Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

Tema:
“PEMERIKSAAN PERKARA DALAM SIDANG PENGADILAN

DISUSUN OLEH:
NAMA NIM
DEWI YULIANTI 190201001
HARI ERDIANSYAH 190201021
PUTRI HANDAYANI 190201006
SAHRONI SAPUTRA 190201022
AMRIN 180201080

DOSEN PENGAMPU:
LALU FAHRIZAL CAHYADI, Lc.,M.H.

PROGRAM STUDI
HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAH)
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
TAHUN 2022

KATA PENGANTAR

1
Bismillahirrahmanirrahim…

Segala puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan,
akal fikiran untuk berfikir leluasa dan memikirkan ciptaannya. Shalawat serta salam tak lupa
pula kita panjatkan kepada baginda kita Nabi besar Muhammad SAW, yang telah memberi
pertolongan pada diri kita baik pertolongan yang telah jelas kita rasakan pada saat ini yakni
jalan kebenaran, dan mudah-mudahan pertolongan yang kedua kalinya senantiasa pada diri
kita semua di alam berbeda yaitu di syafa’ati rosulullah SAW.

Selanjutnya kami banyak berterimakasih atas bimbingan bapak dosen dan kerjasama
teman-teman yang telah ikut berpatisipasi, dan membantu mengeluarkan segenap
pemikirannya sehingga makalah kelompok ini dapat terselesaikan tepat waktu. Semoga Allah
SWT memberikan balasan kepada semua pihak.

Kami tahu bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat kami harapkan agar dapat menyusun makalah
berikutnya dengan lebih baik lagi. Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat bagi kami
khususnya para pembaca.

Mataram, 26 Februari 2022

Penyusun

DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................. 1

2
KATA PENGANTAR...................................................................................... 2

DAFTAR ISI.................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 4

A. Latar Belakang...................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 5

A. Pemeriksaan perkara di pengadilan...................................................... 5


B. Tahapan-tahapan penanganan perkara di persidangan......................... 6

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 13

A. Kesimpulan........................................................................................... 13
B. Saran..................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 1

BAB I

PENDAHULUAN

3
A. Latar Belakang
Untuk menjamin ditaatinya hukum perdata materiil melalui prosedur hukum,
diperlukan adanya suatu peraturan hukum yang mengatur tentang cara- cara bagaimana
menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil tersebut yaitu apa yang disebut hukum
perdata formil, atau hukum acara perdata. Dengan perkataan lain hukum acara perdata
adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan
hukum perdata materiil. Lebih konkrit lagi dapatlah dikatakan bahwat hukum acara
perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak memeriksa serta
memutusnya dan pelaksanaan dari pada putusannya. Tuntutan hak dalam hal ini tidak lain
adalah tindakan yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan hukum yang diberikan
oleh pengadilan untuk mencegah tindakan menghakimi sendiri. Tindakan menghakimi
sendiri merupakan tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendak sendiri yang
bersifat sewenang- wenang, tanpa persetujuan dari pihak lain yang berkepentingan
sehingga akan menimbulkan kerugian. Oleh karena itu tindakan menghakimi sendiri ini
tidak dibenarkan dalam hal kita hendak memperjuangkan atau melaksanakan hak kita.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana Pemeriksaan perkara di pengadilan?
2. Bagaimana Tahapan-tahapan penanganan perkara di persidangan?

BAB II

PEMBAHASAN

4
A. PEMERIKSAAN PERKARA DI PENGADILAN
Perkara yang sudah didaftar di Pengadilan Agama oleh Penggugat/Pemohon
selanjutnya tinggal menunggu panggilan sidang dari Juru Sita/Juru Sita Pengganti.
Pemanggilan oleh Juru Sita/Juru Sita Pengganti kepada pihak Penggugat/Pemohon dan
Tergugat/Termohon dilakukan sekurang-kurangnya 3 hari sebelum sidang sudah sampai
kepada yang bersangkutan, dan langsung disampaikan kealamat Penggugat/Pemohon dan
Tergugat/Termohon seperti yang tersebut dalam surat gugatan/permohonan. Jika pada
saat dipanggil para pihak tidak ditemukan di alamatnya, maka panggilan disampaikan
melalui Kepala Desa/Lurah dimana para pihak bertempat tinggal.
Jika para pihak sudah dipanggil dan datang ke Pengadilan Agama segera
mendaftarkan diri di piket Meja Informasi yang tersedia, dan tinggal menunggu antrian
sidang. Para pihak yang sedang, menunggu giliran sidang diruangan khusus yang tersedia
sambil menonton televisi.

