Anda di halaman 1dari 20

UPAYA HUKUM BIASA

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan Hukum Acara Perdata

Dosen Pengampu : Dewi Mayaningsih, S.H., M.H.

FARKHAN UMARUDI 1193010051


FITRAH THOYIBAH 1193010056
HAFIZA PUTRI AULIA 1193010059
INTAN MEGA PRATIWI 1193010067
M. NURFADHILLAH 1193010076
MAULANA AKBAR 1193010080
MOCH. RAFI ZUHRI 1193010084

JURUSAN HUKUM KELUARGA (AHWAL AL-SYAKHSIYAH)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kami

ucapkan rasa syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan

inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Upaya

Hukum Biasa.

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan banyak bantuan dari

berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Kami sangat

menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dari segi susunan kalimat maupun tata

bahasanya. Oleh karena itu kami menerima segala saran dan kritik agar dapat memperbaiki

makalah ilmiah ini.

Kami mengucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat memberi manfaat,

menambah ilmu, dan menginspirasi bagi pembaca.

Bandung, 17 Mei 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada

seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai

tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak

sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga

seorang manusia yang dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan sehingga salah

memutuskan atau memihak salah satu pihak.

Oleh karena itu, pada makalah ini akan membahas tentang upaya hukum.

Upaya hukum biasa terdiri dari verzet, banding dan kasasi.

B. Rumusan Masalah

Beradasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah pada makalah ini yaitu :

1. Apakah yang dimaksud dengan upaya hukum?

2. Apakah yang dimkasud dengan verzet, banding, dan kasasi?

3. Bagaimana perbedaan prosedur verzet, banding, dan kasasi?

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari

pembuatan makalah ini, yaitu:

1. Mengetahui yang dimkasud dengan upaya hukum.

2. Mengetahui tentang verzet, banding, dan kasasi.

3. Mengetahui perbedaan prosedur dari verzet, banding dan kasasi.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Upaya Hukum

Upaya hukum adalah suatu usaha bagi setiap pribadi individu atau badan hukum

yang merasa dirugikan haknya atas kepentingannya untuk memperoleh keadilan dan

perlindungan/kepastian hukum, menurut cara-cara yang ditetapkan dalam undang-

undang.

Dalam teori dan praktek kita mengenal ada 2 (dua) macam upaya hukum yaitu,

upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Perbedaan yang ada antara keduanya

adalah bahwa pada azasnya upaya hukum biasa menangguhkan eksekusi (kecuali bila

terhadap suatu putusan dikabulkan tuntutan serta mertanya), sedangkan upaya hukum luar

biasa tidak menangguhkan eksekusi.

1. Pengertian Upaya Hukum Biasa

Upaya hukum biasa ialah upaya yang diberikan oleh Undang-Undang

kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan

putusan hakim.

Macam-macam upaya hukum biasa :

a. Verzet

b. Banding

c. Kasasi

2. Pengertian Upaya Hukum Luar Biasa

Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada dasarnya suatu

putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak penggugat dan
tergugat) dan tidak mengikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan

akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh sebab itu dikatakan luar biasa).

Macam-Macam upaya hukum luar biasa :

a. Peninjauan Kembali

b. Derden Verzet

B. Macam-Macam Upaya Hukum Biasa

1. Verzet

Verzet adalah perlawanan dari tergugat terhadap putusan verstek atau putusan

al qadla ala al-ghaib, yaitu putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya tergugat. Dasar

hukum verzet adalah pasal 129 HIR/153 Rbg, yang memberi kemungkinan bagi

tergugat/para tergugat yang dihukum verstek untuk mengajukan verzet atau

perlawanan. Dengan ketentuan, kedua perkara tersebut (verstek dan verzet) tersebut

dijadikan satu dan diberi nomor, sedapat mungkin perkara tersebut dipegang oleh

Majelis Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek

harus memriksa gugatan yang telah diputus verstek tersebut secara keseluruhan.

Pembuktiannya agar mengacu pada SEMA nomor 9 tahun 1964.

