Anda di halaman 1dari 11

KANTOR ADVOKAT“ HARJONO LAW FIRM”

Jl.Wr. Supratman Nomor 54 RT 001,RW 009, Kelurahan Kandang Limun,Kota Bengkulu


Telepon (0736) 12345 6687 Fax: 432 565

Bengkulu, 14 November 2019

Kepada Yth.
KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
Di tempat

Hal : Permohonan Pengujian pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
Tentang Pemilihan Kepala Daerah terhadap pasal 27 ayat (1), pasal 28D ayat (1), pasal
28D ayat (3), Pasal 28I ayat (2) Terhadap Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

Dengan Hormat,

1. Nama : Muhammad Alif Noah DinataS.Hi


Tempat/tanggal lahir : Solok, 28 Mei 1996
Pekerjaan : Swasta
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jalan Bakti Husada 7 No. 13 RT 10, RW 2, Lingkar Barat,
Kota Bengkulu.

Selanjutnya disebut sebagai .............................................................................. Pemohon I

2. Nama : DRg. Adrian Alexa


Tempat/tanggal lahir : Bengkulu, 13 Januari 1996
Pekerjaan : Dokter Gigi
Kewarganeraan : Indonesia
Alamat : Jalan Bakti Husada 7 No. 11 RT 10, RW 2, Lingkar Barat,
Kota Bengkulu.

Selanjutnya disebut sebagai .............................................................................. Pemohon II


Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 10 Agustus 2018, dalam hal ini memberi
kuasa kepada:

1. Nama : Dian Mei Syesyah,SH.,M.Hum.


Tempat/tanggal lahir : Bengkulu, 26 September 1979
Pekerjaan : Advokat
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jalan Depati Payung Negara, No. 34 RT. 4, RW. 1, Kel.
Betungan,
Kec. Selebar, Kota Bengkulu.

2. Nama : Alkok Wirayuda,SH.,M.Hum.


Tempat/tanggal lahir : Tangerang, 21 Juni 1980
Pekerjaan : Advokat
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jalan Kenanga IV, No. 23A RT. 5, RW. 1, Kota Bengkulu.

Pemberi bantuan Hukum Pada “Harjono Law Firm” yang beralamat Jalan Wr. Supratman
Nomor 54 RT 001 RW 009, Kelurahan Kandang Limun,Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu
Bengkulu yang bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama. Untuk Selanjutnya disebut sebagai .................................... Pemohon
I. POKOK PERKARA

Pemohon dengan ini mengajukan Permohonan Pengujian pasal 7 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah terhadap pasal 27 ayat (1), pasal
28D ayat (1), pasal 28D ayat (3), Pasal 28I ayat (2)... untuk selanjutnya disebut sebagai
Objek Permohonan.

II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Ketentuan yang mengatur mengenai kewenagan Mahkamah Kontitusi untuk menguji


dan memutus permohonan Pemohon, antara lain tertuang dalam :

1. Pasal 24 ayat (2) UUD RI 1945 : “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dibawahnya oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi.”
2. Pasal 24C ayat (1) UUD RI 1945 : “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada
tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang –
Undang terhadap Undang – Undang Dasar, ...”
3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi :
“Mahkamah konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ...”
4. Pasal 29 ayat (1) huruf a UU Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman :
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD RI Tahun 1945.”
5. Mahkamah berwenang pula memberi penafsiran Konstitusional terhadap suatu
ketentuan undang-undang, disaat bersamaan membatasi penafsiran lainnya ats suatu
norma, sebagaimana dinyatakan oleh Kelsen :
“Jika ketentuan konstitusi tidak dipatuhi, maka tidak akan ada norma hukum
yang berlaku, dan norma yang diciptakan dengan cara ini juga tidak akan berlaku.
Ini berarti makna subjekif dari tindakan tang ditetapkan secara inkonstitusional
dan tidak berpijak pada norma dasar, tidak ditrafsirkan pada norma objektifnya,
dan penafsiran yang demikian ini akan dianulir.”
6. Bahwa mengacu kepada ketentuan tersebut di atas, Mahkamah berwenang untuk
melakukan pengujian konstitusionalitas suatu undang-undang terhadap UUD NKRI
Tahun 1945 disamping memberikan penafsiran konstitusional.

III. KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING)

Adapun yang menjadi dasar pijakan serta kedudukan Pemohon sebagai pihak yang
berkepentingan terdapat permohonan a quo, dilandasi :

1. Dimilikinya kedudukan hukum/legal standing merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh
setiap pemohon untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD
NRI 1945 kepada MK sebagaimana diatur di dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK.
Pasal 51 ayat (1) UU MK:
“Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau Hak Konstitusionalnya
dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam undang-undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara.”
Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK:
“Yang dimaksud dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam
UUD NRI 1945.”
2. Berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK tersebut, terdapat dua syarat yang harus
dipenuhi untuk menguji apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal
standing) dalam perkara pengujian undang-undang, yaitu (i) terpenuhinya kualifikasi
untuk bertindak sebagai pemohon, dan (ii) adanya hak dan/atau Hak Konstitusional dari
Para Pemohon yang dirugikan dengan berlakunya suatu undang-undang.
3. Bahwa oleh karena itu, Para Pemohon menguraikan kedudukan hukum (Legal Standing)
Para Pemohon dalam mengajukan permohonan dalam perkara a quo, sebagai berikut:
Pertama, Kualifikasi sebagai Pemohon. Bahwa Para Pemohon Adalah Perorangan Warga
Negara Indonesia
Kedua, Kerugian Konstitusional Para Pemohon. Mengenai parameter kerugian
konstitusional, MK telah memberikan pengertian dan batasan tentang kerugian
konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang harus
memenuhi 5 (lima) syarat sebagaimana Putusan MK Perkara Nomor 006/PUU-
III/2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007, yaitu sebagai berikut:
a. adanya hak dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon yang diberikan
oleh UUD NRI 1945;
b. bahwa hak dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon tersebut dianggap
oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji;
c. bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon yang
dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat
potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan
berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka
kerugian dan/atau kewenangan Konstitusional yang didalilkan tidak akan
atau tidak lagi terjadi.
4. Bahwa Pemohon mempunyai hak konstitusional yang diberikan oleh UUD NRI Tahun
1945 sebagai berikut.
a. Hak untuk tidak diperlakukan diskriminatif karena setiap manusia mempunyai hak
dan kedudukan yang sama.
Hal ini tertuang dalam Pasal 28 I ayat (2) yang menyatakan bahwa : “ setiap orang
bebas dari perbuatan diskriminatif atas alasan apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat Diskriminatif.”
b. Dan tertuang dalam Pasal 28 H ayat (2) yang menyatakan bahwa :” Setiap orang
berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.”
5. Bahwa selanjutnya dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUUIII/2005 dan
Putusan Nomor 010/PUU-III/2005 telah menentukan 5 (lima) syarat kerugian
konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK, yaitu sebagai
berikut:
1) adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945;
2) hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut dianggap telah dirugikan oleh
berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian;
3) kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut bersifat spesifik (khusus)
dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensialyang menurut penalaran yang
wajar dapat dipastikan akan terjadi;
4) adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian hakdan/atau
kewenangan konstitusional dengan Undang-Undang yangdimohonkan pengujian;
5) adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonanmaka kerugian hak
dan/atau kewenangan konstitusional yangdidalilkan tidak lagi terjadi;
6. Bahwa dalam hal ini Pemohon I melakukan Permohonan Uji Materil untuk peninjauan
kembalipasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan
Kepala Daerah yang mana Pemohon I merupakan Warga Negara yang mencalonkan diri
sebagai Kepala Daerah.
7. Bahwa Pemohon I disini merasa dirugikan atas berlakunya pasal 7 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Pemilihan Gubernur, Bupati,dan