B. TAHAPAN-TAHAPAN PENANGANAN PERKARA DI PERSIDANGAN


UPAYA PERDAMAIAN/ MEDIASI
Pada perkara perceraian, seperti cerai gugat dan cerai talak, hakim wajib
mendamaian kedua belah pihak berperkara pada setiap kali persidang ( Pasal 56 ayat 2,
65, 82, 83 UU No 7 Tahun 1989. Dan selanjutnya jika kedua belah pihak hadir
dipersidangan dilanjutkan dengan mediasi PERMA No 1 Tahun 2008. Kedua belah pihak
bebas memilih Hakim mediator yang tersedia di Pengadilan Agama Pelaihar tanpa
dipungut biaya. Apabila terjadi perdamaian, maka perkaranya dicabut oleh
Penggugat/Pemohon dan perkara telah selesai.
Dalam perkara perdata pada umumnya setiap permulaan sidang, sebelum
pemeriksaan perkara, hakim diwajibkan mengusahakan perdamaian antara para pihak
berperkara ( Pasal 154 R.Bg), dan jika tidak damai dilanjutkan dengan mediasi. Dalam
mediasi ini para pihak boleh menggunakan hakim mediator yang tersedia di Pengadilan
Agama tanpa dipungut biaya, kecuali para pihak menggunakan mediator dari luar yang
sudah punya sertikat, maka biayanya seluruhnya ditanggung kedua belah pihak
berdasarkan kesepakatan mereka. Apabila terjadi damai, maka dibuatkan akta
perdamaian ( Acta Van Verglijk). Akta Perdamaian ini mempunyai kekuatan hukum yang

5
sama dengan putusan hakim,dan dapat dieksekusi, tetapi tidak dapat dimintakan banding,
kasasi dan peninjauan kembali.
Apabila tidak terjadi damai dalam mediasi, baik perkara perceraian maupun
perkara perdata umum, maka proses pemeriksaan perkara dilanjutkan

C. JAWABAN TERGUGAT
Jawaban tergugat terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu:
a. Eksepsi atau tangkisan yaitu jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara.
b. Jawaban tergugat mengenai pokok perkara (verweer ten principale)
c. Rekonvensi yaitu gugatan balik atau gugat balas yang diajukan tergugat kepada
penggugat.
Pasal 118 HIR, jika tergugat dipanggil menghadap pengadilan negeri ia dapat
mengajukan tangkisan supaya pengadilan negeri itu menyatakan tidak berwenang
untuk mengadilinya, dengan ketentuan bahwa tangkisan itu harus diajukan segera
pada sidang pertama, pernyataan itu tidak akan diperhatikan lagi, kalau tergugat telah
mengemukakan jawaban atas pokok perkara. Contoh eksepsi kewenangan relatif,
Gugatan yang diajukan oleh pengugat salah alamat atau keliru karena yang
berwenang untuk mengadili perkara tersebut adalah Pengadilan Negeri Jakarta Timur,
bukan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Eksepsi kewenangan absolut diatur dalam Pasal 134 HIR, apabila
persengketaan itu adalah suatu perkara yang tidak termasuk wewenang Pengadilan
Negeri untuk mengadilinya, maka pada setiap saat dalam pemeriksaan perkara itu
tergugat dapat mengajukan tangkisan supaya pengadilan negeri menyatakan tidak
berwenang mengadili perkara itu dan Pengadilan Negeri karena jabatannya harus pula
menyatakan bahwa tidak berwenang mengadili perkara itu.
Contoh eksepsi kewenangan absolut, perkara perceraian, bagi orang yang
beragama Islam bukan wewenang pengadilan negeri melainkan wewenang
pengadilan agama. Sebaliknya perceraian antara seorang suami yang beragama Islam
dengan istri yang beragama Kristen merupakan wewenang pengadilan negeri bukan
Pengadilan Agama