Apabila telah dijatuhkan putusan verstek dan ternyata penggugat mengajukan

banding, maka tergugat tidak dapat mengajukann verzet, melainkan ia boleh

mengajukan banding. Tetapi, jika penggugat tidak mengajukan banding, maka

tergugat tidak boleh mengajukan banding, melainkan boleh mengajukan verzet.

Syarat dan Tenggang Waktu Pengajuan Verzet:

a. Tergugat/para tergugat yang dihukum dengan verstek berhak mengajukan verzet atau

perlawanan dalam waktu 14 hari terhitung setelah tanggal pemberitahuan putusan


verstek itu kepada tergugat semula jika pemberitahuan tersebut langsung disampaikan

sendiri kepada yang bersangkutan (Pasal 391 HIR/Pasal 719 RBg). Dalam

menghitung tenggat waktu dimulai tanggal hari berikutnya. (Pasal 129 HIR/153 RBg).

b. Jika putusan itu tidak langsung diberitahukan kepada tergugat sendiri dan pada waktu

aanmaning tergugat hadir, maka tenggat waktu perlawanan adalah 8 (delapan) hari

sejak dilakukan aanmaning (peringatan) (Pasal 129 HIR/Pasal 153 RBg).

c. Jika tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning, maka tenggat waktunya adalah hari

kedelapan sesudah eksekusi dilaksanakan (Pasal 129 ayat (2) jo Pasal 196 HIR dan

Pasal 153 ayat (2) jo Pasal 207 RBg). Kedua perkara tersebut (perkara verstek dan

verzet terhadap verstek) didaftar dalam satu nomor perkara.

d. Perkara verzet sedapat mungkin dipegang oleh majelis hakim yang telah menjatuhkan

putusan verstek.

e. Pemeriksaan verzet dapat dilakukan walaupun ketidak hadiran tergugat dalam proses

siding verstek tidak memiliki alasan yang dibenarkan hukum.

f. Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek harus

memeriksa gugatan yang telah diputus verstek tersebut secara keseluruhan.

Pemeriksaan perkara verzet dilakukan secara biasa (Pasal 129 ayat (3) HIR/Pasal 153

ayat (3) RBg dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).

g. Jika dalam pemeriksaan verzet pihak penggugat asal (terlawan) tidak hadir, maka

pemeriksaan dilanjutkan secara kontradiktur, akan tetapi Jika pelawan yang tidak

hadir, maka Hakim menjatuhkan putusan verstek untuk kedua kalinya. Terhadap

putusan verstek yang dijatuhkan kedua kalinya tidak dapat diajukan perlawanan,

tetapi dapat diajukan upaya hukum banding (Pasal 129 ayat (5) HIR dan Pasal 153

ayat (5) RBg).


Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tenggang waktu dalam mengajukan

perlawanan (verzet) ada 3 macam:

a. Jika pemberitahuan putusan dilakukan secara langsung kepada tergugat sendiri, maka

tenggang waktu verzet ialah 14 hari sejak setelah hari pemberitahuan.

b. Apabila pemberitahuan isi putusan itu tidak dapat disampaikan langsung kepada

tergugat, dan tergugat tidak melaksanakan putusan dengan sukarela, maka ketua

Pengadilan Agama yang bersangkutan akan memanggil tergugat untuk datang ke

kantor Pengadilan Agama untuk mendapat teguran, apabila tergugat datang dan telah

menerima tegutan tersebut, maka tenggang waktu verzet adalah delapan hari setelah

tergugat mendapat teguran tersebut.

c. Apabila tergugat tidak hadir di kantor Pengadilan Agama untuk medapat teguran,

maka ketua Pengadilan Agama akan mengeluarkan surat perintah eksekusi, dalam hal

ini, tenggang waktu verzet adalah delapan hari setelah hari tanggal eksekusi (pasal

197 HIR)37, atau 14 hari setelah tanggal eksekusi, sebagaimana tertuang dalam pasal

208 R.Bg. Verzet hanya dapat dilakukan sekali saja, yakni pada putusan verstek yang

pertama. Terhadap putusan verstek yang kedua (setelah verzet) tidak dapat

dimintakan verzet lagi.

