Anda di halaman 1dari 15

NAMA : SEFTINA AGATA RISTIANA DEWI

NIM : C100180382
KELAS : C / PP KONSTITUSI
Permohonan Pengujian Undang-Undang

Surakarta, 01 Mei 2021


 
Kepada Yth.
KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA 
Jl. Medan Merdeka Barat No. 6 Jakarta Pusat 10110
 
Hal:  Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945

Dengan Hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : SEFTINA AGATA S.H

Tempat/tanggal lahir : Surakarta, 04 September 1986

Agama : Islam

Pekerjaan : Advokat (P-4)

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jalan A.Yani No.001 Laweyan, Surakarta, Jawa


Tengah. (P-3)

Yang tergabung dalam kantor advokad dan konsultan hukum "Hotman Paris and
Partners" yang beralamatkan di Jalan Pahlawan No.09 Banjarsari, Surakarta. Yang
dalam ini Aktivis Penggerak Anti Korupsi. Yang selanjutnya di sebut sebagai
"PEMOHON".
PEMOHON dengan ini mengajukan permohonan pengujian materiil terhadap Undang
Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang selanjutnya
di sebut sebagai "UU Administrasi Pemerintahan" (P-2) terhadap Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang selanjutnya di sebut sebagai
"UUD 1945" (P-1)

I. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

1. Bahwa Pasal 24 ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945 menyatakan:

“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan


peradilan yang di bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”

2. Bahwa selanjutnya Pasal 24 C ayat (1) PerubahanKetigaUUD1945


menyatakan:

“Mahkamah Konstitusiberwenang mengadili pada tingkat pertama dan


terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik
dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum”

3. Bahwa berdasarkan ketentuan di atas, Mahkamah Konstitusi mempunyai hak


atau kewenangan untuk melakukan pengujian undang-undang (UU) terhadap
UUD 1945 yang juga didasarkan pada Pasal 10 ayat (1) UUNo.24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan


terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

(a) menguji undang-undang (UU) terhadap UUD RI tahun 1945”


4. Bahwa Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai lembaga pengawal konstitusi
(the guardian of constitution). Artinya, apabila terdapat Undang-Undang yang
berisi atau terbentuk bertentangan dengan konstitusi (inconstitutional), maka
Mahkamah Konstitusi dapat menganulirnya dengan membatalkan keberadaan
Undang-Undang tersebut secara menyeluruh atau pun perpasalnya;
5. Bahwa sebagai pengawal konstitusi, Mahkamah Konstitusi juga berwenang
memberikan penafsiran terhadap sebuah ketentuan pasal-pasal Undang-
Undang agar berkesesuaian dengan nilai-nilai konstitusi. Tafsir Mahkamah
Konstitusi terhadap konstitusionalitas pasal-pasal Undang-Undang tersebut
merupakan tafsir satu-satunya (the sole interpreter of constitution) yang
memiliki kekuatan hukum. Oleh karena itu, terhadap pasal-pasal yang
memiliki makna ambigu, tidak jelas, dan/atau multi tafsir dapat pula
dimintakan penafsirannya kepada Mahkamah Konstitusi;
6. Bahwa berdasarkan hal-hal diatas, maka jelas bahwa Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan
pengujian ini. Bahwa oleh karena objek permohonan pengujian ini adalah
pasal 20 ayat 4 Undang-Undang No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan yang bertentangan dengan UUD 1945. Maka berdasarkan itu,
Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili
permohonan.

II. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON

1. Bahwa pengakuan hak setiap warga negara Indonesia untuk mengajukan


permohonan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945
merupakan satu indikator perkembangan ketatanegaraan yang positif, yang
merefleksikan adanya kemajuan bagi penguatan prinsip-prinsip negara hukum.
2. Bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi jo. Pasal 3
Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara
Dalam Perkara Pengujian Undang- Undang menyatakan bahwa:
“Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang yaitu:
a) perorangan warga negara Indonesia
b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam undang- undang
c) badan hukum publik atau privat
d) lembaga negara. “
3. Bahwa dalam penjelasan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang No.
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dinyatakan bahwa
”Yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur
dalam UUD 1945”
4. Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-III/2005 dan
putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang hadir berikutnya, Mahkamah
Konstitusi telah menentukan 5 syarat mengenai kerugian konstitusional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK, yakni sebagai
berikut:
a) Harus ada hak dan/atau kewenangan konstitutional Pemohon yang
diberikan oleh UUD 1945;
b) Hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut dianggap telah
dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan
pengujian;
c) Kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut bersifat
spesifik dan aktual, setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut
penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d) Ada hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian hak
dan/atau kewenangan konstitusional dengan undang-undang yang
dimohonkan pengujian; dan
e) Ada kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang didalilkan
tidak akan atau tidak lagi terjadi.
5. Bahwa selain lima syarat untuk menjadi Pemohon dalam perkara pengujian
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, yang ditentukan di
dalamPutusan Mahkamah Konstitusi No. 022/PUU-XII/2014, disebutkan
bahwa “Warga masyarakat pembayar pajak (tax payers) dipandang memiliki
kepentingan sesuai dengan Pasal 51 UU No. 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi. Hal ini sesuai dengan adagium “no taxation without
participation” dan sebaliknya “no participation without tax”. Ditegaskan MK
“Setiap warga negara pembayar pajak mempunyai hak konstitusional untuk
mempersoalkan setiap Undang-Undang”
6. Bahwa Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia berdasarkan bukti
KTP (Bukti P-3) sebagaimana dimaksud Pasal 52 ayat (1) huruf a UU MK
yang hak-hak konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya Pasal 20 ayat
4 UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengatur :

"Jika hasil pengawasan aparat intern pemerintah berupa terdapat kesalahan


administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan pengembalian kerugian keuangan
negara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diputuskan dan
diterbitkannya hasil pengawasan."

7. Bahwa Pemohon merupakan warga negara Indonesia yang memiliki hak- hak
konstitusional yang dijamin konstitusi untuk mendapatkan pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dalam naungan negara
hukum serta memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan
sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1) dan (3) UUD
1945.
8. Bahwa menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Pasal 5 ayat (1),
Advokat berstatus sebagai penegak hukum. Sedangkan dalam penjelasan
umum Undang-Undang 18 Tahun 2003 dijelaskan “Advokat menjalankan
tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk
kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan
masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka didepan hukum.
Advokad sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu
pilar dalam penegakkan supermasi hukum dan hak asasi manusia”.
9. Bahwa Pemohon merupakan advokat berdasarkan Bukti Kartu Tanda Advokat
(Bukti P-4) sebagai profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab
dalam prinsip-prinsip negara hukum menegakkan hukum dalam
memperjuangkan tegaknya kepastian hukum dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Maka bertitik tolak dari hal tersebut, Pemohon mempunyai hak
untuk menyampaikan pemikiran, gagasan, dan ide guna membangun bangsa,
negara dan pemerintahan yang merupakan bagian dari peran serta warga
negara dalam penegakan hukum dengan mengedepankan asas kepastian
hukum.
10. Bahwa Pemohon sebagai aktivis Penggerak Anti Korupsi, berpendapat bahwa
hukuman pemyalahgunaan wewenang oleh pejabat pemerintahan yang
menimbulkan kerugian negara hanya di hukum dengan mengembalikan
kerugian tersebut dalam waktu tertentu, padahal sudah jelas bahwa itu
termasuk ke dalam tindak pidana korupsi yang hukumannya tidak hanya
mengembalikan kerugian tersebut melainkan dapat di pidana penjara sesuai
dengan norma-norma yang terkandung dan diamanatkan dalam UUD 1945.
11. Bahwa sebagai Aktivis pemohon melihat dan mengkaji hal tersebut, terjadinya
cacat hukum sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 1 ayat (3) UUD 1945
bahwa Indonesia adalah Negara Hukum, yang dimana prinsip negara hukum
satu diantaranya adalah mendapat keadilan dan kepastian hukum serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum. Tetapi Negara melanggar salah satu
prinsip negara hukum tersebut.

