Anda di halaman 1dari 18

1.

ARTI PENTINGNYA SERTA KEGUNAAN AMDAL


Pengertian Amdal
Pengertian Amdal adalah suatu proses pengkajian yang digunakan untuk memperkirakan
dampak yang terjadi pada lingkungan hidup akibat kegiatan proyek yang dilakukan atau
yang sedang direncanakan, sehingga diperlukan rencana yang matang terhadap dampak
tersebut.
Menurut PP No. 27 Tahun 1999, Pengertian Amdal ialah suatu kajian mengenai dampak
yang ditimbulkan dan penting dalam hal pengambilan keputusan usaha atau kegiatan yang
telah direncanakan pada lingkungan hidup, yang di mana diperlukan sebagai proses
pengambilan keputusan mengenai penyelenggaraan usaha atau kegiatan.

Fungsi Amdal
Fungsi dari amdal antara lain, sebagai berikut :
1) Fungsi amdal yang pertama sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan
pembangunan suatu wilayah.
2) Fungsi amdal yang kedua untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan
atas kelayakan sebuah lingkungan hidup dari rencana usaha atau kegiatan tertentu.
3) Fungsi amdal ketiga ialah membantu memberikan masukan dalam rangka
menyusun sebuah rancangan yang terperinci dari suatu rencana usaha atau
kegiatan.
4) Fungsi amdal yang keempat adalah membantu memberikan masukan dalam suatu
proses penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
5) Fungsi amdal yang kelima yaitu Membantu memberikan informasi terhadap
masyarakat tentang dampak-dampak yang mungkin ditimbulkan dari suatu
rencana usaha dan atau kegiatan.
6) Fungsi amdal yang selanjutnya adalah sebagai rekomendasi utama untuk sebuah
izin usaha.
7) Fungsi amdal berikutnya ialah Scientific Document dan Legal Document.
8) Fungsi amdal yang terakhir adalah Izin Kelayakan Lingkungan.

| Manfaat Amdal |
Manfaat dari Amdal antara lain, sebagai berikut :

1. Manfaat Amdal untuk Pemerintah


– Amdal dapat membantu proses perencanaan untuk mencegah pencemaran dan kerusakan
yang terjadi pada lingkungan.
– Amdal dapat membantu mencegah konflik yang terjadi dengan masyarakat terhadap
dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan atau usaha.
– Amdal dapat menjaga agar proses pembangunan berjalan sesuai dengan prinsip
pembangunan yang berkelanjutan.
– Amdal membantu mewujudkan pemerintahan yang bertanggung jawab dalam hal
pengelolaan lingkungan hidup.

2. Manfaat Amdal untuk Pemrakarsa atau Pelaksana usaha


– Amdal dapat membantu membuat usaha dan kegiatan menjadi lebih terjamin dan aman.
– Amdal dapat dijadikan sebagai referensi untuk pengajuan kredit atau hutang usaha di
bank.
– Amdal dapat dijadikan sebagai sarana dalam membantu interaksi dengan masyarakat
sekitar sebagai bukti dari ketaatan terhadap hukum.

3. Manfaat Amdal bagi Masyarakat


– Amdal dapat menjelaskan kepada masyarakat mengenai dampak yang terjadi
kedepannya setelah usaha atau kegiatan tersebut dijalankan.
– Dengan amdal, masyarakat bisa ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan suatu kegiatan
dan mengontrol kegiatan tersebut.
– Dengan amdal, masyarakat dapat ikut terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang
akan berpengaruh pada lingkungan tempat tinggalnya.

