Konstitusi
Oleh
Will Renyaan
Mengingat keberadaannya sebagai lembaga yang
Pengertian
dibentuk Hukum Acara Mahkamah
untuk mengawal konstitusi
konstitusi :
agar dilaksanakan
oleh ketentuan di bawahnya, MK adalah lembaga yang
menyelenggarakan peradilan konstitusi sehingga sering
disebut sebagai Pengadilan Konstitusi (constitutional
court). Hal itu juga tercermin dari dua hal lain.
Pertama, perkara-perkara yang menjadi wewenang MK
adalah perkara-perkara konstitusional, yaitu perkara yang
menyangkut konsistensi pelaksanaan norma-norma
konstitusi
. Kedua, sebagai konsekuensinya, dasar utama yang
digunakan oleh MK dalam memeriksa, mengadili, dan
memutus perkara adalah konstitusi itu sendiri.
Hukum Acara MK dimaksudkan sebagai hukum yang mengatur
prosedur dan tata cara pelaksanaan wewenang yang dimiliki
oleh MK. Ada juga yang menyebut dengan istilah lain, seperti
Hukum Acara Peradilan Konstitusi, Hukum Acara Peradilan Tata
Negara, dan lain-lain. Penggunaan istilah Hukum Acara
Mahkamah Konstitusi dipilih karena memang terkait dengan
perkara-perkara yang menjadi wewenang MK.
Hukum Acara MK adalah hukum formil yang berfungsi untuk
menegakkan hukum materiilnya, yaitu bagian dari hukum
konstitusi yang menjadi wewenang MK.
Oleh karena itu keberadaan Hukum Acara MK dapat
disejajarkan dengan Hukum Acara Pidana, Hukum Acara
Perdata, dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
Hukum Acara MK memiliki karakteristik khusus, karena hukum
materiil yang hendak ditegakkan tidak merujuk pada undang-
undang atau kitab undang-undang tertentu, melainkan
konstitusi sebagai hukum dasar sistem hukum itu sendiri
Hukum Acara MK dimaksudkan sebagai hukum acara yang
berlaku secara umum dalam perkara-perkara yang menjadi
wewenang MK serta hukum acara yang berlaku secara
khusus untuk setiap wewenang dimaksud.
1. ius curia novit asas bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk
memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan
dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, sebaliknya
hakim harus memeriksa dan mengadilinya. Asas tersebut juga
ditegaskan dalam Pasal 16 UU Kekuasaan Kehakiman
2. Persidangan terbuka untuk umum, Asas bahwa persidangan
pengadilan dilakukan secara terbuka untuk umum merupakan asas
yang berlaku untuk semua jenis pengadilan, kecuali dalam hal
tertentu yang ditentukan lain oleh undang-undang. Hal ini tertuang
di dalam Pasal 13 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, serta juga ditegaskan dalam Pasal 40 ayat (1) UU MK,
bahwa sidang MK terbuka untuk umum, kecuali rapat
permusyawaratan hakim.
3. Independen dan imparsial , Untuk dapat memeriksa
dan mengadili suatu perkara secara objektif serta
memutus dengan adil, hakim dan lembaga peradilan
harus independen dalam arti tidak dapat diintervensi
oleh lembaga dan kepentingan apapun, serta tidak
memihak kepada salah satu pihak yang berperkara atau
imparsial.
4. Peradilan dilaksanakan secara cepat, sederhana,
dan biaya ringan, Prinsip peradilan cepat, sederhana,
dan biaya ringan dimaksudkan agar proses peradilan
dan keadilan itu sendiri dapat diakses oleh seluruh
lapisan masyarakat. Prinsip ini sangat terkait dengan
upaya mewujudkan salah satu unsur negara hukum,
yaitu equality before the law.
5. Hak untuk didengar secara seimbang (audi et
alteram partem) Pada pengadilan biasa, para pihak
memiliki hak untuk didengar secara seimbang. Para
pihak dalam hal ini adalah pihak-pihak yang saling
berhadaphadapan, baik sebagai tergugat-penggugat,
pemohon-termohon, maupun penuntut-terdakwa. Dalam
peradilan MK tidak selalu terdapat pihak-pihak yang
saling berhadapan (adversarial). Untuk perkara
pengujian undangundang misalnya, hanya terdapat
pemohon. Pembentuk undang-undang, pemerintah dan
DPR tidak berkedudukan sebagai termohon.
