Anda di halaman 1dari 79

ABSTRAK

(A) Nama : Muhammad Falih Abdi Nugroho (NIM: 205190275)

(B) Judul Skripsi : Perlindungan Konsumen Atas Penimbun Minyak Goreng

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 TENTANG

Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Penimbun Minyak Kita Oleh PT.

BINA KARYA PRIMA)

(C) Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Penimbunan, Kelangkaan

(D) Isi : Salah satu permasalahan yang sering terjadi di Indonesia adalah
masalah kekurangan pangan, salah satunya adalah minyak goreng. Hal
ini berdampak buruk bagi masyarakat Indonesia karena kebutuhan
pokoknya semakin berkurang. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pelaku
usaha yang menimbun minyak goreng dan menjualnya kembali dengan
harga tinggi untuk mendapatkan keuntungan. Menimbun diartikan
sebagai membeli sesuatu dan menyimpannya sehingga barang tersebut
semakin berkurang di masyarakat sehingga harganya akan meningkat dan
masyarakat akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.
Penimbunan seperti ini dilarang karena merupakan tindak pidana dan
bukti keburukan akhlak serta menyulitkan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Manusia dalam hal ini terfokus pada
keberlangsungan hidup konsumen dalam pemenuhan kebutuhan dasar
hidupnya. Peneliti menerapkan pendekatan penelitian hukum yuridis
normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsep hukum positivis,
yang memandang hukum identik dengan norma tertulis yang dibuat dan
diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Konsep hukum
ini merupakan suatu sistem normatif yang berdiri sendiri, tertutup, dan
terlepas dari kehidupan masyarakat nyata.

(E) Pembimbing : Prof. Dr. jeane Neltje Saly, SH., MH


Abstract

(A) Name : Muhammad Falih Abdi Nugroho (NIM: 205190275)

(B) Thesis Title : Consumer Protection for Cooking Oil Hoarders Based on

Law Number 8 of 1999 CONCERNING Consumer Protection (Case

Study of Our Oil Hoarders by PT. BINA KARYA PRIMA)

(C) Keywords : Consumer Protection, Hoarding, Scarcity

(D) Isi : One of the problems that often occurs in Indonesia is the
problem of food shortages, one of which is cooking oil. This has a
negative impact on the Indonesian people because their basic needs are
decreasing. This is caused by many business actors hoarding cooking oil
and reselling it at high prices to make a profit. Hoarding is defined as
buying something and saving it so that the item decreases in society so
that the price will increase and people will have difficulty meeting their
basic needs. This kind of hoarding is prohibited because it is a crime and
evidence of moral badness and makes it difficult for people to fulfill their
daily needs. Humans in this case are focused on the continuity of
consumer life in fulfilling their basic life needs. The researcher applies a
normative juridical legal research approach, namely an approach that
uses the legal positivist concept, which views law as identical to written
norms created and promulgated by authorized institutions or officials.
This legal concept is a normative system that is independent, closed, and
apart from real social life.

(F) Supervisor : Prof. Dr. jeane Neltje Saly, SH., MH

Author``: Muhammad Falih Abdi Nugroho

ii
iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara agraris yang kaya akan hasil pertanian,

perikanan, perkebunan, peternakan dan kehutan. Kondisi alam tersebut sangat

memberikan peluang besar bagi masyarakat Indonesia dalam sector pertanian,

perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan dalam memenuhi

kebutuhan pangan. Salah satu hasil Sumber Daya Alam di Indonesia adalah

minyak goreng.

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau

lemak hewan yang dimurnikan dan dimurnikan yang memiliki bentuk cair

dalam suhu ruangan dan biasanya digunakan untuk memasak. Minyak goreng

biasanya berasal dari biji-bijian, seperti kelapa, kacang-kacangan, jagung,

kedelai dan kanola.1 Penggunaan minyak goreng banyak jumlahnya oleh

konsumen, disebabkan adanya anggapan bahwa makanan yang digoreng akan

terasa jauh lebih nikmat.Setiap produsen minyak goreng mempromosikan

bahwa produknya adalah produk yang terbaik dan 9, vitamin A, D dan E,

melalui dua kali penyaringan dan tidak mengandung kolesterol. Di Indonesia,

minyak goreng diproduksi dari minyak kelapa sawit dalam skala besar.

1
“Minyak Goreng.” (http://p2k.unkris.ac.id/id3/3065-2962/Minyak-Goreng_97649_ p2k-
unkris.html) diakses pada 26 Februari 2022 pukul 08.08

1
Hingga tahun 2010 diperkirakan produksi minyak sawit mencapai lebih dari 3

juta ton per tahun.2

Persoalan yang sering terjadi di Indonesia salah satunnya ialah masalah

kelangkaan bahan pangan, salah satunya adalah minyak goreng. Hal tersebut

memberikan dampak negative bagi masyarakat Indonesia karena kebutuhan

pokok mereka semakin berkurang. Yaitu disebabkan oleh banyaknya pelaku

usaha yang melakukan penimbunan minyak goreng dan akan dijual kembali

dengan harga yang tinggi untuk mendapatkan keuntungan.

Penimbunan diartikan membeli sesuatu dan menyimpanannya agar barang

tersebut berkurang di tengah masyarakat sehingga harganya akan meningkat

dan manusia akan terkena kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.

Penimbunan semacam ini dilarang karena merupakan perbuatan kejahatan dan

bukti keburukan moral serta mempersulit manusia dalam pemenuhan

kebutuhan hidupnya. Manusia dalam hal ini tertuju pada kelangsungan

kehidupan konsumen dalam pemenuhan kebutuhan bahan pokok hidupnya.

Hal ini terjadi karena pelaku usaha yang mengambil keuntungan dengan

dua macam jalan, yaitu pertama dengan jalan menimbun barang untuk di jual

dengan harga yang lebih tinggi, disaat orang-orang sedang mencari bahan

kebutuhan pokok dan tidak mendapatkannya, kemudian datanglah orang-

orang yang sangat membutuhkan dan dia sanggup membayar lebihuntuk

beberapa saja yang diminta, kendati sangat tinggi dan melewati batas

2
Noriko et al., “Analisis Penggunaan Dan Syarat Mutu Minyak Goreng Pada Penjaja Makanan
Di Food Court UAI,” hlm. 13.

2
kewajaran.3 Kedua, dengan jalan menyimpan stok bahan kebutuhan bahan

pokok selama mungkin pada saat terjadi bencana yang tak diharapkan, dan

perbuatan ini merupakan suatu perbuatan kejahatan dalam aspek ekonomi, dan

hal ini sangat berdampak bagi konsumen dalam pemenuhan kebutuhan pokok

hidupnya. Dilihat dari sudut manapun, baik moral, etika, agama,

perekonomian nasional, maupun hukum, perbuatan penimbunan barang/

bahan kebutuhan pokok untuk menyimpan dan menaikkan harga tidak dapat

dibenarkan.4

Penimbunan bahan/barang kebutuhan pokok menyebabkan rusaknya

mekanisme pasar. Menahan atau menimbun barang-barang pokok manusia

khususnya konsumen akan merugikan konsumen dan menguntungkan bagi si

penimbun sehingga akan mendapatkan keuntungan. Perbuatan penimbunan

dapat mengakibatkan kelangkaan suatu barang dipasaran yang apabila berupa

makanan pokok bisa mengakibatkan kelaparan karena kurangnya persediaan

bahan kebutuhan pokok dan tentunya akan merugikan salah satu pihak.

Semula harga yang seharusnya dapat terjangkau kini melambung tinggi

dikarenakan stok yang terbatas.5

Perbuatan penimbunan ini sangat meresahkan masyarakat Indonesia,

disaat masyarakat kesulitan untuk mendapatkan minyak goreng, beberapa

oknum nakal memanfaatkan situasi seperti ini untuk mendapatkan keuntungan

pribadi. Penimbunan yang dilakukan oleh oknum tersebut mengakibatkan

3
Asyari, EKONOMI ISLAM PERSPEKTIF TAFSIR (Studi Tafsir Tematis Ayat-
Ayat Ekonomi Dalam Al Qur’an), 210:hlm. 70.
4
Ibid
5
Hafidhuddin, Agar Harta Berkah Dan Bertambah. hlm 58-59.

3
masyarakat atau konsumen mengalami kerugian akibat permainan harga.

Adapun hak konsumen yang terabaikan sebagai dampak penimbunan barang

adalah hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan. Konsumen dihadapkan pada pilihan sulit dimana ketersediaan

barang kebutuhannya terutama kebutuhan pokok di pasar menjadi terbatas dan

apabila hendak memperolehnya harus membelinya dengan harga yang relatif

lebih mahal.

Dalam hal ini, hak-hak konsumen di lindungi oleh UU nomor 8 Tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen .

Pertimbangan dibuatnya UU Perlindungan Konsumen

a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat

adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual dalam era demokrasi

ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat

mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka

barang dan/atau jasa yang memiliki kandungan teknologi yang dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan

kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa

mengakibatkan kerugian konsumen;

c. bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi

ekonomi harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta

4
kepastian atas mutu, jumlah dan keamanan barang dan/atau jasa yang

diperolehnya di pasar;6

d. bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu

meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan

kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan

sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab;

Tujuan dibentuknya UU No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen

Adalah

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen

d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam

berusaha

6
Konsiderans huruf a, huruf b, hurufc Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen

5
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,

dan keselamatan konsumen

Namun tujuan tersebut belum terwujud secara penuh, Buktinya dapat

dilihat pada kasus penimbunan yang terjadi di Indonesia

Namun yang terjadi di lapangan untuk mendapatkan minyak goreng

dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah secara umum tidak

terpenuhi. Karena banyak pelaku usaha yang melakukan kecurangan dalam

usaha khususnya dalam kejahatan penimbunan minyak goreng yang di mana

banyak oknum nakal yang menjual minyak goreng dengan harga yang tidak

sesuai dengan harga yang sudah di tetapkan oleh pemerintah yang di mana hal

ini merugikan pihak konsumen yang di mana Konsumen mempunyai Hak

berdasarkan UU no 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu :

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan

jaminan barang dan/atau jasa

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan

6
e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya

Dari banyaknya kasus penimbunan minyak goreng yang terjadi di

Indonesia belakangan ini, salah satu contoh kasus penimbunan minyak goreng

ialah kasus penimbunan minyak goreng di Jakarta,. Menteri Perdagangan

(Mendag) Zulkifli Hasan menemukan adanya 555 ribu liter atau 500 ton

Minyakita yang ditiimbun di gudang milik PT Bina Karya Prima (PT BKP) di

Marunda,Cilincing dalam sidaknya, Selasa (7/2/2023). Dari temuannya itu,

Zulhas mengatakan, ratusan ribu liter Minyakita itu sudah diproduksi sejak

Desember 2022, tetapi sengaja tidak disalurkan oleh perusahaan 7. Padahal

Pelaku Usaha mempunyai kewajiban berdasrakan UU no * Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen yaitu

A. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

7
Channel 9,” Kegep Timbun 500 Ton Migor, Ini Penjelasan PT BKP.”
(https://channel9.id/kegep-timbun-500-ton-migor-ini-penjelasan-pt-bkp/) di akses
pada tanggal 8 maret 2023 pukul 17.00

7
B. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan dan pemeliharaan

C. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif

D. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku

E. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan

F. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan

G. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih

lanjut tentang bagaimanakah perlindungan konsumen terhadap penimbun

minyak goreng berdasarkan undang - undang nomor 8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen (studi kasus penimbun minyak goreng minyak kita

oleh pt. bina karya prima.

