tugasnya hakim sebagai kekuasaan yang merdeka harus bebas dari campur tangan
pihak manapun juga, baik intern maupun ekstern sehingga hakim dapat dengan
merdeka menjadi ideologi yang universal masa kini dan masa datang. Meskipun
sifatnya, secara mikro, hakim dibatasi oleh pancasila, UUD 1945, Undang-
undang, ketertiban umum, kesusilaan, dan perilaku atau kepentingan para pihak.
1
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-aspek Perkembangan
Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia, hlm. 67.
9
Kebebasan kekuasaan kehakiman yang penyelenggaraannya diserahkan
kepada badan-badan peradilan, merupakan salah satu ciri khas negara hukum.
Dalam hukum acara perdata, yang mengajukan tuntutan hak adalah para
yang diajukan kepadanya. Ada proses atau tidak, ada tuntutan hak atau tidak
dalam suatu perkara perdata, selama keterlibatan hakim tidak dimintakan oleh
pihak yang merasa dirugikan, hakim tidak dapat turut campur menangani dan
memutuskan perkaranya. Hal ini karena hukum acara perdata hanya mengatur
Apabila tidak ada tuntutan hak, berarti tidak ada hakim (nemo judex sine actore).
menggunakan alasan tidak ada aturan hukum yang mengaturnya atau terjadi
2004. larangan bagi hakim menolak memeriksa dan mengadili suatu perkara
disebabkan karena dianggap bahwa hakim tahu hukum “ius curia novit”. Bila
2
Dadan Mutaqqien, Dasar Dasar Hukum Acara Perdata, hlm. 4.
3
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Loc. Cit, hlm. 67-68.
hakim tidak menemukan hukum tertulis, maka ia wajib menggali, mengikuti dan
hukum, namun pada hakekatnya seorang hakim hanya diharapkan atau diminta
mempertimbangkan benar dan tidaknya suatu peristiwa atau benar dan tidaknya
hakim pada kenyataannya tidak perlu tahu akan hukumnya. Mengenai hukum atau
hukum dan melihat kedudukan hakim atau pengadilan yang merupakan tempat
ditegakkannya hukum bagi para pencari keadilan, maka hakim dianggap tahu
akan hukum.5
terbuka untuk umum. Hal ini berarti bahwa setiap orang diperbolehkan hadir dan
menentukan lain. Bila kaedah formal ini tidak terpenuhi, maka dapat
mengakibatkan putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap
4
Dadan Muttaqien, Loc. Cit, hlm. 4.
5
Sudikno Mertokusumo, Op. Cit, hlm. 11-12.
dan batal demi hukum, Pasal 19 Ayat (1), (2), Undang-undang Nomor 4 Tahun
2004. Dalam praktek peradilan, meskipun hakim tidak menyatakan secara formal
bahwa sidang terbuka untuk umum, tetapi dalam berita acara dicatat bahwa
persidangan terbuka untuk umum, maka putusan yang dijatuhkan tetap sah.6
Tujuan asas ini adalah untuk menjamin pelaksanaan peradilan yang tidak
memihak, adil dan melindungi hak asasi manusia dalam bidang peradilan sesuai
peraturan umum yang berlaku. Asas ini membuka kontrol sosial dari masyarakat,
proses peradilan yang fair, obyektif, tidak memihak, dan adil terdapat dalam Pasal
perceraian asas ini tidak dapat diterapkan karena masuk dalam masalah yang
sangat pribadi.
D. Hakim Aktif
6
Dadan Muttaqien, Op. Cit, hlm. 5.
