Anda di halaman 1dari 79

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era modern ini banyak transaksi-transaksi yang berkembang

dimasyarakat. Hal ini dapat mempengaruhi stabilitas harga barang dan kualitas

produksi. Faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam mengambil

keputusan pembelian suatu produk adalah harga yang ekonomis, kualitas

barang dan akses barang yang mudah terjangkau.1Harga merupakan unsur

penting dalam pemasaran suatu produk, karena harga adalah satu dari empat

bauran pemasaran atau markeeting mix. Empat bauran yang dimaksud adalah

product (produk), price (harga), place (distribusi), promotion (promosi).2

Ekonomi merupakan kebutuhan pokok yang melekat dalam kehidupan

masyarakat. Semua kebutuhan dalam sosial kemasyarakatan serba transaksi

jual beli, seperti makanan, pakaian barang-barang dan atau properti rumah

lainnya didapatkan dengan cara membeli. Tetapi dalam ajaran agama islam

memaklumatkan agar hambanya dalam melakukan praktek jual beli tidak

berlebihan dan juga tidak minimalis, melainkan tengah-tengah (Tawassuth)

sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam suratAl-Furqan ayat 67 :

        


  
Artinya : Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian.

1
Kasmir, Kewirausahaan(Jakarta: Pt Raja grafindo persada, 2008), 37.
2
Suryana, kewirausahaan (Jakarta: Pt Salemba empat, 2001), 128.

1
2

Dari ayat di atas menegaskan bahwa ekonomi bermuara terhadap

kemaslahatan ummat, baik dalam konteks jual beli maupun dalam konteks

perekonomian yang lain. Untuk mencapai tujuannya, banyak ditemukan dalam

praktek jual beli yang Playing dirty (permaianan kotor). Manusia

menghalalkan cara apapun untuk mencapai tujuan dan kepuasannya walaupun

harus menciderai nilai kejujuan. Islam telah menetapkan aturan-aturan

hukumnya yang telah diajarkan oleh Nabi, serta diajarkan ummat-Nya

bagaimana etika yang baik dalam menjalankan usaha maupun berbisnis.3 Nabi

Muhammad saw. juga memiliki prinsip-prinsip manakala menjual barang

dagangannya. Diantaranya adalah tidak menipu dalam mendeskripsikan

barang dagangannya, tidak bersumpah yang berlebihan, jujur dalam

timbangan dan takaran, serta tidak memonopoli komoditas.4

Nilai yang diajarkan oleh Al-Qur’an maupun Hadits diserap menjadi

prodak hukum. Selaras dengan falsafah hukum Republik Indonesia bahwa

semua undang-undang yang dihasilkan merupakan hasil serapan dari tiga

unsur (hukum adat, hukum agama dan warisan belanda). Jadi hal-ikhwal jual

beli yang diajarkan dalam islam disublimasikan menjadi regulasi di Indonesia,

dengan terwujud nya UUNo.8 tahun 1999 yang mana sudah dijelaskan pada

bagian IV tentang tanggung jawab pelaku usaha termaktub pasal 19 ayat 1

yang berbunyi “pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang

atau jasa dari hasil yang di perdagangkan kerugian konsumen akibat

3
Ibid, 176.
4
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/93604/ berdagang-ala-nabi-muhammad
3

mengkonsumsi barang atau jasa”. Sedangkan pada ayat 2 mengamanahkan

bahwa ganti rugi yang dimaksud pada ayat (1) “dapat berupa pengambilan

uang atau penggantian barang atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau

perawatan kesehatan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang undangan yang berlaku”5.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatas ini mengacu pada

filosofis pembangunan yang pada dasarnya termasuk pembangunan hukum

yang memberikan perlindungan terhadap konsumen dalam rangka

membangun SDM manusia seutuhnya Menurut Undang-Undang Pangan

Nomor 18 Tahun 2012 tentang “Pangan” (UUP) bahwa keamanan makanan

dan minuman diartikan sebagai kondisi atau upaya yang diperlukan untuk

mencegah kemungkinan tercemar dari dzat biologis, kimia maupun benda

lainnya yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan

manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya

masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Dalam Undang-undang Nomor

18 tahun 2012 bahwa pangan adalah merupakan kebutuhan dasar manusia

yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi

manusia yang di jamin di dalam undang undang dasar negara republik

Indonesia 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya

manusia yang berkualitas6.

Bahwa makanan dan minuman yang aman supaya tersedia secara

memadai, perlu untuk diupayakan agar terwujudnya suatu sistem supremasi

5
Lihat UU No. 08 Tahun 1999TentangPerlindunganKonsumen, pasal 2
6
LihatUndang undang tentang pangan tahun 2012pada penjelasan pertimbangan umum UUP
4

yang mampu memberikan perlindungan pada masyarakat khususnya bagi

konsumennya, sehingga makanan dan minuman kemasan maupun yang

lainnya yang telah diedarkan atau diperdagangkan tidak merugikan serta aman

bagi kesehatan jiwa manusia. Konsumen perlu dilindungi secara hukum dari

kemungkinan-kemungkinan kerugian yang dapat dialaminya, oleh karena itu

sebagai wujud perlindungan konsumen pemerintah telah mengambil peran

dalam kebijakan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).7

Dan hal ini juga membuktikan seakan melupakan konsumen sebagai

penikmat dari produk tersebut yang di pastikan ada yang merasa dirugikan

atau pun sebaliknya sebab posisi konsumen selalu berada lebih lemah

dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Maka

dengan itu UUPK memberikan profesional hak bagi konsumen yang harus

mendapatkan perlindungan yaitu: ayat 1) Hak atas kenyamanan, keamanan,

dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa. 2) Hak untuk

memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut

sesuai dengan nilai tukar dan kondisi jaminan yang dijanjikan. 3) Hak atas

informasi yang benar, jelas, 8dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/ataujasa.

7
LihatPasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa, konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pasal 1 ayat (1) undang-undang
perlindungan konsumen menjelaskan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
8
5

4)Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang

dan/ataujasa yang digunakan. 5) Hak untuk mendapatkan advokasi,

perlindungan konsumen, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan

konsumen secara patut. 6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan

konsumen. 7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif. 8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi,

dan/atau penggantian jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai

dengan perjanjian dan tidak sebagaimana mestinya.9

Selaras dengan uraian di atas, bahwasanya jaminan keselamatan

konsumen dalam membeli makanan dilindungi oleh undang-undang. Dalam

artian perusahaan atau bisnis makanan mapapun yang tidak

mempertimbangkan kualitas produk yang dibuatnya sesuai dengan

standarisasi undang –undang pangan (UUP) Nomor 18 Tahun 2012 yang

menjamin keamanan terhadap semua produk yang dibuat oleh perusahaan atau

bisnis perseeorangan. Dengan hal ini maka kehadiran lembaga Negara

maupun sistem dalam internal perusahaan untuk melakukan pengawasan

secara intensiv terhadap proses produksinya, baik dari tahap perencanaan,

pelaksanaan hingga pengawasan sampai makanan yang dihasilkan dijual.

Berdasarkan data dari dinas koperasi Jawa Timur, Jember merupakan

Kabupaten dengan jumlah UMKM terbanyak se- Jawa Timur dengan jumlah

424.151 dan menyerap tenaga kerja 729.962. Sektor yang memberikan

kontribusi terbesar pada peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) yaitu

9
Pasal 4 Bab III tentang Hak dan Kewajiban Konsumen dalam UU No 8 tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen
6

sektor makanan dan minuman. Kementerian Perindustrian mencatat

sumbangan industri makanan dan minuman terhadap PDB industri nonmigas

mencapai 34,95 persen pada triwulan ketiga 2017. Hasil itu menjadikan sektor

makanan dan minuman menjadi kontributor PDB industri terbesar dibanding

subsektor lain. Hal ini di dukung oleh Menteri Perindustrian yang mengatakan

pertumbuhan industri makanan dan minuman (mamin) naik terus meningkat

sebagai contoh di 2017 pertumbuhannya mencapai 9,23% atau naik dari 2016

yang sebesar 8,46%. Sektor makanan dan minuman akan tetap tumbuh dan

menjadi andalan sektor industri pengolahan non migas hal ini didukung oleh

kuatnya permintaan konsumen di pasar domestik. Industri makanan dan

minuman ini juga konsisten terhadap pertumbuhan perekonomian. Oleh

karena itu, kami terus mendorong perkembangan dan pertumbuhannya karena

kontribusinya terhadap pemasukan negara mencapai 30 persen. 10

Dengan data yang diuraikan di atas, usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM) merupakan home industri yang banyak terlibat dalam melengkapi

kebutuhan pokok makanan masyarakat Jember. Maka industrialisasi yang

dijalankan oleh bisnis perseorangan ini harus mendapatkan perhatian lebih

khusus lagi sebab menyangkut keselamatan banyak manusia yang

mengkonsumsi produknya. Selain itu home industri yang kebanyakan

memiliki sedikit pegawai perlu diketahui standart operasioanal yang

dijalankan sebagai patokan regulasi dalam berbisnis. Sebab jika makanan yang

dihasilkan tidak menjamin keselamatan terhadap konsumen yang jelas-jelas

10
https://jatim.antaranews.com/berita/244640/menteri-pertumbuhan-industri-makanan-
minuman-paling-konsisten-video
7

memiliki hak dalam undang-undang perlindungan konsumen (UUPK) Nomor

8 Tahun 1999 maka usaha ini bermasalah secara hukum (de jure).

Banyaknya jenis bisnis perseorangan, salah satu diantaranya adalah

“Raja Lidi Cemilan serba pedas” di Kecamatan Mangli, Kabupaten Jember.

Berdasarkan alasan di atas peneliti berencana untuk menjadikan Raja Lidi

sebagai objek penelitian. Sebab usaha ini memiliki mangsa pasar yang cukup

luas di daerah Mangli, yang kebetulan mahasiswa IAIN Jember adalah

pelanggan tetap produk ini. Bisnis home industri ini tidak hanya

memperoduksi satu macam jenis camilan “mie lidi” saja, akan tetapi juga

menyediakan beraneka ragam cemilan seperti, makroni, cireng, kripik yang

semuanya serba pedas.

Usaha perseorangan yang memiliki nama “Raja Lidi” di kelurahan

Mangli cukup memiliki banyak pelanggan tetap. Setiap hari perusahaan ini

memproduksi puluhan kilo dari semua ragam cemilan yang disediakan. Jika

melihat banyaknya konsumen maka kualitas produk dari Raja Lidi harus

memprioritaskan kenyamanan konsumen. Dalam hal ini perusahaan Home

Industri dalam mengoperasikan usahanya selaras dengan amanah (UUPK)

Nomor 8 Tahun 1999. Dalam beberapa pasal di dalamnya terdapat amanah

tentang hak dan kewajiban yang dimiliki konsumen, salah satu diantaranya

pada Bab III pasal 4 “Hak Konsumen adalah:” a). hak atas kenyamanan,

keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/jasa.

Berdasarkan uraian uandang-undang di atas, maka perusahaan Raja

Lidi berkewajiban untuk memenuhi semua amanah darai UUPK. Akan tetapi
8

ada beberapa problema yang ditemukan dalam objek penelitian, salah satu

diantaranya ketiadaan waktu kadalwarsa dan juga labelitas halal. Dengan fakta

yang terjadi peneliti tergugah untuk mendalami penelitian ini sebab terjadi

kesenjangan antara idealitas legal formal dengan realitas yang terjadi. Apakah

dengan fakta yang terjadi usaha perseorangan Raja Lidi cukup

merepresentasikan UUPK. Dengan hal ini maka peneliti ingin mengangkat

focus penelitian sebagaimana berikut.

B. Fokus Penelitian

Dari Urain Latar belakang masalah diatas telah terurai sedemikian

rupa, maka untuk membatasi penelitian ini, Peneliti memberikan batasan

fokus masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengawasan produksi Raja Lidi pada bisnis perseorangan di

daerah Mangli?

2. Apakah produk Raja Lidi sesuai dengan hak-hak konsumen sebagaimana

undang-undang perlindungan konsumen (UUPK) Nomor 8 Tahun 1999 ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dari tujuan penelitian ini maka peneliti mencoba

memberikan tujuan secara spesifik yaitu :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengawasan produksi Raja Lidi pada bisnis

perseorangan di daerah Mangli

2. Untuk memahami apakah produk Raja Lidi sesuai dengan hak-hak

konsumen sebagai mana undang-undang perlindungan konsumen (UUPK)

Nomor 8 Tahun 1999.