8
B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana Perlindungan Konsumen Atas Penimbun Minyak Goreng

Sebagai Bahan Kebutuhan Pokok Masyarakat oleh PT. BINA KARYA

PRIMA ?

2. Apa Akibat Hukum Terhadap Pelaku Penimbun Minyak Goreng Sebagai

Bahan Kebutuhan Pokok Masyarakat?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut, dirumuskan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perlindungan konsumen minyak goreng rakyat

(minyakita) terhadap undang - undang nomor 8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen.

2. Untuk mengetahui peraturan hukum serta sanksi-sanksi apa saja

yang diakibatkan dari kelangkaan minyak goreng sebagai bahan

kebutuhan pokok masyarakat.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan sebagai berikut :

1. Manfaat secara teoritis.

Hasil penelitian ini merupakan sumbangsih kepada ilmu

pengetahuan terutama ilmu hukum khususnya hukum perlindungan

9
konsumen. Menambah pengetahuan mengenai tanggung jawab hukum

sebagai pelaku usaha atau produsen dalam melaksanakan kegiatan

usahanya.

2. Manfaat secara praktis.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai kerangka acuan dan

landasan bagi penelitian lebih lanjut, memberikan informasi khususnya

kepada masyarakat tentang perlindungan hukum yang menjadi

hakhaknya sebagai konsumen. Serta diharapkan masukan atau saran-

saran dari hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pemerintah yang

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

10
A. Pengertian perlindungan hukum

1. Perlindungan hukum

Menurut Philipus M. Hadjon merupakan perlindungan akan harkat serta

martabat, dan pengakuan mengenai hakhak asasi manusia dari sebuah

subjek hukum yang sesuai dengan hukum. Berkaitan dengan konsumen

maka memiliki arti bahwa hukum memberikan perlindungan terhadap hak-

hak konsumen dari suatu hal yang berakibat adanya pengabaian hak-hak

konsumen tersebut8. Pendapat lain dari Setiono menyebutkan bahwa

perlindungan hukum adalah sebuah upaya dalam melindungi masyarakat

dari perbuatan yang sesuka hati oleh penguasa yang bertentangan dengan

hukum, perlindungan ini bertujuan agar menciptakan ketertiban serta

ketentraman. 9

Perlindungan hukum menurut Satjipto Raharjo adalah memberikan sebuah

perlindungan akan hak asasi manusia yang dirugikan orang lain yang

tujuannya agar masyarakat dapat menikmati hak-haknya dimata hukum. 10

Dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum merupakan sebuah upaya

melakukan perlindungan terhadap harkat serta martabat yang dimiliki

manusia dan terhadap hak asasi manusia di bidang hukum, kaitannya

8
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Bagi Rakyat di Indonesia, Surabaya : PT.Bina Ilmu, 1987,
hlm 1-2.
9
Setiono, Rule of Law(Supremasi Hukum), Surakarta; Magister Ilmu Hukum Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004, hlm 3.
10
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cetakan ke-V, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hlm 53

11
dengan konsumen berarti perlindungan hukum terhadap hak-hak

konsumen yang dilanggar.

2. Bentuk-bentuk perlindungan hukum

Perlindungan hukum menurut Muchsin dapat dibagi menjadi 2 yaitu

perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif

a. Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan

yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah

terjadinya pelanggaran. Perlindungan ini tersedia di peraturan

perundang undangan.

b. Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan

yang sifatnya sudah terjadi, perlindungan berupa sanksi berupa

denda, penjara serta hukuman tambahan apabila sudah terjadi

suatu pelanggaran 11

3. Sarana Perlindungan hukum

Sarana perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon, terdiri dari

dua macam, yaitu:

a. Sarana perlindungan hukum preventif, perlindungan hukum

preventif, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan

keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah

mendapat bentuk yang definitif.

11
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia,
Surakarta; Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret, 2003, hlm 14.

12
Adanya keberatan ini bertujuan sebagai sarana pencegahan

terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif penting dalam

tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak

karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif

pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil

keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada

pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.

b. Sarana perlindungan hukum represif, perlindungan hukum

represif tujuannya untuk penyelesaian sengketa yang ditangani

oleh Pengadilan Umum dan Administrasi di Indonesia. Prinsip

perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan

bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan

terhadap hak-hak asasi manusia. Prinsip kedua yang mendasari

perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip

negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan

terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat

dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.

B. Konsep Penimbunan

1. Definisi Penimbunan

Istilah "penimbunan" dalam bahasa Indonesia mengacu pada

praktik ilegal memperoleh batangan atau batangan barang dengan

tujuan untuk memperoleh sebidang properti dari orang lain. Arti

lainnya dari penimbunan adalah cara, proses, perbuatan menimbun

13
suatu barang. Kata benda atau kelas kata benda memberikan makna

penimbunan, sehingga dapat digunakan untuk menggambarkan

seseorang, tempat, atau semua benda dan segala sesuatu yang

diobjektifkan.12

Tindakan penimbunan termasuk dalam kategori kejahatan ekonomi

karena berdampak negatif bagi masyarakat dan negara serta termasuk

dalam definisi kejahatan yang bermotif ekonomi dan oleh beberapa

faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Pelanggaran hukum pidana

dapat berupa praktek penimbunan barang dan/atau kebutuhan pokok.

Dasar dan pedoman sistem hukum suatu negara diatur oleh hukum

pidana, yang merupakan komponen dari keseluruhan sistem hukum

suatu negara:

1. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan


perbuatan mana yang dilarang yang berpotensi memberikan sanksi
bagi yang melanggarnya.
2. Mengetahui bahwa pembatasan ini dapat ditegakkan atau dihukum
dengan cara yang sama seperti mereka telah diancam.
3. Mendiskusikan bagaimana seseorang yang dicurigai melanggar
larangan harus dihukum bersama orang tersebut.
Penimbunan adalah praktik mengumpulkan uang atau barang
dalam jumlah besar karena takut tidak akan tersedia lagi jika terjadi
kelangkaan atau kenaikan harga. Tindakan mengumpulkan barang
sehingga menjadi langka di pasar dan kemudian dijual dengan harga
harga yang sangat tinggi, sehingga sulit bagi penduduk setempat untuk
mendapatkannya, dikenal sebagai penimbunan. Apalagi jika barang-
barang di gudang memenuhi kebutuhan primer atau sekunder.13
12
www.kbbi/penimbunan.go.id (diakses pada tanggal 22 September 2023)
13
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 364

14
Dalam penelitian ini dikatakan bahwa penimbunan adalah
perbuatan ilegal yang dapat melalui pengecer berupa penimbunan
minyak goreng yang terjadi di tanah Indonesia dan melakukan
penimbunan di gudang dan menjualnya kembali dipasaran dengan
harga yang relatif tinggi. Jika hal ini terjadi, penimbunan atau bahkan
monopoli mungkin dapat mencegah kekelangkaan menyebar ke
seluruh masyarakat, sehingga sulit bagi masyarakat setempat untuk
mendapatkannya.

2. Peraturan Tentang Penimbunan


Berikut adalah peraturan undang-undang mengenai penimbunan
dari Presiden Republik Indonesia, yaitu:
a. Undang-undang tentang Penetapan Undang-undang Darurat Mengenai

a. Penimbunan Barang-Barang penting, Undang-Undang


Darurat No. 17 Tahun 1951.14 Yang dimaksud dalam
undang-undang No. 17 Tahun 1951 adalah terdapat dalam
pasal 1, dalam undang- undang ini dan dalam
peraturanperaturan pelaksanaanya, yang dimaksud dengan
menteri ialah menteri yang mengurus soal-soal
perekonomian, barang-barang yang bergerak, barang dalam
pengawasan pemerintah, mempunyai simpanan atau
menyimpan atau menguasai langsung atau tidak langsung
baik untuk sendiri, maupun untuk orang lain atau bersama-
sama dengan orang lain dan badan hukum tiap perusahaan
atau perseroan, perserikatan atau yayasan, dalam arti yang
seluasluasnya, juga jika kedudukan sebagai badan hukum
itu baik dengan jalan hukum atapun berdasarkan kenyataan
tidak diberikan kepadanya.

14
Undang-Undang No. 17 Tahun 1951 tentang Penimbunan Barang-Barang Penting

15
b. Undang- Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan 15

Pasal 29 yang berisi “Pelaku usaha dilarang menyimpan

Barang kebutuhan pokok dan/ atau barang penting dalam

jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan

barang, gejolak harga, dan/ atau hambatan lalu lintas

perdagangan barang.”

c. Undang-undang No. 71 Tahun 2015 tentang Penetapan Dan


Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok Dan Barang
Penting. Terdapat dalam pasal 1 Yang dimaksud dengan
“barang kebutuhan pokok adalah barang yang menyangkut
hajat hidup orang banyak dengan skala pemenuhan
kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung
kesejahteraan masyarakat, dan barang penting ialah barang
strategis yang berperan penting dalam menentukan
kelancaran pembangunan nasional”
d. Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang pangan.16Yang
di maksud dengan pangan adalah “segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, pertenakan, perairan, dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Dan juga produksi pangan adalah kegiatan atau proses
menghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat,

15
Undang- Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
16
Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 Tentang Larangan Melakukan Penimbunan Atau
Penyimpanan Pangan Dan Barang Kebutuhan Pokok

16
mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan/atau
mengubah bentuk pangan.”
e. Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang “Larangan
monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.”

C. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum mutlaknya memberi kepastian hukum kepada

masyarakat yang dirugikan oleh orang lain dan perlindungan tersebut

diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak

yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum

adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak

hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik

dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.

Menurut Satjito Rahardjo perlindungan hukum adalah “adanya

upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan

suatu Hak Asasi Manusia untuk bertindak dalam rangka kepentingan

tersebut. Adapun pengertian perlindungan hukum Menurut Setiono

perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi

masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak

sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan

ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati

martabatnya sebagai manusia.3 Sedangkan pengertian perlindungan

hukum Menurut Muchsin adalah: “kegiatan yang melindungiindividu

17
dengan menyerasikan hubungan nilainilai dan kaidah-kaidah yang

menjelma dalam sikap dan tindakan dalam

menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup antara sesama

manusia.17

D. Tinjauan tentang konsumen

1. Pengertian tentang konsumen

Konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer

(InggrisAmerika), atau consumen/konsument (Belanda). Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia arti kata consumer yaitu pemakai atau konsumen.

Sedangkan untuk arti konsumen dalam Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

didefinisikan sebagai “Setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak

untuk diperdagangkan”18.

Menurut Philip Kotler konsumen adalah semua individu dan rumah tangga

yang membeli atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi

pribadi.12 Pendapat lain merumuskan, bahwa konsumen adalah setiap

individu atau kelompok yang menjadi pembeli atau pemakai akhir dari

kepemilikan khusus, produk, atau pelayanan dan kegiatan, tanpa


17
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar, daya Widya, Jakarta,
1999, hlm. 3.
18
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen. 12 Philip Kotler, Principles of Marketing, Jakarta :
Erlangga, 2000, hlm 166

18
memperhatikan apabila ia berasal dari pedagang, pemasok, produsen

pribadi atau publik, atau apakah ia berbuat sendiri ataukah secara kolektif.

Konsumen dibedakan menjadi dua yaitu konsumen akhir dan

konsumen antara. Berikut penjelasannya :

a. Konsumen akhir merupakan individu yang membeli barang

dan dikonsumsi secara langsung tidak diperjualbelikan lagi. Hal ini

sesuai dengan pengertian yang dikemukakan Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia yang menyebutkan bahwa konsumen

merupakan pemakai barang atau jasa yang ada dimasyarakat yang

digunakan untuk keperluan sendiri, keluarga maupun orang lain

dan tidak diperjualbelikan lagi.

b. Konsumen antara merupakan konsumen yang menerima

produk untuk menghasilkan produk lainnya. Contoh: agen,

distributor, pengecer.