2. Undang-undang Aturan Hukum Amdal


Peraturan menteri negara lingkungkungan hidup nomor 11 tahun 2006 tentang jenis
rencana usaha yang wajib dilengkapi dengan analisis dampak lingkungan hidup
Menteri negara lingkungan hidup.
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 3 ayat (2) peraturan
pemerintah nomor 27 tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan hidup
telah di tetapkan keputusan menteri negara lingkungan hidup nomor 17 tahun 2001
tentang jenis usaha dan kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis dampak
lingkungan hidup.
a) UU Lingkungan Hidup
Pada 11 Maret 1982, diundangkan sebuah produk hukum mengenai pengelolaan
lingkungan, dengan nama Undang-Undang No 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, sering disingkat dengan UUPLH. Dengan
hadirnya UU Lingkungan ini, terbukalah lembaran baru bagi kebijaksanaan lingkungan
hidup di Indonesia, guna terciptanya pengendalian kondisi lingkungan yang memiliki
harmoni yang baik dengan dimensi-dimensi pembangunan.
UU No 4 Tahun 1982, mengandung ketentuan-ketentuan pokok sebagai dasar bagi
peraturan pelaksanaannya. Dengan demikian, UU ini berfungsi sebagai ketentuan payung
(umbrella provision) bagi peraturan perundangan lingkungan hidup lainnya, termasuk pula
menjadi dasar dan landasan bagi pembaruan hukum dan penyesuaian peraturan-peraturan
perundangan yang sudah lama (Danusaputro, 1982:25).
Kemudian, dengan banyaknya pekembangan mengenai konsep dan pemikiran mengenai
masalah lingkungan, dengan mengingat hasil-hasil yang dicapai masyarakat dunia melalui
KTT Rio tahun 1992, dirasakan UU No 4 Tahun 1982 sudah tidak banyak iagi menjangkau
perkembangan-perkembangan yang ada, sehingga perlu ditinjau dengan membuat
penggantinya. Untuk itulah lima tahun kemudian setelah berlangsungnya KTT Rio, dibuat
UUPLH yang baru sebagai pengganti UU No 4 Tahun 1982, yakni UU No 23 Tahun 1997
tentang pengelolaan Lingkungan Hidup, diundangkan tanggal 19 September 1997 melalui
Lembaran Negara No 68 Tahun 1997.
UUPLH baru atau UU No 23 Tahun 1997 memuat berbagai pengaturan sebagai respons
terhadap berbagai kebutuhan yang berkembang yang tidak mampu diatasi melalui UU No
4 Tahun 1982. Demikian juga UU baru ini dimaksudkan untuk menyerap nilai-nilai yang
bersifat keterbukaan, paradigma pengawasan masyarakat asas pengelolaan dan kekuasaan
Negara berbasis kepentingan publik (bottom-up), akses publik terhadap manfaat sumber
daya alam, dan keadilan lingkungan (environmental justice).
UUPLH menjadi dasar bagi semua pengelolaan lingkungan. Dengan demikian berbagai
pengaturan mengenai pengelolaan lingkungan, mengacu kepada UUPLH.
Permasalahannya, bagaimana dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis
yang telah ada UU-nya tersendiri. Misalnya di bidang pertanahan ada UUPA No. 5 Tahun
1960, di bidang air ada UU No. 7 Tahun 2004, di bidang penataan ruang ada UU No. 26
Tahun 2007, di bidang kehutanan, ada UU No. 41 Tahun 1999, dan lain-lain.
Semua peraturan perundang-undangan tersebut harus memiliki sinkronisasi dan tidak
tumpang tindih. Pada legislali nasional telah mencegah keadaan tumpang tindih
berdasarkan UU no. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Namun apabila masih tetap terjadi keadaan-keadaan seperti kesenjangan peraturan,
tumpang tindih, penafsiran ganda, dan lain-lain. Dapat diatasi dengan berpedoman kepada
asas-asas:
1. Lex specialis derogat legi generalis, yakni mengutamakan undang undang khusus
2. Lex superiors derogat legi inferiors, dengan mengutamakan UU/ Peraturan yang lebih
tinggi;
3. Lex posteriori derogat legi priori, yakni menggunakan UU/Ketentuan yang lebih baru
dan mengenyampingkan UU/Ketentuan yang terdahulu.
UU No 23 Tabun 1997, memang belum berperan maksimal sebagai dasar menangani
masalah lingkungan dalam hubungannya dengan pembangunan. Demikian pula dengan
konsep-konsep yang dicapai dalam Deklarasi Rio, belum banyak yang diserap sebagai
instrumen hukum dan kebijakan menata lingkungan. Namun dari segi landasan hukum,
UU ini dapat dikatakan sudah cukup lebih baik dari UU sebelumnya.
Berbagai aspek penanganan lingkungan di Indonesia masih terus dilakukan.
Penanganannya terutama dengan pelaksanaan prinsip-prinsip UUPLH, di samping
mengimplementasikan perkembangan-perkembangan yang bersifat global, seperti hasil-
hasil KTT Rio 1992, KTT Johannesburg 2002, dan berbagai konvensi internasional
mengenai aspek lingkungan. Ratifikasi telah dilakukan atas berbagai konvensi
internasional, baik yang dihasilkan oleh KTT Rio maupun konvensi lain, sebagai langkah
untuk memudahkan pelaksanaan kebijakan lingkungan di Indonesia. Agenda 21 KTT Rio
sudah diimplementasikan dalam Agenda 21 Indonesia atau Agenda 21 Nasional sebagai
sarana inspirasi pada rencana pembangunan. Agenda 21 Nasional kemudian
diimplementasi pada Agenda 21 Propinsi dan Agenda 21 Kabupaten/Kota yang mencakup
semua bidang untuk dikerangkakan kepada perencanaan daerah masing-masing.
b) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2012 Tentang Keterlibatan
Masyarakat Dalam AMDAL dan Izin Lingkungan :
Satu lagi Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup yang diterbitkan pada tahun 2012,
yaitu peraturan teknis terkait terbitnya PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan.Peraturan tersebut adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat Dalam AMDAL dan Izin
Lingkungan. Peraturan ini mengatur tentang tata cara pelibatan masyarakat dalam proses
AMDAL, dimulai dari pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan yang saat ini hanya
