Anda di halaman 1dari 38

Nomor 044/PUU/IV/2018

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA


MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

[1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat
pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara. Pengujian Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terhadap
Pasal 28 C Ayat (1), 28 E Ayat (1) dan 31 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, diajukan oleh :

Nama : Zaeda Zulfa


Tempat, Tgl Lahir : Jepara, 10 Maret 1985
NIK : 33231003850002
Agama : Islam
Pekerjaan : Dosen Ilmu Sosial
Perguruan Tinggi : Universitas Indonesia
NIDN : 0035466669
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat Lengkap : Desa Kalinyamatan RT 01 RW 01, Kalinyamatan
Kabupaten Jepara
Selanjutnya disebut sebagai....................................................................Pemohon
[1.2] Membaca permohonan Pemohon;
Mendengarkan keterangan Pemohon;
Mendengarkan dan membaca keterangan Pemerintah Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan;
Mendengarkan dan membaca keterangan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia;
Mendengarkan dan membaca keterangan ahli dari Pemohon;
Mendengarkan keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan oleh Pemohon;
Memebaca bukti-bukti Pemohon;
Membaca kesimpulan Pemohon.
2. DUDUK PERKARA

[2.1] Menimbang bahwa Pemohon telah mengajukan permohonan tertanggal 10


November 2018 yang diterima di kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (selanjutnya
disebaut kepaniteraan Mahkamah) pada tanggal 22 November 2018 berdasarkan
akta penerimaan berkas pemohonan Nomor 014/PAN.MK/2018 dan dicatat dalam
buku registrasi perkara konstitusi pada tanggal 27 November 2018 dengan Nomor
044/PUU/IV/2018, yang telah diperbaiki dan diterima di kepaniteraan Mahkamah
pada tanggal 27 November 2018 menguraikan sebagai berikut :

I. Kewenangan Mahkamah Konstitusi

1. Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Undang-Undang Dasar


Tahun 1945, yang mana di dalamnya tercantum mengenai 2 (dua) lembaga
tinggi kekuasaan yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Hal
tersebut berada dalam pasal 24 ayat (2) perubahan ketiga UUD 1945 yang
berbunyi :

“Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan


Badan Peradilan yang dibawahnya dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi”. (Bukti P-2)

2. Bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi terdapat dalam pasal 24 c ayat


(1) perubahan ketiga UUD 1945 yang berbunyi :

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan


terakhir yang putusannya bersifat final untuk mengujin undang-undang
terhadap UUD, memutus pembubaran partai politik dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum”. (Bukti P-2)

3. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut diatas, pengaturan mengenai


Mahkamah Konstitusi diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor
24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
4. Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi dalam pasal 10 ayat (1) huruf a telah dicantumkan
mengenai kewenangan mahkamah konstitusi untuk melakukan pengujian
Undang-Undang terhadap UUD 1945 yang berbunyi :
“Mahkamh Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk :

a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara


Republic Indonesia Tahun 1945”. (Bukti P-4)
5. Bahwa dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan, memgatur bahwa hierarkis
kedudukan UUD 1945 lebih tinggi dari Undang-undang

“(1) jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas :

a. Undang-undang Negara republic Indonesia tahun 1945;


b. Ketetapan majelis permusyawaratan rakyat;
c. Undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang;
d. Peraturan pemerintah;
e. Peraturan presiden;
f. Peraturan daerah provinsi dan;
g. Peraturan daerah kabupaten/kota.

(2) kekuatan hukum peraturan perundang-undangan sesuai dengan


hierarki sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) “. (Bukti P-5)

Oleh karena itu setiap ketentuan yang terdapat dalam undang-undang tidak
boleh bertentangan dengan UUD 1945. Jika terdapat ketentuan dalam
undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945, maka ketentuan
tersebut dapat dimohonkan untuk di uji melalui mekanisme pengujian
undang-undang.

6. Bahwa berdasarkan hal diatas mengenai wewenang Mahkamah Konstitusi


dalam pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945, tata cara untuk
pelaksanaannya telah diatur dalam peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor
006/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara.
7. Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PMK/2005 tentang Pedoman
Beracara pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa :

“(1) Permohonan pengujian UU meliputi pengujian formil dan/atau


pengujian materil.

(2) Pengujian materiil adalah pengujian undang-undang yang


berkenaan dengan materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-
undang yang dianggap bertentangan dengan UUD NRI 1945”.(Bukti P-
7)
8. Bahwa dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republic
Indonesia dan Presiden Republic Indonesia telah memutuskan untuk
menetapkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang di Undangkan dalam Lembaran Negara
Republic Indonesia Tahun 2003 Nomor 78 sehingga dapat diuji jika
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun
1945.
9. Bahwa berdasarkan hal-hal diatas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang
untuk memeriksa dan mengadili permohonan pengujian a quo, dengan
objek permohonan pengujian ini adalah pasal 11 ayat (2) undang-undang
nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional terhadap pasal
28 C ayat (1), pasal 28 E ayat (1), pasal 31 ayat (1),(2),(3),(4),(5) undang-
undang dasar Negara republic Indonesia tahun 1945.

II. Kedudukan hukum (legal standing) pemohon.


1. Bahwa legal standing sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Maruarar
Siahaan, S.H. dalam bukunya Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia, standing atau personae standi in judicio adalah hak
atau kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan atau pemohonan di
depan pengadilan (standing to sue). Doktrin yang dikenal di Amerika
tentang standing sue diartikan bahwa pihak tersebut mempunyai
kepentingan yang cukup dalam satu perselisihan yang dapat dituntut untuk
mendapatkan putusan pengadilan atas perselisihan tersebut. Standing
adalah satu konsep yang digunakan untuk menentukan apakah satu pihak
terkena dampak secara cukup sehingga satu perselisihan diajukan didepan
pengadilan. Ini adalah satu hak untuk mengambil langkah merumuskan
masalah hukum agar memperoleh putusan akhir dari pengadilan.
Persyaratan standing dikatakan telah dipenuhi jika dapat dikatakan bahwa
penggugat mempunyai kepentingan nyata dan secara hukum dilindungi;

2. Berdasarkan doktrin yang dikenal di Amerika tentang standing to sue


diartikan bahwa pihak tersebut mempunyai kepentingan yang cukup dalam
suatu perselisihan tersebut. Standing adalah ssuatu konsep yang digunakan
untuk menentukan apakah suatu pihak terkena dampak secara cukup
sehingga satu perselisihan diajukan ke depan pengadilan;
3. Bahwa pengakuan hak setiap warga negara Indonesia untuk mengajukan
permohonan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan satu indikator
perkembangan ketatanegaraan yang positif yang merefleksikan adanya
kemajuan bagi penguatan prinsip-prinsip Negara Hukum;

4. Bahwa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, berfungsi antara lain


sebagai “guardian” dari “constitutional rights” setiap warga Negara
Republik Indonesia. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia merupakan
badan yudisial yang bertugas menjaga hak asasi manusia sebagai hak
konstitusional dan hak hukum setiap warga negara. Maka dengan
kesadaran inilah pemohon mengajukan permohonan Judcial Review atas
pasal 11 ayat (2), Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional;

5. Bahwa Pemohon adalah individu warga negara yang merupakan pihak


yang dirugikan secara konstitusional baik secara langsung maupun tidak.
Sehingga pengujian Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 harus dipandang sebagai perwujudan upaya
warga negara dalam membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa
melalui penegakan nilai-nilai konstitusionalisme;

6. Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang


Mahkamah Konstitusi menyatakan: “Pemohon adalah pihak yang
menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh
berlakunya undang-undang, yaitu: (a) perorangan WNI, (b) kesatuan
masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip negarakesatuan RI yang diatur
dalam undang-undang, (c) badan hukum publik dan privat, atau (d)
lembaga negara”. Sebagaimana dalam penjelasan diuraikan bahwa yang
dimaksud dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Yang
dimaksud dengan “perorangan” termasuk kelompok orang yang
mempunyai kepentingan sama; (Bukti P-4)
7. Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-III/2005 dan
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 011/PUU-V/2007, Mahkamah
Konstitusi telah menentukan 5 syarat mengenai kerugian konstitusional
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi,
yakni sebagai berikut:
a. Harus ada hak dan/atau kewenangan konstitutional Pemohon yang
diberikan oleh UUD 1945;
b. Hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut dianggap telah
dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan
pengujian;
c. Kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut bersifat
spesifik dan aktual, setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut
penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. Ada hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian hak
dan/atau kewenangan konstitusional dengan undang-undang yang
dimohonkan pengujian; dan
e. Ada kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang didalilkan
tidak akan atau tidak lagi terjadi. (Bukti P-7)

