PENDAHULUAN
abstrak dan pada umumnya melatar belakangi peraturan konkret dan pelaksanaan
hukum. Apabila dalam sistem hukum terjadi pertentangan, maka asas hukum akan
melihat asas hukum sebagai dasar yang mendasari suatu peraturan hukum berlaku
secara universal.
dilepaskan dari aturan-aturan normatif yang mengaturnya. Hal ini diperlukan agar
semua pihak yang terlibat di dalam suatu sistem peradilan dapat memperoleh
mekanisme tentang praktek peradilan perdata terdapat pada hukum acara perdata
yang berfungsi untuk menegakkan aturan hukum material. Karena itu kita harus
mengerti betul tentang hukum acara perdata yang didalamnya terkandung esensi
praktek peradilan perdata. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan
membahas tentang asas-asas yang berlaku pada hukum acara perdata di Indonesia.
1
BAB II
PEMBAHASAN
manakala pada pihak debitur tidak melaksanakan kewajiban dan bukan karena
apa yang disanggupi untuk dilakukan, melakukan apa yang di janjikan, tetapi
tetapi terlambat, atau melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh
dilakukan.1
juga dengan formulasi, “dalam provisi”, “dalam pokok perkara/ primair” dan
“subsidair”, atau hanya terdiri dari tuntutan “primair” saja tanpa diiringi
tuntutan “subsidair”.2
perkara.
1
Rahadi Wasi Bintoro, “Tuntutan Hak Dalam Persidangan Perkara Perdata”, dalam
Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 10 No. 2 Mei 2010, hal. 151
2
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Sinar Grafika, Jakarta, 2012), hal. 48.
2
2. Petitum tambahan, bukan tuntutan pokok tetapi masih ada hubungannya
Jadi, maksud dan tujuan tuntutan subsidair adalah apabila tuntutan primer
Jadi hakim menunggu datangnya permintaan atau tuntutan atau gugatan dari
masyarakat.
3
Retnowulan Sutanto, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung:
Mandar Maju, 2007), hal. 84
4
Retnowulan Sutanto, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, hal. 85
3
officio). Asas ini disebut dengan asas hakim bersifat menunggu (lihat Pasal
118 HIR, 142 RBg). Dengan kata lain, inisiatif untuk mengajukan tuntutan
hak sepenuhnya diserahkan kepada pihak yang berkepentingan. Bila tidak ada
tuntutan hak dari para pihak, maka tidak ada hakim (Wo kein klager ist, ist
kein richter; nemo judex sine actor).5 Hakim bersifat menunggu, maksudnya
yang berkepentingan. Kalau tidak ada tuntutan hak, maka tidak ada Hakim,
Acara Perdata, yang asas-asas pokoknya antara lain asas yang menyebutkan
hakim hanya bersikap pasif, dalam arti kata pada asasnya inisiatif berperkara
bukan dari hakim, melainkan dari pihak yang merasa atau dirasa hak/
melainkan oleh para pihak yang berperkara. Hakim dalam hal ini bersifat pasif
yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Hakim hanya bertitik tolak pada
peristiwa yang diajukan oleh para pihak saja (secundum allegat iudicare).
5
Subekti, Hukum Acara Perdata, Cet. 2, (Bandung: Bina Cipta, 2012), hal. 5
6
Herowati Poesoko, “Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Penyelesaian Perkara
Perdata”, dalam JHAPER: Vol. 1, No. 2, Juli–Desember 2015, hal. 221
7
Herowati Poesoko, “Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Penyelesaian Perkara
Perdata”, hal. 221
4
Asas hakim bersifat pasif ini juga mengisyaratkan adanya batasan
kepada hakim untuk tidak dapat mencegah, bila para pihak mencabut
gugatannya atau menempuh jalan perdamaian (Pasal 130 HIR, 154 RBg, dan
10 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009). Disamping itu hakim hanya
berhak mengadili luas pokok perkara yang diajukan para pihak dan dilarang
mengabulkan atau menjatuhkan putusan melebihi dari apa yang dituntut (Pasal
178 ayat (2), (3) HIR, Pasal 189 ayat (2) RBg). Namun dalam
berupaya tetap mempertahankan eksistensi ketentuan Pasal 178 HIR dan Pasal
189 RBg.
pada peristiwa yang menjadi sengketa yang diajukan oleh para pihak. Dengan
demikian para pihak saja yang diwajibkan untuk membuktikan dan bukan
pemeriksaan sengketa.8
1. Dari segi inisiatif datangnya perkara maka ada atau tidaknya gugatan
tergantung kepada para pihak yang berkepentingan yang merasa dan dirasa
8
M. Nasir, Hukum Acara Perdata, Cet. 2, (Djakarta: 2005), hal. 11-19
5
gugatan tersebut tidak diajukan para pihak maka hakim tidak akan
2. Dari segi luas pokok sengketa, ruang lingkup gugatan serta kelanjutan
untuk itu hakim hanya bertitik tolak kepada peristiwa yang diajukan para
pihak.9
bersifat terbuka untuk umum. Hal ini berarti bahwa setiap orang
ini tidak terpenuhi, maka dapat mengakibatkan putusan itu tidak sah dan tidak
Secara formil, asas ini memberikan kesempatan bagi control sosial dan
Disamping itu, asas ini bertujuan untuk menjamin proses peradilan yang fair
dan obyektif, tidak memihak, serta terwujudnya putusan hakim yang adil.
6
Tujuannya yaitu untuk mencegah penjatuhan putusan-putusan berat sebelah
“dibuka” terlebih dahulu. Hal itu merupakan aspek formal yang harus ditaati oleh
pembacaan surat gugatan, jawaban surat gugatan, replik, dan duplik bahkan telah
10
M. Nasir, Hukum Acara Perdata, hal. 20-21
11
Laurensius Arliman S, “Komnas Perempuan Sebagai State Auxialiary Bodies Dalam
Penegakan Ham Perempuan Indonesia”, Justicia Islamica, Volume 14, Nomor 2, 2017
7
BAB III
KESIMPULAN
hakim apabila kepentingan atau haknya dilanggar oleh orang lain dan sebaliknya
Bersifat Pasif; Artinya bahwa luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim
pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara, bukan oleh hakim.
8
DAFTAR PUSTAKA
Rahadi Wasi Bintoro, “Tuntutan Hak Dalam Persidangan Perkara Perdata”, dalam
Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 10 No. 2 Mei 2010
Retnowulan Sutanto, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung:
Mandar Maju, 2007)