Anda di halaman 1dari 5

HUKUM ACARA MK ADALAH HUKUM FORMIL YANG BERFUNGSI UNTUK

MENNEGAKAN HUKUM MATERILNYA YAITU YANG MENJADI BAGIAN DARI


HUKUM KONSTITUSI YANG MENJADI WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI (MK)

Klp 2

Karakteristik dan asas asas hukum acara mk

Karakteristik hukum acara mk

Hukum Acara MK memiliki karakteristik khusus, karena hukum materiil yang hendak
ditegakkan tidak merujuk pada undang-undang atau kitab undang-undang tertentu, melainkan
konstitusi sebagai hukum dasar sistem hukum itu sendiri.

Asas assa hukum acara mk

6 (enam) asas dalam peradilan MK yaitu

(1) ius curia novit; (2) Persidangan terbuka untuk umum; (3) Independen dan imparsial; (4)
Peradilan dilaksanakan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan; (5) Hak untuk didengar secara
seimbang (audi et alteram partem); dan (6) Hakim aktif dan juga pasif dalam persidangan. (7)
Praduga Keabsahan (praesumptio iustae causa)

Klp 3

Sumber hukum acara mk dan kekhususan hukum acara mk

Sumber hukum formil dan materiil

sumber hukum formil hukum acara MK adalah ketentuan hukum positif yang mengatur hukum
acara MK atau paling tidak terkait dengan hukum acara MK.

Formil (Sumber Langsung)


- Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945
- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi beserta Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan
- UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
Peraturan Mahkamah Konstitusi

Materiil (sumber tidak langsung)

- UU Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha negara dan Hukum
Acara Pidana Indonesia
- Pendapat sarjana (doktrin)
- Hukum Acara dan yurisprudensi MK negara lain

Karakteristik khusus peradilan mk

Karakteristik utama yaitu dasar hukum utama yang digunakan dalam proses peradilan baik
terkait dengan substansi perkara maupun hukum acara adalah konstitusi itu sendiri, yaitu UUD
1945. Walaupun terdapat berbagai ketentuan undang-undang dan PMK sebagai dasar memeriksa,
mengadili, dan memutus perkara, namun ketentuan tersebut digunakan sepanjang dinilai tidak
bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini tidak terlepas dari sifat wewenang MK yang pada
hakikatnya adalah mengadili perkara-perkara konstitusional

Wewenang dan kewajiban mk

Sesuai Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945

1. Menguji UU terhadap UUD


2. Memutus sengketa kewenangan LN yang kewenangannya diberikan oleh UUD
3. Memutus pembubaran partai politik
4. Memutus perselisihan arti pemilu
5. Memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh presiden
dan/atau wakil presiden

Struktur dan mekanisme kerja mk

1. Sidang pleno MK harus dengan 9 hakim MK, dalam keadaan luar biasa dengan 7 hakim
konstitusi.
2. Panel hakim konstitusi sekurang kurangnya 3 (tiga) hakim konstitusi untuk melakukan
pemeriksaan dan hasilnya dibahas dalam sidang pleno
3. Dewan etik Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan kode etik
Hakim MK

Klp 4

PERMOHONAN PENGGABUNGAN PERKARA, BEBAN PEMBUKTIAN,ALAT


BUKTI,DAN JENIS SERTA SIFAT PERSIDANGAN

Pemohonan penggabungan perkara

Mengenai ganti kerugian terdapat dalam hukum perdata maupun dalam hukum pidana.Namun
antara keduanya memiliki perbedaan.Dalam hukum pidana, ruang lingkup pemberian ganti
kerugian lebih sempit dibandingkan dengan pemberian ganti kerugian dalam hukum perdata.
Adanya penggabungan perkara gugatan ganti rugi yaitu karena adanya penyelesaian kasus dalam
suatu perkara yang terdapat dua aspek, yaitu aspek perdata dan juga aspek pidana. Adanya kedua
aspek tersebut dalam suatu perkara yang sama dapat menimbulkan adanya perkara pidana
dengan gugatan ganti kerugian

Beban pembuktian

Beban pembuktian menurut teori alternative

teori yang menyatakan bahwa beban pembuktian dibebankan kepada pihak yang
mendalilkan sesuatu, bukan kepada pihak yang mengingkari atau membantah sesuatu
(pembuktian negatif).

Alat bukti

Pasal 36 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 menentukan alat bukti meliputi :

a. surat atau tulisan

b. keterangan saksi;

c. keterangan ahli;

d. keterangan para pihak;

e. petunjuk; dan
f. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau serupa dengan itu.

Klp 6

Penafsiran konstitusi

Konstitusi bisa dimaknai secara sempit maupun secara luas. Konstitusi dalam arti sempit hanya
mengandung norma-norma hukum yang membatasi kekuasaan yang ada dalam negara.
Sedangkan konstitusi dalam arti luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau
hukum dasar, baik yang tertulis ataupun tidak tertulis maupun campuran keduanya tidak hanya
sebagai aspek hukum melainkan juga “non-hukum.

Macam macam metode penafsiran konstitusi yaitu . metode penafsiran restriktif


dan yang ke 2 yaitu metode penfasiran ekstensif.

Pengujian undang undang formil

pemahaman pengujian formilPengujian formil (formeele toetsing) merupakan pengujian atas


suatu produk hukum yang bukan dari segi materinya.

Mahfud MD mengemukakan bahwa uji formal berkenaan dengan prosedurnya yang dianggap
melanggar atau salah, kesalahan prosedur dan atau mekanisme (misalnya pembuatannya tidak
menurut tingkat-tingkat pembahasan atau tidak kuorum).

pemahaman terhadap konsepsi pengujian formil itu bersifat sangat kompleks, secara umum
kriteria yang dapat dipakai untuk menilai suatu objek pengujian (undang-undang terhadap
Undang-undang Dasar) dari segi formalnya (formeele toetsing) adalah sejauh mana peraturan di
atas ditetapkan dalam bentuk yang tepat (appopriate form), oleh institusi yang tepat dan menurut
prosedur yang tepat (appopriate procedure).

Perkembangan pemahaman pengujian formil

Pasal 24C Undang-Undang Dasar 1945 mengatur ketentuan tentang Mahkamah Konstitusi yang
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk
menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. seluruh undang-undang diuji terhadap
Undang-Undang Dasar yang melandasi pembentukannya atau Undang-Undang Dasar positif
(UUD 1945 hasil amandemen).

Ringkas

Desain pengujian formil dalam praktiknya mengalami banyak perkembangan, Perkembangan


desain dalam pengujian formil, yaitu: pengujian keberlakuan ini merupakan terobosan hukum
dalam pengujian undang-undang sebelum amandemen UUD 1945.

Bahwa pengujian formil sulit untuk dapat dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi karena
Mahkamah Konstitusi lebih mengutamakan pengujian secara materiil UU terhadap UUD 1945
dan lebih mengedepankan asas manfaat.

Secara rinci hal tersebut dilihat pada 2 kasus berikut:

- Dalam pengujian formil dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 79/PUUXII/2014,


- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-VII/2009 dijadikan rujukan.

Anda mungkin juga menyukai