dilakukan 10 (sepuluh) hari, masyarakat mana saja yang dilibatkan dalam proses
AMDAL, penunjukkan wakil masyarakat yang terlibat dalam keanggotan Komisi Penilai
AMDAL, dan pelaksanaan konsultasi publik.Selain itu peraturan ini juga mengatur peran
masyarakat dalam proses penerbitan izin lingkungan, dimana dalam penerbitan izin
lingkungan diatur adanya pengumumam pada saat permohonan dan pesertujuan izin
lingkungan.Dengan terbitnya PermenLH Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan
Masyarakat Dalam Proses AMDAL dan Izin Lingkungan, maka Keputusan Kepala
Bapedal Nomor 08 Tahun 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi dalam Proses AMDAL dinayatakan dicabut dan tidak berlaku.
c) P.P ( 2012 )
Pada 23 Februari 2012, ditetapkan dan diundangkan Peraturan Pemerintah nomor
27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan (PP 27/2012). PP ini diundangkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48 dan Tambahan Lembaran
Negara Tahun 2012 Nomor 5285. PP 27/2012 disusun sebagai pelaksanaan ketentuan
dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UU 32/2009), khususnya ketentuan dalam Pasal 33 dan Pasal 41. PP 27/2012
mengatur dua instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen
kajian lingkungan hidup (dalam bentuk amdal dan UKL-UPL) serta instrumen Izin
Lingkungan. Penggabungan substansi tentang amdal dan izin lingkungan dalam PP ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa AMDAL/UKL-UPL dan izin lingkungan
merupakan satu kesatuan. Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar
Kambuaya, MBA menegaskan, “PP ini pertanda bahwa implementasi UU 32/2009 akan
semakin terlaksana dengan lebih baik. Walaupun baru satu PP turunan UU 32/2009 yang
dapat diterbitkan, namun PP ini sangat berkekuatan (Powerful) untuk menjaga lingkungan
hidup kita. PP ini meletakkan kelayakan lingkungan sebagai dasar izin lingkungan
sehingga enforceable dengan sanksi yang jelas dan tegas”.
Dalam PP 27/2012 mengatur hubungan (interface) antara izin lingkungan dengan
proses pengawasan dan penegakan hukum. Pasal 71 dalam PP 27 Tahun 2012 memberikan
ruang yang jelas mengenai pengenaan sanksi atas pemegang izin lingkungan yang
melanggar kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53. Secara umum, dapat
disimpulkan bahwa sasaran dari terbitnya PP 27 Tahun 2012 ini adalah terlindungi dan
terkelolanya lingkungan hidup sedangkan sasaran mikro dari terbitnya peraturan ini adalah
memberi dasar hukum yang jelas atas penerapan instrument izin lingkungan dan
memberikan beberapa perbaikan atas penerapan instrument amdal dan UKL-UPL (kajian
lingkungan hidup) di Indonesia.
Kewajiban pemegang izin lingkungan juga adalah menaati persyaratan dan
kewajiban yang akan tercantum dalam izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup (Izin PPLH). Izin PPLH diterbitkan pada tahap operasional sedangkan Izin
Lingkungan adalah pada tahap perencanaan. IZIN PPLH antara lain adalah: izin
pembuangan limbah cair, izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah, izin dalam
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3) dan izin pembuangan air
limbah ke laut (Penjelasan Pasal 48 ayat (2) PP 27/2012).
PP 27/2012 merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 Tentang Amdal dengan
penambahan berbagai pengaturan dan ketentuan perihal izin lingkungan. Ada dua prinsip
dalam upaya penyusunan PP Izin Lingkungan ini, yaitu lebih sederhana yang tidak
menciptakan proses birokrasi baru dan implementatif. Balthasar Kambuaya
menambahkan, “PP 27/2012 ini juga mengamanatkan proses penilaian amdal yang lebih
cepat, yaitu 125 hari dari 180 hari. Dengan begitu akan terjadi efisiensi sumber daya, baik
waktu, biaya dan tenaga, yang tentunya tanpa mengurangi kualitasnya.” Langkah maju ini
adalah pengaturan
bahwa total jangka waktu penilaian amdal sejak diterimanya dokumen amdal
dalam status telah lengkap secara administrasi adalah sekitar 125 hari kerja, tidak
termasuk lama waktu perbaikan dokumen. Jangka waktu 125 hari kerja tersebut adalah
langkah maju karena di PP 27 Tahun 1999, total jangka waktu penilaian amdal adalah
sekitar 180 hari kerja.Salah satu hal yang juga penting dalam PP ini adalah semakin
besarnya ruang bagi keterlibatan masyarakat khususnya masyarakat terkena dampak dalam
hal penentuan keputusan mengenai layak tidaknya rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut. Permohonan izin lingkungan dan penerbitan izin lingkungan harus diumumkan 3
kali dalam tahap perencanaan (sebelumnya dalam PP 27/1999hanya mewajibkan satu kali
pengumuman saja yaitu pada tahap sebelum menyusun kerangka acuan (KA) Andal).
Dengan begitu, masyarakat akan mampu berpartisipasi aktif dan memberikan saran atas
setiap rencana usaha dan/atau kegiatan di daerahnya.
Hal positif lainnya dalam PP 27 Tahun 2012 ini adalah dengan diberikannya
pengaturan yang tegas, bahwa PNS di instansi lingkungan hidup, dilarang menyusun
amdal maupun UKL-UPL. Ketentuan ini dirancang sebagai upaya untuk menjaga
akuntabilitas amdal maupun UKL-UPL sebagai kajian ilmiah yang harus bersih dari segala
bentuk intervensi kepentingan kelompok atau golongan. Pada akhir pernyataannya,
Menteri Negara Lingkungan Hidup mengatakan,”PP ini akan mengubah secara dramatis
tatanan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Akan terjadi perubahan mindset
dari seluruh pemangku kepentingan.” Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012
Tentang Izin Lingkungan, Lebih Cepat, Lebih Tegas dan Aspiratif melibatkan banyak