6
D. REPLIK TERGUGAT
Replik merupakan tahap yang dilakukan setelah proses pengajuan jawaban
tergugat di pengadilan. Replik adalah jawaban penggugat terhadap jawaban tergugat atas
gugatannya. Diajukan secara tertulis (maupun lisan), untuk meneguhkan gugatannya
tersebut, dengan cara mematahkan berbagai alasan dalam penolakan yang dikemukakan
tergugat di dalam jawabannya. Replik adalah lanjutan dari suatu pemeriksaan dalam
perkara perdata di dalam pengadilan negeri setelah tergugat mengajukan jawabannya

E. DUPLIK TERGUGAT
Setelah penggugat mengajukan replik, maka tahapan pemeriksaan selanjutnya
adalah Duplik, yaitu jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan penggugat. Diajukan
secara tertulis (maupun lisan), duplik yang diajukan tergugat berisi peneguhan
jawabannya, yang lazimnya berisi penolakan terhadap gugatan penggugat. Dalam
prakteknya acara jawab menjawab di pengadilan antara penggugat dengan tergugat
berjalan secara tertulis. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu yang cukup dengan menunda
waktu selama satu atau dua minggu untuk tiap-tiap tahap pemeriksaan.
Duplik merupakan tahapan yang dimiliki tergugat. Dalam membuat duplik
tergugat diharapkan dalil-dalilnya tidak bertentangan dengan dalil-dalilnya yang dimuat
dalam jawaban. Bila dalam jawaban ada eksepsi yang kemudian eksepsi tersebut
ditanggapi oleh penggugat dalam repliknya, maka tergugat dalam tahap ini harus memuat
dalil-dalil yang pada dasarnya semakin memperkuat dalilnya semula. Kemudian dalil
tersebut dapat merupakan pendapat doktrin atau yurisprudensi yang berkaitan erat dengan
apa yang dikemukakan dalam dalil tersebut.

F. PUTUSAN VERSTEK
Putusan verstek atau in absentia adalah putusan tidak hadirnya tergugat dalam
suatu perkara setelah dipanggil oleh pengadilan dengan patut tidak pernah hadir dalam
persidangan dan tidak menyuruh wakilnya atau kuasa hukumnya untuk menghadiri dalam
persidangan. Istilah verstek dikenal juga dengan hukum acara tanpa hadir/ acara luar
hadir/ verstek procedure. Verstekvonnis sebagai putusannya yaitu putusan tanpa hadirnya
tergugat.

7
Syarat acara verstek dalam Pasal 125 ayat (1) HIR bahwa tergugat telah dipanggil
dengan sah dan patut. Dilakukan oleh juru sita dalam bentuk surat tertulis, dan
disampaikan kepada yang bersangkutan sendiri atau disampaikan pada kepala desa bila
yang bersangkutan tidak diketemukan di tempat kediaman. Surat panggilan harus sudah
diterima maksimal 3 (tiga) hari sebelum hari sidang yang telah ditentukan.
Tidak hadir tanpa alasan yang sah tergugat tidak hadir pada hari perkara itu
diperiksa, tidak menyuruh orang lain sebagai kuasa yang bertindak mewakilinya padahal
tergugat telah dipanggil secara patut tetapi tidak menghiraukan dan menaati penggilan
tanpa alasan yang sah, dalam kasus seperti ini hakim dapat dan berwenang menjatuhkan
putusan verstek yaitu putusan diluar hadirnya tergugat. (Dr. Yulia 2018)

G. INTERVENSI
Intervensi (latin) aslinya intervenire yaitu memberi kesempatan kepada siapapun
yang berkepentingan untuk melibatkan diri dalam suatu proses perdata yang sedang
berjalan antara pihak, yang dapat diajukan sebelum  atau  pada saat   antara pihak
berakhir.             M. Yahya Harahap, SH., dalam bukunya : "Beberapa Permasalahan
Hukum Acara Pada Peradilan Agama", menyatakan bahwa : upaya intervensi yaitu pihak
ketiga yang semula tidak turut sebagai pihak dalam suatu perkara yang sedang berjalan
pada proses pemeriksaannya di sidang peradilan, menerjunkan diri sebagai pihak,
terutama untuk membela hak dan kepentingannya sendiri berhadapan dengan penggugat
dan tergugat semula. Berbeda dengan istilah di atas Dr. Wirjono Projodikoro, SH,
menyebutkan istilah lain dari intervensi yaitu "percampuran tangan " yaitu tussenkomst
(menempatkan diri ditengah-tengah antara kedua belah pihak) dan voeging
(menempatkan diri disamping salah satu pihak untuk bersama-sama dengan pihak itu
menghadapi pihak lain.
Secara lengkap upaya intervensi ini telah disebutkan oleh Pasal 279 RV, yaitu:
Barang siapa mempunyai kepentingan dalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan
antara pihak-pihak lain dapat menuntut untuk menggabungkan diri atau campur tangan.
Dari beberapa pendapat di atas dan juga berpedoman pada Pasal 279 RV, akan
menjadi jelas bahwa intervensi dapat terjadi di Pengadilan Agama dalam tingkat selama

