Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TUGAS HUKUM PERJANJIAN

“Faktor Penghambat Pelaksanaan Perjanjian


Prestasi, Wanprestasi dan Overmacht”

Dosen Pengampu : Syahrial Razak S.H., MH.,


OLEH :

KELOMPOK 7

Agit Hardistirta Yuris 1810112057

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………....……………………………………

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................................

3.2 Saran ................................................................................................................................

3.3 Daftar Pustaka ................................................................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Didalam pelaksanaan suatu perjanjian, perlu diperhatikan banyak hal agar
perjanjian tersebut dapat diselenggarakan, banyak faktor yang bisa mendukung
terlaksana perjanjian dan ada pasti juga ada faktor yang menghambat terlaksananya
perjanjian, perjanjian merupakan suatu peristiwa seseorang mengikat dirinya
dengan orang lain yang bertujuan untuk memenuhi suatu tujuan atau prestasi,
mereka mengikat dirinya untuk melakukan suatu hal yang mereka rasa sangat perlu,
dengan ada kata sepakat tadi, serta dengan ada sebab yang ingin mereka
pergunakan, maka syarat-syarat dari perjanjian tersebut terbentuk dan bisa jadi
perjanjian tersebut sudah terlahir dan mengikat kedua subyeknya tersebut.
Biasanya, perjanjian yang sudah lahir dapat menimbulkan dua akibat hukum,
prestasi dan wanprestasi tersebut, jika prestasi yang ditimbulkan akibat tercapainya
perjanjian tadi, maka perjanjian tersebut tercapai dalam pelaksanaannya dan dapat
dikatakan perjanjian tersebut tercapai sesuai harapan, lalu apa yang terjadi jika itu
Wanprestasi, bisa dikatakan didalam bahwa perjanjian tersebut tidak terlaksana dan
perjanjian tersebut tidak mampu dipenuhi oleh subyek hukumnya tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan dari suatu perjanjian ?
2. Apa saja penghambat dari pelaksanaan suatu perjanjian ?
3. Apa itu Prestasi dan Wanprestasi ?
4. Apa itu Overmacht ?

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pelaksanaan Suatu Perjanjian


Suatu perjanjian, merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada
seorang lain, atau dimana dua orang Saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu,
jika dilhat dari macam hal yang dijanjikan, yakni ada dibagi atas tiga macam
perjanjian, yaitu:
1. Perjanjian untuk memberikan suatu barang/ menyerahkan suatu barang
2. Perjanjian berbuat sesuatu
3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu
Untuk melaksanakan perjanjian, lebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan
cermat dan tegas apa isi perjanjian tersebut, atau dengan kata lain, apa saja hak
dan kewajiban masing-masing pihak. Biasanya orang mengadakan perjanjian
dengan tidak mengatur atau menetapkan secara teliti hak dan kewajiban mereka.
Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, suatu perjanjian itu tidak hanya mengikat
untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga untuk
segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan (diwajibkan ) oleh
kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang.
Jadi, dapat dikatakan bahwa setiap perjanjian tersebut harus dilengkapi aturan
aturan yang terdapat dalam undang-undang dan hukum lainnya, seperti hukum adat
dan adat kebiasaaan, untuk adat kebiasaan maupun hukum adat biasanya diadakan
pada suatu daerah tertentu, tidak pada semua daerah dan juga berlaku pada
kalangan tertentu.
Menurut pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata yang mana dijelaskan bahwa semua
perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (tegoeder trouw) atau in good faith
Lalu apakah semua perjanjian itu dilaksanakan dengan itikad baik?
Sebelumnya, kita harus bisa menafsirkan apa itu istilah itikad baik, yang
dijumpai juga didalam hukum benda. Seorang pembeli barang yang beritikad baik
adalah seseorang yang membeli barang dengan penuh kepercayaan bahwa sipenjual

4
sungguh-sungguh pemilik sendiri dari yang ia belinya itu. Sedangkan didalam hukum
benda, istilah itikad baik tersebut merujuk pada kejujuran dan bersih. Sipembeli
yang beritikad baik adalah orang yang jujur dan bersih. Ia tidak mengetahui adanya
cacad-cacad yang melekat pada barang yang ia belinya, cacad disini diartikan
sebagai asal usul dari benda tersebut.
Yang dimaksud disini, pelaksanaannya adalah semua perjanjian tersebut
dilaksanakan atas norma-norma kepatutan, kesusilaan atau bisa katakana harus
pada rel yang benar.