9

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

dalam pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum

kesehatan serta hukum perlindungan konsumen pada khususnya.

b. Memudahkan dalam mencapai tujuan dalam segala urusan.

c. Untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat mengenai sistem

pengawasan dikeluarkan oleh pemerintah sesuai dengan UU yang

berlaku.

d. Bisa mengatasi maupun menjawab persoalan yang tengah dihadapi

didalam kehidupan bermasyarakat.

e. Sebagai alat untuk pengambilan keputusan.

f. Sebagai media pengembangan ilmu pengetahuan.

g. Sebagai alat pengambilan keputusan dalam memecahkan permasalahan

yang timbul dalam kehidupan sehari-hari.

2. Bagi Masyarakat

Penelitian yang saya teliti ini di harapkan dapat membantu

masyarakat yang tidak mengetahui bagaimana sistem pengawasan

produksi bisnis perseorangan yang sesuai dengan aturan yang telah

ditetapkan oleh pemerintah yang tertera di undang- undang yang berlaku

sebagaimana mestinya.

Pertama dan terakhir karena sebelumnya ada beberapa rumusan

hukum yang melindungi konsumen tersebar dalam beberapa aturan


10

perundang-undangan yang ada. Namun, tetap saja memiliki tujuan yang

tercapai. Tujuan dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen.

Sejalan dengan maksud dan tujuan Perlindungan Konsumen yang

dilakukan negara-negara maju dan berkembang di dunia ini. Seperti halnya

di Indonesia kehadiran Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen menjadi tonggak sejarah perkembangan hukum

perlindungan konsumen di Indonesia walaupun undang-undang ini

bukanlah aturan yang pertama dan terakhir karena sebelumnya ada

beberapa rumusan hukum yang melindungi konsumen tersebar dalam

beberapa aturan perundang-undangan yang ada. Namun, tetap saja

memiliki tujuan yang tercapai. Tujuan dari Undang-Undang Nomor. 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian untuk

melindungi diri.

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi.
11

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusaha.

Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keselamatan, dan keamanan konsumen. Apapun tujuannya

baik secara umum maupun khusus kehadiran undang-undang perlindungan

konsumen dianggap menjadi benteng bagi konsumen yang selama ini

lemah kedudukanya serta diharapkan juga dengan kehadiran undang-

undang ini dapat membantu meluruskan persepsi yang keliru dari pelaku

usaha bahwa perlindungan konsumen dan perangkatnya sebagai upaya

menghambat perkembangan dunia usaha.

Pihak yang berperan dalam keberhasilan untuk mendapatkan

pangan yang aman dikonsumsi adalah pemerintah, produsen, dan

konsumen. Pemerintah dengan seluruh kewenangan yang dimilikinya

dapat membuat aturan dan memaksa semua pihak untuk mentaati aturan

tersebut, dalam prakteknya hal ini belum terealisasikan sebagaimana

mestinya sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.

E. Definisi Istilah

1. Sistem Pengawasan

Upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada

perencanaan untuk merancang sistem balik informasi, untuk

membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah di tentukan,


12

untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta

untuk mengambil tindakan perbaikan yang di perlukan untuk menjamin

bahwa semua sumber daya perusahaan atau pemerintah telah di gunakan

seefektif dan seefesien mungkin guna untuk mencapai tujuan perusaahaan

atau pemerintahan. Dari beberapa pendapat tersebut diatas dapat ditarik

kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal yang sangat penting dalam

menjalankan suatu perencanaan.

Pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen yang

berupaya agar rencana yang sudah ditetapkan dapat tercapai dengan

efektif dan efisien. pengawasan merupakan sebagai proses pemantauan

kinerja karyawan berdasarkan standar untuk mengukur kinerja,

memastikan kualitas atas penilaian kinerja dan pengambilan informasi

yang dapat dijadikan umpan balik pencapaian hasil yang dikomunikasikan

ke para karyawan. maksud dari pengawasan adalah kegiatan pemeriksaan

dan pengendalian atas kegiatan yang telah dan sedang dilakukan, agar

kegiatan-kegiatan tersebut dapat sesuai dengan apa yang diharapkan atau

yang direncanakan. Lebih lanjut pengawasan (controlling) merupakan

penyusunan standar seperti kuota penjualan, standar kualitas atau level

produksi, pemeriksaan untuk mengkaji prestasi kerja actual dibandingkan

dengan standar yang telah ditetapkan, dan mengadakan tindakan korektif

yang diperlukan.11 Dari definisi ini yang dimaksud oleh peneliti adalah

upaya pengawasan yang dilakukan oleh pemilik bisnis Raja Lidi.

11
J.H. Jackson Mathis, R.L. &. 2006. Human Resource Management: Manajemen
Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empa
13

2. Home Industri (Produksi Perseorangan)

Produksi perseorangan adalah salah satu badan usaha yang dimiliki

satu orang atau individu biasanya perusahaan ini membutuhkan alat

produksi dan teknologi yang sangat sederhana, modal kecil, serta tenaga

kerja nya yang sangat sedikit. Dalam istilah lain kerap disebut dengan

home industri atau bisnis rumah.

Industri adalah bagian dari proses produksi yang tidak mengambil

bahan langsung dari alam, tetapi barang tersebut diolah dahulu sehingga

menjadi barang yang bernilai bagi masyarakat. Home berarti rumah,

tempat tinggal, ataupun kampung halaman yang menjadi pusat lembaga

sosial dalam kehidupan manusia yang bersifat seimbang, tempat manusia

mengadakan tatap muka dan membina hubungan kekeluargaan. Sedang

industri dapat diartikan sebagai kerajinan, usaha produk barang, dan

ataupun perusahaan. Singkatnya, Home industry adalah rumah usaha

produk barang atau juga perusahaan kecil.

Dikatakan sebagai perusahaan kecil karena jenis kegiatan ekonomi

ini dipusatkan di rumah. Pengertian usaha kecil secara jelas tercantum

dalam UU No. 9 Tahun 1995, yang menyebutkan bahwa usaha kecil

adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp200 juta (tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan

tahunan paling banyak Rp1.000.000.000. Kriteria lainnya dalam UU No 9

Tahun 1995 adalah: milik WNI, berdiri sendiri, berafiliasi langsung atau

tidak langsung dengan usaha menengah atau besar dan berbentuk badan
14

usaha perorangan, baik berbadan hukum maupun tidak. Home Industri

juga dapat berarti industri rumah tangga, karena termasuk dalam kategori

usaha kecil yang dikelola keluarga.12

Sedangkan menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2008 bahwa

usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang

dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari

usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.13 Menurut Tulus T.H

Tambunan, industri rumah tangga pada umumnya adalah unit-unit usaha

yang sifatnya lebih tradisional, dalam arti menerapkan sistem organisasi

dan manajemen yang baik seperti lazimnya dalam perusahaan modern,

tidak ada pembagian kerja dan sistem pembukuan yang jelas.14

Adapun pengelompokan industri berdasarkan kapasitas pekerja

yang diperlukan meliputi:

a. Industri rumah tangga (home industry), menggunakan tenaga kerja 1

sampai 4 orang

b. Industri kecil, menggunakan tenaga kerja 5 sampai 19 orang.

c. Industri sedang, menggunakan tenaga kerja 20 sampai 99 orang.

d. Industri besar, menggunakan tenaga kerja 100 orang atau lebih


12
http.://Home Industri _ Arumdyankhumalasari's Blog.htm
13
UU RI No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM (Usaha Mikro Kecil Dan Menengah), (Jakarta:
Sinar Grafika, 2009), Cet. ke-2, h. 3.
14
Tulus T.H Tambunan. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia (Beberapa Isu Penting), Jakarta:
Salemba empat, 2002). Hlm. 16610
15

Menurut Mubyarto Industri kecil atau industri kerajinan sangat

bermanfaat bagi penduduk, terutama penduduk golongan ekonomi lemah,

karena sebagian besar pelaku industri kecil adalah penduduk golongan

tersebut. Industri ini di pedesaan mempunyai manfaat yang besar, karena:

1). dapat memberikan lapangan kerja pada penduduk pedesaan yang

umumnya tidak bekerja secara utuh; 2) memberikan tambahan pendapatan

tidak saja bagi pekerja atau kepentingan keluarga, tetapi juga anggota

anggota keluarga lain; 3) dalam beberapa hal mampu memproduksi

barang-barang keperluan penduduk setempat dan daerah sekitarnya secara

lebih efisien dan lebih murah dibanding industri besar. Hal lain yang perlu

diperhatikan terhadap industri kecil adalah lokasi industri. Lokasi industri

sangat berpengaruh terhadap kemajuan usaha industri tersebut. Secara

teoritis yang berlokasi ditempat yang mudah mendapatkan bahan baku,

tenaga kerja, modal, pemasaran akan dapat berkembang dengan baik. Jadi

istilah produksi perseorangan yang diangkat dalam penelitian ini adalah

usaha makanan ringan Raja Lidi yang beroperasi dalam perindustrian

rumah tangga atau Home Industry.

3. Perlindungan Konsumen

Perlidungan konsumen adalah keseluruhan asas asas dan kaidah

kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai

pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang atau jasa. Menurut UU

perlindungan konsumen nomor 8 tahun 1999 menyebutkan perlindungan


16

konsumen adalah segala uapaya yang menjamin adanya kepastian hukum

untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Pengertian Perlindungan Konsumen adalah prodak hukum yang

mengatur tentang hak dan kewajiban konsumen atas produksi yang

dihasilkan dari perusahaan. Perlindungan konsumen harus mendapat

perhatian yang lebih, karena investasi asing telah menjadi bagian

pembangunan ekonomi Indonesia, dimana ekonomi Indonesia juga

berkaitan dengan ekonomi dunia. Persaingan internasional dapat

membawa implikasi negative bagi konsumen.15

Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa,

perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dua aspek,

yaitu16:

a. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada

konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.

b. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil

kepada konsumen.

Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen

adalah bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-

kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat yang melindungi

kepentingan konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang


15
Adrianus Meliala, 2006, Praktik Bisnis Curang, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h.15230
16
Az Nasution., 2001, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta,
h.11
17

mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain

berkaitan dengan barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup17.

Namun ada pula yang berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen

merupakan bagian dari hukum konsumen. Hal ini dapat kita lihat bahwa

hukum konsumen memiliki skala yang lebih luas karena hukum

konsumen meliputi berbagai aspek hukum yang didalamnya terdapat

kepentingan pihak konsumen dan salah satu bagian dari hukum konsumen

ini adalah aspek perlindungannya, misalnya bagaimana cara

mempertahankan hak-hak konsumen terhadap gangguan pihak lain18.

Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia

memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan

adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak

konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Pengaturan tentang

hukum perlindungan konsumen telah diatur dalam Undang-Undang No. 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan Pasal 1 angka

1 UUPK disebutkan bahwa Perlindungan konsumen adalah segala upaya

yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan

kepada konsumen. Kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen berupa perlindungan terhadap hak-hak konsumen, yang

diperkuat melalui undang-undang khusus, memberi harapan agar pelaku

usaha tidak bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak

17
Erman Rajagukguk, 2000, Pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen dalam Era Perdagangan
Bebas, Mandar Maju, Bandung, h.2
18
Ibid., h.12
18

konsumen19. Jadi dalam definisi perlindungan konsumen yang dimaksud

oleh peniliti adalah hak dan kewajiban yang dimiliki oleh semua

pelanggan produk Raja Lidi yang sesuai dengan asas undang-undang

tentang perlindungan konsumen (UUPK) Nomor 8 Tahun 1999.

19
Happy Susanto, 2008, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta, h.4
BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Penelitian Terdahulu

1. Penelitian oleh Abrianto tahun 2012, dengan judul Pertanggung jawaban

Terhadap Produk Industri Rumah Tangga (Home Industry) Tanpa Izin

Dinas Kesehatan dari Universitas Jember20. Hasil penelitiannya adalah

bentuk pertanggung jawaban produsen makanan khususnya industri rumah

tangga (home industry) yang tidak memiliki izin dari dinas kesehatan

terhadap konsumen atas produknya yang beredar di pasaran, bahwa

produsen hanya terbatas memperhatikan bahan baku yang digunakan dalam

mengolah produknya. Apabila terjadi kerugian terhadap konsumen baik itu

kerugian materi maupun fisik maka upaya yang biasa ditempuh oleh

produsen yaitu selain menarik produknya yang beredar di pasaran maka

produsen juga memberikan ganti kerugian sesuai dengan apa yang

diinginkan oleh konsumen sesuai dengan yang diatur dalam Undang-

Undang Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999. Persamaan dengan

penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang pertanggung jawaban

produsen atau pelaku usaha tanggung jawab Home Industry atau industri

rumah tangga terhadap konsumen. Sedangkan perbedaannya ada pada

pertanggung jawaban yang muncul ketika produk tersebut tidak mendapat

izin dari dinas kesehatan, sedangkan pada penelitian ini fokusnya pada

20
Abrianto, Pertanggungjawaban Terhadap Produk Industri Rumah Tangga (Home Industry)
Tanpa Izin Dinas Kesehatan, (Jember: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2012)

19
20

tanggung jawab pelaku usaha ketika sudah mendapatkan izin pangan

Produksi Industri Rumah Tangga (PIRT).

2. Penelitian oleh Andi Kurniasari tahun 2013 dengan judul Perlindungan

Konsumen Atas Kode Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Pada

Produk Kopi dari Universitas Hasanuddin Makasar21. Hasil penelitian ini

adalah Peranan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Surabaya selaku

unit pelaksana teknis Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik

Indonesia di Jawa Timur terhadap kode izin edar Produk Industri Rumah

Tangga (PIRT) yang dicantumkan pada kemasan produk. Pelaku usaha

dalam hal ini bertanggung jawab atas izin edar yang telah dimiliki pada

produk kopi yang telah dibuat. Persamaan skripsi ini dengan penelitian

adalah sama-sama mengenai izin makanan yang dikeluarkan oleh pihak

berwenang dalam hal ini adalah lembaga BPOM. Perbedaan yang ada pada

skripsi ini terletak pada efisiensi terlaksananya Undang-Undang No 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang melindungi izin dari

BPOM atas produk kopi, sedangkan pada penelitian ini memfokuskan pada

tanggung jawab pelaku usaha atas hak dan kewajiban konsumen dalam

undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

3. Penelitian oleh Sity Zulfania tahun 2015 dengan judul Tanggung Jawab

Pelaku Usaha Terhadap Produk Pangan Kemasan Industri Rumah Tangga

Tanpa Label dari Universitas Jember22. Hasil penelitian skripsi ini yaitu
21
Andi Kurniasari, Perlindungan Konsumen Atas Kode Badan Pengawas Obat Dan Makanan
(BPOM) Pada Produk Kopi, (Makasar: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2013)

22
Sity Zulfania, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Produk Pangan Kemasan
Industri Rumah Tangga Tanpa Label, (Jember: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2015)
21

bahwa labelisasi adalah proses pemberian label atas makanan dalam

kemasan yang yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang. Dengan

adanya labelisasi dapat dijadikan sebagai tanda yang memudahkan

konsumen untuk memilih produkproduk pangan yang akan dikonsumsikan

sesuai dengan keinginannya. Pencantuman label pangan diwajibkan agar

konsumen dapat memilih produk terbaik yang aman untuk dikonsumsinya.

Kemudian bentuk tangggung jawab pelaku usaha yang mengedarkan

produk pangan kemasan tanpa label akan dikenai sanksi administratif,

sanksi perdata dan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Selanjutnya peran pemerintah dalam hal

pengawasan dan pembinaan produksi pangan industri rumah tangga sangat

penting guna untuk melindungi kepentingan konsumen. Dalam skripsi

saudari Zulfania ini lebih mengarah pada tanggung jawab pelaku usaha

dalam labelisasi produk. Persamaan skripsi ini dengan penelitian adalah

sama-sama membahas tentang tanggung jawab pelaku usaha terhadap

konsumen selaras dengan undang-undang tentang konsumen, perbedaanya

ada pada skripsi ini lebih memfokuskan pada tanggung jawab hukum

pelaku usaha pada labelisasi produk pangan sedangkan pada penelitian ini

lebih memfokuskan pada tanggung jawab pelaku usaha terhadap perizinan

PIRT yang telah didapat oleh pelaku usaha dengan tinjauan dari undang-

undang pangan dan dari Etika Bisnis Islam.

4. Penelitian oleh Edi Suparjo tahun 2016, dengan judul Sistem Informasi

Perijinan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) Di Kabupaten Kudus


22

Berbasis Web dari Universitas Muria Kudus23. Hasil penelitian dari skripsi

ini adalah sistem informasi yang dibutuhkan dalam perusahaan atau

instansi harus akurat, tepat waktu, dan fleksibel. Hal ini akan menunjang

kelancaran aktivitas di suatu perusahaan atau instansi dalam kegiatan

sehari-harinya. Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus dalam mengelola

perijinan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) masih menggunakan

sistem manual yaitu pendataan PIRT masih didata dengan mencatat secara

langsung, sehingga membutuhkan media penyimpanan yang besar dan

sangat besar kemungkinan resiko kehilangan data sehingga menimbulkan

ketidak efektifan dalam pengelolaannya. Persamaan dari penelitian peneliti

adalah objek dari peneltian mengenai bisnis perseorangan adalah sama

sama menjadikan pangan atau makanan sebagai objek. Perbedaan pada

skripsi ini menjelaskan tentang sistem pengelolaan data PIRT

menggunakan website, sedangakan pada penelitian ini memfokuskan pada

tanggung jawab perizinan PIRT oleh pelaku usaha ditinjau dari undang-

undang pangan dan etika bisnis Islam.

5. Penelitian oleh Hendra Muttaqin tahun 2016, dengan judul Perlindungan

Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Pangan Industri Rumah Tangga

Yang Tidak Berlabel Di Kota Semarang dari Universitas Negeri

Semarang24. Hasil penelitian dari skripsi ini adalah Implementasi Undang-

Undang Perlindungan Konsumen terhadap label pada produk PIRT di Kota

23
Edi Suparjo, Sistem Informasi Perijinan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) Di Kabupaten
Kudus Berbasis Web, (Kudus: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2016)
24
Hendra Muttaqin, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk Pangan Industri
Rumah Tangga Yang Tidak Berlabel Di Kota Semarang, (Semarang: Skripsi Tidak Diterbitkan,
2016)
23

Semarang terkait pelanggaran pelaku usaha P-IRT belum berjalan dengan

baik. Hasil temuan peneliti di lapangan ditemukan cukup banyak produk P-

IRT yang melanggar ketentuan label yang terdapat pada Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999

tentang Label dan Iklan Pangan serta Keputusan Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 00.05.5.1639 tentang Pedoman

Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-

IRT). Pemerintah Kota Semarang hanya menerapkan “sanksi” berupa surat

pernyataan pelaku usaha akan mematuhi ketentuan keamanan PIRT. Dalam

hal ini upaya perlindungan konsumen tidak berjalan dengan baik karena

pada dasarnya pemerintah juga diberi wewenang untuk mengambil

tindakan administratif yang terdapat pada Peraturan Pemerintah Nomor 28

Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Persamaan skripsi

ini dengan penelitian ini sama sama membahas perlindungan hukum atas

konsumen, sedangkan perbedaannya adalah pada tinjauan skripsi ini lebih

pada perlindungan konsumen, sehingga dapat dikatakan pada skripsi ini

lebih fokus pada hak hak kosumen atas produk sedangkan pada penelitian

ang akan dilakukan lebih fokus pada tinjauan Undang-Undang No 18

Tahun 2012 Tentang Pangan dan Etika Bisnis Islam.

Tabel 2.1
Penelitian Penelitian Terdahulu
NO. PENULIS/ JUDUL PERBEDAAN PERSAMAAN

1 Abrianto tahun 2012, 1. pertanggung jawaban 1. sama-sama


dengan judul yang muncul ketika membahas
24

Pertanggung jawaban produk tersebut tidak tentang


Terhadap Produk mendapat izin dari dinas pertanggung
Industri Rumah Tangga kesehatan. jawaban
(Home Industry) Tanpa 2. penelitian ini fokusnya produsen atau
Izin Dinas Kesehatan pada tanggung jawab pelaku usaha
dari Universitas Jember pelaku usaha ketika tanggung
sudah mendapatkan izin jawab Home
pangan Produksi Industry atau
Industri Rumah Tangga industri rumah
(PIRT). tangga
terhadap
konsumen.
2 Andi Kurniasari tahun 1. skripsi ini terletak 1. sama-sama
2013 dengan judul pada efisiensi mengenai
Perlindungan Konsumen terlaksananya Undang- izin
Atas Kode Badan Undang No 8 Tahun makanan
Pengawas Obat dan 1999 Tentang yang
Makanan (BPOM) Pada Perlindungan dikeluarkan
Produk Kopi dari Konsumen yang oleh pihak
Universitas Hasanuddin melindungi izin dari berwenang
MakasarYK. BPOM atas produk dalam hal
kopi, sedangkan pada ini adalah
penelitian ini lembaga
memfokuskan pada BPOM
tanggung jawab pelaku
usaha atas hak dan
kewajiban konsumen
dalam undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999
tentang perlindungan
konsumen.
3 Sity Zulfania tahun 2015 1. skripsi ini lebih 1. sama-sama
dengan judul Tanggung memfokuskan pada membahas
Jawab Pelaku Usaha tanggung jawab tentang
Terhadap Produk hukum pelaku usaha tanggung
Pangan Kemasan pada labelisasi produk jawab
Industri Rumah Tangga pangan sedangkan pelaku
Tanpa Label dari pada penelitian ini usaha
Universitas Jember lebih memfokuskan terhadap
pada tanggung jawab konsumen
pelaku usaha terhadap selaras
perizinan PIRT yang dengan
telah didapat oleh undang-
pelaku usaha dengan undang
tinjauan dari undang- tentang
undang pangan dan konsumen
25

dari Etika Bisnis


Islam.
4 Edi Suparjo tahun 2016, 1. menjelaskan tentang 1. objek dari
dengan judul Sistem sistem pengelolaan peneltian
Informasi Perijinan data PIRT mengenai
Pangan Industri Rumah menggunakan website, bisnis
Tangga (PIRT) Di sedangakan pada perseoranga
Kabupaten Kudus penelitian ini n adalah
Berbasis Web dari memfokuskan pada sama sama
Universitas Muria tanggung jawab menjadikan
Kudus perizinan PIRT oleh pangan atau
pelaku usaha ditinjau makanan
dari undang-undang sebagai
pangan dan etika objek
bisnis Islam.
5 Hendra Muttaqin tahun 1. skripsi ini lebih pada 1. sama sama
2016, dengan judul perlindungan membahas
Perlindungan Hukum konsumen, sehingga perlindunga
Bagi Konsumen dapat dikatakan pada n hukum
Terhadap Produk skripsi ini lebih fokus atas
Pangan Industri Rumah pada hak hak kosumen konsumen,
Tangga Yang Tidak atas produk sedangkan
Berlabel Di Kota pada penelitian ang
Semarang dari akan dilakukan lebih
Universitas Negeri fokus pada tinjauan
Semarang Undang-Undang No
18 Tahun 2012
Tentang Pangan dan
Etika Bisnis Islam.
B. Kajian Teori

1. Pengertian Pengawasan

Pengawasan dapat di definiskan sebagai proses untuk menjamin

bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen dapat tercapai. Ini

berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatankegiatan sesuai yang

direncanakan. Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat

erat antara perencanaan dan pengawasan25.

25
Yohannes Yahya, Pengantar Manajemen (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hlm. 133.
26

Kontrol atau pegawasan adalah fungsi di dalam manajemen

fungsional yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan semua

unit/satuan kerja terhadap pelaksanaan pekerjaan atau pegawai yang

melaksanakan sesuai dengan tugas pokoknya masing-masing. Dengan

demikian, pengawasan oleh pimpinan khusunya yang berupa pengawasan

melekat (built in control), merupakan kegiatan manajerial yang dilakukan

dengan maksud agar tidak terjadi penyimpangan dalam melaksanakan

pekerjaan. Suatu penyimpangan atau kesalahan terjadi atau tidak selama

dalam pelaksanaan pekerjaan tergantung pada tingkat kemampuan dan

keterampilan pegawai. Para pegawai yang selalu mendapat pengarahan

atau bimbingan dari atasan, cenderung melakukan kesalahan atau

penyimpangan yang lebih sedikit dibandingkan dengan pegawai yang

tidak memperoleh bimbingan26.

Pengertian pengawasan cukup beragam, di bawah ini adalah

contoh keberagaman pengertian tersebut :

a. Menurut Sondang P. Siagian pengawasan adalah proses pengamatan

dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin

agar semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan

rencana yang telah ditentukan.

b. Robert J. Mockler berpendapat bahwa pengawasan manajemen adalah

suatu usaha sitematik untuk menetapkan standart pelaksanaan dengan

26
M. Kadarisman, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (Jakarta: Rajawali:
2013), hlm. 172.
27

tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi, umpan balik,

membandingkan kegiatan nyata dengan standard yang telah ditetapkan

sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpanganpenyimpangan

serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin

bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara

efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan27.

c. Pengawasan menurut Fahmi yang dikutip oleh Erlis Milta Rin Sondole

dkk, bahwa pengawasan secara umum didefinisikan sebagai cara suatu

oganisasi mewujudkan kinerja yang efektif dan efisien, serta lebih jauh

mendukung terwujudnya visi dan misi organisasi28

d. Mc. Farland memberikan definisi pengawasan (control) sebagai

berikut. “Control is the process by which an executive gets the

performance of his subordinate to correspond as closely as posible to

chossen plans, orders objective, or policies”. (Pengawasan ialah suatu

proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan

pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana,

tujuan, kebijakan yang telah ditentukan.

Jelasnya pengawasan harus berpedoman terhadap hal-hal berikut:29

a. Rencana (Planning) yang telah ditentukan

27
Zamani, Manajemen (Jakarta: IPWI, 1998), hlm. 132.
28
Erlis Milta Rin Sondole dkk, Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi dan Pengawasan
terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran VII
Pertamina BBM Bitung, Jurnal EMBA, 2015, Vol. 3, hlm. 652
29
Maringan Masry Simbolon, Dasar – Dasar Administrasi dan Manajemen (Jakarta:
Ghalia Indonesia : 2004), hlm. 61. 6 Ibid, Hlm. 62
28

b. Perintah (Orders) terhadap pelaksanaan pekerjaan (Performance)

c. Tujuan

d. Kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa

pengawasan adalah proses untuk menjaga agar kegiatan terarah menuju

pencapaian tujuan seperti yang direncanakan dan bila ditemukan

penyimpangan-penyimpangan diambil tindakan koreksi.

2. Produksi

a. Pengertian Produksi

Produksi adalah suatu proses dimana barang dan jasa yang

disebut input diubah menjadi barang-barang dan jasa-jasa yang

disebut output. Proses perubahan bentuk faktor-faktor produksi

tersebut disebut dengan proses produksi.30 Produksi pada dasarnya

merupakan proses penciptaan atau penambahan faedah bentuk, waktu

dan tempat atas faktor-faktor produksi sehingga dapat lebih

bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Proses perubahan

bentuk faktor-faktor produksi tersebut disebut proses produksi. Selain

itu produksi dapat ditinjau dari dua pengertian, yaitu pengertian secara

teknis dan pengertian secara ekonomis.

Ditinjau dari pengertian secara teknis, produksi merupakan

proses pendayagunaan sumber-sumber yang telah tersedia guna

memperoleh hasil yang lebih dari segala pengorbanan yang telah

diberikan. Sedangkan bila ditinjau dari pengertian secara ekonomis,


30
Boediono, Teori Ekonomi Mikro, BPFE, Yogyakarta, 2006, hlm. 63.
29

produksi merupakan suatu proses pendayagunaan segala sumber yang

tersedia untuk memperoleh hasil yang terjamin kualitas maupun

kuantitasnya, terkelola dengan baik sehingga merupakan komoditi

yang dapat diperdagangkan. Adanya hubungan antara faktor-faktor

produksi yang digunakan dengan output yang dihasilkan dinyatakan

dalam suatu fungsi produksi.31

Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat.

Kegiatan produksi tidak akan dapat dilakukan kalau tidak ada bahan

yang memungkinkan dilakukannya proses produksi itu sendiri. Untuk

bisa melakukan produksi, orang memerlukan tenaga manusia, sumber-

sumber alam, modal dalam segala bentuknya, serta kecakapan. Semua

unsur itu disebut faktor-faktor produksi (factors of production). Jadi,

semua unsur yang menopang usaha penciptaan nilai atau usaha

memperbesar nilai barang disebut sebagai faktor-faktor produksi.

Pengertian produksi lainnya yaitu hasil akhir dari proses atau aktivitas

ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Dengan

pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi diartikan

sebagai aktivitas dalam menghasilkan output dengan menggunakan

teknik produksi tertentu untuk mengolah atau memproses input

sedemikian rupa.32

31
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi, Raja Grafindo, Jakarta, 2002, hlm.
193.12

32
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi, Raja Grafindo, Jakarta, 2002, hlm. 193.
30

Keseluruhan unsur-unsur dalam elemen input tadi selanjutnya

dengan menggunakan teknik-teknik atau cara-cara tertentu, diolah

atau diproses sedemikian rupa untuk menghasilkan sejumlah output

tertentu. Teori produksi akan membahas bagaimana penggunaan input

untuk menghasilkan sejumlah output tertentu. Hubungan antara input

dan output seperti yang diterangkan pada teori produksi akan dibahas

lebih lanjut dengan menggunakan fungsi produksi. Dalam hal ini,

akan diketahui bagaimana penambahan input sejumlah tertentu secara

proporsional akan dapat dihasilkan sejumlah output tertentu. Teori

produksi dapat diterapkan pengertiannya untuk menerangkan sistem

produksi yang terdapat pada sektor pertanian. Dalam sistem produksi

yang berbasis pada pertanian berlaku pengertian input atau output dan

hubungan di antara keduanya sesuai dengan pengertian dan konsep

teori produksi.

b. Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah suatu persamaan yang menunjukkan

jumlah maksimum output yang dihasilkan dengan kombinasi input

tertentu. Fungsi produksi menunjukkan sifat hubungan di antara

faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan. Faktor-

faktor produksi dikenal pula dengan istilah input dan jumlah produksi

selalu juga disebut sebagai output.33 Periode produksi dibagi menjadi

dua bagian, yaitu fungsi produksi jangka pendek (short run) dan
33
Soekartawi, Teori Ekonomi Produksi: Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-
Douglas, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 17.
31

fungsi produksi jangka panjang (long run). Fungsi produksi jangka

pendek adalah periode waktu dimana paling tidak hanya ada satu

input yang tetap dan kuantitasnya tidak dapat diubah-ubah. Bila

produsen ingin menambah produksinya dalam jangka pendek, maka

hal ini hanya dapat dilakukan dengan jalan menambah jam kerja dan

dengan tingkat skala perusahaan yang ada. Sedangkan yang dimaksud

dengan fungsi produksi jangka panjang adalah suatu periode waktu

yang cukup panjang, dimana semua input dan teknologi berubah, tidak

ada input tetap dalam jangka panjang. Pembagian fungsi produksi ini

tidak didasarkan pada lama waktu yang dipakai dalam suatu proses

produksi, akan tetapi dilihat dari macam input yang digunakan.34

Dalam aktivitas produksinya produsen (perusahaan) mengubah

berbagai faktor produksi menjadi barang dan jasa. Berdasarkan

hubungannya dengan tingkat produksi, faktor produksi dibedakan

menjadi faktor produksi tetap (fixed input) dan faktor produksi

variabel (variable input). Faktor produksi tetap adalah faktor produksi

yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah produksi,

seperti mesin-mesin pabrik. Ada atau tidak adanya kegiatan produksi,

faktor produksi itu harus tetap tersedia. Sedangkan faktor produksi

variabel adalah faktor produksi yang penggunaannya tergantung pada

tingkat produksinya, seperti buruh harian lepas. Makin besar tingkat

produksi, makin banyak faktor produksi variabel yang digunakan.35


34
Ari Sudarman, Teori Ekonomi Mikro, Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta, hlm. 122.
35
Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Mikro: Suatu Pengantar, FEUI,
Jakarta, 1999, hlm. 131-132
32

Untuk memilih kombinasi faktor produksi yang memerlukan

ongkos terkecil, diperlukan pengetahuan akan kemungkinan saling

mengganti diantara faktor-faktor produksi yang digunakan dan juga

harga relatif dari input-input tersebut. Bagi produsen individual,

dianggap harga faktor produksi dipasar adalah tertentu karena harga

tersebut ditentukan oleh seluruh kekuatan permintaan dan penawaran

yang ada di pasar. Untuk mendapatkan suatu keterangan diperlukan

suatu siasat, yaitu dengan membuat suatu bidang produksi (production

surface).36

3. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen

Perlindungan Konsumen adalah upaya untuk menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.37

Perlindungan hukum terhadap konsumen menjadi penting ketika hak

konsumen dilanggar dan pelaku usaha tidak memenuhi kewajibannya.

Perlindungan hukum terhadap konsumen menjadi penting ketika

hak konsumen dilanggar dan pelaku usaha tidak memenuhi kewajibannya.

Hukum perlindungan konsumen mempunyai tujuan untuk melindungi

konsumen secara langsung dan pelaku usaha secara tidak langsung.

Dijelaskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen yaitu:

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri.

36
Ari Sudarman, Op.Cit., hlm. 14
37
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Perlindungan Konsumen
33

b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau

jasa;meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,

menentukan,dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

c. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi.

d. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggungjawab dalam berusaha.

e. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.38

Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen

diharapkan mampu memberi jaminan kepada konsumen berupa kepastian

hukum atas perlindungan konsumen. Dalam hal ini dikarenakan konsumen

memiliki kedudukan yang sangat lemah sekali di bandingkan dengan

pelaku usaha.

Menurut Troelsrtup dalam buku Abdul Halim Barkatullah, posisi

tawar konsumen menjadi lemah dikarenakan:

a. Terdapat banyak produk, merk, dan cara penjualnya.

b. Daya beli konsumen semakin meningkat.

38
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
34

c. Lebih banyak merk yang beredar dipasaran, sehingga belum banyak

diketahui oleh semua orang.

d. Model-model lebih cepat berubah.

e. Kemudahan transportasi dan komunikasi sehingga di buka akses yang

lebih besar kepada bermacam-macam pelaku usaha.

f. Iklan yang menyesatkan.

g. Wanprestasi oleh pelaku usaha.39

Lemahnya posisi tawar menawar pada konsumen menyebabkan

hukum perlindungan konsumen menjadi sangat penting, perlindungan

konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya

menjadi harapan bagi semua bangsa yang ada didunia ini untuk dapat

mewujudkannya. Perlindungan konsumen adalah mewujudkan berbagai

dimensi yang satu dengan dimensi yang lainnya, sehingga mempunyai

kaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pelaku usaha dan

pemerintah.40 Penjelasan undang-undang perlindungan konsumen

menyebutkan bahwa piranti hukum yang melindungi konsumen tidak

dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha akan tetapi justru

sebaliknya sebab perlindungan konsumen dapat mendorong iklim

berusaha yang sehat serta lahirnya perusahaan yang tangguh dalam

menghadapi persaingan melalui penyediaan barang atau jasa yang

berkualitas.41

39
Abdul Halim Barkatullah, Opcit, Nusa Media, Bandung,2010. 8-9.
40
Husni Syawali dan Neni SM, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Bandung, 2000. 7.
41
Gunawan W dan A Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia Pustaka Utama,
2000. 17.
35

Untuk dapat menegakkan hukum Perlindungan Konsumen perlu di

berlakukan asas-asas yang berfunggi sebagai landasan penetapan hukum

yaitu:

a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan

manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku

usaha secara keseluruhan.

b. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara adil.

c. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan

antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam

arti materiil ataupun spiritual.

d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada

konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang

dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

e. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin

kepastian hukum.
36

Kelima asas dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen bila diperhatikan subtansinya dapat

dikelompokkan menjadi tiga asas yaitu:

a. Asas kemanfaatan ysng didalam nya diliputi asas keamanan dan

keselamatan konsumen.

b. Asas keadilan yang meliputi keseimbangan.

c. Asas kepastian hukum.

Melihat dari hukum ekonomi, keadilan disejajarkan dengan asas

keseimbangan, kemanfaatan disejajarkan dengan asas maksimilasi dan

kepastian hukum disejajarkan dengan asas efesiensi.42

Adanya hukum perlindungan konsumen dengan undang-undang

perlindungan konsumen diharapkan mampu memberi jaminan kepada

konsumen berupa kepastian hukum atas perlindungan konsumen, hal ini

dikarenakan konsumen memiliki kedudukan yang lemah dibandingkan

dengan pelaku usaha. Hukum perlindungan hukum dapat dijadikan sarana

pendidikan baik itu secara langsung maupun secara tidak langsung, baik

bagi konsumen maupun pelaku usaha sehingga apa yang menjadi tujuan

hukum perlindungan konsumen dapat tercapai.

4. Perlindungan Hukum

Perlidungan Hukum merupakan hak yang diberikan kepada

konsumen agar mendapatkan sesuatu yang berupa barang dan jasa yang

42
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:Raja Grafindo
Persada, 2004. 26
37

terjamin pada saat menggunakan dan kualitasnya memuaskan sehingga

konsumen tidak mendapat kerugian.

Perlindungan Hukum adalah segalaupaya pemenuhan hak dan

pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi atau

korban, perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari

perlindungan masyarakat, dapat di wujudkan dalam berbagai bentuk,

seperti melalui pemberian restitusi, kompensasi, pelayanan medis, dan

bantuan hukum.43

Perlindungan Hukum adalah proses penegakan hukum yang pada

umumnya, melibatkan 3 faktor yang saling terkait, yaitu faktor perundang-

undangan, faktor aparat atau badan penegak hukum dan faktor kesadaran

hukum. Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai perlindungan oleh

hukum atau perlindungan dengan menggunakan prantara dan sarana

hukum.44

Satjipto Raharjo mendefinisikan perlindungan hukum adalah

memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia, perlindungan

tersebut di berikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati

semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Dalam menjalankan dan

memberikan perlindungan hukum di butuhkan suatu tempat atau wadah

dalam melaksanakannya yang sering di sebut dengan sarana perlindungan

hukum. Sarana perlindungan hukum dibagi menjadi dua, sebagai berikut:

43
Soerdjono soekarto, pengantar penelitian hukum (jakarta: Ui press, 1984), 133.
44
Ahmadi Mirudan SutarmanYudo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2005, 4.
38

a. Sarana perlindungan hukum preventif, pada hukum pventif ini, subjek

hukum yang di berikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau

pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk

yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa.

Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak

pemerintahan yang berdasarkan pada ke bebasan bertindak karena

dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah

terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang

didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus

mengenai perlindunagn hukum preventif.

b. Sarana perlindungan hukum represif, perlindungan hukum yang

represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan

perlindungan hukum oleh pengadilan umum dan pengadilan

administrasi di Indonesia termasuk kategori berlindungan hukum ini.

prinsip perlindungan tindakan pemerintah tertumpu dan perlindungan

terhadap hak-hak asasi manusia.45

5. Konsumen dan Pelaku Usaha

a. Pengertian konsumen

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan.46 Konsumen dapat di bedakan menjadi dua yaitu


45
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum,(Bandung: Citra Aditiya Bakti, Cetakan ke V 2000), 53.
46
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (ctk. Ketiga, PT Grasindo,Jakarta, 2006),
1-2.
39

konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara yaitu

konsumen yang membeli kepada suatu produk dari pelaku usaha yang

bertujuan untuk di jual kembali. Sedang kan konsumen akhir yaitu

konsumen yang menggunakan produk dari produsen yang bertujuan

untuk di konsumsi sendiri dan tidak untuk di perjual belikan.

Konsumen menurut pasal 1 angka 2 undang-undang

perlindungan konsumen bukan hanya memakai barang atau jasa untuk

kepentingan diri sendiri, namun juga meliputi pemakaian barang untuk

kepentingan orang lain. Hal Ini menunjukkan bahwa perlindungan

yang diberikan oleh undang-undang guna untuk memberikan kepastian

hukum terhadap konsumen.47

b. Hak dan kewajiban konsumen

Hak konsumen

Dalam pasal 4 undang-undang perlindungan konsumen

disebutkan hak konsumen yaitu:

1) hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2) hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan;

3) hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa;

47
Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit.06
40

4) hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan;

5) hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

6) hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7) hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

8) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.48

Ahmad miru mengemukakan bahwa secara garis besar hak

konsumen dapat menjadi tiga yaitu:

1) hak yang dimaksud untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik

kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan.

2) Hak dan memperoleh barang dan atau jasa dengan harga yang

wajar.

3) Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap

permasalahan yang dihadapi.49

Kewajiban konsumen

48
Celina tri siwi krisyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (jakarta: sinar grafika, 2014), hal, 31
49
Ibid.,47
41

Selain memiliki hak, konsumen juga memiliki kewajiban

sebagai penyeimbang, kewajiban tersebut terdapat dalam pasal 5

undang-undang perlindungan konsumen, yaitu:

1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan

dan keselamatam.

2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa.

3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.

Pengaturan kewajiban dalam undang-undang perlindungan konsumen

merupakan hal yang wajar, agar seseorang mendapatkan haknya maka

tentunya harus melaksanakan hal yang menjadi kewajibannya.50

c. Pelaku Usaha

Pelaku usaha atau produsen merupakan seseorang atau badan

hukum yang melakukan kegiatan usaha dalam segala bidang ekonomi

yang bisa menghasilkan suatu produk yang bisa didistribusikan kepada

orang lain. Dalam menjalankan usahanya apabila ingin menjadi lancar

maka produsen harus menaati peraturan yang sudah berlaku yang

berkaitan dengan perlindungan konsumen dan segalanya.51

d. Hak dan kewajiban pelaku usaha

50
Ibid., 48-50
51
Burhanuddin S, Pemikiran hukum Perlindungan Konsumen, (2011), 6-10.
42

1) Hak pelaku usaha

Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi pelaku

usaha dan sebagai keseimbangan atas hak-hak yang diberikan

kepada konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak. Hak tersebut

diatur dalam ketentuan pasal 6 undang-undang perlindungan

konsumen menyebutkan mengenai hak-hak dari pelaku usaha

adalah:

a) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan

kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau

jasa yang diperdagangkan;

b) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan

konsumen yang beritikad tidak baik;

c) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen;

d) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum

bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang

dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.52

e. Kewajiban pelaku usaha

Sebagai konsekuensi adanya hak pelaku usaha, pelaku usaha

juga memiliki kewajiban, kewajiban tersebut diatur dalam pasal 7

52
Ibid.,51
43

undang-undang perlindungan konsumen uang menyebutkan berbagai

kewajiban dari pelaku usaha, yaitu:

1) Beritikad baik dalam melakukan usahanya:

2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta menjelaskan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan:

3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur

serta tidak diskriminatif:

4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang

dan/atau jasa yang berlaku;

5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan

dan/atau jasa garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang

diperdagangkan:

6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas

kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang

dan/atau jasa yang diperdagangkan;

7) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai

dengan perjanjian.53

f. Barang dan/ atau jasa

53
Ibid., 54
44

Barang dan/ atau jasa merupakan suatu objek yang di perjual

belikan oleh produsen terhadap konsumen. Produk barang dan/ atau

jasa yang menjadikan objek perlindungan konsumen sangatlah

beragam jumlahnya. Keragaman ini di karenkan kebutuhan konsumen

terhadam suatu produk yang berbeda-beda, mulai dari kebutuhan

pokok hingga kebutuhan pelengkap.tanggung jawab suatu produk

dalam hukum perlindungan konsumen bukan hanya di maknai benda

berwujud (tangible) tetap produk yang bersifat (intagible) seperti

penyediaan jasa. Tuntutan produk di benarkan apabila terbukti ada

pelanggaran berupa unsur melawan hukum yang di lakukan pelaku

usaha atau perusahaan, unsur kerugian yang dialami oleh konsumen

dan ahli warisnya, dan adanya hubungan kausal antara perbuatan

melawan hukum dengan adanya kerugian tersebut.54

54
Ibid.,20.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan langkah awal dan cara mencari,

merumuskan, menggalidata, menganalisis, membahas dan menyimpulkan

masalah dalam penelitian. Secara umum metode peelitian pada dasarnya

merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan

tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu di

perhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan.55

1. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan dalam

memecahkan masalah adalah dengan menggunakan metode pendekatan

yuridis empiris. Pendekatan yuridis yang dimaksudkan adalah hukum dilihat

sebagai norma, karena dalam melakukan pembahasan masalah dalam

penelitian ini menggunakan bahan-bahan hukum (baik hukum yang tertulis

maupun hukum yang tidak tertulis atau baik bahan hukum primer, sekunder

maupun tersier. Sedangkan pendekatan empiris adalah dengan melihat

hukum sebagai kenyataan sosial, kultural atau das sein karena dalam

penelitian ini data yang digunakan data primer yang diperoleh langsung dari

lokasi penelitian.56

55
Sugiyono, Metode Penelitian, (Bandung:Alfabeta,2010), 2
56
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta, Rineka
Cipta,2012),126

46
47

Jadi, pendekatan yuridis empiris yang dimaksudkan di dalam

penelitian ini adalah bahwa dalam menganalisis permasala

han yang telah dirumuskan dilakukan dengan memadukan bahan-

bahan hukum baik primer, sekunder maupun tersier (yang merupakan data

sekunder) dengan data primer yang diperoleh di lapangan.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian yuridis empiris, atau

disebut dengan penelitian lapangan yaitu mengkaji ketentuan hukum yang

berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya dalam masyarakat. 57

Penelitian yuridis empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan

atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap

peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. 58 Atau dengan kata

lain yaitu suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau

keadaan nyata yang terjadi dimasyarakat dengan maksud untuk mengetahui

dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang

dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang

pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah.59

3. Lokasi Penelitian

Lokasi merupakan salah satu instrumen yang cukup penting sifatnya.

Lokasi penelitian menunjukkan dimana tersebut dilakukan.60 Penelitian ini

dilakukan di tempat bisnis peseorangan Raja Lidi daerah Kelurahan Mangli


57
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta, Rineka
Cipta,2012),126.
58
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti,2004),134.
59
Bambang Waluyo,Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar Grafika 2002),15.
60
Tim revisi,pedoman penulisan karya ilmiah, 74
48

Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember. Peneliti memilih lokasi ini

berdasarkan masalah yang telah peneliti paparkan pada latar belakang

diatas.

4. Subyek Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif analitis, yang berusaha

memberikan gambaran secara menyeluruh, sistematis dan mendalam tentang

suatu keadaan atau gejala yang di teliti.61

B. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai

macam aspek mengenai isu yang sedang di coba untuk dicari jawabnya 62.

Tekhnik pengumpulan data ini di gunakan untuk mendapatkan kebenaran yang

terjadi atau terdapat pada subjek penelitian atau sumber data yang diperoleh

oleh peneliti.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa tekhnik dalam

pengumpulan data, seperti: observasi, wawancara, dan dokumentasi yang mana

proses-proses tersebut memiliki peran penting untuk mendapatkan informasi

yang benar. Adapaun pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah:

61
Soerjono SOekanto, Pengantar Peneliti Hukum, UI Press, Jakarta, 1984, hlm 10.
62
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta:kencana,2007),93
49

1. Observasi

Observasi adalah pendekatan historis yang dilakukan dengan

menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan

mengenai isu yang di hadapi. 63

Menyimpulkan dari pengertian diatas bahwasanya observasi ini

adalah suatu pengamatan yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan

data yang di perlukan dalam penelitian baik secara langsung ataupun tidak

langsung.

Data yang didapat melalui observasi terdiri dari pemberian rincian

tentang kegiatan perilaku, tindakan orang-orang, serta keseluruhan

kemungkinan interaksi interpersonal, dan proses penataan yang merupakan

bagian dari pengalaman manusia yang diamati dalam kegiatan tersebut. 64

2. Wawancara

Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang

berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatapan muka

mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan65. Jadi,

dengan wawancara maka peneliti mengetahui hal-hal yang mendalam

tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang

terjadi dimana hal ini tidak bisa ditemukan melalui obserfasi.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis wawancara tak

terstruktur, dimana wawancara dilakukan secara bebas tanpa membawa dan

63
Ibid, 94
64
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Berbagai ALternatif Pendekatan
(Jakarta:kencana,2007),66.
65
Cholid Narbuko, Metodologi Penelitian, (Jakarta:Bumi Aksara,2003),83.
50

membuat pedoman wawancara. Hanya berupa garis-garis besar

permasalahan yang ditanyakan kepada partisipan.

3. Dokumenter

Dokumenter adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel

yang beruapa catatan, transkip, buku, surat kabar,majalah dan

sebagainya.66Dengan metode dokumentasi ini diharapkan dapat menjadikan

tambahan untuk melengkapi penelitian. Adapun dokumentasi yang

digunakan berupa buku catatan hasil rekaman wawancara, foto, buku-buku,

jurnal, website resmi tentang penelitian ini dan dokumentasi lain yang

terkait.

C. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian yuridis empiris merupakan proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh melalui observasi,

wawancara, dan dokumentasi, kemudian peneliti melakukan analisis atau

pengolahan data. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis deskriptif kualitatif.

Dikarenakan penelitian merupakan deskriptif kualitatif maka data yang

diambil adalah deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku

orang-orang yang dapat diamati. Data-data tersebut di peroleh dari hasil

observasi, wawancara, dokumentasi dan bahan-bahan lainnya.67

66
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta:kencana,2007),125
67
Lexy J Maoleng, Metode Penelitian Kualittaif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2008), 62
51

Menurut Milles and Huberman menyatakan bahwa dalam analisis

kualitatif ada tiga komponen analisa yaitu reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan atau verifikasi.68

1. Reduksi data

Reduksi data merupakan merangkum, memilih hal-hal pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Data

yang di reduksi akan lebih memudahkan peneliti untuk memperoleh

gambaran di lapangan dan memudahkan peneliti mengumpulkan data.

2. Penyajian data

Penyajian data kualitatif dilakukan dengan uraian singkat, bagan,

hubungan antar kategori, dan sebagainya. Penyajian data yang paling sering

digunakan dalam penelitian kualitatif adalah teks naratif. memahami data

akan lebih mudah setelah adanya oenyajian data sehingga mempermudah

peneliti memahami apa yang terjadi.

3. Penarikan kesimpulan atau verifikasi

Penarikan kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan

penemuan baru yang sebelumnya belum ada. Kesimpulan haru dapat

memberikan jawaban atas fokus penelitian, dan juga harus dapat

menghasilkan temuan baru. Temuan dapat berupa deskripsi tentang suatu

objek atau fenomena yang sebelumnya masih sama, setelah diteliti menjadi

jelas.

68
Milles and Huberman,Metode Penelitian Kualitatif, (jakarta:Gramedia,2002),68.
52

D. Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian. Sering hanya di tekankan pada uji

validitas dan reliabilitas. Pada penelitian ini peneliti menguji keabsahan data

yang di peroleh menggunakan tekhnik triangulasi data. 69 Triangulasi adalah

tekhnik pemeriksaan keabsahan data memanfaatkan sesuatu yang lain, diluar

dari itu untuk keperluan pengecekan dan perbandingan terhadap data itu70.

Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa menggunakan

dokumen tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, gambar atau foto.

Masing-masing cara itu menghasilkan bukti atau data yang berbeda, yang

selanjutnya akan memberikan pandangan yang berbeda pula mengenai

fenomena yang diteliti.

E. Tahap Tahap Penelitian

Tahapan-tahapan yang dimaksud dengan penelitian ini berkaitan

dengan proses pelaksanaan penelitian. Tahapan-tahapan penelitian yang

peneliti lakukan terdiri dari tahapan pra lapangan, tahapan pelaksaan penelitian

dan tahapan penyelesaian. Berikut penjelasannya:

1. Tahap pra lapangan

a. Menyusun rencana penelitian

b. Memilih lapangan penelitian

c. Menetukan fokus penelitian

d. Konsultasi fokus penelitian

e. Mengurus perizinan

69
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, 350.
70
Maoleng, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung:PT Remaja Rosdakarya), 25
53

f. Menjajaki dan menilai lapangan

g. Memilih dan memanfaatkan infroman

h. Menyiapkan perlengkapan penelitian

2. Tahapan pelaksanaan penelitian

Pada tahap ini peneliti mengadakan observasi dengan melibatkan

beberapa infroman untuk memperoleh data. yaitu kepada beberapa produksi

perorangan di Kelurahan Mangli Kecamatan kaliwates Kabupaten Jember.

Tahap penyelesaian merupakan tahap yang paling akhir dari sebuah

penelitian. Pada tahap ini, peneliti menyusun data yang telah di analisis dan

disimpulkan dalam bentuk karya ilmiah yang berlaku di Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Jember.


BAB IV

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di raja lidi Mangli Kabupaten Jember.

Adapun yang diteliti adalah bentuk pengawasan produksi Raja Lidi pada

bisnis perseorangan di daerah Mangli. Produk Raja Lidi sesuai dengan hak-

hak konsumen sebagai mana terdapat pada undang-undang perlindungan

konsumen (UUPK). Oleh karena itu, untuk mendapat gambaran yang jelas

tentang objek penelitian, peneliti akan mendeskripsikan produksi Raja Lidi

pada bisnis perseorangan di daerah Mangli.

1. Sejarah raja lidi kecamatan kaliwates kabupaten jember

Mie lidi adalah salah satu jajanan lagendaris yang rasa nya renyah

gurih dan pedas serta bentuk nya yang panjang menyerupai lidi. Banyak

yang menyebutnya lidi-lidi an pada waktu itu dan dikenal sampai

sekarang. Didirikan pada tahun 2011, berawal dari menjual keripik pisang,

makroni dan jagung marning. Karena pada waktu itu musim mie lidi, jadi

perlu adanya penambahan menu mie lidi agar dapat menyesuaikan situasi.

Setelah melewati beberapa penelusuran pada setiap produk yang terjual,

Ternyata yang paling menonjol penjualan nya iyalah mie lidi baik di

kalangan masyarakat maupun mahasiswa IAIN Jember. Sedikit demi

sedikit menu awal di hapus dan lebih memprioritaskan penjualan mie lidi.

Selain itu ada beberapa pertimbangan mengenai penjualan makanan ringan

lainya yang mempermasalahkan bagaimana kelanjutan makanan ringan

54
55

akan diteruskan atau hanya sebagai pabrik mie lidi saja, ternyata itu

menyinggung salah satu misi dari UMKM Raja Lidi yaitu

“memperkenalkan dan melestarikan jajanan khas Indonesia kepada

masyarakat, dikhususkan kepada masyarakat muslim sendiri” maka

penjualan jajanan tersebut di lanjutkan dengan tetap memprioritaskan

penjualan mie lidi. Karena tidak adanya kendaraan yang memadai dan

biaya yang tak cukup untuk membayar becak, maka mereka memutuskan

untuk berbelanja dengan berjalan kaki. Mereka mulai Berbelanja dengan

nominal Rp 15.000 sampai dengan Rp. 20.000, karena penjualan cukup

melonjak jadi mereka memutuskan untuk membuat banner “jual mie lidi”.

Penjualan mie lidi semakin lama semakin melonjak,dari penjualan secara

ritel hingga mencapai kwintalan, akhirnya mereka berinisiatif untuk

mempunyai mesin sendiri. Pada waktu itu salah satu teman bapak Moh

Yusuf menjual mesin kepada beliau dan pada akhirnya beliau membeli

mesin tersebut. Demi terciptanya tujuan dan memperluas jaringan

pemasarannya, mereka mencoba menjual mie lidi dengan cara yang paling

sederhana, yaitu dengan berjualan secara kaki lima di sekolah-sekolah dan

tempat umum lainya. Pada acara besar seperti acara JFC atau pada acara

perayaan 17 agustus mereka berjualan sebagai pedagang kaki lima. Karena

sekarang mereka mempunyai nama serta pemasaran yang cukup meluas

dikalangan masyarakat, akhirnya mereka memutuskan untuk membuka

Home Industry dengan nama raja Lidi.


56

2. Letak Geografis raja Lidi Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember

Lokasi penelitian ini diambil di Desa Karang Mulwo Kecamatan

Kaliwates Kabupaten Jember Lokasinya sangat strategis yakni dekat

dengan musholla, indomaret, alfamart dan tempat makan.

Untuk lebih jelas tentang batas batas letak penelitian, peneliti

mengemukakan peta lokasi desa, sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Desa Krajan

b. Sebelah Barat : Desa Mangli

c. Sebelah Timur : Desa Karang Mluwo

d. Sebelah Selatan : Desa Ajung

3. Struktur Karyawan raja Lidi Kecamatan Kaliwates Kabupaten

Jember

Struktur organisasi adalah suatu gambaran skematis mengenai

bagian-bagian tugas, tanggung jawab, dan hubungan antara bagian yang

satu dengan yang lain dalam satu lembaga. Tujuannya dari struktur adalah

untuk memperlancar dan mempermudah perusahaan dalam menjalankan

kinerjanya sehingga dapat mencapai tujuan dari perusahaan tersebut.

Pemilik Home Industry raja Lidi sendiri ialah Bapak Muhammad

Yusuf. Adapun anggota pekerja di raja Lidi berjumlah 25 orang. Untuk

pengggiling dan penjemur berjumlah 5 orang, untuk penggoreng 4 orang,

untuk peracik bumbu 6 orang, dan untuk pembungkus berjumlah 10 orang.


57

NO NAMA KETERANGAN
1 Bapak herman Produksi
2 Bapak Supriyadi Produksi
3 Bapak arii Produksi
4 Bapak Jamil Produksi
5 Bapak Muhit Produksi
6 Ibu romlah Packing
7 Ibu Susi Packing
8 Ibu Fatim Penggoreng
9 Mbak Widi Penggoreng
10 Ibu siti Penggoreng
11 Ibu Kembar Penggoreng
12 Mbak astuti Pengemasan
13 Mbak Lutfi Pengemasan
14 Ibu Jumliah Pengemasan
15 Ibu ani Pengemasan
16 Ibu nita Pengemasan
17 Mas Fajar Distribusi/antar barang
18 Bapak wagianto Distribusi/antar barang

Sistem kerja di raja lidi ada 2 shift yakni :

a. Shift pagi : Jam 07.00 – 12.00

b. Shift siang : Jam 12.00 - 17.00

Produk yang dijual oleh raja Lidi ini ada beberapa produk

diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Mie Lidi

Mie Lidi adalah jajanan tempo dulu yang lagendaris, Mie lidi

adalah salah satu mie yang terbuat dari tepung terigu.

2) Molreng
58

Molreng berasal dari kata cimol digoreng, cimol sendiri dari

singkatan bahasa Sunda aci digemol, yang artinya makanan ringan

yang dibuat dari tepung kanji (aci).

3) Makaroni

Makaroni merupakan salah satu pasta yang bentuknya seperti

pipa kecil yang bengkok membentuk busur. Makaroni biasanya diolah

dengan saus krim dan kacang polong. Makaroni sendiri dapat

dihidangkan dengan bahan lainnya seperti daging ayam, sayur-

sayuran, sapi dan masih banyak lagi sesuai selera

B. Penyajian ata dan Analisis Data

1. Bentuk pengawasan produksi Raja Lidi pada bisnis perseorangan

dikecamatan kaliwates kabupaten jember

Izin produksi terhadap suatu produk pangan merupakan syarat


mutlak yang harus dipenuhi sebelum produk pangan beredar di
masyarakat yang dijelaskan dalam Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. I IK. 00.05.5.1640 l
aliun 2003 l tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan
Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga dan Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tcntang Keamanan, Mutu, Gizi
dan Pangan Pasal 43 ayat (2). Walaupun aturan tentang izin
produksi produk pangan Industri Rumah Tangga, agar sebelum
diedarkan di masyarakat setiap produk pangan harus didaftarkan
guna mendapatkan izin produksi, pada kenyataannya masih
banyak dijumpai beredamya produk pangan hasil olahan Industri
Riimah Tangga yang beredar tanpa izin produksi. Balai POM
sebagai Lembaga Pemerintah NonDepartement mempunyai
peran penting dalam melakukan fungsi pengawasan
59

terhadap peredaran obat dan makanan baik dalam mutu, khasiat


dan manfaatnya dari standar yang ditentukan. Keberadaan
pengawasan obat dan makanan oleh BPOM menjadi peran
penting dilihat dari sisi konsumen yaitu untuk memberikan
jaminan kesehatan dan rasa aman untuk menggunakan dan
mengonsumsi produk makanan tersebut, memudahkan konsumen
dalam memilih dan memilah mana makanan yang aman untuk
konsumen itu sendiri dan keluarganya. BPOM sebagai lembaga
pengawasan obat dan makanan sangat penting untuk diperkuat,
baik dari sisi peraturan pendukung maupun kelembagaan,
kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM), serta sarana
pendukung lainnya seperti laboratorium, sistem teknologi dan
informasi. Adapun Tugas dan Fungsi, Wewenang Badan
Pengawasan Obat dan Makanan BPOM bertugas melaksanakan
pemeriksaan dan pengujian mutu obat, makanan, dan minuman,
kosmetika dan alat kesehatan, obat tradisional, narkotika dan
bahan obat berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Untuk melaksanakan tugas tersebut
BPOM mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. Melaksanakan pemeriksaan terhadap sarana
produksi obat dan makanan, minuman,
kosmetika, dan alat kesehatan, obat tradisional,
narkotika, bahan obat berbahaya.
b. Melakukan pemantauan, sampling, dan uji laboratorium.

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Presiden


Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2017 sebagai
berikut :

a. BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan


tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat
dan makanan sesuai dengan ketentuan
60

peraturan perundang-undangan;
b. Obat dan makanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas obat, narkotika,
psikotropika, precursor, zat adiktif, obat
tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan
pangan olahan.
Sesuai amanat ini, BPOM menurut Pasal 3,
dalam melaksanakan tugas pengawasan obat dan
makanan , BPOM menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan kebijakan nasional di bidang
pengawasan obat dan makanan;
b. Pelaksanaan kebijakan nasional di bidang
pengawasan obat dan makanan;
c. Penyusunan dan penetapan norma, standar,
prosedur, dan kriteria di bidang pengawasan
sebelum beredar dan pengawasan selama
beredar;
d. Pelaksanaan pengawasan sebelum beredar dan
pengawasan selama beredar;
e. Koordinasi pelaksanaan pengawasan obat dan
makanan dengan instansi pemerintah pusat
dan daerah;
f. Pemberian bimbingan teknis dan supervise di
bidang pengawasan obat dan makanan;

g. Pelaksanaan penindakan terhadap

pelanggaran ketentuan peraturan

perundang-undangan di bidang pengawasan

obat dan makanan;

h. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan,


61

dan pemberian dukungan administrasi kepada

seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM;

i. Pengelolaan barang milik / kekayaan negara

yang menjadi tanggung jawab BPOM;

j. Pengawasan atas pelaksanaan tugas dilingkungan BPOM; dan

k. Pelaksanaan dukungan yang bersifat

substantive kepada seluruh unsur organisasi

di lingkungan BPOM;

71

Pengawasan sebelum beredar sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) adalah pengawasan Obat

Dan Makanan sebelum beredar sebagai tindakan

pencegahan untuk menjamin Obat Dan Makanan

yang beredar memenuhi standar dan persyaratan

keamanan, khasiat / manfaat, dan mutu produk

yang ditetapkan.

Pengawasan selama beredar sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) adalah pengawasan obat

dan makanan selama beredar untuk memastikan

obat dan makanan yang beredar memenuhi standar

71
Peraturan PresidenRepublik Indonesia Nomor 80 tahun
2017 tentang Badan Pengawasan Obat Dan Makanan.
Jakarta, 2017.
62

dan persyaratan keamanan, khasiat / manfaat, dan

mutu produk yang ditetapkan serta tindakan

penegakan hukum.

Dalam melaksanakan tugas pengawasan

obat dan makanan, BPOM mempunyai

kewenangan :

a. Menerbitkan izin edar produk dan sertifikat

sesuai dengan standar dan persyaratan

keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta

pengujian obat dan makanan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang undangan

b. Melakukan intelijen dan penyidikan dibidang

pengawasan obat dan makanan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan

c. Pemberian sanksi administratif sesuai dengan

ketentuan perundang undangan.

Dilihat dari fungsi BPOM secara garis

besar, terdapat 3 (tiga) inti kegiatan atau pilar

lembaga BPOM, yakni:

a. Penapisan produk dalam rangka pengawasan

obat dan sebelum beredar (pre-market)


63

melalui:

1) Perkuatan regulasi, standar dan pedoman

pengawasan obat, obat dan makanan

serta dukungan regulatori kepada pelaku

usaha untuk pemenuhan standar dan

ketentuan yang berlaku;

2) Peningkatan registrasi/penilaian obat dan

makanan yang diselesaikan tepat waktu;

3) Peningkatan inspeksi sarana produksi dan

distribusi obat dan makanan dalam rangka

pemenuhan standar Good Manufacturing

Practices (GMP) dan Good Distribution

Practices (GDP) terkini; dan

4) Penguatan kapasitas laboratorium BPOM.


b. Pengawasan obat dan makanan paska beredar

di masyarakat (post- market) melalui:

1) Pengambilan sampel dan pengujian;

2) Peningkatan cakupan pengawasan sarana

produksi dan distribusi obat dan makanan

di seluruh Indonesia oleh 33 Balai Besar

(BB) / Balai POM, termasuk pasar aman

dari bahan berbahaya;


64

3) Investigasi awal dan penyidikan kasus

pelanggaran di bidang obat dan makanan

di pusat dan balai.

c. Pemberdayaan masyarakat melalui

komunikasi informasi dan edukasi serta

penguatan kerjasama kemitraan dengan

pemangku kepentingan dalam rangka

meningkatkan efektivitas pengawasan obat

dan makanan di pusat dan balai melalui:

1) Public warning;

2) Pemberian informasi dan

penyuluhan/komunikasi informasi dan

edukasi kepada masyarakat dan pelaku

usaha di bidang obat dan makanan, serta;

3) Peningkatan pengawasan terhadap

Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS),

peningkatan kegiatan BPOM Sahabat Ibu,

dan advokasi serta kerjasama dengan

masyarakat dan berbagai pihak/lembaga

lainnya.

Berbicara mengenai kehalalan produk mie

lidi di kecamatan kaliwates, kabupaten


65

jemver bahwa masalah kehalalan produk

Sedangkan, untuk produk makanan/


barang yang diawasi peredarannya oleh BPOM
kota jember jawa timur sebagai berikut:

Produk Makanan Yang Diawasi Oleh BPOM KAB. JEMBER

Produk Produk
Makanan Minuman
1. Produk makanan Produk air inuman atau
kaleng atau Mineral
dalam kemasan
2. Produk minyak Produk es krim
makan baik
nabati maupun
hewani
3. Produk kecap, saos, Produk minuman
tempe, ringan
tahu, dan krupuk
4. Produk bumbu
Produk minuman
masak/penyedap keras atau
masakan Alcohol
5. Jajanan anak Produk susu, sirup,
6. Produk mie, Produk jamu
spaghetti,
mihun, soun,
macaroni.
7. Produk tepunng Produk minuman olahan
roti, kue, gula, lainnya
manisan.
66

72

Dari data diatas dapat dilihat bahwa


BPOM melakukan pengawasan produk makanan
maupun minuman, seperti: produk makanan
kaleng atau dalam kemasan, produk minyak
makan baik nabati maupun hewani, produk
kecap, saos, tempe, tahu, dan krupuk, produk
bumbu masak/penyedap masakan, jajanan anak
seperti mie lidi. Sedangkan, untuk produk
minuman, seperti: Produk air minuman atau
mineral Produk es krim, Produk minuman ringan,
dll. Berdasarkan penjelasan di atas juga dapat
diketahui bahwa BPOM melakukan pemeriksaan
secara langsung terhadap produk makanan yang
didagangkan. Pada pemeriksaan, jika ditemukan
produk makanan seperti tanpa label halal, tidak
sesuai dengan mutu kesehatan dan aman, barang-
barang yang kemasannya penyok atau rusak,
kadaluarsa, dll maka BPOM akan menindak
langsung dengan melakukan pemberian
peringatan kepada pemilik sarana produksi dan
sarana distribusi hingga melakukan penyitaan
produk makanan yang diduga berbahaya atau di
larang.

72
Sumber data balai POM kabupaten jember 07 februari 2022
67

2. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen raja Lidi Tanpa

Label Halal di raja Lidi Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember

Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu keseharusan

bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan

kepadanya.73 Secara umum, tujuan umum terhadap pertanggungjawaban

pelaku usaha ada 3 (tiga) tujuan utama, yakni pemberian kompensasi

(ganti kerugian), penyebaran resiko, dan pencegahan.74 UUPK mencoba

untuk mencegah terjadi eksploitasi yang terindikasi merugikan konsumen

melalui larangan terhadap perbuatan-perbuatan tertentu dan tanggang

jawab pelaku usaha terhadap konsumen.Selain perbuatan yang dilarang

oleh pelaku usaha, perlindungan konsumen juga mengenal konsep

pertanggung jawaban pelaku usaha.75

Tanggung jawab yang diberikan oleh Owner Mie Lidi apa bila ada

yang komplain yakni dengan mengucapkan maaf, sebagaimana yang

dijelaskan oleh Bapak Muhammad Yusli bahwa :

“Saya membuka usaha ini sudah berjalan selama kurang lebih 10


tahun, Alhamdulillah tidak pernah ada pelanggan yang komplain
karena keracunan, atau lain sebagainya. Dan jika memang ada
konsumen yang keracunan maka saya akan bertanggung jawab
seperti membiayai perobatan nya.

73
Andi Hammzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Edisi Revisi, Sapta Artha Jaya 2005), 26.
74
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Sinar Grafika, Jakarta 2009), 22.
75
Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoretis dan Perkembangan
Pemikiran, Nusa Media, Bandung 2008), 7.
68

Didalam Undang-undang perlindungan konsumen sudah dijelaskan

bagaimana tanggung jawab pelaku usaha yang terdapat dalam pasal 19

yakni :

a. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat

mengkomsumsi barang dan/ atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan.

b. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yanng

sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau

pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

c. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh)

hari setelah tanggal transaksi.

d. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan

pembuktian lebih lanjut menegenai adanya unsur kesalahan.

e. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak

berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan

tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Dalam UUPK, tanggung jawab pelaku usaha tercantum pada Pasal

19 yang mengatur mengenai pemberian ganti rugi oleh pelaku usaha

terhadap konsumen.Tanggung jawab pelaku usaha atas produk yang


69

merugikan konsumen mempunyai beberapa prinsip-prinsip hukum yang

dibedakan sebagai berikut:

a. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan76

b. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab

c. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab

d. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

e. Tanggung Jawab Dengan Pembatasan

Dari sudut pandang Hukum Perlindungan Konsumen, prinsip yang

digunakan dalam tanggung jawab, di antaranya adalah sebagai berikut:

a. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Kelalaian atau Kealpaan77

b. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Wanprestasi

c. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak

Terkait dengan pembahasan sebelumnya, Bapak Muhammad Yusli

mengatakan apabila ada komplain dari customer atau konsumen yang

keracunan, maka owner akan meminta pertanggung jawaban dari pabrik

bahan. Karena Bapak Yusli sendiri membuat mie lidi tanpa menambahkan

bahan kimia. Dan jika terjadi komplain atas kelalaian owner maka owner

akan siap bertanggung jawab berupa uang untuk biaya berobat.

76
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (PT Grasindo,
Jakarta 2000), 59.
77
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Kencana, Jakarta 2013), 83.
70

C. Pembahasan Temuan Penelitian

Membicarakan masalah-masalah muamalah merupakan problematika

yang tidak akan habis, selama masih ada interaksi sesama manusia untuk

memenuhi kebutuhan hidup. Karena manusia adalah makhluk sosial yang

tidak dapat memenuhi kehidupannya sendiri, tanpa adanya bantuan orang

lain.Secara keseluruhan dari analisis bahwasanya tanggung jawab produsen

mie raja lidi di Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember ini tidak sesuai

dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia tepatnya pada undang-

undang perlindungan konsumen.Untuk lebih jelasnya peneliti akan

menjabarkan temuan sebagai berikut:

1. Analisis kehalalan produk mie raja lidi Kecamatan Kaliwates

Kabupaten Jember

Adapun analisis kehalalan produk mie raja lidi di Kecamatan

Kaliwates Kabupaten Jember yakni dalam penelitian ini penulis

menemukan suatu temuan yang terjadi di lapangan yaitu terkait kehalalan

produk mie lidi di Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember. Memang

penting sekali mencantumkan label halal dalam kemasan barang dan atau

jasa, akan tetapi dikarenakan biaya yang sangat mahal dan perlu waktu

yang sangat lama maka membuat produsen sendiri enggan. Pernah dahulu

mendaftarkan produk mie lidi ini tetapi sampai saat ini tidak ada tindak

lanjut dari pihak yang berwajib. Hanya saja setiap bulannya di tagih untuk

biaya administrasi sebesar Rp.150.000 akan tetapi karena lamanya proses

pendaftarannya akhirnya pun enggan untuk mendaftarkan kembali.


71

2. Analisis kehalalan produk mie raja lidi Kecamatan Kaliwates

Kabupaten Jember dalam pandangan UU No.8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen

Adanya perkembangan dan perubahan yang selalu muncul dari

masyarakat dan selalu mempengaruhi antara sesamanya.Seperti halnya

pengetahuan seseorang juga sangat mempengaruhi setiap aktifitas dan

kehidupannya. Dengan minimnya pengetahuan seseorang maka bisa

menimbulkan perbuatan-perbuatan yang tidak disadari telah melanggar

peraturan yang telah diberlakukan.

Seperti halnya yang telah terjadi di UD Istana Mie Lidi Kecamatan

Kaliwates Kabupaten Jember yang terkait dengan kehalalan produk mie

lidi tersebut tidaklah memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus

dilakukan oleh pelaku usaha. Kewajiban yang harus dilakukan pelaku

usaha menurut UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen,

salah satunya adalah memberi label atau membuat penjelasan barang yang

memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi,

aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat

pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut

ketentuan harus dipasang/dibuat.

Pada kenyataannya owner Mie raja Lidi Kecamatan Kaliwates

Kabupaten Jember ini tidak memberikan label halal dalam produk nya.

Nah, hal itu tidak sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Konsumen

yang berkaitan dengan tidak memenuhi hak-hak konsumen, tidak


72

menjalankan kewajiban yang seharusnya dilakukan, dan tidak sesuai

dengan asas yang sudah dicantumkan dalam UU No. 8 Tahun 1999

tentang perlindungan konsumen. Hal ini bisa sangat merugikan konsumen

dan juga pelaku usaha harus bertanggung jawab dengan apa yang

diperbuat olehnya.

Berdasarkan temuan yang peneliti temukan pada saat pengumpulan

data bahwa Owner Mie raja Lidi Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember

sebagaimana dikemukakan rinciannya dimuka dapat dipandang sebagai

bentuk-bentuk pelanggaran pada UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, dan konsumen yang sangat dirugikan tidak

mendapatkan perlindungan hukum.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam pembahasan di dalam skripsi ini, maka dapat disimpulkan atas

permasalahan sebagai berikut :

a. Secara umum, Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang

perlindungan konsumen baik dalam pengaturan pasal dan penjelasanya sudah

cukup maju, hal mana terlihat dari cakupan materinya yang lebih luas dan

memberikan perlindungan yang maksiamal bagi konsumen . salah satunya

yaitu mengatur tentang pembalikan beban pembuktian dalam membuktikan

unsur kesalahan yang harus dibuktikan oleh pelaku usaha (produsen), bukan

oleh konsumen, baik dalam perkara pidana mauapun perkara perdata.

Pertanggung jawaban yang ditentukan dalam Pasal 1367 (1) KUHperdata ini

mewajibkan produsen sebagai pihak yang menghasilkan produk untuk

menaggung segala kerugian yang mungkin disebabkan oleh keadaan barang

yang dihasilkanya produsen. Menurut hukum, bertanggung jawab dan

berkewajiban mengadakan pengawasan terhadap produk yang dihasikanya.

Pengawasan ini harus selalu dilakukan secara teliti menurut keahlian, karna

jika tidak produsen sebagai pihak yang menghasilkan produk dapat dianggap

lalai dan kelalaian ini kalau kemudian menyebabkan sakit, cidera, atau

kematian/ meninggalnya konsumen pemakai produk yang dihasilkanya maka

produsen harus dapat mempertanggung jawabkanya. Undang-Undang

perlindungan konsumen (UUPK) telah secara tegas mengatur mengenai

81
82

tanggung jawab pelaku usaha terhadap produk/barang tidak layak konsumsi

yang menimbulkan kerugian bagi konsumen, sehingga pelaku usha wajin

menaatinya. Pertanggung jawaban tersebut dapat dilakukan melalui

mekanisme hukum pidana dan perdata atas dasar kelalaian pelaku usaha

(produsen) dan perbuatan melanggar hukum. Konsumen mempunyai hak dan

kewajiban yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan menegenai

perlindungan konsumen atau bisa disebut dengan UUPK. Apabila terdapat

pelaku usha yang memperdangkan produk makanannya kepada para

konsumen tanpa memperhatikan akibat dan atau efek sampingnya yang akan

diterima oleh konsumen yang membeli/ mengkonsumsi produk makanannya.

Maka para usaha yang memperdagangkan produk makanan berbahaya kepada

para konsumen tersebut akan mendapatkan sanksi dari pihak yang berwenang

dan dapat dipertanggung jawabkan sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku. b. Berdasarkan ketentuan pasal yang telah dirumuskan dalam UUPK,

pelaku usaha harus memberikan ganti rugi sebagaimna diatur dalam Pasal 19

ayat (1) dan (2) UUPK. Apabila tidak bisa di selesiakan secara kekeluargaan

(damai), Konsumen yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke BPSK

atau kepada badan peradilan umum di tempat kedudukan konsumen, apabila

pelaku usaha sampai dengan jangka waktu tersebut tidak memberikan

kerugian yang diminta oleh konsumen. Maka pelaku usaha dapat dikenakan

sanksi sesuai dengan Pasal 41 ayat (1) sampai dengan ayat (5) UUPK

( tentang tanggung jawab industri pangan), Dan pelaku usaha dapat juga

dikenakan sanksi pidana dikaitkan dengan Pasal 62 UUPK. Dimana pelaku


83

usaha yang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang/atau jasa yang

tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan dan ketentuan perundang-

undangan dapat dipidana penjara paling lama 5 ( lima ) tahun atau denda

pidana paling banyak Rp. 2000.000.000,-( dua miliar rupiah), serta sanksi

administratif yaitu pada Pasal 60 ayat 1,2, dan 3 UUPK, Berupa penetapan

ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000 ( dua ratus juta rupiah).
DAFTAR PUSTAKA

Abrianto, Pertanggungjawaban Terhadap Produk Industri Rumah Tangga (Home

Industry) Tanpa Izin Dinas Kesehatan, (Jember: Skripsi Tidak

Diterbitkan, 2012)

Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta,

Rineka Cipta,2012),126

Ari Sudarman, Teori Ekonomi Mikro, Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta, hlm.

122.

Boediono, Teori Ekonomi Mikro, BPFE, Yogyakarta, 2006, hlm. 63.

Erlis Milta Rin Sondole dkk, Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi dan Pengawasan

terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Pertamina (Persero) Unit

Pemasaran VII Pertamina BBM Bitung, Jurnal EMBA, 2015, Vol. 3,

hlm. 652

Prathama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Mikro: Suatu

Pengantar, FEUI, Jakarta, 1999, hlm. 131-132

Huberman Milles, Metode and Penelitian Kualitatif, (jakarta:Gramedia,2002), 68.

J Maoleng Lexy, Metode Penelitian Kualittaif, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya,2008), 62

Kasmir, Kewirausahaan(Jakarta: Pt Raja grafindo persada, 2008), 37.

Kurniasari Andi, Perlindungan Konsumen Atas Kode Badan Pengawas Obat Dan

Makanan (BPOM) Pada Produk Kopi, (Makasar: Skripsi Tidak

Diterbitkan, 2013)

Suryana, kewirausahaan (Jakarta: Pt Salemba empat, 2001), 128.

84
85

Lihat UU No. 08 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pasal 2

LihatUndang undang tentang pangan tahun 2012 pada penjelasan pertimbangan

umum UUP:

Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa: konsumen adalah setiap orang pemakai

barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup

lain dan tidak untuk diperdagangkan. Pasal 1 ayat (1) undang-undang

perlindungan konsumen menjelaskan bahwa perlindungan konsumen

adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen.

Maringan Masry Simbolon, Dasar – Dasar Administrasi dan Manajemen (Jakarta:

Ghalia Indonesia : 2004), hlm. 61. 6 Ibid, Hlm. 62

Mathis, R.L. &. J.H. Jackson 2006. Human Resource Management: Manajemen

Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba

Empa

Meliala Adrianus, 2006, Praktik Bisnis Curang, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,

h.15230

Miru Ahmad dan Yodo Sutarman, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:Raja

Grafindo Persada, 2004. 26

M. Kadarisman, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (Jakarta:

Rajawali: 2013), hlm. 172.

Muhammad Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, Citra Aditya

Bakti,2004),134.
86

Muttaqin Hendra, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Produk

Pangan Industri Rumah Tangga Yang Tidak Berlabel Di Kota Semarang,

(Semarang: Skripsi Tidak Diterbitkan, 2016)

Nasution Az., 2001, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit

Media, Jakarta, h.11

Narbuko Cholid, Metodologi Penelitian, (Jakarta:Bumi Aksara,2003),83.

Pasal 4 Bab III tentang Hak dan Kewajiban Konsumen dalam UU No 8 tahun

1999 Tentang Perlindungan Konsumen

UU RI No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM (Usaha Mikro Kecil Dan Menengah),

(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Cet. ke-2, h. 3.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta:kencana,2007),93

Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum,(Bandung: Citra Aditiya Bakti, Cetakan ke V

2000), 53.

Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 17.

Rajagukguk Erman, 2000, Pentingnya Hukum Perlindungan Konsumen dalam

Era Perdagangan Bebas, Mandar Maju, Bandung, h.2

siwi krisyanti Celina tri, Hukum Perlindungan Konsumen, (jakarta: sinar grafika,

2014), hal, 31

Sadono Sukirno, Pengantar Teori Mikroekonomi, Raja Grafindo, Jakarta, 2002,

hlm. 193.

Soekanto Soerjono, Pengantar Peneliti Hukum, UI Press, Jakarta, 1984, hlm 10.

Soekartawi, Teori Ekonomi Produksi: Dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi

Cobb-Douglas,
87

Susanto Happy, 2008, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia, Jakarta,

h.4

S Burhanuddin , Pemikiran hukum Perlindungan Konsumen, (2011), 6-10.

Sugiyono, Metode Penelitian, (Bandung:Alfabeta,2010), 2

Suyanto Bagong dan Sutinah, Metode Penelitian Berbagai ALternatif Pendekatan

(Jakarta:kencana,2007),66.

Syawali Husni dan SM Neni, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju,

Bandung, 2000. 7.

Tambunan Tulus T.H. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia (Beberapa Isu

Penting), Jakarta: Salemba empat, 2002). Hlm. 16610

Tim revisi,pedoman penulisan karya ilmiah, 74

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah, (Jember, IAIN Jember Press,

2015), 48.

Waluyo Bambang,Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta, Sinar Grafika

2002),15.

W Gunawan dan Yani A, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia

Pustaka Utama, 2000. 17.

Yohannes Yahya, Pengantar Manajemen (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hlm.

133.

Zamani, Manajemen (Jakarta: IPWI, 1998), hlm. 132.

Zamani, Manajemen (Jakarta: IPWI, 1998), hlm. 132.


88

Zulfania Edi , Sistem Informasi Perijinan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)

Di Kabupaten Kudus Berbasis Web, (Kudus: Skripsi Tidak Diterbitkan,

2016)

Zulfania Sity, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Produk Pangan

Kemasan Industri Rumah Tangga Tanpa Label, (Jember: Skripsi Tidak

Diterbitkan, 2015)

Sumber Internet

https://www.nu.or.id/post/read/93604/

https://jatim.antaranews.com/berita/244640/menteri-pertumbuhan-industri-
makanan-minuman-paling-konsisten-

Anda mungkin juga menyukai