NOMOR :
KepadaYth:
Republik Indonesia
di
Jakarta
Dengan Hormat,
Dr. Felly Estelita Nainggolan, S.E., M.M., Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Dewan Perwakilan Rakyat
berdasarkan surat Nomor : tertanggal 20 Mei 2024 karena itu sah mewakili Dewan Perwakilan
Rakyat.
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas
mencamtumkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang tercantum di
dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945. Dan juga dijelaskan bahwa Dewan
Perwakilan Rakyat diberi amanat untuk membentuk Undang-Undang dalam Pasal 20
ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi: "Dewan Perwakilan Rakyat
memegang kekuasaan membentuk undang-undang". Selain berfungsi membuat atau
membentuk undang- undang, Dewan Perwakilan Rakyat juga berfungsi sebagai
pengawas terhadap pelaksanaan undang-undang, sebagaimana yang tertulis dalam
Pasal 20A ayat (1) yang berbunyi, "Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan". Pasal 20A ayat (2) berisi "Dalam
melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-
Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak intetrplesi, hak angket
dan hak menyatakan pendapat". Pasal 20A ayat (3) berbunyi sebagai berikut "Segala
hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap angggota
Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan
usulan dan pendapat, serta hak imunitas”.
Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum tersebut dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi penegak hukum adalah
sangatlah penting, untuk dapat menegakkan hal tersebut diatas, maka pejabat
memerlukan dasar hukum salah satunya ialah Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, sesuai dengan amanat UUD 1945 pada Pasal 5 ayat
(1) bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), maka jelas pasal tersebut menyatakan
bahwa DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif memiliki wewenang untuk ikut
serta dalam pembentukan undang- undang, sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal
21 UUD 1945. Selanjutnya mengenai tata cara pembuatan undang-undang itu sendiri
diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang kemudian diganti dengan Undang- Undang
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan bahwa
dalam proses pembentukan perundang-undangan meliputi kegiatan sebagai berikut:
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan.
Dalam hal ini DPR juga mengakui bahwa Negara Indonesia memberlakukan asas
fiksi (presumtio iuresde iure) yang menyatakan "setiap orang dianggap mengetahui
adanya undag-undang yang telah diundangkan, dengan kata lain, fiksi hukum
menganggap semua orang tahu hukum". Maka dari itu pemohon tentulah dapat
mengerti kriteria untuk menjadi pemohon yang tidak bertentangan dengan hukum di
Indonesia karena semua subjek hukum dianggap telah mengerti hukum.
Berdasarkan permohonan yang dimohonkan pemohon bahwa hak konstitusional
pemohon telah dirugikan karena berlakunya norma undang-undang in litis. Pemohon
dalam pemohonannya menyebutkan bahwa dengan berlakunya Pasal 32 poin (a) yang
berbunyi “warga negara Republik Indonesia, berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga
puluh) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan.”
Bertentangan dengan poin (f) “berpengalaman dalam bidang usaha atau mempunyai
pengetahuan dan keahlian di bidang hukum dan atau ekonomi.”
Diubah menjadi
Pasal 32
V. PETITUM
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebud diatas, DPR memohon kepada yang terhormat
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa dan
memutus permohonan pengujian Pasal 32 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Usaha untuk memberikan amar
putusan sebagai berikut:
a. Menyatakan permohonan disetujui untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya
permohonan tidak dapat diterima;
b. Menyatakan keterangan DPR diterima seluruhnya;
c. Menyatakan pasal 32 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Usaha bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia;
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, DPR memohon kepada yang terhormat Ketua
Majelis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang terhormat Ketua Majelis
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang memeriksa dan memutus
permohonan Pasal 32 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ;
Menyatakan permohonan pemohon ditolak atau setidak-tidaknya permohonan
pemohon dinyatakan tidak terima;
Menerima keterangan DPR secara keseluruhan;
Menyatakan pasal 32 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek dan Persaingan Tidak Sehat bertentangan dengan UUD 1945;
Menyatakan Pasal 32 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek dan Persaingan Tidak Sehat tidak mempunyai kekuatan hukum tetap.