Dianut dengan menggunakan optik historikal, sejarah HAM bermula dari dunia Barat
(Eropa) melalui kristalisasi pemikiran seorang filsuf Inggris pada abad ke-17 bernama Jhon
Locke. Ia menyatakan adanya hak kodrati (natural right) yang melekat pada setiap diri
manusia, yaitu ha katas hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Hak kodrati ini terpisah dari
pengakuan politis yang diberikan negara kepada mereka dan terlebih dahulu ada dari negara
sebagai komunitas politik. Justru negaralah yang harus melindungi dan melayani hak-hak
kodrati yang dimiliki oleh setiap individu. Sejarah perkembangan HAM juga ditandai dengan
adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan
Revolusi Perancis. Kolerasi dengan proposisi tersebut, terlebih dahulu signifikan dikemukakan
perkembangan system pemikiran HAM di dunia.
Sejarah mencatat, bahwa system pemikiran HAM muncul dalam rangka
memperjuangkan HAM untuk diakui, dihormati, dilindungi, dan ditegakkan demi harga diri
dan martabat manusia, serta keberlangsungannya sebagai landasan moral dalam pergaulan
kehidupan manusia, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara.
System pemikiran demikian itu disuarakan secara internasional ke seluruh dunia sehingga
sampai ke negara-negara yang kebetulan ketika itu rakyatnya mengalami penindasan terhadap
hak-hak asasinya. Raja-raja atau pemimpin negaradan/atau pemerintahan serta para kaum
kapitalis, memperlakukan rakyatnya secara sewenang-wenang menurut kehendak pemimpin
sendiri, terutama terhadap rakyat kelas bawah secara ekonomi atau kaum buruh maupun orang-
orang berkasta rendah secara kebangsawanan. Pada akhirnya system pemikiran yang bersifat
universal dari para filsuf demikian itu diaplikasikan sebagai landasan pijak dalam
memperjuangkan pengakuan terhadap HAM, baik secara persial di masing-masing negara
maupun secara internasional.
1
Konteksnya dalam skala internasional, system pemikiran terhadap HAM mendapat pula
pengakuan dari seluruh negara beradab di dunia, sehingga menjadi salah satu capaian paling
penting dalam sejarah peradaban manusia modern dari bangsa-bangsa beradab diseluruh dunia
yang prinsip-prinsipnya telah diakui dalam Hukum Internasional (HI) sebagi prinsip-prinsip
umum HI. Hukum HAM internasional telah mendekontruksikan sifat tradisional dari HI. Jadi,
Hukum HAM Internasional berbeda dengan HI yang hanya mengakui hak- hak negara, rezim
Hukum HAM Internasional mengakui hak-hak individu dan klaim individu atas hak-hak
tersebut. Dalam HI tradisionalsional, suatu negara memegang sepenuhnya kebebasan bertindak
dalam hubungannya dengan warga dan wilayahnya, termasuk domain public seperti laut,
atmosfer, dan angkasa luar. Kebebasan demikian ini dikoreksi oleh rezim Hukum HAM
Internasional yang memungkinkan dilakukannya intervensi oleh rezim Hukum HAM
Internasional terhadap negara pihak yang melakukan pelanggaran HAM di wilayahnya.
