Anda di halaman 1dari 9

Jakarta, 20 November 2022

Kepada Yth.
KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
Jl. Medan Merdeka Barat No. 6
Jakarta Pusat 10110

Hal: Permohonan Pengujian Pasal 75 ayat (2) huruf b Undang-Undang


Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terhadap Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan hormat,
Kami yang bertandatangan di bawah ini:

1. Nama; Muhammad Falih Abdi Nugroho


Pekerjaan: Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara
Warga Negara: Indonesia
Alamat: di jalan Foresta 2, blok F9/11 bsd city , Tangerang selatan
Nomor Telepon:081286555280
Email:falihmks@gmail.com
Selanjutnya disebut sebagai --------------------------------------Pemohon I;

2. Nama; Fauzi Ahmad


Pekerjaan: Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara
Warga Negara: Indonesia
Alamat: di jalan Kencana loka V Serpong , Tangerang selatan
Nomor Telepon: 082283879955 Email: fauziahmad@gmail.com

Selanjutnya disebut sebagai -------------------------------------


Pemohon II;

Dalam hal ini bertindak masing-masing atas nama dirinya sendiri maupun
Bersama – sama sebagai pemohon II dan pemohon II :
Selanjutnya disebut sebagai ----------------------------------Para Pemohon:
2

Para Pemohon dengan ini mengajukan Permohonan Pengajuan Pasal 75 ayat


(2) huruf b Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebelum melanjutkan pada uraian mengenai permohonan beserta alas an –


alasannya. Para Pemohon lebih dahulu menguraikan kewenangan Mahkamah
Konstitusi dan Kedudukan Hukum (legal standing) Pemohon sebagai berikut :

A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi


1. Perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
telah menciptakan sebuah lembaga baru yang berfungsi untuk mengawal
konstitusi, yaitu Mahkamah Konstitusi, sebagaimana tertuang dalam Pasal
24 Ayat (1) dan Ayat (2), serta Pasal 24C Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 , yang diatur lebih lanjut dalam
UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 70,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5266).
2. Bahwa salah satu kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi
adalah melakukan pengujian undang-undang terhadap konstitusi
sebagaimana diatur dalam Pasal 24C Ayat (1) Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
undangundang terhadap Undang-Undang Dasar...”
3. Selanjutnya, Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Mahkamah
Konstitusi menyatakan:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan


terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
3

a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ....”

4. Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun


2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
157, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5076), selanjutnya disebut
“Undang-Undag Kekuasaan Kehakiman” menyatakan:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”

5. Bahwa mengacu kepada ketentuan tersebut di atas, Mahkamah Konstitusi


berwenang untuk melakukan pengujian konstitusionalitas suatu
undangundang terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

B. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon

1. Dimilikinya kedudukan hukum/legal standing merupakan syarat yang harus


dipenuhi oleh setiap pemohon untuk mengajukan permohonan pengujian
undang-undang terhadap UUD NRI 1945 kepada MK sebagaimana diatur
di dalam Pasal 51 ayat (1) Undang Undang No 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Pasal 51 ayat (1) Undang Undang No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah


Konstitusi :
“Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau Hak
Konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
4

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai


dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara.”

Penjelasan Pasal 51 ayat (1) Undang Undang No 24 Tahun 2003 tentang


Mahkamah Konstitusi:
“Yang dimaksud dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur
dalam UUD NRI 1945.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 51 ayat (1 )Undang Undang No 24 Tahun 2003


tentang Mahkamah Konstitusi tersebut, terdapat dua syarat yang harus
dipenuhi untuk menguji apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum
(legal standing) dalam perkara pengujian undang-undang, yaitu (i)
terpenuhinya kualifikasi untuk bertindak sebagai pemohon, dan (ii) adanya
hak dan/atau Hak Konstitusional dari Para Pemohon yang dirugikan dengan
berlakunya suatu undang-undang.

2. Bahwa oleh karena itu, Para Pemohon menguraikan kedudukan hukum


(Legal Standing) Para Pemohon dalam mengajukan permohonan dalam
perkara a quo, sebagai berikut:

Pertama, Kualifikasi sebagai Para Pemohon. Bahwa kualifikasi


Pemohon I sampai dengan Pemohon II adalah sebagai perorangan
warga negara Indonesia.

Kedua, Kerugian Konstitusional Para Pemohon. Mengenai parameter


kerugian konstitusional, Mahkamah Konstitusi telah memberikan
pengertian dan batasan tentang kerugian konstitusional yang timbul
karena berlakunya suatu undang-undang harus memenuhi 5 (lima)
syarat sebagaimana Putusan MK Perkara Nomor 006/PUU-III/2005
dan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007, yaitu sebagai berikut:
5

