Anda di halaman 1dari 16

Hukum Penitensier

Hukum Penitensier atau hukum pelaksanaan pidana adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan atau
peraturan-peraturan yang berisi tentang cara bagaimana melaksanakan putusan hakim terhadap
seseorang yang memiliki status sebagai terhukum.
$umber hukum penitensier( pasal 10 KUHP ) yang berbunyi pidana terdiri atas :
O Pidana pokok (pidana mati, penjara, kurungan, denda, tutupan)
O Pidana tambahan (pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu,
pengumuman putusan hakim
riminalisasi adalah salah satu proses yang terjadi didalam masyarakat dimana suatu perbuatan
yang asalnya bukan merupakan perbuatan pidana dikarenakan pengaruh kondisi social yang
berkembang yang berkaitan dengan rasa keadilan dalam masyarakat maka perbuatan itu akhirnya
dijadikan merupakan perbuatan pidana. Contoh lahirnya UU penyalahgunaan narkotika ( UU No.
9 / 1976), dimana berdasarkan UU ini penyalahgunaan narkotika merupakan perbuatan yang
dapat dipidana.
De kriminalisasi adalah suatu perbuatan yang secara konkrit diancam pidana dalam hukum
positiI dikaernakan pengaruh perubahan perkembangan masyarakat berubah menjadi perbuatan
yang tidak dapat dipidana. Contoh pasal 534 KUHP, dalam pasal ini disebutkan barang siapa
yang memperagakan alat kontrasepsi pencegah kehamilan di muka umum diancam dengan
hukuman penjara, dikarenakan khususnya di Indonesia dalam kerangka pelaksanaan program KB
dimana alat kontrasepsi itu dianjurkan untuk digunakan oleh BKKBN, dengan kondisi demikian
maka pasal 534 KUHP itu sampai saat ini tidak memilik daya paksa.
Masalah pokok didalam Hukum Penitensier
1. Pemidanaan ( Iungsi Hakim Besar )
2. Proses pemidanaan (tugas atau Iungsi LP)
3. Terpidana ( siapa yang diproses )
Alasan perubahan KUHP
O Pertimbangan politis
Bahwa RI sudah merdeka 60 tahun dan sudah sepantasnya dan sewajarnya memilik KUHP
Nasional hasil karya bangsa sendiri karena KUHP yang ada sekarang ini adalah hasil karya
pemerintahan kolonial Belanda dan dibuat diBelanda, bila bangsa Indonesia memiliki KUHP
Nasional dapat menumbuhkan kebanggaan nasional yang dapat mengangkat harkat dan martabat
bangsa Indonesia yang sejajar dengan bangsa lain di dunia.

O Pertimbangan sosiologis
Karena KUHP yang kita miliki sekarang dibuat oleh pemerintahan Belanda sudah barang tentu
hanya menjamin kepentingan-kepentingan sosial masyarakat Belanda khususnya masyarakat
Belanda yang ada di Indonesia, maka dari itu bila KUHP Nasional lahir, sudah barang tentu
dirujuk dan mengacu pada nilai-nilai social dan kepentingan masyarakat Indonesia yang sangat
prularistik (beragam).
O Pertimbangan praktis
KUHP yang ada sekarang di Republik Indonesia adalah merupakan hasil terjemahan tidak resmi,
keberadaanya itu hanyalah merupakan hasil terjemahan dari para ahli hukum kita yang kebetulan
menguasai bahasa Belanda, dengan demikian dengan adanya hasil terjemahan beberapa para ahli
menurut ProI. Muladi tidak mustahil adanya hasil terjemahan yang tidak konsisten satu sama
lainnya sehingga dapat menimbulkan kerancuan bagi para penegak hukum.
Tujuan pemidanaan
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hokum demi
pengayoman masyarakat.
2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang
baik dan berguna dalam masyarakayt.
3. Menyelesaikan konIlik yang ditimbulkan oleh tindak pidana dengan memulihkan
keseimbangan dan medatangkan rasa damai dalam masyarakat.
4. Membebaskan rasa bersalah pada diri terpidana.
Kewajiban Hakim sebelum menjatuhkan pidana
a. Kesalahan sipelaku
b. MotiI dan tujuan dilakukannya tindak pidana
c. Cara melakukan tindak pidana
d. Sikap batin sipelaku
e. Riwayat hidup dan keadaan sosial sipelaku
I. Sikap sipelaku sesudah melakukan tindak pidana
g. Pengaruh pidana terhadap masa depan sipelaku
h. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan
i. Pengaruh tindak pidana terhadap korban & keluarga
j. Tindak pidana yang dilakukan terencana atau tidak
Hak Narapidana
O Hak mendapat pemeliharaan kesehatan
O Hak mendapat kunjungan keluarga, saudara, atau kerabat
O Hak mendapat kebebasan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
O Hak remisi
O Hak asimilasi
O Hak mendapat cuti
O Hak pembebasan bersyarat
O Hak cuti sebelum bebas
Kewajiban Narapidana
Mantaati semua peraturan tata tertib yang diterapkan dilingkungan LP tersebut,meliputi :
O Kewajiban bekerja
O Kewajiban berperilaku baik
Proses pelaksanaan pembinaan terhukum atau narapidana di Indonesia dihadapkan pada kendala
yang pokok yaitu :
O SDM pembinaan belum memiliki proIesionalisme
O Dari segi struktur bangujnan LP seratus persen masih menggunakan struktur kepenjaraan,
padahal pedoman-pedoman kepenjaraan sudah dihapus sejak program pemasyarakatan
dicanangkan pada tahun 1970.
