Anda di halaman 1dari 4

Kuis menjelang UTS Hukum Acara Pidana

Oleh:

Rifqi Surya Wahyudi Putra

(2010111136)
ASAS-ASAS DALAM PERADILAN PIDANA
Asas merupakan tipe putusan tertentu yang dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk
menilai situasi atau digunakan sebagai pedoman berperilaku, salah satuya yaitu asas hukum
yangmerupakan pikiran dasar yang umum nan abstrak atau merupakan latar belakang peraturan
konkret yang terdapat dalam setiap sistem hukum yang menjelma dalam peraturan perundang-
undangan dan putusan hakim.

Pada dasarnya asas dalam hukum acara pidana terdiri dari :


1. Asas legalitas.dalam hukum acara pidana, asas legalitas memiliki makna setiap Penuntut
Umum wajib segera mungkin menuntut setiap perkara. Artinya, asas legalitas lebih
dimaknai setiap perkara hanya dapat diproses di pengadilan setelah ada tuntutan dan
gugatan terhadapnya. Sedangkan penyimpangan terhadap asas ini dikenal dengan asas
oportunitas yang berarti bahwa demi kepentingan umum, Jaksa Agung dapat
mengesampingkan penuntutan perkara pidana.
2. Asas diferensiasi fungsional. Asas ini menyatakan setiap aparat penegak hukum dalam
sistem peradilan pidana memiliki tugas serta fungsinya sendiri .
3. Asas lex scripta. Asas ini  merupakan hukum yang mengatur proses beracara dengan
segala kewenangan yang ada harus tertulis. Selain itu, asas ini juga mengajarkan bahwa
aturan dalam hukum acara pidana harus ditafsirkan secara ketat.
Selain yang disebutkan diatas, terdapat beberapa asas dalam hukum acara pidana yang
juga diatur dalam KUHAP Indonesia, yaitu :

1. Asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan


Pemberlakuan asas ini sebenarnya diatur dalam  HIR. Selain itu, diatur juga dalam UU No. 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan “Peradilan dilakukan dengan
sederhana, cepat, dan biaya ringan.” “Sederhana” berarti pemeriksaan dan penyelesaian perkara
dilakukan dengan cara efisien dan efektif.  Sedangkan “Biaya ringan” artinya biaya perkara yang
dapat di jangkau oleh masyarakat banyak. Adapun “Cepat” diartikan “segera”. Peradilan cepat
sangat diperlukan terutama untuk menghindari penahanan yang lama sebelum ada keputusan
hakim.
2. Praduga tak bersalah (presumption of innocence)
Asas ini mengandung makna setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan
dihadapkan dipengadilan tidak boleh dianggap bersalah sampai ada putusan pengadilan yang
menyatakan bersalah serta telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Asas ini terdapat dalam
Penjelasan Umum butir 3 c KUHAP yang disebutkan sebagai berikut :

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka
sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang
menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

3. Asas oportunitas
Asas Oportunitas merupakan suatu asas dimana penuntut umum tidak diwajibkan untuk
menuntut seseorang jika penuntutannya akan merugikan kepentingan umum. Pada dasarnya asas
ini merupakan penyimpangan terhadap asas legalitas. Artinya, demi kepentingan umum, asas
legalitas tersebut dikecualikan. Dalam praktek, istilah asas oportunitas  disebut dengan istilah
“deponering”.
Asas ini tidak dapat digunakan secara sembarangan. Asas ini hanya berlaku jika kepentingan
umum benar-benar dirugikan, selain itu tidak semua jaksa dapat memberlakukan asas ini.
Artinya, hanya “Jaksa Agung” yang dapat melaksanakan asas ini sebagaimana  diatur oleh Pasal
35 c UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan , yaitu sebagai berikut :
“Jaksa Agung dapat menyampingkan perkara berdasarkan kepentingan umum.”

5. Semua orang diperlakukan sama di depan hukum (equlity before the law).


Asas diperlakukan sama didepan hukum (equality before the law) adalah bentuk perlakuan
yang sama atas diri setiap orang di muka hukum dengan tidak membedakan latar belakang sosial,
ekonomi, keyakinan politik, agama, golongan, dan sebagainya.
PROSES-PROSES DALAM PERADILAN PIDANA

PROSES PEMERIKSAAN PRA PERADILAN

1. Pra peradilan dipimpin oleh Hakim Tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri
dan dibantu oleh seorang Panitera (Pasal 78 ayat (2) KUHAP).
2. Pada penetapan hari sidang, sekaligus memuat pemanggilan pihak pemohon dan
termohon pra peradilan.
3. 1Dalam waktu 7 (tujuh) hari terhitung permohonan pra peradilan diperiksa, permohonan
tersebut harus diputus.
4. 1Pemohon dapat mencabut permohonan¬nya sebelum Pengadilan Negeri menjatuhkan
putusan apabila disetujui oleh termohon. Kalau termohon menyetujui usul pencabutan
permohonan tersebut, Pengadilan Negeri membuat penetapan tentang pencabutan
tersebut.
5. 1Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan sedangkan pemeriksaan
pra peradilan belum selesai maka permohonan tersebut gugur. Hal tersebut dituangkan
dalam bentuk penetapan.

UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN PRA PERADILAN

1. Putusan pra peradilan tidak dapat dimintakan banding (Pasal 83 ayat (1), kecuali terhadap
putusan yang menyatakan “tidak sahnya” penghentian penyidikan dan penuntutan (Pasal
83 ayat (2) KUHAP).
2. Dalam hal ada permohonan banding terhadap putusan pra peradilan sebagaimana
dimaksud Pasal 83 ayat (1) KUHAP, maka permohonan tersebut harus dinyatakan tidak
diterima.
3. Pengadilan Tinggi memutus permintaan banding tentang tidak sahnya penghentian
penyidikan dan penuntutan dalam tingkat akhir.
4. Terhadap Putusan pra peradilan tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi.

Sumber: Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus,
Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, hlm. 54-56.

Anda mungkin juga menyukai