Anda di halaman 1dari 15

Mercatoria Vol. 1 No.

2 Tahun 2008

PENAFSIRAN HUKUM OLEH HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI

M. Yusrizal Adi Syaputra, SH.MH1

ABSTRAK

Setelah amandemen UUD 1945 tahun 1999-2002 sebanyak empat kali membawa
perubahan kepada sistem ketatanegaran Republik Indonesia. Trias politika
kekuasaan Negara Indonesia mengalami perubahan baik pergeseran kewenangan
maupun penambahan kelembagaan. Di bidang yudikatif, kekuasaan kehakiman
tidak lagi dipegang oleh satu mahkamah yakni mahkamah agung semata, terjadi
penambahan lembaga baru yakni mahkamah konstitusi, yang memiliki wewenang
salah satunya mengadakan pengujian undang-undang yang dikeluarkan oleh
lembaga legislatif bersama eksekutif terhadap Undang-Undang Dasar 1945, baik
secara substansi maupun jiwa dari undang-undang tersebut. Dalam melakukan
pengujian undang-undang tersebut, para hakim mahkamah konstitusi dituntut
untuk melakukan pengujian dengan sesuai asas hukum, keadilan, kemanfaatan
maupun kepastian hukum harus terjelma dari putusan mahkamah konsitusi
tersebut, selain itu para hakim mahkamah konstitusi dituntunt untuk memiliki
pemahaman dan ilmu hukum yang sangat mendalam serta didalam melakukan
pengujian undang-undang oleh mahkamah konstitusi terkadang para hakim harus
menginterprestasikan undang-undang itu agar dapat diuji terhadap undang-undang
dasar.

Kata Kunci : Mahkamah Konstitusi, Penafsiran Hukum, Undang-Undang

1
Alumni Fakultas Hukum USU Progam Magister Ilmu Hukum, Dosen Pada Fakultas
Hukum Universitas Amir Hamzah Medan.

115
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

I. Pendahuluan perubahan atas undang-undang nomor


Undang-Undang Dasar Negara 14 tahun 1985 tentang Mahkamah
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Agung.
1945) menegaskan bahwa kedaulatan Berdasarkan atas kewenangan
berada ditangan rakyat dan antara Mahkamah Agung dengan
dilaksanakan menurut undang-undang Mahkamah Konstitusi, maka kedua
dasar. Ditegaskan bahwa negara lembaga ini memiliki kewenangan
Indonesia adalah negara yang yang berbeda, Mahkamah Agung
berdasarkan hukum. Dengan demikian, sebagai lembaga peradilan dalam
konsekuensi yang tercantum didalam menangani perkara-perkara hukum
Undang-Undang Dasar 1945 tersebut yang terjadi dimasyarakat, maka disini
harus berdasarkan peraturan Mahkamah Konstitusi adalah sebuah
perundang-undangan yang berlaku dan lembaga peradilan konstitusi yang
hukum yang hidup dan berkembang artinya mahkamah kosntitusi sebagai
didalam masyarakat. Oleh karena itu, lembaga peradilan yang menangani
untuk mewujudkan tujuan Negara kasus-kasus hukum yang berhadapan
Indonesia sebagai negara hukum, maka dengan konstitusi. Ada beberapa pakar
dalam mencapai sasarannya, perlu yang menyebutkan bahwa hakim agung
dibentuk sebuah lembaga peradilan adalah hakim yang memutus perkara
yang mempunyai tugas menegakkan konvensional sedangkan hakim
hukum di Negara Indonesia. 2 konstitusi sebagai hakim yang
Dalam sejarah ketatanegaraan memutus perkara-perkara
Indonesia, sekarang baru dikenal ketatanegaraan.
lembaga peradilan baru yang berada Berbeda dengan Mahkamah
dalam kekuasaan kehakiman yang Agung, Mahkamah Konstitusi memiliki
disebut Mahkamah Konstitusi, hal wibawa yang sangat tinggi, bahkan
tersebut dapat diketahui pada pasal 24 dapat mengadili Mahkamah Agung,
ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi : jika lembaga ini bersengketa dengan
“ kekuasaan kehakiman dilakukan lembaga negara lain. Adapun
oleh sebuah Mahkamah Agung dan kewenangan yang diberikan UUD 1945
badan badan peradilan yang berada kepada lembaga Mahkamah Konstitusi,
di bawahnya dalam lingkungan dapat dilihat dalam pasal 24C ayat (1)
peradilan umum, peradilan agama, UUD 1945 yang menyatakan bahwa:
peradilan militer, dan peradilan tata “Mahkamah Konstitusi berwenang
usaha negara, dan oleh sebuah mengadili pada tingkat pertama dan
Mahkamah Konstitusi”. terakhir yang putusannya bersifat final
Refleksi dari ketentuan pasal 24 untuk menguji undang-undang
ayat (2) UUD 1945 adalah dengan terhadap undang-undang dasar,
dibentuknya undang-undang no 4 tahun memutus sengketa kewenangan
2004 tentang perubahan undang- lembaga negara yang kewenangannya
undang nomor 14 tahun 1970 tentang diberikan oleh undang-undang
kekuasaan kehakiman dan undang- dasar,memutus pembubaran partai
undang nomor 23 tahun 2003 tentang politik, dan memutus sengketa tentang
Mahkamah Konstitusi serta undang- hasil pemilihan umum”
undang nomor 5 tahun 2004 tentang Di dalam Pasal 24C ayat (2)
UUD 1945, disebutkan juga bahwa
2
Supriadi, Etika Dan Tanggung Mahkamah Konstitusi wajib
Jawab Profesi Hukum di Indonesia, CV. Sinar memberikan putusan atas pendapat
Grafika, Jakarta, 2006, hal. 107.