Dalam memperoleh barang terdapat 2 cara yaitu membeli serta

cara lain yaitu hibah. cara memperoleh barang dengan membeli

mengartikan bahwa terdapat kesepakatan antara pelaku usaha

dengan konsumen sehingga konsumen memperoleh perlindungan

hukum melalui perjanjian tersebut. Sedangkan hibah dan warisan

tidak terikat perjanjian sehingga konsumen tidak mendapat

perlindungan hukum suatu perjanjian. Dari persoalan tersebut

diperlukan perlindungan dari negara dalam bentuk peraturan yang

19
melindungi keberadaan konsumen. Dalam hal ini perlindungan

konsumen .19

1. Hak konsumen

Hak menurut Sudikno Mertokusumo adalah kepentingan hukum yang

dilindungi oleh hukum. Kepentingan sendiri berarti tuntutan yang

diharapkan untuk dipenuhi. Sehingga dapat dikatakan bahwa hak

adalah suatu tuntutan yang pemenuhannya dilindungi oleh hukum.20

Hak konsumen tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sebagai berikut21 :

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan;

19
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2006, hlm 68.
20
Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1993, hlm 35.
21
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen

20
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan

perundangundangan lainnya.

Sedangkan hak konsumen bersifat universal yang dikemukakan oleh

J.F Kennedy menurutnya ada empat Hak Dasar konsumen, adalah

sebagai berikut:22

1. Hak memperoleh keamanan (the right to safety)

2. Hak memilih (the right to choose);

3. Hak mendapat informasi (the right to be informed);

4. Hak untuk didengar (the right to be heard)

3. Kewajiban Konsumen

Kewajiban dalam ilmu hukum merupakan beban yang diberikan oleh

hukum kepada subjek hukum adalah beban yang diberikan oleh hukum
22
Mariam Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya,
Jakarta: Alumni,
1981, hlm 45

21
kepada subyek hukum. Misalnya kewajiban seseorang untuk

membayar pajak dari adanya ketentuan undang-undang. “hak itu

memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada individu dalam

melaksanakannya, sedang kewajiban merupakan pembatasan dan

beban sehingga yang menonjol dalam segi aktif dalam hubungan


23
hukum itu, yaitu hak” dalam kata lain kewajiban merupakan suatu

keharusan yang harus dilakukan. Ketika menginginkan hak haruslah

melakukan pemenuhan kewajibannya terlebih dahulu.

Kewajiban konsumen tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sebagai :

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi

keamanan dan keselamatan. Tidak bisa dipungkiri bahwa

seringkali konsumen tidak memperoleh manfaat yang

maksimal, atau bahkan dirugikan dari mengkonsumsi suatu

barang/jasa. Namun setelah diselidiki, kerugian tersebut

terjadi karena konsumen tidak mengikuti petunjuk informasi

dan prosedur pemakaian yang telah disediakan oleh pelaku

usaha.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa; Tak jarang pula konsumen tidak beritikad baik

dalam bertransaksi atau mengkonsumsi barang. Hal ini tentu

23
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta :
liberty, 2005, hlm 42.

22
saja akan merugikan khalayak umum, dan secara tidak

langsung si konsumen telah merampas hak-hak orang lain.

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

Ketentuan ini sudah jelas, ada uang, ada barang.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut. Seperti yang telah diuraikan

sebelumnya, patut diartikan sebagai tidak berat sebelah dan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

E. Tinjauan tentang Perlindungan hukum konsumen

1. Sejarah perlindungan konsumen di Indonesia

Sejarah dan pergerakan mengenai perlindungan konsumen

diIndonesia masih belum secara jelas ditentukan, namun NHT siahaan

mengkaji perkembangan perlindungan konsumen yang merangkaikan

perkembangan namun pendekatannya dari aspek perkembangan hukum

yang ada. termasuk pada fase Hindia Belanda. Tentunya fase-fase

perkembangan demikian, tidak disangkal akan adanya pengaruh

perkembangan kehidupan konsumen di luar negeri. Berikut fase-fase

tersebut :

Zaman hindia belanda sudah mulai muncul mengenai

perlindungan konsumen melalui peraturan perundang-undangan

meskipun dalam peraturan tersebut tidak disebutkan secara eksplisit

mengenai konsumen, produsen serta pelaku usaha tetapi objek

23
pengaturannya mengarah pada konsumen dan pelaku usaha. Bisa dilihat

beberapa peraturannya sebagai berikut :

1. Burgerlijk Wetboek (BW), yakni Kitab Undang-undang Hukum

Perdata;

2. Wetboek van Strafsrecht (WvS), yakni Kitab Undang-undang

Hukum Pidana;

3. Wetboek van Koophandel (WvK), yakni Kitab Undang-undang

Hukum Dagang.

4. Masa setelah kemerdekaan hingga 1967

Masa setelah kemerdekaan hingga 1967 dijumpai beberapa

peraturan perundang-undangan yang mengarah pada

perlindungan konsumen :

Undang-undang No. 1 tentang penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 6 tahun 1962

tentang

Pokok Perumahan. UU ini sudah diperbaharui setelah

diundangkan

24
UU No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, beserta PP No. 4

Tahun 21 1988 Tentang Rumah Susun sebagai peraturan

organiknya.

Undang-undang No. 10 tahun 1961 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti. Undang-undang No.1 tentang

Barang menjadi Undang-undang. Undang-undang ini

bermaksud untuk menguasai dan mengatur barang-barang

apapun yang diperdagangkan di Indonesia. PP No. 9 Tahun

1964 tentang

Standar Industri.

3. Masa tahun 1967 hingga 1974

Masa tahun 1967 hingga 1974 ditandai dengan investasi

yang kuat di Indonesia, sifatnya joint venture maupun investasi

dalam negeri. Pemerintah membuat Undang-undang tentang

Penanaman Modal Asing (PMA) berdasarkan UU No 1 tahun

1967 dan UU tentang Penanaman Modal dalam Negeri

(PMDN) berdasarkan UU No 11 tahun 1968, dengan adanya

peraturan ini menjadikan investasi tumbuh semakin cepat.

Pada periode inilah Orde Baru lebih menitikberatkan ekonomi

sebagai sektor utama dalam merintis pembangunan.

25
5. Masa tahun 1974 hingga sekarang

Periode tahun 1974 perlindungan konsumen ditangani

secara tegas dan ditangani secara khusus tetapi baru

dikenal serta tumbuh beberapa tahun terakhir sehingga

belum mengakar pada segenap lapisan dan kelompok

masyarakat.24

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dari tahun

1980 memperjuangkan hadirnya legislasi perlindungan

konsumen, tahun 80-an pemerintah tidak mengindahkan

justru merespon hakhak konsumen akan menghambat


19
pertumbuhan ekonomi . YLKI bekerjasama dengan

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dalam

Menyusun RUU perlindungan konsumen dan diajukan ke

beberapa kekuatan politik salah satunya DPR namun tidak

mendapatkan hasil yang diinginkan . hingga pada tahun

1990an adanya kesadaran akan pentingnya produk hukum

tentang perlindungan konsumen dari Departemen

Perdagangan RI.

Kemudian dilakukan penyusunan dua draft RUU

Perlindungan Konsumen yang disusun bersama Fakultas

Hukum Universitas Gadjah Mada dan Lembaga Penelitian


24
N.H.T Siahaan, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Panta
Rei, 2005 hlm. 289 19 Ibid

26
(Lemlit) Universitas Indonesia namun pada kenyataan

tidak pernah dibahas di DPR RI. Pasca-reformasi,

pemerintahan BJ Habibie mengesahkan Undang-Undang

No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

(UUPK) pada tanggal 20 April 1999. Tepat setahun

kemudian, UUPK secara resmi dinyatakan berlaku

2. Pengertian perlindungan konsumen

Az. Nasution mendefinisikan Hukum Perlindungan

Konsumen merupakan asas kaidah-kaidah yang bersifat

mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi

kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen

diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidahkaidah

hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara

berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang

dan/atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.25

Berkaitan dengan pengertian hukum konsumen dan

hukum perlindungan konsumen yang telah disebutkan

diatas, maka ada beberapa pokok pemikiran:26

1. Hukum konsumen memiliki cakupan yang lebih luas

dibandingkan dengan hukum perlindungan konsumen.


25
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Grasindo, 2000, hal. 9
26
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari
Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta, Kencana, 2011 hal.58

27
2. Subjek yang terlibat dalam perlindungan konsumen adalah

masyarakat sebagai konsumen, dan di sisi lain pelaku usaha, atau

pihak-pihak lain yang terkait, misalnya distributor, media cetak

dan televisi, agen atau biro periklanan, Yayasan Lembaga

Konsumen Indonesia (YLKI), Badan Pengawas Obat dan

Makanan (BPOM), dan sebagainya.

3. Objek yang diatur adalah barang, dan/atau jasa yang ditawarkan

oleh pelaku usaha/produsen kepada konsumen.

4. Ketidaksetaraan kedudukan konsumen dengan pelaku usaha

mengakibatkan pemerintah mengeluarkan kaidah- kaidah hukum

yang dapat menjamin dan melindungi konsumen

Definisi hukum perlindungan konsumen tidak dicantumkan di dalam

UUPK tetapi yang dicantumkan hanya mengenai definisi

perlindungan konsumen. Definisi tersebut terdapat dalam Pasal 1

angka 1 UUPK, isinya yaitu segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

3. Sumber hukum perlindungan konsumen

Dasar hukum perlindungan konsumen secara normatif adalah

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

(UUPK). Namun pemberlakuan UUPK tidak menghapuskan

peraturan perundang-undangan yang sebelumnya telah ada yang juga

memberikan perlindungan hukum kepada konsumen. Dasar dari

pernyataan tersebut berdasarkan Ketentuan Ketentuan Peralihan Pasal

28
64 UUPK yang menyatakan bahwa segala ketentuan peraturan

perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang

telah ada saat undang undang ini diundangkan, dinyatakan tetap

berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan atau tidak


27
bertentangan dengan ketentuan dalam UUPK. Beberapa undang-

undang tersebut antara lain :

1. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

2. Undang-undang No. 10 Tahun 1961 Tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 1961 Tentang

Barang.

3. Undang-undang No. 2 Tahun 1966 Tentang Hygiene,

Undangundang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian,

4. Undang-undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan

5. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, Undang-

undang Nomor 7 tahun 2014 Tentang Perdagangan dan lainnya

Selain peraturan dan perundang-undangan, UUPK menyatakan

bahwa apabila dikemudian hari masih terbuka kemungkinan

terbentuk undang-undang baru yang dasarnya memuat ketentuan

yang melindungi konsumen. UUPK adalah sebuah induk yang

mengintegrasikan serta memperkuat penegakan hukum tentang

27
Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen

29
perlindungan konsumen. Undang-undang baru yang muncul setelah

diberlakukannya UUPK

adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan,

2. Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa

Keuangan.

3. Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk

Halal Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa pengaturan

mengenai perlindungan konsumen tidak hanya didasarkan pada

undang-undang yang secara khusus mengatur perlindungan

konsumen, yakni UndangUndang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Namun, juga meliputi peraturan

perundang-undangan perlindungan yang sifatnya umum, yang

juga mengatur mengenai masalah perlindungan konsumen.