pihak.
PERATURAN PEMERINTAH PELAKSANAAN PP IZIN LINGKUNGAN
No Pasal Bunyi Pasal
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penyusunan dokumen Amdal sebagaimana
1 Pasal 6
dimaksud dalam Pasal 5 diatur dengan Peraturan
Menteri.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
2 Pasal 9 pengikutsertaan masyarakat dalam penyusunan
Amdal diatur dengan Peraturan Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
dan persyaratan untuk mendirikan lembaga
3 Pasal 10 penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
diatur dengan Peraturan Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengecualian untuk Usaha dan/atau Kegiatan
4 Pasal 13
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
5 Pasal 16 penyusunan UKL-UPL diatur dengan Peraturan
Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
6 Pasal 26 penilaian Kerangka Acuan diatur dengan
Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
7 Pasal 35 penilaian Andal dan RKL-RPL diatur dengan
Peraturan Menteri.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria
perubahan Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan tata cara perubahan
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup,
8 Pasal 50
perubahan Rekomendasi UKL-UPL, dan
penerbitan perubahan Izin Lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5),
dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penerbitan Izin Lingkungan sebagaimana
9 Pasal 52
dimaksud dalam Pasal 47 sampai dengan Pasal
51 diatur dengan Peraturan Menteri.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata
10 Pasal 58 cara lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembinaan dan evaluasi kinerja sebagaimana
11 Pasal 67
dimaksud dalam Pasal 64 sampai dengan Pasal
66 diatur dengan Peraturan Menteri.
2. AMDAL ( Analisis dampak mengenai lingkungan )
Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) pertama kali dicetuskan berdasarkan
atas ketentuan yang tercantum dalam pasal 16 Undang-undang No.4 tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Berdasarkan amanat pasal 16
tersebut diundangkan pada tanggal 5 Juni 1986 suatu Peraturan Pemerintah No.29 tahun
1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).Peraturan pemerintah
(PP) No.29/ 1986 tersebut berlaku pada tanggal 5 Juni 1987 yaitu selang satu tahun setelah
di tetapkan.
Hal tersbut diperlukan karena masih perlu waktu untuk menyusun kriteria dampak
terhadap lingkungan sosial mengingat definisi lingkungan yang menganut paham holistik
yaitu tidak saja mengenai lingkungan fissik/kimia saja namun meliputi pula lingkungan
sosial.
Berdasarkan pengalaman penerapan PP No.29/1986 tersebut dalam deregulasi dan untuk
mencapai efisiensi maka PP No.29/1986 diganti dengan PP No.51/1993 yang di
undangkan pada tanggal 23 Oktober 1993. Perubahan tersebut mengandung suatu cara
untuk mempersingkat lamanya penyusunan AMDAL dengan mengintrodusir penetapan
usaha dan/ atau kegiatan yang wajib AMDAL dengan keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup dengan demikian tidak diperlukan lagi pembuatan Penyajian Informasi
Lingkungan (PIL). Perubahan tersebut mengandung pula keharusan pembuatan ANDAL ,
RKL, dan RPL di buat sekaligus yang berarti waktu pembuatan dokumen dapat
diperpendek. Dalam perubahan tersebut di introdusir pula pembuatan dokumen Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) bagi kegiatan
yang tidak wajib AMDAL. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UKL) ditetapkan oleh Menteri Sektoral yang berdasarkan
format yang di tentukan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup. Demikian pula
wewenang menyusun AMDAL disederhanakan dan dihapuskannya dewan kualifikasi dan
ujian negara.
Dengan ditetapkannya Undang-undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPLH), maka PP No.51/1993 perlu diganti dengan PP No.27/1999
yang di undangkan pada tanggal 7 Mei 1999, yang efektif berlaku 18 bulan kemudian.
Perubahan besar yang terdapat dalam PP No.27 / 19999 adalah di hapuskannya semua
Komisi AMDAL Pusat dan diganti dengan satu Komisi Penilai Pusat yang ada di Bapedal.
Didaerah yaitu provinsi mempunyai Komisi Penilai Daerah. Apabila penilaian tersebut
tidak layak lingkungan maka instansi yang berwenang boleh menolak permohohan ijin
yang di ajukan oleh pemrakarsa. Suatu hal yang lebih di tekankan dalam PP No.27/1999
adalah keterbukaan informasi dan masyarakat. Implementasi AMDAL sangat perlu di
sosialisasikan tidak hanya kepada masyarakat namu perlu juga pada para calon investor
agar dapat mengetahui perihal AMDAL di Indonesia. Karena semua tahu bahwa proses
pembangunan di gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi,
sosial dan budaya.
Keputusan tidak layak lingkungan harus diikuti oleh instansi yang berwenang menerbitkan
ijin usaha. Apabila pejabat yang berwenang menerbitkan ijin usaha tidak mengikuti
keputusan layak lingkungan, maka pejabat yang berwenang tersebut dapat menjadi obyek
gugatan tata usaha negara di PTUN. Sudah saatnya sistem hukum kita memberikan
ancaman sanksi tidak hanya kepada masyarakat umum , tetapi harus berlaku pula bagi
pejabat yang tidak melaksanakan perintah Undang-undang seperti sanksi disiplin ataupun
sanksi pidana. Prosedur penyusunan AMDAL
Secara garis besar proses AMDAL mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
1.Mengidentifikasi dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan
2.Menguraikan rona lingkungan awal
3.Memprediksi dampak penting
4.Mengevaluasi dampak penting dan merumuskan arahan RKL/RPL.