8
proses perkara, sehingga dalam kasus yang demikian kedudukan para pihak-pihak
menjadi sebagai berikut :
a. Pihak ketiga disebut “Penggunggat Intervensi
b. Para pihak semula (Penggungat/ pemohon dengan tergugat/termohon disebut sebagai
“Tergugat Intervensi”
1. Bentuk-bentuk intervensi
a. Tussenkomst (menengahi) :
Yang disebut dengan menengahi (tussenkomst) adalah aksi hukum pihak
ketiga dalam perkara perdata yang sedang berlangsung dan membela
kepentingannya sendiri untuk melawan kedua pihak yang sedang berperkara.
Dengan keterlibatannya pihak ketiga sebagai pihak yang berdiri sendiri dan
membela kepentingannya, maka pihak ketiga ini melawan kepentingan penggugat
dan tergugat yang sedang berperkara, pihak ketiga tersebut disebut intervenent.
Apabila intervensi dikabulkan maka perdebatan menjadi perdebatan segi tiga.
Intervensi dalam bentuk tussenkomst bisa terkabulkan dan bisa  juga ditolak,
pengabulan atau penolakan tersebut dalam bentuk putusan sela, dalam hal ini
putusan insidentil.
Dikabulkannya intervensi tussenkomst, putusannya dijatuhkan sekaligus
dalam satu putusan, apakah penggugat atau tergugat yang menang atau ataukah
intervenent yang menang, yang pasti adalah bahwa salah satu dari kedua gugatan
itu yang dikabulkan atau mungkin juga kedua-duanya ditolak.

Ciri-Ciri Tussenkomst:

1. Sebagai pihak ketiga yang berkepentingan dan berdiri sendiri.


2. Adanya kepentingan untuk mencegah timbulnya kerugian, atau kehilangan
haknya yang mungkin terancam.
3. Melawan kepentingan kedua belah pihak yang berperkara.
4. Dengan memasukkan tuntutan terhadap pihak-pihak yang berperkara
(Penggabungan tuntutan).

Syarat-syarat mengajukan tussenkomst adalah:

9
1. Merupakan tuntutan hak
2. Adanya kepentingan hukum dalam sengketa yang sedang berlangsung
3. Kepentingan tersebut harus ada hubungannya dengan pokok perkara yang
sedang berlangsung.
4. Kepentingan mana untuk mencegah kerugian atau mempertahankan hak pihak
ketiga.

Keuntungan tussenkomst:

1. Prosedur  beracara dipermudah dan disederhanakan.


2. Proses berperkara dipersingkat
3. Terjadi penggabungan tuntutan.
4. Mencegah timbulnya putusan yang saling bertentangan.
5. Tercapainya azas peradilan yang sederhana cepat dan biaya ringan

Tata Cara Mengajukan Tussenkomst:


Mengenai Prosedur acaranya adalah pihak ketiga yang berkepentingan
mengajukan gugatan kepada Ketua Pengadilan Agama dengan melawan pihak
yang sedang bersengketa (Penggugat dan Tergugat) dengan menunjuk nomor dan
tanggal perkara yang dilawan tersebut. Surat gugatan disusun seperti gugatan
biasa dengan memuat identitas, posita dan petitum. Surat gugatan tersebut
diserahkan ke meja I yang selanjutnya diproses seperti gugatan biasa , dengan
membayar biaya tambahan panjar perkara tetapi tidak diberi nomor perkara baru
melainkan memakai nomor perkara yang dilawan tersebut dan dicatat dalam
regester, nomor dan kolom yang sama.
Selanjutnya  Ketua Pengadilan Agama adalah mendisposisikan kepada
majlis hakim yang menangani perkara itu. Kemudian ketua majlis mempelajari
gugatan intervensi tersebut dan membuat “penetapan hari sidang” yang isinya
memerintahkan kepada juru sita agar pihak ketiga tersebut dipanggil dalam sidang
yang akan datang untuk pemeriksaan gugatan intervensi tersebut pada hari dan
tanggal yang sama sidangnya dengan   hari dan sidangnya pihak lawan.
Terhadap intervensi tersebut hakim akan menjatuhkan putusan “sela” untuk