6. Hakim aktif dalam persidangan, Maruarar Siahaan
menyebut asas ini “Hakim pasif dan juga aktif dalam
proses persidangan”. Hakim pasif dalam arti tidak
mencari-cari perkara. Hakim tidak akan memeriksa,
mengadili, dan memutus sesuatu sebelum disampaikan
oleh pemohon ke pengadilan. Hal ini merupakan prinsip
universal lembaga peradilan. Pada saat suatu perkara
sudah masuk ke pengadilan, hakim dapat bertindak
pasif atau aktif bergantung dari jenis kepentingan yang
diperkarakan. Dalam perkara-perkara yang menyangkut
kepentingan individual, hakim cenderung pasif.
Sebaliknya, dalam perkara yang banyak menyangkut
kepentingan umum, hakim cenderung aktif.
7. Asas Praduga Keabsahan (praesumtio iustae causa).
Asas praduga keabsahan adalah bahwa tindakan penguasa
dianggap sah sesuai aturan hukum sampai dinyatakan
sebaliknya. Berdasarkan asas ini, semua tindakan
penguasa baik berupa produk hukum maupun tindakan
konkret harus dianggap sah sampai ada pembatalan. Sah
dalam hal ini berarti sesuai dengan asas dan ketentuan
hukum baik dari sisi materi maupun prosedur yang harus
ditempuh.
Untuk menyatakan tidak sah tindakan tersebut dapat
dilakukan oleh lembaga yang melakukan tindakan itu
sendiri maupun oleh lembaga lain yang diberi kewenangan
berdasarkan aturan hukum. Sebagai konsekuensi dari asas
ini, apabila ada upaya hukum untuk melakukan pengujian
terhadap tindakan dimaksud, maka tindakan itu tetap
berlaku walaupun sedang dalam proses pengujian.
- TERIMA KASIH -
Materi Hukum Acara Peradilan
Konstitusi
Oleh
Will Renyaan
ASPEK – ASPEK UMUM HUKUM ACARA MK
PERMoHonAn
Sebagai lembaga peradilan, MK menjalankan wewenang yang
dimiliki berdasarkan permohonan yang diterima. Istilah yang
digunakan dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 adalah
“permohonan” bukan “gugatan” seperti dalam hukum acara
perdata. Istilah “permohonan” memang seolah-olah
menunjukkan bahwa perkara yang diajukan bersifat satu pihak
(ex parte atau voluntair), padahal dalam kelima wewenang yang
dimiliki MK dapat dikatakan empat diantaranya terdapat pihak
termohon.
Istilah “permohonan” digunakan, menurut Maruarar Siahaan,
adalah karena nuansa kepentingan umum yang dominan dalam
setiap perkara yang ditangani MK.43 Walaupun suatu perkara
diajukan oleh individu warga negara, namun putusannya
berlaku umum dan mempengaruhi hukum dan ketatanegaraan.
Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada
Mahkamah Konstitusi.45 Dengan demikian setiap
permohonan harus ditandatangani oleh pemohon atau
kuasanya, serta dibuat 12 rangkap. Di dalam permohonan
harus diuraikan secara jelas perkara yang dimohonkan
terkait dengan salah satu wewenang MK.
KASIH
Materi Hukum Acara Peradilan
Konstitusi
Oleh
Will Renyaan
S U M B E R H U K U M A C A R A M A H K A M A H
KONSTITUSI
Kata sumber hukum menurut Zevenbergen sering digunakan dalam
beberapa arti, yaitu:
a. Sebagai asas hukum, sebagai sesuatu yang merupakan
permulaan hukum, misanya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa
bangsa dan sebagainya.
b. Menunjukkan hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan
kepada hukum yang sekarang berlaku: hukum Perancis, hukum
Romawi.
c. Sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku
secara formal kepada peraturan hukum (penguasa, masyarakat).
d. Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum,
misalnya dokumen, undang-undang, lontar, batu bertulis, dan
sebagainya.
e. Sebagai sumber terjadinya hukum: sumber yang menimbulkan
hukum.
Para ahli hukum pada umumnya membagi sumber hukum
dalam dua jenis, yaitu sumber hukum materiil dan sumber
hukum formil.
Sumber hukum materiil adalah tempat dari mana hukum itu
diambil. Untuk dapat melihat sumber hukum materiil dari
sebuah aturan harus terlebih dahulu dilihat isi dari aturan
tersebut, kemudian melacak faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan hukum sehingga
menghasilkan karakter isi hukum yang demikian
Menurut Zevenbergen sumber hukum materiil meliputi
pengertian- pengertian tentang asas hukum, hukum
terdahulu yang memberi bahan- bahan pada hukum yang
berlaku saat ini, dan sebagai sumber terjadinya hukum.