Dokumen AMDAL terdiri dari 4 (empat) rangkaian dokumen yang dilaksanakan secara
berurutan , yaitu:
1.Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
2.Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)

Pendekatan Studi AMDAL


Dalam rangka untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan AMDAL, penyusunan
AMDAL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan melalui pendekatan studi
AMDAL sebagai berikut:
1.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Tunggal
2.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Terpadu
3.Pendekatan studi AMDAL Kegiatan Dalam Kawasan

Penyusunan AMDAL
Untuk menyusun studi AMDAL pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk
menyusun AMDAL. Anggota penyusun ( minimal koordinator pelaksana) harus
bersertifikat penyusun AMDAL (AMDAL B). Sedangkan anggota penyusun lainnya
adalah para ahli di bidangnya yang sesuai dengan bidang kegiatan yang di studi.
Peran serta masyarakat
Semua kegiatan dan /atau usaha yang wajib AMDAL, maka pemrakarsa wajib
mengumumkan terlebih dulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun AMDAL.
Yaitu pelaksanaan Kep.Kepala BAPEDAL No.08 tahun 2000 tentang Keterlibatan
masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL. Dalam jangka waktu 30
hari sejak diumumkan , masyarakat berhak memberikan saran, pendapat dan tanggapan.
Dalam proses pembuatan AMDAL peran masyarakat tetap diperlukan . Dengan
dipertimbangkannya dan dikajinya saran, pendapat dan tanggapan masyarakat dalam studi
AMDAL. Pada proses penilaian AMDAL dalam KOMISI PENILAI AMDAL maka
saran, pendapat dan tanggapan masyarakat akan menjadi dasar pertimbangan penetapan
kelayakan lingkungan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
PENILAIAN DOKUMEN AMDAL
Penilaian dokumen AMDAL dilakukan oleh Komisi Penilaian AMDAL Pusat yang
berkedudukan di BAPEDAL untuk menilai dokumen AMDAL dari usaha dan/atau
kegiatan yang bersifat trategis, lokasinya melebihi satu propinsi, berada di wilayah
sengketa, berada di ruang lautan, dan/ atau lokasinya dilintas batas negara RI dengan
negara lain.
Penilaian dokumen AMDAL dilakukan untuk beberapa dokumen dan meliputi penilaian
terhadap kelengkapan administrasi dan isi dokumen. Dokumen yang di nilai adalah
meliputi:
1.Penilaian dokumen Kerangka Acuan (KA)
2.Penilaian dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Penilaian Kerangka Acuan (KA), meliputi:
1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, yang terdiri dari: a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Pelaksanaan studi
e.Daftar pustaka dan lampiran

Penilaian Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), meliputi:


1.Kelengkapan administrasi
2.Isi dokumen, meliputi:
a.Pendahuluan
b.Ruang lingkup studi
c.Metode studi
d.Rencana usaha dan /atau kegiatan
e.Rona lingkungan awal
f.Prakiraan dampak penting
g.Evaluasi dampak penting
h.Daftar pustaka dan lampiran

Penilaian Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), meliputi:


1.Lingkup RKL
2.Pendekatan RKL
3.Kedalaman RKL
4.Rencana pelaksanaan RKL
5.Daftar pustaka dan lampiran

Penilaian Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), meliputi:


1.Lingkup RPL
2.Pendekatan RPL
3.Rencana pelaksanaan RPL
4.Daftar pustaka dan lampiran.

KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN


(AMDAL) KABUPATEN/ KOTA.
Komisi tersebut di bentuk oleh Bupati/ Walikota. Tugas komisi penilai adalah menilai KA,
ANDAL, RKL, dan RPL. Dalam melaksanakan tugasnya komisi penilai dibantu oleh tim
teknis komisi penilai dan sekretaris komisi penilai.
Susunan keanggotaan komisi penilai terdiri dari ketua biasanya dijabat oleh Ketua
Dapedalda Kabupaten/Kota, sekretaris yang dijabat oleh salah seorang pejabat yang
menangani masalah AMDAL. Sedangkan anggotanya terdiri dari wakil Bapeda, instansi
yang bertugas mengendalikan dampak lingkungan, instasi bidang penanaman modal,
instansi bidang pertanahan, instansi bidang pertahanan, instansi bidang kesehatan, instansi
yang terkait dengan lingkungan kegiatan, dan anggota lain yang di anggap perlu.
Secara garis besar komisi penilai AMDAL dapat terdiri dari unsur-unsur (1) unsur
pemerintah;(2) wakil masyarakat terkena dampak; (3) perguruan tinggi; (4) Pakar dan (5)
organisasi lingkungan.
Ada semacam kerancuan dalam kebijakan AMDAL dimana dokumen tersebut ditempatkan
sebagai sebuah studi kelayakan ilmiah di bidang lingkungan hidup yang menjadi alat
bantu bagi pengambilan keputusan dalam pembangunan. Namun demikian komisi penilai
yang bertugas menilai AMDAL beranggotakan mayoritas wakil dari instansi pemerintah
yang mencermikan heavy bureaucracy , dan wakil-wakil yang melakukan advokasi . Dari
komposisi yang ada dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut (1) keputusan kelayakan
lingkungan di dominasi oleh suara suara yang didasarkan pada kepentingan birokrasi;
(2).wakil masyarakat maupun LSM sebagai kekuatan counter balance dapat dengan mudah
terkooptasi (captured or coopted) karena berbagai faktor;
(3) keputusan cukup sulit untuk dicapai karena yang mendominasi adalah bukan
pertimbangan ilmiah obyektif akan tetapi kepentingan pemerintah atau kepentingan
masyarakat/ LSM secara sepihak .
Sebagai seorang pengusaha atau investor , kemana dia harus berkonsultasi jika mereka
akan melaksanakan studi AMDAL ?. Sebaiknya konsultasi dapat dilakukan di 3 (tiga)
komisi penilai AMDAL, yaitu:
1. Komisi Penilai AMDAL Pusat
2. Komisi Penilai AMDAL Propinsi
3. Komisi AMDAL Kabupaten/ Kota. Tergantung dari jenis rencana kegiatan yang akan
di studi AMDAL nya.

EVALUASI PROSES PENILAIAN DOKUMEN AMDAL


Proses dan prosedur penilaian AMDAL secara umum cukup baik yang ditandai dengan
singkatnya waktu penilaian , memang waktu penilaian sangat tergantung dari kualitas KA
dan dokumen AMDAL nya sendiri.
Kemampuan teknis dan obyektifitas dari penilaian
Anggota komisi penilai yang telah memiliki sertifikat kursus AMDAL A, B, dan C cukup
baik secara teknis dan obyektif, lebih profesional serta anggota penilai yang pernah
melakukan penyusunan AMDAL walaupun jumlahnya relatif tidak banyak. Anggota
komisi penilai yang berasal dari institusi sektoral atau dari pemerintah daerah (bukan dari
tim penilai tetap) sering belum banyak menguasai mengenai AMDAL. Penilaian oleh
LSM dan wakil dari masyarakat kadang-kadang kurang obyektif. Tim teknis yang ikut
duduk di dalam komisi penilai perlu lebih memahami peran bidangnya dalam AMDAL.
Evaluasi keterlibatan masyarakat.
Usaha melibatkan masyarakat dalam penilaian AMDAL cukup memadai dengan
dilibatkannya LSM lokal dan Pemerintah daerah (Bappeda), dan tokoh masyarakat.

AMDAL DAN EKONOMI KERAKYATAN


Dengan dilaksanakannya AMDAL yang sesuai dengan aturan, maka akan didapatkan hasil
yang optimal dan akan berpengaruh terhadap kebangkitan ekonomi. Kenapa demikian?
Dalam masa otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah menganut paradigma baru ,
antara lain:
1. Sumber daya yang ada di daerah merupakan bagian dari sistem penyangga kehidupan
masyarakat, seterusnya masyarakat merupakan sumber daya pembangunan bagi daerah.
2. Kesejahteraan masyarakat merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak
terpisahkan dari kelestarian sumber daya yang ada di daerah.
Dengan demikian maka dalam rangka otonomi daerah, fungsi dan tugas pemerintah daerah
seyogyanya berpegang pada hal-hal tersebut dibawah ini:
1. Pemda menerima de-sentralisasi kewenangan dan kewajiban
2. Pemda meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
3. Pemda melaksanakan program ekonomi kerakyatan
4. Pemda menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya di daerah secara konsisten.
5. Pemda memberikan jaminan kepastian usaha
6. Pemda menetapkan sumberdaya di daerah sebagai sumberdaya kehidupan dan bukan
sumberdaya pendapatan

KEBERHASILAN IMPLEMENTASI AMDAL DI DAERAH.