10
mengabulkan atau menolak intervensi tersebut. Apabila dikabulkan maka
intervenient ditarik sebagai pihak dalam sengketa yang sedang berlangsung.

2. Voeging (menengahi)

Yang disebut dengan voeging yaitu suatu aksi hukum oleh pihak yang
berkepentingan dengan jalan memasuki perkara perdata yang sedang berlangsung
antara penggugat dan tergugat untuk bersama-sama tergugat untuk menghadapi
penggugat. Perbedaannya dengan tussenkomst adalah keberpihakannya ditujukan
langsung kepada pihak tergugat, misalnya : Misalnya seorang debitur (berhutang)
masuk ke dalam proses yang diajukan kontra borg. Debitur itu dapat menolong
penjaminnya karena ia berkepentingan agar penjamin itu tidak dihukum.

H. GUGATAN ASESOR
Gugatan asesor berarti gugatan tambahan yang melekat pada gugatan pokok,
seperti hal perkara cerai gugat ada tambahan perkara isbat nikah sebagai asesor dan harus
diperiksa bersama sama dengan perkara pokok dan asas yang diberlakukan adalah
mengikut kepada perkara pokok. Begitu juga dalam perkara harta bersama dan perkara
waris ada tambahan gugatan provisi dan gugatan penyitaan dan hal ini termasuk gugatan
asesor serta dwangsoom.
Menurut M. Yahya Harahap, Penggugat dapat mengajukan gugatan tambahan 
atau gugatan asesor dengan syarat :

1. Gugatan tambahan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan
pokok  dan sifat gugatan tambahan tidak bisa berdiri  sendiri diluar gugatan pokok.
2. Antara gugatan pokok dengan gugatan tambahan harus saling mendukung dan tidak
boleh saling bertentangan.
3. Gugatan tambahan sangat erat kaitannya dengan gugatan pokok mapun dengan
kepentingan Penggugat. (M. Yahya harahap 2007)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

11
Perkara yang sudah didaftar di Pengadilan Agama oleh Penggugat/Pemohon selanjutnya
tinggal menunggu panggilan sidang dari Juru Sita/Juru Sita Pengganti. Pemanggilan oleh
Juru Sita/Juru Sita Pengganti kepada pihak Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon
dilakukan sekurang-kurangnya 3 hari sebelum sidang sudah sampai kepada yang
bersangkutan, dan langsung disampaikan kealamat Penggugat/Pemohon dan
Tergugat/Termohon seperti yang tersebut dalam surat gugatan/permohonan. Jika pada
saat dipanggil para pihak tidak ditemukan di alamatnya, maka panggilan disampaikan
melalui Kepala Desa/Lurah dimana para pihak bertempat tinggal.
Setelah Perkara diterima oleh pengadilan kemudian dilakukan pemeriksaan mulai dari
tahap mediasi, jika tahap mediasi tidak berhasil dilanjukan dengan jawaban gugatan,
replik duplik serta putusan pengadilan.

DAFTTAR PUSTAKA

Dr. Yulia, S.H., M.H. Hukum Acara Perdata. Sulawesi: Unimal Press, 2018.

12
M. Yahya harahap, SH. Hukum Acara Perdata, tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian
dan Putusan pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

https://web.pa-sumber.go.id/tahapan-tahapan-perkara/

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13826/Tidak-Hadiri-Sidang-Siap-Siap-Dapat-Putusan-
Verstek.html

https://www.pa-blitar.go.id/informasi-pengadilan/166-upaya-intervensi-di-pengadilan-agama-hakim-
wajib-mengisi-kekosongan-hukum-materiil-maupun-hukum-formil.html

13

Anda mungkin juga menyukai