Anda di halaman 1dari 18

Eksekusi

“Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok 3 mata kuliah Hukum Acara Perdata”
Dosen Pengampu :
Dewi Mayaningsih, S.H., M. H.

Disusun oleh :

Fauzi Noor Durotul H 1193010054

Intan Sirvanianty 1193010068

Maula Tamimi 1193010079

Mohammad Adam Alhifary 1193010087

Mohammad Rifan Hadi 1193010088

Muhamad Zaenal Abidin 1193010090

Muhammad Alfiansyah 1193010092

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang mana telah memberikan
rahmat serta karunianya kepada kita. Tak lupa, sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW.

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah SWT. Karena atas karunia dan
kehendak-Nyalah, kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah
ini kami susun dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Maka
dari itu, kami ucapkan banyak terimakasih kepada para pihak yang telah ikut serta membantu
dalam penyelesaian makalah ini. Kami berharap, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan dapat
memberikan pengetahuan bagi kita semua.

Kami sangat menyadari dalam makalah yang kami susun ini, masih terdapat banyak
kesalahan serta kekeliruan. Maka dari itu, kami penyusun makalah ini, sangat mebutuhkan kritik
dan saran dari pembaca, supaya kami bisa lebih baik lagi dalam penyusunan makalah. Semoga
makalah ini memberikan banyak manfaat bagi kita semua.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................1

DAFTAR ISI..................................................................................................................................3

BAB I...............................................................................................................................................4

PENDAHULUAN..........................................................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................................4

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................4

C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................4

BAB II.............................................................................................................................................5

PEMBAHASAN.............................................................................................................................5

BAB III.........................................................................................................................................17

PENUTUP....................................................................................................................................18

Kesimpulan....................................................................................................................................18

DAFTAR PUSATAKA................................................................................................................19

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan transaksi dan bisnis yang makin maju saat ini, perjanjian tidak hanya
dilakukan antara orang yang satu dan yang lainnya, melainkan juga terdapat perjanjian antara
badan hukum yang satu dan badan hukum yang lainnya. Dalam prakteknya adakalanya
perjanjian yang telah disepakati tidak dipenuhi oleh salah satu pihak.

Seseorang atau badan hukum dapat mengajukan gugatan ke pengadilan tatkala tidak
terpenuhinya prestasi oleh salah satu pihak yang diatur dalam hukum acara perdata. Terhadap
gugatan tersebut hakim akan menilai dan memutuskan dengan memperhatikan fakta-fakta
dipersidangan. Putusan hakim ini memliki kekuatan hukum dan wajib untuk dilaksanakan. Untuk
melaksanakan putusan pengadilan dalam putusan perdata dikenal istilah eksekusi.

B. Rumusan Masalah

A. Apa itu eksekusi ?


B. Apa yang mendasari eksekusi ?
C. Apa saja jenis-jenis eksekusi?
D. Bagaimana tata cara eksekusi?
E. Berapa biaya eksekusi?
F. Apa hambatan eksekusi?

C. Tujuan Penulisan

A. Menjelaskan pengertian eksekusi.


B. Menjelaskan dasar hukum dan asas eksekusi.
C. Menjelaskan jenis-jenis eksekusi.
D. Merinci biaya eksekusi.
E. Menjelaskan hambatan pada eksekusi.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Eksekusi

Menurut etimologi, eksekusi berasal dari bahasa belanda “executive” yang berarti
menjalankan putusan hakim atau pelaksanaan putusan pengadilan. Secara terminologi eksekusi
adalah melaksanakan putusan (vonis) pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

HIR tidak secara tegas memberikan pengertian mengenai eksekusi. Bertitik tolak dari
ketentuan Bab kesepuluh bagian kelima HIR, eksekusi diistilahkan sama dengan tindakan
“menjalankan putusan”. Retno Wulan Sutantio menggunakan istilah “pelaksanaan putusan”.
Begitu pula dengan Prof. Subekti menggunakan istilah “pelaksanaan putusan”.
M. Yahya Harahap, S.H. memberikan definisi mengenai eksekusi adalah:
“Eksekusi atau pelaksanaan putusan ialah tindakan yang dilakukan secara paksa terhadap pihak
yang kalah perdata.”
Eksekusi terhadap putusan perdata menjadi penting dan merupakan akhir dari perkara
perdata. Dalam praktik tidak sedikit dijumpai bagi pihak yang harus menjalankan putusan hakim
tersebut tidak mau menjalankan putusan hakim tersebut secara sukarela.
B. Dasar Hukum Eksekusi