2. Terhambatnya suatu pelaksanaan perjanjian


Faktor penghambat dari pelaksanaan dari suatu perjanjian adalah faktor-faktor
yang segalanya membuat tidak dapat diadakan perjanjian tersebut, atau dengan
kata lain, perjanjian tersebut terhalang atau tidak dapat dilaksanakan karna
disebabkan oleh faktor-faktor tadi, disini kami menerangkan bahwa faktor-faktor
tersebut adalah berupa penghambat, lalu apa saja faktornya tersebut, yakni:

a. Tidak lengkapnya syarat-syarat yang sah atas suatu perjanjian tersebut


(pasal 1320 KUHPerdata)
Ini merupakan faktor penghambat terlaksananya perjanjian, karna
merupakan poin penting dari pelaksanaan perjanjian tersebut, perjanjian
yang tidak melengkapi syaratnya, dapat terancam dibatalkan maupun
dibatalkan demi hukum

b. Perjanjian tersebut tidak mengandung sesuatu hal tertentu.


Mengapa ini dapat dijadikan penghambat dilaksanakan perjanjian,
dikarenakan adalah bahwa perjanjian tersebut dapat dikatakan tidak dapat
dilaksanakan karena tidak jelas apa yang diperjanjikan atau dengan katalain
perjanjian tersebut tidak terang apa yang dijanjikan masing-masing pihak.

5
c. Perjanjian tersebut tidak halal
Perjanjian tidak halal disini dimaksudkan adalah bahwa perjanjian yang akan
dilaksanakan tersebut berisikan pertentangan yang dapat melanggar hukum
atau tindakan-tindak kesusilaan, keadaan ini seketika mampu dilihat oleh
hakim yang mengawasi perjanjian

d. Kekurangan dari syarat subyektif suatu perjanjian


Disini ditekankan kepada kepentingan seseorang, yang mana dimisalkan
ketidak cakapan dalam melaksanakan perjanjian tersebut menurut undang-
undang, karna itu, dalam halnya kekurangan syarat subyektif ini, undang-
undang member penyerahan kepada para pihak atas perjanjian ini yang akan
dibatalkan atau tidak, jelas perjanjian tersebut terhambat pelaksanaannya

e. Adanya perizinan tidak bebas


Disini perizinan yang tidak bebas yang kenal dalam Hukum Perjanjian adalah
paksaan (dwang), Khilaf (dwaling), Tipuan (bedrog) dan jelas perjanjian
dapat terhambat karnanya

f. Wanprestasi
Merupakan kelalaian atau kealpaan dari seorang debitur yang dalam
pelaksanaan tidak mampu memenuhi perjanjian tersebut, akibatnya
perjanjian yang tidak terlaksana atau perjanjian tersebut dibatalkan

g. Keadaan Memaksa ( Overmacht)

Keadaan memaksa adalah Buku III KUHPerdata tidak memuat suatu


ketentuan apa yang dimaksud dengan “keadaan memaksa”. Pasal 1244
KUHPerdata menyebutnya “keadaan memaksa” dengan sebab yang halal,
Pengaturan tentang keadaan memaksa banyak dijumpai pada ketentuan
ketentuan mengenai ganti kerugian (Pasal 1244 dan Pasal 1245
KUHPerdata), karena menurut pembentuk undang undang, keadaan

6
memaksa itu adalah suatu alasan pembenar (recht- vaardiginggound) untuk
membebaskan seseorang dari kewajiban membayar ganti kerugian, Dengan
demikian hanya debitur yang dapat mengemukan adanya keadaan memaksa,
apabila setelah dibuat suatu perjanjian, timbul suatu keadaan yang tidak
diduga akan terjadi, dan keadaan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan
kepadanya, namun, disini dapat menimbulkan tidak terlaksananya perjanjian
yang tidak mampu dilaksanakan karna ada hal yang tidak terduga dalam
ingin melaksanakan