Walikotayang dimana Pemohon I yang merupakan calon Kepala Daerah tidak
mendapatkan kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah.
8. Bahwa alasan Pemohon I mengajukan uji materi atas pasal 7 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Pemilihan Gubernur, Bupati,dan
Walikotayaitu karena Pemohon I merasa diperlakukan secara diskriminatif oleh
keberlakuan pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan
Kepala Daerah.
9. Bahwa Pemohon I berpendapat apabiladalam rangka memberikan jaminan yang sama
bagi setiap warga negara Indonesia untuk ikut terlibat dalam pemerintahan dan melarang
adanya tindakan diskriminatif dalam menjalankan hak-haknya, maka Pemohon I juga
berhak untuk mengajukan diri sebagai calon Kepala Daerah, akan tetapi karena adanya
pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati,dan Walikotaakan tetapi karena adanya Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
yang dimana Ayat 1 berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum.”
10. Bahwa Pemohon I merasa kesulitan untuk mendapatkan haknya sebagai calon Kepala
Daerah.
11. Bahwa Pemohon II yang merupakan calon Wakil Kepala Daerah yang berpasangan
dengan Pemohon I juga merasa dirugikan oleh adanya pasal 7 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 10 tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,dan Walikota yang dimana
Pemohon II usia nya tidak memenuhi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pemilihan Gubernur, Bupati,dan Walikota dan
merasa hak konstitusionalnya dirugikan.
12. Bahwa Pemohon II berpendapat hal ini bertentangan dengan pancasila sila ke 2 yaitu
“kemanusiaan yang adil dan beradab” yang dimana setiap warga negara berhak
memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
13. Bahwa berdasarkan pasal 27ayat (1)yang berbunyi “Segala warga negara yang bersamaan
kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib dan menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualiannya.” Maka Pemohon II menggugat pasal 7
ayat (2) huruf e karena merasa tidak diperlakukan adil dengan adanya persyaratan untuk
menjadi Kepala Daerah.
14. Bahwa setelah di ajukannya permohonan ini Pemohon I dan Pemohon II berharap akan
diperlakukan adil dan diberikan kesetaraan atas hak konstitusionalnya sebelum Pemilihan
kepala Daerah terjadi..
15. Bahwa dengan mengingat azaz dalam pertauran perundang-undangan yaitu azaz Equality
Before The Law yang mana setiap kedudukan setiap warga negara di perlakukan sama di
depan hukum, dalam hal ini sebagaimana yang termuat dalam UUD NRI Tahun
1945pasal 28D ayat (3) yang berbunyi :“Setiap warga negara berhak memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”
16. Bahwa dari pasal 7 ayat (2) UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati,dan Walikota di atas terlihat bahwa UUD NRI tahun 1945 memiliki kedudukan
yang tertinggi di atas semua peraturan yang ada dalam pasal 7 UU Pemilihan Gubernur,
Bupati,dan Walikota (UU Nomor 10 Tahun 2016).
17. Bahwa dalam pasal 7 ayat (2) huruf e UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati,dan Walikotayang berakibat tidak tercapainya tujuan hukum
menyebabkan kerugian konstitusional secara langsung bagi para pemohon sebagai warga
Negara Indonesia karena tidak terpenuhinya suatu kepastian hukum yang adil bagi
pemohon sebagai warga Negara Indonesia.
18. Bahwa dengan pasal 7 ayat (2) huruf e UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati,dan Walikotayang menyebabkan kerugian konstitusional sehingga
menyebabkan tidak didapatnya kepastian hukum yang adil bagi para pemohon dan sangat
berpotensi merugikan hak konstitusional seluruh warga Negara Indonesia karena
Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dalam pasal 1 ayat 3 UUD NRI tahun 1945
dan pasal tersebut adalah hukum nasional yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia.
19. Bahwa dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang diharapkan akan
mengabulkan petitum dalam permohonan ini, maka kerugian konstitusional para
pemohon dimaksud, diharapkan tidak akan terjadi lagi.
20. Bahwa dengan demikian, para pemohon memiliki kedudukan hukum ( Legal Standing)
sebagai pemohon pengujian undang-undang dalam perkara a quo Karena telah memenuhi
ketentuan pasal 51 ayat 1 UU MK beserta penjelasannya dan 5 syarat kerugian hak
konstitusional sebagaimana pendapat Mahkamah selama ini yang telah menjadi
yurisprudensi dan pasal 3 perraturan mahkamah kosntitusi nomor 06/PMK/2005.