Sebagai syarat keberhasilan implementasi AMDAL di daerah adalah:
1.Melaksanakan peraturan/ perundang-undangan yang ada
Contoh:
Sebelum pembuatan dokumen AMDAL pemrakarsa harus melaksanakan Keputusan
Kepala Bapedal 8 tahun/ 2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan
Informasi dalam Proses AMDAL yaitu harus melaksanakan konsultasi masyarakat
sebelum pembuatan KA. Apabila konsultasi masyarakat berjalan dengan baik dan lancar,
maka pelaksanaan AMDAL serta implementasi RKL dan RPL akan berjalan dengan baik
dan lancar pula. Hal tersebut akan berimbas pada kondisi lingkungan baik lingkungan
fisik/ kimia, sosial-ekonomi-budaya yang kondusif sehingga masyarakat terbebas dari
dampak negatip dari kegiatan dan masyarakat akan sehat serta perekonomian akan
bangkit.
2.Implementasi AMDAL secara profesional, transparan dan terpadu.
Apabila implementasi memang demikian maka implementasi RKL dan RKL akan baik
pula. Implementai AMDAL, RKL dan RPL yang optimal akan meminimalkan dampak
negatip dari kegiatan yang ada. Dengan demikian akan meningkatkan status kesehatan,
penghasilan masyarakat meningkat dan masyarakat akan sejahtera. Selain itu pihak
industri dan/atau kegiatan dan pihak pemrakarsa akan mendapatkan keuntungan yaitu
terbebas dari tuntutan hukum ( karena tidak mencemari lingkungan ) dan terbebas pula
dari tuntutan masyarakat ( karena masyarakat merasa tidak dirugikan ). Hal tersebut akan
lebih mudah untuk melakukan pendekatan sosial-ekonomi-budaya dengan masyarakat di
sekitar pabrik/ industri/ kegiatan berlangsung.
1. Analisis hasil survei terhadap dampak lingkungan
Pengamatan: lingkungan sekitar Central Park dan Apartement Mediterania
Berdasarkan survey yang kami lakukan terhadap warga setempat ternyata sebelum adanya
central park dan apartement, lingkungan mereka tidak mengalami banjir. Banjir
disebabkan posisi central park dan apartement jauh lebih tinggi dibandingan dengan
lingkungan warga sehingga lingkungan warga lebih rendah. Ketika hujan aliran air justru
mengarah ke rumah warga yang berada di samping atau di belakang bangunan tersebut.
Banyak warga setempat yang mengutarakan kekeluhannya akibat dampak lingkungan
tersebut diantaranya banjir dan berkurangnya jumlah pasokan air. Sebelum adanya
bangunan tersebut lingkungan sekitar dipenuhi dengan kesejukan tanaman pohon-pohonan
sehingga adanya resapan air yg dapat menampung banjir.setelah bangunan tersebut
didirikan resapan air justru berkurang karena pohon-pohon disekitarnya di potong habis
untuk menjadi lahan bangunan.
olusi terhadap permasalahan menurut kelompok kami adalah: harus dibuatkan resapan air
yang lebih banyak lagi agar tidak banjir dan lahan-lahan yang masih kosong untuk tidak
didirikan bangunan. Merubah letak bangunan tidak mungkin terjadi, tetapi harus di
lakukan sosialisasi terhadap warga setempat. Letak permasalahanya sebenarnya ketika
bangunan itu belum didirikan, pihak pengembang harus betul-betul mengetahui kontur
tanah seperti apa dan warga setempat harus diajak dialog mengenai hal ini ternyata tidak
ada.
Kesimpulannya adalah akibat dampak didirikan central park dan apartement warga sekitar
mengalami banjir yg disebabkan kontur tanah warga menjadi rendah sedangkan kontur
tanah bangunan tersebut lebih tinggi dan aliran air ketika hujan justru mengarah ke
lingkungan warga padahal drainase disekitarnya kecil yang tidak dapat menampung air
banjir dan dapat meluap seketika.
2. Analisis hasil survei terhadap dampak lingkungan
Pengamatan: lingkungan sekitar Central Park dan Apartement Mediterania jalan letjen
s.parman kav.28 kelurahan tanjung duren kode pos 11470 kecamatan grogol petamburan
kotamadya, Jakarta barat
Berdasarkan survey yang kami lakukan terhadap warga setempat ternyata sebelum adanya
central park dan apartement, lingkungan mereka tidak mengalami banjir. Banjir
disebabkan posisi central park dan apartement jauh lebih tinggi dibandingan dengan
lingkungan warga sehingga lingkungan warga lebih rendah. Ketika hujan aliran air justru
mengarah ke rumah warga yang berada di samping atau di belakang bangunan tersebut.
Banyak warga setempat yang mengutarakan kekeluhannya akibat dampak lingkungan
tersebut diantaranya banjir dan berkurangnya jumlah pasokan air.Sebelum adanya
bangunan tersebut lingkungan sekitar dipenuhi dengan kesejukan tanaman pohon-pohonan
sehingga adanya resapan air yg dapat menampung banjir.setelah bangunan tersebut
didirikan resapan air justru berkurang karena pohon-pohon disekitarnya di potong habis
untuk menjadi lahan bangunan.
Solusi terhadap permasalahan menurut kelompok kami adalah: harus dibuatkan resapan air
yang lebih banyak lagi agar tidak banjir dan lahan-lahan yang masih kosong untuk tidak
didirikan bangunan. Merubah letak bangunan tidak mungkin terjadi, tetapi harus di
lakukan sosialisasi terhadap warga setempat. Letak permasalahanya sebenarnya ketika
bangunan itu belum didirikan, pihak pengembang harus betul-betul mengetahui kontur
tanah seperti apa dan warga setempat harus diajak dialog mengenai hal ini ternyata tidak
ada.
Kesimpulannya adalah akibat dampak didirikan central park dan apartement warga sekitar
mengalami banjir yg disebabkan kontur tanah warga menjadi rendah sedangkan kontur
tanah bangunan tersebut lebih tinggi dan aliran air ketika hujan justru mengarah ke
lingkungan warga padahal drainase disekitarnya kecil yang tidak dapat menampung air
banjir dan dapat meluap seketika.