III. POKOK PERMOHONAN

Ruang Lingkup Pasal yang di Uji :

No Ketentuan Rumusan
Jika hasil pengawasan aparat intern pemerintah berupa
Pasal 20 ayat (4) terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan
UU No.30 Tahun kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud pada
1 2014 Tentang ayat (2) huruf c, dilakukan pengembalian kerugian
Administrasi keuangan negara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
Pemerintahan terhitung sejak diputuskan dan diterbitkannya hasil
pengawasan.

Dasar Konstitutional yang digunakan :

No Ketentuan Rumusan
1 Pasal 1 ayat (3) Negara Indonesia adalah negara hukum.
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
2 Pasal 28D ayat (1) perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan
3 Pasal 28D ayat (3)
yang sama dalam pemerintahan.

1. Bahwa alasan diajukannya permohonan ini adalah berdasarkan pengujian


materiil yang menitikberatkan pada materi muatan Undang-Undang untuk
menilai apakah suatu peraturan perundang-undangan isinya telah sesuai
dengan UUD 1945. Yang dalam hal ini adalah Pasal 20 ayat (4) UU No.30
Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan terhadap UUD 1945.
2. Bahwa berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan dalam kedudukan
hukum dan kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana diuraikan di
atas adalah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pokok
permohonan ini.
3. Bahwa hukum hadir untuk para pencari keadilan, dengan paradigma
tersebut maka apabila para pencari keadilan menghadapi suatu persoalan
hukum, maka bukan “para pencari keadilan yang disalahkan” melainkan
para penegak hukum harus berbuat sesuatu terhadap hukum yang ada,
termasuk meninjau asas/norma, doktrin, substansi, serta prosedur yang
berlaku termasuk dalam hal ini norma yang mengatur tentang norma yang
terkandung dalam muatan Pasal 20 ayat (4) UU No.30 tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan.
4. Bahwa norma yang terkandung dalam muatan Pasal 20 ayat (4) UU No.30
tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan merupakan norma yang
tidak sesuai dengan Undang-Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar dan berisi tentang muatan
materi yang tidak mencerminkan asas ketertiban dan asas kepastian
hukum sehingga dapat berpotensi melahirkan kerugian konstitusional
terhadap Pemohon. Oleh sebab itu norma yang terkandung dalam muatan
Pasal 20 ayat (4) UU No.30 tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan harus dinyatakan inkonstitusional.
5. Bahwa norma yang terdapat dalam Pasal 20 ayat (4) UU No.30 tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3)
UUD 1945 yang telah secara tegas mengatakan bahwa “Negara Indonesia
adalah negara hukum”. Bahwa sebagai negara hukum maka segala aspek
kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan
termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan
sistem hukum nasional dan harus berdasarkan pada Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar. Namun,
kenyataannya, tidak berjalan demikian.
6. Bahwa norma yang terdapat dalam Pasal 20 ayat (4) UU No.30 tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1
UUD 1945 yang secara tegas mengatakan Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum. Bahwa dalam pelaksanaannya, aparat
pemerintahan yang telah menyalahgunakan wewenangnya dan dapat
menimbulkan kerugian negara, hanya di wajibkan mengembalikan kerugian
tersebut dalam waktu tertentu, tanpa adanya hukum berupa pidana penjara.
Padahal, hal tersebut menurut pemohon masuk kedalam unsur-unsur tindak
pidana korupsi yang hukumannya tidak hanya mengembalikan kerugian saja.
7. Bahwa norma yang terdapat dalam Pasal 20 ayat (4) UU No.30 tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan bertentangan dengan Pasal 28D ayat 3
UUD 1945 yang secara tegas mengatakan Setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Bahwa dalam
pelaksanaannya, apabila aparat pemerintahan yang telah menyalahgunakan
wewenangnya, tidak ada transparasi dari tindak pidana tersebut kepada
masyarakat. Sehingga menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat. Menurut
pemohon, masyarakat menilai bahwa penyalahgunaan wewenang yang
menimbulkan kerugian negara merupakan suatu hal tindak pidana namun
aparat tersebut masih beraktivitas seperti biasa yang terkesan tidak ada
hukuman yang setimpal yang telah menyalahgunakan wewenangnya yang
menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
8. Bahwa menurut Wirjono Projodikoro yang menyatakan bahwa hukum yang
berdaulat, karena negara pada umumnya dan negara Indonesia khususnya
merupakan negara hukum yang berarti bahwa segala tindakan dari pemerintah
harus berdasar atas hukum (the rule of law) yang berlaku dan tertulis.
9. Bahwa menurut Jimly Asshiddiqie, prinsip-prinsip pokok negara hukum
ialah :
a. Supremasi Hukum (Supremacy of Law), Adanya pengakuan normatif
dan empirik akan prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah
diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi.
b. Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law), Adanya persamaan
kedudukan setiap orang dalam hukum dan pemerintahan, yang diakui
secara normative dan dilaksanakan secara empirik. Tanpa adanya