8. Bahwa Pemohon merasa anak dari kalangan masyarakat menengah ke


bawah telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan adanya pasal aquo
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Adanya pasal aquo dalam Undang-Undang
tersebut telah mengurangi hak konstitusional untuk mendapat pendidikan
yang patut dan layak bagi kemanusiaan sebagai perseorangan yang tunduk
pada hukum Indonesia sebagaimana pasal 27 ayat (2) UUD 1945.
Kerugian hak konstitusonal anak dari kalangan masyarakat menengah ke
bawah bersifat spesifik pada tidak mendapatkan pendidikan yang patut dan
layak bagi kemanusiaan. Sebagai generasi muda penerus bangsa, Pemohon
merasa anak dari kalangan masyarakat menengah ke bawah tidak bisa
dengan layak menjamin penghidupan pribadi dan keluarga kelak karena
pendidikan yang rendah. Sehingga Pemohon berpendapat apabila menjadi
seseorang yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak, maka
bertentangan sebagaimana seharusnya mendapat pendidikan yang diatur
dalam Pembukaan Alinea IV UUD Tahun 1945; (Bukti P-2)
9. Bahwa pemohon merasa anak dari kalangan masyarakat menengah ke
bawah telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan adanya pasal aquo
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Adanya pasal 11 ayat (2) dalam Undang-
Undang tersebut yang berbunyi :
“Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana
guna terselenggaranya pendidikan setiap warga negara yang berusia tujuh
sampai dengan lima belas tahun”.
Apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon
putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono); (Bukti P-3)

10. Bahwa seharusnya kebijakan pendidikan yang diatur dalam UU No.20


Tahun 2003 pasal 11 ayat 2 lebih diperpanjang hingga jenjang pendidikan
sekolah menenah atas atau sederajat;

11. Bahwa yang dimaksdud dalam perpanjangan masa pembelajran bagi


seseorang siswa memang diperlukan dikarenakan masih banyak seseorang
yang berusia sesuai dengan Undang Undang No. 20 tahun 2003 pasal 11
ayat 2 tersebut memerlukan pembelajaran lagi di tingkat sekolah;

12. Bahwa telah terjadi kasus putus sekolah anak dari Dwi Indah Puji Astuti
yaitu Deden Hermanto dan anak Fitriani Abdi yaitu Dwi Hendratno yang
mana tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendikan sekolah menengah atas
dikarenakan tidak memiliki biaya untuk pendidikan.

III. Alasan-alasan Permohonan Pemohon

Pasal 11 ayat (2) undang undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasioanal dengan Pasal Pasal 28 C Ayat (1), 28 E Ayat 31 Ayat
(1) (2) (3) (4) (5),) Undang Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945.

1. Bahwa salah satu pilar terpenting dari terbentuknya negara indonesia


selain bersandar pada prinsip kedaulatan rakyat, juga penegasan pada
prinsip negara hukum, hal ini sebagaimana termaksud dalam ketentuan
Pasal 1 (3) UUD Tahun 1945 yang tegasnya menyatakan “Indonesia
adalah negara hukum”. (Bukti P-2)
2. Menurut Jimly Ashiddiqie dalam bukunya pernyataan asal 1 ayat (3)
UUD 1945 mengandung pengertian adanya pengakuan terhadap
supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan
pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam
undnag undang dasar, adanya jaminan hak asasi manusia dalam
undnag undang dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak
memihak yang menjalin kesamaan setiap warga negara dalam hukum,
serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap
penyalahgunan wewenang oleh pihak yang berkuasa.

3. Bahwa dengan konsep negara hukum The rule of law yang


dikembangkan oleh Albert van Diesel dalm bukunya “Introduction to the
Law of the Constitutio”, dimana negara hukum harus mempunyai 3 (tiga)
unsur pokok yaitu:
a. Supremasi of the law (adanya supremasi hukum); tidak adanya
kekuasaan sewenang-wenang absence of arbitrary power dalam arti
bahwa seseorang hanya boleh di hukum kalau melanggar hukum.
b. Equality before of the law (pengakuan yang sama di depan hukum);
dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat dan
c. Constitution based of individual right (adanya jaminan terhadap hak
asasi manusia); terjamninnya hak-hak manusi oleh undang-undang
(di negara lain oleh Undang-Undang Dasar) serta keputusan-
keputusan pengadilan.

4. Bahwa dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003


tentang Sisdiknas telah dijelaskan bahwa:
“Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan
undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”. (Bukti P-3)

5. Bahwa mendapat pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang


telah diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UUD 1945, “Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan”. (Bukti P-2)

6. Bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dan negara wajib
membiayayinya yang telah di atur dalam Pasal 31 ayat (2) UUD 1945,
“Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.”. (Bukti P-2)

7. Bahwa penandatangan ini menjadi puncak yang mendudkun konsepsi


para ahli mengeai hak asasi manusia generasi ke dua yang mencakup
mengenai hak ekonomi dan sosial seseorang. Hak hak ini muncul dari
adanya tuntutan agar negara mampu memenuhi kewajibannya untuk
memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yaitu mendapatkan kehidupan
yang layak salah satunya telah melalui pendidikan.

8. Bahwa pasal tersebut maka negara memiliki kewajiban untuk mengambil


langkah langkah dengan melindungi hak hak masyarakat untuk
mendapatkan kesemptan memperoleh pendidikan sehingga negara
menjadi pihak yang bersifat aktif untuk melindungi hak hak tersebut.
Oleh karena itu berdasarkan fakta yang ada pemberlakuan wajib belajar
tidak menyebutkan hilangnya kesemptan seseorang untuk mendapatkan
pendidikan.

9. Bahwa menurut Ainur Rofieq pengertian Herfarestate atau negara


kesejahteraan tidak dapat dipisahkan dari konsep mengenai kesejahteraan
itu sendiri. Pengertian kesejahteraan setidaknya mengandung 4 makna:
sebagai konsisi sejahtera; sebabgai pelayanan sosial; sebgai tunjangan
sosial; dan sebgai proses perencana yang dilakukan oleh perorangan,
lemabaga lemabga sosial, masyarakt maupun badan badan pemerintah
untuk meningkatkan kuwalitas kehidupan melalui pemeberian pelayanan
sosial dan tunjangan sosial.

10. Bahwa terkait teori walfare state yang tercantum negara kesejahteraan
merujuk pada sebuah model pembangunan yang di fokuskan pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian peran yang
lebih penting kpada negara dalam pemberian pelayanan sosial kepada
warganya.

11. Bahwa dengan adanya ketentuan pasal 11 ayat (2) undang undang no 20
tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasioanl yang menyatakan;
“Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana
guna terselenggaranya pendidikan setiap warga negara yang berusia tujuh
sampai dengan lima belas tahun”. (Bukti P-3)

12. Bahwa dengan tidak jelasnya frasa “tersedianya dana” yang terdapat pada
pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional terhadap Undang-Undang Dasar 1945
mengakibatkan kurangnya pelayanan pendidikan yang diberikan oleh
pemeritah dan pemerintah daerah kepada masyarakat terutama
masyarakat menengah kebawah.