Objek hukum penitensier adalah putusan Hakim yang berkaitan dengan perkara pidana, putusan
Hakim dalm kasus pidana, dalam kitab undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia,ada 3
(tiga) jenis yaitu
Putusan bebas
Putusan ini dijatuhkan apabila apa yang dituduhkan atau didakwakan oleh jaksa penuntut
umum sama sekali tidak terbukti dipersidangan.
Dilepaskan semua dari tuntutan hukum
Putusan ini dijatuhkan oleh Hakim apabila Hakim berkesimpulan bahwa yang dituduhkan
oleh jaksa penuntut umum itu terbukti tetapi perbuatan itu bukan merupak perbuatan yang dapat
dipidana.
Contohnya kasus utang piutang yang oleh jaksa penuntut umum di dakwakan sebagai
perbuatan pidana.
Penghukuman
Putusan ini dijatuhkan apabila apa yang dituduhkan oleh jaksa penuntut umum seluruhnya
atau sebagian terbukti.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa hukum penitensier ini hanyalah berkaitan dengan
putusan hakim yang berisi '5emidanaan atau '5enghukuman saja.
Sering kali putusan hakim yang mengadili tindak pidana ringan putusannya itu adalah pidana
bersyarat atau disebut juga pidana percobaan.
Pidana bersyarat adalah suatu pidana dimana si terpidana tidak usah menjalani pidana tersebut
melainkan tetap berada ditengah-tengah masyarakat terkecuali bilamana si terpidana dalam
waktu masa percobaan tersebut melakukan pelanggaran tindak pidana apapun maka hukuman
penjara harus segera dilaksanakan.
Ex : Terpidana dijatuhi hukuman pidana bersyarat 1 Tahun, 'artinya bahwa si terpidana tersebut
tidak perlu menjalani pidananya didalam Lembaga Pemasyarakatan ( LP ) melainkan tetap
berada didalam masyarakatnya , tetapi dalam kurun waktu 1 tahun itu si terpidana tidak boleh
melakukan pelanggaran tindak pidana apapun dan apabila sebelum masa 1 tahun itu habis si
terpidana melakukan pelanggaran tindak pidana lagi maka putusan I yang berisi hukuman 1
tahun penjara harus segera dilaksanakan.
Fungsi dari penegakan hukum adalah menempatkan hukum pada posisi yang tepat sebagai
bagian usaha manusia untuk menjadikan dunia ini lebih nyaman untuk di tinggal.
( The function of law enforcement is to put in law prover prespective as a part man effort to
make this world better place in which to life )
Hak perogatiI Presiden berkaitan dengan masalah pemidanaan
1. Pemberian Grasi
Masalah grasi telah diatur tersendiri oleh undang-undang
pengajuan grasi hanya dapat diajukan oleh terhukum atau ahli warisnya, putusan grasi yang
dikeluarkan oleh presiden dapat berupa :
a. Penolakan atau ditolak grasinya
b. Diterima grasinya dalam bentuk :
O Pemidanaannya dirubah, contoh : Dari pidana mati dirubah menjadi pidana seumur hidup
O Lama pemidanaannya, contoh : Dari pidana 20 tahun penjara dirubah menjadi pidana 10
tahun penjara
2. Pemberian Amnesti
Amnesti adalah putusan presiden yang berisi pembebasan terhadap semua terhukum khususnya
terhadap terhukum yang berkaitan dengan kejahatan politik dan maker. Masalah amnesti ini
diatur berdasrkan kepres yang bersiIat situasional.Contoh : Presiden mengeluarkan Kepres No 22
Tahun 2005 tentang membebaskan semua terhukum GAM.
3. Pemberian abolisi
Abolisi adalah putusan presiden yang berisi pembebasan penuntutan hukum terhadap kejahatan
politik dan maker. Masalah abolisi ini diatur berdasarkan kepres yang bersiIat situasionalContoh
: Semua anggota GAM yang menyerah setelah 15 september 2005 dibebaskan dari penuntutan
hukum.
Perjanjian ekstradisi adalah suatu perjanjian antara 2 negara yang berisi pengembalian seorang
tersangka atau terdakwa yang melarikan diri kenegara yang bersangkutan maka negara yang
kedatangan pelarian tersebut wajib menangkap dan mengembalikan ke Negara asal
sebaagaimana dalam perjanjian.
Masalah pemidnaan anak diatur oleh UU No.3 Tahun 1997
Tentang anak ini bila melihat pasal 44 KUHP disebutkan apa yang disebut anak itu adalah
manusia yang belum berumur 16 tahun, dan pasal ini dapat disimpulkan bahwa anak yang baru
lahir pun mengandung arti dapat di pidana sekalipun hal yang demikian mustahil.
