MAKALAH
Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Hukum Acara Perdata Semester VII
Disusun Oleh:
M. Charisul Asbachi 1591014072
Ach Rizal Mutawakkil 1591014052
M. Rizki Syahrul Ramadhan 1491014079
Dosen Pengampu:
MOCHAMMAD FAHD AKBAR, S.HI, M.H.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................2
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................20
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
BAB II
PEMBAHASA
N
Perkara perdata adalah suatu perkara yang terjadi antara pihak yang satu
dengan pihak yang lainnya dalam hubungan keperdataan. Hubungan antara
pihak yang satu dengan pihak lainnya apabila terjadi sengketa yang tidak
dapat diselesaikan oleh para pihak yang sedang berperkara umumnya
diselesaikan melalui pengadilan untuk mendapatkan keadilan yang seadil-
adilnya. Perkara perdata yang di ajukan ke pengadilan pada dasarnya tidak
hanya terhadap perkara-perkara perdata yang mengandung sengketa yang
dihadapi oleh para pihak, tetapi dalam hal-hal tertentu yang sifatnya hanya
merupakan suatu permohonan penetapan ke pengadilan untuk ditetapkan
adanya hak-hak keperdataan yang dipunyai oleh pihak yang berkepentingan
agar hak-hak keperdataannya mendapatkan keabsahan. Umumnya dalam
permohonan penetapan tentang hak-hak keperdataan yang diajukan oleh
pihak yang berkepentingan tidak mengandung sengketa karena
permohonannya dimaksudkan untuk mendapatkan pengesahan dari pihak
yang berwajib.
1
Sarwono, Hukum Acara Perdata, Teori dan Praktik (Jakarta: Sinar Grafika, 2012).
6
Peraturan di atas pada umumnya dapat dianggap sebagai pokok asas bagi
pemeriksaan perkara perdata, bahwa hakim, untuk dapat mengambil putusan
yang tepat, sebaiknya mendengarkan kedua belah pihak. Akan tetapi tidak
mungkin ditentukan, bahwa pendengaran kedua belah pihak ini harus
dilakukan, sebab adalah sukar memaksa para pihak untuk datang menghadap
di muka hakim. Ini juga sesuai dengan sifat hukum perdata, yang
pelaksanaannya pada umumnya diserahkan kepada kemauan yang
berkepentingan sendiri, maka cukuplah apabila dalam peraturan hukum acara
perdata kepada kedua belah pihak diberi kesempatan penuh untuk untuk
menjelaskan sendiri kepada hakim segala sesuatu yang mereka anggap perlu
supaya diketahui oleh hakim, sebelum suatu putusan dijatuhkan. Pemberian
kesempatan ini berwujud memanggil kedua belah pihak supaya datang
menghadap di muka hakim pada waktu yang ditentukan oleh hakim.2
2
Astin Fajar Setiani, Skripsi: Proses Pemeriksaan Perkara Perdata secara Prodeo dalam
Praktik (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2011), 14-15.
7
2) Tahap Perdamaian.
3) Pembacaan Gugatan.
4) Jawaban gugatan.
5) Replik dan Duplik
6) Gugatan Rekovensi
7) Konklusi
3
M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009),
52.
8
a. Perubahan Gugatan
b. Penambahan Gugatan
c. Pengurangan Gugatan
4
M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009)
52.
5
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian,
dan Putusan Pengadilan) (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 81.
9
d. Pencabutan Gugatan
2. Perdamaian
6
M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009),
54-56.
7
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Yogyakarta: Liberty, 1988), 83.
10
3. Pembacaan Gugatan
Mengenai pembacaan surat gugatan ini diatur dalam pasal 131 HIR /
155 RBg pasal 1 yang berbunyi: “jika kedua belah pihak hadir, akan
tetapi mereka tidak dapat diperdamaian (hal ini harus disebutkan dalam
berita acara) maka surat gugatan dibaca dan jika salah satu pihak tidak
mengerti bahasa yang dipakai dalam surat itu, maka surat tersebut
diterjemahkan kedalam bahasa yang dimengerti oleh juru bahasa yang
ditunjuk oleh ketua.10
8
Riduan Syahrani, Materi Dasar Hukum Acara Perdata (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
2000), 67.
9
M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009),
52.
10
M. Fauzan, Pokok-Pokok Hukum Acara Peradilan Agama dan Mahkamah Syariah di
Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2005), 31.
11
Hak bicara terakhir didepan sidang selalu pada tergugat jadi replik-
duplik belum akan berakhir di depan sidang selalu ada pada tergugat, jadi
proses replik-duplik belum akan selesai sepanjang tergugat masih ada
yang akan diutarakannya.11
4. Jawaban Gugatan
11
Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta : CV Rajawali, 1991), 96-97.
12
M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009),
63.
12
13
Riduan Syahrani, Materi Dasar Hukum Acara Perdata (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
2000), 68.
14
Soepomo R, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri (Jakarta: PT Pradnya Pramita,
1994), 48.
13
Menurut pasal 136 HIR/ pasal 162 RBg maka jawaban yang berupa
eksepsi kecuali eksepsi tentang tidak berkuasanya hakim, tidak boleh
diajukan dan dipertimbangkan secara terpisah, tapi diperiksa dan diputus
bersama pokok perkara. Menurut pendapat Wirjono Prodjodikoro , pasal
ini hanya berarti anjuran saja seberapa dapat tergugat mengumpulkan
segala sesuatu yang ingin diajukan dalam jawabannya saat permulaan
pemeriksaan perkara. Sedangkan menurut Soepomo, pasal ini tidak lain
bertujuan untuk menghindarkan kelambatan yang tidak perlu.
15
M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009),
63-64.
16
M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009),
66.
14
5. Tahapan Replik-Duplik
Hal-hal yang perlu diingat dalam proses Replik- Duplik ialah sebagai
berikut:
17
M. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009),
68.
18
Riduan Syahrani, Materi Dasar Hukum Acara Perdata (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2000), 72.
15
3. Semua jawaban atau pertanyaan dari kedua belah pihak atau dari
hakim harus melalui izin dari ketua majlis.
19
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar
Grafika, 2008), 468-473.
17
7. Tahap Konklusi
BAB III
KESIMPULAN
2) Tahap Perdamaian
Penyelesaian sengketa melalui jalur perdamaian merupakan cara
penyelesaian yang dianggap paling efektif dan efisien sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 130 HIR maupun pasal 154 RBg dan putusan yang
didasarkan pada penyelesaian perdamaian, bukan sebagai hasil pertimbangan
dan penerapan hukum positif yang dilakukan oleh hakim.
3) Pembacaan Gugatan
Yaitu pihak penggugat berhak meneliti ulang apakah seluruh materi (dalil
gugatan dan petitum) sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum dalam
surat gugat itulah yang menjadi acuan (obyek) pemeriksaan dan pemeriksaan
tidak boleh keluar dari ruang lingkup yang ternuat dalam surat gugatan.
4) Jawaban Gugatan
Yaitu pihak tergugat diberi kesempatan untuk membela diri dan
mengajukan segala kepentingannya terhadap penggugat melalui hakim.
19
5) Replik Penggugat
Yaitu respons Penggugat atas jawaban yang diajukan tergugat untuk
meneguhkan gugatannya dengan mematahkan alasan-alasan penolakan yang
dikemukakan tergugat dalam jawabannya.
6) Duplik Tergugat
Yaitu jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat untuk
meneguhkan jawabannya yang lazimnya berisi penolakan terhadap gugatan
penggugat.
7) Konklusi
Kesimpulan-kesimpulan dari sidang menurut pihak yang bersangkutan
yang dibacakan oleh hakim.
20
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono. Hukum Acara Perdata, Teori dan Praktik. Jakarta: Sinar Grafika. 2012.
Setiani, Astin Fajar. Skripsi: Proses Pemeriksaan Perkara Perdata secara Prodeo
dalam Praktik. Semarang: Universitas Negeri Semarang. 2011.