Anda di halaman 1dari 19

DESKRIPSI MATERI

PERTEMUAN KE-4 :
PRESTASI DAN WANPRESTASI
Mata Kuliah Hukum Perikatan.

PENGANTAR:
Buku II KUH Pdt atau BW terdari dari suatu bagian umum dan bagian khusus.

Bagian umum bab I sampai dengan bab IV, memuat peraturan-peraturan yang berlaku

bagi perikatan pada umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya

perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Buku III KUH Pdt menganut azas

“kebebasan berkontrak” dalam membuat perjanjian, asal tidak melanggar ketentuan

apa saja, asal tidak melanggar ketentuan Undang-Undang, ketertiban umum dan

kesusilaan. Azas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 KUH Pdt yang menyatakan

bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi

mereka yang membuatnya. Yang dimaksud dengan pasal ini adalah bahwa semua

perjanjian “mengikat” kedua belah pihak.

Dalam pelaksanaan hukum perikatan di Indonesia sebagian ada yang yang


memenuhi prestasi sebagian pula ada yang tidak memenuhi prestasi atau wanprestasi
atau cacat hukum.Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya
hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk
memberikan ganti rugi sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun
yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Hak yang dirugikan diperbolehkan
menuntuk pihak yang melakukan wanprestasi yaitu dengan membayar kerugian yang
diderita oleh kreditur atau dengan singkat dinamakan ganti-rugi, pembatalan perjanjian
atau juga dinamakan pemecahan perjanjian, peralihan resiko, membayar biaya perkara,
kalau sampai diperkarakan di depan hakim.

1
TUJUAN PERKULIAHAN:

Setelah mempelajari materi perkuliahan, mahasiswa mampu:

1. Memahami dan menjelaskan tentang Prestasi


2. Memahami dan menjelaskan tentang Wanprestasi

URAIAN MATERI:

A. Prestasi

Pemenuhan prestasi merupakan hakikat dari suatu perikatan. Kewajiban memenuhi

prestasi dari debitur selalui disertai dengan tanggung jawab (liability), artinya debitur

mempertaruhkan harta kekayaannya sebagai jaminan pemenuhan hutangnya kepada

kreditur. Menurut ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata, semua harta

kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun

yang akan ada menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur, jaminan

semacam ini disebut jaminan umum.

Pada prakteknya tanggung jawab berupa jaminan harta kekayaan ini dapat dibatasi

sampai jumlah yang menjadi kewajiban debitur untuk memenuhinya yang disebutkan

secara khusus dan tertentu dalam perjanjian, ataupun hakim dapat menetapkan batas-

batas yang layak atau patut dalam keputusannya. Jaminan harta kekayaan yang dibatasi

ini disebut jaminan khusus. Artinya jaminan khusus itu hanya mengenai benda tertentu

saja yang nilainya sepadan dengan nilai hutang debitur, misalnya rumah,kendaraan

bermotor. Bila debitur tidak dapat memenuhi prestasinya maka benda yang menjadi

jaminan khusus inilah yang dapat diuangkan untuk memenuhi hutang debitur.

2
Prestasi merupakan sebuah esensi daripada suatu perikatan. Apabila esensi ini tercapai

dalam arti dipenuhi oleh debitur maka perikatan itu berakhir. Agar esensi itu dapat

tercapai yang artinya kewajiban tersebut dipenuhi oleh debitur maka harus diketahui

sifat-sifat dari prestasi tersebut ,yakni:

1. Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan

Dalam Pasal 1320 sub 3 BW menyebutkan sebagai unsur terjadinya persetujuan

suatu obyek tertentu, tetapi hendaknya ditafsirkan sebagai dapat ditentukan.

Karena perikatan dengan obyek yang dapat ditentukan diakui sah. Sebagai

contoh yaitu Pasal 1465 BW yang menetukan bahwa pada jual beli harganya

dapat ditentukan oleh pihak ketiga. Perikatan adalah tidak sah jika obyeknya

tidak tertentu atau tidak dapat ditentukan. Misalnya, sesorang menerima tugas

untuk membangun sebuah rumah tanpa disebutkan bagaimana bentuknya dan

berapa luasnya.