Eksekusi sebagai tindak lanjut putusan oleh pengadilan kepada pihak yang dihukum
merupakan tindakan berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata. Eksekusi
merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata tertib beracara yang
terkandung dalam HIR. Setiap orang yang ingin mengetahui pedoman aturan eksekusi harus
merujuk ke dalam aturan perundang-undangan dalam HIR.
Cara-cara menjalankan eksekusi diatur mulai Pasal 195 sampai Pasal 224 HIR. Saat ini
tidak semua ketentuan pasal-pasal tersebut berlaku efektif. Yang masih betul-betul efektif
berlaku adalah Pasal 195 sampai Pasal 208 dan Pasal 224 HIR. Sedangkan Pasal 209 sampai
Pasal 223 HIR yang mengatur tentang sandera (gijzeling), tidak lagi berlaku efektif. Seorang
debitur yang dihukum untuk membayar hutangnya berdasarkan putusan pengadilan tidak lagi
dapat disandera (gijzeling) sebagai upaya memaksa sanak keluarganya melaksanakan

5
pembayaran menurut putusan pengadilan. Penghapusan pasal-pasal eksekusi yang berkenaan
dengan aturan sandera dilakukan oleh Mahkamah Agung melalui Surat Edaran (SEMA) No.
2/1964 tanggal 22 Januari 1964.1 Isi surat edaran ini ditujukan kepada seluruh pengadilan di
lingkungan peradilan umum. Namu demikian, Pada tanggal 30 Juni 2000 Mahkamah Agung
mengeluarkan PERMA No. 1 Tahun 2000. Menurut PERMA ini, terhadap debitur tertentu, dapat
dilakukan paksa badan apabila terpenuhi syarat-syarat yang disebut di dalamnya. Mengenai
gijzeling akan dijelaskan dalam penjelasan tersendiri.
Berdasarkan hal yang telah dijelaskan maka dapat dipahami bahwa Cara-cara
menjalankan eksekusi diatur dalam HIR mulai Pasal 195 sampai Pasal 224. Berdasarkan SEMA
No. 2 Tahun 1964 tidak semua pasal-pasal tersebut berlaku secara efektif. Ketentuan pasal 209
sampai dengan ketentuan Pasal 225 HIR yang mengatur tentang sandera (gijzeling) tidak lagi
diberlakukan. Namun SEMA No. 2 tahun 1964 yang bercorak generalis menghapuskan
penerapan penyanderaan debitur, telah direduksi oleh PERMA No. 1 Tahun 2000. Menurut
PERMA ini, terhadap debitur tertentu, dapat dilakukan paksa badan apabila terpenuhi syarat-
syarat yang telah ditentukan dalam PERMA No. 1 Tahun 2000.

C. Asas-asas Eksekusi

Dalam eksekusi terdapat asas asas yang perlu diperhatikan, sebagaimana diungkapkan
oleh M. Yahya Harahap, S.H. sebagai berikut :

A. Menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Asas ini harus diperhatikan pada saat hendak melaksanakan eksekusi. Pada prinsipnya
hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkrackht van gewijsde) yang
dapat dijalankan. Apabila terhadap putusan masih ada pihak yang mengajukan upaya hukum
berupa banding atau kasasi, putusan yang bersangkutan belum bisa dikatakan berkekuatan
hukum tetap berdasarkan Pasal 1917 KUHPerdata. Maka ditinjau dari segi yuridis, asas ini
mengandung makna bahwa eksekusi menurut hukum acara perdata adalah menjalankan
putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
B. Putusan tidak dijalankan secara sukarela.

6
Pada prinsipnya eksekusi sebagai tindakan paksa menjalankan putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap, baru merupakan pilihan hukum apabila pihak yang kalah
tidak mau menjalankan atau memenuhi isi putusan secara sukarela. Jika pihak yang kalah
bersedia menaati dan memenuhi putusan secara sukarela, tindakan eksekusi harus
disingkirkan. Oleh karena itu harus dibedakan antara menjalankan putusan secara sukarela
dengan menjalankan putusan secara eksekusi.
C. Putusan yang dapat dieksekusi bersifat kondemnatoir.