Sumber hukum formil adalah tempat atau sumber dari mana
suatu aturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan
dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan itu
menjadi secara formal berlaku.
Dalam pengantar ilmu hukum telah dipelajari bahwa norma
atau kaidah terdiri dari berbagai macam dengan cirinya
masing-masing
SEKIAN
Materi Hukum Acara Peradilan
Konstitusi
Oleh
Will Renyaan
Dilihat dari materi persidangan terkait dengan proses
suatu perkara, sidang MK dapat dibagi menjadi 4 (empat),
yaitu Pemeriksaan Pendahuluan, Pemeriksaan
Persidangan, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH),
dan Pengucapan Putusan.
Keempat jenis persidangan tersebut memang dapat dilihat
sebagai tahapan persidangan suatu perkara, namun
dalam perkara- perkara tertentu dapat terjadi tidak semua
jenis persidangan itu dibutuhkan Terdapat perkara-perkara
tertentu yang hanya memerlukan pemeriksaan
pendahuluan dan setelah panel hakim konstitusi
melaporkan kepada pleno hakim dalam rapat
permusyawaratan hakim, perkara dimaksud sudah dapat
diputuskan. Hal itu dapat terjadi dalam perkara-perkara
sebagai berikut:
1. Perkara yang dari sisi pemohon sudah dapat
ditentukan bahwa pemohon tidak memiliki hak
mengajukan permohonan (legal standing) atau materi
permohonan bukan merupakan wewenang MKUntuk
perkara demikian dapat langsung diputus dengan amar
putusan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk
verklaard). Dalam praktik, beberapa perkara yang diputus
setelah pemeriksaan pendahuluan tanpa melalui
pemeriksaan persidangan pada umumnya adalah
karena pemohon tidak dapat menjelaskan kerugian
konstitusional yang diderita akibat ketentuan undang-
undang yang dimohonkanDi sisi lain terdapat pula
perkara-perkara yang aspek legal standing-nya baru dapat
diketahui setelah memeriksa pokok perkara. Oleh karena
itu terdapat perkara yang walaupun telah memasuki
pemeriksaan persidangan tetapi putusannya tidak dapat
diterima.
2. Pemohon memiliki legal standing dan materi
permohonannya merupakan wewenang MK serta sudah
sangat jelas dan dapat segera diputus untuk dikabulkan.
Putusan dengan amar dikabulkan yang dilakukan
tanpa melalui Pemeriksaan Persidangan, misalnya
adalah Putusan Nomor 102/ PUU-VII/2009 mengenai
Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun2008
tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden.61 Majelis Hakim, seperti tertuang dalam
pertimbangan putusan menyatakan bahwa Pasal 54 UU
MK tidak mewajibkan MK meminta keterangan pihak
terkait untuk memutus suatu perkara. Ketentuan
tersebut menyatakan bahwa MK dapat meminta
keterangan kepada pihak terkait, yang berarti boleh
dilakukan dan boleh tidak, bergantung dari perkara dan
urgensi keterangan yang diperlukan.
Pasal 40 ayat (1) UU MK menyatakan bahwa sidang MK terbuka
untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim. Dengan
demikian, dari 4 (empat) jenis persidangan, semuanya dilakukan
secara terbuka untuk umum kecuali rapat permusyawaratan hakim
(RPH). Ketentuan itu juga menunjukkan bahwa RPH merupakan
rapat tertutup yang bersifat rahasia. Namun dalam praktiknya
pemeriksaan persidangan dapat dilakukan tertutup berdasarkan
keputusan majelis hakim konstitusi.
1. Pemeriksaan Pendahuluan Pemeriksaan pendahuluan
merupakan persidangan yang dilakukan untuk memeriksa
kelengkapan dan kejelasan materi permohonan sebelum
memasuki pemeriksaan pokok perkaraDalam praktiknya,
pemeriksaan pendahuluan ini selain memeriksa kelengkapan
administrasi perkara, juga memeriksa dua aspek yang
menentukan keberlanjutan perkara, yaitu apakah pemohon
memiliki kualifikasi untuk mengajukan permohonan dimaksud
atau dikenal dengan istilah memiliki legal standing, dan apakah
perkara yang dimohonkan tersebut merupakan wewenang MK.