Di dalam UU No.3 tahun 1997 telah digunakan model batasan usia tentang usia yang disebut
seorang anak yaitu 10 tahun sampai 18 tahun. Lahirnya UU No. 3 tahun 1997 langsung mencbut
pasal 44 tentang batasan usia.
Tentang hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap anak apabila seorang anak melakukan
tindakan pidana tidak diancam pidana mati, maka :
O Hakim harus menjatuhkan pidananya dikurang 1/3 apabila tindakan pidan tersebut
dilakukan oleh orang dewasa.
O Hakim dapat memutuskan apabila anak yang melakukan tindak pidana dikembalikan
kepada orang tuanya.
O Dipidana sebagai anak negara untuk di didik di Lembaga Pemasyarakatan anak.
Proses pemidanaan bagi seorang anak yang melakukan tindak pidan berdasarkan UU No.3
Tahun 1997 antara lain dikatakan sejak tingkat penyidikan sampai proses sidang di pengadilan
harus bersiIat tertutup untuk umum dan aparat penegak hukumnya tidak menggunakan pakaian
uniIorm (seragam dinas).
Pelaksanaan pemidanaannya berdasarkan UU peradilan anak bahwa di LP anak, anak pidana ini
harus mendapatkan pendidikan lanjutannya. Di dalam UU peradilan anak telah ditentukan bahwa
anak hanya boleh dipidana maximal 10 tahun, dengan kata lain terhadap seorang anak tidak
boleh dijatuhi hukuman seumur hidup dan pidana mati.
Masalah pidana mati diatur dalam UU No. 2 Tahun 1964.
Ketentuan-ketentuan pokok tentang pidana mati itu disebutkan
1. pidana mati hanya dapat dilaksanakan setelah segala upaya hukum termasuk grasi telah
ditolak oleh Presiden, dan kasasi ditolakn oleh MA
2. Apabila grasi telah ditolak oleh Presiden, penolakan itu harus disampaikan kepada
pengadilan dimana keputusan pidana mati dijatuhkan.
3. Oleh pengadilan penolakan upaya hukum pidana mati disampaikan kepada Kejaksaan
Tinggi sesuai dengan wilayah hukum pengadilan yang bersangkutan.
4. 3 X 24 jam setelah Kejaksaan Tinggi menerima perihal penolakan dari pengadilan,
Kejaksaan Tinggi memberitahukan kepada terpidana bahwa upaya hukum telah ditolak.
5. Kejaksaan Tinggi memohon kepada Kapolda untuk menyiapkan regu tembak eksekusi
(12 orang) yang dipimpin oleh seorang perwira polisi.
6. Si terpidana mati berhak tuntunan rohaniawan sesuai dengan agama dan kepercayaanya.
7. Pidana mati tidak boleh dilaksanakan apabila si terpidan dalam keadaan sakit atau hamil.
8. Permohonan terakhir siterpidana mati harus dicatat oleh petugas LP
9. Pidana mati tidak boleh dilaksanakan dimuka umum dalam arti harus jauh dari keramaian
dan tempatnya sesuai dengan wilayah hukum dimanapidana mati dijatuhkan
10.Yang menghadiri eksekusi pidana mati :Jaksa atau Hakim yang menjatuhkan pidan
mati,Dokter yang ditunjuk oleh pihak kejaksaan, rohaniawan
11.Jenazah terpidana mati harus dikembalikan kepada pihak keluarganya dan jika pihak
keluarga tidak mau menenrima jenazah tersebut segala urusn jenazah ditanggung negara
Tentang pidana penjara
O Pidana penjara lamanya berdasarkan KUHP minimal 1 (satu) hari dan maximal 15 tahun
atau diperberat menjadi 20 tauhn.
O Pidana penjara pelaksaannya belum tentu sesuai sepenuhnya dengan putusan Hakim,
karena setiap narapidana memiliki hak-hak remisi dan hak-hak asimilasi atau apabila
narapidana mengajukan grasi dan diterima grasinya oleh presiden bias berubah baik jenis
pidananya maupun lama pidananya.
O Pidana penjara ini dalam masa reIormasi sekarang masih belum sesuai dengan apa yang
diharapkan dalam system pemasyarakatan, sebagaimana yang diatur dalam UU No.12
Tahun 1995.

Hukum Penitensier

Pengertian (secara Harafiah)


Keeluruhan hukum yang mengatur tentang pidana, pemidanaan, tindakan dan kebijaksanaan
enurut Ahli:
enurut Van Bemmelen
Hukum yang berkenaan dengan tujuan, daya kerja dan organisasi dari lembaga-lembaga
pemidanaan
enurut Lamintang
Keseluruhan dari norma-norma yang mengatur lembaga-lembagapidana dan pemidanaan,
lembaga penindakan, dan lembag-lembaga kebijaksanaan yang telah diatur oleh pembuat
undang-undang dalam hokum pidana materil.