13. Bahwa dengan adanya Pasal 11 Ayat (2) Undang-undang Nomor 20


Tahun 2013 Tentang Sistem Pendidikan Nasional secara konstitusional
telah merugikan masyarakat khususnya masyarakat kalangan menengah
ke bawah yang secara ekonominya terbatas sehingga untuk membiayai
biaya pendidikan mereka kesulitan;

14. Akibat dengan diberlakukannya pasal tersebut mengakibatkan siswa


jenjang pendidikan menengah pertama tidak dapat melanjutkan jenjang
pendidikan sekolah menengah atas atau sederajat;

15. Bahwa dengan diberlakukannya pasal tersebut mengakibatkan siswa


jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas sederajat mengalami putus
sekolah;

16. Bahwa seharusnya kebijakan pendidikan yang diatur dalam UU No.20


Tahun 2003 pasal 11 ayat (2) lebih diperpanjang hingga jenjang
pendidikan sekolah menengah atas atau sederajat;

17. Bahwa yang dimaksud dalam perpanjangan masa pembelajran bagi


seseorang siswa memang diperlukan dikarenakan masih banyak
seseorang yang berusia sesuai dengan Undang Undang No. 20 tahun
2003 pasal 11 ayat 2 tersebut memerlukan pembelajaran lagi di tingkat
sekolah;
18. Bahwa telah terjadi kasus putus sekolah anak dari Dwi Indah Puji Astuti
yaitu Deden Hermanto dan anak Fitriani Abdi yaitu Dwi Hendratno yang
mana tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendikan sekolah menengah atas
dikarenakan tidak memiliki biaya untuk pendidikan;

19. Bahwa dengan diperjelasnya frasa “tersedianya dana” agar dapat


bermanfaat bagi seluruh warga negara yang akan menimbulkan kepastian
hukum bagi seluruh warga negara agar tetap mendapatkan hak
pendidikan yang layak meskipun ada kebijakan tentang pembatasan
umur.

20. Bahwa dengan demikian, ketentuan pasal 11 ayat (2) Undang-Undang


Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak jelas
dan ketidakjalsan tersebut menimbulkan kerugian bagi pemohon.

IV. Petitum

Berdasarkan alasan-alasan yang telah diuraikan diatas serta bukti-bukti


yang diajukan, maka Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi yang memeriksa perkara a quo untuk memutus dengan amar putusan
sebagai berikut:

1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian Pasal 11


ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tetang Sisdiknas;
2. Menyatakan seluruh permohonan yang diajukan oleh pemohon, perihal
pengujian Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
bertentangan dengan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
3. Menyatakan seluruh permohonan yang diajukan oleh pemohon, perihal
pengujian Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas tidak
mempunyai kekuatan mengikat dengan segala akibat hukumnya sejauh
bunyi pasal masih mengatakan Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap
warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun;
4. Memerintahkan amar putusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang
mengabulkan permohonan Pengujian Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas untuk dimuat dalam Berita
Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak putusan diucapkan;
Apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan
yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

[2.2] Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil-dalilnya, Pemohon


mengajukan alat bukti surat/tertulis yang diberi tanda bukti P-1 sampai dengan
bukti P-13 sebagi berikut:
NO NAMA ALAT BUKTI
P-1 FOTOKOPI KTP PEMOHON
P-2 FOTOKOPI UUD 1945
P-3 FOTOKOPI UU NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL
P-4 FOTOKOPI UU NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG
MAHKAMAH KONSTITUSI
P-5 FOTOKOPI UU NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN
ATAS UU NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH
KONSTITUSI
P-6 FOTOKOPI UU NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG
PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
P-7 FOTOKOPI PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR
06/PMK/2005 TENTANG PEDOMAN BERACARA DALAM
PERKARA PENGUJIAN UNDANG UNDANG
P-8 FOTOKOPI SURAT KETERANGAN TIDAK MAMPU
P-9 FOTOKOPI SLIP PENDAFTARAN SEKOLAH DAN SPP
P-10 FOTOKOPI SURAT KEPUTUSAN KEPALA SEKOLAH SMA N 1
JEKULO
P-11 FOTOKOPI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48 TAHUN 2008 TENTANG PENDANAAN PENDIDIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
P-12 NASKAH KOMPREHENSIF PERUBAHAN UNDANG-UNDANG
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 BUKU IX
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
P-13 FOTOKOPI UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003
TENTANG KEUANGAN NEGARA
Selain itu, Pemohon juga mengajukan dua orang ahli yang didengar
keterangannnya di bawah sumpah dalam persidangan pada tanggal 6 Desember
2018, yang menerangkan sebagai berikut:
AHLI PEMOHON
1. Dr. Riesma Yuanar, S.E., MBA.
(1) Pendidikan merupakan hak asasi manusia (HAM) dan merupakan
suatu sarana yang mutlak diperlukan untuk mewujudkan hak-hak
yang lainnya. Penyelesaian suatu program pendidikan yang sudah
ditetapkan dengan memuaskan merupakan prasyarat yang sangat
penting untuk akses mendapatkan perkerjaan, mendapatkan
kehidupan yang layak serta mengangkat harkat dan martabat pribadi
seseorang, sehingga pendidikan dilihat sebagai gerbang menuju
keberhasilanik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 28 C ayat (1)
telah dinyatakan bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia”.
(2) Negara disini memiliki tanggung jawab besar untuk menghormati
(respect), memenuhi (fulfiil), melindungi (protect) hak asasi manusia
atas pendidikan seluruh warga negara. Maka dari itu tidak ada alasan
untuk memungkiri tidak terpenuhinya hak atas pendidikan anak
Indonesia. Karena mereka adalah bagian dari generasi penerus
bangsa indonesia kelak untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan
seperti yang tertera pada pembukaan Undang-undang Dasar
Republik Indonesia tahun 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia,
yang disebutkan dalam Alinea 4 “Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam
suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
(3) Program Wajib belajar (wajar) merupakan suatu pendidikan penting
yang harus diikuti setiap warga negara indonesia agar mendapatkan
pendidikan berkualitas untuk kedepannya. Fungsi dari program ini,
mengupayakan untuk memperoleh pendidikan yang bermutu bagi
setiap warga negara Indonesia dan dalam program ini memiliki
tujuan untuk memberikan suatu pendidikan minimal bagi warga
negara Indonesia untuk terus dapat mengembangkan potensi yang
dimiliki pada pribadi masing masing agar dapat hidup mandiri dan
dapat berkembang di dalam masyarakat;
(4) Pemerintah telah mewajibkan dan menyelenggarakan program wajib
belajar 12 tahun yang mana rentang usia 7 (tujuh) hingga 18
(delapan belas) tahun bagi seluruh warga Negara Indonesia. Padahal
untuk dapat mencapai program tersebut pemerintah hanya
membiayai pendidikan dalm rentang usia 7 (tujuh) hingga 15 (lima
belas) tahun seperti yang tertuang dalam pasal 11 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 20 tahun 2003 yang berarti pendidikan hanya sampai
9 (sembilan) tahun. Pemerintah Indonesia tidak memandang adanya
faktor yang menghambat yaitu terbatasnya dana, sarana dan
prasarana. Dengan tersedianya sarana dan prasarana pendidikan yang
terbatas terutama didaerah pedesaan khusunya di Desa Jekulo,
Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus. Sehinga, siswa dari
masyarakat kalangan menengah kebawah tidak dapat melanjutkan
pendidikan hingga tingkat SMA dan mengalami putus sekolah
karena keterbatasan dana.

