KELOMPOK 7
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………....……………………………………
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Didalam pelaksanaan suatu perjanjian, perlu diperhatikan banyak hal agar
perjanjian tersebut dapat diselenggarakan, banyak faktor yang bisa mendukung
terlaksana perjanjian dan ada pasti juga ada faktor yang menghambat terlaksananya
perjanjian, perjanjian merupakan suatu peristiwa seseorang mengikat dirinya
dengan orang lain yang bertujuan untuk memenuhi suatu tujuan atau prestasi,
mereka mengikat dirinya untuk melakukan suatu hal yang mereka rasa sangat perlu,
dengan ada kata sepakat tadi, serta dengan ada sebab yang ingin mereka
pergunakan, maka syarat-syarat dari perjanjian tersebut terbentuk dan bisa jadi
perjanjian tersebut sudah terlahir dan mengikat kedua subyeknya tersebut.
Biasanya, perjanjian yang sudah lahir dapat menimbulkan dua akibat hukum,
prestasi dan wanprestasi tersebut, jika prestasi yang ditimbulkan akibat tercapainya
perjanjian tadi, maka perjanjian tersebut tercapai dalam pelaksanaannya dan dapat
dikatakan perjanjian tersebut tercapai sesuai harapan, lalu apa yang terjadi jika itu
Wanprestasi, bisa dikatakan didalam bahwa perjanjian tersebut tidak terlaksana dan
perjanjian tersebut tidak mampu dipenuhi oleh subyek hukumnya tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan dari suatu perjanjian ?
2. Apa saja penghambat dari pelaksanaan suatu perjanjian ?
3. Apa itu Prestasi dan Wanprestasi ?
4. Apa itu Overmacht ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
sungguh-sungguh pemilik sendiri dari yang ia belinya itu. Sedangkan didalam hukum
benda, istilah itikad baik tersebut merujuk pada kejujuran dan bersih. Sipembeli
yang beritikad baik adalah orang yang jujur dan bersih. Ia tidak mengetahui adanya
cacad-cacad yang melekat pada barang yang ia belinya, cacad disini diartikan
sebagai asal usul dari benda tersebut.
Yang dimaksud disini, pelaksanaannya adalah semua perjanjian tersebut
dilaksanakan atas norma-norma kepatutan, kesusilaan atau bisa katakana harus
pada rel yang benar.
5
c. Perjanjian tersebut tidak halal
Perjanjian tidak halal disini dimaksudkan adalah bahwa perjanjian yang akan
dilaksanakan tersebut berisikan pertentangan yang dapat melanggar hukum
atau tindakan-tindak kesusilaan, keadaan ini seketika mampu dilihat oleh
hakim yang mengawasi perjanjian
f. Wanprestasi
Merupakan kelalaian atau kealpaan dari seorang debitur yang dalam
pelaksanaan tidak mampu memenuhi perjanjian tersebut, akibatnya
perjanjian yang tidak terlaksana atau perjanjian tersebut dibatalkan
6
memaksa itu adalah suatu alasan pembenar (recht- vaardiginggound) untuk
membebaskan seseorang dari kewajiban membayar ganti kerugian, Dengan
demikian hanya debitur yang dapat mengemukan adanya keadaan memaksa,
apabila setelah dibuat suatu perjanjian, timbul suatu keadaan yang tidak
diduga akan terjadi, dan keadaan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan
kepadanya, namun, disini dapat menimbulkan tidak terlaksananya perjanjian
yang tidak mampu dilaksanakan karna ada hal yang tidak terduga dalam
ingin melaksanakan
7
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksankan kewajiban
sebagaimana ditentukan dalam perjanjian, apabila si debitur tidak melakukan apa
yang ia janjikan pada si kreditur, maka ia dikatakan wanprestasi, atau alpa dalam
perjanjian maupun ingkar janji, Wanprestasi berasal dari bahasa belanda yakni
berarti prestasi buruk, dan dibandingkan dengan “wanbeheer” yakni pengurusaan
buruk.
Wanprestasi sendiri bisa berupa empat macam:
a. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
b. melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak semesti apa yang
dijanjikan sebelumnya
c. melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
d. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
8
4. Keadaan Memaksa ( Overmacht atau Force Majeur)
9
b. Debitur tidak lagi dapat dinyatakan lalai, dan karenanya tidak wajib
membayar ganti rugi
c. Resiko tidak beralih kepada debitur.
d. Kreditur tidak dapat menuntut pembatalan pada perjanjian timbal balik.
Pengertian keadaan memaksa (overmacht) dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
a. Keadaan memaksa (overmacht) yang absolut (mutlak), dalam arti bahwa
dalam perjanjian tidak mungkin lagi debitur melaksanakan perjanjian
tersebut.
b. Keadaan memaksa (overmacht) yang relatif (tidak mutlak), dalam arti bahwa
dalam perjanjian tersebut masih mungkin bagi pihak debitur untuk
melaksanakan perjanjian tersebut.
Suatu peristiwa dapat dikatakan sebagai keadaan memaksa, apabila
memenuhi unsur-unsur keadaan memaksa, yaitu :
Keadaan yang menimbulkan keadaan memaksa tersebut harus terjadi setelah
dibuatnya perjanjian.
Keadaan yang menghalangi pemenuhan prestasi harus mengenai prestasinya
sendiri.
Keadaan yang menghalangi pemenuhan prestasi harus mengenai prestasinya
sendiri.