Hak tergugat untuk mengajukan verzet gugur apabila penggugatsetelah

dibacakan putusan verstek mengajukan banding. Jika banding penggugat setelah itu

dicabut, maka seketika itu pula tergugat berhak mengajukan banding. Apabila

tergugat tidak mengajukan banding dan penggugat mencabut permohonan

bandingnya, maka putusan verstek memperoleh kekuatan hukum tetap.

2. Banding

Banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh

salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan
Pengadilan Negeri.Para pihak mengajukan banding bila merasa tidak puas dengan

isi putusan Pengadilan Negeri kepada Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan

Negeri dimana putusan tersebut dijatuhkan.

Sesuai azasnya dengan diajukannya banding maka pelaksanaan isi putusan

Pengadilan Negeri belum dapat dilaksanakan, karena putusan tersebut belum

mempunyai kekuatan hukum yang tetap sehingga belum dapat dieksekusi, kecuali

terhadap putusan uit voerbaar bij voeraad.

Banding diatur dalam pasal 188 s.d. 194 HIR (untuk daerah Jawa dan Madura)

dan dalam pasal 199 s.d. 205 RBg (untuk daerah di luar Jawa dan Madura).

Kemudian berdasarkan pasal 3 Jo pasal 5 UU No. 1/1951 (Undang-undang

Darurat No. 1/1951), pasal188 s.d. 194 HIR dinyatakan tidak berlaku lagi dan

diganti dengan UU Bo. 20/1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan di Jawa dan

Madura.

Keputusan pengadilan yang dapat dimintakan banding hanya keputusan

pengadilan yang berbentuk Putusan bukan penetapan, karena terhadap penetapan

upaya hukum biasa yang dapat diajukan hanya kasasi.

Tenggang waktu mengajukan banding:

Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14 hari sejak putusan

dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari pemberitahuan putusan apabila salah

satu pihak tidak hadir. Ketentuan ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No.

20/1947 jo pasal 46 UU No. 14/1985. Dalam praktek dasar hukum yang biasa

digunakan adalah pasal 46 UU No. 14 tahun 1985.

Apabila jangka waktu pernyatan permohonan banding telah lewat maka

terhadap permohonan banding yang diajukan akan ditolak oleh Pengadilan Tinggi
karena terhadap putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan dianggap telah

mempunyai kekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi.

Pendapat diatas dikuatkan oleh Putusan MARI No. 391 k/Sip/1969, tanggal 25

Oktober 1969, yaitu bahwa Permohonan banding yang diajukan melalmpaui

tenggang waktu menurut undang-undang tidak dapat diterima dan surat-surat yang

diajukan untuk pembuktian dalam pemeriksaan banding tidak dapat

dipertimbangkan. Akan tetapi bila dalam hal perkara perdata permohonan banding

diajukan oleh lebih dari seorang sedang permohonan banding hanya dapat

dinyatakan diterima untuk seorang pembanding, perkara tetap perlu diperiksa

seluruhnya, termasuk kepentingan-kepentingan mereka yang permohonan

bandingnya tidak dapat diterima (Putusan MARI No. 46 k/Sip/1969, tanggal 5

Juni 1971).

Prosedur mengajukan permohonan banding:

a. Dinyatakan dihadapan Panitera Pengadilan Negeri dimana putusan tersebut

dijatuhkan, dengan terlebih dahuku membayar lunas biaya permohonan

banding.

b. Permohonan banding dapat diajukan tertulis atau lisan (pasal 7 UU No.