2. Dr. Gilang Adhi Wijaya, Spd., M.Ed.


(1) Pemerintah memegang peranan penting dalam meningkatkan
kualitas pendidikan anak-anak Indonesia, mulai dari ketersediaan
sarana dan prasarana minimal berupa gedung sekolah yang layak,
hingga sampai pada ketersediaan berbagai fasilitas pendukung
pendidikan lainnya. Namun terlepas dari itu semua pemerintah
seharusnya menyediakan dana pendidikan yang sesuai dengan
program wajib belajar 12 tahun dari usia 7 (tujuh) hingga 18
(delapan belas) tahun;
(2) Prioritas anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN
menurut pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia tahun 1945 dirasa kurang bisa memenuhi kebutuhan
pembiayaan pendidikan di Indonesia sesuai dengan program wajib
belajar 12 tahun rentang usia 7 (tujuh) hingga 18 (delapan belas)
tahun;
(3) Pemerintah harus menyadari bahwasannya anak-anak merupakan
investasi masa depan sebuah bangsa. Merekalah yang kelak akan
mengisi ruang-ruang proses berbangsa dan bernegara. Wajar saja
ketika banyak orang menyerukan bahwa anak adalah bibit-bibit atau
tunas yang harus diperhatikan dan dirawat dengan baik. Merekalah
pewaris masa depan, tulang punggung dan harapan bangsa dan
negara ada di pundak mereka. Namun, harapan itu ternyata masih
membentur tembok yang sangat besar. Ternyata masih banyak di
temukan anak-anak kurang mampu harus berhenti sekolah karena
tidak memiliki biaya. Sehingga pemerintah berkewajiban membiayai
pendidikan bagi warga negaranya, seperti yang tercantum dalam
Pasal 31 Ayat (1) UUD 1945 “setiap warga negara berhak
mendapatkan pendidikan, Ayat (2) “setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
(4) Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan merupakan suatu
proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber
daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan
kualitas sumber daya manusia, maka Pemerintah harus
mengupayakan perwujudan amanat yang telah diuraikan di atas
melalui berbagai usaha pembiayaan pendidikan yang lebih optimal.

[2.3] Menimbang bahwa terhadap permohonan Pemohon. Pemerintah dan DPR


memberi keterangan dalam persidangan tanggal 29 November 2018 dan telah
menyampaikan keterangan tertulis yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah
pada tanggal 29 November 2018 yang pada pokoknya sebagai beriku:

I. POKOK PERMOHONAN PEMOHON


1. Bahwa dengan adanya ketetntuan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyatakan:

(2) “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana


guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia
tujuh sampai dengan lima belas tahun”. (Bukti P-3)

2. Bahwa dengan tidak jelasnya definisi “tersedianya dana” yang terdapat


pada pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional terhadap Undang-Undang Dasar 1945
mengakibatkan kurangnya pelayanan pendidikan yang diberikan oleh
pemeritah dan pemerintah daerah kepada masyarakat terutama masyarakat
menengah kebawah;
3. Bahwa dengan adanya Pasal 11 Ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun
2013 Tentang Sistem Pendidikan Nasional secara konstitusional telah
merugikan masyarakat khususnya masyarakat kalangan menengah ke
bawah yang secara ekonominya terbatas sehingga untuk membiayai biaya
pendidikan mereka kesulitan;
4. Akibat dengan diberlakukannya pasal tersebut mengakibatkan siwa
jenjang pendidikan menengah pertama tidak dapat melanjutkan jenjang
pendidikan sekolah menengah atas atau sederajat;
5. Bahwa dengan diberlakukannya pasal tersebut mengakibatkan siswa
jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas sederajat mengalami putus
sekolah;
6. Bahwa seharusnya kebijakan pendidikan yang diatur dalam UU No.20
Tahun 2003 pasal 11 ayat (2) lebih diperpanjang hingga jenjang
pendidikan sekolah menenah atas atau sederajat;
7. Bahwa yang dimaksud dalam perpanjangan masa pembelajran bagi
seseorang siswa memang diperlukan dikarenakan masih banyak seseorang
yang berusia sesuai dengan Undang Undang No. 20 tahun 2003 pasal 11
ayat 2 tersebut memerlukan pembelajaran lagi di tingkat sekolah;
8. Bahwa telah terjadi kasus putus sekolah anak dari Dwi Indah Puji Astuti
yaitu Deden Hermanto (Bukti P-10) dan anak Fitriani Abdi yaitu Dwi
Hendratno yang mana tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendikan sekolah
menengah atas dikarenakan tidak memiliki biaya untuk pendidikan; (Bukti
P-8)
9. Bahwa dengan diperjelasnya frasa “tersedianya dana” agar dapat
bermanfaat bagi seluruh warga negara yang akan menimbulkan kepastian
hukum bagi seluruh warga negara agar tetap mendapatkan hak pendidikan
yang layak meskipun ada kebijakan tentang pembatasan umur.
10. Bahwa dengan demikian, ketentuan pasal 11 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak jelas dan
ketidakjalsan tersebut menimbulkan kerugian bagi pemohon.

II. TENTANG KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON

Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh Pemohon sebagi pihak telah diatur
dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 junto
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, yang
menyataakan bahwa “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau
kewenangannya dirugikan oleh berlakunya undang-undang”, yaitu:

a. Perorangan WNI
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negarakesatuan RI yang
diatur dalam undang-undang
c. Badan hukum publik dan privat, atau
d. Lembaga Negara. (Bukti P-4 dan P-5)

Bahwa “Hak Konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 .Yang dimaksud dengan
“perorangan” termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama.

Oleh karena itu, menurut Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi,


agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon yang memiliki
kedudukan hukum (legal standing) alam permohonan pengujian undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar 1945, maka terlebih dahulu harus menjelaskan
dan membuktikan;

a. Kualifikasi kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi;
b. Hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud
dalam Penjelasan Pasal 51 ayat (1) dianggap telah dirugikan oleh
berlakunya undang-undnag a quo.
Mengenai batasan kerugian konstitusional Mahkamah Konstitusi telah
memberikan batasan yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang,
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-III/2005 dan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 011/PUU-V/2007, Mahkamah Konstitusi telah
menentukan 5 syarat mengenai kerugian konstitusional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, yakni sebagai
berikut:
a. harus ada hak dan/atau kewenangan konstitutional Pemohon yang
diberikan oleh UUD 1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut dianggap telah
dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
c. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut bersifat
spesifik dan aktual, setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut
penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. ada hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian hak
dan/atau kewenangan konstitusional dengan undang-undang yang
dimohonkan pengujian; dan
e. ada kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang didalilkan tidak
akan atau tidak lagi terjadi. (Bukti P-4)
Jika kelima syarat tersebut tidak terpenuhi oleh Pemohon dalam perkara
pengujian undang-undang a quo ,maka sesungguhnya tidak ada hak dan/atau
kewenangan konstitusional Pemohon yang dirugikan denganebrlakunya ketentuan
Pasal-Pasal Undang-Undang a quo yang dimohonkan pengujian.

Terhadap kedudukan hukum atau legal standing Pemohon, Pemerintah


menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah Konstitusi untuk
memepertimbangkan dan menilainya, apakah Pemohon memiliki kedudukan
hukum atau legal standing atau tidak, sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 51
ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun
berdasarkan Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu.

Menimbang bahwa Pemohon telah menyampaikan kesimpulan tertulis


yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 22 November 2018, yang
pada pokoknya menyatakan tetap pada pendiriannya.
Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala
sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara persidangan
yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini.

III. KETERANGAN PEMERINTAH ATAS ARGUMEN HUKUM


PEMOHON MENGENAI HAK KONSTITUSIONAL PEMOHON
YANG DIRUGIKAN DENGAN BERLKUNYA PASAL 11 AYAT (2)
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL

Bahwa pada surat permohonannya, pemohon yang menyatakan


rumusan Pasal 11 ayat (2) yang berisikan mengenai anak dari kalangan
masyarakat menengah ke bawah yang mau bersekolah dan dibatasi oleh
bantuan pemerintah karena umur dan ini tidak adil serta merugikan hak-
hak konstitusional Pemohon, dengan alasan yang pada pokoknya sebgai
berikut:

