Anda di halaman 1dari 10

Pelanjutan Keadaan Hukum

Hukum Perdata Internasional

Disusun Oleh :

Ketua : Jovian Andawari (16071101078)


Wakil : Ursula Kristanti (16071101236)
Anggota :
Sultan Beta (1207115008) Vernanda Ulenaung (16071101064)
Brian Salea (13071101674) Natalia Puasa (16071101287)
Asward Runtulalo (13071101652) Indah Antameng (16071101020)
Novry Emor (13071101552) Michelle Laisina (16071101233)
Aldo Mamangkey (13071101691) I Putu Krishna Aditya (16071101569)
Ashari Ishak (13071101394) I Nyoman Supartayana (16071101004)
Tommy Kamagi (13071101339) Daniel Matasik (16071101001)
Thovan Kembuan (13071101567) Gian Singal (16071101040)
Rony Walandouw (14071101358) Robertus Lolonlun (16071101272)
Siska Bangunan (15071101350) Deisiree Parengkuan (16071101286)
Natalia Melisa (15071101396) Vitalis Waraopea (16071101331)
Yuniarti Mamahit (15071101395) Jessica Lampus (16071101256)
Edwin Lempas (15071101473) Kevin Oei (16071101220)
Muh.Rizal Aljufri (15071101251) Meylicia Kamagi (16071101249)
Adiwijaya Lendo (15071101399) Marsel Manoppo (16071101232)
Kania Betteng (16071101253) Riri Sumampouw (16071101068)
Aldareza Runtukahu (16071101246) Jeremy Luntungan (16071101287)
Hagai Ulukyanan (16071101186) Fraijhon Sasauw(16071101567)
Piere Nelwan (16071101134) Ardeen Kaunang (16071101428)
Okman Galih (16071101070)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan
pembuatan makalah yang berjudul “Pelanjutan Keadaan Hukum” ini dalam
bentuk maupun isinya yang masih sangat sederhana. Semoga makalah kami ini
bisa dipergunakan sebagai salah satu media pembelajaran.

Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran guna untuk
memperbaiki makalah ini agar menjadi lebih baik kedepannya.

Manado,14 Oktober 2017

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I (Pendahuluan)
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II (Pembahasan)
2.1 Landasan Teori
2.2 Contoh Pelanjutan Keadaan Hukum
BAB III (Penutup)
3.1 Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prof.Gautama mengistilahkan dengan hak-hak yang telah diperoleh. Dibidang HATAH
intrem, terutama HAW kita melihat adanya pengertian tentang pelanjutan keadaan hukum
ini. Hukum yang baru pada umumnya tidak mempunyai kekuatan berlaku surut. Dirassakan
perlu untuk memberikan perlindungan kepada pelanjutan keadaan hukum (hal-hal yang
diperoleh).
Untuk HPI istilah pelanjutan keadaan hukum (hal-hal yang diperoleh ini) dipakai
untuk mengedepankan bahwa perubahan dari fakta-fakta, tidak akan mempengaruhi
berlakunya kaidah yang semula dipakai.
Van Brakel menganggap bahwa hak-hak yang diperoleh diluar negeri sedapat
mungkin harus diakui dan dihormati, merupakan salah-satu asas pikiran fundamental
diatas mana sistem HPI dibangun. Tanpa adanya pengakuan dari pada asas ini, lalu lintas
internasional akan tidak mungkin.pelanjut tali keadaan hukum(hak-hak yang telah
diperoleh)tidak berarti memperlindungi hak-hak atau kekuasaan hukum,melainkan
ketertiban umum dalam HPI.
Pemakaian ketertiban umum dalam HPI digunakan untuk menyebutkan suatu alasan
guna untuk melakukan HPI dalam hal yang sebelumnya hukum perdata asing harus
dilaksanakan.sebaliknya hak yang telah diperoleh(pelanjutan keadaan hukum)dalam HPI
merupakan alasan untuk melaksanakan hukum perdata asing.
Dalam pelanjutan keadaan hukum(hak-hak yang telah diperoleh)adalah penting soal
asas repsositeit,bahkan dapat dikatakan bahwa seluruh HPI pada pokoknya harus berdasar
atas asas repsositeit,oleh karena hanya dengan memperhatikan prinsip inilah akan
terlaksana penuntutan saling harga menghargai di antara berbagai negara di dunia.
Kalua suatu negara kurang memperhatikan hal pelanjutan keadaan hukum ini
terhadap lain negara,maka tidak boleh diharapkan bahwa negara lain itu akan
memperhaatikan hal pelanjutan keadaan hukum itu sepatutnya terhadap negara yang
tersebut pertama kali.
Dalam hukum nasional soal pelanjutan keadaan hukum yang betul merupakan
perlindungan hak-hak yang sudah terdapat sering di kaitkan dengan syarat kejujuran.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana materi dari Pelanjutan Keadaan Hukum (Verkregen Rechten) yang dapat dijelaskan?
1.3 Tujuan Makalah
Untuk mengetahui bagaimana pelanjutan keadaan hukum tersebut dalam hukum
perdata internasional terlebih cara penyelesaiannya agar dikemudian hari dapat bermanfaat
bagi mahasiswa dan dosen dalam pembelajarannya.