diskriminasi.
c. Asas Legalitas (Due Process of Law), segala tindakan pemerintahan harus
didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis.
d. Pembatan Kekuasaan, Adanya pembatasan kekuasaan Negara dan organ-
organ Negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan
secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal agar tidak
adanya penyalahgunaan wewenang/terjadinya tindakan sewenang-wenang,
e. Organ-Organ Eksekutif Yang Bersifat Independen, Dalam rangka
pembatasan kekuasaan tersebut, tidak lagi cukup bahwa kekuasaan
Pemerintah dipisah dan dibagi-bagikan ke dalam beberapa organ seperti
selama ini. Untuk meningkatkan kualitas demokrasi dan demokratisasi,
kekuasaan pemerintahan juga semakin dikurangi dengan dibentuknya
berbagai ‘independent body’ seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNASHAM), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan bahkan lembaga
tradisional yang sebelumnya melekat sebagai bagian tak terpisahkan dari
fungsi eksekutif, juga dikembangkan menjadi independent seperti Bank
Central, Organisasi Tentara, Kepolisian, dan bahkan di beberapa Negara
juga Kejaksaan dibuat independent, sehingga dalam menjalankan tugas
utamanya tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik memereka yang
menduduki jabatan politik di pemerintahan.
f. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak, Adanya peradilan yang bebas dan
tidak memihak (independent and impartial judiciary). Peradilan bebas dan
tidak memihak ini mutlak harus ada dalam setiap Negara Hukum.
g. Peradilan Tata Usaha Negara, peradilan tata usaha negara juga
menyangkut prinsip peradilan bebas dan tidak memihak, tetapi
penyebutannya secara khusus sebagai pilar utama Negara Hukum tetap
perlu ditegaskan tersendiri.
h. Peradilan Tata Negara (Constitutional Court), sebagai pengawal
konstitusi sebagaimana yang dikaitkan dengan fungsi Mahkamah Agung.
i. Perlindungan Hak Asasi Manusia, Adanya perlindungan konstitusional
terhadap hak asasi manusia dengan jaminan hukum bagi tuntutan
penegakannya melalui proses yang adil.
j. Bersifat Demokratis (Democratische Rechtsstaat), Dalam setiap Negara
Hukum, dianut dan dipraktekkan adanya prinsip demokrasi atau
kedaulatan rakyat yang menjamin peranserta masyarakat dalam setiap
proses pengambilan keputusan kenegaraan. Dengan adanya peranserta
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tersebut, setiap peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan dan ditegakkan dapat diharapkan
benar-benar mencerminkan perasaan keadilan yang hidup di tengah
masyarakat.
k. Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Kesejahteraan
(Welfare Rechtsstaat), dalam Pembukaan UUD 1945, tujuan bangsa
Indonesia bernegara adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
social. Negara Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan dan
mencapai keempat tujuan negara Indonesia tersebut.
l. Transparansi dan Kontrol Sosial, Adanya transparansi dan kontrol sosial
yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum,
sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme
kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh peran serta
masyarakat secara langsung (partisipasi langsung) dalam rangka menjamin
keadilan dan kebenaran.
10. Bahwa menurut H. A. Brasz mendefinisikan korupsi dalam pengertian
sosiologis sebagai “Penggunaan yang korup dari kekuasaan yang dialihkan,
atau sebagai penggunaan secara diam-diam kekuasaan yang dialihkan
berdasarkan wewenang yang melekat pada kekuasaan itu atau berdasarkan
kemampuan formal, dengan merugikan tujuan-tujuan kekuasaan asli dan
dengan menguntungkan orang luar atas dalil menggunakan kekuasaan itu
dengan sah”. Menurut Brasz terdapat dua unsur didalamnya, yaitu
penyalahgunaan wewenang kekuasaan yang melampaui batas kewajaran
hukum oleh para pejabat atau aparatur Negara dan pengutamaan kepentingan
pribadi atau klien diatas kepentingan publik oleh para pejabat atau aparatur
Negara yang bersangkutan yang menimbulkan kerugian.
11. Bahwa menurut Jeremy Pope, pendekatan partisipatoris dalam upaya
memberantas korupsi dan partisipasi aktif masyarakat dan media massa,
umumnya sekarang sudah diterima sebagai faktor yang menentukan berhasil
tidaknya program anti korupsi. Namun, ada satu unsur yang sering tidak ada,
yaitu kemauan politik. Kemauan politik dari pemerintah merupakan kunci
berhasilnya pemberantasan tindak pidana korupsi, salah satunya adalah
bagaimana pemerintah membuat dan merumuskan suatu aturan sehingga
aturan tersebut merupakan aturan yang berdaya guna, misalnya bagaimana
perumusan sanksi dalam undang-undang yang sesuai dengan tujuan pemberian
sanksi tersebut dan sesuai dengan permasalahan yang ada dalam tindak pidana
tersebut.
12. Bahwa menurut David M.Chalmers menguraikan istilah korupsi yang
menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di
bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum, antara lain
berbunyi, “financial manipulations and decisions injurious to the economy
are often labeled corrupt“ (manipulasi dan keputusan mengenai keuangan
yang membahayakan perekonomian/ menimbulkan kerugian sering
dikategorikan perbuatan korupsi).