1. Menyatakan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor


20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301 bertentangan dengan UUD 1945
sepanjang tidak dimaknai (conditional unconstitutional) “Pemerintah dan
Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia
tujuh tahun sampai dengan lima belas tahun”; (Bukti P-3)
2. Menyatakan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301 tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai (conditional unconstitutional)
“Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana
guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia
tujuh tahun sampai dengan lima belas tahun”;
3. Bahwa Pemohon merasa anak dari kalangan masyarakat menengah ke
bawah telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan adanya pasal aquo
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Adanya pasal aquo dalam Undang-Undang
tersebut telah mengurangi hak konstitusional untuk mendapat pendidikan
yang patut dan layak bagi kemanusiaan sebagai perseorangan yang tunduk
pada hukum Indonesia sebagaimana pasal 27 ayat (2) UUD 1945.
Kerugian hak konstitusonal anak dari kalangan masyarakat menengah ke
bawah bersifat spesifik pada tidak mendapatkan pendidikan yang patut dan
layak bagi kemanusiaan. Sebagai generasi muda penerus bangsa, Pemohon
merasa anak dari kalangan masyarakat menengah ke bawah tidak bisa
dengan layak menjamin penghidupan pribadi dan keluarga kelak karena
pendidikan yang rendah. Sehingga Pemohon berpendapat apabila menjadi
seseorang yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak, maka
bertentangan sebagaimana seharusnya mendapat pendidikan yang diatur
dalam Pembukaan Alinea IV UUD Tahun 1945;
4. Bahwa hak konstitusional masyarakat khususnya masyarakat menengah
kebawah telah dirugikan dengan tidak jelasnya definisi “tersedianya dana”
yang terdapat pada pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengakibatkan di sah kan
nya kebijakan tentang pendidikan khususnya pada pemberian dana
bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk masing-masing
sekolah. Menimbu nlkan kerugian hak konstitusional bersifat spesifik pada
tidak terpenuhinya hak atas pendidikan yang layak bagi masyarakat;
5. Bahwa dengan tidak jelasnya definisi “tersedianya dana” yang terdapat
pada pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional terhadap Undang-Undang Dasar 1945
mengakibatkan kurangnya pelayanan pendidikan yang diberikan oleh
pemeritah dan pemerintah daerah kepada masyarakat terutama masyarakat
menengah kebawah;
6. Bahwa dengan adanya Pasal 11 Ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun
2013 Tentang Sistem Pendidikan Nasional secara konstitusional telah
merugikan masyarakat khususnya masyarakat kalangan menengah ke
bawah yang secara ekonominya terbatas sehingga untuk membiayai biaya
pendidikan mereka kesulitan;
7. Bahwa dengan diberlakukannya pasal tersebut mengakibatkan siswa
jenjang pendidikan menengah pertama tidak dapat melanjutkan jenjang
pendidikan sekolah menengah atas atau sederajat;
8. Bahwa dengan diberlakukannya pasal tersebut mengakibatkan siswa
jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas sederajat mengalami putus
sekolah;
9. Bahwa seharusnya kebijakan pendidikan yang diatur dalam UU No.20
Tahun 2003 pasal 11 ayat 2 lebih diperpanjang hingga jenjang pendidikan
sekolah menengah atas atau sederajat;
10. Bahwa yang dimaksud dalam perpanjangan masa pembelajaran bagi
seseorang siswa memang diperlukan dikarenakan masih banyak seseorang
yang berusia sesuai dengan Undang Undang No. 20 tahun 2003 pasal 11
ayat 2 tersebut memeprlukan pembelajaran lagi di tingkat sekolah.
Pemerintah tidak sependapat dengan argumen-argumen Pemohon
dengan alasan-alasan sebagai berikut:

1. Bahwa Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun
1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum, Artinya Bahwa
Negara dan Pemerintah dalam menyelanggarakan negara dan pemerinthan
tentu harus berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan.
Bahwa jika dikaitkan dengan pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945, maka Undang Undang merupakan
hukum yang harus dijunjung tinggi dan dipatuhi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Gagasan Negara Hukum yang dianut Undang
Undang Daar 1945 ini menegaskan adanya pengakuan normativ dan
empiris akan prinsip supremasi hukum (Supremacy Of Law) yaitu bahwa
undang undang sebagai landasan yuridis dalam menyelesaikan
permasalahan bangsa dan negara;
2. Bahwa pengakuan normativ mengenai supremasi hukum adalah
pengakuan yang tercermin dalam perumusan hukum dan/atau peraturan
perundang undangan. Seangkan pengakuan empiris adalah pengakuan
yang tercermin dalam perilaku masyarakat yang taat pada hukum. bahwa
selain asas supremasi hukum dalam konsep negara hukum sebagaiman
yang dianut dalam Undang Undang Dasar Tahun 1945 yaitu asas legalitas
(Duwe Roces Of Law). Dalam konsep negara hukum dipersyaratkan
berlakunya asas legalitas dalam segala bentuknya, yaitu bahwa segala
tindakan penyelenggaran negara dan pemerintahan harus didasarkan atas
peraturan perundang-undangan. Dengan demikian setiap perbuatan atau
tindakan adminstrasi harus didasarkan aturan “Rules And Procedures”
(Regels);
3. Bahwa Undang Undang Dasar Tahun 1945 telah menegaskan adanya
jaminan kepastian hukum bagi setiap warga negara dalam ruang negara
hukum Indonesia sebagaimana dituliskan didalam pasal 28 D ayat (1)
Undang Undang dasar Tahun 1945

“ Setiap orang berhak atas pengakuan , Jaminan, Perlindungan, dan


Kepastian Hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum”. (Bukti P-2)

Ketentuan ini mengandung makna bahwa konstitusi telah memberikan


jaminan, perlindugan, dan kepastian hukum yang adil bagi segtiap warga
negara dari tindakan pemerintah atau aparat penegak hukum. bahwa selain
itu setiap warga negara juga mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan dari ancaman kekuatan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu sebagaimana diatur dalam pasal 28 G ayat (1) Undang Undang
Dasar Tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa “setiap orang berhak atas
perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda yang dibwah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman kekuatan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi”.

4. Bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan


pembangunan nasional maka pendidikan yang ditujukan untuk semua
warga Negara di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, penyediaan
pendidikan diarahkan untuk mencapai keseimbangan dan pemerataan
pengetahuan untuk pembangunan antar daerah, membentuk dan
memperkokoh persatuan nasional untuk memantapkan pertahanan
nasional;
5. Bahwa undang-undang ini merupakan perwujudan dari amanat landasan
konstitusional Negara Indonesia UUD 1945 sebagai mana yang terdapat
dalam pasal 31 ayat (1) yang berbunyi “Setiap warga Negara berhak
mendapat pendidikan”; (Bukti P-2)
6. Bahwa ketentuan tersebut tidaklah melanggar Pasal 28C ayat (1) UUD
1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia”; (Bukti P-2)
7. Bahwa ketentuan tersebut tidaklah melanggar Pasal 28E ayat (1) UUD
1945 “Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali”; (Bukti P-2)
8. Bahwa Ketentuan tersebut tidaklah melanggar pasal 31 UUD 1945 yang
berbunyi :
a. Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan
b. Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayai.
c. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang.
d. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memnuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
e. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. (Bukti P-2)
9. Bahwa berkaitan dengan itu Pemerintah dapat menjelaskan bahwa
ketentuan Pasal 11 ayat 20, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 tidak ada kaitannya dengan menghambat kebutuhan
pendidikan dan ilmu, karena memang pemerintah membiayai pendidikan
warga Negara Indonesia sampai usia 9 tahun. Argumen Pemohon adalah
tidak beralasan yang karena Pemerintah sudah mengatur perguruan tinggi
sudah ada ketentuannya secara tersendiri yaitu Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
10. Dengan demikian Pemerintah dapat menjelaskan bahwa segala argumen
dan fakta selebihnya yang diajukan oleh Pemohon tidak perlu ditanggapi
satu persatu karena apa yang disampaikan Pemohon tidak ada relevansinya
dan tidak membuktikan adanya pelanggaran hak-hak konstitusional
Pemohon;
11. Berdasarkan keseluruhan penjelasan diatas, Pemerintah berpendapat
bahwa Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak bertentangan dengan UUD 1945
dan tidak melanggar hak-hak konstitusional Pemohon;
12. Bahwa Undang-Undang ini merupakan perwujudan dari amanat landasan
konstitusional Negara Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana
yang terdapat dalam

Pasal 28 C Ayat (1)

Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan


dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memeperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Pasal 28 E Ayat (1)

Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,


memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah Negara dan
meninggalkannya, serta berhak untuk kembali.