#uang lingku5 hukum 5enintensier :
Tentang pidanan dan pemidanaan, tindakan dan kebijaksanaan, yang mengakibatkan bahwa
dalam KUHP tidak saja mengatur tentang masalah pidana dan pemidanaan tetapi juga mengatur
tentang masalah tindakan dan kebijaksanaan. Dapat dilihat dalam pasal 45 KUHP tetapi pasal
tersebut telah dicabut dan diganti dengan dikeluarkannya UU anak yaitu UU no 3 th 1997
tentang pengadilan anak yang lebih mementingkan hak2 anak.
4rma-n4rma hukum 5enintensier :
Buku 1 KUHP
peraturan yang tersebar di luar KUHP
-ordonasi tanggal 37 desember 1917 Stb. Tahun 1917 no 749 yng dikenal dengan
ordonasi pelepasan bersyarat.
-ordonasi tanggal 6 nonember 1926 Stb. Tahun 1926 no 487 yng dikenal dengan ordonasi
pelaksanaan bersyarat. Mengatur tentang kebijaksanaan
-ordonasi tanggal 10 desember 197 Stb 1917 no 108 tentang ordonasi kepenjaraan
-UU no 20 th 1946 tentang pidana tutupan, pidana tutupan menjadi pidana pokok
sebagaimana diatur dalam pasal 10 KUHP setelah ditetapkanya UU no 20 tahun 1946
-ketentuan UU khusus lainnya seperti UU tipikor
perbedaan pidana, tindakan dan kebijaksanaan
%ujuan dan kegunaan hukum 5enintensier
Untuk memberikan pengetahuan yang lebih kongkrit dan komprenshiI kepada para mahasiswa
hukum sehingga mereka dapat memahami masalah pidana dan pemidanaan tidak saja dalam
konteks ius costitutum, ius operatum, melainkan juga dalam konteks ius constituendum.
Pidana
Pada hakekatnya merupakan suatu kesengajaan untuk memberikan suatu penderitaan kepada
pelaku tidak pidana, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan dan memberikan
penderitaan/nestapa pada si pelanggar
Contoh: penjara, kurungan, denda,
%indakan
Pada hakekatnya suatu unsur kesengajaan yang dibrikan kepada pelaku tindak pidana yang tidak
ada mengandung unsure penderitaan. Yang bertujuan untuk memperbaiki sikap pelaku kejahatan
tersebut agar tidak melakukan tindak pidana untuk ke dua kalinya
Contoh: penempatan seseorang dibawah pengawasan pemerintah, pengembalian seseorang anak
kepada orang tua walinya.
ebijaksanaan
Pada hakekatnya kebijaksanaan bukanlah suatu pemidanaan dan bukanlah suatu tindakan namun
ada hubungan dengan putusan hakim yang mengadili perkara pidana.
Contohnya: pembebasan bersyarat dengan syarat syarat tertentu. Seperti palepasan bersyarat bagi
pelaku yang telah menjalani 2/3 dari pidananya.
%e4ri-te4ri 5emidanaan
%e4ri abs4lute/ retribuitf
Akibat dari teori ini tidak adanya keadilan karena dapat melakukan pembalasan dengan tidak
melihat sebab2nya. Dan karakteristik teori ini adanya unsure balas dendam.
Karakteristiknya :
tujuan pidana sebagai pembalasan
kesalah merupakan satu-satunya syarat dijatuhi hukuman pidana.
pembalasan adalah tujuan utama.
di dalamnya tidak mengandung sarana untuk tujuan lain
Pidanan yang dijatuhkan sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan.
kesalahan merupakan satu2nya syrat untuk adanya pidana
%4k4h te4ri ini adalah :
Immanuel Kant :
Menurutnya pembenaran dari suatu pidana ini disebut dengan istilah atau kategorichen
imperative maksudnya suatu perbuatan melawan hukum itu harus dibalas dengan perbuatan yang
melawan hukum, berarti pidana itu tidak untuk mencapai kebaikan tetapi umtuk membuat suatu
bentuk napi lagi.\
Teori relative/ultilitiarian
Menurut teori ini dasar pembenaran suatu pemidanaan didasarkan pada suatu tujuan, tujuan
tersebut dapat berupa memulihkan kerugian yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana dan
tujuan umtuk mencegah agar tidak terjadinya tindak pidana yang baru.
Karakteristiknya :
Tujuan pidana sebagai pencegahan
pencegahan tersebut bukanlah suatu tujuan kahir tetapi merupakan sarana untuk mencapai
tujuan yang lebih tinggi
pidana di istilahkan melihat kedepan dan dilakukan dengan kepentingan masyarakat
&ntuk menca5ai tujuan ini dikenal dengan dua te4ri :
%e4ri 5reventif umum :
Suatu teori uang ditunjukan secara umum kepada masyarakat umum yang ingin dicapai adalah
suatu pelajran yang ditunjukan kepada setiap orang yang tidak melakukan tindak pidana
%e4ri 5reventif khusus :
Ditunjukan kepada orang yang pernah melakukan tindak pidana, maksudnya unutk memperbaiki
prilaku orang yang telah melakukan tindak pidana agar tidak melakukan tindak pidana baru.