Putusan yang bersifat kondemnator mengandung arti putusan yang bersifat menghukum.
Putusan-putusan yang memiliki sifat deklarator atau konstitutif tidak perlu dieksekusi, karena
begitu putusan-putusan yang demikian itu begitu diputuskan oleh hakim, maka keadaan
dinyatakan sah oleh putusan dan mulai berlaku pada saat itu juga.

D. Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan ketua pengadilan negeri.

Asas ini diatur dalam Pasal 195 ayat (1) HIR. Jika ada putusan yang dalam tingkat
pertama diperiksa dan diputus oleh satu Pengadilan Negeri, maka eksekusi atas putusan
tersebut berada di bawah perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang
bersangkutan.
Ada beberapa bentuk dalam undang-undang mengenai pengecualian dalam hal
memperkenankan eksekusi dapat dijalankan diluar asas-asas eksekusi. M.Yahya harahap, S.H.
mengungkapkan bentuk-bentuk pengecualian yang diatur dalam undang-undang adalah sebagai
berikut:
1. Pelaksanaan putusan yang dapat dijalankan lebih dulu
2. Pelaksanaan putusan provinsi
3. Akta perdamaian
4. Eksekusi terhadap Grosse Akta (HT) dan Jaminan Fidusia (JF)

Sita eksekusi atau executorial beslag merupakan tahap lanjutan dari peringatan dalam
proses eksekusi pembayaran sejumlah uang. Mengenai sita eksekusi ini pengaturannya terdapat
dalam pasal 197 HIR.

7
D. Jenis-jenis Eksekusi

Menurut peraturan yang berlaku di Indonesia (HIR/RBg), eksekusi yang dikenal hanya
ada 3 macam. Namun di luar HIR/RBg, yaitu dalam praktik, banyak dilakukan. Eksekusi ini
biasanya eksekusi riil yang dijalankan juru sita yang dibantu beberapa orang polisi.

1. Eksekusi Membayar Sejumlah Uang

Pengaturan eksekusi untuk membayar sejumlah uang diatur dalam Pasal 197 HIR/Pasal
208 RBg. Menurut ketentuan, menjalankan eksekusi untuk membayar sejumlah uang dilakukan
melalui lelang terhadap barang-barang milik pihak yang kalah sampai mencukupi jumlah uang
yang harus dibayarkan sesuai dengan isi putusan hakim ditambah dengan biaya pengeluaran
untuk pelaksanaan eksekusi. Prestasi yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang.

Dalam praktik, sesuai dengan ketentuan Pasal 197 HIR/Pasal 208 RBg, harus ada sita
eksekutorial terlebih dahulu terhadap barang-barang milik pihak yang kalah sebelum lelang
dilakukan. Setelah itu, proses eksekusi dimulai dari barang-barang bergerak, jikalau barang-
barang bergerak tidak cukup atau tidak ada barulah dilakukan terhadap barang-barang tidak
bergerak

2. Eksekusi Menghukum Melakukan Perbuatan

Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 225 HIR/259 RBg, yang menggariskan orang tidak dapat
dipaksakan memenuhi suatu prestasi yang berupa perbuatan, akan tetapi pihak yang
dimenangkan dapat meminta hakim agar kepentingan yang akan diperoleh dinilai dengan uang.

Pasal 225 HIR/259 HIR menegaskan yang dapat dilakukan pihak yang kalah (Tergugat)
menilai perbuatan adalah dengan penilain uang. Tergugat yang dihukum membayar sejumlah
uang sebagai pengganti harus ia lakukan berdasarkan putusan hakim yang menilai besar
penggantian (Putusan PN yang bersangkutan).

Eksekusi ini merupakan perintah undang-undang sebagai jalan keluar/atau alternatif yang
dapat ditempuh oleh pihak yang menang guna memperoleh pemenuhan putusan yang
menghukum pihak yang kalah yang disebut dalam amar putusan dengan jalan meminta kepada
Ketua PN untuk mengganti hukuman tersebut dengan sejumlah uang, caranya bahwa
kepentingan pembuatan tertentu dinilai dengan sejumlah uang.

8
Pihak yang menang dapat mengajukan permohonan kepada Katua PN, agar putusan dinilai
dengan sejumlah uang. Apabila permohonan itu dikabulkan maka beralihlah sifat eksekusi dari
eksekusi riil menjadi pembayaran sejumlah uang. Dengan peralihan tersebut, pemenuhan putusan
sudah dapat dipaksakan terhadap pihak yang kalah melalui eksetorial beslag yang dialnjutkan
dengan penjualan lelang terhadap harta kekayaan pihak yang kalah.