116
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

dewan perwakilan rakyat mengenai terhadap UUD 1945. Tidak hanya


dugaan pelanggaran oleh presiden dan sebatas pengujian materil undang-
atau wakil presiden menurut undang- undang saja yang menjadi kewenangan
undang dasar. Mahkamah Konstitusi, penyelesaian
Dari salah satu kewenangan sengketa pemilihan umum presiden dan
Mahkamah Konstitusi yang tertera wakil presiden4 serta sengketa
didalam undang-undang dasar 1945 pemilihan kepala daerah juga telah
tersebut, yang selalu menjadi fungsi banyak yang disidangkan oleh
penting yang dimiliki oleh Mahkamah Mahkamah Konstitusi.
Konstitusi sebagai lembaga yudikatif Sebagai sebuah lembaga
adalah fungsinya untuk menguji kekuasaan kehakiman dalam bidang
undang-undang terhadap undang- peradilan tata negara, hakim konstitusi
undang dasar. Kewenangan tersebut dalam menangani perkara-perkara yang
dianggap yang paling penting dari dilimpahkan kepadanya, juga dalam
kewenangan Mahkamah Konstitusi melakukan proses beracara, memiliki
yang lainnya, karena pada tataran itulah suatu aturan hukum tentang proses
Mahkamah Konstitusi dapat berperan beracara di pengadilan Mahkamah
sebagai sebuah lembaga yudikatif, Konstitusi, begitu juga dengan putusan
dimana Mahkamah Konstitusi sebuah hakim terhadap perkara yang
lembaga peradilan tata negara yang disidangkannya, hakim juga memutus
bertugas untuk mengawal konstitusi sesuai dengan ketentuan peraturan
dari ancaman-ancaman undang-undang perundang-undangan dan asas-asas
yang tidak sesuai dengan konstitusi hukum yang berlaku di masyarakat
(UUD 1945). Indonesia.
Saat ini, Mahkamah Konstitusi Akan tetapi tidak sedikit dari
sudah banyak menjalankan fungsi hak putusan hakim Mahkamah Konstitusi
menguji yang ada padanya, diantaranya yang juga tidak dapat diterima oleh
dapat dilihat dari beberapa perkara salah satu pihak yang berperkara,
yang telah dimintakan hak uji materil ataupun pihak lain yang merasa bahwa
ke Mahkamah Konstitusi oleh pihak- dalam menjatuhkan putusannya, hakim
pihak yang hak konstitusionalnya Mahkamah Konstitusi tidak
dilanggar oleh undang-undang, seperti memberikan pertimbangan yang sesuai
misalnya: Putusan Mahkamah dengan kaidah hukum dan ketentuan
Konstitusi terhadap undang-undang yang berasal dari UUD 1945 serta
komisi yudisial, putusan Mahkamah hukum yang berlaku di masyarakat.
Konstitusi terhadap uji materil undang- Maka dari itu banyak terjadi pro dan
undang tindak pidana terorisme, kontra terhadap putusan yang
putusan Mahkamah Konstitusi tentang dikeluarkan oleh Mahkamah
hak uji terhap undang-undang tindak Konstitusi.
pidana korupsi, dan hak uji materil Dari realita yang terjadi itulah
terhadap undang-undang badan hukum penulis menemukan permasalahan
pendidikan3, serta masih banyak lagi yang ingin dibahas didalam makalah
putusan Mahkamah Konstitusi terhadap singkat ini, yakni bagaimana
hak uji materil undang-undang
4
Putusan mahkamah konstitusi
3
Putusan Mahkamah Konstitusi republik Indonesia Nomor.06 /PHBU-8-II/2004
Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tentang gugatan wiranto-salahuddin wahid atas
tentan Undang-Undang Sisdiknas dan Undang- perselisihan hasil pemilihan umum presiden
Undang Badan Hukum Pendidikan. dan wakil presiden tahun 2004.

117
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

pertimbangan oleh hakim konstitusi lain bahwa setiap penerapan hukum


dalam memutus perkara yang selalu didahului oleh seleksi subjektif
dimajukan ke Mahkamah Konstitusi ?, mengenai peristiwa-peristiwa dan
metode penafsiran yang bagaimana peraturan perundang-undangan yang
yang digunakan oleh hakim konstitusi relevan. Selanjutnya penerapan sendiri
dalam memutus suatu perkara agar selalu berarti merumus ulang suatu
dapat membuat suatu putusan yang peraturan abstrak untuk peristiwa
berkepastian hukum, berkeadilan dan konkrit.6
bermanfaat Undang-undang sebagaimana
kaedah pada umumnya adalah untuk
II. Metode Penafsiran Dalam melindungi kepentingan manusia. Oleh
Penemuan Hukum karena itu harus dilaksanakan dan
Menurut pandangan klasik yang ditegakkan. Untuk dapat
dikemukakan oleh montesqieu dan melaksanakannya undang-undang
imanuel kant, bahwa hakim dalam harus diketahui orang. Agar dapat
menerapkan undang-undang terhadap memenuhi asas “ setiap orang
peristiwa hukum sesungguhnya tidak dianggap tahu akan undang-undang”
menjalankan perananna secara mandiri. maka undang-undang harus tersebar
Hakim hanyalah penyambung lidah luas dan harus pula jelas. Kejelasan
atau corong undang-undang ( bouche undang-undang ini sangat penting.
de la loi), sehingga tidak dapat Oleh karena itu undang-undang selalu
mengubah kekuatan hukum undang- dilengkapi dengan penjelasan yang
undang, tidak dapat menambah dan dimuat dalam tambahan lembaran
tidak dapat pula menguranginya. Ini negara. Sekalipun namanya penjelasan
disebabkan karena menurut namun seringkali terjadi bahwa
montesqieu, undang-undag adalah satu- penjelasan itu tidak dapat member
satunya sumber hukum positif. Oleh kejelasan, karena hanhya diterangkan
karena itu demi kepastian hukum, “cukup jelas”, pada hal teks undang-
kesatuan hukum serta kebebasan warga undang tidak jelas dan masih
negara yang terancam oleh kebebasan memerlukan penjelasan. Mungkin
hakim, hakim harus dibawah undang- dengan demikian maksud pembentukan
undang. Berdasarkan dengan ini undang-undang hendak memberi
peradilan tidak lain hanyalah bentuk kebebasan yang lebih besar kepada
silogisme. Menurut Pro. Sudikno hakim.
Mertokusumo, SH silogisme adalah Ketentuan undang-undang tidak
bentuk berpikir logis dengan dapat diterapkan secara langsung
mengambil kesimpulan dari yang begitu saja terhadap peristiwanya.
umum (premis mayor) dan hal yang Untuk dapat menerapkan ketentuan
khusus (premis minor). Premis peraturan perundang-undangan yang
mayornya adalah undang-undang dan berlaku umum dan abstrak sifatnya
premis minornya adalah peristiwa atau pada peristiwa yang konkrit dan khusus
kasusnya. 5 sifatnya itu, maka ketentuan undang-
Menemukan hukum merupakan undang itu harus diberi arti, dijelaskan
karya manusia dan ini berarti antara atau ditafsirkan dan diarahkan pada
peristiwanya. Peristiwa hukumnya
5
Sudikno mertokusumo, Penemuan harus dicari terlebih dahulu dari
Hukum sebuah pengantar, Liberty Yogyakarta,
Yogyakarta, edisi kedua, cetakan ke enam,
6
januari 2009, hal. 40 Ibid, hal. 38.