4. Asas dan tujuan Perlindungan Konsumen

Achmad Ali memiliki pendapat bahwa asas hukum yang

melahirkan norma hukum, dan norma hukum yang melahirkan

aturan hukum. Dari satu asas hukum dapat melahirkan lebih dari

satu norma hukum hingga tak terhingga norma.28

Dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi konsumen,

terdapat beberapa asas yang menjadi pedoman bagi UUPK. Asas-

asas ini dirumuskan dalam Pasal 2 UUPK yang isinya:


28
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233
sampai 1456 BW, Jakarta : Rajawali Pers, 2009 hal. 96-7

30
Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,

keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta

kepastian hukum.

Kemudian dalam penjelasannya ditegaskan bahwa perlindungan

konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5

(lima) asas, yaitu:

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala

upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus

memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen

dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan

keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan

pemerintah dalam arti materil maupun spiritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada

konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang

dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan

31
5. Asas kepastian hukum dimaksud agar baik pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin

kepastian hukum

1. Sedangkan untuk tujuan Perlindungan konsumen sendiri diatur

dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

PerlindunMeningkatkan kesadaran, kemampuan, dan

kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian dan/atau jasa;

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam

memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai

konsumen;

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses

untuk mendapatkan informasi.

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha;

6. Meningkatkan kualitas barang dan/jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

32
atau keadaan yang akan diwujudkan. Oleh karena itu, tujuan

perlindungan konsumen perlu dirancang dan dibangun secara

berencana dan dipersiapkan sejak dini. Tujuan perlindungan

konsumen mencakup aktivitas-aktivitas penciptaan dan

penyelenggaraan sistem perlindungan konsumen. Tujuan

perlindungan konsumen disusun secara bertahap, mulai dari

penyadaran hingga pemberdayaan. Pencapaian tujuan perlindungan

konsumen tidak harus melalui tahapan berdasarkan susunan

tersebut, tetapi dengan melihat urgensinya. Misal, tujuan

meningkatkan kualitas barang, pencapaiannya tidak harus

menunggu tujuan pertama tercapai adalah meningkatkan kesadaran

konsumen.

Idealnya, pencapaian tujuan perlindungan konsumen dilakukan

secara serempak. 29

F. Tinjauan bahan Kebutuhan Pokok

1. Pengertian bahan kebutuhan pokok

Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang dibutuhkan manusia

yang harus segera dipenuhi untuk menjamin kelangsungan hidup

serta menyangkut hajat hidup orang banyak dengan skala

pemenuhan kebutuhan yang tinggi dan menjadi faktor pendukung

29
Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan
Konsumen, Bandar
Lampung: Universitas lampung, 2007,hal. 40-41

33
30
kesejahteraan masyarakat. barang kebutuhan pokok merupakan

barang yang harus tersedia di waktu tertentu, ketika terjadi

kelangkaan maka seperti bencana, Ketersediaan barang adalah

tingkat kecukupan barang kebutuhan pokok dan barang penting

sesuai dengan tingkat konsumsi yang dibutuhkan masyarakat dalam

waktu tertentu, dengan mutu yang baik serta harga yang terjangkau

di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.31

2. Jenis-jenis bahan kebutuhan pokok

Pasal 2 angka (6) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71

Tahun 2015 Tentang Penetapan Dan Penyimpanan Barang

Kebutuhan

Pokok Dan Barang Penting menyatakan bahwa Pemerintah Pusat

menetapkan jenis Barang Kebutuhan Pokok dan/atau Barang

Penting sebagai berikut :

a. Jenis barang kebutuhan pokok terdiri dari :

1. Barang kebutuhan pokok hasil pertanian

a) Beras;

b) Kedelai bahan baku tahu dan tempe;

c) Cabe;

30
Pasal 1 angka (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2015
Tentang Penetapan Dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok Dan Barang
Penting.

31
Pasal 1 angka (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2015
Tentang Penetapan Dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok Dan Barang
Penting.

34
d) Bawang merah.

2. Barang kebutuhan pokok hasil industri

a) Gula;

b) Minyak goreng;

c) Tepung terigu.

3. Barang kebutuhan pokok hasil peternakan dan perikanan

a) Daging sapi;

b) Daging ayam ras;

c) Telur ayam ras;

d) Ikan segar yaitu bandeng, kembung dan

tongkol/tuna/cakalang.

b. Jenis barang penting

1. Benih yaitu benih padi, jagung, dan kedelai;

2. Pupuk;

3. Gas elpiji 3 (tiga) kilogram;

4. Triplek;

5. Semen;

6. Besi baja konstruksi;

7. Baja ringan

E. Tinjauan Umum Tentang Minyak Goreng

1. Pengertian Minyak Goreng

35
Minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama

trigliserida yang berasal dari bahan nabati dengan tanpa perubahan

kimiawi termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses

rafinasi atau pemurnian yang digunakan untuk menggoreng. Minyak

merupakan campuran dari ester asam lemak dengan gliserol. Jenis minyak

umumnya dipakai untuk menggoreng adalah minyak nabati seperti

minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak wijen dan sebagainya.

Minyak goreng jenis ini mengandung sekitar 80 % asam lemak tak jenuh

jenis asam oleat dan linoleat, kecuali minyak kelapa.

Pada teknologi makanan, lemak dan minyak memegang peranan

penting, karena minyak dan lemak memiliki titik didih yang tinggi (sekitar

2000 C) maka dapat digunakan untuk menggoreng makanan sehingga

bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang

dikandungnya dan menjadi kering.32

2. Kegunaan Minyak Goreng bagi masyarakat

Ada banyak dalam menggunakan minyak goreng terutama di

dalam rumah tangga. Tidak semua rumah tangga menggunakannya setiap

hari untuk bahan masak. Dalam penelitian ini, masyarakat menggunakan

minyak goreng untuk membuat makanan mereka setiap hari. Sebaliknya,

orang yang tidak menggunakan minyak goreng dalam memasak, mereka

dapat menggunakan delapan kali seminggu. Selain digunakan untuk

memasak, minyak goreng juga digunakan untuk keperluan lain. Konsumsi

32
Ramdja, Febrina, and Krisdianto, “Pemurnian Minyak Jelantah Menggunakan Ampas
Tebu Sebagai Adsorben,” hlm. 9.

36
minyak goreng rata-rata harian adalah 49,05 g/kap, tetapi jumlah ini tidak

digunakan di rumah dan dibuang sebagai limbah. Biasanya ada antrian

panjang untuk disajikan atau kehadiran sisa saat memesan minyak goreng

untuk makan di rumah tangga. Cara setiap rumah tangga menggunakan

minyak goreng menentukan habis atau tidaknya. Enam puluh persen

sampel menggunakan minyak goreng dua kali, sementara hanya 1,7%

yang menggunakannya empat kali. Mayoritas sampel sebanyak 56,7%,

ditemukan membuang minyak goreng bekas. minyak ke saluran air.33

Kegunaan minyak goreng menjadi penting bagi masyarakat karena

keperluan kebutuhan rumah tangga untuk memasak. Kebutuhan minyak

goreng yang sangat penting untuk kelangsungan hidup membuat terjadi

beberapa kelangkaan akibat fenomena kelangkaan minyak goreng akibat

dari penimbunan yang dilakukan oleh oknum yang tidak betanggung

jawab. Kelangkaan yang terjadi membuat tingginya harga minyak di

pasaran.

3. Sumber Minyak Goreng

Minyak dan lemak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan

oleh alam, yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. Dalam

tanaman atau hewan, minyak tersebut berfungsi sebagai sumber cadangan

energi. Menurut Ketaren (2012) Minyak dan lemak dapat diklasifikasikan

berdasarkan sumbernya, sebagai berikut:

a) Bersumber dari tanaman


33
Firina Amalia, “Perilaku Penggunaan Minyak Goreng Serta Pengaruhnya Terhadap
Keikutsertaan Program Pengumpulan Minyak Jelantah Di Kota Bogor”, Jur. Ilm. Kel. &
Kons., Agustus 2010,hlm 186

37
1. Biji-bijian palawija: minyak jagung, biji kapas, kacang,

rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari;

2. Kulit buah tanaman tahunan: minyak zaitun dan kelapa

sawit;

3. Biji-bijian dari tanaman tahunan: kelapa, cokelat, inti

sawit, babassu, cohune, dan sebagainya.

b) Bersumber dari hewani

1. Susu hewan peliharaan: lemak susu;

2. Daging hewan peliharaan: lemak sapi dan turunannya

oleostearin, oleo oil dari oleo stock, lemak babi, dan mutton

tallow;

3. Hasil laut: minyak ikan sarden, menhaden dan sejenisnya,

serta minyak ikan paus.

4. Jenis-Jenis Minyak Goreng

a) Minyak Kelapa

Diperoleh dari buah kelapa yang cukup tua, baik melalui

cara basah yaitu ekstraksi dari santan maupun cara kering

yaitu pengepresan kopra. Minyak kelapa umumnya terdiri

dari 90% asam lemak jenuh dan 10% asam lemak tidak

jenuh.34

b) Minyak Kelapa Sawit

34
“Jangan Salah Menggoreng, Kenali 5 Jenis Minyak Dan Perbedaannya.”
(https://www.boladeli.id/id/bolainspirasi/jangan-salah-menggoreng-kenali-5-jenis-minyak-dan-
perbedaannya) diakses pada tanggal 26 September2023 pukul 13.08

38
Salah satu sumber minyak nabati yang dapat digunakan

untuk menggoreng yang berasal dari kelapa sawit diekstrak

dari daging buah kelapa sawit yang dikenal dengan Crudge

Palm Oil (CPO) dan inti kelapa sawit yang dikenal dengan

Palm Kernel Oil.

c) Minyak Kedelai

Minyak yang diekstrak dari biji kedelai. Meskipun kedelai

sudah lama ditanam di Indonesia sejak tahun 1750, tetapi

produksi minyak kedelai sebagai minyak goreng di

Indonesia baru dimulai sejak beberapa tahun yang lalu.

Selain dapat dijadikan sebagai minyak goreng, minyak

kedelai juga dapat digunakan sebagai shortening, margarin

dan pengalengan ikan.

d) Minyak Jagung

Jagung merupakan tanaman pangan yang sangat penting

setelah padi. Selain menjadi sumber bahan makanan,

jagung juga dapat dijadikan sebagai sumber minyak.

Minyak jagung diperoleh dengan cara mengekstrak bagian

lembaga dengan system pres atau kombinasi system pres

dengan pelarut.

G. Tinjauan Umum Tentang Minyak Goreng Bersubsidi

39
Subsidi adalah bantuan uang atau komoditas, perkumpulan

masyarakat yang umumnya diberikan oleh pihak pemerintah, Menurut

Milton H. Spencer dan Orley M. Amos, Jr. dalam bukunya yang berjudul

Contemporary Economics, subsidi adalah suatu pembayaran yang

dilakukan oleh pihak pemerintah (pembayaran dalam bentuk apapun)

dalam suatu perusahaan atau rumah tangga agar mencapai suatu tujuan

tertentu yang dapat meringankan beban penerima. Secara singkatnya

pengertian subsidi adalah bantuan atau intensif keuangan.35

Bentuk dari subsidi yaitu Profit Loss dan Cost loss Dalam Profit

Loss, merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menutupi perbedaan

dalam harga jual atau manfaat yang diberikan oleh produk dengan harga

pokok dan biaya yang harus dikeluarkan dalam menghasilkan produksi

tersebut. Jadi, subsidi dalam Profit Loss, adalah bentuk penyamaan harga

jual dan dan harga pokok yang menutupi selisih dari untung rugi

produsen. Sedangkan Cost Loss, harga jual tidak berdasarkan pada harga

pokok melainkan menggunakan harga pasar dimana selisih antara harga

pasar dan harga jual menjadi biaya yang harus ditanggung.

