Anda di halaman 1dari 9

Jambi,5 oktober 2021

Kepada Yang Terhormat,


KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
Jalan Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat 10110di Jakarta

Hal : Permohonan Pengujian Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang


Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi


Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 6
Jakarta Pusat

Dengan hormat,
Kami bertanda tangan di bawah ini:
1. Kiky Arisona,S.H., M.H.,C.Me
2. Wahyu,Hutagalung S.H., M.H., C. Me
3. Edli Amin Mulia,S.H., M.H
Kesemuanya adalah Advokat/Konsultan Hukum pada Kantor Huku, yang beralamat di Jalan
Jl. Beradat No.101, Kel, Kenali Besar, Kec. Alam Barajo, Kota Jambi, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus bertanggal 5 Oktober 2021,, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri
bertindak untuk dan atas nama:

1. Nama : Kiky arisona


Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan  : ketua perhimpunan penyulahan hukum
Alamat : Jl. Mayjend Sutoyo Siswomihardjo, kecamatan telanaipura,
jambi
Selanjutnya disebut sebagai……………………………........………… Pemohon I

2. Nama : wahyu Hutagalung


Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan  : konsultan hukum pajak
Alamat : Jln. Yulius Usman Rt. 18, kecamatan telanaipura, jambi
Selanjutnya disebut sebagai………………………………………….. Pemohon II
3. Nama : Edly amin mulia
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan  : advokat
Alamat :JL. Srindik II No. 69 Persijam Wijaya Pura, jambi
Selanjutnya disebut sebagai………………………………………….. Pemohon III
Bertindak untuk dan atas nama
Untuk selanjutnya secara keseluruhan Pemohon disebut sebagai….……PARA PEMOHON

Selanjutnya disebut sebagai:——————————————————-Pemohon.

Dengan ini Pemohon mengajukan Permohonan pengujian Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial terhadap Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

1. KEWENANGAN MAHKAMAH
2. Bahwa Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 (P.2), menyatakan, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum,
lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”;
3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, yang putusannya bersifat final untuk
menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutuskan pembubaran partai politik,
dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”;
4. Bahwa dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (untuk
selanjutnya disebut UU MK) menyatakan, “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada
tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, untuk:
5. menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
6. memutus sengeketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
7. memutus pembubaran partai politik; dan
8. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
9. Bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang memiliki peran
penting guna mengawal dan menegakkan Konstitusi berdasarkan kewenangan dan kewajiban
sebagaimana ditentukan oleh peraturan Perundang-Undangan. Apabila Undang-Undang yang
dibentuk bertentangan dengan Konstitusi atau Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Mahkamah
Konstitusi dapat membatalkan Undang-Undang tersebut secara menyeluruh atau sebagian per
pasalnya atau per frasa, atau per diksi. Selain itu, Mahkamah Konstitusi juga berwenang
memberikan penafsiran terhadap sebuah ketentuan pasal, frasa atau makna dalam suatu Undang-
Undang agar berkesesuaian dengan nilai-nilai Konstitusi;
10. Bahwa melalui permohonan ini, Pemohon mengajukan pengujian Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang berbunyi: “Penyelesaian
perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota.” (P.3) terhadap:
11. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya;
12. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, “Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”;
13. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”;
14. Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja”;
15. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan
mengadili permohonan Pemohon.

KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON

Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan
bahwa Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh
berlakunya Undang-Undang, yaitu:

1. perorangan WNI;
kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
perinsip Negara Kesatuan yang diatur dalam Undang-Undang;
2. Badan hukum publik dan privat, atau;
lembaga negara.
3. Bahwa Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK menyatakan bahwa, “Yang dimaksud dengan “hak
konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam UUD 1945”
4. Bahwa sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 tanggal 31 Mei 2005 dan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUUV/2007 tanggal 20 September 2007, serta putusan-putusan
selanjutnya, Mahkamah Konstitusi berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK, harus memenuhi lima
syarat, yaitu:
5. adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
6. hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang
yang diuji;
7. kerugian konstitusioanal Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya
bersifat yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
8. hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya UndangUndang yang dimohonkan untuk diuji;
9. kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak
akan atau tidak lagi terjadi.
10. Bahwa Pemohon sebagai orang perseorangan warga negara Indonesia dan saat ini memiliki pekerjaan atau
profesi sebagai Mediator Bersertifikat yang dibuktikan Sertifikat Mediator Nomor………………
tertanggal …………… yang dikeluarkan oleh ………………….. (P.3), untuk itu Pemohon
memiliki hak konstitusional untuk menjadi Mediator dalam Penyelesaian perselisihan melalui
mediasi di kantor Dinas Ketenaga Kerja Kabupaten/Kota maupun diluar kantor Dinas Ketenaga
Kerja Kabupaten/Kota, tidak hanya terbatas kepada Mediator berlatar belakang Aparatur Sipil
Negara (ASN) pada kantor Ketenaga Kerja Kabupaten/Kota;
11. Bahwa dalam perwujudan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengakui, menjamin, melindungi hak-hak
setiap warga negara sebagaimana diatur dalam (P.1):
12. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”;
13. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”;
14. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
15. Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja”; dan
16. Bahwa ketentuan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial yang diuji materil Pemohon tersebut merugikan atau berpotensi merugikan hak
konstitusi Pemohon yaitu atas hak pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk bekerja serta
mendapat imbalan, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum. Dengan adanya Ketentuan 8 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial telah timbul kerugian atau
potensi kerugian Pemohon tersebut diakibatkan adanya kewenangan mutlak/absolut oleh mediator
yang hanya berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
Kabupaten / Kota;
17. Bahwa kerugian yang dialami Pemohon dapat dijelaskan sebagai berikut: Bahwa Pemohon ingin menjadi
meditor dalam penyelesaian sengketa perselisihan hubungan industrial di Kantor Dinas
Ketenagakerjaan Kabupaten Bantul Pemohon ditunjuk untuk menjadi Mediator oleh Para Pihak
yang bersengketa namun karena adanya ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang dapat menjadi mediator adalah “…
mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
Kabupaten/ Kota.” sebagai Mediator Bersertifikat Pemohon tidak dapat menjalankan pekerjaan,
telah kehilanganhak untuk mendapat imbalan dan perlakuan yang adil serta hak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dalam menjalankan profesi mediator, karena
adanya pembatasan mediator oleh Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Akibat pembatasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pemohon selaku Mediator
Bersertifikat telah ditolak untuk menjadi mediator dalam menyelesaikan sengkata Perselisihan
Hubungan Industrial dan telah menimbulkan kerugian Konstitusional dan kerugian materiil yaitu
tidak dapat menjalankan profesi mediator sehingga merugikan Pemohon;
18. Bahwa Ketentuan dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial telah menimbulkan kerugian konstitusional sesuai Pasal 51 ayat (1) UU MK
yaitu telah memenuhi 5 (lima) yaitu:
19. adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
20. hak konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang
yang diuji;
21. kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya
bersifat yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
22. hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji;
23. kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya Pemohon maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak
akan atau tidak lagi terjadi.
24. Bahwa uraian kerugian konstitusional sebagaimana yang dimaksud Pasal 51 ayat (1) UU MK dapat
Pemohon jelaskan:
25. Bahwa Pemohon adalah seorang Advokat dan Pengacara yang memiliki Sertifikasi Mediator dan memiliki
pengetahuan yang cukup dalam hal menjadi Mediator, namun Kantor Dinas Tenaga Kerja
Kabupaten Sleman menolak Pemohon menjadi mediator dengan alasan bahwa karena Pemohon
bukan sebagai Mediator yang berlatar belakang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berdinas di
Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman. Penolakkan Pemohon dengan alasan bukan
Mediator yang berlatar belakang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten
Sleman sangat merugikan bagi Pemohon;

26. Bahwa tindakan Petugas Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman merupakan pelanggaran hak konstitusional
Pemohon karena menolak Pemohon selaku Mediator Bersertifikat yang telah lama berpraktek
sebagai Mediator dan telah dipermalukan karena ditolak untuk menjadi mediator dalam
menyelesaikan sengketa ketenagakerjaaan, bahwa berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Pasal 1 ayat (2)
“Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral
yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian”.
27. Bahwa penerapan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial terhadap Pemohon jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 27
ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, merupakan
pelanggaran hak konstitusional Pemohon dapat dijelaskan sebagai berikut:
28. Bahwa Petugas Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman menolak Pemohon untuk menjadi Mediator di Dinas
Tenaga Kerja Kabupaten Sleman, pada hal Pemohon sebagai seorang Mediator Bersertifikat yang
telah memenuhi syarat sebagai mediator berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
29. Bahwa Pemohon telah ditunjuk oleh Pihak yang bersengketa untuk menjadi mediator diluar kantor Dinas
Tenaga Kerja Kabupaten Sleman dalam menyelesaikan sengketa para pihak dimana para pihak
lebih mempercayai mediator bersertifikat seperti Pemohon dibandingkan mediator yang ada di di
Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman;
30. Mediator tidak hanya ada di intansi / dinas pemerintahan melainkan ada mediator bersertifikat yang telah
terlatih dan memiliki sertifikat yang diselenggarakan oleh lembaga yang terakrediasi oleh
Mahkaham Agung seperti profesi Pemohon (P.4);
31. Bahwa rangkaian pelanggaran hak konstitusional Pemohon yaitumenolak Pemohon untuk menjadi Mediator
dalam penyelesaian sengketa perselisihan hubungan industrial mencerminkan bahwa Petugas
Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Sleman tidak profesional, berlaku diskriminatif, arogan,
angkuh, bertindak berlebihan, tidak taat dan paham hak konstitusional dan hak hukum khususnya
profesi mediator;
32. Bahwa dengan demikian, berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut di atas, Pemohon memiliki Kedudukan
Hukum (Legal Standing) untuk mengajukan permohonan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi
karena telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam Pasal 51 Undang-Undang Mahkamah
Konstitusi yang menyatakan: “Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
1. perorangan warga negara Indonesia;
2. kesatuan Masyarakat Hukum Adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan 3.masyarakat
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang undang;
4. badan hukum publik atau privat; atau
5. lembaga negara.

