Anda di halaman 1dari 7

Padang, 24 September 2021

Kepada Yang Terhormat,


KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI
REPUBLIK INDONESIA
Jalan Medan Merdeka Barat No.6
Jakarta Pusat

Perihal : Permohonan pengujian Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32


Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
terhadap Pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.

Dengan Hormat,

Nama : Rania Nabila Ihsan

Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 13 September 2001

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Pekerjaan : Mahasiswi

Alamat : Jln. Persahabatan Timur III No.16

Selanjutnya disebut sebagai PEMOHON dengan ini mengajukan permohonan pengujian Pasal
69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup terhadap Pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
A. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

1. Bahwa pasal 24 ayat (2) Perubahan Keempat UUD 1945 menyatakan, "Kekuasaan
kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada
di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi”.
2. Bahwa disebutkan pula dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945, "Mahkamah Konstitusi
benwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final
untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang Pemilihan
Umum”
3. Dengan demikian berdasarkan ketentuan tersebut di atas, Mahkamah Konstitusi
mempunyai kewenangan untuk melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD
1945, demikian pula berdasarkan pada Pasal 10 ayat (1) Undang-undang No. 24 Tahun
2003 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 8 Tahun 2011 tentang
perubahan atas undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang
menyatakan, "Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk (a) menguji undang- undang terhadap UUD
RI Tahun 1945.
4. Demikian pula berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-undang No. 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengatakan, "Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terkahir yang putusannya bersifat final
untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945;
b. memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memutus pembubaran partai politik;
d. memutus peselisihan tentang hasil pemilihan umum; dan
e. kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang".

Ketentuan ini semakin mempertegas kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai satu-


satunya lembaga yang berwenang untuk menguji konstitusionalitas suatu undang-
undang terhadap UÚD 1945.
5. Bahwa Pemohon mengajukan permohonan agar Mahkamah Konstitusi melakukan
pengujian terhadap Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terhadap Pasal 18 B ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Bahwa berdasarkan dasar kewenangan dan argumen-argumen tersebut, Mahkamah
Konstitusi secara hukum sah dan berwenang melakukan pengujian konstitusionalitas
terhadap Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

B. KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PARA PEMOHON

7. Dimilikinya kedudukan hukum/legal standing merupakan syarat yang harus dipenuhi


oleh setiap pemohon untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang
terhadap UUD NRI 1945 kepada Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur di dalam
Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.

Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi :

“Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau Hak


Konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara.”

Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK:


“Yang dimaksud dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur
dalam UUD NRI 1945.”

8. Berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK tersebut, terdapat dua syarat yang
harus dipenuhi untuk menguji apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum
(legal standing) dalam perkara pengujian undang-undang, yaitu :
(i) terpenuhinya kualifikasi untuk bertindak sebagai pemohon, dan
(ii) adanya hak dan/atau Hak Konstitusional dari Para Pemohon yang dirugikan
dengan berlakunya suatu undang-undang.
9. Bahwa oleh karena itu, Para Pemohon menguraikan kedudukan hukum (Legal
Standing) Para Pemohon dalam mengajukan permohonan dalam perkara a quo, sebagai
berikut:

Pertama, Kualifikasi sebagai Pemohon. Bahwa kualifikasi Pemohon adalah sebagai


Kesatuan Masyarakat Hukum adat .

Kedua, Kerugian Konstitusional Pemohon. Mengenai parameter kerugian


konstitusional, MK telah memberikan pengertian dan batasan tentang
kerugian konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu undang-
undang harus memenuhi 5 (lima) syarat sebagaimana Putusan MK Perkara
Nomor 006/PUU-III/2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007, yaitu sebagai
berikut:

A. adanya hak dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon yang diberikan


oleh UUD NRI 1945;
B. bahwa hak dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon tersebut dianggap
oleh Pemohon telah dirugikan oleh suatu Undang-Undang yang diuji;
C. bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon yang
dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat
potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi;

D. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan


berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
E. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka
kerugian dan/atau kewenangan Konstitusional yang didalilkan tidak akan
atau tidak lagi terjadi.

10. Bahwa Pemohon sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat, secara konstitusional
telah dirugikan pemenuhan Hak Konstitusionalnya untuk menjunjung tinggi dan
menaati hukum yang dipositifkan di dalam Undang- Undang tersebut, oleh karena :

A. Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup mengurangi hak konstitusional Pemohon mengenai pengecualian bagi
Masyarakat Adat untuk membuka lahan dengan cara membakar.

B. Pada prinsip perlindungan Masyarakat Adat dengan membuka ladang secara tradisional
diakui oleh konstitusi Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945: “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.” Pengakuan tersebut
diatas semakin dipertegas dalam Pasal 28I ayat (3) UUD 1945: “Identitas budaya dan
hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman.” Oleh karena
itu membuka lahan dengan cara membakar bagi Masyarakat Adat adalah menjalankan
hak-hak tradisionalnya sebagaimana diatur dalam konstitusi.

11. Bahwa hak Konstitusional Pemohon tersebut telah sangat dirugikan dengan
berlakunya Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kerugian tersebut bersifat spesifik dan potensial yang berdasarkan penalaran yang
wajar dipastikan akan terjadi, serta mempunyai hubungan kausal pegecualian dengan
berlakunya Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup . Oleh karena itu, dengan dikabulkannya permohonan ini oleh
Mahkamah Konstitusi sebagai the sole interpreter of the constitution dan pengawal
konstitusi maka kerugian Hak Konstitusional Para Pemohon tidak akan terjadi lagi.

12. Bahwa dengan demikian, Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing)
sebagai pemohon pengujian undang-undang dalam perkara tersebut karena telah
memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi
beserta Penjelasannya dan 5 (lima) syarat kerugian hak konstitusional
sebagaimana pendapat Mahkamah selama ini yang telah menjadi yurisprudensi dan
Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005.

C. ALASAN-ALASAN PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG


PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

13. Bahwa Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup bertentangan dengan Pasal 18 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 yang menjamin hak konstitusional Pemohon untuk
memajukan diri dalam memperjuangkan hak secara kolektif.

14. Bahwa Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan


LingkunganHidup berbunyi:
Pasal 69
(1) Setiap orang dilarang :
a. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup;
b. Memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundangundangan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. Memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
d. Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
e. Membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. Membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g. Melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
h. Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i. Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau
j. Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak
informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.

2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h memperhatikan dengan


sungguh-sungguh kearifan lokal di daerah masing-masing.

II. PETITUM

Berdasarkan seluruh uraian di atas dan bukti-bukti terlampir, jelas bahwa di dalam
permohonon uji materil ini terbukti bahwa Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup merugikan Hak Konstitusional Pemohon yang dilindungi (protected),
dihormati (respected), dimajukan (promoted), dan dijamin (guaranted) Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, diharapkan dengan
dikabulkannya permohonan ini dapat mengembalikan Hak Konstitusional Pemohon sesuai
dengan amanat Konstitusi.
Dengan demikian, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Konstitusi yang mulia
berkenan memberikan putusan sebagai berikut:
1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pasal 69 ayat (2) huruf h Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar 1945
3. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya;
4. Apabila Mahkamah berpendapat lain mohon Putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).

III. PENUTUP

Demikian Permohonan Uji Materil (Judicial Review) ini saya sampaikan, atas perhatiannya dan
kearifan Majelis Hakim yang mulia kami sampaikan terima kasih.

Hormat saya,
Rania Nabila Ihsan.

Anda mungkin juga menyukai