3. Eksekusi Riil

Eksekusi riil merupakan pelaksanaan prestasi yang dibebankan kepada debitur oleh
putusan hakim secara langsung, yaitu pelaksanaan putusan yang menuju kepada hasil yang sama
seperti apabila dilaksanakan secara sukarela. Dengan demikian, eksekusi riil adalah eksekusi
yang dilaksanakan secara nyata (riil), misalnya pengosongan rumah/tanah atau penjualan barang-
barang tetap atau tidak tetap milik tergugat yang kalah.

Eksekusi riil diatur dalam Pasal 1033 RV, yang menentukan jikalau putusan pengadilan
yang memerintahkan pengosongan barang tidak bergerak tidak dipenuhi oleh orang yang
dihukum, ketua PN memerintahkan dengan surat kepada juru sita supaya dengan bantuan alat
negara, barang tidak bergerak itu dan segala barang kepunyaannya dikosongkan oleh orang yang
dihukum serta keluarganya. Bentuk eksekusi riil ialah pengosongan, yang dapat berupa
pengosongan tanah (sawah), kebun, tanah perumahan, atau pengosongan bangunan (gudang
rumah tempat tinggal, perkantoran, dll.). Eksekusi pengosongan didasarkan atas dalil atau posita
hak milik bahwa tanah terperkara yang dikuasai tergugat adalah milik penggugat. Oleh karena itu
penggugat dalam petitum gugatan, mengatakan agar tergugat dihukum meninggalkan dan
mengosongkan tanah terperkara.

4. Parate Eksekusi

Parate eksekusi adalah eksekusi langsung dalam hal kreditur menjual barang-barang
tertentu milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial, misalnya soal-soal pajak. Suatu
putusan dapat dieksekusi atas dasar ”salinan resmi putusan”. Putusan hakim yang resmi ini
disebut minuut, sedang salinan resminya yang asli disebut ”Grosse Putusan”. Putusan yang
disamakan dengan putusan hakim dan dapat dieksekusi adalah akta hipotik dan akta notaris,
Salinan remi grosse akta hipotik dan akta notaris yang berkepala; ”Demi Keadilan Berdasarkan

9
Ketuhanan Yang Maha Esa” tentang pengakuan hutang sepihak dengan kewajiban membayar
sejumlah uang yang sudah pasti jumlahnya tanpa klausula

E. Tata Cara Pelaksanaan Eksekusi

Eksekusi Riil eksekusi riil yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan
mengosongkan benda tetap kepada orang yang dikalahkan, tetapi perintah tersebut tidak di
laksanakan secara sukarela. Eksekusi ini diatur dalam Pasal 1033 Rv. dalam Pasal 200 ayat (11)
HIR, dan Pasal 218 ayat (2) R.Bg. hanya mengenal eksekusi riil dalam penjualan lelang.

Adapun Tata Cara Eksekusi Riil sebagai berikut :

• Permohonan pihak yang menang

Jika pihak yang kalah tidak bersedia melaksanakan putusan Pengadilan secara sukarela,
maka pihak yang menang dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan yang
memutuskan perkara tersebut untuk dijalankan secara paksa hal-hal yang telah disebutkan dalam
amar putusan.

Permohonan pengajuan eksekusi kepada Ketua Pengadilan merupakan suatu keharusan


yang harus dilakukan oleh pihak yang menang agar putusan tersebut dapat dijalankan secara
paksa sebagaimana tersebut dalam Pasal 207 ayat (1) R.Bg. dan Pasal 196 HIR. Jika para pihak
yang menang ingin putusan Pengadilan supaya dijalankan secara paksa, maka ia harus membuat
surat permohonan yang diajukan kepada Ketua Pengadilan yang memutus perkara, memohon
agar putusan supaya dijalankan secara paksa karena pihak yang kalah tidak mau melaksanakan
isi putusan tersebut. Tanpa ada surat permohonan tersebut maka eksekusi tidak dapat
dilaksanakan.