Secara historis konsepsi hak asasi manusia yang dipahami saat ini merupakan suatu hasil
dari shering idea dari umat manusia. The New enciyclopedia britannica, 1992 membagi
perkembangan hak asasi manusia dalam beberapa tahap; pertama bahwa pengaruh ajaran
romawi (jus gentium) begitu besar khususnya dalam merumuskan hak-hak dasar bagi warga
negara. Sumber kedua rumusan konseptual hak asasi manusia muncul dari beberapa doktrin
hukum alam, khususnya ajaran Thomas Aquinas (1224-1274). Hugo de Gorte, (1583-1645)
ajaran agama mereka itu, kemudian disusul oleh lahirnya Magna Charta (1215) Petisi hak asasi
manusia (1628), dan undang-undang HAM Inggris ( The English bill rihgts, 1689). Pemikiran
mereka kemudian dielaborasi lebih modern oleh para empirisme, seperti Francis baccon, Jhon
locke, dimana ajaran mereka lebih mempertegas kedudukan hak asasi manusia dalam hukum
alam lebih rasional,
Secara historis, prinsip-prinsip hak asasi manusia tidak bisa dilepaskan dari hukum dan
politik kenegaraan. Dokumen-dokumen hukum hak asasi manusia selalu dapat ditemukan
persamaan-persamaannya dengan dokumen-dokumen hak asasi manusia yang telah ada
sebelumnya disuatu negara. Oleh karena itu, dokumen-dokumen itu dipandang sebagai suatu
kesatuan historis yang saling berkaitan. Hak mengandung unsur perlindungan, kepentingan dan
juga berkehendak, demikian kata Paton (satjipto. Rahardjo, 1982:95).
Dalam hukum, hak selalu dikaitkan dengan orang dan tertuju kepada orang. Dengan
demikian, sebagaimana diketahui orang dan badan hukum merupakan subyek hukum. Sebgai
subyek hukum orang dan badan hukum memiliki hak, kewajiban dan tanggungjawab. Hak, ada
yang bersifat relatif relatif dan absolut. Sebagai pribadi orang perorang mempunyai hak asasi
(personal rights), berubah menjadi hak asasi manusia ( human rights), ketika antara sesamanya
2
bergumul dalam kehidupan bersama.Salah satu tonggak sejarah penting dalam modernisasi
hubungan internasional hukum internasional adalah pernjanjian Wesphalia 1647. perjuangan
penegakan hak asasi manusia didaratan eropa, puncaknya lewat deklarasi hak-hak asasi
manusia dan penduduk negara ( declaration des droits l’hommes et du citoyen) 1789, di
prancis. Dalam deklarasi tersebut ditegaskan sebagai berikut :
- Pasal 1: semua manusia itu lahir bebas dan sama dalam hukum. Perbedaan sosial hanya
didasarkan pada kegunaan umum.
- Pasal 2: tujuan negara melindungi hak-hak alami dan tidak dapat dicabut atau dirampas.
Hak-hak alami meliputi, hak hidup, hak kebebasan, hak milik dan hak perlindungan
(bebas dari penindasan).
Sebagaimana diketahui, pada tahun 1215 dalam piagam besar (magna Charta), Jhon
lockland telah mengakui hak-hak rakyat secara turun-temurun:
- Hak kemerdekaan (kebebasan) tidak boleh dirampas tanpa keputusan pengadilan,
- Pemungutan pajak harus dengan persetujuan dewan permusyawaratan.
Dalam perjalanan sejarah inggris pengakuan dalam Magna Charta masih sering
dilanggar sehingga pada tahun 1679. Disamping itu adanya Bill of rights merupkan awal
menuju kemonarchi konstitusional. Bill of rights merupakan dokumen penting dalam rangka
menghormati hak asasi manusia. Pada dokumen tersebut hak-hak individu dan kebebasannya
mendapat perlindungan formal. Kemajuan hak asasi manusia di abad modern dipertegas
kembali oleh presiden Franklin D. Roosevelt yang disampaikan pada tahun 1941,yang dikenal
dengan four freedoms, isinya:
- freedom to speech (kebebasan berbicara)
- Freedom to religion (kebebasan beragama)
- freedom from want (kebebasan dari kemiskinan)
Dari pergolakan penegakan hak asasi manusia tersebut diatas, diawali di Inggris,
Amerika dan Prancis, menurut Scoot Devidson, dalam menegakkan hak asasi ada tiga hal yang
perlu mendapat perhatian:
- bahwa hak-hak tersebut secara kodrati Inheren, universal dan tidak dapat dicabut,
dimiliki setiap individu semata-mata karena ia manusia.