Pemerintah mengambil kebijakan untuk menyediakan minyak

goreng untuk masyarakat dengan harga Rp14.000 per liter di tingkat

konsumen yang berlaku di seluruh Indonesia minyak goreng ini akan di

siapkan untuk enam bulan ke depan. Pemerintah menyediakan 1,2 miliar

liter minyak goreng yang membutuhkan anggaran sebesar Rp3,6 triliun


35
Soen, A. S., Sugianto, H., Theodorus, R., & Mapusari, S. A. Subsidi Di Indonesia.
Wacana Ekonomi (Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Akutansi). Universitas Presiden, Cikarang, 19
April 2022.

40
untuk menutupi selisih harga termasuk PPN. Penyalurannya pun akan

dilakukan melalui pengeceran di pasar rakyat, pasar modern dan e-

commerce.

Jika ada pedagang mematok harga minyak goreng subsidi di atas

Rp14.000/liter maka konsumen bisa protes. Oleh sebab itu kemasan

minyak goreng bersubsidi itu rencana akan dilabeli harganya. Untuk

pembeliannya, masyarakat masyarakat kalangan manapun berhak

mendapatkan minyak goreng bersubsidi ini.36

H. Tinjauan Umum Penimbunan Minyak Goreng

Penimbunan barang adalah suatu upaya seseorang atau lembaga

untuk menimbun barang dagangan, manfaat atau jasa sehingga menjadi

langka di pasaran demi mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dan

dapat diperkirakan harganya melonjak naik. Kata lainnya disebutkan

sebagai Ihtikar atau monopoli. Perbuatan tindakan penganiayaan pada

orang lain dilakukan dengan sengaja demi keuntungan pribadi. Oleh

karena itu, praktik bisnis semacam ini akan menimbulkan mudharat yang

berefek bagi kehidupan masyarakat secara umum.

Di dalam undang-undang pangan pasal 53 di atur bahwa pelaku

usaha pangan dilarang menimbun atau menyimpan pangan pokok

melebihi jumlah maksimal yang ditetapkan oleh pemerintah. Demikian

juga dalam ketentuan pasal 29 ayat 1 Undang-undang perdagangan diatur

36
Andrean W Finaka ,Disubsidi Harga Minyak Goreng Kemasan Bisa Rp 14000/Liter,
www.indonesiabaik.id, Di Upload Pada 28 september 2023.Pukul 21:23 WIB

41
bahwa pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok

dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi

kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas

perdagangan barang. Larangan tersebut di maksudkan untuk menghindari

adanya penimbunan barang yang akan menyulitkan konsumen dalam

memperoleh barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting.

Dapat kita ketahui bahwa sanksi perbuatan penimbunan ada dua

macam, yaitu;

a. Sanksi administrasi

Sanksi yang diatur oleh undang-undang tersebut di atas


termasuk sanksi pidana dan sanksi administrasi, yang terdiri
dari atas denda, penghentian kegiatan produksi atau
perendaran, dan pencabutan izin.

b. Sanksi Pidana
Sanksi pidana adalah Sanksi Pidana yang diberikan ketika
seseorang melakukan perbuatan melanggar ketentuan yang
ada dalam undang-undang pangan dalam dua keadaan yang
berbeda satu sama lain. Jika pangan itu diledakkan atau
diperluas melebihi jumlah maksimum yang diperlukan untuk
menghasilkan keuntungan, ini memenuhi syarat sebagai
sanksi pidana penjara yang telah ada selama tujuh tahun atau
lebih, atau lebih dari 100.000.000.000,00 (seratus juta
rupiah).37 Selanjutnya, apabila pelaku usaha menimbun
ketika terjadi kelangkaan, gejolak harga, dan/atau hambatan
lalu lintas perdagangan barang, maka dikenakan sanksi
37
Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan Dengan Ancaman Hukuman 7 tahun
penjara

42
pidana terdapat dalam undang-undang No 7 tahun 2014
tentang perdagangan, maka pelaku usaha diancam dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 50.000.000.000.00 (lima puluh miliar
rupiah).38

Dalam undang-undang No. 17 Tahun 1951 tentang penimbunan barangbarang

penting, dan juga terdapat dalam pasal 2 ayat (1) yang berbunyi oleh materi

dapat ditunjuk untuk kepentingan persediaan barang yang teratur barang-

barang tertentu, sebagai barang-barang dalam pengawasan, dan pasal 3

ayat(1): Oleh menteri atau pegawai yang dikuasakan olehnya dapat diberikan

petunjuk-petunjuk tentang pembelian, penimbunan, penjualan, pengangkutan,

penyerahan, dan cara mengusahakannnya, terhadap barang-barang dalam

pengawasan, pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja terhadap peraturan-

pasal 2 dan 3 undang-undang ini, serta mencoba atau ikut serta dalam

pelanggaran, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan

denda seratus ribu rupiah, atau salah satu dari hukuman tersebut.

Undangundang No.Sesuai dengan Undang-Undang No 18 Tahun 2012,

pelanggar larangan menimbun sembako dan kebutuhan pokok lainnya

diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda Rp 100

miliar.

38
Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Dengan Ancaman Pidana 5 (Lima)
Tahun

43
BAB 3

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian adalah pencarian atas sesuatu secara sistematis dengan

penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-

masalah yang dapat dipecahkan.39 Penelitian hukum merupakan

suatu hal yang terdapat dalam ilmu hukum untuk dapat mencari

solusi atas suatu permasalahan serta memperoleh kebenaran

terhadap suatu hal yang tidak dilakukan sebagaimana mestinya atau

seharusnya.40 Metode penelitian hukum adalah hal yang didasarkan

pada suatu metode, serta pemikiran tertentu dengan tujuan untuk


39
Moh. Nazir, “Metode Penelitian”. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 12-13.
40
Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Cetakan ke-7. (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2016), hal. 59-69.

44
mencari solusi atas permasalahan agar diketahui hal apa yang

seharusnya dilakukan.

Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode

penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yaitu

pendekatan yang menggunakan konsep legis positivis, dimana

memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang

dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang

berwenang. Konsep hukum ini sebagai suatu sistem normatif yang

bersifat mandiri, tertutup, dan terlepas dari kehidupan masyarakat

yang nyata. Dalam metode ini pengumpulan bahan-bahan hukum

dilakukan dengan cara, sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif. Penelitian hukum merupakan suatu

proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip hukum, maupun

doktrin untuk dapat menjawab permasalahan yang dihadapi

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian dengan sifat yang normatif, praktis dan preskriptif.41

3. Sumber Bahan Hukum

41
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djamiati, Argumentasi Hukum, (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2005), hal. 1.

45
Sumber bahan hukum sekunder dan primer digunakan sebagai

sumber bahan hukum dalam studi ini. Penulis memperoleh bahan

hukum yang dibutuhkan melalui studi pencatatan dan dokumentasi.

4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Pendekatan perundang-undangan (statute approach)

merupakan penelitian yang mengutamakan bahan hukum yang

berupa peraturan perundang-undangan sebagai bahan acuan dasar

dalam melakukan penelitian.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan metode menggunakan analisa

interpretasi. Hukum agar dapat menjawab permasalahan yang

dibaha

B. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan adalah rencana susunan materi yang akan

ditulis dalam penelitian disusun secara sistematis dalam bab-bab

serta sub bab sehingga dapat terarah dengan baik. Sistematika

penulisan digunakan untuk memberi gambaran secara garis besar

mengenai isi penelitian yang akan dibuat yang dimaksudkan untuk

mempermudah pembahasan. Sistematika penulisan merupakan

gambaran dari alur berpikir penyusunan penelitian ini.

46
Sistematika ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang akan diuraikan

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang,

permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka

konseptual, kerangka teoretis, metode penelitian, dan sistematika

penulisan

BAB II KERANGKA TEORETIS

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang kerangka pemikiran yang

menghubungkan variabel penelitian yang satu dengan yang lainnya

berdasarkan teori-teori yang berkaitan yang diakui secara umum.

Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Teori

Kewenangan dan Teori Tanggung Jawab.

BAB III DATA HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang data hasil penelitian yang

berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dalam penulisan ini

untuk menggambarkan fakta sebenarnya tentang informasi yang

berkaitan dengan permasalahan skripsi ini.

BAB IV ANALISIS PERMASALAHAN

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang analisa penulis secara

sistematis dan jelas atas permasalahan yang ada dalam penulisan

skripsi dengan menggunakan data-data yang telah diperoleh atau

BAB V PENUTUP

47
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan sebagai

jawaban atas permasalahan yang diteliti dan saran sebagai

rekomendasi atau solusi atas permasalahan yang ad

BAB 4

PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Akibat Penimbunan Minyak

Goreng

Konsumen sebagai motor penggerak dalam perekonomian sering kali

berada dalam posisi lemah atau tidak seimbang bila di bandingkan dengan

pelaku usaha dan hanya menjadi alat dalam aktivitas bisnis untuk

mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha. Hukum

perlindungan konsumen dibuat untuk melindungi warga Negara khususnya

konsumen dari perbuatan pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab dengan

48
baik didalam negeri maupun diluar negeri. Hukum perlindungan konsumen

ialah upaya konkrit yang dilakukan pemerintah dan negara untuk melindungi

konsumen sesuai amanah dari konsepsi negara yang termuat dalam Konstitusi

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.42

Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen menunjukkan tentang keberadaan hukum perlindungan konsumen

dalam tata hukum nasional tidak bisa diragukan lagi. Kedudukan hukum

perlindungan konsumen diakui sebagai cabang hukum tersendiri dari hukum

ekonomi karena konsumen sebagai objek dalam kegiatan perekonomian. 43

Perlindungan hukum diperlukan bagi konsumen karena pada umumnya

kedudukan konsumen berada pada kondisi yang lemah, baik karena

pengetahuan mengenai hukum maupun kemampuan daya tawar dari

pengusaha. Perlindungan konsumen adalah keseluruhan peraturan dan hukum

yang mengatur hak dan kewajiban konsumen dan produsen yang timbul

dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dan mengatur upaya-upaya

untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan

konsumen.44

Hak konsumen yang terlanggar dalam hal penimbunan barang kebutuhan

pokok, diantaranya ialah hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta

mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan

kondisi serta jaminan yang dijanjikan serta hak untuk diperlakukan atau
42
Fibrianti and Hidayat, “Pendidikan Konsumen Kepada Warga Desa Jetis Kecamatan
Bandungan Kabupaten Semarang Terhadap Peran Lembaga Perlindungan Konsumen,” hlm 7
43
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, hlm. 25.
44
“Perlindungan Konsumen Aman Oleh UU Perlindungan Konsumen.”
(https://www.dslalawfirm.com/id/perlindungan-konsumen/) diakses pada tanggal 26 September
2023 pukul 14.38

49
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Dari hak ini sudah

jelas disebutkan bahwa konsumen untuk mendapatkan suatu barang maka

sesuai harga di pasar. Selanjutnya, hak atas informasi yang benar, jelas, dan

jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan jasa.45

Dari hak ini, semestinya pelaku usaha memberikan informasi yang benar

adanya terkait ketersediaan barang pokok, bukan disimpan dan menyimpan

sehingga konsumen susah untuk memperoleh suatu barang pokok. Kemudian

hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan. Dari hak ini, sudah jelas bahwa pemerintah berperan besar

menjadi telinga konsumen apabila terjadi penimbunan barang pokok yang

telah dilakukan oleh pelaku usaha, sehingga menyebabkan kerugian dan

kelangkaan suatu barang untuk dikonsumsi.46

Penimbunan yang dilakukan oleh para pelaku usaha selain merugikan

konsumen, juga dapat merugikan pelaku usaha lainnya. Penimbunan ini

dilakukan oleh para pelaku usaha yang bertujuan untuk menguasai sektor

pasar.