%e4ri Gabungan/intergratif
Bertujuan:
mencari kebenaran dari suatu tindak pidana yang berdasarkan pada asas kebenaran. Maupun
kebutuhan masyarakat.
dengan terjadinya suatu tindak pidana maka timbulah suatu hak pada Negara untuk menjatuhi
hukuman.
dengan mencari dasar pembenaran dari pada tujuannya untuk mempertahankan tata tertib
hukum dengan cacatan bahwa tujuan tersebut tidak mungkin akan tercapai apabila
tujuanya tidak sesuai dengan kesadaran hukum.
arakteristik te4ri gabungan :
Pembalasan bukanlah tujuan utama tapi pembalasan mempunyai tujuan tertentu.
Aliaran teori pidana dan pemidanaan
Aliran klasik
dalm aliran klasik kedudukan yang dikaji adalah perbuatan dan tindak pidana, dimana dalam
aliran ini menganut paham indeterminis yang mengenai kebebasan kehendak, sehingga paham
ini menitik beratkan pandangannya tentang hukum pidana pada perbuatan dan tidak kepada
orang yang melakukan tindak pidana tsb, oleh karena itu, hukum pidana yang dikehendaki dalam
aliran klasik ini adalah hukum pidana perbuatan
arakteristik aliran klasik
deIinisi hukum dari kejahatan
pidana harus sesuai dengan kejahatan
doktrin kebebsan berkehendak
pidana mati untuk bebrapa tindak pidana
tidak ada riset empiris
pidana yang ditentukan secara pasti
Aliran m4deren
kedudukan yang dikaji adalah pada si pelaku kejahatan, dalam aliran ini menganut paham
determinis yang tidak memiliki kebebasan berkehendak tapi dipengaruhi watak dan
lingkungannya maka ia tidak dapat dipersalahkan atau dipertanggung jawabkan dan di pidana
dimana untuk mencari sebab kejahatan menggunakan metode ilmu alam dan bermaksud untuk
langsung mendekati dan mempengaruhi penjahat agar si penjahat dapat berubah.
Karakteristinya :
Menolak deIinisi hukum dari kejahatan
pidana harus sesuia dengan pelaku tindak pidana
doktrin determinasi
penghapusan pidana mati
riset empiris
pidana yang ditentukan secara pasti
%ujuan 5emidanaan
Umum :
agar setiap orang tidak melakukan tindak pidana(preventiI),
menyelesaikan konIlik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan
mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
Khusus :
memperbaiki diri pelaku agar tidak melakukan tindak pidana untuk yang kedua kalinya
untuk menjerakan pelaku dengan menjatuhkan hukuman yang berat
untuk menghindarkan penjahat dari seorang residivis
5erbedaan 5idana, tindakan dan kebijaksanaan
Pidana
Pada hakekatnya merupakan suatu kesengajaan untuk memberikan suatu penderitaan kepada
pelaku tidak pidana, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan dan memberikan
penderitaan/nestapa pada si pelanggar
Contoh: penjara, kurungan, denda,
%indakan
Pada hakekatnya suatu unsur kesengajaan yang dibrikan kepada pelaku tindak pidana yang tidak
ada mengandung unsure penderitaan. Yang bertujuan untuk memperbaiki sikap pelaku kejahatan
tersebut agar tidak melakukan tindak pidana untuk ke dua kalinya
Contoh: penempatan seseorang dibawah pengawasan pemerintah, pengembalian seseorang anak
kepada orang tua walinya.
ebijaksanaan
Pada hakekatnya kebijaksanaan bukanlah suatu pemidanaan dan bukanlah suatu tindakan namun
ada hubungan dengan putusan hakim yang mengadili perkara pidana.
Contohnya: pembebasan bersyarat dengan syarat syarat tertentu. Seperti palepasan bersyarat bagi
pelaku yang telah menjalani 2/3 dari pidananya.
Pidana dan 5emidanan
Pidana
Nestapa atau penderitaan yang sengaja dijatuhkan oleh Negara kepada orang yang melanggar
hukum
Hukuman
Putusan dari hakim bagi orang yang tidak sengaja melakukan tindak pidana tetapi juga
melanggar HAN, TUN, Hukum perdata
Pemidanaan
Penjatuhan pidana oleh hakim bagi orang melakukan tindak pidana.
%indakan
Nestapa atau penderitaan tetapi maknanya tindakan adalah memperbaiki tingkah laku biasanya
tindakan ini diberikan oleh Negara terhadap anak yang melakukan tindak pidana dengan proses
didik oleh Negara atau dikembalikan kepada orang tua
$ejarah system 5emidanaan
Sejarah system pemidanaan diatur dalam pasal 10 KUHP, pidana sudah dikenal sejak dahulu
kala tetapi bentuk pidanan yang dijatuhkan tidak sperti yang dijatuhkan oleh KUHP
4uble %rack $ystem
sistem pemidanaan dua jalur (double track system) dimana di samping pelaku tindak pidana
dapat dijatuhi sanksi pidana (criminal punishment), dapat juga dikenakan berbagai tindakan
(treatment).lain seperti dengan adanya pidana pengawasan dan pidana kerja sosial yang
merupakan bagian dari pidana pokok, dimana sistim pemidanaan dua jalur ini terdapt dalam
RKUHP yang baru dimana, jenis tindak pidana yang sebelumnya belum pernah dikenal dalam
KUHP Indonesia
$ingle %rack $ystem
dimana si pelaku tindak pidana dihukum sesuai dengan tindak pidana yang dilakukannya, jadi
tidak ada unsur pidana tambahannya.