- perlindungan terbaik atas hak-hak asasi tersebut hanya pada negara demokrasi
- Batas-batas pelaksanaan hak hanya dapat ditetapkan dan dicabut oleh Undang-undang.
Sebagaimana diketahui, salah satu indikasi untuk disebut sebagai negara hukum, antara
lain ditegakkannya hak asasi manusia, dan agar penegakannya cepat tercapai menurut
Hans Kelsen sebagaimana dikutip oleh Moh. Hatta “ negara hukum (Allgemeine
3
staatslehre) akan lahir, apabila sudah dekat sekali identieit der staatsordnung mit der
rechtsordnung, semakin bertambah keinsafan hukum dalam masyarakat, berarti semakin
dekat kita dalam pelaksanaan negara hukum yang sempurna. Dengan demikian, negara
yang menyatakan dirinya sebagai negara hukum mengakui supremasi hukum, tetapi
dalam praktek tidak mengakui/menghormati sendi-sendi hak-hak asasi manusia, tidak
dapat dan tidak tepat disebut sebagai negara hukum.
Para ahli Eropa Kontinental (eropa daratan) antara lain,Immanuel Kant, Julius Sthal
menyebur rechsstaat, sedangkan para ahli hukum Anglo saxon (inggris dan Amerika) memakai
istilah rule of law. Puncak pengakuan hak asasi manusia dikukuhkan dalam suatu memorial
kemanusiaan pada tanggal 10 desember 1948, dimana negara-negara secara bulat menyepakati
lahirnya Declaration of Human Rights. Piagam tersebut berisi mengenai pengakuan dan
penegasan akan hak-hak manusia yang asasi yang harus dijunjung tinggi oleh negara yang
beradab. Dalam pasal 1 menyebutkan bahwa: salah satu tujuan dari DUHAM yakni untuk
meningkatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan yang fundamental
bagi semua orang. PBB seabagai perserikatan negara-negara dunia mempunyai andil besar
dalam membantu perkembangan hak asasi manusia yang ditegaskan dalam pasal 55 dan pasal
56: negara-negara berikrar untuk mengambil tindakan secara bersama-sama atau sendiri-
sendiri dalam kerja sama untuk mencapai tujuan dalam penegakan hak asasi manusia.
4
Menurut Soerjono Soekanto hukum memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda
dengan kaidah-kaidah sosial lainnya maupun dengan kaidah agama. Cii-ciri tersebut di
antaranya adalah sebagai berikut.
a. Hukum bertujuan untuk menciptakan keseimbanagan di antara kepeningan-
kepentingan yang terdapat dalam masyarakat.
b. Mengatur perbuatan manusia secara lahiriah
c. Dijalankan oleh badan-badan yang diakui oleh masyarakat sebagai badan
pelaksana hukum. Dalam masyarakat sederhana badan serpa ini dapat berupa
kepala adat, dewan para sesepuh atau lainnya
Jadi “ruang lingkup” hukum secara keseluruhan dapat diketahui dari turunan yang
terkandung secara implisit dari setiap “isi pengertian” hukum disebut “definisi
ekstensional”. Dengan deikian, definisi ekstensional hukum (ruang lingkup hukum)
adalah segala turunan atau hal-hal yang menjadi realitas hukum yang dikaji yang berkaitan
langsung dengan setiap terminologi hukum dan atau aforismehukum yang telah disebutkan
dalam definisi intensi hukum di atas.
5
Mengacu pada pengertian dari “hak asasi” dan “manusia” sebagaimana dijelaskan
diatas, maka pengertain ham dapat dikemukakan sebagai berikut,
“HAM adalah seperangkat hak yang bersifat sangat menasar yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa,
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh kehidupan bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara oleh negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dari maartabat manusia.”