Pasal 31 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)

(1) Setiap warga Negara berhak mendapat kebutuhan pendidikan


(2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
mengunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. (Bukti P-2)
13. Bahwa, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa Pemerintah Negara
Indonesia harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
14. Bahwa, Pemerintah berkewajiban untuk mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional bagi seluruh warga
negara Indonesia. Sistem pendidikan nasional dimaksud harus mampu
menjamin pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan,
terutama bagi anak-anak, generasi penerus keberlangsungan dan kejayaan
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);
15. Bahwa berdasarkan pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyatakan negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara
serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasioanal. Pemerintah sejatinya
berkewajiban mendanai 20% dari total APBD khusus pendidikan. Namun
penentuan biaya pendidikan harus melihat kondidi keuangan daerah hal itu
tergantung pada kebijakan kepala daerah dalam mengambil keputusan,
sehingga kemampuan daerah untuk membiayai pendidikan sebesar 20%
dari APBD terkadang tidak terpenuhi; (Bukti P-2)
16. Bahwa, Dalam Pasal 5 ayat (1), (2), dan (5) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, secara umum
menjelaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu. Setiap warga negara berhak untuk
mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hidup;
(Bukti P-3)

17. Bahwa pada Amandemen UUD 1945 yang memasukan secara teknis
jumlah angka dalam alokasi penganggaran pendidikan telah disepakati.
Terlepas dari latar belakang, strategi, ataupun mungkin (dibeberapa
kalangan) dianggap suatu kecerobohan, maka ketentuan tersebut tetap
harus dilaksanakan. Dilematis memang mempunyai ketentuan dalam
konstitusi yang baik dalam segi substansial, namun sangat sulit untuk
diimplementasikan pelaksanaanya. Begitulah yang terjadi dengan
ketentuan Konstitusi yang mengatur minimal 20 persen anggaran
pendidikan di dalam APBN dan APBD. Hingga hari ini, selain Indonesia
dan Taiwan, rasa-rasanya hanya negara Brazil yang dalam Konstitusinya
berani menentukan jumlah dan kisaran yang wajib dialokasikan untuk
anggaran pendidikannya, yaitu minimal 18 (delapan belas) persen untuk
anggaran tingkat pusat dan 25 persen untuk tingkat daerah, itupun
sebenarnya sudah termasuk termasuk biaya pengelolaan dan
pengembangannya, dimana keduanya hanya diambil dari pendapatan pajak
penghasilan penduduknya bukan dari APBN ataupun APBD (Article 212 –
Constitution 1988);
18. Bahwa program pendidikan minimal yang harus diikuti warga Negara
Indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah
merupakan kebijakan hukum yang terbuka (open legal policy) bagi
pemerintah maupun pemerintah daerah;
19. Bahwa pengaturan lebih lanjut pelaksanaan program wajib belajar sampai
pendidikan menengah atas diatur melalui peraturan daerah sesuai dengan
kondisi daerah masing-masing. Misalnya Pembentuk peraturan daerah di
Sumatra Selatan telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 17 tahun
2014 tentang Penyelenggaraan Seolah Gratis di Sumatra selatan. Dalam
Peraturan Daerah tersebut dimuat ketentuan bahwa setiap SD / SDLB /
MI, SMP / SMPLB / MTs, SMA / SMALB / MA / SMK baik negeri
maupun swasta berhak mendapatkan biaya operasional sekolah dari
pemetintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau kota. Bahwa
berdasarkan pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyatakan negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara
serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasioanal. Pemerintah sejatinya
berkewajiban mendanai 20% dari total APBD khusus pendidikan. Namun
penentuan biaya pendidikan harus melihat kondidi keuangan daerah hal itu
tergantung pada kebijakan kepala daerah dalam mengambil keputusan,
sehingga kemampuan daerah untuk membiayai pendidikan sebesar 20%
dari APBD terkadang tidak terpenuhi; (Bukti P-2)
20. Bahwa pembentukan pasal 11 ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dilakukan pada saat kebijakan
atau Sistem Pendidikan pada Era itu memiliki batasan pendidikan minimal
9 tahun atau sampai dengan jenjang pendidikan Sekolah Menengah
Pertama. Oleh karena itu kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah
untuk mengakomodasi dana bantuan pendidikan pada jenjang pendidikan
sekolah menengah atas belum bisa dilaksanakan akan tetapi jika memang
harus diberikannya bantuan dana untuk jenajng pendidikan sekolah
menengah atas maka hal tersebut diatur lebih lanjut pada peraturan daerah
pada masing-masing daerah serta melihat dari anggaran biaya pendidikan
untuk masing-masing Sekolah Menengah Atas. (Bukti P-3)
IV. PETITUM

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemerintah memohon kepada yang


terhormat Ketua Majelis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang
memeriksa dan memutus permohonan pengujian Pasal 11 ayat (2) UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional terhadap UUD 1945 dapat
memberikan putusan sebagai berikut:

1. Menyatakan bahwa Pemohon tidak punya legal standing;


2. Menyatakan permohonan pemohon ditolak atau setidak-tidaknya permohonan
pemohon tidak dapat diterima;
3. Menerima keterangan Pemerintah secara keseluruhan;
4. Menyatakan Pasal 11 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional tidak bertentangan dengan UUD 1945;
5. Menyatakan Pasal 11 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional tetap mempunyai kekuatan hukum dan tetap berlaku di
seluruh wilayah Indonesia;

Apabila majelis hakim mahkamah konstitusi mempunyai keputusan lain,


mohon putusan yang seadil-adilnya.

[2.4] Menimbang, bahwa Pemohon telah menghadirkan dua orang saksi yang
didengar keterangannya di bawah sumpah dalam persidangan tanggal 6 Desember
2018 sebagai berikut:

SAKSI
1. FITRIANI ABDI (Saksi Pemohon 1)
 Bahwa saksi dihadirkan dalam persidangan untuk memberikan keterangan
terkait banyaknya siswa yang tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat
SMA dan putus sekolah karena terbatasnya biaya khususnya di Desa
Jekulo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus.
 Bahwa saksi merupakan orang tua dari siswa yang bernama Deden
Hermanto yang merupakan siswa SMA Negeri 1 Jekulo, Kabupaten
Kudus. Jadi siswa tersebut putus sekolah dikarenakan terkena imbas dari
Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
 Bahwa pasal tersebut menjelaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah
Daerah hanya menyediakan dana pendidikan mulai usia 7 (tujuh) hingga
15 (tahun).
 Bahwa alasan permohonan yang diajukan oleh pemohon untuk mengubah
pasal tersebut supaya pemerintah menyediakan dana pendidikan mulai usia
7 (tujuh) hingga 18 (delapan belas) tahun. Sehingga siswa dari keluarga
kalangan menengah ke bawah dapat melanjutkan pendidikan hingga
tingkat SMA mengingat pentingnya pendidikan bagi generasi muda
sebagai pewaris bangsa.
 Bahwa frasa “berusia 7 (tujuh) sampai dengan 15 (lima belas) tahun” ini
bermaksud hanay memberikan pembiayaan pendidikan sampai tingkat
SMP saja. Sedangkan program pendidikan dari pemerintah adalah wajib
belajar 12 tahun. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 alinea 4 bahwa salah satu tujuan Bangsa Indonesia
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

2. Indah Dwi Puji Astuti (Saksi Pemohon 2)


 Bahwa saksi dihadirkan dalam persidangan untuk memberikan keterangan
terkait banyaknya siswa yang tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat
SMA dan putus sekolah karena terbatasnya biaya khususnya di Desa
Jekulo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus.
 Bahwa saksi merupakan orang tua dari siswa yang bernama Dwi
Hendratno yang merupakan siswa SMP Negeri 1 Jekulo, Kabupaten
Kudus. Jadi siswa tersebut tidak dapat melanjutkan sekolah ke tingkat
SMA dikarenakan mahalnya biaya pendidikan dari adanya Pasal 11 ayat
(2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
 Bahwa pembiayaan pendidikan yang diberikan oleh Pemerintah belum
sepenuhnya efektif dalam pelaksanaan. Berdasarkan data yang
diperlihatkan dalam persidangan masih banyaknya siswa yang tidak dapat
melanjutkan dan putus sekolah di tingkat SMA, berupa:
a. 15% siswa SMP yang lulus tahun 2018 tidak dapat melanjutkan ke
jenjang pendidikan SMA
b. 5% siswa SMA memutuskan untuk keluar dari sekolah
 Bahwa manfaat diubahnya frasa dalam pasal 11 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 menjadikan siswa yang berusia 7 (tujuh) hingga 18
(delapan belas) tahun mendapatkan pembiayaan pendidikan sehingga
menurunkan presentase angka putus sekolah.
 Bahwa Prioritas anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
APBN menurut pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia tahun 1945 dirasa kurang bisa memenuhi kebutuhan
pembiayaan pendidikan di Indonesia sesuai dengan program wajib belajar
12 tahun rentang usia 7 (tujuh) hingga 18 (delapan belas) tahun.