118
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

peristiwa konkritnya, kemudian Oleh karena dikaji dengan hasil yang


undang-undang ditafsirkan untuk diperoleh. 8
diterapkan.7 Dibawah ini akan penulis
Di Indonesia, ketentuan jabarkan mengenai metode-metode
undang-undang itu setelah diterapkan yang sering digunakan oleh hakim
dimasyarakat, dan ternyata dirasa tidak dalam melakukan penafsiran terhadap
sesuai dengan hukum dasar (konstitusi) undang-undang. Metode ini bukanlah
yang berlaku di Indonesia, dapat metode yang mutlak digunakan oleh
dimintakan pengujian terhadap undang- hakim, akantetapi lebih bersifat umum.
undang tersebut kepada Mahkamah a. Interpretasi Gramatical
Konstitusi. Mahkamah Konstitusilah Hukum memerlukan bahasa. Hukum
yang nantinya akan menilai apakah tidak mungkin ada tanpa bahasa.
suatu peraturan perundang-undangan Oleh karena itu bahsa merupakan
yang telah dibentuk oleh lembaga sarana penting bagi hukum.
legislative dan eksekutif secara Peraturan perundang-undangan
bersama-sama ternyata bertentangan dituangkan didalam bentuk bahasa
dengan ketentuan yang ada didalam tertulis, putusan pengadilan disusun
UUD 1945 sebagai konstitusi Republik dalam bahasa yang logis sistematis,
Indonesia. Maka dari itu, Mahkamah untuk mengadakan perjanjian
9
Konstitusi menafsirkan bagaimana diperlukan bahasa.
sebenarnya ketentuan yang ada di Interpretasi hukum menurut bahasa
undang-undang itu,apakah adalah penafsiran yang dilakukan
bertentangan atau tidak dengan UUD oleh hakim secara tata bahasa,
1945. dimana jika rumusan undang-
Interprestasi atau penafsiran undang tidak jelas, maka hakim
merupakan salah satu metode harus mencari kata-kata atau kalimat
penemuan hukum yang memberikan yang dimaksudkan oleh pembentuk
penjelasan yang gamblang mengenai undang-undang.
teks undang-undang agar ruang lingkup Barang siapa tidak memperhatikan teks
kaedah dapat ditetapkan sehubungan undang-undang pada waktu ia
dengan peristiwa tertentu. Penafsiran melakukan kewajibannya, maka ia
oleh hakim merupakan penjelasan yang akan kehilangan jejak karena pembuat
harus menuju kepada pelaksanaan yang undang-undang merumuskan
dapat diterima oleh masyarakat kehendaknya dalam kata-kata. Oleh
mengenai peraturan hukum terhadap karena itu pentinglah bahwa
peristiwa yang konkrit. Metode pembentuk undang-undang
interpretasi ini adalah sarana atau alat menggunakan bahsa yang jelas, yaitu
untuk mengetahui makna undang- suatu bahasa dalam mana ditegaskan
undang. Pembenarannya terletak pada sifat dari perintah dan pengaturannya
kegunaannya untuk melaksanakan sehingga dikehendaki adalah bahasa
ketentuan nyang konkrit dan bukan yang pendek, murni dan tajam. Tetapi
untuk kepentingan metode itu sendiri. pembuat undang-undang senantiasa
belum mampu memakai kata-kata yang
7
tepat dalam ini, maka hakim wajib
Sudikno Mertokusumo dan Mr.
A.Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum,
PT. Citra Aditya Bakti bekerja sama dengan
konsorsium ilmu hukum Dept. Pendidikan dan
8
Kebudayaan dan The Asia Foundation, Ibid, hal. 13.
9
Yogyakarta, 1993, hal. 12. Ibid.