Mengacu pada pengertian di atas, dapat disadari bahwa HAM itu sesungguhnya
adalah hak-hak absolut yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia (inherent
dignity) yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan diproteksi oleh negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang, ini mengandung konsekuensi, bahwa hak-hak yang melekat
secara absolut tersebut tidak dapat dicabut (inalinable), tidak boleh dikesampingkan
(inderogable) dan tidak boleh dilanggar (inviolable) oleh siapapun. Pencabutan dan
pelanggara secara sengaja da melawan hukum terhadap hak-hak dasar kemanusiaan
meupakan “kejahatan erat terhadap HAM”. Sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat
pada setiap diri manusia yang ada di muka bumi ini, maka HAM bersifat universal dan
langgeng (enternal). Tidak boleh ada penindasan terhadap HAM, apapun ras nya, warna
kulitnya, jenis kelaminnya, bahasanya, agama atau kepercayannya, pendapat politiknya,
kebangsaan atau nasionalitasnya, dan sku bangsanya, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi,
atau dirampas oleh siapapun.
6
b. Asas Kesederajatan/Kesetaraan (Equality Principle)
Suatu prinsip dasar yang menentukan bahwa oleh karena setiap individu manusia
(orang) memiliki HAM, maka setiap individu manusia memilki kedudukan yang sederajat
atau setara dengan individu manusia lainnya. Asas ini juga melahirkan asas ekualtas
(equality principle). Artinya setiap orang harus diperlakukan sama (diperlakukan setara
degan orang/manusia lainnya) pada situasi yang sama, dan diberlakukan berbeda pada
situasi yang berbeda.
d. Asas Universal
Suatu prinsip dasar yang menentukan bahwa eksistensi HAM melekat pada hakikat
dan keberadaan setiap diri manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan
anugerah-Nya tanpa memandang apa pun rasnya, warna kulitnya, jenis kelaminnya,
bahasanya, agama atau kepercayannya, pendapat politiknya, kebangsaan atau
nasiolitasnya, dan suku bangsanya. Kebenarannya telah diakui sebagai prinsip-prinsip
umum hokum Internasional yang telah diakui oleh bangsa-bangsa beradab di seluruh dunia
(general principlesof law recognized by civilized nations). Sebagai konsekuensinya, asa
HAM yang bersifat universal melahirkan asas turunan yang diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Asas perlindungan terhadap HAM
2) Asas penghormatan terhadap HAM
3) Asas mempertahankan eksistensi HAM
7
4) Asas tidak boleh mengabaikan HAM
5) Asas tidak boleh mengurangi HAM orang lain
6) Asas tidak boleh melanggar HAM
7) Asas tidak boleh merampas HAM
e. Asas Eternal
Asas Eternal adalah, suatu prinsip dasar yang menentukan bahwa HAM
eksistensinya melelkat pada hakikat dan keberadaan manusia secara terus menerus,
bersifat langgeng atau abadi. Lahir sebagai derivasi dari prinsip, bahwa eksistensi HAM
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan
merupakan anugerah-Nya. Substansinya sama dengan pemetapan Asas Nondiskriminasi
(Nondiscrimination Principle). Hanya saja pada tataran praksis pemberlakuan dan atau
penerapan terhadap asas (sementara), tetapi harus diaplikasi secara terus menerus, dan
bersifat abadi atau langgeng (eternal).
8
kesejahteraan, secara moral mengimplementasikan asas-asas HAM dimaksud kedalam
suatu kaidah hokum atau seperangkat aturan normatif Hukum HAM, yang bias disebut
dengan instrument Hukum HAM, baik (dalam skala) internasional maupun nasional.
Instrument HAM (dalam skala) internasional dimotor oleh PBB, yang dikenal juga
dengan istilah “the international bill of human rights” dan (dalam skala) nasional dilakukan
oleh masing-masing negara nasional. Di dalam negara nasional ditetapkan secara rinci di
dalam konstitusinya maupun dalam peraturan perundang-undangan ysng secara khusus
substansinya mengatur secara persial, namun erat berkaitan dengan penghormatan,
pengakuan dan perlindungan terhadap HAM.