2. Harus mungkin

Dahulu untuk berlakunya perikatan disyaratkan juga prestasinya harus mungkin

untuk dilaksanakan. Sehubungan dengan itu dibedakan antara

ketidakmungkinan obyektif dan ketidakmungkinan subyektif. Pada

ketidakmungkinan obyektif tidak akan timbul perikatan sedangkan pada

ketidakmungkinan subyektif tidak menghalangi terjadinya perikatan. Prestasi

pada ketidakmungkinan obyektif tidak dapat dilaksanakan oleh siapapun.

Contoh : prestasinya berupa menempuh jarak Semarang – Jakarta dengan mobil

dalam waktu 3 jam.

3
Perbedaan antara ketidakmungkinan obyektif dengan ketidakmungkinan

subyektif yaitu terletak pada pemikiran bahwa dalam hal ketidakmungkinan

pada contoh pertama setiap orang mengetahui bahwa prestasi tidak mungkin

dilaksanakan dan karena kreditur tidak dapat mengharapkan pemenuhan

prestasi tersebut. Sedangkan dalam contoh kedua, ketidakmungkinan itu hanya

diketahui oleh debitur yang bersangkutan saja.

3. Harus diperbolehkan (halal)

Menurut Pasal 1335 dan 1337 BW, persetujuan tidak akan menimbulkan

perikatan jika obyeknya bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan

atau jika dilarang oleh undang-undang. Pasal 23 AB menentukan bahwa semua

perbuatan-perbuatan dan persetujuan- persetujuan adalah batal jika

bertentangan dengan undang-undang yang menyangkut ketertiban umum atau

kesusilaan. Di satu pihak Pasal 23 AB lebih luas daripada Pasal-pasal 1335 dan

1337 BW, karena selain perbuatan-perbuatan mencangkup juga persetujuan

akan tetapi di lain pihak lebih sempit karena kebatalannya hanya jika

bertentangan dengan undang-undang saja. Kesimpulannya bahwa 8 objek

perikatan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum,

dan kesusilaan.

4. Harus ada manfaatnya bagi kreditur

Artinya debitur dapat memanfaatkan prestasi tersebut.

5. Bisa terdiri dari suatu perbuatan atau serentetan perbuatan

4
B. WANPRESTASI

Semua subjek hukum baik manusia atau badan hukum dapat membuat suatu

persetujuan yang menimbulkan prikatan diantara pihak-pihak yang membuat

persetujuan tersebut. Persetujuan ini mempunyai kekuatan yang mengikat bagi para

pihak yang melakukan perjanjian tersebut sebagai mana yang diatur di dalam pasal

1338 KUH Perdata.

Di dalam perjanjian selalu ada dua subjek yaitu pihak yang berkewajiban untuk

melaksanakan suatu prestasi dan pihak yang berhak atas suatu prestasi.

Didalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh para

pihak tidak jarang pula debitur (nsabah) lalai melaksanakan kewajibannya atau

tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak melaksanakan seluruh prestasinya, hal

ini disebut wanprestasi.

Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “wanprestatie”

yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan

terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang

dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-

undang.

Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih

terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak

terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan.

5
Istilah mengenai wanprestasi ini terdaspat di berabgai istilah yaitu: “ingkar janji,

cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya.

Dengan adanya bermacam-macaam istilah mengenai wanprestsi ini, telah

menimbulkan kesimpang siuran dengan maksud aslinya yaitu “wanprestsi”. Ada

beberapa sarjana yang tetap menggunakan istilah “wanprestasi” dan memberi

pendapat tentang pengertian mengenai wanprestsi tersebut.

Dr. Wirjono Prodjodikoro SH, mengatakan bahwa wanprestasi adalah ketiadaan

suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus dilaksanakan

sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali daslam bahasa Indonesia dapat dipakai

istilah “pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk

wanprestasi”.1

Prof. R. Subekti, SH, mengemukakan bahwa “wanprestsi” itu adalah kelalaian

atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu:

1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.

2. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana yang

diperjanjikan.