• Penaksiran biaya eksekusi

Jika Ketua Pengadilan telah menerima permohonan eksekusi dari pihak yang
berkepentingan, maka segera memerintahkan meja satu untuk menaksir biaya eksekusi yang
diperlukan dalam pelaksanaan eksekusi yang dilaksanakannya. Biaya yang diperlukan meliputi
biaya pendaftaran eksekusi, biaya saksi-saksi dan biaya pengamanan serta lain-lain yang
dianggap perlu. Setelah biaya eksekusi tersebut dibayar oleh pihak yang menghendaki eksekusi

10
kepada Panitera atau petugas yang ditunjuk untuk mengurus biaya perkara, barulah permohonan
eksekusi tersebut didaftarkan dalam register eksekusi.

• Melaksanakan peringatan (Aan maning)

Aan maning merupakan tindakan dan upaya yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan
berupa teguran kepada pihak yang kalah agar ia melaksanakan isi putusan secara sukarela. Aan
maning dilakukan dengan melakukan panggilan terhadap pihak yang kalah dengan menentukan
hari, tanggal dan jam persidangan dalam surat panggilan tersebut. Memberikan peringatan (Aan
maning) dengan cara :

(1) Melakukan sidang insidentil yang dihadiri oleh Ketua Pengadilan, Panitera dan pihak yang
kalah,

(2) Memberikan peringatan atau tegoran supaya ia menjalankan putusan Hakim dalam waktu
delapan hari,

(3) Membuat berita acara Aan maning dengan mencatat semua peristiwa yang terjadi di dalam
sidang tersebut sebagai bukti othentik, bahwa Aan maning telah dilakukan dan berita acara ini
merupakan landasan bagi perintah eksekusi yang akan dilaksanakan selanjutnya. Apabila pihak
yang kalah tidak hadir dalam sidang Aan maning, dan ketidakhadirannya dapat
dipertanggungjawabkan, maka ketidak hadirannya itu dapat dibenarkan dan pihak yang kalah itu
harus dipanggil kembali untuk Aan maning yang kedua kalinya.

Jika ketidakhadiran pihak yang kalah setelah dipanggil secara resmi dan patut tidak dapat
dipertanggungjawabkan, maka gugur haknya untuk dipanggil lagi, tidak perlu lagi proses sidang
peringatan dan tidak ada tenggang masa peringatan. Secara ex officio Ketua Pengadilan dapat
langsung mengeluarkan surat penetapan perintah eksekusi kepada Panitera/Jurusita.

• Mengeluarkan surat perintah eksekusi

Apabila waktu yang telah ditentukan dalam peringatan (Aan maning) sudah lewat dan
ternyata pihak yang kalah tidak menjalankan putusan, dan tidak mau menghadiri panggilan
sidang peringatan tanpa alasan yang sah, maka Ketua Pengadilan mengeluarkan perintah
eksekusi dengan ketentuan :

11
(1) perintah eksekusi itu berupa penetapan, (2) perintah ditujukan kepada Panitera atau Jurusita
yang namanya harus disebut dengan jelas, (3) harus menyebut dengan jelas nomor perkara yang
hendak dieksekusi dan objek barang yang hendak dieksekusi, (4) perintah eksekusi dilakukan di
tempat letak barang dan tidak boleh di belakang meja, (5) isi perintah eksekusi supaya
dilaksanakan sesuai dengan amar putusan.

• Pelaksanaan eksekusi riil

Perintah eksekusi yang dibuat Ketua Pengadilan, Panitera atau apabila ia berhalangan
dapat diwakilkan kepada Jurusita dengan ketentuan harus menyebut dengan jelas nama petugas
dan jabatannya yang bertugas melaksanakan eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat
(1) HIR dan Pasal 209 R.Bg. Dalam pelaksanaan eksekusi tersebut, Pantiera atau Jurusita dibantu
dua orang saksi berumur 21 tahun, jujur dan dapat dipercaya yang berfungsi membantu Panitera
atau Jurusita yang melaksanakan eksekusi, sebagaimana diatur dalam Pasal 197 ayat (6) HIR dan
Pasal 210 R.Bg.