1.4 Manfaat Makalah


Agar dapat berguna untuk pembelajaran selanjutnya bagi kelompok mahasiswa dan juga
dosen dalam perkembangan pelanjutan keadaan hukum perdata internasional di Fakultas
Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori
A. Pendahuluan
Istilah ‘hak-hak yang diperoleh’ sering kali disebut dengan right and obligation created
abroad atau hak dan kewajiban hukum yang terbit berdasarkan hukum asing. Yang menjadi
persoalan HPI dalam kaitan ini adalah hak dan kewajiban hukum yang dimiliki seseorang
berdasarkan kaidah-kaidah hukum dari sistem hukum asing tertentu harus diakui atau tidak
oleh lex fori1[2]. Hak-hak yang diperoleh ini semata-mata dipandang sebagai peluasan
daripada lausula ordre public.

B. Hubungan dengan ketertiban Umum


Dalam ketertiban umum hukum perdata nasional sang hakim yang dipakai menurut
kaidah HPI sang hakim sendiri kaidah-kaidah hukum perdata asing yang harus dipergunakan.
Ajaran ‘hak-hak yang telah diperoleh’, bukan hukum asing yang dikesampingkan justru hukum
asing inilah yang diakui dan dipergunakan. Prinsip “hak-hak yang telah diperoleh” dapat
dipergunakan untuk memperbaiki atau memperlembut pelaksanaan prinsip ketertiban umum.
Dalam hal ini azas reprositas (timbal balik) perlu diperhatikan. Seperti dalam ketertiban umum
tidak terlalu cepat kita pakai azas ini demi reprositas dengan negara-negara lain. Demikian pula
dengan hak-hak yang telha diperoleh. Jika suatu negara kurang memerhatikan hal pelanjutan
keadaan hukum terhadap negara lain, maka negara lain juga tidak dapat diharapkan akan
memerhatikan hal kelanjutan keadaan hukum dari pada negara pertama ini2[3]. Pengakuan
prinsip hak-hak yang diperoleh ini hanya dapat dihentikan jika hak-hak yang telah diperoleh di
luar negri akan mengakibatkan tersinggungnya perasaan keadilan dari rakyat sang hakim,
sehingga keadaan hukum itu tidak dapat dipertaanggungkan.

C. Perkembangan di negara-negara Anglo-Saxon


Ada pembatasan dari hak yang telah diperoleh, yaitu bahwa badab peradilan Inggris
tidak akan memberikan akibat pelaksanaan kepada suatu hak sekalipun setelah diperoleh
dengan “duly” sebagai penduduk asing, jika terjadi hal-hal berikut:
a. Pelaksanaan hak bersangkutan adalah bertentangan dengan Undang-undang yang dikeluarkan
oleh Parlemen, Undang-undang mana dimaksudkan untuk mempunyai kekuatan
extraterritorial.
b. Jika pelaksanaan hak itu adalah bertentangan dengan jiwa perundang-undangan Inggris,
melanggar moral dari perundang-undangan Inggris atau melawan lembaga-lembaga politik
Inggris
c. Jika hak-hak ini melampaui wewenang dan kekuasaan negara asing yang sebenarnya terbatas
kepada wilayahnya sendiri, ,misalnya hak yang bersangkutan dengan benda tidak bergerak
terletak di Inggris.
d. Jika hak ini mengenai ketentuan hukum acara
e. Jika hak ini merupakan hasil daripada perbuatan-perbuatan yang tidak sah menurut hukum dari
negara dimana perbuatan itu dilakukan, tetapi tidak dianggap demikian menurut ketentuan
Inggris atua sebaliknya.

D. Perkembangan di Nederland
Dalam pandangan para sarjana HPI Belanda teori tentang hak-hak yang diperoleh juga
diterima pada umumnya. Van Brakel menyatakan bahwa harus diadakan pengakuan terhadap
hak-hak yang telah tercipta di luar negri. Tanpa pengakuan itu tidak akan mungkin dibina
hubungan lalu lintas internasional. HPI tidak akan berkembang. Pengakuan hak-hak yang telha
diperoleh di tempat lain merupakan salah satu pikiran yang fudamentil. Pengakuan daripada
status personil orang asing, pemakaian daripada lex rei sitae, untuk barang-barang, pengakuan
darpada sahnya suatu perbuatan yang sesuai dengan syarat formil di luar negri, semua
dianggap disandarkan pada “azas” “hak-hak yang telah diperoleh”.