3. Prestasi Dan Wanprestasi


Prestasi adalah kewajiban yang harus dilaksanakan. Prestasi merupakan objek
(voodwerp) perikatan. Dalam ilmu hukum kewajiban adalah suatu beban yang
ditanggung oleh seseorang yang bersifat kontraktual/perjanjian (perikatan). Hak dan
kewajiban dapat timbul apabila terjadi hubungan antara 2 pihak yang berdasarkan
pada suatu kontrak atau perjanjian (perikatan). Jadi selama hubungan hukum yang
lahir dari perjanjian itu belum berakhir, maka pada salah satu pihak ada beban
kontraktual ada keharusan atau kewajiban untuk memenuhinya (prestasi).
selanjutnya kewajiban tidak selalu muncul sebagai akibat adanya kontrak melainkan
dapat pula muncul dari peraturan hukum yang telah ditentukan oleh lembaga yang
berwenang.
Bentuk- bentuk dari prestasi sendiri adalah :
a. Berbuat sesuatu
b. Memberikan sesuatu
c. Tidak berbuat sesuatu
ketiga prestasi diatas mengandung 2 unsur penting :
a. sehubungan dengan persoalan tanggung jawab hukum atas
pelaksanaan prestasi tsb oleh pihak yang berkewajiban (schuld)
b. sehubungan dengan pertangg ung jawaban pemenuhan tanpa
memperhatikan siapa pihak yang berkewajiban utk memenuhi
kewajiban tsb (Haftung)

7
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksankan kewajiban
sebagaimana ditentukan dalam perjanjian, apabila si debitur tidak melakukan apa
yang ia janjikan pada si kreditur, maka ia dikatakan wanprestasi, atau alpa dalam
perjanjian maupun ingkar janji, Wanprestasi berasal dari bahasa belanda yakni
berarti prestasi buruk, dan dibandingkan dengan “wanbeheer” yakni pengurusaan
buruk.
Wanprestasi sendiri bisa berupa empat macam:
a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
b. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak semesti apa yang
dijanjikan sebelumnya
c. melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
d. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya

Akibat kelalaian atau kealpaan si debitur, akan diancam beberapa sanksi


hukuman, hukuman atau akibat yang akan diperoleh debitur adalah ada empat
macam yaitu:
a. pertama : memenuhi perjanjian
b. kedua : memenuhi perjanjian dengan, membayar kerugian yang
diderita kreditur atau (ganti rugi)
c. ketiga : pembatalan perjanjian
d. keempat : peralihan resiko
e. kelima : membayar biaya perkara, jika dibawa kehadapan pengadilan.
Lazimnya, wanprestasi sebab oleh beberapa kemungkinan yang dialami oleh debitur
atau dengan kata ada karna dua alasan, yaitu pertama, karena kesalahan debitur
yang ia sengaja atau kelalaian yang ia perbuat. Kedua, karena keadaan memaksa
(force majeur) yang merupakan suatu keadaan ia tidak dapat memenuhi prestasi
yang ia buat dikarena keadaan yang bukan karena dirinya atau bukan karena
kesalahannya, karena tidak dapat diprediksi peristiwa tersebut lahir saat perjanjian
itu dibuat, dari sini akan melahirkan yang dinamakan resiko kewajiban memikul
kerugian sebagai akibat dari keadaan memaksa

8
4. Keadaan Memaksa ( Overmacht atau Force Majeur)