Panitera atau Jurusita yang melaksanakan eksekusi harus datang ke tempat objek barang
yang di eksekusi. Eksekusi harus dilaksanakan sesuai dengan bunyi amar putusan, apabila
barang-barang yang dieksekusi secara nyata berbeda dengan amar putusan, maka Panitera atau
Jurusita yang melakukan eksekusi harus menghentikan eksekusi tersebut, dan membuat berita
acara bahwa eksekusi tidak dapat dilaksanakan karena amar putusan dengan objek yang akan
dieksekusi tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

F. Biaya Eksekusi

1.A. Permohonan

NO URAIAN RADIUS
         I II III
1 PANGGILAN 2x 130.000 250.000 320.000

2 BIAYA MATERAI 6.000 12.000 12.000

3 BIAYA PENDAFTARAN 30.000 30.000 30.000

4 BIAYA REDAKSI 5.000 5.000 5.000

12
5 BIAYA LEGES/UPAH TULIS 9.000 3.000 3.000

6 BIAYA SUMPAH 20.000 20.000 20.000

7 BIAYA ADM. ATK 50.000 50.000 50.000


JUMLAH 250.000 370.000 440.000

1.A1 Permohonan Konsinyasi

NO URAIAN RADIUS
I II III
1 JURUSITA & 2 orang 350.000 650.000 800.000
Saksi
2 BIAYA MATERAI 2 12.000 12.000 12.000

3 BIAYA PENDAFTARAN 25.000 25.000 25.000

4 BIAYA REDAKSI 5.000 5.000 5.000

JUMLAH 392.000 692.000 842.000

1.B. Gugatan

NO URAIAN RADIUS
I II III
1 PANGGILAN P 3 X 195.000 375.000 480.000

2 PANGGILAN T 4 X 260.000 500.000 640.000

3 BIAYA MATERAI 6.000 6.000 6.000

4 BIAYA PENDAFTARAN 30.000 30.000 30.000

5 BIAYA REDAKSI 5.000 5.000 5.000

7 BIAYA SUMPAH 50.000 50.000 50.000


8 BIAYA ADM. ATK 50.000 50.000 50.000
JUMLAH 596.000 1.016.000 1.261.000

13
Keterangan : Dengan Asumsi Perkara Satu P dan Satu T

1.C. Sita Eksekusi

NO URAIAN RADIUS
I II III
1 BIAYA PELAKSANAAN SITA 1.476.000 1.866.000 2.106.000
EKSEKUSI

1.E. Eksekusi Pengosongan

NO URAIAN RADIUS
I II III
1 BIAYA PELAKSANAAN EKSEKUSI/PENGOSONGAN 1.476.000 1.866.000 2.106.000

1.F. Pemeriksaan Setempat

NO URAIAN RADIUS
I II III
1 BIAYA PELAKSANAAN PEMERIKSAAN SETEMPAT 1.215.000 1.375.000 1.535.000

2. TINGKAT BANDING

NO URAIAN RADIUS
         I        II          II
1 BIAYA TETAP
Banding ke PT 150.000

Pendaftaran   50.000   305.000    305.000     305.000


Pengiriman Berkas 100.000
Pencatatan   5.000
Jumlah 305.000
 2 BIAYA TIDAK TETAP
Pemberitahuan :

-Pernyataan Banding     65.000   120.000   160.000

14
-Memori Banding     65.000   120.000   160.000
  – Kontra Memori   Banding     65.000   120.000   160.000

– Inzage 130.000 250.000 320.000

– Isi Putusan 130.000 250.000 320.000

JUMLAH 760.000 1.180.000 1.425.000

Keterangan : Dengan Asumsi Satu Perkara Saru P dan Satu T

3. TINGKAT KASASI

NO URAIAN RADIUS
I II II
1 BIAYA TETAP
Kasasi ke MA 500.000

Pendaftaran 50.000    705.000    705.000     705.000


Pengiriman Berkas 150.000
Pencatatan 5.000
Jumlah 705.000
2 BIAYA TIDAK TETAP
Pemberitahuan :

-Pernyataan Banding 65.000 120.000 160.000


-Memori Banding 65.000 120.000 160.000
– Kontra Memori Banding 65.000 120.000 160.000

– Inzage 130.000 250.000 320.000

– Isi Putusan 130.000 250.000 320.000

JUMLAH 1.160.000 1.580.000 1.825.000

NO URAIAN RADIUS
I II II

15
1 BIAYA TETAP
PK ke REK MA 2.500.000

Pendaftaran 200.000 2.855.000 2.855.000 2.855.000


Pengiriman Berkas 150.000
Pencatatan 5.000
Jumlah 2.855.000

2 BIAYA TIDAK TETAP


Pemberitahuan :