IV. ALASAN-ALASAN PERMOHONAN PENGUJIAN

1. Bahwa Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati,dan Walikotabertentangan dengan Pasal 27ayat (1),
pasal 28D ayat (1), pasal 28D ayat (3), pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang perlakuan yang sama di hadapan
hukum dan pemerintahan.
Bahwa pada Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pemilihan Gubernur, Bupati,dan
Walikota menyebutkan :
(1) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk
mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota.
(2) Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau
sederajat;
d. dihapus;
e. berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk
Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan
Calon Wakil Walikota;
f. mampu secara jasmani, rohani, dan bebas dari penyalahgunaan
narkotika berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari
tim;
g. tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana
telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa
yang bersangkutan mantan terpidana;
h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;

Dalam hal ini pasal 7 ayat (2) huruf e menyebutkan bahwa berusia paling rendah
30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua
puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota
dan Calon Wakil Walikota;

Pasal ini dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1)UUD NRI Tahun 1945
yang menyebutkan bahwa : “Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualiannya.”

Permasalahan mengenai hak konstitusionalnya yang berhak didapatkan Pemohon I


dan Pemohon II dianggap perbuatan diskriminatif. Karena dalam hal ini Pemohon I dan
Pemohon II tidak dianggap memenuhi persyaratan menjadi Calon Kepala Daerah.
2. Bahwa obyek permohonan menghalangi para pemohon untuk mengikuti pemilihan
umum ‘secara demokratis’. Karena dengan pembatasan usia telah mereduksi sifat
pemilihan yang demokratis tersebut, yaitu adanya golongan muda yang tersingkirkan
dari kontestasi politik, dan rakyat sendiri tidak dapat bebas memilih kandidat-
kandidat dari golongan muda tersebut.
3. Bahwa obyek permohonan melanggar prinsip perlakuan yang adil di hadapan hukum.
Bisa ditafsirkan seolah-olah golongan muda dibawah usia 25 tahun dipastikan tidak
mampu memimpin sebaik golongan dari usia yang lebih tua. Hal ini betentangan
dengan fakta sejarah Republik Indonesia, dimana para tokoh pergerakan berusia
muda.
4. Bahwa benar-benar UUD 1945 pada pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) memuat soal
perlakuan yang sama di depan hukum, dengan maksud ssemata-mata untuk menjamin
atas pengakuan, perlindungan dan kepastian hukum serta setiap warga negara berhak
memperoleh perlakuan yang sama dalam pemerintahan. Namun demikian, pembatasa
usia sebagai calon kepala daeerah tidak bisa dikategorikan kedalah satupun alasam-
alasan tersebut.
5. Bahwa obyek permohonan tidak konsisten dengan peraturan perundang-undangan
lainnya yang mengatur batas usia dewasanya seseorang. Para pemohon berpandangan
bahwa selayaknya prasyarat perysaratan usia sebagi calon kepala daerah didalam
obyek permohonan, ejalan dengan persaryatan bakal calon anggota DPR, DPRD
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Serta usia cakap hukum yang daitur dalam
KUHPerdata yakno usia 21 tahun.

V. PETITUM

Untuk menjaga kepentingan para pemohon, yaitu pemohon 1 dan pemohon 2


menyongsong pilkada tahun 2020 yang mana penetapan calonnya adalah pada bulan juni
2020, dan menjaga kepastian hukum maka para pemohon memohon agar kiranya yang muliah
majelis hakim mempercepat proses pemeriksaan dan segera memutus permohonan ini.
Dalam Pokok Perkara:
1. Menerima dan mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya.
2. Menyatakan bahwa materi pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 tahun
2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki
kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 21 (dua
puluh satu) tahun untuk calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati,
Calon Wakil Bupati;Calon Walikota, dan Calon Wakil Walikota.”
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini di dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Atau bilamana Mahkamah memiliki pendapat lain, mohon putusan yang seadil adilnya(ex
equo et bono).

VI. PENUTUP

Demikian permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar


Negara Rerpublik Indonesia Tahun 1945 ini Pemohon ajukan, dilengkapi dengan dokumen-
dokumen pendukung.Atas kesediaannya Mahkamah memberi pertimbangan serta memutus
permohonan serta segenap warga Negara lainnya yang berkepentingan, menghanturkan
ucapan terima kasih.

Bengkulu,14 November 2019


Hormat Kami
Kuasa Hukum Pemohon

Kuasa Hukum I Kuasa Hukum II

Dr.Veren Seftyana,SH,M.Hum. Rahmat Aprizal,SH,M.Hum.

Anda mungkin juga menyukai