POKOK PERMOHONAN
1.Bahwa Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi:
“Negara Indonesia adalah negara hukum.” Negara Indonesia sebagai wujud pelaksanaan prinsip-
prinsip negara hukum mengakui, menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Salah satu bentuk
pengakuan, jaminan dan perlindungan hak asasi manusia yaitu menjamin persamaan atau sederajat
bagi setiap orang di hadapan hukum (Equality Before The Law) sebagaimana diatur dalam Pasal 27
ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya”, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, “Tiap-tiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”; Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama dihadapan hukum”, Pasal 28D ayat (2) UUD 1945, “Setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”;
2. Bahwa dalam rangka usaha mewujudkan perinsip-perinsip Negara Hukum dan menjamin hak setiap warga
negara dalam memperoleh pekerjaan dan dalam menyelesaikan sengketa perselisihan hubungan
industrial maka telah dibentuk Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial, sebagai upaya dalam penyelesaian sengketa apabila dalam
lingkungan masyarakat terjadi sengketa perselisihan hubungan industrial;
3. Bahwa tujuan dari pembentukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial adalah memberikan ruang bagi buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan
suatu sengketa yang berkaitan dengan hubungan industrial, dimana dalam Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial memberikan tata cara
penyelesaian salah satunya adalah melalui Mediasi;
4. Bahwa proses mediasi itu sendiri dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004
tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial menyebutkan “Mediasi Hubungan Industrial
yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya
dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang
netral”;
5. Bahwa dalam praktenya pemaknaan mediator oleh Pemerintah Republik Indonesia Cq. Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Cq. Dinas Tenaga Kerja Kabupaten / Kota haruslah mediator yang berasal
dari Kantor Dinas Tenaga Kerja yang berlatar belakang Pegawai / Aparatur Sipil Negara (ASN);
6. Bahwa dampak yang akan terjadi jika ada perselisihan hubungan industrial para pihak yang bersengketa tidak
dapat memilih mediator bersertifikat diluar kantor Dinas Tenaga Kerja Provinsi / Kabupaten / Kota,
bukan hanya akan berdampak pada buruh dan pengusaha saja melainkan akan berdapak kepada
profesi Mediator Bersertifikat, mengingat profesi Mediator kehilangan pekerjaan yang juga berarti
kehilangan penghasilan, dan juga berdampak pada pendapatan pajak yang akan diterima Negara;
7. Bahwa perlu diketahui mediator sendiri diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2016 dan dalam praktek terdapat lembaga / organisasi Mediator yang telah terdaftar di
Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk dapat melakukan pelatihan dan pendidikan mediator
bersertifikat yang mana telah melahirkan ribuan mediator bersertifikat sebagai contoh Mediator
Masyarakat Indonesia (MMI) hingga saat ini (Tanggal 13 Maret 2020) telah memiliki alumni
sebanyak ………………. orang (P.5);
8. Bahwa mediator bersertifikat memiliki kemampuan yang baik, profesional, mandiri serta memiliki wawasan
yang kompleks sehingga sangat mendukung profesinya didalam menyelesaikan segala
permasalah/sengketa termasuk sengketa perselisihan hubungan industrial sehingga keberadaan
Mediator Bersertifikat menjadi alternatif ketika adanya krisis kepercayaan dari para pihak yang
bersengketa khususnya sengketa perselisihan hubungan industrial;
9. Bahwa fungsi dan peran Profesi Mediator bersertifikat diakui peraturan perundangan serta diterima
dilingkungan masyarakat begitu juga Mediator yang berlatar belakang Aparatur Sipil Negara (ASN)
di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota pada prinsipnya sama, sehingga tindakan
diskriminatif atau adanya upaya menghalangi hak konstitusional seseorang tidaklah dapat
dibenarkan menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945;
10. Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D
ayat (2), Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sepanjang kalimat, “Penyelesaian perselisihan melalui
mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota.” Maka harus dimaknai “Penyelesaian perselisihan
melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota, atau oleh Mediator Bersertifikat”

PETITUM
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk
menjatuhkan putusan sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;


2. Menyatakan materi muatan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 6 Nomor 2004, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4356) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara
bersyarat (conditionally constitutional) sepanjang tidak dimaknai “Penyelesaian perselisihan
melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada di setiap kantor instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/Kota, atau oleh Mediator Bersertifikat”
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini didalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya “ex aequo et bono”.

Hormat Kami
Kuasa Hukum Pemohon

Kiky Arisona,S.H., M.H.,C.Me Wahyu,Hutagalung S.H., M.H., C. Me

Edli Amin Mulia,S.H., M.H


Tim 2
Nama:
1. Kiky arisona
2. Wahyu Hutagalung
3. Naufal asyrof
4. Dandi bratanata
5. Edly amin mulia
6.Pratama gusti wijaya

Anda mungkin juga menyukai