Keadaan memaksa atau overmacht atau force majeure adalah suatu


keadaan di luar kendali manusia yang terjadi setelah diadakannya perjanjian, yang
menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya kepada kreditur. Sedangkan
menurut R. Setiawan, SH, yang dimaksud dengan keadaan memaksa adalah suatu
keadaan yang terjadi setelah dibuatnya persetujuan, yang menghalangi debitur
untuk memenuhi prestasinya, di mana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak
harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan
dibuat.
Dengan demikian jelaslah bahwa atas dasar keadaan memaksa ini, debitur tidak
dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung resiko. Keadaan memaksa diatur
dalam pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata, yang berbunyi sebagai berikut :
 Pasal 1244 KUH Perdata : "Jika ada alasan untuk itu, si berhutang harus
dihukum mengganti biaya, rugi, dan bunga apabila ia tidak dapat
membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat
dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun
tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad
buruk tidaklah ada pada pihaknya".
 Pasal 1245 KUH Perdata : "Tidaklah biaya rugi dan bunga, harus
digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian
tak disengaja di berutang beralangan memberikan atau berbuat sesuatu
yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan
perbuatan yang dilarang".
Jadi, berdasarkan pasal 1244 dan pasal 1245 KUH Perdata, apabila debitur dapat
membuktikan dirinya dalam keadaan overmacht tersebut, maka di pengadilan
gugatan pihak kreditur dapat ditolak dan bahkan tidak dapat dikabulkan ganti rugi,
biaya, dan bunga. Dengan perkataan lain keadaan memaksa (overmacht)
menghentikan berlakunya suatu perjanjian dan menimbulkan berbagai akibat, yaitu :
a. Kreditur tidak lagi dapat meminta pemenuhan prestasi.

9
b. Debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai, dan karenanya tidak wajib
membayar ganti rugi
c. Resiko tidak beralih kepada debitur.
d. Kreditur tidak dapat menuntut pembatalan pada perjanjian timbal balik.
Pengertian keadaan memaksa (overmacht) dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
a. Keadaan memaksa (overmacht) yang absolut (mutlak), dalam arti bahwa
dalam perjanjian tidak mungkin lagi debitur melaksanakan perjanjian
tersebut.
b. Keadaan memaksa (overmacht) yang relatif (tidak mutlak), dalam arti bahwa
dalam perjanjian tersebut masih mungkin bagi pihak debitur untuk
melaksanakan perjanjian tersebut.
Suatu peristiwa dapat dikatakan sebagai keadaan memaksa, apabila
memenuhi unsur-unsur keadaan memaksa, yaitu :
 Keadaan yang menimbulkan keadaan memaksa tersebut harus terjadi setelah
dibuatnya perjanjian.
 Keadaan yang menghalangi pemenuhan prestasi harus mengenai prestasinya
sendiri.
 Keadaan yang menghalangi pemenuhan prestasi harus mengenai prestasinya
sendiri.
 Peristiwa yang terjadi yang menghalangi pemenuhan prestasi tersebut di luar
kendali debitur.

Berkaitan dengan keadaan memaksa ini, dikenal adanya teori tentang keadaan
memaksa, yaitu :
 Teori Subyektif. Menurut teori subyektif, keadaan memaksa terjadi apabila
karena suatu keadaan tertentu debitur yang bersangkutan tidak dapat
memenuhi prestasinya dikarenakan lebih memilih untuk menyelamatkan
kepentingan pribadinya. Contoh : A adalah pemilik perusahaan dan harus
menyerahkan sejumlah barang kepada B, karena adanya kenaikan harga

10
bahan baku yang berlipat-lipat akibat melemahnya nilai tukar mata uang,
sehingga apabila A harus memenuhi prestasinya ia akan menjadi bangkrut.
Dalam kondisi seperti ini, teori subyektif membenarkan adanya suatu
keadaan memaksa.
 Teori Obyektif. Menurut teori obyektif, keadaan memaksa terjadi karena
adanya suatu keadaan tertentu yang mengakibatkan setiap orang mutlak
tidak dapat memenuhi prestasinya. Misalnya, terjadinya bencana alam.
 Inspannings Theorie, yang dikemukakan oleh Houning. Dalam teori ini
dikemukakan, bahwa keadaan memaksa atau overmacht diterima, apabila
debitur menunjukkan sikap yang telah berusaha sekuat tenaga untuk
memenuhi perjanjian dan dalam hal ini tidak mengakui adanya keadaan
memaksa (overmacht) yang absolut. Hanya saja teori ini kurang memuaskan,
karena dirasa tidak ada kepastian, sebab debitur harus membuktikan bahwa
ia telah berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi perjanjian.