-Pernyataan dan alasan PK 65.000 120.000 160.000


-Jawaban PK 65.000 120.000 160.000
 -Putusan PK  130.000  250.000  320.000

JUMLAH 3.115.000 3.355.000 3.495.000

G. Hambatan Eksekusi

Secara juridis umumnya hambatan yang terjadi biasanya adalah objek eksekusi sudah
tidak ada lagi. Misalnya, pada saat eksekusi pemohon eksekusi tidak dapat menunjukkan dimana
letak tanah yang hendak dieksekusi. Karena termohon eksekusi telah menjualnya kepada pihak
lain jauh sebelum terjadi perkara. Atau bisa jadi pengaruh kemajuan pembangunan “objek
perkara dinyatakan salah” karena batas-batas tanah total telah berubah. Walaupun kadang hanya
sebagai dalih. Namun, dalam prakteknya hal sepeti itu juga termasuk salah satu gangguan
eksekusi tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya

Hambatan lainnnya, putusan pengadilan bersifat declaratoir. Putusan jenis ini tidak sesuai
dengan azas eksekusi karena putusan dalam azas eksekusi adalah bersifat kondemnatoir, yakni
amar putusannya bersifat penghukuman kepada pihak lawan (tergugat). Umumnya terdapat
dalam perkara kontentiosa “penggugat dan tergugat saling berhadapan.”

Amar putusan yang tidak dibarengi “menghukum” lawan (tergugat) atau sekalian orang
yang memperoleh hak daripadanya untuk menyerahkan tanah perkara kepada penggugat dalam
keadaan baik dan kosong tanpa halangan (hanya putusan declaratoir). Risikonya tidak dapat

16
dieksekusi (non-eksekutabel) karena sifat putusan tersebut hanya sekedar pernyataan yang
menegaskan suatu kedudukan, hak, keadaan atau kewajiban.

Solusi yang harus ditempuh satu-satunya melalui upaya hukum mengajukan kembali
gugatan baru untuk penyerahan dengan permohonan putusan serta merta “uitvoerbaar bij
vooraad” (pasal 191 R.Bg/180 HIR).

Tata cara tersebut walaupun dibenarkan menurut hukum acara, namun dalam prakteknya
suatu hal yang tidak dapat dhindari adalah liku-liku proses hukumnya sama dengan perkara
sebelumnya. Karena pihak lawan secara maksimal akan tetap melakukan upaya hukum melalui
banding, kasasi, PK atau perlawanan sekalipun pihak lawan menyadari bukti-bukti yang dimiliki
dasar hukumnya sangat lemah.

Proses jawab menjawab telah berakhir di pengadilan. Urusannya berlanjut di lapangan


termohon eksekusi menggunakan jurus nekad membawa parang, mengerahkan massa, bahkan
melalui adegan semi bugil mampu menggagalkan eksekusi.

Kalau putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap masih bisa
digagalkan oleh segilintir orang, wibawa pengadilan amat perlu dipertanyakan.

Pemohon eksekusi yang memenangkan perkara telah berupaya maksimal mengumpulkan


biaya dan tenaga yang tidak sedikit pencari keadilan wajar merasa ada permainan dalam tubuh
aparat penegak hukum sendiri.

Bersamaan dengan permohonan eksekusi sering pula terjadi muncul perkara perlawanan
atau Peninjauan Kembali (PK). Pencari keadilan malah merasa dilukai karena menerima
penjelasan dari pengadilan harus menunggu putusan perlawanan atau putusan PK. Sehingga asas
peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan hanya sebatas wacana saja.

BAB III

PENUTUP
Kesimpulan
Pada dasarnya eksekusi sebagai tindakan paksa menjalankan putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap, akan menjadi pilihan untuk dilakukan apabila pihak yang kalah
tidak mau menjalankan atau memenuhi isi putusan secara sukarela.

17
DAFTAR PUSTAKA

M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan Persidangan, Penyitaan,


Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta.

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan di Indonesia,
Djambatan, Jakarta, 1997.

Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2000


Surat Edaran Mahkamah Agung No. 2 tahun 1964
Herziene Inlandsch Reglement (HIR)

https://pn-pacitan.go.id/about/biaya-perkara-perdata/, Diakses tanggal 24 Mei 2021

https://www.academia.edu/12984739/Hukum_Eksekusi_Perdata, Diakses tanggal 24 Mei 2021

http://pn-karanganyar.go.id/main/index.php/berita/artikel/993-eksekusi, Diakses tanggal 24 Mei


2021

18

Anda mungkin juga menyukai