Dalam hal ini, dibutuhkan peran besar pemerintah dalam memantau,

mengelola, dan mendistribusikan bahan kebutuhan pokok agar tidak jatuh ke

tangan yang salah dan dapat tersalurkan di tengah-tengah kehidupan ekonomi

masyarakat selaku konsumen. Pada dasarnya penimbunan yang dilakukan

ialah dilarang dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Pengaruh terbesar

perbuatan penimbunan yang dilakukan oleh pelaku usaha maupun

45
Pasaribu, Op.cit, hlm. 78
46
Pasaribu, Op.cit, hlm. 93

50
pedagang ialah tidak terpenuhinya bahan kebutuhan pokok disertai tidak

mampunya daya beli membeli sesuatu akibat kelonjakan, kelangkaan yang

terjadi akibat penimbunan. Kemudian pengaruh selanjutnya ialah adanya

pengaruh negatif di dalam pemenuhan kebutuhan pokok konsumen.47 Hal ini

akan mengancam kelangsungan hidup manusia dalam melakukan pemenuhan

kehidupan pokoknya selaku konsumen.

Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan suatu hal yang

melindungi subyeksubyek hukum melalui peraturan perundang-undangan

yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.

Perlindungan dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:48

1. Perlindungan hukum preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan

tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Upaya

preventif dilakukan melalui pengawasan terhadap pemenuhan

ketersediaan dan/atau kecukupan bahan kebutuhan pokok.

Pemerintah terus melakukan pemantauan, evaluasi, dan

pengawasan secara berkala terhadap kegiatan atau proses produksi,

penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran bahan kebutuhan

pokok masyarakat selaku konsumen oleh pelaku usaha. Dengan

adanya pengawasan dan peraturan yang diberlakukan, praktik

penyimpanan atau penimbunan bahan kebutuhan pokok

diharapkan dapat segera teratasi agar kebutuhan pokok kembali

47
Pasaribu, Op.cit, hlm. 84
48
Muchsin, “Perlindungan Dan Kepastian Hukum Bagi Investor Di Indonesia,” hlm. 20.

51
normal dan masyarakat selaku konsumen tidak mengalami

kesusahan lagi dalam melakukan pemenuhan kebutuhannya.

Ketentuan ini bertujuan untuk menghindarkan konsumen dalam

pemenuhan barang agar tidak terjadinya kelangkaan bahan

kebutuhan pokok dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, serta

menghindarkan pelaku usaha terjerat kasus hukum yang berat

nantinya. Perlindungan melalui pengaturan hukum terkait larangan

menimbun kebutuhan pokok diatur di dalam ketentuan Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2015 Tentang

Penetapan Dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok Dan

Barang Penting.

2. Perlindungan hukum represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan

akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan

yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan

suatu pelanggaran. Dalam hal terjadi penimbunan bahan

kebutuhan pokok yang dilakukan oleh pelaku usaha yang

mengakibatkan kelangkaan bahan kebutuhan pokok serta

merugikan konsumen, maka pelaku usaha harus bertanggungjawab

penuh. Ketentuan mengenai sanksi hukuman yang diberikan

52
disesuaikan seberapa besar kerugian yang ditimbulkan terhadap

konsumen.49

Perlindungan hukum melalui pengawasan oleh pemerintah

dan pemerintah daerah terhadap perdagangan kebutuhan pokok,

Pengawasan terhadap perdagangan bahan kebutuhan pokok diatur

didalam Bab XVI Pasal 98 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014

Tentang Perdagangan, ketentuan ayat (1) ialah Pemerintah dan

Pemerintah Daerah mempunyai wewenang melakukan

pengawasan terhadap kegiatan Perdagangan, ayat (2) ialah Dalam

melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Pemerintah menetapkan kebijakan pengawasan di bidang

Perdagangan.50

Bilamana dalam hal ini terjadi suatu perbuatan penimbunan

bahan kebutuhan pokok, maka dari perbuatan tersebut jika

menduga adanya penimbunan yang dilakukan pelaku usaha

nantinya dapat melapor pada kepolisian maupun pejabat pegawai

negeri sipil yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang

perdagangan di pemerintah pusat maupun daerah sebagai suatu

tindak pidana. Selanjutnya gugatan yang dapat dilakukan

berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen termuat

dalam Pasal 46 ayat (1) huruf (b) dan (d), berbunyi : “Gugatan atas

pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh : sekelompok

49
Muchsin, Ibid hlm. 20
50
Pasaribu, Op.cit hlm. 97

53
konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama; pemerintah

dan/atau instansi terkait apabila baran/atau jasa yang dikonsumsi

atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar

dan/atau korban yang tidaksedikit. Selanjutnya, gugatan yang

diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan

konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada peradilan umum.51

Dalam sengketa konsumen, gugatan dapat dilakukan secara

perdata yang pada umumnya korban bersifat massal

(massaccident). Secara teknis konsumen yang dirugikan

mengalami kesulitan apabila mengajukan gugatan, karena harus

membuat surat kuasa khusus kepada pengacara, sementara

kasusnya adalah sama. Dengan gugatan class action terhadap

kasus yang sama, cukup diwakili oleh beberapa korban yang

menuntut secara perdata ke pengadilan.52

B. Peraturan mengenai Perlindungan Konsumen

Berdasarkan pada pasal 1 nomor 2 Undang undang perlindungan

konsumen menjelaskan mengenai pengertian konsumen yaitu bagi individu

yang telah memakai suatu barang/jasa dimana setiap masyarakat dapat

memiliki suatu kepentingan terhadap individu yang lain dan tidak

memperdagangkan barang/jasa tersebut. Adanya sebuah perlindungan pada

konsumen dapat dijadikan sebuah jaminan pemberian kepastian hukum

51
Ibid, hlm. 98
52
Rosmawati, Pokok-Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, hlm. 35.

54
dimana memiliki sebuah hukum yang telah dijelaskan pada UUPK pada pasal

2, mendefinisikan mengenai suatu perlindungan yang akan diberikan kepada

konsumen dimana terdapat asas manfaat, asas keadilan, asas keseimbangan,

asas keamanan, asas keselamatan dan asas kepastian hukum, pada asas

tersebut digunakan untuk meningkatkan pembangunan secara nasional, yaitu:

1. Asas manfaat dapat memberikan sebuah pesan atau amanat yang

digunakan untuk menyelenggarakan suatu perlindungan terhadap konsumen

dan para pengusaha/wirausaha dengan menyeluruh

2. Asas keadilan dapat mewujudkan berbagai hal yang menjadi kesempatan

untuk konsumen dan para pengusaha/wirausaha dengan melaksanakan segala

hal yang menjadi kewajiban secara bijaksana dan adil

3. Asas keseimbangan diharapkan dapat memberikan sebuah keseimbangan

terhadap para konsumen, pengusaha/wirausaha dan bagi pemerintah .

4. Asas keamanan dan keselamatan bagi para konsumen dengan memberikan

suatu jaminan keselamatan bagi konsumen, para pengguna atau para

pemakai.53

5. Asas kepastian hukum diharapkan bagi para konsumen sehingga wajib

untuk mematuhi segala peraturan yang ada sehingga setiap konsumen

mendapatkan suatu keadilan bagi penyelenggara perlindungan suatu hukum.

Adanya suatu hak dan kewajiban bagi para konsumen dan negara dapat

menjamin suatu kepastian hukum.

53
Widi dan Mira Erlinawati, “Implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen Terhadap Bisnis Online.Jurnal Serambi Hukum Vol.11 No.1 .
(2017). hlm 27-40”.

55
Menurut pendapat oleh Pasaribu (2020: 46) menjelaskan bahwa pada

sebuah solusi terhadap perserikatan suatu bangsa-bangsa pada nomor 39/248

tahun 1985 tentang perlindungan para konsumen sehingga dapat memberikan

sebuah rumusan yang memiliki suatu kepentingan bagi para konsumen yang

dapat melindungi beberapa hal sebagai berikut:54

1. Adanya sebuah perlindungan bagi para konsumen terhadap segala bahaya

mengenai aspek kesehatan dan keamanan.

2. Adanya bentuk promosi dan segala bentuk perlindungan demi suatu

kepentingan di bidang ekonomi dan sosial pada konsumen.

3. Adanya ketersediaan dengan memberikan informasi lengkap yang

memadai bagi konsumen dengan pemberian berbagai macam kemampuan

ketika melakukan pemilihan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan setiap

individu.

4. Pendidikan Terhadap Konsumen

5. Ketersediaan berbagai cara dan upaya untuk melakukan ganti rugi dengan

cara yang lebih efektif.

6. Adanya sebuah kebebasan dalam berbagai berbagai peluang kesempatan

pada suatu organisasi sehingga dapat memberikan pendapatnya untuk

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan suatu kepentingan.55

B. Pihak-pihak yang terkait dalam perlindungan konsumen

54
Pasaribu, Nur Cahya. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen, Skripsi. Medan: Universitas
Sumatera Utara 2020, hal 46
55
Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2006, hlm 1-172”.

56
Pada dasarnya kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi sendiri tidak

dapat lepas dari peran para pelaku usaha dan konsumen. Konsumen

merupakan hal terpenting dalam melakukan setiap kegiatan usaha, karena

tanpa adanya konsumen maka usaha yang dilakukan tidak akan berhasil.

Namun disisi lain banyak pelaku usaha yang menganggap remeh keberadaan

konsumen dengan mengabaikan kepentingan konsumen dan haknya. Berikut

beberapa istilah yang berkaitan dengan perlindungan konsumen:

1. Konsumen

Konsumen secara umum adalah pihak yang mengkonsumsi suatu

produk.Istilah konsumen berasal dari bahasa asing, consumer (Inggris), dan

consummten (Belanda). Menurut kamus hukum Dictionary of Law Complete

Edition konsumen merupakan pihak yang memakai atau menggunakan barang

atau jasa, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan

orang lain.

Arti konsumen di Indonesia sesuai dengan Pasal 1 angka (2) UUPK

adalah: “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat,baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain.

2. Pelaku usaha

Pelaku usaha sering diartikan sebagai pengusaha barang dan jasa, dalam

pengertian ini termasuk didalamnya pembuat, grosir, dan pengecer. Pasal 1

ayat (3) UUPK, memberikan pengertian pelaku usaha sebagai berikut:

“Pelaku usaha adalah setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang

57
berbentuk badan hukum maupun bukan yang didirikan dan berkedudukan

atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia,

baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan

kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.56

Dalam penjelasan Undang-undang Perlindungan Konsumen yang

termasuk pelaku usaha yaitu perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi,

importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. Jadi pengertian pelaku usaha

dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen tersebut luas sekali, karena

pengertianya tidak dibatasi.

Adanya hak dalam memberikan keamanan (the right to safety), adanya hak

yang dapat memberikan informasi, hak dapat memilih, dan hak dapat di

dengar. Hak dan kewajiban pada konsumen yang dapat melindungi

berdasarkan UUPK, meliputi:

Hak Konsumen

Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa dalam pengertian hukum, hak

adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan sendiri

berarti tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Sehingga dapat dikatakan

bahwa hak adalah suatu tuntutan yang pemenuhannya dilindungi oleh hukum.