Keadaan memaksa dapat bersifat tetap dan sementara. Jika keadaan memaksa
bersifat tetap, maka berlakunya perjanjian berhenti sama sekali. Sedangkan keadaan
memaksa yang bersifat sementara berlakunya perjanjian ditunda, setelah kejadian
keadaan memaksa tersebut hilang, maka perjanjian akan berlaku kembali. Dewasa
ini para ahli hukum dan praktisi hukum sepakat bahwa kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah yang mempengaruhi keadaan tertentu dianggap sebagai kondisi
keadaan memaksa atau overmacht atau force majeur.

11
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan.
Jadi, Suatu perjanjian, merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada seorang lain, atau dimana dua orang Saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu, yang mana pelaksanaannya adalah semua perjanjian tersebut dilaksanakan
atas norma-norma kepatutan, kesusilaan atau bisa katakana harus pada rel yang
benar. Lalu adanya banyak faktor penghambat dari pelaksanaan suatu perjanjian
tersebut, yang mana diantaranya adalah:
a. Tidak lengkapnya syarat-syarat yang sah atas suatu perjanjian tersebut
(pasal 1320 KUHPerdata)
b. Perjanjian tersebut tidak mengandung sesuatu hal tertentu.
c. Perjanjian tersebut tidak halal
d. Kekurangan dari syarat subyektif suatu perjanjian
e. Adanya perizinan tidak bebas
f. Wanprestasi
g. Keadaan Memaksa ( Overmacht).

Serta, ada prestasi yang berarti kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur kepada
kreditur, yang memilki bentuk berupa sesuatu, memberikan sesuatu dan tidak
memberikan tidak sesuatu, merupakan bentuk-bentuk dari prestasi yang harus
dipenuh oleh debitur, lalu jika ada prestasi, pasti ada wanprestasi yang merupakan
kelalaian atau kealpaan seorang debitur dalam pelaksanaan kewajibanya, yang
mana akibatnya adalah:
Akibat kelalaian atau kealpaan si debitur, akan diancam beberapa sanksi
hukuman, hukuman atau akibat yang akan diperoleh debitur adalah ada empat
macam yaitu:
pertama : memenuhi perjanjian
kedua : memenuhi perjanjian dengan, membayar kerugian yang diderita
kreditur atau (ganti rugi)
ketiga : pembatalan perjanjian

12
keempat : peralihan resiko
kelima : membayar biaya perkara, jika dibawa kehadapan pengadilan
itu semua merupakan akibat yang didapat oleh debitur jika terbukti melakukan
wanprestasi itu, namun jika terjadi overmacht atau keadaan memaksa, yakni suatu
keadaaan yang tidak mampu diprediksi oleh debitur akan terjadi dan membuat ia
tidak dapat memenuhi prestasi tersebut, dinamakan dengan overmacht.
Pengertian keadaan memaksa (overmacht) dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
c. Keadaan memaksa (overmacht) yang absolut (mutlak), dalam arti bahwa
dalam perjanjian tidak mungkin lagi debitur melaksanakan perjanjian
tersebut.
d. Keadaan memaksa (overmacht) yang relatif (tidak mutlak), dalam arti bahwa
dalam perjanjian tersebut masih mungkin bagi pihak debitur untuk
melaksanakan perjanjian tersebut.

2. Saran
Kami mengharapkan saudara yang membaca makalah ini, dapat memahami dan
menambah kekurangan kami dalam pembuatannya, karna kami sadar kami sedang
belajar dan masih banyak kekurangan, sekiranya mohon dimaafkan, semoga
bermanfaat dan menjadi refrensi yang baik kedepannya dalam hal aspek
pelaksanaan perjanjian tersebut.

13
Daftar Pustaka

Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermesa, Jakarta, 1992


Iwan Anggoro Warsito, Hukum Perdata Indonesia dalam Teori, Praktek dan
Perkembanganya, Pohon Cahaya,2016

14

Anda mungkin juga menyukai