D. TEORI-TEORI HAM
9
to all human beings at .all times in all places woukld be the rights of desocialized and
deculturalizes being”.
10
Menurut UU No. 39 Tahun 1999 Pasal 1 angka 6, yang dimaksud dengan
“pelanggaran HAM” adalah:
“Setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk apparat negara baik
disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hokum
mengurangi, menghalangi, membatasi, dan/atau mencabut hak asasi manusia
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang ini, dan tidak
mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hokum yang
adil dan benar, berdasarkan mekanisme hokum yang berlaku.”
Kewajiban yang dimaksud itu adalah “kewajiban yang lahir dari perjanjian-
perjanjian Internasional HAM, maupun dari Hukum Kebiasaan Internasional
(International Customary Law), khususnya norma-norma Hukum Kebiasaan Internasional
yang memiliki sifat Jus Cogens.
11
2. Mekanisme Penegakan Hukum HAM
Soetandyo Wigojosoebroto secara bebas telah memberi pengertian secara umum
mengenai Mekanisme HAM nasional, adalah :
“Seluruh perangkat, berikutbprosedur kerjanya yang disiapkan oleh Lembaga yang
berwenang untuk memajukan dan melindungi serta menegakkan HAM sesuai
prinsip universalitas HAM dan standar internasional sebagaimana yang telah
dijabarkan dalam instrument-instrumennya.”
12
dihormati dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan,
kesejahteraan,kebahagiaan dan kecerdasan serta keadilan.
Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang
melekata pada manusia secara kodrati sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak
ini tidak dapat diingkari.Peningingkaran terhadap hak tersebut berarti berarti mengingkari
martabat kemanusiaan. Oleh karena itu negara, pemerintah atau organisasai apapun
mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap
manusia tanpa kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak
dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam penjelasan pasal 2 UU No.39/99 tentang HAM dijelaskan bahwa hak asasi
manusia dan kebebasan dasar manusia tdak dapat dilepaskan dari manusia pribadi, karena
tanpa hak asasi dan kebebasan dasar tersebut yang bersangkutan kehilangan harkat dan
martabanya sebagai manusia. Oleh karena itu pemerintah berkewajiban baik secara hukum
maupun secara politik, ekonomi, sosial dan moral, untuk melindungi dan memajukan serta
mengambil langkah-langkah konkrit demi tegaknya hak asasi manusia dan kebebasan
dasar manusia.
Sejalan dengan pandangan diatas, Pancasila sebagai dasar negara mengandung
pemikiran bahwa manusia adalah ciptaan Tuahan Yang Maha Esa dengan menyandang
dua aspek yakni aspek pribadi (individualitas) dan aspek sosialitas (bermasyarakat). Oleh
karena itu kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi orang lain. Kewajiban
menghormati hak asasi manusia tersebut tercermin dalam pembukaan UUD 1945 yang
menjiwai batang tubuhnya terutama berkaitan dengan persamaan kedudukan warga negara
dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak,
kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan, kebebasan memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama dan dengan
kepercayaannya itu dan lain sebagainya.
Asas-asas dasar diwujudkan dalam pasal 3-8 UU No. 39/99 tentang HAM yang
dirumuskan sebagai berikut:
Ayat (1) : setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang
sama dengan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani utnuk hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam semangat persaudaraan.
13
Ayat (2) : setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan perlakuan
hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan pengakuan yang sama di
depan hukum.
Ayat (3) : setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan
dasar manusia, tanpa diskriminasi.
Pasal 4 ayat (1) : Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,
pikiran dan hati nurani, hak untuk beragama, untuk tidak iperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi dan persamaan didepan hukum, hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat di kurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
Kebebasan dasar manusia menurut UU. No. 39 Tahun 1999 tentang HAM meliputi:
14