perlawanan bukan gugatan atau perkara baru, tetapi tiada lain
alasan putusan verstek yang dijatuhkan, keliru dan tidak benar. Putusan MA No.
Berdasarkan Pasal 129 ayat (3) HIR, perlawanan diajukan dan diperiksa dengan acara
biasa yang berlaku untuk acara perdata. Dengan begitu, kedudukan pelawan sama dengan
tergugat. Berarti surat perlawanan yang diajukan dan disampaikan kepada PA, pada
hakikatnya sama dengan surat jawaban yang digariskan Pasal 121 ayat (2) HIR. Kualitas
surat perlawanan sebagai jawaban dalam proses verzet dianggap sebagai jawaban pada sidang
2. Banding
Jika putusan telah dijatuhkan Pengadilan Agama Gunungsitoli, lalu salah satu
pihak dalam perkara tersebut merasa dirugikan, yang bersangkutan dapat mengajukan
Pihak tersebut tidak perlu langsung ke Pengadilan Tinggi Agama Medan, tetapi
waktu 14 hari setelah putusan tersebut dibacakan. Jika pihak tersebut hadir saat putusan
dibacakan atau 14 hari setelah yang bersangkutan menerima pemberitahuan isi putusan
a. Pencari Keadilan (dalam hal ini disebut Pembanding) mendatangi meja I dan
c. Pencari Keadilan menyetor sejumlah uang yang tersebut dalam SKUM tersebut ke
menunjukkan tanda setor yang dikeluarkan oleh Bank Recipient (Bank BRI
Cabang Stabat);
oleh Panitera;
Pada tahap ini, permohonan banding telah terdaftar di Pengadilan Agama Stabat,
selanjutnya Pengadilan Agama Stabat akan memproses berkas perkara sebagai berikut :
pihak Terbanding;
b. Jika Memori banding telah diterima oleh Pengadilan Agama Stabat, maka memori
(Inzage);
Pengadilan Agama Stabat, berkas perkara berupa Budel A dan Budel B serta salinan
f. Setelah perkara diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama Medan, salinan putusan
para pihak;
g. Setelah putusan Banding diserahkan kepada pihak-pihak, para pihak apabila merasa
ada kesalahan pada putusan tersebut dapat mengajukan Kasasi dalam tenggat waktu
3. Kasasi
bahwa putusan Pengadilan Tinggi Agama Medan yang disampaikan kepadanya tidak
memenuhi rasa keadilan atau ada kesalahan dalam menerapkan hukum, maka pencari
Agama yang memutusnya pada tingkat pertama (Pengadilan Agama Stabat) dalam
tenggat waktu 14 hari setelah pemberitahuan isi putusan Banding diterimanya, dengan
mengajukan permohonan kasasi secara tertulis, atau secara lisan (lalu dituangkan
c. Pencari keadilan menyetor ke Bank Recipient (BRI cabang Stabat) pada rekening
d. Pencari Keadilan membawa tanda bukti stor yang dikeluarkan oleh Bank recipient
f. Pencari Keadilan menyerahkan SKUM warna merah kepada Meja III bersama
perbedaan dari prosedur upaya hukum verzet, banding, dan kasasi yaitu:
verstek (verzet).
undang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suatu putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bahkan tidak
mustahil bersifat memihak. Oleh karena itu, demi kebenaran dan keadilan setiap
putusan hakim perlu dimunkinkan untuk diperiksa ulang, agar kekeliuran atau
kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Bagi setiap putusan hakim
pada umumnya tersedia upaya hukum. Upaya hukum terbagi menjadi dua, yaitu
upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Ada beberapa upaya hukum biasa
Verzet adalah perlawanan dari tergugat terhadap putusan verstek atau putusan
al qadla ala al-ghaib, yaitu putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya tergugat. Banding
merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau
kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri. Kasasi
merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau
kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Afandi. Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Teori dan Praktik. Malang: Setara Press,
2019.
Makarao, Taufik. Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009.
Rasyid A., Roihan. “Hukum Acara Peradilan Agama.” (Online) cet. VI, 1998:
https://ikhwanmf.wordpress.com/2014/07/25/upaya-hukum-di-pengadilan/ diakses
pada Mei 2021.
Rasyid, Chatib, dan Syarifuddin. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik pada
Peradilan Agama. Yogyakarta: UII Press, 2009.