3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,

4. Selakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan.

1Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Bandung: Sumur, hal 17

6
H. Mariam Darus Badrulzaman SH, mengatakan bahwa apabila debitur “karena

kesalahannya” tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka debitur itu

wanprestasi atau cidera janji. Kata karena salahnya sangat penting, oleh karena

dabitur tidak melaksanakan prestasi yang diperjanjikan sama sekali bukan karena

salahnya.2 (R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cet ke-IV (Jakarta: Pembimbing Masa,

1979), Hal 59.)

Menurut M.Yahya Harahap bahwa “wanprestasi” dapat dimaksudkan juga

sebagai pelaksanaan kewajuban yang tidak tepat pada waktunya atau dilaksankan

tidask selayaknya.3

Hal ini mengakibatkan apabila salah satu pihak tidak memnuhi atau tidak

melaksanakan isi perjanjian yang telah mereka sepakati atau yang telah mereka

buat maka yang telah melanggar isi perjajiab tersebut telah melakukan perbuatan

wanprestasi.

Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui maksud dari wanprestasi itu,

yaitu pengertian yang mengatakan bahwa seorang diakatakan melakukan

wanprestasi bilamana : “tidak memberikan prestasi sama sekali, telamabat

memberikan prestasi, melakukan prestsi tidak menurut ketentuan yang telah

ditetapkan dalam pejanjian”.

2R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cet ke-IV Jakarta: Pembimbing Masa, Hal 59

3M.yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1982), hal 60.

7
Faktor waktu dalam suatu perjanjian adalah sangat penting, karena dapat

dikatakan bahwa pada umumnya dalam suatu perjanjian kedua belah pihak

menginginkan agar ketentuan perjanjian itu dapat terlaksana secepat mungkin,

karena penentuan waktu pelaksanaan perjanjian itu sangat penting untuk

mengetahui tibanya waktu yang berkewajiban untuk menepati janjinya atau

melaksanakan suatu perjanjian yang telah disepakati.

Dengan demikian bahwa dalam setiap perjanjian prestasi merupakan suatu yang

wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perjanjian. Prests merupakan isi dari suatu

perjanjian, pabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah

ditentukan dalam perjanjian maka dikatakan wanprestasi.

Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya dan

membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk

menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi,

sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan

karena wanprestasi tersebut.

Macam-Macam Prestasi dan Wanprestasi

Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata, tiap-tiap perikatan adalah untuk

memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

Maka dari itu wujud prestasi itu berupa :

a. Memberikan Sesuatu

8
Dalam pasal 1235 dinyatakan :“Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan

sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan

kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak

rumah yang baik, sampai pada saat penyerahannya.

Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap

perjanjian-perjanjian tertentu, yang akibat-akibatnya mengenai hal ini

ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan”

Pasal ini menerangkan tentang perjanjian yang bersifat konsensual (yang lahir

pada saat tercapainya kesepakatan) yang objeknya adalah barang, dimana

sejak saat tercapainya kesepakatan tersebut, orang yang seharusnya

menyerahkan barang itu harus tetap merawat dengan baik barang tersebut

sebagaimana layaknya memelihara barang kepunyaan sendiri sama halnya

dengan merawat barang miliknya yang lain,yang tidak akan diserahkan

kepada orang lain.4

Kewajiban merawat dengan baik berlangsung sampai barang tersebut

diserahkan kepada orang yang harus menerimanya. Penyerahan dalam pasal

ini dapat berupa penyerahan nyata maupun penyerahan yuridis. 5

Contoh Perikatan Memberikan sesuatu :

4Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233
sampai 1456 BW, (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2008), hal. 5.

5J. Satrio, Hukum Perikatan, Bandung : Alumni, 1999, hal. 84.

9
Prestasi penjual untuk menyerahkan barang kepada pembeli

Prestasi pembeli untuk membayar harga barang yang dibeli

Prestasi majikan untuk memberi upah kepada buruh

b. Berbuat Sesuatu

Dalam melaksanakan prestasi ini debitur harus mematuhi apa yang telah

ditentukan dalam perikatan. Debitur bertanggung jawab atas perbuatannya

yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diperjanjikan oleh para pihak.