Peristiwa yang terjadi yang menghalangi pemenuhan prestasi tersebut di luar
kendali debitur.
Berkaitan dengan keadaan memaksa ini, dikenal adanya teori tentang keadaan
memaksa, yaitu :
Teori Subyektif. Menurut teori subyektif, keadaan memaksa terjadi apabila
karena suatu keadaan tertentu debitur yang bersangkutan tidak dapat
memenuhi prestasinya dikarenakan lebih memilih untuk menyelamatkan
kepentingan pribadinya. Contoh : A adalah pemilik perusahaan dan harus
menyerahkan sejumlah barang kepada B, karena adanya kenaikan harga
10
bahan baku yang berlipat-lipat akibat melemahnya nilai tukar mata uang,
sehingga apabila A harus memenuhi prestasinya ia akan menjadi bangkrut.
Dalam kondisi seperti ini, teori subyektif membenarkan adanya suatu
keadaan memaksa.
Teori Obyektif. Menurut teori obyektif, keadaan memaksa terjadi karena
adanya suatu keadaan tertentu yang mengakibatkan setiap orang mutlak
tidak dapat memenuhi prestasinya. Misalnya, terjadinya bencana alam.
Inspannings Theorie, yang dikemukakan oleh Houning. Dalam teori ini
dikemukakan, bahwa keadaan memaksa atau overmacht diterima, apabila
debitur menunjukkan sikap yang telah berusaha sekuat tenaga untuk
memenuhi perjanjian dan dalam hal ini tidak mengakui adanya keadaan
memaksa (overmacht) yang absolut. Hanya saja teori ini kurang memuaskan,
karena dirasa tidak ada kepastian, sebab debitur harus membuktikan bahwa
ia telah berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi perjanjian.
Keadaan memaksa dapat bersifat tetap dan sementara. Jika keadaan memaksa
bersifat tetap, maka berlakunya perjanjian berhenti sama sekali. Sedangkan keadaan
memaksa yang bersifat sementara berlakunya perjanjian ditunda, setelah kejadian
keadaan memaksa tersebut hilang, maka perjanjian akan berlaku kembali. Dewasa
ini para ahli hukum dan praktisi hukum sepakat bahwa kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah yang mempengaruhi keadaan tertentu dianggap sebagai kondisi
keadaan memaksa atau overmacht atau force majeur.
11
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan.
Jadi, Suatu perjanjian, merupakan suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada seorang lain, atau dimana dua orang Saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu, yang mana pelaksanaannya adalah semua perjanjian tersebut dilaksanakan
atas norma-norma kepatutan, kesusilaan atau bisa katakana harus pada rel yang
benar. Lalu adanya banyak faktor penghambat dari pelaksanaan suatu perjanjian
tersebut, yang mana diantaranya adalah:
a. Tidak lengkapnya syarat-syarat yang sah atas suatu perjanjian tersebut
(pasal 1320 KUHPerdata)
b. Perjanjian tersebut tidak mengandung sesuatu hal tertentu.
c. Perjanjian tersebut tidak halal
d. Kekurangan dari syarat subyektif suatu perjanjian
e. Adanya perizinan tidak bebas
f. Wanprestasi
g. Keadaan Memaksa ( Overmacht).
Serta, ada prestasi yang berarti kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitur kepada
kreditur, yang memilki bentuk berupa sesuatu, memberikan sesuatu dan tidak
memberikan tidak sesuatu, merupakan bentuk-bentuk dari prestasi yang harus
dipenuh oleh debitur, lalu jika ada prestasi, pasti ada wanprestasi yang merupakan
kelalaian atau kealpaan seorang debitur dalam pelaksanaan kewajibanya, yang
mana akibatnya adalah:
Akibat kelalaian atau kealpaan si debitur, akan diancam beberapa sanksi
hukuman, hukuman atau akibat yang akan diperoleh debitur adalah ada empat
macam yaitu:
pertama : memenuhi perjanjian
kedua : memenuhi perjanjian dengan, membayar kerugian yang diderita
kreditur atau (ganti rugi)
ketiga : pembatalan perjanjian
12
keempat : peralihan resiko
kelima : membayar biaya perkara, jika dibawa kehadapan pengadilan
itu semua merupakan akibat yang didapat oleh debitur jika terbukti melakukan
wanprestasi itu, namun jika terjadi overmacht atau keadaan memaksa, yakni suatu
keadaaan yang tidak mampu diprediksi oleh debitur akan terjadi dan membuat ia
tidak dapat memenuhi prestasi tersebut, dinamakan dengan overmacht.
Pengertian keadaan memaksa (overmacht) dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
c. Keadaan memaksa (overmacht) yang absolut (mutlak), dalam arti bahwa
dalam perjanjian tidak mungkin lagi debitur melaksanakan perjanjian
tersebut.
d. Keadaan memaksa (overmacht) yang relatif (tidak mutlak), dalam arti bahwa
dalam perjanjian tersebut masih mungkin bagi pihak debitur untuk
melaksanakan perjanjian tersebut.
2. Saran
Kami mengharapkan saudara yang membaca makalah ini, dapat memahami dan
menambah kekurangan kami dalam pembuatannya, karna kami sadar kami sedang
belajar dan masih banyak kekurangan, sekiranya mohon dimaafkan, semoga
bermanfaat dan menjadi refrensi yang baik kedepannya dalam hal aspek
pelaksanaan perjanjian tersebut.
13
Daftar Pustaka
14