Anda di halaman 1dari 18

0

PERLINDUNGAN KONSUMEN
MAKALAH
Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Hukum Dagang dengan Dosen
Anggi Pebrianti, S.H., M.Kn.

Disusun Oleh :
Nisa Paujiah

1111141990
111114
111114
111114
111114
111114
111114
Kelas / Semester : G / III

JURUSAN ILMU HUKU


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT., karena berkat nikmat
dan

hidayah-Nya,

penulis

dapat

menyelesaikan

makalah

Perlindungan

Konsumen.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas Hukum
Dagang. Adapun isi dari makalah ini yaitu menjelaskan tentang pengertian
pengertian perlindungan konsumen, dasar perlindungan konsumen, tujuan dari
perlindungan konsumen, prinsip-prinsip perlindungan konsumen, hak dan kewajiban
konsumen dan pelaku usaha dan perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha.
Penulis berterima kasih kepada Ibu Anggi Pebrianti, S.H., M.Kn. selaku
dosen mata kuliah Hukum Dagang yang telah memberikan bimbingan kepada
kami, dan kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung
maupun tidak langsung dalam penulisan makalah ini. Penulis menyadari makalah
ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat positif dan membangun dari semua pihak agar makalah ini menjadi lebih
baik dan bermanfaat.

Serang, Desember 2015


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penelitian 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Perlindungan Konsumen

B. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

C. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

D. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha

1. Hak dan Kewajiban Konsumen 6


2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

E. Prinsip-prinsip Perlindungan Konsumen 9


1. Prinsip Bertanggung Jawab Berdasarkan Kelalaian

2. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Wanprestasi

10

3. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Mutlak 10


F. Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan

14

DAFTAR PUSTAKA

ii
ii

11

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan
antara pelaku usaha dan komsumen. Kepentingan pelaku usaha adalah
memperoleh laba (profit) dari transaksi dengan konsumen, sedangkan
kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan
kebutuhannya terhadap produk tertentu.
Dalam hubungan yang demikian sering kali terdapat ketidaksetaraan
antara keduanya. Konsumen biasanya berada dalam posisi yang lemah dan
karenanya dapat menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku usaha yang secara
sosial dan ekonomi mempunyai posisi yang kuat. Dengan perkataan lain,
konsumen adalah pihak yang rentan di eksploitasi oleh pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan bisnisnya.
Untuk melindungi atau memberdayakan konsumen diperlukan
seperangkat aturan hukum. Oleh karena itu, diperlukan adanya campur tangan
negara melalui penetapan sistem perlindungan hukum terhadap konsumen.
Berkaitan dengan itu telah disahkan beberapa Undang-Undang Tentang
Perlindungan Konsumen.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Apa pengertian dari perlindungan konsumen ?


Apa yang menjadi dasar perlindungan konsumen ?
Apa asas dan tujuan dari perlindungan konsumen ?
Apa saja yang termasuk prinsip-prinsip perlindungan konsumen ?
Bagaimana hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha ?
Apa perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari perlindungan konsumen.
2. Untuk mengetahui yang menjadi dasar dari perlindungan konsumen.

1i

3. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk dalam asas dan tujuan
perlindungan konsumen.
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip perlindungan konsumen.
5. Untuk mengetahui bagaimana hak dan kewajiban konsumen dan pelaku
usaha..
Untuk mengetahui perbuatan apasaja yang dilarang bagi pelaku usaha

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERLINDUNGAN KONSUMEN


Menurut Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen.
Yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan
atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Konsumen adalah pengguna akhir (end user) dari suatu produk, yaitu
setiap pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain, dan
tidak untuk diperdagangkan. Oleh karena itu pengertian yangterdapat dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir.
Pelaku usaha merupakan setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan ataumelakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia,

baik

sendiri

maupun bersama

sama

melalui

perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Dengan


demikian, pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan
korporasi, BUMN, koperasi, importer, pedagang, distributor, dan sebagainya.
B. DASAR HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar
hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang
pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh
optimisme. Hukum Perlindungan Konsumen merupakan cabang dari Hukum
Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen
berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang atau jasa. Pada tanggal 30
Maret 1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan
Undang-Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh

pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan
oleh pemerintah pada tanggal 20 april 1999. Undang-Undang tentang
perlindungan konsumen ini mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa
pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan
perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia
Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafat kenegaraan Republik
3 konstitusi negara UUD 1945.
Indonesia, yaitu dasar Negara pancasila dan
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat
mengajukan perlindungan adalah:
1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21
ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
2. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
3. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
4. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif
Penyelesian Sengketa
5. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan
dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
6. Surat
Edaran
Dirjen
Perdagangan

Dalam

Negeri

No.

235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang


ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Dengan diundang-undangkannya masalah perlindungan konsumen, dimungkinkan
dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha. Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa mengadukan dan
memproses perkaranya secara hukum di badan penyelesaian sengketa konsumen
(BPSK).

C. ASAS DAN TUJUAN PERLINDUNGAN KONSUMEN


Perlindungan

konsumen

di

selenggarakan

sebagai

usaha

bersama

berdasarkan 5 asas yang relevan dalam pembangunan nasional. Berdasarkan Pasal


2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, terdapat lima asas perlindungan konsumen
yaitu :
1. Asas manfaat, dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.
2. Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat di wujutkan
secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajubannya secara adil.
3. Asas keseimbangan, dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan
spiritual.
4. Asas keamanan

dan

keselamatan

konsumen,

dimaksudkan

untuk

memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam


penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau jasa yang dikonsumsi
atau digunakan
5. Asas kepastian hukum, dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta Negara dalam menjamin kepastian hukum
Kelima asas yang disebutkan diatas, bila diperhatikan substansinya, dapat
dibagi menjadi 3 (tiga) asas yaitu:
a. Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan
keselamatan konsumen,
b. Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan, dan
c. Asas kepastian hukum
Sebagai asas hukum, dengan sendirinya menempatkan asas ini yang menjadi
rujukan pertama baik dalam pengaturan perundang-undangan maupun dalam
berbagai aktivitas yang berhubungn dengan gerakan perlindungan konsumen oleh
semua pihak yang terlibat didalamnya.

Sedangkan tujuan dari perlindungan konsumen terdapat pada Pasal 3 adalah


sebagai berikut :
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan
dari akses negatif pemakaian barang dan atau jasa.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,
dan menuntut hak-hannya sebagai konsumen.
d. Menetapkan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
e. Menumbuhakan kesadaran

pelaku

usaha

mengenai

pentinnya

perlindungan konsuman sehngga tumbuh sikap yang jujur dan


bertanggung jawab dalam berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang dan

atau

jasa

yang

menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, keamanan


dan keselamatan konsumen.
Keenam tujuan khusus perlindungan konsumen yang disebutkan di atas
merupakan sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan
di bidang hukum perlindungan konsumen.
D. HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA
1. Hak dan Kewajiban Konsumen
Dalam UUPK telah diatur secara terperinci mengenai hak dan kewajiban
konsumen sebagaimana diuraikan berikut ini :
a) Hak Konsumen berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4 adalah
sebagai berikut :
1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi
barang dan jasa.
2) Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan
atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan.
3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan atau jasa.
i

4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa
yang digunakan.
5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan konsumen, dan upaya
menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen secar patut.
6) Hak untuk mendapatkan perlindungan dan pendidikan konsumen.
7) Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian
jika barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
dan tidak sebagaimana mestinya.
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lain.
Bagaimanapun rumusannya hak-hak konsumen yang telah dikemukakan,
namun secara garis besar dapat dibagi dalam tiga hak yang menjadi prinsip dasar,
yaitu1:
1. Hak yang dimaksudnya untuk mencegah konsumen dari kerugian, baik
kerugian personal, maupun kerugian harta kekayaan;
2. Hak untuk memperoleh barang dan/jasa dengan harga yang wajar; dan
3. Hak untuk memperoleh penyelesaian yang patut terhadap permasalahan
yang dihadapi;
Oleh karena ketiga hak/prinsip dasar tersebut merupakan himpunan
beberapa hak konsumen sebagaiman diatur dalam UUPK, maka hal
tersebut

sangat

esensial

bagi

consume,

sehingga

dapat

dijadikan/merupakan prinsip perlindungan hukum bagi konsumen di


Indonesia.
b) Kewajiban Konsumen berdasarkan Pasal 5 UU Perlindungan Konsumen
adalah sebagai berikut:
1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2) Beritikat baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa.
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
1 Ahmad Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan hukum bagi konsumen di
Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga,
Surabaya, 2000, hlm. 140.

Adanya kewajiban konsumen seperti yang dia atur dalam UUPK dianggap
tepat, sebab kewajiban ini adalah untuk mengimbangi hak konsumen untuk
mandapatkan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
a) Hak Pelaku Usaha :
1) Hak menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikat tidak baik.
3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen.
4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang
diperdagangkan.
5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Hak pelaku usaha yang diatur dalam UUPK terdapat juga di perundangundangan lainnya beserta ketentuannya, seperti hak-hak yang diatur dalam
Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang Pangan, dan undangundang lainnya. Berkenaan dengan berbagai undang-undang tersebut,
maka harus diingat bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen
adalah payung bagi semua aturan lainnya berkenaan dengan perlindungan
konsumen.
b). Kewajinban Pelaku Usaha :
1) Beritikat baik alam kegiatan usahanya.
2) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan, penggunaan,
perbaikan, dan pemeliharaan.
3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak dikriminatif.

4) Menjamin mutu barang dan atu jasa yang diproduksi dan atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standart mutu barang dan atau
jasa yang berlaku.
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau
mencoba

barang

dan

atau

jasa

yang

dibuat

dan atau

yang

diperdagangkan.
6) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian, pemanfaatan barang dan atau jasa yang
diperdagangkan.
7) Memberi kompensasi ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan
atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
E. PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN
1. Prinsip bertanggung jawab berdasarkan kelalaian
Tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah suatu prinsip tanggung
jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawabysng ditentuksn oleh
perilaku produsen. Sifat subjektivitas muncul pada kategori bahwa seseorang
yang bersikap hati-hati mencegah timbulnya kerugian pada konsumen.
Berdasarkan teori tersebut, kelalaian produsen yang berakibat pada munculnya
kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanya hak konsumen untuk
mengajukan tuntutan kerugian kepada produsen.
2. Prinsip Tanggung jawab Berdasarkan Wanprestasi
Tanggung jawab produsen yang dikenal dengan wanprestasi adalah
tanggung jawab berdasarkan kontrak. Ketika suatu produk rusak dan
mengakibatkan kerugian, konsumen biasanya melihat isi kontrak atau
perjanjian atau jaminan yang merupakan bagian dari kontrak, baik tertulis
maupun lisan. Keuntungan bagi konsumen dalam gugatan berdasarkan teori ini
adalah penerapan kewajiban yang sifatnya mutlak, yaitu suatu kewajiban yang
tidak didasarkan pada upaya yang telah dilakukan penjual untuk memenuhi
janjinya. Itu berati apabila produsen telah berupaya memenuhi janjinya tetapi
konsumen tetap menderita kerugian, maka produsen tetap dibebani tanggung
jawab untuk mengganti kerugian. Akan tetapi, dalam prinsip tanggung jawab

10

berdasarkan wanprestasi terdapat beberapa kelemahan yang dapat mengurangi


bentuk perlindungan hukum terdapat kepentingan konsumen, yaitu :
a.
b.
c.
d.

Pembatasan waktu gugatan


Persyaratan pemberitahuan
Kemungkinan adanya bantahan
Persyaratan hubungan kontrak, baik hubungaan kontrak secara horizontal

maupun vertikal.
3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product liability. Menurut
prinsip ini, produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
konsumen atas penggunaan produk yang beredar dipasaran. Tanggung jawab
mutlak strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak
penggugat sebagai dasar ganti kerugian, ketentuan ini merupakan lex specialis
dalam gugatan tentang melanggar hukum pada umumnya. Penggugat
(konsumen) hanya perlu membuktikan adanya hubungan klausalitas antara
perbuatan produsen dan kerugian yang dideritanya. Dengan diterapkannya
prinsip tanggung jawab ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan
akibat produk barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut konpensasi
tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidanya unsur kesalahan di pihak
produsen.
Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak diterapkan dalam
hukum tentang product liability adalah :
Diantara korban atau konsumen di satu pihak ada produsen di lain pihak,
beban kerugian seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi.
Dengan menempatkan atau mengedarkan barang-barang dipasaran,
berarti produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas
untuk digunakan, bilamana terbukti tidak demikian dia harus bertanggung
jawab.
F. PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
Seperti kita ketahui bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen
menetapkan tujuan perlindungan konsumen antara lain adalah untuk mengangkat

11

harkat kehidupan konsumen, maka untuk maksud tersebut berbagai hal yang
membawa akibat negatif dari pemakaian barang dan/atau jasa harus dihindarkan
dari aktivitas perdangan pelaku usaha. Sebagai upaya untuk menghindarkan akibat
negatif pemakaian barang dan/atau jasa tersebut, maka undang-undang
menentukan berbagai larangan sebagai berikut:
1.

Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang


dan/atau jasa yang:
a.

tidak

memenuhi

atau

tidak

sesuai

dengan

standar

yang

dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;


b.

tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang
tersebut;

c.

tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam


hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d.

tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau


kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan
barang dan/atau jasa tersebut,

e.

tidak

sesuai

dengan

mutu,

tingkatan,

komposisi,

proses

pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan


dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f.

tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,


keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g.

tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu


penggunaan atau pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut;

h.

tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana


pernyataan "halal" yang dicantumkan dalam label;

i.

tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang


memuat nama barang, ukuran, berat atau isi bersih atau netto, komposisi,
aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku
usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan
harus di pasang/dibuat;

12

j.

tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan


barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku.

2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas,
dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas
barang dimaksud.
3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan informasi
secara lengkap dan benar.
4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.
Pada intinya isi dari hal yang disampaikan diatas adalah larangan
memproduksi barang dan/atau jasa, dan larangan memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang dimaksud. Larangan-larangan yang dimaksudkan ini,
hakikatnya menurut Nurmadjito yaitu untuk mengupayakan agar barang
dan/atau jasa yang beredar di masyarakat merupakan produk yang layak edar,
antar lain asal-usul, kualitas sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui
label, etiket ,iklan, lain sebagainya2.
Larangan-larangan

yang

tertuju

pasda

Produk

sebagaimana

dimaksudkan dia atas adalah untuk memberikan perlindungan terhadap


kesehatan/harta konsumen dari penggunaan barang dengan kualitas yang lebih
rendah daripada nilai harga yang dibayar. Dengan adanya perlindungan yang
demikian, maka konsumen tidak akan diberikan barang dengan kualitas yang
lebih rendah daripada harga yang dibayarnya,, atau yang tidak sesuai dengan
informasi yang diperolehnya.

2 Nurmadjito, kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-undangan


tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia, dalam Husni Syawali dan
Neni Sri Imaniyati, Penyunting, Hukum Perlindungan Konsumen,
Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm. 18.

13

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Untuk melindungi atau memberdayakan konsumen diperlukan
seperangkat aturan hukum. Oleh karena itu, diperlukan adanya campur tangan
negara melalui penetapan sistem perlindungan hukum terhadap konsumen.
Menurut Undang-Undang no.8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen.
Dalam ketentuan pasal 2 UUPK ditentukan bahwa perlindungan
konsumen berasakan manfaat, keadilan, keseimbangan, dan keamanan, dan

14

keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Dalam UUPK juga telah


diatur secara terperinci mengenai hak dan kewajiban konsumen
Untuk melindungi pihak konsumen dari ketidakadilan, Undang-undang
perlindungan konsumen telah menentukan larangan-larangan kepada pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya.

DAFTAR PUSTAKA
14
26
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2015. Hukum Perlindungan Konsumen Edisi
Revisi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Miru, Ahmad. 2000. Prinsip-prinsip Perlindungan hukum bagi konsumen di
Indonesia. Surabaya : Disertasi, Program Pascasarjana Universitas
Airlangga.
Syawali, Husni dan Imaniyati, Neni Sri. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen.
Bandung : Maju Mandar.

15

15

15

15

Anda mungkin juga menyukai