a. adanya hak dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon yang


diberikan oleh Undang Undang Dasar Negara kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa hak dan/atau kewenangan Konstitusional pemohon tersebut
dianggap oleh para Pemohon telah dirugikan oleh suatu
Undang-Undang yang diuji;
c. bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan Konstitusional
pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau
setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar
dapat dipastikan akan terjadi;
d. adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian
dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
e. adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan
maka kerugian dan/atau kewenangan Konstitusional yang
didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
3. Bahwa Pemohon I sampai dengan Pemohon II sebagai perorangan Warga
Negara Indonesia, secara konstitusional telah dirugikan pemenuhan Hak
Konstitusionalnya untuk menjunjung tinggi dan menaati hukum yang
dipositifkan di dalam Undang-Undang a quo, oleh karena :
Pasal 75 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan mengurangi hak konstitusional Pemohon I sampai dengan
Pemohon II yang melanggar konstitusi yaitu hak untuk hidup dan juga
aborsi memiliki resiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan
maupun keselamatan hidup seorang wanita. resiko kesehatan terhadap
wanita yang melakukan aborsi bersiko kesehatan dan keselamatan secara
fisik dan ganguan psikologis.
4. Bahwa dengan demikian, Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal
standing) sebagai pemohon pengujian undang-undang dalam perkara a quo
karena telah memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) UndangUndang
Mahkamah konstitusi beserta Penjelasannya dan 5 (lima) syarat kerugian
hak konstitusional sebagaimana pendapat Mahkamah selama ini yang telah
menjadi yurisprudensi dan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor
06/PMK/2005.
6

C. Alasan-alasan Permohonan
1. Bahwa objek permohonan pengujian ini adalah materi muatan Pasal 75 ayat
(2) huruf b Undang-undang Nomor 36 tahun 1999 tentang Kesehatan.
Pasal 75 ayat berbunyi :
(1) “larangan melakukan aborsi”.
(2)“ Larangan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis
bagi korban pemerkosaan.
2. Bahwa menurut Para Pemohon Pasal 75 ayat (2) huruf b Undang-undang
Nomor 36 tahun 1999 tentang Kesehatan bertentangan dengan Pasal Pasal
28A ,Pasal 28B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 .
3. Bahwa, berdasarkan Pasal 28A Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi : “ setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Pada kenyataannya setiap janin atau bayi yang tertanam dirahim setiap
wanita memiliki hak untuk hidup serta mempertahankan kehidupannya.
Aborsi merupakan tindakan kekerasan terhadap janin sehingga janin
tersebut dibunuh dan dikeluarkan secara paksa dari rahim ibunya. Oleh
sebab itu tergambar jelas bahwa tindakan aborsi sangat bertentangan dengan
Pasal 28A Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. Bahwa, berdasarkan Pasal 28B ayat (2) Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi : “ setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Aborsi adalah sebuah tindakan yang tidak manusiawi dengan menggunakan
kekerasan yang secara langsung aborsi telah merenggut nyawa seorang bayi
yang masih dalam keadaan suci, yang sejatinya sejak berupa Janin telah
dianggap sebagai subyek hukum sehingga berhak untuk hidup, tumbuh, dan
berkembang tanpa adanya kekerasan dan diskriminasi. Oleh sebab itu,
7

bahwa tindakan aborsi sangat bertentangan dengan Pasal 28B ayat (2)
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5. Bahwa, berdasarkan Pasal 28I ayat (1) Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi: “ hak untuk hidup, hak
untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum dan untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun.”
Bahwa tindakan aborsi ,merupakan tindakan yang jahat dan tidak
inkonstitutional melanggar hak asasi manusia merupakan hak dasar yang
dimiliki oleh manusia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan ini
tidak boleh dikurangi dalam bentuk apapun. Tindakan aborsi memiliki
resiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan maupun
keselamatan hidup seorang wanita. resiko kesehatan terhadap wanita yang
melakukan aborsi bersiko kesehatan dan keselamatan secara fisik dan
ganguan psikologis .Dengan Demikian Jelas bertentangan dengan Pasal 28I
ayat (1)Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Berdasarkan alasan-alasan tersebut Hak untuk hidup merupakan hak paling
mendasar yang dimiliki setiap manusia , dengan diberlakukannya ketentuan
Pasal 75 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan telah melanggar ketentuan paling dasar tersebut yang khusus
tercantum dalam Pasal 28A ,Pasal 28B ayat (2) dan Pasal 28I ayat
(1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

D. Permohonan
1. Berdasarkan seluruh uraian di atas, jelas bahwa di dalam permohonon uji
materil ini terbukti bahwa Pasal 75 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor
36 tahun 2009 tentang Kesehatan, merugikan Hak Konstitusional Para
Pemohon yang dilindungi (protected), dihormati (respected), dimajukan
(promoted), dan dijamin (guaranted) ) Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945.
8

2. Oleh karena itu, diharapkan dengan dikabulkannya permohonan ini dapat


mengembalikan Hak Konstitusional Para Pemohon sesuai dengan amanat
Konstitusi.
3. Dengan demikian, Para Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Konstitusi
yang mulia berkenan memberikan putusan sebagai berikut:
a. Menerima dan mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk
seluruhnya;
b. Menyatakan Pasal 75 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan bertentangan dengan UndangUndang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan mengikat; dan
c. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara
Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
4. Apabila Mahkamah berpendapat lain mohon Putusan seadil-adilnya (ex
aequo et bono).

Hormat kami,
Kuasa Hukum Pemohon :

Muhammad Falih Abdi Nugroho

Fauzi Ahmad
9

Anda mungkin juga menyukai