119
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

mencari arti kata-kata yang lazim meneliti dan mempelajari maksud


dipakai dalam perkataan sehari-hari.10 dari pembuat undang-undang itu.13
Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, Penafsiran historis ada dua macam:
pada dasarnya penafsiran undang- 1. Penafsiran menurut sejarah
undang itu selalu akan merupakan hukum14
penafsiran atau penjelasan dari segi Penafsiran ini adalah merupakan
bahasa dan disebut juga metode suatu cara penafsiran hukum sebagai
objektif. jalan menyelidiki dan memperlajari
sejarah perkembangan segala
b. Interpretasi Sistematis atau Logis sesuatu yang berhubungan dengan
Suatu peraturan hukum atau undang- hukum seluruhnya, misalnya kalau
undang merupakan bagian dari kita hendak menjelaskan ketentuan
keseluruhan sistem hukum. Arti dalam BW dengan meneliti
pentingnya suatu peraturan hukum sejarahnya yang tidak terbatas
terletak di dalam sistem hukum. Diluar sampai pada terbentuknya BW saja,
sistem hukum, lepas dari hubungannya tetapi masih mundur kebelakang
dengan peraturan – peraturan hukum sampai pada hukum romawi saja.
yang lain, suatu peraturan hukum tidak 2. Penafsiran menurut sejarah
memiliki arti. 11 penetapan suatu perundang-
Menafsirkan peraturan perundang- undangan15
undangan dengan menghubungkannya Penafsiran ini merupakan penafsiran
dengan peraturan hukum atau undang- yang sempit yaitu dengan cara
undang lain atau dengan keseluruhan melakukan penafsiran undang-
sistem hukum disebut penafsiran undang dengan menyelidi
sistematis. Menafsirkan undang- perkembangan suatu undang-undang
undang tidak boleh menyimpang atau yang dari sejak dibuat, untuk
keluar dari sistem perundang-undangan mengetahui apa yang ditetapkan
atau sistem hukum.12 peraturan itu. Maksud ini dapat
Dalam penafsiran sistematis, hakim diketahui dengan jalan melihat
melihat hukum secara kesatuan dengan laporan-laporan perdebatan dalam
menghubungkannya dengan peraturan sidang DPR dari surat-menyurat
hukum atau undang-undang lain. antara menteri-menteri yang
bersangkutan dengan komisi DPR
c. Interpretasi Historis yang bersangkutan.
Interpretasi historis adalah
menafsirkan undang-undang dengan d. Interpretasi teleologis atau
cara melihat sejarah terjadinya suatu sosiologis
undang-undang ketika undang – Menurut prof. sudikno
undang itu dibuat. Tiap ketentuan mertokusumo, disini hakim
undang-undang mempunyai sejarah menafsirkan undang-undang sesuai
tersendiri, dari sejarah pembentukan dengan tujuan pembentuk undang-
undang-undang itu hakim dapat undang. Lebih diperhatikan tujuan
dari undang-undang daripada bunyi
10
kata-kata saja.
Syafruddin Kalo, Diktat Teori dan
Penemuan Hukum, Program Pasca Sarjana
Ilmu Hukum FH USU, Medan, 2004, hal. 66
11 13
Sudikno mertokusumo, Penemuan Syafruddin Kalo, Op.cit. hal. 67
14
Hukum sebuah pengantar, Op.cit. hal. 58. Ibid.
12 15
Ibid. Ibid.

120
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

Disini hakim mencari tujuan yang belum mempunyai kekuatan


peraturan perundang-undangan. hukum
Tujuan ini berbeda dengan g. Interpretasi autentik/ Penafsiran
penafsiran historis menurut undang- sahih (autentik, resmi)
undang yang subjektif, ditentukan Menurut Drs. C.S.T. Kansil, SH19,
secara objektif. yang dimaksud dengan penafsiran
Interpretasi teleologis terjadi apabila sahih/autentik adalah penafsiran
makna undang-undang itu yang pasti terhadap arti kata-kata itu
ditetapkan berdasarkan tujuan sebagaimana yang diberikan oleh
kemasyarakatan. Peraturan pembentuk undang-undang,
perundang-undangan disesuaikan misalnya Pasal 98 KUHP “ malam”
dengan hubungan dan situasi sosial berarti waktu antara matahari
yang baru. Ketentuan undang- terbenam dan matahari terbit.
undang yang sudah using digunakan h. Interpretasi ekstensip dan
sebagai sarana untuk memecahkan restriktif20
atau menyelesaikan sengketa yang Penafsiran ekstensip merupakan
terjadi sekarang. Metode ini baru penafsiran dengan memperluas arti
digunakan apabila kata-kata dalam kata-kata dalam peraturan itu
undang-undang dapat ditafsirkan sehingga sesuatu peristiwa dapat
dengan belbagai cara.16 dimasukkan, seperti “aliran listrik”
e. Interpretasi komparatif17 termasuk juga “benda”.
Interpretasi komparatif atau Penafsiran restriktif merupakan
penafsiran dengan jalan penafsiran yang membatasi /
memperbandingkan adalah mempersempit arti kata-kata dalam
penjelasan berdasarkan peraturan itu, misalnya “ kerugian”
perbandingan hukum. Dengan tidak termasuk kerugian yang “tak
memperbandingkan hencak dicari berwujud” seperti sakti, cacat dan
kejelasan mengenai suatu ketentuan sebagainya.
undang-undang. Terutama dilakukan
bagi hukum yang timbul dari III. Analisis Putusan Mahkamah
perjanjian internasional, karena Konstitusi Nomor 013 / PUU-I/
dengan pelaksanaan yang seragam 2003
direalisisr kesatuan hukum yang Perkara pengujian undang-
melahirkan perjanjian internasional undang terhadap UUD 1945 yang
sebagai subjek hukum objektif atau dikemukakan secara garis besar
kaedah hukum untuk beberapa dibawah ini adalah perkara
negara. permohonan pengujian Undang-
f. Interpretasi futuristis18 Undang Republik Indonesia Nomor 16
Interpretasi futuristis atau metode Tahun 2003 tentang Penetapan
penemuan hukum yang bersifat Peraturan Pemerintah Pengganti
antisipasi adalah penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
ketentuan undang-undang dengan Tentang Pemberlakukan Peraturan
berpedoman pada undang-undang Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2002 Tentang

16 19
Sudikno Mertokusumo, Penemuan C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu
Hukum sebuah pengantar, Op.cit. hal 61. Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai
17
Ibid. Pustaka, Jakarta, 1989, hal. 69.
18 20
Ibid. Ibid. hal. 70.