20/1947) oleh yang berkepentingan maupun kuasanya.

c. Panitera Pengadilan Negeri akan membuat akte banding yang memuat hari dan

tanggal diterimanya permohonan banding dan ditandatangani oleh panitera

dan pembanding. Permohonan banding tersebut dicatat dalam Register Induk

Perkara Perdata dan Register Banding Perkara Perdata.

d. Permohonan banding tersebut oleh panitera diberitahukan kepada pihak lawan

paling lambat 14 hari setelah permohonan banding diterima.


e. Para pihak diberi kesempatan untuk melihat surat serta berkas perkara di

Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari.

f. Walau tidak harus tetapi pemohon banding berhak mengajukan memori

banding sedangkan pihak Terbanding berhak mengajukan kontra memori

banding. Untuk kedua jenis surat ini tidak ada jangka waktu pengajuannya

sepanjang perkara tersebut belum diputus oleh Pengadilan Tinggi. (Putusan

MARI No. 39 k/Sip/1973, tanggal 11 September 1975).

g. Pencabutan permohonan banding tidak diatur dalam undang-undang sepanjang

belum diputuskan oleh Pengadilan Tinggi pencabutan permohonan banding

masih diperbolehkan.

3. Kasasi

Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh

salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan

Pengadilan Tinggi.Para pihak dapat mengajukan kasasi bila merasa tidak puas

dengan isi putusan Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung.

Kasasi berasal dari perkataan "casser" yang berarti memecahkan atau

membatalkan, sehingga bila suatu permohonan kasasi terhadap putusan

pengadilan dibawahnya diterima oleh Mahkamah Agung, maka berarti putusan

tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dianggap mengandung

kesalahan dalam penerapan hukumnya.

Pemeriksaan kasasi hanya meliputi seluruh putusan hakim yang mengenai

hukum, jadi tidak dilakukan pemeriksaan ulang mengenai duduk perkaranya

sehingga pemeriksaaan tingkat kasasi tidak boleh/dapat dianggap sebagai

pemeriksaan tinggak ketiga.


Alasan-alasan mengajukan kasasi:

Alasan mengajukan kasasi menurut pasal 30 UU No. 14/1985 antara lain :

a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.

Tidak bewenangan yang dimaksud berkaitan dengan kompetensi relatif

dan absolut pengadilan, sedang melampaui batas bisa terjadi bila pengadilan

mengabulkan gugatan melebihi yang diminta dalam surat gugatan.

b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.

Yang dimaksud disini adalah kesalahan menerapkan hukum baik hukum formil

maupun hukum materil, sedangkan melanggar hukum adalah penerapan hukum yang

dilakukan oleh Judex facti salah atau bertentangan dengan ketentuan hukum yang

berlaku atau dapat juga diinterprestasikan penerapan hukum tersebut tidak tepat

dilakukan oleh judex facti.

c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh pertauran perundang-

undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan. Contohnya dalam suatu putusan tidak terdapat irah-irah.

Tenggang waktu mengajukan kasasi:

Permohonan kasasi harus sedah disampaikan dalam jangka waktu 14 hari

setelah putusan atau penetepan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada

Pemohon (pasal 46 ayat (1) UU No. 14/1985), bila tidak terpenuhi maka

permohonan kasasi tidak dapat diterima.

Prosedur mengajukan kasasi:

a. Permohonan kasasi disampaikan oleh pihak yang berhak baik secara tertulis

atau lisan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut

dengan melunasi biaya kasasi.


b. Pengadilan Negeri akan mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan

hari itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampurkan pada berkas

(pasal 46 ayat (3) UU No. 14/1985)

c. Paling lambat 7 hari setelah permohonan kasasi didaftarkan panitera

Pengadilan Negeri memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan (pasal

46 ayat (4) UU No. 14/1985)

d. Dalam tenggang waktu 14 hari setelah permohonan kasasi dicatat dalam buku

daftar pemohon kasasi wajib membuat memori kasasi yang berisi alasan-

alasan permohonan kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985).

e. Panitera Pengadilan Negeri menyampaikan salinan memori kasasi pada lawan

paling lambat 30 hari (pasal 47 ayat (2) UU No. 14/1985).

f. Pihak lawan berhak mengajukan kontra memori kasais dalam tenggang waktu

14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasai (pasal 47 ayat (3) UU

No. 14/1985).

g. Setelah menerima memori dan kontra memori kasasi dalam jangka waktu 30

hari Panitera Pengadilan Negeri harus mengirimkan semua berkas kepada

Mahkamah Agung (pasal 48 ayat (1) UU No. 14/1985).