3. BAGAIMANA PENENTUAN BIAYA AMDAL


Salah satu alasan mengapa penyusunan dokumen lingkungan seperti dokumen AMDAL
dan UKL-UPL dihindari oleh investor saat ini adalah karena tidak adanya tarif yang jelas
untuk pembuatan dan proses medapatkan persetujuan layak lingkungan untuk AMDAL
dan/atau rekomendasi UKL-UPL. Investor menggaap membuat dokumen lingkungan itu
sulit dan mahal. Kondisi ini secara tidak langsung memperlambat pertumbuhan investasi
di Indonesia.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL pada pasal 36 dan 37
memang sudah mengatur mekanisme pembiayaan AMDAL seperti biaya pelaksanaan
kegiatan komisi ditanggung oleh pemerintah sesuai kewenangannya dan biaya penyusunan
dan penilaian dokumen AMDAL dibebankan kepada pemrakarsa tetapi dalam prakteknya
masih ditemukan di berbagai daerah tidak ada tarif yang jelas berapa biaya yang harus
dikeluarkan oleh pemrakarsa sampai pemrakarsa mendapatkan surat persetujuan layak
lingkungan dan/atau rekomendasi UKL-UPL.

Jika hal ini hal ini terus dibiarkan makan akan kontra produktif dengan kampanye
pemerintah agar semua usaha dan atau kegiatan melaksanakan bisnis yang ramah
lingkungan. Pemerintah hendaknya memberikan kemudahan kepada pengusaha dalam
proses mendapatkan dokumen lingkungan.
Praktek yang masih terjadi sampai saat di lapangan dan berdasarkan informasi dari para
konsultan penyusun dokumen AMDAL dan UKL-UPL masih dijumpai biaya yang harus
diserahkan Konsultan kepada institusi penilai AMDAL sangat besar dan tidak pernah ada
tarif yang standar dan bahkan untuk pembahasan UKL-UPL sampai penerbitan
rekomendasi sering sekali bianyanya lebih mahal dari jasa konsultan penyusun. Padahal
proses yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup untuk Penyusunan dokumen
UKL-UPL sudah sederhana tetapi menjadi terlihat jadi rumit dan sangat berat karena tidak
ada ketentuan yang mengatur tarif pembahasannya. Jika pemrakarsa dan tim penyusun
menanyakan apakah ada aturan yang menetapkan besaran tarif maka instansi yang
bersangkutan sering tidak dapat menunjukkan. Pertanyaannya adalah dana yang disetorkan
oleh pemrakarsa dan/atau konsultan tersebut menjadi milik siapa? Pemerintahkah atau
pihak-pihak tertentu, jika diserahkan ke kas daerah maka tentunya ada peraturan yang
menetapkan besaran tarifnya.

Kementerian Lingkungan Hidup telah mengeluarkan banyak peraturan menyangkut


AMDAL dan UKL-UPL dengan satu keinginan agar instrumen lingkungan wajib ini dapat
dilaksanakan dengan mudah dan berfungsi mengawal pencegahan terjadinya pencemaran
dan kerusakan lingkungan. Dari keseluruhan peraturan menteri tersebut mengapa
Kementerian Lingkungan Hidup tidak berani membuat peraturan yang mengatur
penetapan standar tarif biaya penilaian dokumen AMDAL dan Pembahasan Dokumen
UKL-UPL di Pusat, Provinsi dan Kab/Kota bahkan mencantumkan ketentuan kejelasan
tarif dalam persyaratan Linsensi Komisi Penilai AMDAL di setiap tingkatan. Persyaratan
ini tidak kalah penting dari aturan ketentuan menyangkut sarana dan prasaran ruang rapat
komisi. Hal inilah sering sekali kita jumpai di lapangan dimana para konsultan AMDAL
ketika mengajukan biaya penyusunan dokumen AMDAL kepada pemrakarsa memisahkan
biaya penyusunan dan penilaian/pembahasan karena bagi mereka komponen biaya
penilaian/pembahasan tersebut sangat tidak jelas, tidak pasti dan tidak transparan.

Ketidakjelasanan tarif ini juga mempengaruhi secara langsung akan mempengaruhi


kualitas dokumen AMDAL dan UKL-UPL karena akan ada peluang lolosnya dokumen
AMDAL dan UKL-UPL yang tidak berkualitas tetapi memberikan "fasilitas" bayaran
yang lebih kepada pihak-pihak tertentu. Bahkan mungkin dokumen cukup dinilai/diulas
seadanya saja asal pihak pemrakarsa dan atau konsultan penyusun menyetujui besar tarif
yang ditetapkan.
Jika ada Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah menetapkan tarif untuk penilaian
AMDAL dan pembahasan dokumen UKL-UPL bahkan membuat Peraturan Daerah
menyangkut biaya penerbitan Surat Keputusan Kelalayakan Lingkungan dan
Rekomendasi UKL-UPL patut diberikan apresiasi karena mengeluarkan kebijakan yang
membangunan iklim investasi yang baik di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai