Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Hukum Aacara Perdata


Prosedur Sidang
Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Hukum Acara Perdata

Dosen Pengampu : khamim Khairunnas

HKI.E

Disusun Oleh :
Neneng Sri Sundayani
Nizar Faza Ubaidillah
Nuliya Safitri
Rifqi Aulia Salsabila 101210169

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-nya.Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada
waktunya.
Shalawat serta salam mari kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW yang telah membimbng kita ke jalan yang diridhoi-Nya.Semoga diberikan keberkahan
di dunia maupun di akhirat dan juga kita bisa menjadi kaum Nabi Muhammad yang mendapat
syafaat,Aamiin.
Adapun tujuan penulisan makalah ini guna memenuhi tugas untuk mata kuliah
Hukum Acara Perdata Dengan Judul “ Prosedur Persidangan”. Selain itu makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Persidangan bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Khamim selaku Dosen Mata Kuliah
logika yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan mata kuliah yang kami tekuni.
Dengan terselesaikannya makalah ini tentu tidak menutup kemungkinan adanya
keikutsertaan dari berbagai pihak yang telah membantu. Penulis menyadari keterbatasan
pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan dalam menyusun makalah ini, masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Selain itu, penulis juga mengharapkan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua khususnya penulis.

Wassalamualaikum Wrahmatullahi Wabarakatuhu

Penulis

Kelompok 4
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Dalam hukum, kita mengenal akan adanya tata cara beracara di peradilan perdata.
Tata cara beracara sendiri menjadi hal yang penting di dunia Hukum, hal ini dikarenakan
sangat penting untuk menyelesaikan suatu perkara yang berada di pengadilan. Rangkaian
proses pemeriksaan persidangan harus berjalan menurut tata cara yang ditentukan oleh
peraturan perundangundangan. Pemanggilan para pihak untuk menghadiri persidangan
merupakan awal dari rangkaian proses beracara di Pengadilan. Berlandaskan pemanggilan,
Hakim memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang ditangani.
suatu perkara di pengadilan agar memenuhi dan melaksanakan hal-hal yang diminta
dan diperintahkan majelis hakim atau pengadilan. Resmi adalah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, sedangkan patut adalah dalam menetapkan tanggal dan hari persidangan hendaklah
memerhatikan letak jauh dekatnya tempat tinggal pihak-pihak yang berperkara, yaitu
tenggang waktu yang ditetapkan tidak boleh kurang dari tiga hari sebelum acara persidangan
dimulai dan di dalamnya tidak termasuk hari besar atau hari libur.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pihak - Pihak Yang Berperkara
2. Proses Pendaftaran Perkara
3. Proses Pemeriksaan Perkara
4. E-Court Mahkamah Agung

C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui Pihak - Pihak Yang Berperkara
2. Untuk Mengetahui Proses Pendaftaran Perkara
3. Untuk Mengetahui Proses Pemeriksaan Perkara
4. Untuk Mengetahui E-Court Mahkamah Agung
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pihak -Pihak Berperkara

Dalam Hukum Perdata Atau Hukum Acara Perdata biasa dikenal sebagai objek dalam
suatu perkara, sebagai penggungat dan tergugat. Objek ini bisa secara langsung berperan
sebagai penggugat maupun penggugat, maupun diwakilkan dengan walinya 1. Tetapi dalam
hal-hal tertentu secara kasuistis ada pihak Turut Tergugat. Penggugat adalah orang atau pihak
yang merasa dirugikan haknya oleh orang atau pihak lain (Tergugat). Pihak yang berperkara
pada peradilan contentiosa, ada 2 pihak yang berperkara, sedangkan pada peradilan
voluntaria, hanya ada satu pihak yang berkepentingan. 2 Tergugat adalah orang atau pihak
yang dianggap telah merugikan hak orang atau pihak lain (Penggugat), sedangkan Turut
Tergugat adalah orang atau pihak yang tidak berkepentingan langsung dalam perkara tersebut,
tetapi ada sangkut pautnya dengan pihak atau obyek perkara yang bersangkutan.

Selain pihak Penggugat, Tergugat dan Turut Tergugat dalam hal-hal tertentu secara
kasuistis terdapat pihak ketiga yang berkepentingan yang turut campur atau mencampuri
(intervensi) ke dalam sengketa yang sedang berlangsung antara Penggugat dan Tergugat,
dalam bentuk voeging (menyertai), tussenkomst (menengahi) dan vrijwaring/garantie  
(penanggungan/pembebasan). Baik Penggugat, Tergugat, Turut Tergugat maupun Pihak
Ketiga yang berkepentingan, kesemuanya merupakan subyek hukum yang terdiri dari orang
perseorangan (natuurlijk persoon) dan badan hukum (rechtspersoon).

Ada perbedaan penyebutan antara yang mengajukan perkara perceraian dari pihak
suami, dengan yang mengajukan perkara perceraian dari pihak isteri. Orang atau subjek
hukum yang mengajukan perkara perceraian di pengadilan disebut sebagai para pihak atau
pihak berperkara. Dalam hal perkara perceraian, jika yang mengajukan perceraian adalah
pihak suami, maka sang suami selanjutnya disebutnya sebagai pihak “Pemohon”, sedangkan
sang istri disebut sebagai “Termohon”. Sebaliknya, bila yang mengajukan perkara perceraian
adalah dari pihak Istri, maka sang istri disebut sebagai “Penggugat”, sedangkan suami disebut
sebagai pihak “Tergugat”. Kadang kala, subjek hukum yang berperkara di lembaga peradilan,
secara umum disebut sebagai para pencari keadilan, atau biasa juga disebut sebagai para
pihak berperkara, atau lebih singkat lagi, para pihak.

1
Martha Safira, hukum acara perdata ( Ponorogo: CV Nata Karya: 2017 ), hal. 27.
2
hukum acara perdata ( Jakarta : Sinar Grafika : 2017 ), hal. 29
M. Harahap,
Dalam Gugatan Contentiosa atau yang lebih dikenal dengan Gugatan Perdata, yang
berarti gugatan yang mengandung sengketa di antara pihak-pihak yang berperkara. Dikenal
beberapa istilah para pihak yang terlibat dalam suatu Gugatan Perdata yaitu: 3

1. Penggugat

Dalam Hukum Acara Perdata, orang yang merasa haknya dilanggar disebut sebagai
Penggugat. Jika dalam suatu Gugatan terdapat banyak Penggugat, maka disebut dalam
gugatannya dengan “Para Penggugat”.

2. Tergugat

Tergugat adalah orang yang ditarik ke muka Pengadilan karena dirasa telah
melanggar hak Penggugat. Jika dalam suatu Gugatan terdapat banyak pihak yang digugat,
maka pihak-pihak tersebut disebut; Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan seterusnya.

3. Turut Tergugat

Pihak yang dinyatakan sebagai Turut Tergugat dipergunakan bagi orang-orang yang
tidak menguasai barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu. Namun,
demi lengkapnya suatu gugatan, maka mereka harus disertakan. Dalam pelaksanaan hukuman
putusan hakim, pihak Turut Tergugat tidak ikut menjalankan hukuman yang diputus untuk
Tergugat, namun hanya patuh dan tunduk terhadap isi putusan tersebut.

4. Penggugat/Tergugat Intervensi

Pihak yang merasa memiliki kepentingan dengan adanya perkara perdata yang ada,
dapat mengajukan permohonan untuk ditarik masuk dalam proses pemeriksaan perkara
perdata tersebut yang lazim dinamakan sebagai Intervensi.. Intervensi adalah suatu perbuatan
hukum oleh pihak ketiga yang mempunyai kepentingan dalam gugatan tersebut dengan jalan
melibatkan diri atau dilibatkan oleh salah satu pihak dalam suatu perkara perdata yang sedang
berlangsung. Pihak Intervensi tersebut dapat berperan sebagai Penggugat Intervensi atau pun
sebagai Tergugat Intervensi.

Menurut, Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan
Perdata Khusus yang dikeluarkan oleh Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI 2007,
dalam hal pengikut-sertaan pihak ketiga dalam proses perkara yaitu voeging,
intervensi/tussenkomst dan vrijwaring tidak diatur dalam HIR atau RBg. Tetapi dalam praktek
ketiga lembaga hukum ini dapat dipergunakan dengan berpedoman pada Rv, yaitu
3
Laila Rasyid, dkk Modul Pengantar Hukum Acara Perdata : ( Lhokseumawe : Unimal press :
2015 ), hal. 21
berdasarkanPasal 279 Rv dst dan Pasal 70 Rv serta sesuai dengan prinsip bahwa hakim wajib
mengisi kekosongan, baik dalam hukum materil maupun hukum formil. Berikut ini penjelasan
3 (tiga) macam intervensi yang dimaksud, yaitu:

A. Voeging (menyertai) adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk bergabung kepada


penggugat atau tergugat. Dalam hal ada permohonan voeging, Hakim memberi
kesempatan kepada para pihak untuk menanggapi, kemudian dijatuhkan putusan
sela, dan apabila dikabulkan, maka dalam putusan harus disebutkan kedudukan
pihak ketiga tersebut.
B. Intervensi /tussenkomst (menengah) adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk
ikut dalam proses perkara tersebut, berdasarkan alasan ada kepentingannya yang
terganggu. Intervensi diajukan karena pihak ketiga yang merasa bahwa barang
miliknya disengketakan/diperebutkan oleh Penggugat dan Tergugat.

Kemudian, permohonan intervensi dikabulkan atau ditolak dengan Putusan Sela.


Apabila permohonan intervensi dikabulkan, maka ada dua perkara yang diperiksa bersama-
sama yaitu gugatan asal dan gugatan intervensi.

C. Vrijwaring (ditarik sebagai penjamin) adalah penarikan pihak ketiga untuk


bertanggung jawab (untuk membebaskan Tergugat dari tanggung jawab kepada
Penggugat). Vrijwaring diajukan dengan sesuatu permohonan dalam proses
pemeriksaan perkara oleh Tergugat secara lisan atau tertulis.

Setelah ada permohonan vrijwaring, Hakim memberi kesempatan para pihak untuk


menanggapi permohonan tersebut, selanjutnya dijatuhkan putusan yang menolak atau
mengabulkan permohonan tersebut.

Apabila permohonan intervensi ditolak, maka putusan tersebut merupakan putusan


akhir yang dapat dimohonkan banding, tetapi pengirimannya ke pengadilan tinggi harus
bersama-sama dengan perkara pokok. Apabila perkara pokok tidak diajukan banding, maka
dengan sendirinya permohonan banding dari intervenient (pihak intervensi) tidak dapat
diteruskan dan yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan tersendiri. Apabila permohonan
dikabulkan, maka putusan tersebut merupakan putusan sela, yang dicatat dalam Berita Acara
Persidangan, dan selanjutnya pemeriksaan perkara diteruskan dengan menggabungkan
permohonan intervensi ke dalam perkara pokok.

Dalam suatu gugatan perdata, orang yang bertindak sebagai Pengugat harus orang
yang memiliki kapasitas yang tepat menurut hukum. Begitu juga dengan menentukan pihak
Tergugat, haruslah mempunyai hubungan hukum dengan pihak Penggugat dalam perkara
gugatan perdata yang diajukan. Kekeliruan bertindak sebagai Pengugat maupun Tergugat
dapat mengakibatkan gugatan tersebut mengandung cacat formil. Cacat formil dalam
menentukan pihak Penggugat maupun Tergugat dinamakan Error in persona.

  Adapun hak-hak bagi pihak yang berperkara sebagai berikut :

Menurut Ketentuan Pasal 6 ayat 1 huruf c SK KMA-RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007 Sebagai


Berikut4:

 Berhak perkaranya segera Berrhak memperoleh Bantuan Hukum.


 dimajukan ke pengadilan.
 Berhak segera diadili oleh Pengadilan.
 Berhak mengetahui apa yang disangkakan kepadanya pada awal pemeriksaan.
 Berhak mengetahui apa yang disangkakan kepadanya dalam bahasa yang
dimengerti olehnya.
 Berhak memberikan keterangan secara bebas dihadapan hakim.
 Berhak mendapatkan bantuan juru bahasa/penerjemah jika tidak paham bahasa
Indonesia.
 Berhak memilih penasehat hukumnya sendiri.
 Berhak menghubungi penasehat hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-
undang.
 Bagi orang asing berhak menghubungi/berbicara dengan perwakilan negaranya
dalam menghadapi proses persidangan.
 Berhak menghubungi/menerima kunjungan dokter pribadinya dalamhal
terdakwa ditahan.
 Berhak mengetahui tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang
berwenang.
 Berhak menghubungi/menerima kunjungan keluarga untuk mendapatkan
jaminan penangguhan penahanan atau mendapatkan bantuan hukum.
 Berhak menghubungi/menerima orang lain yang tidak berhubungan dengan
perkaranya untuk kepentingan pekerjaan atau kepentingan keluarganya.
 Berhak mengirim/menerima surat ke/dari Penasehat hukumnya atau
keluarganya setiap kali diperlukan olehnya.
 Berhak diadili dalam sidang yang terbuka untuk umum.
 Berhak menghubungi / menerima kunjungan rohaniawan.
 Berhak untuk mengajukan saksi atau saksi ahli yang menguntungkan bagi
dirinya.

4
Putusan perkara MA huruf c SK KMA-RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007
 Berhak segera menerima atau menolak putusan.
 Berhak minta banding atas putusan pengadilan, dalam waktu yang ditentukan
undang-undang, kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan
hukum, dan putusan dalam acara cepat.
 Berhak untuk mencabut atas pernyataanya menerima atau menolak putusan
dalam waktu yang ditentukan undang-undang.
 Berhak mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak
putusan dalam waktu yang ditentukan undang-undang.
Berhak menuntut ganti rugi dan rehabilitasi.5

B. Proses - Proses Pendaftaran Perkara

1. Pihak berperkara datang ke Pengadilan Agama dengan menyerahkan surat gugatan


atau permohonan.
2. Pihak berperkara menghadap petugas Meja I dan menyerahkan surat gugatan atau
permohonan minimal 2 rangkap. Untuk surat gugatan dapat ditambah sesuai sejumlah
Tergugat.
3. Petugas Meja I (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu berkenaan
dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya perkara, yang kemudian ditulis
dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). Besarnya panjar biaya perkara
diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara tersebut, didasarkan
pada Pasal 182 ayat (1) HIR atau Pasal 90 UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
Atas UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
4. Petugas Meja I menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada pihak
berperkara disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3.
5. Pihak berperkara menyerahkan kepada pemegang kas (KASIR) surat gugatan atau
permohonan tersebut dan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
6. Pemegang kas menyerahkan kepada asli Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM)
kepada pihak berperkara sebagai dasar penyetoran panjar biaya perkara ke bank.
7. Pihak berperkara datang ke loket layanan bank dan mengisi slip penyetoran panjar
biaa perkara. Pengisian data dalam slip bank tersebut sesuai dengan Surat Kuasa Untuk
Membayar (SKUM), seperti nomor urut dan besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak
berperkara menyerahkan slip bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang
tertera dalam slip bank.
8. Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidasi dari petugas
layanan bank, pihak berperkara menunjukkan slip bank tersebut dan menyerahkan Surat
Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada pemegang kas.
5
Pasal 95 KUHAP
9. Pemegang kas setelah meneliti slip bank kemudian menyerahkan kembali kepada
pihak berperkara. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam Surat Kuasa
Untuk Membayar (SKUM) dan menyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli dan
tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) serta surat gugatan atau
permohonan.
10. Pihak berperkara menyerahkan kepada petugas Meja II surat gugatan atau
permohonan, minimal rangkap 2 atau sebanyak jumlah Tergugat, serta tindasan pertama
Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM).
11. Petugas Meja Kedua mendaftar/mencatat surat gugatan atau permohonan dalam
register bersangkutan serta memberi nomor register pada surat gugatan atau permohonan
tersebut yang diambil dari nomor pendaftaran yang diberikan oleh pemegang kas.
12. Petugas Meja Kedua menyerahkan kembali 1 (satu) rangkap surat gugatan atau
permohonan yang telah diberi nomor register kepada pihak berperkara

Bagi yang tidak mampu dapat diijinkan berperkara secara prodeo (cuma-cuma).
Ketidakmampuan tersebut dibuktikan dengan melampirkan surat keterangan dari Lurah atau
Kepala Desa. Bagi yang tidak mampu maka panjar biaya perkara ditaksir Rp. 0,00 dan ditulis
dalam Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM). (Pasal 273-281 RBg)6 Dalam tingkat pertama,
para pihak yang tidak mampu atau berperkara secara prodeo. Perkara secara prodeo ini ditulis
dalam surat gugatan atau permohonan bersama-sama (menjadi satu) dengan gugatan perkara.
Dalam posita surat gugatan atau permohonan disebutkan alasan penggugat atau pemohon untuk
berperkara secara prodeo dan dalam petitumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Direktori Putusan Perkara MA

KUHAP

6
Putusan perkara MA Pasal 273-281 RBg
Harahap Yahya M . 2017 hukum acara perdata. Jakarta : Sinar Grafika

Rasyid Laila M.Herinawati. 2015 Modul Pengantar Hukum Acara Perdata.


Lhokseumawe : Unimal press

Safira Martha Eri . 2017. hukum acara perdata. Ponorogo : CV Nata Karya

Anda mungkin juga menyukai