1. Kejelasan materi permohonan menjadi salah satu wilayah
pemeriksaan pendahuluan agar apa yang dimohonkan dapat
dirumuskan dan dipahami dengan jelas, baik oleh pemohon
maupun oleh hakim konstitusi. Hal itusangat diperlukan agar
pemeriksaan persidangan dapat dilakukan dengan efektif dan fokus
pada persoalan yang dimohonkan. Secara keseluruhan,
pemeriksaan pendahuluan meliputi:63
a. Identitas dan kualifikasi pemohon, kewenangan bertindak dan
surat- surat kuasa.
b. Kedudukan hukum pemohon.
c. Isi permohonan merupakan wewenang MK dan bila perlu dilakukan
penyederhanaan masalah yang diajukan, termasuk penggabungan
perkara yang memiliki posita dan petitum yang sama.
d. Perubahan permohonan baik atas saran hakim maupun atas
kehendak pemohon sendiri.
e. Alat-alat bukti yang akan diajukan.
f. Saksi dan ahli dan pokok keterangan yang akan diberikan.
g. Pengaturan jadwal sidang dan tertib persidangan
Pemeriksaan pendahuluan biasanya dilakukan oleh majelis
hakim panel. Namun dalam perkara-perkara tertentu yang
dipandang penting dan harus segera diputus, pemeriksaan
pendahuluan dapat juga langsung dilakukan oleh majelis
hakim pleno
Dalam pemeriksaan pendahuluan ini hakim konstitusi wajib
memberikan nasihat kepada pemohon untuk melengkapi
dan/atau memperbaiki permohonan. Ketentuan Pasal 39
ayat (2) UU MK memberikan batas waktu kepada pemohon
untuk melengkapi atau memperbaiki permohonannya paling
lambat 14 (empat belas) hari
Dalam praktiknya, perbaikan tersebut dapat dilakukan kurang
dari 14 (empat belas) hari, bahkan dapat dilakukan sesaat
setelah persidangan atau bahkan pada saat persidangan itu
sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip peradilan yang cepat,
apalagi untuk perkara tertentu yang telah ditentukan batas
waktunya
Untuk perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden serta
PHPU Pemilukada misalnya, tidak mungkin diberi batas
waktu selama 14 (empat belas) hari karena MK sendiri
ditentukan oleh undang-undang harus memutus paling
lama 14 (empat belas) hari sejak perkara diregistrasi.
Pemeriksaan pendahuluan dilakukan dalam bentuk sidang
panel hakim terbuka untuk umum. Pemeriksaan
pendahuluan dapat dilakukan lebih dari satu kali apabila
diperlukan untuk memperbaiki atau melengkapi dan
memperjelas permohonan serta memeriksa perbaikan
permohonan yang telah dilakukan oleh pemohon.
Hasil sidang pemeriksaan pendahuluan akan dilaporkan
oleh panel hakim kepada pleno hakim MK, dalam hal
pemeriksaan pendahuluan dilakukan oleh panel hakim
Dalam laporan tersebut disertai dengan rekomendasi dari
panel hakim apakah perkara tersebut dapat dilanjutkan ke
pemeriksaan persidangan karena terpenuhinya syarat
legal standing dan masuk wewenang MK, atau diputus
tidak dapat diterima tanpa memasuki pokok perkara karena
tidak terpenuhinya salah satu atau kedua syarat legal
standing dan wewenang MK.
Selain kedua alternatif tersebut, dapat pula terjadi suatu
perkara belum dapat ditentukan apakah pemohon
memiliki legal standing atau tidak atau perkara
dimaksud menjadi wewenang MK atau tidak sebelum
memasuki pemeriksaan pokok perkara
Oleh karena itu pemeriksaan kedua hal itu dilakukan
bersamaan dan menjadi bagian dari pemeriksaan pokok
perkara.
Pleno hakim dapat memutuskan menerima rekomendasi
panel hakim, atau memutuskan lain berbeda dengan
rekomendasi itu. Oleh karena itu, walaupun dalam
pemeriksaan pendahuluan yang mengikuti sidang dalah
panel hakim, namun putusan tetap diambil oleh pleno
hakim, yaitu 9 (sembilan) orang hakim konstitusi, atau
setidak-tidaknya 7 (tujuh) hakim konstitusi.
Terima kasih UNTUK PERHATIANNYA
MOHON MAAF JIKA ADA KEKURANGAN DLM
PENYAJIAN PRESENTASI INI
SEKIAN
Materi Hukum Acara Peradilan
Konstitusi
Oleh
Will Renyaan
Pendaftaran dan Penjadwalan Sidang
Permohonan yang diajukan harus memenuhi ketentuan-
ketentuan sebagaimana telah diuraikan di muka. Untuk
itu panitera melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan
administrasi permohonan itu. Hasil pemeriksaan itu
diberitahukan kepada pemohon. Dalam hal permohonan
belum lengkap, pemohon diberi kesempatan untuk
melengkapi dalam tenggat waktu 7 (tujuh) hari kerja.