7
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Loc. Cit, hlm. 68.
dalam sistem HIR adalah hakim aktif, berbeda dengan sistem Rv yang pada
Dalam hukum acara perdata ruang lingkup atau luas pokok sengketa
yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa ditentukan sendiri oleh pihak-pihak
yang berperkara. Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan berusaha
yang sederhana, cepat dan biaya ringan ( Pasal 4 Ayat (2) UU No. 4 Tahun
2004 ).9
Pengertian hakim bersikap pasif disini hanyalah dalam suatu perkara yang
diajukan kepadanya, hakim tidak menentukan luas pokok sengketa dan hakim
tidak boleh menambah atau mengurangi. Dalam hal tersebut, bukan berarti bahwa
hakim sama sekali tidak aktif. Sebagai pimpinan dalam persidangan hakim harus
atau alat dari pada para pihak, tetapi hakim harus berusaha keras mengatasi semua
Asas ini juga mengisyaratkan batasan kepada hakim untuk tidak dapat
perdamaian, Pasal 130 HIR, Pasal 154 Rbg, dan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang
Nomor 4 Tahun 2004. Hakim hanya berhak mengadili dalam luas pokok perkara
yang diajukan para pihak dan dilarang mengabulkan atau menjatuhkan putusan
melebihi dari apa yang dituntut para pihak, Pasal 178 ayat (2), (3) HIR, Pasal 189
8
Ibid,. hlm. 68-69.
9
Ibid,. hlm. 69.
ayat (2) Rbg. Akan tetapi dalam perkembangannya asas ini banyak mengalami
pergeseran dan perubahan, dimana hakim cenderung bersifat aktif. Dalam RUU
Hukum Acara Perdata yang akan datang harus dipertahankan hakim bersifat pasif
yang diatur dalam Pasal 133 ayat (4) RUU Hukum Acara Perdata.10
peristiwa yang disengketakan saja yang harus dibuktikan. Hakim terikat pada
peristiwa yang disengketakan yang diajukan para pihak. Dengan demikian hanya
para pihak yang diwajibkan untuk membuktikan dan bukan hakim. Kebalikan dari
Para pihak yang berperkara harus diperlakukan sama dan adil, hal ini
untuk membela dan melindungi kepentingan yang bersangkutan. Asas ini juga
bolah menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai suatu yang benar, tanpa
pendapatnya. Demikian juga pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang
orang, seperti yang termuat dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 4
hukum acara perdata yang berperkara harus sama-sama diperhatikan, berhak atas
10
Dadan Muttaqien, Loc. Cit, hlm. 5.
11
Ibid,. hlm. 5.
12
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Loc. Cit, hlm. 69.
perlakuan yang sama dan adil serta masing-masing harus diberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya. Asas bahwa kedua belah pihak harus didengar lebih
G. Asas Obyektivitas
Asas obyektivitas terdapat dalam Pasal 5 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004,
putusan, hakim harus obyektif dan tidak boleh memihak atau apriori kepada pihak
tertentu.
menyiapkan hak bagi pihak yang diadili, disebut hak ingkar, yaitu hak seseorang
seorang hakim dengan ketua, penasehat hukum atau panitera dalam suatu perkara
atau hubungan keluarga sedarah sampai derajat ketiga atau semenda dengan orang
yang diadili, maka wajib mengundurkan diri (Pasal 29 ayat (3) UU No. 4 Tahun
2004).13
Pengadilan harus memuat alasan dan dasar putusan serta memuat Pasal tertentu
tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Dalam hal ini menjadi kewajiban
13
Ibid,. hlm. 70.
dijatuhkan, dimaksudkan agar jangan sampai terjadi perbuatan sewenang-wenang
dari hakim. Putusan yang tidak lengkap pertimbangan hukum merupakan alasan
diharapkan tujuan dari proses peradilan perdata dapat tercapai, yaitu untuk
mestinya.15
Dalam HIR maupun dalam Rbg tidak mewajibkan para pihak untuk
14
Dadan Muttaqin, Op. Cit, hlm. 7.
15
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Op. Cit, hlm. 71.