PE#BAGA A%A#A %AB &AG-&AG H&& PAA (&HP)


EGA #AAGA &AG-&AG %AB H&& PAA (#&&&HP)
BE#A$A#A L& H&& PE%E$E#
1. A. ari 1enis $anksi
1E$ -1E$ PAA ALA &HP $AA%
Pasal 10
Pidana terdirl atas:
(a) pidana pokok:
(1) pidana mati;
(2) pidana penjara;
(3) pidana kurungan;
(4) pidana denda;
(5) pidana tutupan.
(b) pidana tambahan
(1) pencabutan hak-hak tertentu;
(2) perampasan barang-barang tertentu;
(3) pengumuman putusan hakim.
Pemaparan :
(a) 5idana 54k4k:
Pidana mati sebagai salah satu jenis pidana yang paling kontroversial selalu mendapat sorotan
dari berbagai kalangan di seluruh dunia. Bermacam-macam pendapat dan alasan dikemukakan
untuk mendukung dan menentang pidana mati. Di Indonesia yang berlaku KUHP buatan
pemerintah Belanda sejak 1 Januari 1918, dalam pasal 10 masih mencantumkan pidana mati
dalam pidana pokoknya, padahal di Belanda sendiri pidana mati sudah dihapuskan Pada tahun
1870. Hal tersebut tak diikuti di Indonesia karena keadaan khusus di Indonesia menuntut supaya
penjahat yang terbesar dapat dilawan dengan pidana mati.
(1) pidana mati;
Roeslan Saleh dalam bukunya $telsel Pidana Indonesia( mengatakan bahwa KUHP Indonesia
membatasi kemungkinan dijatuhkannya pidana mati atas beberapa kejahatan yang berat-berat
saja. Yang dimaksudkan dengan kejahatan-kejahatan yang berat itu adalah :
1. Pasal104 (makar terhadap presiden dan wakil presiden)
2. Pasal 111 ayat 2 (membujuk negara asing untuk bermusuhan atau berperang, jika
permusuhan itu dilakukan atau jadi perang)
3. Pasal 124 ayat 3 (membantu musuh waktu perang)
4. Pasal 140 aY3t 3 (makar terhadap raja atau kepala negara-negara sahabat yang direncanakan
dan berakibat maut)
5. Pasal 340 (pembunuhan berencana)
6. Pasal 365 ayat 4 (pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan luka berat atau mati)
7. Pasal 368 ayat 2 (pemerasan dengan kekerasan yang mengakibatkan luka berat atau mati)
8. Pasal 444 (pembajakan di laut, pesisirdan sungai yang mengakibatkan kematian).
(2) pidana penjara;
Pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan bergerak dari seseorang terpidana, yang
dilakukan dengan menutup orang tersebut dalam suatu lembaga pemasyarakatan, dengan
mewajibkan orang itu untuk menaati semua peraturan dan tata-tertib yang berlaku dalam
lembaga pemasyarakatan tersebut, yang dikaitkan dengan suatuindakan tata tertib bagi mereka
yang telah melanggar peraturan tersebut|2|
(3) pidana kurungan;
Sama halnya dengan pidana penjara, pidana kurungan itu juga merupakan suatu pidana
pembatasana kebebasanbergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang
tersebut didalam sebuah lembaga pemasyarakatan dengan mewajibkan orang itu untuk menaati
semua peraturan dan tata-tertib yang berlaku dalam lembaga pemasyarakatan tersebut, yang
dikaitkan dengan suatuindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan
tersebut|3|
(4) pidana denda; |4|
Pidana denda itu merupakan jenis pidana pokok yang ketiga dalam hukum pidana indonesia,
yang pada dasarnya hanya dapat dijatuhkan bagi orang-orang dewasa.
Undang-undang hukum pidana kita telah menentukan bsearannya pidana denda itu sekurang-
kurangnya tiga rupiah, dan tujuh puluh lima sen, akan tetapi telah tidak menentukan beberapa
besaran pidana dendanya.
Pidana denda dapat dijumpai di dalam Buku ke-I dan buku ke-II Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, yang telah dicantumkan baik dalam kejahatan-kejahatan maupun pelanggaran-
pelanggarn.
(5) pidana tutupan.|5|
Adalah merupakan suatu pidana pokok yang baru, yang telah dimasukan kedalam KUHP tanggal
31 oktober 1946 Nomor 20, Berita Republik Indonesia II Nomor 24 halaman 287 dan 288.