IV. PETITUM

Berdasarkan seluruh uraian di atas dan bukti-bukti terlampir, jelas bahwa di


dalam permohonon uji materil ini terbukti bahwa UU No.30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan merugikan Hak Konstitusional Pemohon yang
dilindungi (protected), dihormati (respected), dimajukan (promoted), dan
dijamin (guaranted) UUD 1945. Oleh karena itu, diharapkan dengan
dikabulkannya permohonan ini dapat mengembalikan Hak Konstitusional
Pemohon sesuai dengan amanat Konstitusi.
Dengan demikian, maka Pemohon dalam hal ini memohon kepada Majelis
Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk dapat memutus hal-hal
sebagai berikut:
1) Mengabulkan seluruh permohonan pengujian undang-undang yang
diajukan oleh Pemohon untuk seluruhnya;
2) Menyatakan ketentuan Pasal 20 ayat (4) UU No.30 tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan bertentangan dengan UUD 1945;
3) Menyatakan ketentuan Pasal 20 ayat (4) UU No.30 tahun 2014
tentang Administrasi Pemerintahan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.

Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain,

mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

V. PENUTUP
Demikian Permohonan Uji Materil (Judicial Review) ini saya sampaikan,

atas perhatian dan kearifan Majelis Hakim yang mulia saya sampaikan terima

kasih. Dan sebagai kelengkapan permohonan ini, saya lampirkan bukti-bukti

dan daftar sementara saksi dan ahli.

Hormat saya,
Pemohon

SEFTINA AGATA, S.H


LAMPIRAN

P-1 : Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945

P-2 : Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi


Pemerintahan

P-3 : KTP Pemohon atas nama SEFTINA AGATA, S.H

P-4 : Kartu Tanda Advokat atas nama SEFTINA AGATA, S.H

Anda mungkin juga menyukai