C. Perbedaan Prosedur Verzet, Banding, dan Kasasi

1. 1. Verzet

Verzet adalah Perlawanan Tergugat atau Termohon atas Putusan yang

dijatuhkan secara Verstek.

Tenggang Waktu Untuk Mengajukan Verzet/Perlawanan yaitu dalam waktu

14 hari setelah putusan diberitahukan (Pasal 129 (2) HIR). Sampai hari ke 8 setelah

teguran seperti dimaksud Pasal 196 HIR; apabila yang ditegur itu datang menghadap.
Kalau tidak datang waktu ditegur sampai hari ke 8 setelah eksekutarial (pasal 129

HIR). (Retno Wulan SH. hal 26).

Perlawanan Terhadap Verstek, Bukan Perkara Baru :

Perlawanan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan

semula. Oleh karena itu, perlawanan bukan gugatan atau perkara baru, tetapi tiada lain

merupakan bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil gugatan, dengan

alasan putusan verstek yang dijatuhkan, keliru dan tidak benar. Putusan MA No.

494K/Pdt/1983 mengatakan dalam proses verzet atas verstek, pelawan tetap

berkedudukan sebagai tergugat dan terlawan sebagai Penggugat (Yahya Harahap,

Hukum acara Perdata, hal. 407).

Pemeriksaan Perlawanan (Verzet) :

Pemeriksaan Berdasarkan Gugatan Semula

Dalam Putusan MA No. 938K/Pdt/1986, terdapat pertimbangan sebagai berikut :

 Substansi verzet terhadap putusan verstek, harus ditujukan kepada isi

pertimbangan putusan dan dalil gugatan terlawan/ penggugat asal.

 Verzet yang hanya mempermasalahkan alasan ketidakhadiran

pelawan/tergugat asal menghadiri persidangan, tidak relevan, karena forum

untuk memperdebatkan masalah itu sudah dilampaui.

Putusan verzet yang hanya mempertimbangkan masalah sah atau tidak

ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan sidang adalah keliru. Sekiranya pelawan

hanya mengajukan alasan verzet tentang masalah keabsahan atas ketidakhadiran

tergugat memenuhi panggilan, Pengadilan yang memeriksa verzet harus memeriksa


kembali gugatan semula, karena dengan adanya verzet, putusan verstek mentah

kembali, dan perkara harus diperiksa sejak semula.

Surat Perlawanan Sebagai Jawaban Tergugat Terhadap Dalil Gugatan

Berdasarkan Pasal 129 ayat (3) HIR, perlawanan diajukan dan diperiksa dengan acara

biasa yang berlaku untuk acara perdata. Dengan begitu, kedudukan pelawan sama dengan

tergugat. Berarti surat perlawanan yang diajukan dan disampaikan kepada PA, pada

hakikatnya sama dengan surat jawaban yang digariskan Pasal 121 ayat (2) HIR. Kualitas

surat perlawanan sebagai jawaban dalam proses verzet dianggap sebagai jawaban pada sidang

pertama. (Yahya Harahap,Hukum acara Perdata, hal 409-410).

2. Banding

Contoh prosedur banding Pengadilan Agama Gunungsitoli

Jika putusan telah dijatuhkan Pengadilan Agama Gunungsitoli, lalu salah satu

pihak dalam perkara tersebut merasa dirugikan, yang bersangkutan dapat mengajukan

Banding ke Pengadilan Tinggi Agama Medan melalui Pengadilan Agama Gunungsitoli.

Pihak tersebut tidak perlu langsung ke Pengadilan Tinggi Agama Medan, tetapi

cukup menyampaikan keberatannya ke Pengadilan Agama Gunungsitoli dalam tenggat

waktu 14 hari setelah putusan tersebut dibacakan. Jika pihak tersebut hadir saat putusan

dibacakan atau 14 hari setelah yang bersangkutan menerima pemberitahuan isi putusan

tersebut dengan prosedur sebagai berikut :

a. Pencari Keadilan (dalam hal ini disebut Pembanding) mendatangi meja I dan

mengemukakan maksudnya untuk mengajukan Banding atas perkaranya secara

tertulis, atau secara lisan;