[2.4] Menimbang bahwa pemohon telah menyampaikan kesimpulan tertulis yang


diterima di kepaniteraan mahkamah pada tanggal 13 Desember 2018 yang pada
pokoknya tetap pada permohonannya
[2.5] menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala
sesuatu yang terjadi dalam persidangan sudah termuat dalam berita acara
persidangan yang menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putsan ini.

3. PERTIMBANGAN HUKUM

Kewenangan Mahkamah

[3.1] Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 24 c ayat (1) Undang-


undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD
1945), pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
8 tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5226, selanjutnya disebut UU MK), dan pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5076), Mahkamah berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-
Undang terhadap UUD 1945;

[3.2] Menimbang bahwa oleh karena permohonan pemohon adalah pengujian


konstitusional norma Undang-Undang , in casu Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 48, selanjutnya disebut UU 20/2003) terhadap
UUD 1945 maka Mahkamah berwenang mengadili permohonan pemohon.
[3.3] Menimbang bahwa Mahkamah konstitusi berwenang untuk memeriksa
mengadili dan memutus perkara yang di mohonkan kepada mahkamah.

Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon

Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh Pemohon sebagi pihak telah diatur
dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 junto
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, yang
menyataakan bahwa “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau
kewenangannya dirugikan oleh berlakunya undang-undang”, yaitu:

e. Perorangan WNI
f. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negarakesatuan RI yang
diatur dalam undang-undang
g. Badan hukum publik dan privat, atau
h. Lembaga Negara

Bahwa “Hak Konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 .Yang dimaksud dengan
“perorangan” termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama.

Bahwa posisi pemohon adalah sebagai Perorangan WNI. Oleh karena itu,
menurut Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, agar seseorang atau
suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon yang memiliki kedudukan hukum
(legal standing) alam permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar 1945, maka terlebih dahulu harus menjelaskan dan membuktikan;

c. Kualifikasi kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi;
d. Hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud
dalam Penjelasan Pasal 51 ayat (1) dianggap telah dirugikan oleh
berlakunya undang-undnag a quo.

Mengenai batasan kerugian konstitusional Mahkamah Konstitusi telah


memberikan batasan yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang,
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 006/PUU-III/2005 dan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 011/PUU-V/2007, Mahkamah Konstitusi telah
menentukan 5 syarat mengenai kerugian konstitusional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, yakni sebagai
berikut:
a. harus ada hak dan/atau kewenangan konstitutional Pemohon yang
diberikan oleh UUD 1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut dianggap telah
dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
c. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut bersifat
spesifik dan aktual, setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut
penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. ada hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian hak
dan/atau kewenangan konstitusional dengan undang-undang yang
dimohonkan pengujian; dan
e. ada kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang didalilkan tidak
akan atau tidak lagi terjadi.
Jika kelima syarat tersebut tidak terpenuhi oleh Pemohon dalam perkara
pengujian undang-undang a quo, maka sesungguhnya tidak ada hak dan/atau
kewenangan konstitusional Pemohon yang dirugikan denganebrlakunya ketentuan
Pasal-Pasal Undang-Undang a quo yang dimohonkan pengujian.

Bahwa Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan


permohonan kepada Mahkamah. Terhadap kedudukan hukum atau legal standing
Pemohon, Pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah Konstitusi
untuk mempertimbangkan dan menilainya, apakah Pemohon memiliki kedudukan
hukum atau legal standing atau tidak, sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 51
ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 maupun
berdasarkan Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu.

[3.4] Menimbang bahwa Pemohon telah menyampaikan kesimpulan tertulis yang


diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 22 November 2018 , yang pada
pokoknya menyatakan tetap pada pendiriannya.

[3.5] Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, segala
sesuatu yang terjadi di persidangan cukup ditunjuk dalam berita acara persidangan
yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan putusan ini.

Pokok Permohonan
[3.6] Menimbang, bahwa pokok permohonan pemohon adalah pengujian
Konstitusional Pasal 11 Ayat (2) Undang-Undang No.20 tahun 2003, yang
masing-masing menyatakan :

Pasal 11 Ayat (2)

Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya daya guna


terselenggaranya pendidikan bagi setiap warganegara yang berusia tujuh sampai
dengan 15 tahun.

Terhadap pasal 28C ayat (1), pasal 28E ayat (1), dan pasal 31 ayat (1).(2),(3),(4),
(5) UUD 1945 yang masing-masing menyatakan:

Pasal 28C UUD 1945

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan


dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kese-jahteraan umat manusia.

Pasal 28E UUD 1945

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.

Pasal 31 UUD 1945

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.


(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua
puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

[3.7] Menimbang, bahwa pemohon mengajukan pengujian konstitusionalitas


terhadap norma Undang-Undang a quo sebagaimana disebutkan pada
paragraph[ 3.8] diatas dengan alasan-alasan yang pada pokonya sebagai berikut :

1. Bahwa dengan adanya ketetntuan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor


20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan:
(2) “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana
guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia
tujuh sampai dengan lima belas tahun”.
2. Bahwa dengan tidak jelasnya definisi “tersedianya dana” yang terdapat pada
pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional terhadap Undang-Undang Dasar 1945 mengakibatkan
kurangnya pelayanan pendidikan yang diberikan oleh pemeritah dan
pemerintah daerah kepada masyarakat terutama masyarakat menengah
kebawah;
3. Bahwa dengan adanya Pasal 11 Ayat (2) Undang-undang Nomor 20 Tahun
2013 Tentang Sistem Pendidikan Nasional secara konstitusional telah
merugikan masyarakat khususnya masyarakat kalangan menengah ke bawah
yang secara ekonominya terbatas sehingga untuk membiayai biaya pendidikan
mereka kesulitan;
4. Akibat dengan diberlakukannya pasal tersebut mengakibatkan siwa jenjang
pendidikan menengah pertama tidak dapat melanjutkan jenjang pendidikan
sekolah menengah atas atau sederajat;
5. Bahwa dengan diberlakukannya pasal tersebut mengakibatkan siswa jenjang
pendidikan Sekolah Menengah Atas sederajat mengalami putus sekolah;
6. Bahwa seharusnya kebijakan pendidikan yang diatur dalam UU No.20 Tahun
2003 pasal 11 ayat (2) lebih diperpanjang hingga jenjang pendidikan sekolah
menenah atas atau sederajat;
7. Bahwa yang dimaksdud dalam perpanjangan masa pembelajran bagi
seseorang siswa memang diperlukan dikarenakan masih banyak seseorang
yang berusia sesuai dengan Undang Undang No. 20 tahun 2003 pasal 11 ayat
2 tersebut memeperlukan pembelajaran lagi di tingkat sekolah;
8. Bahwa telah terjadi kasus putus sekolah anak dari Dwi Indah Puji Astuti yaitu
Deden Hermanto dan anak Fitriani Abdi yaitu Dwi Hendratno yang mana
tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendikan sekolah menengah atas
dikarenakan tidak memiliki biaya untuk pendidikan;
9. Bahwa dengan diperjelasnya frasa “tersedianya dana” agar dapat bermanfaat
bagi seluruh warga negara yang akan menimbulkan kepastian hukum bagi
seluruh warga negara agar tetap mendapatkan hak pendidikan yang layak
meskipun ada kebijakan tentang pembatasan umur.
10. Bahwa dengan demikian, ketentuan pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak jelas dan
ketidakjalsan tersebut menimbulkan kerugian bagi pemohon.