121
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

Pemberantasan Tindak Pidana 3. Dalil pemerintah dan DPR RI yang


Terorisme, pada peristiwa peledakan pada pokoknya menyatakan bahwa
bom dibali tanggal 12 oktober 2002 psal 28J memberikan batasan
terhadap Undang-Undang Dasar terhadap pasal 28I ayat (1) adalah
Negara Republik Indonesia Tahun tidak benar, sebaliknya pasal 28 J
1945, yang diajukan oleh Masykur justru menguatkan pemberlakuan
Abdul Kadir yang memberikan kuasa pasal 28I ayat (1). Hal ini
kepada penasihat hukumnya Tim dikemukan oleh saksi ahli, Dr.
Pengacara Muslim (TPM) Pusat, Maria Farida, SH.
yang menolak pemberlakuan asas 4. Pemberlakuan asas retroaktif
retroaktif dalam Undang-Undang bertentangan dengan pasal 1 ayat (1)
Nomor 15 Tahun 2003 dan memohon KUHP yang menganut asas
agar Undang-undang tersebut tidak legalitas, yaitu „ nullum delictum
mempunyai kekuatan hukum mengikat. nulla poena sine previa lege
Dalam putusan ini, Prof. Jimly poenali’ . hal ini dikuatkan oleh
Assidiqie, SH, Prof. Dr.H.M..Laica pendapat saksi ahli, Prof. Harun
,SH, Prof. H.A Mukthie Fadjar, SH, H. Alrasid, SH.
Achmad Rustandi, SH. Dan 5. Bahwa konvensi-konvensi
Soedarsono, mengabulkan dan terdapat internasional, termasuk resolusi dari
Dissenting Opinion yang diajukan oleh PBB, hukum internasional, baik
Hakim Konstitusi lain yang terdiri dari: yang tertulis maupun tidak, telah
Muaruarar Siahan, SH. I Gede Palguna, diratifikasi atau belum,
SH, Prof. H.A.S Natabaya, SH. Dan kedudukannya adalah di bawah
Dr. Harjono, SH.MCL. UUD 1945 sehingga jika
Dalam Putusan MK Nomor 013 eksistensinya bertentangan dengan
/ PUU-I/ 2003 tentang duduk perkara, UUD 1945, maka tidak memiliki
pemohon mengajukan permohonan kekuatan hukum untuk berlaku.
sebagai berikut ( di tuliskan secara Berdasarkan permohonan
garis besar): tersebut, Majelis Hakim Konstitusi
1. Pemohon merupakan warga negara memberikan pertimbangan hukum.
yang memiliki kompetensi untuk a. Pertimbangan hukum (secara
mengajukan permohonan uji garis besar) yang mengabulkan
materil. permohonan pemohon.
2. Bahwa pemerintah dan wakil-wakil Mahkamah Konstitusi
dari DPR RI tidak dapat mempertimbangkan hal-hal
mempertahankan dalil-dalilnya sebagai berikut:
untuk mendukung keberlakuan 1. Pertimbangan tentang kewenangan
Perpu nomor 2 tahun 2002 yang Mahkamah Konstitusi bahwa
kemudian ditetapkan menjadi berdasarkan ketentuan pasal 24C
undang-undang nomor 16 tahun ayat (1) UUD 1945 jo Pasal 10 ayat
2003 yang menganut asas retroaktif (1) UU Nomor 24 tahun 2003
karena pemberlakuan asas retroaktif tentang Mahkamah Konstitusi, salah
tersebut bertentangan dengan pasal satu kewenangan dari mahkamah
28I UUD RI 1945. Hal ini diperkuat kontitusi adalah untuk melakukan
oleh keterangan saksi-saksi Prof. Dr. pengujian undang-undang terhadap
Harun Alrasid, SH., dan Dr. Maria UUD 1945. Kemudian berdasarkan
farida dan ahli hukum lainnya ketentuan Pasal 50 Undang-undang
dipersidangan. nomor 24 tahun 2003, undang-

122
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

undang dapat dimohonkan untuk undang-undang nomor 15 tahun


diuji adalah undang-undang yang 2003 tidak perlu diberlakukan surut
diundangkan setelah perubahan karena unsur-unsur dan jenis
Pertama UUD 1945 tanggal 19 kejahatan yang terdapat dalam
oktober 1999, sedangkan undang- terorisme menurut undang-undang
undang nomor 16 tahun 2003 dimaksud sebelumnya telah
diundangkan pada tanggal 4 april merupakan jenis kejahatan dengan
2003. Oleh karena itu, Mahkamah ancaman pidana berat.
Konstitusi berwenang untuk d. Menimbang bahwa pemberlakuan
memeriksa, mengadili dan memutus prinsip retroaktif dalam hukum
perkara a quo. pidana hanyalah merupakan suatu
2. Pertimbangan tentang pemohon pengecualian yang hanya
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal dibolehkan dan diberlakukan pada
51 ayat (1) UU Nomor 24 tahun perkara pelanggaran HAM berat
2003 tentang Mahkamah Konstitusi, (gross violation on human rights)
pemohon, masykur kadir, seorang sebagai kejahatan yang serius, yang
warga negara Indonesia yang merupakan jaminan terhadap hak-
menjadi salah seorang terdakwa hak yang tidak dapat dikurangi.
dalam kasus peledakan bom di bali Merujuk kepada statuta Roma tahun
tanggal 12 oktober 2002 memiliki 1998, peristiwa peledakan Bom Bali
kedudukan hukum (legal standing) tanggal 12 oktober 2002 belumlah
dimana hak-hak konstitusionalnya dapat dikategorikan sebagai
dirugikan oleh UU Nomor 16 tahun kejahatan luar biasa (ex traordinary
2003 tersebut. crime) yang dapat dikenal prinsip
3. Pertimbangan tentang pokok perkara hukum retroaktif, melainkan masih
a. Menimbang bahwa pasal 28I ayat dikategorikan sebagai kejahatan
(1) UUD 1945 itu mengukuhkab biasa (ordinary crime) yang sangat
peraturan perundang-undangan kejam, tetapi masih dapat ditangkal
sebelumnya, dan menempatka asas a dengan ketentuan hukum pidana
quo dalam tingkatan peraturan yang ada.
perundang-undangan yang tertinggi e. Undang – undang tidak memuat
(hogere optrekking) pada tataran kaidah-kaidah yang bersifat
hukum konstitusional. Constituie is individual dan konkret (individual
de hoogste wet (negara tidaklah and concrete norms).
dapat menegasi UUD ). f. Materi muatan UU Nomor 16 tahun
b. Menimbang bahwa dengan 2003 tersebut memang ternyata
demikian Mahkamah Konstitusi dapat dikatakan sebagai undang-
berpendapat bahwa semua hak asasi undang yang diberlakukan surut ( ex
dapat dibatasi, kecuali dinyatakan past facto law atau retroaktif
sebaliknya dalam UUD. legislation) sebagai mana yang
c. Menimbang bahwa UU Nomor 15 dimaksud oleh ketentuan pasal 28I
tahun 2003 tentang penetapan ayat (1) UUD 1945.
peraturan pemerintah pengganti
undang-undang nomor 1 tahun 2001 b. Pertimbangan hukum (secara
tentang pemberantasan tindak garis besar) hakim konstitusi yang
pidana terorisme menjadi undang- memiliki pendapat yang berbeda
undang telah cukup memenuhi (dissenting opinion).
harapan para justisiabel. Namun,

123
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

1. Dengan membaca Pasal 28J ayat (2) namun perbuatan itu sendiri sudah
bersama-sama dengan pasal 28I ayat merupakan kejahatan ketika
(1) UUD 1945, dapat disimpulkan dilakukan dimasa lalu.
bahwa asas nonretroaktif tidaklah 4. Peristiwa pengeboman memberikan
bersifat mutlak dan karenanya akibat yang sangat dahsyat, baik
mengenal pengecualian dalam bagi korban jiwa, kerugian materil,
rangka “ memenuhi tuntutan yang dan immaterial. Sudah kiranya
adil sesuai dengan pertimbangan cukup untuk menyatakan bahwa
moral, nilai-nilai agama, keamanan, perbuatan pengeboman yang terjadi
dan ketertiban umum. adalah kejahatan yang memenuhi
2. Penerapan secara retroaktif satu kelima argumenasi dalam
undang-undang tidaklah otomatis pengadilan Nuremburg yang
menyebabkan satu undang-undang mengesampingkan asas
bertentangan dengan undang- nonretroaktif, yakni sebagai berikut:
undang dasar, dan menjadi batal a. Argumen yang diistilahkan sebagai
oleh karenanya, dan pemberlakuan “ strong radburch arguent of the
demikian juga tidak selalu dengan superior and compelling needs of
sendirinya mengandung pelanggaran justice”. Dimaksudkan bahwa
hak asasi manusia, yang dinilai dari bahkan jika perbuatan itu (
tiga factor atau syarat yang harus maksudnya, perbuatan terdakwa
dipenuhi dalam pemberlakuan dalam pengadilan Nuremburg)
retroaktif tersebut, yaitu: legalpun, perbuatan tersebut
a. Besarnya kepentingan umum yang sedemikian tercelanya sehingga
harus dilindungi undang-undang keadilan membenarkan (atau
demikian, menuntut kita) untuk menghukum
b. Bobot hak-hak yang terlanggar perbuatan tersebut sekarang. Oleh
akibat pemberlakuan UU demikian karena itu penghukuman yang
lebih kecil dari kepentingan umum diberikan itu adalah retroaktif.
yang terlanggar; Prinsip keadilan lebih tinggi
c. Sifat-sifat hak-hak yang terkena derajatnya menggalahkan prinsip
oleh UU yang retroaktif nonretroaktif.
3. Prinsip nonretroaktif sesungguhnya b. Argumen pengetahuan akan
tidak bersifat mutlak untuk kesalahan dan atau pengetahuan
keseluruhan substansinya. Hal yang bahwa perbuatan tersebut dapat
secara mutlak tidak dibenarkan dikenakan hukuman yang dijatuhkan
adalah menciptakan suatu aturan kemudian.
hukum yang menyatakan bahwa c. Argumen prinsip-prinsip umum
suatu perbuatan yang dilakukan keadilan mengesampingkan hukum
dimasa lalu adalah sebuah kejahatan nasional yang ada/berlaku. Prinsip
atau perbuatan pidana. Padahal ini menyatakan bahwa” bahkan jika
ketika perbuatan itu dilakukan, hal perbuatan itu secara formal sah
itu bukan merupakan kejahatan atau menurut rezim hukum sebelumnya.
perbuatan pidana. Sebaliknya , tidak Perbuatan tersebut sedemikian
terdapat larangan untuk mengadili tercelanya sehingga sesungguhnya
dan menghukum seseorang yang menurut rezim hukum sebelumnya
melakukan suatu perbuatan perbuatan itu tidak sesungguhnya
berdasarkan ketentuan hukum yang legal, karena perbuatan itu
meskipun baru dibuat kemudian, melanggar prinsip-prinsip umum

124
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

keadilan yang mengesampingkan Hak menguji (toetsingsrecht)


hukum positif yang berlaku pada terdiri dari hak menguji formal dan hak
saat itu. menguji materil. Untuk mengetahui
d. Argumen “ ketidakberlaku surutan apakah asas retroaktif dalam UU
melalui reinerpretasi terhadap Nomor 16 tahun 2003 bertentangan
hukum terdahulu” maksudnya dengan pasal 28I UUD 1945, pengujian
perbuatan tersebut sedemikian harus dilakukan dengan secara formal
tercelanya sehingga sesungguhnya dan materil.
berdaskan hukum yang berlaku 1. Pengujian formal (formele toetsing)
sebelumnyapun perbuatan tersebut UU No. 16 tahun 2003 terhadap
tidak dibenarkan secara legal UUD 1945 adalah untuk menilai
formal. apakah UU No. 16 tahun 2003
e. Argumen “ pelanggaran yang nyata dibuat berdasarkan ketentuan hukum
terhadap hukum sebelumnya “clear yang berlaku, serta disetuji oleh
violation of prior law). Maksudnya, institusi yang berwenang sesuai
perbuatan tersebut sedemikian dengan yang diatur dalam UUD
tercelanya sehingga perbuatan itu 1945.
bahkan tidak benar-benar legal Berdasarkan pasal 2 ayat (2) UUD
secara formal,berdasarkan pada 1945, yang mengatur “ peraturan
hukum yang berlaku sebelumnya, pemerintah pengganti UU itu harus
hukum tersebut melalui, setiap mendapat persetujuan Dewan
interpretasi yang masuk akal, Perwakilan Rakyat dalam
menghukum perbuatan itu pada saat persidangan yang sebagai
dilakukan. berikut:bila ditinjau dari pengujian
5. Penerapan undang-undang formal, UU No. 16 tahun 2003 tidak
antiterorisme secara retroaktif hanya bertentangan dentgan UU 1945
kepada kasus bom bali sangatlah karena sudah disetuji oleh DPR.
tepat karena jelas unsur motifnya 2. Pengujia marteril (materiele
dari kasus tersebut, dan unsur target toestring) UU No 16 tahun 2003
perbuatannya yaitu menimbulksn terhadappuutsan dam terhadapa
terror atau rasa takut masyarakat. majelis hakm konstitusi.
6. Bahwa menurut hukum a. Pendapat yang menyetujui bahwa
internasional hak asasi manusia, hak UU No. 16 tahun 2003 secara
sipil, dan hak politik, tidaklah material, secara garis besar, sebagai
absolut. Hak seseorang mungkin berikut:
akan menimbulkan konflik dengan - Constiture is de hoogste( negara
hak orang lain dan hak seseorang tidak dapat menegasi UUD)
harus dikorbankan terhadap hak - Mahkamah berpendapat bahwa
orang lain atau hak individual dapat semua HAM dapat dibatasi kecuali
melanggar nilai-nilai masyarakat dinyatakan sebagai dapat diatasi.
dan kepentingan orang banyak. b. Pendapat yang dtidak menyetuji
7. Bahwa apabila perbuatan itu bahwa UU No.16 tahun 2003 secara
menurut asas-asas hukum yang immateil bertentangan dengan pasal
diakui oleh masyarakat bangsa- 28I UUD 1945 (secara garisbesar),
bangsa merupakan suatu kejahatan, sebgai berikut:
asas nullum delictum dapat - Dengan membaca pasal 28J ayat (2)
dikesampingkan. secara bersama-sama dengan pasal
28I ayat (1), dapat disimpulkan

125
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

bahwa asas nonrekroaktif tidaklah setelah amandemen tidak terdapat


bersifat mutlak, dalam rangka penafsiran autentik atau tafsiran
memenuhi tuntutan yang adil sesuai resmi berupa penjelasan undang-
dengan pertimbangan moral, nilai- undang dasar. Oleh karena itu, untuk
nilai agama dan ketertiban umum. lebih menjelaskan asas retoaktif
- Penerapan secara retroaktif satu dalam pasal 28I UUD 1945 setelah
undang-undang tidaklah otomatis amandemen tanpa pembatasan atau
menyebabkan satu undang-undang kah ada pembatasan terhadap asas
bertentangan dengan UUD yang non retroaktif dalam hal-hal yang
menyebabkan UU tersebut batal . terdapat didala pasal 28 J UUD
1945 setelah amandemen, harus
Berdasarkan perbedaan tersebut akan
dilakukan penafsiran berikutnya
ditelaah tentang pengujian materil
yang melengkapi penafsiran
dalam kasus ini, yaitu sebagai berikut:
grammatical, yaitu penafsiran
1. Pengujian material melalui cara
historis.
penafsiran hukum.
Terdapat beberapa cara penafsiran c. Penasiran historis
Penafsiran historis UUD 1945
tetapi terhadap kebebasan hakim
dalam melakukan penafsiran, setelah amandemen dapat dilihat
dari risalah sidang Majelsi
menurut Logemann, hakim harus
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
tuntuk pada kehendak pembuat
dan untuk penafsiran pasal 28 UUD
undang-undang. Oleh karena itu
1945 setelah amandemen dalam
penafsiran yang paling tepat
risalah sidang tahunan MPR RI
digunakan didalam menafsirkan
tahun 2000, karena pasal 28 UUD
apakah UUD 1945 asas
setelah amandemen, merupakan
nonretroaktif dilakukan secara
hasil dari amandemen ke dua UUD
mutlak atau terdapat pembatasan
1945 yang dilakukan oleh sidang
terhadap asas tersebut dalam UUD
tahunan MPR RI Tahun 2000,
1945 adalah dengan menggunakan
ditemukan empat buku yang
metode penafsiran grammatical,
ditertibkan oleh secretariat jenderal
penafsiran autentik, dan penafsiran
MPR RI yang membahas tentang
historis.
pasal 28 UUD 1945.21
a. Penafsiran gramatical
Rumusan rancangan perubahan
Hal tersebut merujuk pada pendapat
kedua UUD 1945 merupakan hasil
yang dikemukakan oleh saksi ahli
dari badan pekerja MPR dan apa
Dr. Maria Farida, SH., MH., yaitu
yang tertulis dalam pasal 28I dan
bahwa ketentuan pasal 28J ayat (2)
Pasal 28J dalam rancangan tersebut
UUD 1945 yang berisi
sama persis dengan yang disahkan
kemungkinan untuk melakukan
oleh MPR RI yaitu perubahan ke
pembatasan HAM tidak dapat
dua UUD 1945.
diberlakukan terhadap pasal 28 I
Pembahasan tentang HAM terjadi
ayat (1) karena anak kalimanya
dalam tiga rapat, yaitu; rapat tanggal
(frasa) “ dalam keadaan apapun”
6-7 desember 1999, 13 juni 2000,
b. Penafsiran autentik
rapat tanggal 12 agustus 2000.
Bila pada UUD 1945 terdapat
penjelasan UUD 1945 yang
21
merupakan tafsiran autentik atau Fatmawati, Hak Menguji Yang
tafsiran resmi terhadap pasal-pasal Dimiliki Hakim Dalam Sistem Hukum
Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2005, hal.
dalam UUD 1945, pada UUD 1945 135.