b. Meja I menaksir panjar biaya Banding dan menuangkannya dalam SKUM (Surat

Kuasa Untuk membayar);

c. Pencari Keadilan menyetor sejumlah uang yang tersebut dalam SKUM tersebut ke

rekening bendahara penerima perkara di Bank BRI Cabang Stabat (nomor

rekening akan diberitahu Meja I);

d. Pencari Keadilan mendatangi Kasir Pengadilan Agama Gunungsitoli dengan

menunjukkan tanda setor yang dikeluarkan oleh Bank Recipient (Bank BRI

Cabang Stabat);

e. Kasir Mencap LUNAS pada SKUM;

f. Pencari Keadilan membawa SKUM warna merah kepada Meja III,

g. Meja III membuat Akta Penerimaan Permohonan Banding yang ditandatangani

oleh Panitera;

h. Pencari keadilan dapat mengajukan memori banding pada saat pendaftaran

tersebut, dan dapat juga menyerahkannya ke Pengadilan Agama Stabat setelah

didaftar. (memori banding tidak menjadi keharusan untuk mengajukan banding)

Permohonan Banding Telah Terdaftar

Pada tahap ini, permohonan banding telah terdaftar di Pengadilan Agama Stabat,

selanjutnya Pengadilan Agama Stabat akan memproses berkas perkara sebagai berikut :

a. Permohonan Banding yang diajukan pihak tersebut akan diberitahukan kepada

pihak Terbanding;

b. Jika Memori banding telah diterima oleh Pengadilan Agama Stabat, maka memori

banding tersebut juga disampaikan kepada Terbanding, agar Terbanding dapat

mengajukan Kontra Memori banding (tidak menjadi keharusan);


c. Selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan banding diberitahukan kepada

Terbanding, kedua belah pihak dipanggil untuk memeriksa berkas banding

(Inzage);

d. Selambat-lambatnya 1 bulan setelah permohonan banding diterima di Kepaniteraan

Pengadilan Agama Stabat, berkas perkara berupa Budel A dan Budel B serta salinan

putusan Pengadilan Agama Stabat dikirimkan ke Pengadilan Tinggi Agama Medan.

e. Selanjutnya proses banding akan diselesaikan di Pengadilan Tinggi Agama Medan.

f. Setelah perkara diputus oleh Pengadilan Tinggi Agama Medan, salinan putusan

Banding akan dikirimkan ke Pengadilan Agama Stabat untuk disampaikan kepada

para pihak;

g. Setelah putusan Banding diserahkan kepada pihak-pihak, para pihak apabila merasa

ada kesalahan pada putusan tersebut dapat mengajukan Kasasi dalam tenggat waktu

14 hari setelah putusan diterima.

3. Kasasi

Contoh prosedur Kasasi di Pengadilan Agama Gunungsitoli

Jika pihak beperkara (yang dikalahkan atau yang dimenangkan) berpendapat

bahwa putusan Pengadilan Tinggi Agama Medan yang disampaikan kepadanya tidak

memenuhi rasa keadilan atau ada kesalahan dalam menerapkan hukum, maka pencari

keadilan dapat mengajukan KASASI ke Mahkamah Agung RI melalui Pengadilan

Agama yang memutusnya pada tingkat pertama (Pengadilan Agama Stabat) dalam

tenggat waktu 14 hari setelah pemberitahuan isi putusan Banding diterimanya, dengan

cara sebagai berikut :

a. Pencari keadilan mendatangi Meja I Kepaniteraan Pengadilan Agama Stabat dan

mengajukan permohonan kasasi secara tertulis, atau secara lisan (lalu dituangkan

meja I ke dalam bentuk akta penerimaan Kasasi)


b. Meja I menaksir panjar biaya kasasi dengan menuangkannya dalam SKUM

c. Pencari keadilan menyetor ke Bank Recipient (BRI cabang Stabat) pada rekening

Bendahara Penerima perkara uang sejumlah yang tertuang dalam SKUM.