Dalam ketetuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, telah diatur sedemikian rupa terkait hak-hak

konsumen yang ada pada umumnya, diantaranya hak konsumen adalah:


56
Sidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Grasindo, 2000), 23.

58
A. Hak dan kenyamanan, asas keamanan dan asas keselamatan ketika

memberikan konsumsi pada barang/jasa

B. Hak dalam melakukan pemilihan barang/jasa sehingga dapat memperoleh

suatu nilai/nominal tukar yang sesuai dengan keadaan dan adanya jaminan

yang telah menjanjikan.

C. Hak untuk melakukan suatu pemilihan barang/jasa sehingga dapat

memperoleh barang/jasa sesuai dengan nominal/nilai tukar yang telah

diberikan sesuai jaminan yang telah di janjikan.

D. Hak adanya suatu informasi yang telah dibenarkan, valid, dan akurat

mengenai suatu keadaan karena adanya jaminan suatu barang/jasa.

E. Hak untuk mendengarkan sebuah pendapat karena adanya keluhan

barang/jasa yang telah digunakan.

F. Hak untuk memperoleh suatu advokasi sehingga dapat membentuk sebuah

perlindungan dan segala upaya untuk menyelesaikan adanya sengketa pada

perlindungan konsumen.

G. Hak yang digunakan untuk memperoleh suatu pembinaan dan pendidikan

pada konsumen.

H. Hak melakukan pelayanan secara benar dan jujur sehingga tidak dianggap

diskiriminatif.

I. Hak memperoleh suatu kompensasi karena telah memperoleh ganti / rugi

sehingga barang atau jasa tersebut dapa diterima dengan baik sesuai adanya

perjanjian yang telah disepakati.

59
J. Hak yang akan mengatur sebuah ketentuan peraturan yang ada pada suatu

perundang-undangan.57

Kewajiban Konsumen

Pengertian kewajiban menurut Prof. Dr. Notonegoro adalah beban untuk

memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak

tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut

secara paksa oleh yang berkepentingan. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu

yang tidak dapat dipisahkan, kedua hal ini sangatlah penting untuk diingat dan

diperhatikan. Untuk hak sendiri.

Selain konsumen mempunyai hak, konsumen juga mempunyai kewajiban

yang harus dipenuhinya sebelum mendapatkan haknya, kewajiban konsumen

yaitu:

A. Dapat melakukan dilakukan kegiatan membaca dan mengikuti

petunjuk/prosedur dalam memakai dan memanfaatkan barang/jasa sehingga

memberikan rasa aman dan keselamatan bagi konsumen

B. Memiliki itikad yang cukup baik ketika melakukan berbagai transaksi.

C. Melakukan pembayaran berdasarkan nilai tukar yang telah sesuai dengan

kesepakatan

D. Mencoba mengikuti berbagai hal dan upaya yang digunakan untuk

menyelesaikan adanya hukum persengketaan dengan melakukan perlindungan

kepada konsumen dengan cukup baik.

57
Hamid, Abdul Haris. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, CV Sah Media,
Makasar, 2017, hlm 1-268

60
E. Adanya suatu hak dan kewajiban yang akan dilakukan oleh konsumen

sehingga dapat memberikan berbagai kewajiban bagi para pengusaha /

wirausaha yang telah menjadi kewajiban bagi pengusaha karena memiliki

hubungan dalam suatu kegiatan yang akan terlibat secara adil.

Hak Pelaku Usaha

a. Hak dalam melakukan penerimaan terhadap suatu pembayaran sehingga

menyesuaikan suatu kesepakatan dimana dapat menyesuaikan suatu kondisi

/situasi yang melakukan penukaran terhadap barang / jasa yang akan di

perdagangkan.

b. Hak memperoleh suatu perlindungan dari hukum karena adanya suatu

tindakan terhadap konsumen yang memiliki iktikad/niat tidak baik.

c. Hak yang dapat dilakukan untuk melakukan suatu pembelaan kepada para

inidvidu dalam melakukan suatu pembelaan kepada semua individu terutama

untuk menyelesaikan sengketa okum yang terjadi pada konsumen.

d. Hak untuk melakukan sebuah rehabilitasi untuk memulihkan nama baik

seseorang sesuai prosedur hukum dalam melakukan segala macam kerugian

terhadap barang/jasa yang telah diperdagangkan.58 9

e. Hak yang dapat mengatur segala hal sesuai dengan ketentuan pada

perundang-undangan.

Kewajiban Pelaku Usaha

58
Shofie, Zulham. Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana, Jakarta, 2013. hlm 1-268.

61
a. Memiliki segala niat/iktikad yang baik dengan melakukan segala hal kegiatan

usaha.

b. Memberi penjelasan dengan benar, valid, dan akurat mengenai

keadaan/situasi pada suatu barang/jasa yang menggunakan suatu perbaikan

dengan dilakukan suatu pemeliharaan.

c. Memberikan perlakukan dengan memberikan pelayanan yang baik terhadap

konsumen secara benar, jujur dan tidak berlaku diskriminatif

d. Menjamin sebuah kualitas barang/jasa/yang telah dilakukan suatu produksi

yang telah melakukan perdagangan sesuai dengan ketentuan dari standar

kualitas yang telah berlaku.

e. Memberikan sebuah kesempatan terhadap para konsumen yang dapat

dilakukan sebuah pengujian/hipotesis dalam melakukan suatu percobaan pada

barang/jasa yang akan memberikan suatu perjanjian yang akan di

perdagangkan.

f. Memberikan sebuah kompensasi berupa sebuah biaya untuk penggantian rugi

karena telah memakai dan menggunakan barang/jasa sehingga memanfaatkan

adanya barang/jasa tersebut.

g. Memberikan beberapakompensasi, atas kerugian atau pergantian jika suatu

barang/jasa dengan menerima dengan memanfaatkan suatu perjanjian.59

C. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Atas Kerugian yang Dialami Oleh

Konsumen

59
Ahmad Miruidan Sutarman. Hukum Perlindungan Konsumen, Deepublish, Yogyakarta,
(2019), hlm 21-150.

62
Berdasarkan subtansi pasal 19 diketahui bahwa tanggung jawab pelaku

usaha meliputi:

Pasal 19

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang atau

jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat berupa pengembalian

uang atau pengembalian barang dan atau jasa pemberian santunan yang

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari

setelah tanggal transaksi

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak

menghapuskan kemungkinan adanya tuntunan pidana berdasarkan

pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan

5. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak

berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut

merupakan kesalahan konsumen.

Perbuatan yang Melanggar UUPK

Adanya suatu perbuatan/sikap yang telah melakukan pelanggaran karena

kegiatan pelaku usaha yang telah dijelaskan pada bab 4 UUPK, dimulai pada

pasal 8 sampai dengan 17. Adanya sebuah ketentuannya pada pasal 8 UUPK

adalah salah satu ketentuan secara umum bagi para pengusaha/wirausaha

63
bidang pabrik dan distribusi yang ada di negara indonesia. Adanya larangan

itu meliputi berbagai kegiatan usaha sehingga dapat melakukan segala

kegiatan produksi jual beli perdagangan terhadap barang/jasa yaitu:

a. Tidak memenuhi peraturan perundang-undangan dan ketentuan

berdasarkan standar yang telah ditetapkan.

b. Belum sesuai terhadap berat atau bersih atau netto dengan jumlah

barang yang telah terhitung berdasarkan keuntungan dari barang

tersebut.

c. Belum menyesuaikan ukuran, jumlah pada timbangan dan jumlah

perhitungan terhadap ukuran yang sesungguhnya.

d. Belum sesuai dengan suatu kondisi yang menjadi penjamin,

sebuah keistimewaan yang menjadi suatu label yang dapat

digunakan sebagai keterangan atas suatu barang/jasa yang telah

digunakan.

e. Belum sesuai dengan kondisi dari suatu kualitas yang ada pada

sebuah tingkatan atau yang menjadi komposisi dari sebuah proses

pengolahan yang akan menjadi sebuah keterangan pada

barang/jasa tersebut.

f. Belum sesuai dengan kondisi atau situasi suatu perjanjian pada

iklan dan promosi ketika dilakukan sebuah penjualan terhadap

barang/jasa tersebut.60

60
Handono, Adi. Perlindungan Bagi Informasi Iklan Barang dan Jasa Yang Menyesatkan.
Skripsi: Universitas Jember, 2011, hlm 1-144..

64
g. Tidak memberikan pencantumkan tanggal pada jangka dan waktu

penggunaan serta memanfaatkan barang tersebut dengan baik.

h. Belum mengikuti segala peraturan dan berbagai ketentuan dalam

melakukan produksi pada label “halal”.

i. Belum melakukan pemasangan pada label atau melakukan

pembuatan pada suatu barang dan ukuran, berat/isi bersih/netto,

dan adanya komposisi, serta peraturan ketika melakukan

pemakaian, tanggal pembuatan, identitas dan alamat yang

dilakukan oleh pelaku usaha serta memberikan sebuah keterangan

dalam menggunakan sebuah ketentuan untuk dilaksanakan

j. Tidak mencantumkan informasi yang digunakan sebagai petunjuk

dalam menggunakan barang yang sesuai dengan ketentuan dan

peraturan yang telah berlaku.61

D. Upaya Hukum bagi Konsumen yang dapat Diajukan dalam Kasus

Kelangkaan Minyak Goreng

Harga minyak goreng akan selalu mengalami peningkatan karena

ketersediaan stock yang membuat masyarakat bingung. Adanya harga eceran

pada minyak goreng dari harga Rp 11.000/liter menjadi Rp 14.000/liter

sehingga melalui Permendag Nomor 6 tahun 2022 tentang Penetapan Harga

Eceran Tertinggi.

61
Yusri, Muhammad. Kajian UndangUndang Perlindungan Konsumen Dalam Perspektif
Hukum Islam. Jurnal Justisia Ekonomika.Volume 3 Nomor 1,(2019). 1-15.

65
Masyarakat yang berada pada situasi yang membutuhkan adanya

kepastian dari pemerintah tentang keadaan, adanya keberadaan undangundang

perlindungan konsumen. Pada undang-undang pangan dengan peraturan yang

dapat digunakan maka terdapat jaminan pada ketersediaan bahan pokok yang

dibutuhkan masyarakat.

Para penggugat dapat menagjukan gugatan sendiri atau dapat diwakili

oleh perwakilan yang ditunjuk. Adanya perlindungan hukum adalah badan

perlindungan hukum nasional yang akan di dirikan dengan dasar Peraturan

Pemerintah Nomor 4 Tahun 2019, sehingga memberikan sebuah tugas sebagai

berikut :

a. Memberikan berbagai saran yang dapat menjadi sebuah

rekomendasi oleh pemerintah sehingga dapat dilakukan sebuah

penyusunan yang dapat melindungi pihak konsumen

b. Melakukan suatu penelitian yang dapat mengkaji suatu

perundangundangan yang berlaku untuk melindungi pihak

konsumen.

c. Melakukan studi penelitian pada barang/jasa yang berhubungan

dengan keselamatan para konsumen.

d. Mendorong adanya suatu perkembangan pada konsumen dalam

memberikan swadaya yang ada pada masyarakat secara luas

menggunakan informasi yang diperoleh dari berbagai media yang

dapat membentuk suatu perlindungan pada konsumen dan pihak

yang ada pada konsumen

66
e. Menerima segala bentuk yang berkaitan dengan pengaduan pada

perlindungan untuk konsumen kepada masyarakat, kepada

lembaga yang memberikan perlindungan, kepada para konsumen

atau para pelaku usaha.

f. Melakukan berbagai survey yang dapat berkaitan dengan berbagai

kebutuhan konsumen.62

Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen berdasarkan Undang

– Undang Perlindungan Konsumen salah satunya adalah melakukan

gugatan kelompok atau class action,tindakan ini diatur dalam pasal 46

ayat (1) huruf b menyebutkan “sekelompok konsumen yang mempunyai

kepentingan yang sama”. Gugatan ini bisa diajukan oleh konsumen yang

benar – benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum kepada

peradilan hukum. Adanya gugatan class action bisa membantu efisiensi

konsumen dalam berperkara. Mengingat jumlah konsumen yang dirugikan

berjumlah tidak sedikit untuk menetapkan keputusan yang adil.63

E. Penerapan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Penimbunan Minyak Goreng

Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, persaingan hidup yang

semakin tinggi, perkembangan perdagangan barang dan/ atau jasa semakin

hari semakin meluas terlebih lagi dapat melintasi batas-batas wilayah suatu

negara dan kebutuhan masyarakat semakin tinggi sejalan dengan informasi

pun semakin tinggi. Ini menyebabkan semakin banyaknya barang dan/atau


62
Asmadi, Erwin. "Aspek Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Penggunaan
Aplikasi Pembayaran Elektronik. Jurnal Hukum", 2018, hlm 90-103.
63
Shofie,Yusuf. Penyelesaian Sengketa Konsumen Undang-undang Perlindungan
Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukum, PT. Citra Aditya Bakti ,Bandung,2003,
1-120

67
jasa yang beredar didalam kebutuhan masyarakat. Keadaan seperti ini

faktanya telah memberi keuntungan bagi konsumen karena kebutuhan

konsumen untuk pemenuhan kebutuhan pokok dapat terpenuhi.64

Perdagangan merupakan kegiatan melakukan transaksi jual beli barang

maupun jasa yang terjadi di seluruh dunia melalui peralihan hak kepemilikan

suatu barang atau jasa untuk mendapatkan keuntungan. Dalam kegiatan

perdagangan haruslah disertai dengan kebijakan yang berlandaskan pada asas-

asas yang termuat di dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014

Tentang Perdagangan. Diantaranya yang harus diingat dan dijunjung tinggi

sesuai dengan pembahasan dalam penulisan ini ialah: “asas kepentingan

nasional” yang artinya setiap kebijakan Perdagangan harus mengutamakan

kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di atas kepentingan lainnya;

“asas kepastian hukum” adalah meletakkan hukum dan ketentuan peraturan

perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan pengendalian

di bidang Perdagangan.

Dalam dunia perdagangan, tidak sedikit pelaku usaha yang melakukan

penimbunan. Hal ini dapat dikenakan sanksi. Sanksi adalah sebuah hukuman

atau tindakan paksaan yang diberikan karena yang bersangkutan gagal

mematuhi hukum, aturan, atau perintah. Sanksi pidana pada dasarnya

merupakan suatu penjamin untuk merehabilitasi perilaku dari pelaku

64
Whilantio and Olivia, “PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PELAKU
USAHA YANG TIDAK MENGGUNAKAN KARTU GARANSI BERBAHASA INDONESIA
BERDASARKAN PASAL 2 PERMENDAG NOMOR 19 TAHUN 2009 DAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999,” hlm. 15.

68
kejahatan tersebut, namun tidak jarang bahwa sanksi pidana diciptakan

sebagai suatu ancaman dari kebebasan manusia itu sendiri.

Di tengah kelangkaan ketersediaan minyak goreng, sangat disayangkan

ada pihak-pihak yang diduga menyimpan dalam jumlah besar, dengan tidak

mendistribusikan ke pasar. Praktik kelangkaan stok minyak goreng akibat

penimbunan oleh segelintir orang menimbulkan kenaikan harga di pasaran.

Penimbunan bahan/ barang kebutuhan pokok yang dilakukan pelaku usaha,

menurut hemat penulis merupakan perbuatan patut diduga melanggar

ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang

Perdagangan, yang berbunyi: Pelaku Usaha dilarang menyimpan Barang

kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu

pada saat terjadi kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu

lintas Perdagangan Barang. Pelaku usaha dilarang:

1. Pelaku Usaha dilarang menyimpan Barang kebutuhan pokok

dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat

terjadi kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas

Perdagangan Barang.

2. Pelaku Usaha dapat melakukan penyimpanan Barang kebutuhan

pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu jika

digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses

produksi atau sebagai persediaan Barang untuk didistribusikan.

69
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan Barang kebutuhan

pokok dan/atau Barang penting diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Presiden.

Oleh sebab itu, kepemimpinan pemerintah saat ini menjadi sangat penting

dalam penyediaan minyak goreng. Harga minyak goreng di seluruh Indonesia

resmi Rp 14.000 per liter mulai 19 Januari 2022 berdasarkan penetapan dari

pemerintah. Penetapan harga tersebut memicu aksi beli besar-besaran oleh

masyarakat.65 Hal itu berpotensi pula menimbulkan banyak spekulan alias

penimbun. Daya paksa memang sangat dibutuhkan buat menertibkan warga

lantaran masih banyaknya warga yang tidak menaati aturan. Misalnya

kejahatan dengan menimbun minyak goreng yang dilakukan oleh para pelaku

bisnis.

Karena itu Satuan Tugas (satgas) Pangan POLRI menyelidiki penyebab

kelangkaan minyak goreng yang dilakukan oleh seseorang atau pelaku usaha

yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan kesempatan masyarakan

dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka untuk mencari keuntungan yang

sebesar-besarnya. Oknum ini tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat,

mereka hanya memikirkan bagaimana cara mendapatkan keuntungan dalam

jumlah yang besar semata dengan begitu polisi gencar melakukan

penangkapan terhadap pelaku penimbun minyak goreng, karena dianggap

melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

65
“Pemerintah Berlakukan Minyak Goreng Satu Harga.”
(https://investor.id/business/278988/pemerintahberlakukannbspminyak-goreng-satu-harga) diakses
pada tanggal 26 September 2023 pukul 13.24

70
Jenis Barang Kebutuhan Pokok dalam Pasal 2 ayat (6) huruf a Perpres No.

71 Tahun 2015 yaitu:

Barang Kebutuhan Pokok hasil pertanian (beras, kedelai bahan baku

tahu dan tempe, cabe, bawang merah), Barang Kebutuhan Pokok hasil

industri (gula, minyak goreng, tepung terigu), Barang Kebutuhan Pokok hasil

peternakan dan perikanan (daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras,

ikan segar yaitu bandeng, kembung dan tongkol/tuna/cakalang). Sedangkan,

Barang Penting adalah barang strategis yang berperan penting dalam

menentukan kelancaran pembangunan nasional. Jenis Barang Penting dalam

Pasal 2 ayat (6) huruf b yaitu:

Benih yaitu benih padi, jagung, dan kedelai, pupuk, gas elpiji 3 (tiga)

kilogram, triplek, semen, besi baja konstruksi, baja ringan.

Dari jenis-jenis barang kebutuhan pokok dan barang penting yang telah

ditetapkan oleh Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan

dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, minyak

goreng merupakan barang yang dilarang untuk ditimbun, karena minyak

goreng merupakan salah satu barang kebutuhan pokok untuk pemenuhan

kebutuhan pangan masyarakat.

emenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Ketentuan Pasal pidana

larangan ini diatur didalam Pasal 107 UndangUndang Nomor 7 Tahun 2014

Tentang Perdagangan, yang berbunyi :

“Pelaku Usaha yang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau

Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi

71
kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas

Perdagangan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana

denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).”

Ketentuan larangan penimbunan juga terdapat di dalam Pasal 52 Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan bahwa:

a. Dalam hal Perdagangan Pangan, Pemerintah menetapkan

mekanisme, tata cara, dan jumlah maksimal penyimpanan Pangan

Pokok oleh Pelaku Usaha Pangan.

b. Ketentuan mengenai mekanisme, tata cara, dan jumlah maksimal

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau

berdasarkan pada Peraturan Pemerintah.

Sehingga apabila pelaku usaha melanggat ketentuan pasal

tersebut maka akan dikenakan juga denda administratif yang

tercantum dalam pasal 54 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012

Tentang Pangan yang menyebutkan bahwa:

1. Usaha Pangan yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dikenai

sanksi administratif.

2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) berupa:

a. denda;

72
b. penghentian sementara dari kegiatan,

produksi, dan/atau peredaran; dan/atau

c. pencabutan izin.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran

denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi

administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB 5

PENUTUP

A. Kesimpulan

Di Indonesia sudah terdapat sejumlah ketentuan yang berkaitan secara

tersirat dengan isu perlindungan konsumen terhadap penimbunan minyak

goreng. Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan maka Penulis

dapat menarik benang kesimpulan bahwa tindakan penimbunan minyak

goreng yang menyebabkan kelangkaan dan menghebohkan seluruh

masyarakat Indonesia pada tahun 2022 jelas telah melanggar peraturan

perundang-undangan dan ketertiban umum sebagaimana dalam Pasal 29

73
ayat (1) jo. Pasal 107 UU Perdagangan, Pasal 53 UU Pangan, dan Pasal 11

ayat (2) Perpres Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan

Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Selain itu,

perbuatan oknum tersebut juga melanggar hak yang dimiliki oleh

masyarakat selaku konsumen minyak goreng sebagaimana bunyi Pasal 4

UU Perlindungan Konsumen. Bagi masyarakat yang merasa dirugikan

dapat memintakan upaya ganti rugi melalui pengajuan permohonan

penyelesaian sengketa kepada BPSK. Dalam penyelesaian sengketa

konsumen melalui BPSK ada 3 alternatif tahapan yang dapat ditempuh.

Pertama, tahap aplikasi yang meliputi persyaratan pengaduan untuk

menyelesaikan penyelesaian sengketa tanpa pengacara; kedua, tahap

persidangan yang dapat dilakukan dengan cara konsiliasi, mediasi dan

arbitrase; dan ketiga, tahap keputusan yang harus diselesaikan paling

lambat 21 jam kerja hari terhitung sejak gugatan diterima, diikuti dengan

pelaksanaan putusan.

Di kondisi dan situasi saat ini, keterlibatan dan kerjasama dari

seluruh lapisan masyarakat menjadi kunci penting. Penanganan terhadap

fenomena penimbunan minyak goreng bukan hanya menjadi tugas dari

Kepolisian Republik Indonesia saja tetapi juga seluruh pihak dapat

mengambil andil. Semua pihak diharapkan ikut andil dan berpartisipasi

aktif dalam memperhatikan aksi penimbunan yang dilakukan oleh oknum

yang tidak bertanggung jawab. Hal tersebut bukan hanya tugas pemerintah

dan aparat penegak hukum tetapi juga tugas kita semua untuk kepentingan

74
bersama. Harapannya, masyarakat lebih sensitif untuk tidak memanfaatkan

peluang untuk kepentingan pribadi dan golongannya sesuai dengan etika

kemasyarakatan, etika berbisnis, dan etika berhukum, yang peduli akan

nilai-nilai kemanusiaan.

B. Saran

1. Bagi konsumen minyak goreng hendaknya lebih teliti dengan

produk yang akan di beli , perhatikan informasi dari produsen

maupun informasi mengenai harga minyak goreng saat ini karena

minyak goreng sifatnya fluaktif yang di mana bisa naik turun

harganya

2. Bagi produsen hendaknya menjaga kepercayaan konsumen dengan

memberikan produk yang sesuai dengan harga pasaran saat ini agar

konsumen tidak merasa tertipu Dan berikan informasi yang jelas

mengenai produk yang di tawarkan untuk pertimbangan konsumen

sebelum mereka melakukan pembelian

75
76

Anda mungkin juga menyukai