E. Perkembangan di Indonesia mengenai hak-hak yang diperoleh


Dalam ketentuan pasal 16 A.B jo pasal 3 A.B yang menganut prinsip nasionalitas, dapat
dilihat adannya unsur “pelanjutan keadaan” . dalam pasal ini dipergunakan dari peraturan-
peraturan mengenai status dan wewenang warganegara Indonesia yang berada di luar negri.
Juga dalam pasal 17 A.B yang menganut asas “lex rei sitae” pada pokoknya berdasarkan pula
atas prinsip “kelanjutan keadaan hukum”.

Contoh lain mengenai ”hak-hak yang telah diperoleh”:

(a) Badan-badan hukum yang tak dikenal

Dalam negara X terdapat badan-badan hukum yang khusus. Negara X ini kemudian dicaplok
(annexatie) oleh negara Y, yang dalam sistem hukumnya tidak mengenal badan-badan hukum
dari type itu. Apakah badan-badan hukum bersangkuta akan tetap diakui?

(b) Wasiat baru yang merugikan

Seorang perempuan asal Inggris menikah dengan pria Jerman. Karena perkawinan pihak
perempuan menjadi WN Jerman pula. Suami-istri Jerman ini telah membuat suatu testamen
timbal-balik di Jerman. Hal ini diperbolehkan di Jerman. Mereka secara timbal-balik menunjuk
sebagai ahliwaris. Juga ditentukan bahwa seorang putra akan menjadi ahliwaris dari masing-
masing ini. Setelah meninggalnya pihak suami sang istri menjadi WN Inggris kembali. Di negara
Inggris istri ini membuat testamen baru dengan mana ia batalkan yang pertama dan menunjuk
seorang ahliwaris lain. Setelah istri ini meninggal terjadilah perselisihan di muka hakim untuk
menentukan ahliwaris. Siapakah yang berhak?

Untuk menentukan apakah testamen timbal-balik pertama dibuat itu boleh dicabut kembali
atau tidak, berhubungan sang anak telah dirugikan, hanya dapat dipertimbangkan berlakunya
dua macam hukum: hukum Jerman atau hukum Inggris. Hukum Belanda tidak turut
dipersoalkan

Pasal 977 BW (N) karenanya tidak berlaku. Baik menurut hukum Jerman maupun hukum Inggris
testamen sedemikian itu tidak dapat dicabut kembali. Karenanya pihak anak harus
dimenangkan.

(c) Perubahan letaknya benda bergerak

A mempunyai hak atas benda bergerak yang terletak di negara X. Kemudian benda ini dibawa
ke luar dan masuk ke negara Y. Apakah hak milik A masih tetap diakui.

(d) Penggantian bendera kapal

Jika kompleks fakta-fakta berubah, karena perubahan bendera kapal atau perubahan
kewarganegaraan, maka menjadi persoalan apakah hak-hak atas kapal bersangkutan menjadi
berubah pula atau tidak?
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam ketertiban umum hukum perdata nasional sang hakim yang dipakai menurut
kaidah HPI sang hakim sendiri kaidah-kaidah hukum perdata asing yang harus dipergunakan.
Ajaran ‘hak-hak yang telah diperoleh’, bukan hukum asing yang dikesampingkan justru hukum
asing inilah yang diakui dan dipergunakan. Prinsip “hak-hak yang telah diperoleh” dapat
dipergunakan untuk memperbaiki atau memperlembut pelaksanaan prinsip ketertiban umum.

Dalam hal ini azas reprositas (timbal balik) perlu diperhatikan. Seperti dalam ketertiban umum
tidak terlalu cepat kita pakai azas ini demi reprositas dengan negara-negara lain. Demikian pula
dengan hak-hak yang telha diperoleh. Jika suatu negara kurang memerhatikan hal pelanjutan
keadaan hukum terhadap negara lain, maka negara lain juga tidak dapat diharapkan akan
memerhatikan hal kelanjutan keadaan hukum dari pada negara pertama ini. Pengakuan prinsip
hak-hak yang diperoleh ini hanya dapat dihentikan jika hak-hak yang telah diperoleh di luar
negEri akan mengakibatkan tersinggungnya perasaan keadilan dari rakyat sang hakim, sehingga
keadaan hukum itu tidak dapat dipertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
Beberapa istilah yang digunakan orang : verkregen rechten (Belanda), vested right (Inggris),
droit acquis (Prancis)
Sunaryati Hartono, id, hh. 111 dan 112
Contoh ini dari Wirjono Prodjodikoro, halaman 41 dan seterusnya.
http://annisawally0208.blogspot.co.id/2016/04/rangkuman-materi-kuliah-hukum-
perdata_24.html

Anda mungkin juga menyukai