(b) pidana tambahan
(1) pencabutan hak-hak tertentu;
(2) perampasan barang-barang tertentu;
(3) pengumuman putusan hakim.
Pidana tambahan itu tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri, melainkan ia selalu harus
dijatuhkan bersama-sama dengan sesuatu pidana pokok.
1E$ -1E$ PAA ALA #&& &HP
Bagian edua
Pidana
Paragraf 1
1enis Pidana
Pasal 65
(1) Pidana pokok terdiri dari :
1. Pidana penjara;
2. Pidana tutupan;
3. Pidana pengawasan;
4. Pidana denda; dan
5. Pidana kerja social;
(2) Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menetukan berat ringannya pidana.
Pemaparan|6| :
Dalam pidana pokok diatur jenis pidana baru berupa pidana pengawasan dan pidana kerja sosial.
Kedua jenis pidana ini bersama dengan pidana denda perlu dikembangkan sebagai alternatiI dari
pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek (short prison sentence) yang akan dijatuhkan
oleh hakim, sebab dengan pelaksanaan ketiga jenis pidana ini terpidana dapat dibantu untuk
membebaskan diri dari rasa bersalah, di samping untuk menghindari eIek destruktiI dari pidana
perampasan kemerdekaan. Demikian pula masyarakat dapat berinteraksi dan berperan serta
secara aktiI membantu terpidana dalam menjalankan kehidupan sosialnya secara wajar dengan
melakukan hal-hal yang bermanIaat.
Urutan jenis pidana pokok tersebut di atas menentukan berat ringannya pidana (straImaat).Hakim
bebas memilih jenis-jenis pidana (straIsoort) yang akan dijatuhkan di antara kelima jenis
tersebut, walaupun dalam Buku Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini hanya
dirumuskan tiga jenis pidana yaitu pidana penjara, pidana denda, dan pidana mati. Sedangkan
jenis pidana tutupan, pidana pengawasan, dan pidana kerja sosial pada hakikatnya merupakan
cara pelaksanaan pidana (straImodus) sebagai alternatiI pidana penjara.
Pidana mati tidak terdapat dalam urutan pidana pokok. Pidana mati ditentukan dalam pasal
tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersiIat khusus sebagai upaya
terakhir untuk mengayomi masyarakat. Pidana mati adalah pidana yang paling berat dan harus
selalu diancamkan secara alternatiI dengan jenis pidana seumur hidup atau pidana penjara paling
lama 20 (dua puluh) tahun. Pidana mati dapat dijatuhkan pula secara bersyarat, dengan
memberikan masa percobaan, sehingga dalam tenggang waktu masa percobaan tersebut
terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga pidana mati tidak perlu dilaksanakan, dan
dapat diganti dengan pidana perampasan kemerdekaan.
Pemaparan :
Dalam pidana pokok diatur jenis pidana baru berupa pidana pengawasan dan pidana kerja sosial.
Kedua jenis pidana ini bersama dengan pidana denda perlu dikembangkan sebagai alternatiI dari
pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek (short prison sentence) yang akan dijatuhkan
oleh hakim, sebab dengan pelaksanaan ketiga jenis pidana ini terpidana dapat dibantu untuk
membebaskan diri dari rasa bersalah, di samping untuk menghindari eIek destruktiI dari pidana
perampasan kemerdekaan. Demikian pula masyarakat dapat berinteraksi dan berperan serta
secara aktiI membantu terpidana dalam menjalankan kehidupan sosialnya secara wajar dengan
melakukan hal-hal yang bermanIaat.
Urutan jenis pidana pokok tersebut di atas menentukan berat ringannya pidana (straImaat).Hakim
bebas memilih jenis-jenis pidana (straIsoort) yang akan dijatuhkan di antara kelima jenis
tersebut, walaupun dalam Buku Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini hanya
dirumuskan tiga jenis pidana yaitu pidana penjara, pidana denda, dan pidana mati. Sedangkan
jenis pidana tutupan, pidana pengawasan, dan pidana kerja sosial pada hakikatnya merupakan
cara pelaksanaan pidana (straImodus) sebagai alternatiI pidana penjara.
Pidana mati tidak terdapat dalam urutan pidana pokok. Pidana mati ditentukan dalam pasal
tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersiIat khusus sebagai upaya
terakhir untuk mengayomi masyarakat. Pidana mati adalah pidana yang paling berat dan harus
selalu diancamkan secara alternatiI dengan jenis pidana seumur hidup atau pidana penjara paling
lama 20 (dua puluh) tahun. Pidana mati dapat dijatuhkan pula secara bersyarat, dengan
memberikan masa percobaan, sehingga dalam tenggang waktu masa percobaan tersebut
terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga pidana mati tidak perlu dilaksanakan, dan
dapat diganti dengan pidana perampasan kemerdekaan.