Namun demikian, para pihak dapat dibantu atau diwakilkan oleh kuasa hukum
peristiwanya. Bila para pihak memberikan kuasa kepada kuasa hukumnya, maka
seringkali kuasa hukum ini kurang mendalami peristiwa yang menjadi sengketa
secara rinci. Hakim meminta penjelasan secara lebih mendalam biasanya kuasa
hukum selalu menjawab akan berkonsultasi dengan pihak yang diwakilinya. Hal
ini yang menyebabkan wewenang untuk mengajukan gugatan dengan lisan tidak
HIR menentukan bahwa para pihak dapat dibantu atau diwakili oleh
kuasa hukum namun tidak ada ketentuan bahwa kuasa hukum harus seorang ahli
hukum atau sarjana hukum, meskipun dalam praktek hampir semua kuasa hukum
Perwakilan ini merupakan suatu keharusan dengan akibat batalnya tuntutan hak
(Pasal 106 ayat (1) Rv) atau diputusnya diluar hadir tergugat (Pasal 109 Rv)
Tujuan dari pada perwakilan dikatakan wajib oleh para sarjana hukum,
hal ini tidak lain untuk lebih menjamin pemeriksaan yang obyektif melancarkan
16
Dadan Muttaqien, Op. Cit, hlm. 8.
17
Ibid,. hlm. 8.
18
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Loc. Cit, hlm. 71.
J. Beracara Dikenakan Biaya
Tidak ada biaya maka tidak ada perkara, pada prinsipnya beracara
Dalam berperkara dikenakan biaya perkara, Pasal 121 ayat (4), 182, 183
HIR, Pasal 145 ayat (4), Pasal 192, Pasal 194 Rbg. Biaya perkara meliputi biaya
dan biaya administrasi (SEMA No. 5 Tahun 1994). Demikian juga bila para pihak
biaya.19
dibuat Kepala Polisi atau Camat setempat diatur dalam Pasal 237 HIR, 273 Rbg.
dilakukan atas prinsip “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Hakim harus selalu insyaf karena sumpah jabatannya, hakim tidak hanya
bertanggung jawab kepada hukum, diri sendiri dan kepada masyarakat tetapi
19
Dadan Muttaqien, Op. Cit, hlm. 7.
20
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Op. Cit, hlm. 72.
Menurut Bismar Siregar, SH, kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”, bila dihayati merupakan doa dan janji antara Hakim
dengan Tuhan, yang berbunyi: “Ya Tuhan, atas nama-Mu saya ucapkan putusan
melaksanakan putusan secara paksa apabila pihak yang dikalahkan tidak mau
“dalam tenggang waktu yang pantas” mengacu pada “tempo” cepat atau
mengacu pada banyak sedikitnya biaya yang harus dikeluarkan oleh para pencari
baik. Sebaliknya terlalu banyak formalitas atau peraturan akan sulit dipahami dan
kepastian hukum.24
21
Ibid,. hlm. 72.
22
Ibid,. hlm. 72.
23
Setiawan, Aneka Masalah Hukum Dan Hukum Acara Perdata, hlm. 426.
24
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Op. Cit, hlm. 73.
Cepat maksudnya menunjuk pada peradilan yang cepat dan proses
keadilan itu sendiri yang berakibat pada kekecewaan para pencari keadilan.
perkara (khususnya perkara perdata), harus sudah dapat diselesaikan dalam jangka
waktu paling lama enam bulan, hanya saja Mahkamah Agung belum
ditangung oleh rakyat. Biaya perkara yang tinggi akan membuat orang tidak
hakim, kecuali apabila Undang-undang menentukan lain.” Asas hakim majelis ini
25
Ibid,. hlm. 73.
Meskipun asasnya adalah hakim majelis, namun didalam prakteknya
juga perkara-perkara pidana. Pemeriksaan dengan hakim tunggal tetap sah. Pasal
suatu perkara dengan seorang hakim, apabila ditentukan oleh Ketua Pengadilan
dilaksanakan di dua tingkat instansi Pengadilan saja, yaitu Pengadilan Negeri dan
para pihak tidak puas dan tidak menerima putusan Pengadilan Negeri dapat
26
Ibid,. hlm. 74.
Kasasi bukan merupakan pemeriksaan dalam tingkat ketiga karena
kasasi hanya memeriksa perkara dari segi penerapan hukumnya saja dan tidak lagi
memeriksa tentang fakta atau peristiwanya. Hal ini didasarkan pada alasan-alasan
yang dipakai sebagai dasar dalam mengajukan kasasi, hanya berdasar pada
bersangkutan.27
putusan yudex factie-nya saja yang dilakukan Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi.
putusan Pengadilan lewat Kasasi, esensi asas ini mengandung dua pengertian;
27
Ibid,. hlm. 75.