d. Pencari Keadilan membawa tanda bukti stor yang dikeluarkan oleh Bank recipient

tersebut kepada Kasir Kepaniteraan Pengadilan Agama Stabat;

e. Kasir mencap Tanda LUNAS pada SKUM tersebut;

f. Pencari Keadilan menyerahkan SKUM warna merah kepada Meja III bersama

dengan surat permohonan kasasi;

PADA TAHAP INI PERMOHONAN KASASI SUDAH SELESAI DIAJUKAN

a. Panitera memberitahukan adanya permohonan kasasi tersebut kepada pihak

Termohon kasasi selambat-lambatnya 7 hari setelah permohonan kasasi didaftar di

kepaniteraan Pengadilan Agama Stabat;

b. Pencari keadilan wajib membuat “RISALAH KASASI” sebanyak Termohon kasasi

ditambah 3 rangkap untuk dikirimkan ke Mahkamah Agung RI dan menyerahkannya

kepada Meja III Kepaniteraan Pengadilan Agama Stabat selambat-lambatnya 14 hari

setelah permohonan kasasi didaftarkan;

c. Panitera/Jurusita Pengadilan Agama Stabat memberitahukan dan menyerahkan

RISALAH KASASI kepada pihak Termohon Kasasi selambat-lambatnya 30 Hari

setelah diterima di kepaniteraan Pengadilan Agama Stabat;

d. Pihak Termohon Kasasi membuat Kontra Risalah Kasasi dan menyerahkannya ke

Meja III Kepaniteraan Pengadilan Agama Stabat;

e. Panitera Mengirim berkas Kasasi Ke Mahkamah Agung RI selambat-lambatnya 30

hari setelah diterima Risalah Kasasi;


Dari sekian materi yang telah dijelaskan, maka dapat ditarik garis kesimpulan, bahwa

perbedaan dari prosedur upaya hukum verzet, banding, dan kasasi yaitu:

 Upaya hukum verzet dilaksanakan di Pengadilan Tingkat Pertama

 Upaya hukum banding dilaksanakan di Pengadilan Tingkat Tinggi

 Upaya hukum kasasi dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA)

 Semua Perkara dapat dijatuhkan Banding

 Apabila dalam hal pihak penggugat mengajukan permohonan banding, pihak

tergugat tidak diperkenankan untuk mengajukan perlawanan terhadap putusan

verstek (verzet).

 Kasasi dapat Diajukan Hanya Jika Pemohon Telah Menggunakan Upaya

Hukum Banding terhadap perkaranya, Kecuali ditetapkan lain oleh Undang-

undang.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Suatu putusan hakim tidak luput dari kekeliruan atau kekhilafan, bahkan tidak

mustahil bersifat memihak. Oleh karena itu, demi kebenaran dan keadilan setiap

putusan hakim perlu dimunkinkan untuk diperiksa ulang, agar kekeliuran atau

kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Bagi setiap putusan hakim

pada umumnya tersedia upaya hukum. Upaya hukum terbagi menjadi dua, yaitu

upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Ada beberapa upaya hukum biasa

diantaranya verzet, banding, dan kasasi.

Verzet adalah perlawanan dari tergugat terhadap putusan verstek atau putusan

al qadla ala al-ghaib, yaitu putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya tergugat. Banding

merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau

kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri. Kasasi

merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau

kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi. Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Teori dan Praktik. Malang: Setara Press,
2019.

Makarao, Taufik. Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009.

Rasyid A., Roihan. “Hukum Acara Peradilan Agama.” (Online) cet. VI, 1998:
https://ikhwanmf.wordpress.com/2014/07/25/upaya-hukum-di-pengadilan/ diakses
pada Mei 2021.

Rasyid, Chatib, dan Syarifuddin. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktik pada
Peradilan Agama. Yogyakarta: UII Press, 2009.

Undang-Undang nomor 20 tahun 1947 Pasal 7

Undang-Undang nomor 14 tahun 1985 pasal 49

Undang-Undang nomor 14 tahun 1970 padal 21

Undang-Undang nomor 14 tahun 1985 pasal 70 ayat 1

Anda mungkin juga menyukai