Dalam pemidanaan dianut sistem dua jalur (double-track system), sebab di samping jenis-jenis
pidana tersebut di atas, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur pula jenis-jenis tindakan
(maatregelen). Dalam hal ini hakim dapat menjatuhkan tindakan kepada mereka yang melakukan
tindak pidana, tetapi tidak atau kurang mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya yang
disebabkan karena menderita gangguan jiwa atau penyakit jiwa atau retardasi mental. Di
samping itu dalam hal tertentu tindakan dapat pula diterapkan kepada terpidana yang mampu
mempertanggungjawabkan perbuatannya, dengan maksud untuk memberi perlindungan kepada
masyarakat dan menumbuhkan tata tertib sosial.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini diatur pula rambu-rambu pemidanaan baru
yang berkaitan dengan berat ringannya pidana yakni berupa ancaman pidana minimum khusus
yang sebenarnya sebelumnya juga sudah dikenal dalam perundang-undangan pidana di luar
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pengaturan sistem pemidanaan baru ini dilakukan
berdasarkan pertimbangan :
- untuk menghindari adanya disparitas pidana yang sangat mencolok bagi tindak pidana yang
sama atau kurang lebih sama kualitasnya;
- untuk lebih mengeIektiIkan pengaruh prevensi umum, khususnya bagi tindak pidana yang
dipandang membahayakan dan meresahkan masyarakat;
- apabila dalam hal-hal tertentu maksimum pidana dapat diperberat, maka sebagai analog
dipertimbangkan pula bahwa untuk minimum pidana pun dalam hal-hal tertentu dapat diperberat.
Pada prinsipnya pidana minimum khusus merupakan suatu pengecualian, yaitu hanya untuk
tindak pidana tertentu yang dipandang sangat merugikan, membahayakan, atau meresahkan
masyarakat dan untuk tindak pidana yang dikualiIikasi atau diperberat oleh akibatnya.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana baru ini ancaman pidana denda dirumuskan
dengan menggunakan sistem kategori. Sistem ini dimaksudkan agar dalam perumusan tindak
pidana tidak perlu disebutkan suatu jumlah denda tertentu, melainkan cukup dengan menunjuk
kategori denda tertentu sebagaimana yang ditentukan dalam Buku Kesatu. Dasar pemikiran
penggunaan sistem kategori ini adalah bahwa pidana denda termasuk jenis pidana yang relatiI
lebih sering berubah nilainya karena perkembangan nilai mata uang akibat situasi perekonomian.
Dengan demikian, apabila terjadi perubahan nilai mata uang, dengan sistem kategori akan lebih
mudah dilakukan perubahan atau penyesuaian, sebab yang diubah tidak seluruh ancaman pidana
denda yang terdapat dalam perumusan tindak pidana, melainkan cukup mengubah pasal yang
mengatur kategori denda dalam Buku Kesatu.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ini diatur pula mengenai jenis pidana, berat
ringannya pidana dan cara pelaksanaan pemidanaan secara khusus terhadap anak. Hal ini karena
baik dipandang dari perkembangan Iisik maupun psikis anak berbeda dari orang dewasa. Selain
itu, pengaturan secara khusus terhadap anak berkaitan dengan kenyataaan bahwa Indonesia telah
meratiIikasi Konvensi Internasional tentang Hak-hak Anak (Convention on the Rights oI the
Child) dalam kerangka pemajuan dan perlindungan Hak- Hak Asasi Manusia.
1. B. Berdasarkan $ubtansinya
Secara keseluruhan perbedaan yang mendasar antara Kitab Undang Undang Hukum Pidana
warisan Belanda etboek van $trafrecht) dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru
adalah IilosoIi yang mendasarinya. KUHP Warisan Belanda secara keseluruhan dilandasi oleh
pemikiran Aliran Klasik (Classical $chool) yang berkembang pada Abad ke- 18 yang
memusatkan perhatian hukum pidana pada perbuatan atau tindak pidana Daad-$trafrecht).
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Baru mendasarkan diri pada pemikiran Aliran Neo-Klasik
(Neo-Classical $chool) yang menjaga keseimbangan antara Iactor obyektiI (perbuatan/lahiriah)
dan Iaktor subyektiI (orang/batiniah/sikap batin). Aliran ini berkembang pada Abad ke- 19 yang
memusatkan perhatiannya tidak hanya pada perbuatan atau tindak pidana yang terjadi, tetapi juga
terhadap aspek-aspek individual si pelaku tindak pidana (Daad-dader $trafrecht). Pemikiran
mendasar lain yang mempengaruhi penyusunan KitabUndang-Undang Hukum Pidana Baru
adalah perkembangan ilmu pengetahuan tentang korban kejahatan (victimology) yang
berkembang setelah Perang Dunia II, yang menaruh perhatian besar pada perlakuan yang adil
terhadap korban kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan. Baik IalsaIah 'Daad-dader
$trafrecht` maupun viktimologi akanmempengaruhi perumusan 3 (tiga) permasalahan pokok
dalam hukum pidana yaitu perumusan perbuatan yang bersiIat melawan hukum,
pertanggungjawaban pidana atau kesalahan dan sanksi (pidana dan tindakan) yang dapat
dijatuhkan beserta asas-asas hukum pidana yang mendasarinya.

Anda mungkin juga menyukai