126
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

Terdapat dua hal yang ingin tentang terorisme, tidak berarti


diketahui pada penafsiran historis bahwa ketentuan yang ada dalam
ini yaitu sumber pengaturan HAM konvensi tersebut harus berlaku jika
dalam konstitusi dan pembatasan bertentangan dengan UUD.
terhadap pelaksanaan nonderogable
rights (termasuk asas nonrektoaktif) IV. Penutup
dalam pasal 28 I ayat (1) UUD 1945 Dari landasan teori metode
setelah amandemen dalam penafsiran hukum yang telah
hubungannya dengan pembatasan dikemukan didalam makalah ini,
pelaksanaan hak dan kebebasan mahkamah konstitusi yang memiliki
yang diatur dalam pasal 28 J ayat (2) kewenangan untuk melakukan
UUD 1945 setelah amandemen. pengujian undang-undang terhadap
2. Pengujian materil melalui undang-undang dasar negara republik
peninjauan tentang hierarki Indonesia tahun 1945 menggunakan
peraturan perundang-undangan beberapa metode penafsiran hukum,
di negara Republik Indonesia. penggunakan metode penafsiran
Berbeda dengan konstitusi beberapa hukum oleh hakim mahkamah
negara yang mengatur bahwa konstitusi tidaklah dijadikan rujukan
perjanjian internasional yang yang mutlak, kesemuanya itu
bertentangan dengan konstitusi tergantung kepada undang-undang
dapat diberlakukan bila disetujui yang dimintakan pengujian undang-
oleh parlemen. Di Indonesia, UUD undang tersebut kepada mahkamah
1945 merupakan peraturan yang konstitusi, maka metode penafsiran
tertinggi.22 Sedangkan perjanjian hakim mahkamah konstitusi
internasional dalam peraturan disesuaikan dengan bentuk dan
perundang-undangan Republik keadaaan dari undang-undang tersebut.
Indonesia dapat berbentuk Dari contoh putusan Mahkamah
keputusan Presiden atau undang- Konstitusi Nomor 013/ PUU-I/ 2003
undang tergantung dari materi tentang permohonan pengujian
muatan dari perjanjian tersebut. Undang-Undang Republik Indonesia
Sebuah undang-undang walaupun Nomor 16 tahun 2003 tentang
disetujui oleh DPR, tidak penetapan peraturan pemerintah
bertentangan dengang UUD. Hal itu pengganti undang-undang nomor 1
yang menyebabkan Indonesia sudah tahun 2002 tentang pemberantasan
menandatangani empat konvensi Tindak Pidana Terorisme, Hakim
Mahkamah Konstitusi dalam memutus
22
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 setelah perkara tersebut menggunakan
amandemen mengatur “ kedaulatan berada beberapa metode penafsiran,
ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut diantaranya penafsiran gramtical,
undang-undang dasar”. Dalam pasal 7 ayat (1) penafsiran authentik, dan penafsiran
UU tentang Pembentukan peraturan
perundang-undangan, diatur jenis dan hierarki historis hukum.
peraturan perundang-undangan, yaitu: Di dalam memutus perkara
1. Undang-Undang Dasar permohonan pengujian undang-undang
Negara Republik Indonesia tahun 1945 Republik Indonesia nomor 16 tahun
2. Undang-undang/ Peraturan 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
3. Peraturan Pemerintah Pemerintah Pengganti Undang-Undang
4. Peraturan Presiden nomor 1 tahun 2002 tentang
5. Peraturan daerah pemberantasan tindak pidana terorisme,

127
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

hakim mahkamah konstitusi memiliki Kebudayaan dan The Asia


perbedaan pendapat diantara meraka, Foundation, Yogyakarta.
yang menimbulkan polemik dalam hal Syafruddin Kalo, 2004, Diktat Teori
putusan terhadap pengujian undang- dan Penemuan Hukum,
undang tersebut. Dimana perbedaan Program Pasca Sarjana Ilmu
pendapat itu bertitikberatkan mengenai Hukum FH USU, Medan.
masalah pemberlakuan asas retroaktif
dalam tindak pidana terorisme. Peraturan Perundang-Undangan
hakim mahkamah konstitusi Undang-Undang Dasar Negara
dalam menjalankan kewenangannya Republik Indonesia Tahun 1945
dalam melakukan pengujian undang- Undang-Undang Nomor 23 Tahun
undang terhadap undang-undang dasar 2003 Tentang Mahkamah
juga menggunakan metode-metode Konstitusi
penafsiran hukum sama halnya yang Undang-Undang Republik Indonesia
digunakan oleh hakim pada mahkamah Nomor 16 Tahun 2003 Tentang
agung. Hal tersebut dilakukan oleh Penetapan Peraturan
para hakim mahkamah konstitusi guna Pemerintah Pengganti Undang-
melakukan penemuan hukum dalam hal Undang Nomor 2 Tahun 2002
pengujian undang-undang terhadap Tentang Pemberlakukan
Undang-Undang Dasar RI 1945 untuk Peraturan Pemerintah Pengganti
menjamin kepastian hukum, keadilan Undang-Undang Nomor 1
serta manfaat hukum bagi masyarakat Tahun 2002 Tentang
Indonesia. Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun
DAFTAR PUSTAKA 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-
C.S.T. Kansil, 1989, Pengantar Ilmu
Undangan.
Hukum dan Tata Hukum
Undang-Undang 4 Tahun 2004
Indonesia, Balai Pustaka,
Tentang Kekuasaan Kehakiman
Jakarta.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004
Fatmawati, 2005, Hak Menguji Yang
Tentang Perubahan Atas
Dimiliki Hakim Dalam Sistem
Undang-Undang Nomor 14
Hukum Indonesia, Rajawali
Tahun 1985 Tentang
Pers, Jakarta.
Mahkamah Agung
Supriadi, 2006, Etika Dan Tanggung
Putusan Mahkamah Konstitusi
Jawab Profesi Hukum di
Republik Indonesia Nomor 013
Indonesia, CV. Sinar Grafika,
/ PUU-I/ 2003 Tentang
Jakarta.
Undang-Undang Republik
Sudikno mertokusumo, 2009,
Indonesia Nomor 16 Tahun
Penemuan Hukum Sebuah
2003 Tentang Penetapan
Pengantar, Liberty Yogyakarta,
Peraturan Pemerintah Pengganti
Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 2
Sudikno Mertokusumo dan Mr.
Tahun 2002 Tentang
A.Pitlo, 1993, Bab-Bab
Pemberlakukan Peraturan
Tentang Penemuan Hukum,
Pemerintah Pengganti Undang-
PT. Citra Aditya Bakti bekerja
Undang Nomor 1 Tahun 2002
sama dengan konsorsium ilmu
hukum Dept. Pendidikan dan

128
Mercatoria Vol. 1 No. 2 Tahun 2008

Tentang Pemberantasan Tindak Putusan Mahkamah Konstitusi


Pidana Terorisme. Republik Indonesia Nomor.06
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor /PHBU-8-II/2004 tentang
11-14-21-126-136/PUU- gugatan wiranto-salahuddin
VII/2009 tentan Undang- wahid atas perselisihan hasil
Undang Sisdiknas dan Undang- pemilihan umum presiden dan
Undang Badan Hukum wakil presiden tahun 2004.
Pendidikan.

129

Anda mungkin juga menyukai