[3.8] Menimbang, bahwa setelah Mahkamah memeriksa dengan seksama


permohonan dan bukti-bukti surat/tulisan yang diajukan oleh pemohon ,
Keterangan ahli dari pemohon, Keteranngan Pihak Pemerintah , keterangan
tertulis Dewan Perwakilan Rakyat, Keterangan dan bukti-bukti surat/tulisan Pihak
terkait, Prpf…………. Dan kesimpulan tertulis Pemohon, yang selengkapnya
termuat dalam Duduk Perkara, Selanjutnya Mahkamah berpendapat sebagai
berikut:
[3.8.1] Bahwa pasal 11 ayat (2) undang undang 24/2003 belum pernah di uji
sehingga perkara a quo tidak ne bis in idem sehingga pemeriksaan pokok perkara
dapat dilanjutkan.
[3.8.2] bahwa bentuk partisipasi masyarakat dalam kehidupan bernegara
khususnya dalam penyediaan penyelenggaraan pendidikan dibagi dalam tiga
bentuk, yaitu:
1. Partisipasi Politik
Partisipasi politik ini pada dasarnya merupakan suatu proses untuk
mendudukan orang atau partai politik dalam lembaga pemerintahan.
Dalam prosesnya, partisipasi ini biasanya melibatkan interaksi
perseorangan atau interaksi antar organisasi. Partisipasi ini diwujudkan
dalam tindakan individu atau kelompok terorganisir untuk melakukan
pemungutan suara, kampanye, protes dan upaya, mempengaruhi wakil
pemerintah.
2. Partisipasi Sosial
Partisipasi sosial ini melihat keterlibatan masyarakat sebagai penerima
hasil dari proses psistem pendidikan dalam siklus pendidikan. Pengadaan
partisipasi ini berada diluar lembaga format pemerintah, dengan asumsi
bahwa rakyat yang paling tahu mengenai kebutuhannya. Dalam prosesnya,
masyarakat didorong untuk membangun organisasi baik dalam bentuk
gerakan sosial maupun secara mandiri.
3. Partisipasi Warga
Pendekataan partisipasi ini lebih menekankan ‘partisipasi langsung’ warga
dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan pada lembaga
dan proses kepemerintahan. Lingkup dari perencanaan ini biasanya pada
berbagai aspek yang mempengaruhi kehidupan warga seperti (kebijakan
public, perencanaan, alokasi anggaran public, delivery pelayanan public,
pengelolaan aset publik). Beberapa asumsiyang digunakan menyatakan
bahwa partisipasi warga ini dapat meningkatkan kepercayaan public
kepada penyelenggaraan pemerintahan dan dipandang sebagai instrument
pemberdayaan warga untuk mengimbangi dominasi kekuatan warga
Negara, serta diharapkan mampu menutupi kegagalan demokrasi
perwakilan.

[3.8.3] Menimbang, bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap Warga Negara
Republik Indonesia , dalam arti masyarakat sebagai pemohon atau Warga Negara
yang mendapatkan laporan adanya Warga Negara yang putus sekolaha dan tidak
bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi harus diberikan akses yang seluas-
luasnya berkaitan dengan proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
dalam penyelengaraan pedididikan di masyarakat. Dalam dasar menimbang pasal
11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutkan:

“Bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana


guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh
sampai dengan lima belas tahun”.

Bahwa menimbang memuat uraian singkat-singkat pokok-pokok pikiran yang


menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan. Menimbang atau konsideran dalam suatu peraturan
perundang-undangan memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang
menjadi latar belakang dan alasan pembuatan peraturan perundang-undangan
tersebut. Pokok-pokok pikiran pada konsiderans Undang-undang atau Peraturan
Daerah memuat unsur-unsur filosofis,juridis, dan sosiologi yang menajadi latar
belakang pembuatnya.
a. Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk
mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang
meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang
bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
c. Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk
mengatasi permasalahan hukum untuk mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan di ubah atau yang
akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.

Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut diatas, dapat diketahui bahwa


konsideran bersifat umum atau general dan tidak mengikat pada suatu pasal
tertentu.

[3.8.4] Tentang kerugian Meteriil yang dialami pemohon, Mahkamah akan


membertimbangkan sebagai berikut:

Bahwa berdasarkan (Bukti P-10) Pemohon merasa dirugikan dengan adanya


surat Pemberhentian siswa Pada tanggal 30 Juli 2018 yang dikeluarkan oleh
kepala sekolah SMA N 1 Jekulo membuat pemohon mendapat laporan dari
anggotanya bahwa anaknya tidak bisa melanjutkan pendidikan karna
terhambat biaya. Bahwa surat pemberhentian siswa tersebut dikarenakan tidak
adanya uang atau biaya untuk membayar sekolah yang diterapkan oleh
sekolah SMA N 1 Jekulo. Karena adanya ketentuan di Undang-Undanng
Nomor 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, adanya
pembatasan pemberian dana pendidikan pada usia tujuh sampai dengan lima
belas tahun. Berdasarkan keterangan dari Arinal Huda, S.H.,M.M. selaku staff
di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan bahwa Tugas dan
wewenanang Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan meliputi
menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang Pendidikan anak usia dini,
Pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan masyarakat, serta
pengelolaan kebudayaan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan
pemerintahan negara termuat di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 14 tahun 2015 tentang Kementrian Pendidikan dan kebudayaan.
Bahwa hal tersebut sejalan dengan Ahli Ekonomi yang menyatakan bahwa
Pendidikan adalah hak semua Warga Negara Republik Indonesia, tetapi perlu
dilihat bahwa APBN dan APBD yang ditetapkan untuk pendidikan adalah
20% saja. Sehingga tidak dapat menjangkau semua Warga Negara Indoneisa
yang ingin melanjutkan pendidikan pada keseluruhan jenjang yang lebih
tinggi karena terhalang oleh biaya. Hal tersebut termuat dalam UUD 1945
Pasal 31 ayat (4) Negara memprioritaskan anggaran Pendidikan sekurang-
kurangnya dua puluh persen dari ABN dan ABPD. Peraturas tersebut pada
dasarnya menyatakan bahwa adanya batasan Negara untuk mengeluarkan dana
Pendidikan kepada seluruh Warga Negara Republik Indonesia.

Dengan demikian, keterlibatan Warga Negara RI secara tersedianya dana


sudah tercapai, dan Pemutusan pemberhentian siswa tidak ada keterkaitan
antara pasal 11 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003.

[3.9] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut diatas,


Mahkamah berpendapat dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum.

4. KONKLUSI

Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaiamana diuraikan


diatas, Mahkamah berkesimpulan:

[4.1] Bahwa Mahkamah berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus


perkara yang dimohonkan kepada Mahkamah

[4.2] Bahwa pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan


permohonan kepada Mahkamah

[4.3] Bahwa permohonan pemohon tidak beralasan hukum

Berdasarkan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 70, Tambahan
Lembaran Negara Republic Indonesia Nomor 5226), dan Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republic
Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republic
Indonesia Nomor 5076);

5. AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan hakim oleh 7 (tujuh) hakim
konstitusi yaitu Triyan Febriyanto selaku ketua merangkap anggota, Nurul
Lailiyah, Aminullah Ibrahim, Siti Muafifah, Maftukhatul Muna Alatiqoh,
Mukhamad Lutfan Setiaji, Dan Setyo Sri Prihatin masing-masing sebagai
anggota, pada hari kamis 13 desember 2018 selesai diucapkan pukul 14.30 WIB
oleh 7 (tujuh) hakim konstitusi tersebut dan didampingi Danis Rahma Hendratno
sebagai panitera serta dihadiri oleh pemohon/kuasanya, menteri atau yang
mewakili, dan dewan perwakilan rakyat atau yang mewakili.

KETUA

Triyan Febriyanto

ANGGOTA-ANGGOTA

Nurul Lailiyah Aminullah Ibrahim

Siti Muafifah Maftukhatul Muna Alatiqoh

Mukhamad Lutfan Setiaji Setyo Sri Prihatin

PANITERA,

Danis Rahma Hendratmo

Anda mungkin juga menyukai