Bila permohonan itu telah lengkap maka segera dicatat
dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) dan
pemohon diberikan Akta Registrasi Perkara. BRPK itu
memuat catatan tentang kelengkapan administrasi, nomor
perkara, tanggal penerimaan berkas, nama pemohon dan
pokok perkara
Setelah permohonan dicatat dalam BPRK, dalam waktu
paling lambat 14 (empatbelas) hari kerja, hari sidang
pertama harus telah ditetapkan. Sidang pertama ini dapat
dilakukan oleh panel atau pleno hakim. Untuk itu ketetapan
hari sidang tersebut diberitahukan kepada para pihak
melalui Juru Panggil dan masyarakat diberitahukan melalui
penempelan salinan pemberitahuan tersebut pada Papan
Pengumuman MK.
Sebelum atau selama pemeriksaan dilakukan, pemohon
dapat menarik kembali permohonannya. Untuk itu Ketua
Mahkamah Konstitusi akan menerbitkan Ketetapan
Penarikan Kembali. Akibat hukum dari penarikan kembali
ini, pemohon tidak dapat lagi mengajukan permohonan
dimaksud.
. Alat Bukti
Pasal 36 UU MK menguraikan alat bukti yang digunakan para
pihak untuk membuktikan dalilnya. Alat bukti ini disesuaikan
dengan sifat hukum acara MK sehingga agak berbeda dengan
alat-alat bukti yang dikenal dalam hukum acara perdata, hukum
acara pidana maupun hukum acara peratun.
Macam-macam alat bukti yang dapat diajukan ke Mahkamah
Konstitusi adalah:
a. surat atau tulisan;
b. keterangan saksi;
c. keterangan ahli;
d. keterangan para pihak;
e. petunjuk; dan
f. alat bukti berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik
atau yang serupa dengan itu.
Alat bukti yang disertakan dalam permohonan itu akan
diperiksa oleh hakim di dalam sidang. Dalam pemeriksaan
itu pemohon harus dapat mempertanggung jawabkan
perolehan alat bukti yang diajukan secara hukum.
Pertanggungjawaban perolehan secara hukum ini
menentukan suatu alat bukti sah. Penentuan sah atau
tidaknya alat bukti itu dinyatakan dalam persidangan.
Terhadap alat bukti yang dinyatakan sah
MK kemudian melakukan penilaian dengan memperhatikan
persesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat
bukti yang lain di dalam RPH. Mengingat pentingnya tahap
pemeriksaan pembuktian sebagai tahap yang menentukan,
maka kehadiran para pihak, saksi dan ahli untuk memenuhi
panggilan
MK adalah kewajiban. Oleh karena itu dalam hal para pihak
adalah lembaga negara maka dapat diwakili oleh pejabat
yang ditunjuk atau kuasanya berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Untuk itu, agar yang dipanggil itu
dapat mempersiapkan segala sesuatunya, maka
panggilan MK harus telah diterima dalam jangka waktu
paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari persidangan. Saksi
yang tidak hadir dalam persidangan, sedangkan ia telah
dipanggil secara patut menurut hukum ketidak hadirannya
itu tanpa alasan yang sah, Mahkamah Kontitusi dapat
meminta bantuan kepolisian untuk menghadirkannya
secara paksa.
. Pemeriksaan Pendahuluan
Sidang pertama harus ditetapkan dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari setelah permohonan dicatat dalam buku
register sebagaimana diatur dalam Pasal 34 UU MK. Sidang
pertama ini adalah sidang untuk pemeriksaan pendahuluan.
Sidang ini merupakan sidang sebelum memeriksa pokok
perkara.
Dalam sidang pertama ini MK mengadakan pemeriksaan
kelengkapan dan kejelasan materi permohonan.
Pemeriksaan ini dilakukan oleh panel atau pleno dalam
sidang pemeriksaan pendahuluan yang terbuka untuk umum.
Apabila dalam pemeriksaan ini ternyata materi permohonan
itu tidak lengkap dan/atau tidak jelas, maka menjadi
kewajiban MK memberikan nasihat kepada pemohon untuk
melengkapi dan/ atau memperbaikinya. Untuk itu kepada
pemohon diberikan waktu paling lambat 14 (empatbelas) hari
Terima kasih UNTUK PERHATIANNYA
MOHON MAAF JIKA ADA KEKURANGAN DLM
PENYAJIAN PRESENTASI INI
SEKIAN