Namun bila ketentuan tersebut tidak diperjanjikan, maka disini berlaku

ukuran kelayakan atau kepatutan yang diakui dan berlaku dalam masyarakat.

Artinya sepatutnya berbuat sebagai seorang pekerja yang baik.

Contoh Perikatan Berbuat Sesuatu :

Prestasi buruh untuk bekerja pada majikan

Prestasi pengangkut untuk mengangkut barang angkutan ke tempat tujuan

c.Tidak Berbuat Sesuatu

Tidak berbuat sesuatu dalam suatu perikatan yakni berarti tidak melakukan

suatu perbuatan seperti yang telah diperjanjikan.Ibid. Jadi wujud prestasi di

sini adalah tidak melakukan perbuatan. Di sini kewajiban prestasinya bukan

sesuatu yang bersifat aktif, tetapi justru sebaliknya yaitu bersifat pasif yang

dapat berupa tidak berbuat sesuatu atau membiarkan sesuatu

10
berlangsung.6 Disini bila ada pihak yang berbuat tidak sesuai dengan

perikatan ini maka ia bertanggung jawab atas akibatnya.

Contoh Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu :

Prestasi tidak meniru merk perusahaan masing-masing

Prestasi tidak mendirikan pagar tembok yang tinggi yang dapat mengganggu

lingkungan

Wujud wanprestasi

Untuk menetapkan apakah seorang debitur itu telah melakukan wanprestasi

dapat diketahui melalui 3 keadaan berikut :

1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali

Artinya debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk

dipenuhi dalam suatu perjanjian atau tidak memenuhi kewajiban yang

ditetapkan undang-undang dalam perikatan yang timbul karena undang-

undang.

Contoh :

Contoh: A dan B telah sepakat untuk jual-beli motor dengan merek Snoopy

dengan harga Rp 13.000.000,00 yang penyerahannya akan dilaksanakan

pada Hari Minggu, Tanggal 25 Oktober 2011 pukul 10.00. Setelah A

menunggu lama, ternyata si B tidak datang sama sekali tanpa alasan yang

jelas.

6J.Satrio, Op. cit, hal. 52.

11
2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru

Artinya debitur melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau

apa yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi tidak sebagaimana mestinya

menurut kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau menurut kualitas

yang ditetapkan oleh undang-undang.

Contoh:

(Konteks contoh nomor 1). Si B datang tepat waktu, tapi membawa motor

Miu bukan merk Snoopy yang telah diperjanjikan sebelumnya.

3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya

Artinya debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat, waktu yang ditetapkan

dalam perjanjian tidak dipenuhi.

Contoh:
(Konteks contoh nomor 1). Si B datang pada hari itu membawa motor Snoopy,
namun datang pada jam 14.00.

Prof. Subekti menambah lagi keadaan tersebut di atas dengan “melakukan

sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya”.

Contoh:(Konteks contoh nomor 1). Si B datang tepat pukul 10.00 pada hari itu
dan membawa motor Snoopy, namun menyertakan si C sebagai pihak ketiga yang
sudah jelas-jelas dilarang dalam kesepakatan kedua belah pihak sebelumnya.

Untuk mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatu perjanjian,


kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan tepat
kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang diperjanjikan.

12
Ilmu hukum mengenal tiga macam wanprestasi, yaitu:

(http://achmadrhamzah.blogspot.co.id/2011/01/wanprestasi.html, diakses pada Jumat

25 Maret 2016)

1. Wanprestasi yang disengaja

Wanprestasi dianggap sengaja apabila debitor dapat dikatakan berbuat

sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, walaupun ia insaf bahwa tindakannya atau

tidak bertindaknya mengakibatkan wanprestasi.

Contoh : Dalam perjanjian peruntungan modal, dalam hal ini Burhan bersedia

menyerahkan modalnya kepada Perusahaan Andi yang bergerak di bidang

ekspor-impor dengan perjanjian bahwa setiap keuntungan akan dibagi kepada

Burhan sesuai modal yang diserahkan setiap bulannya. Tetapi setelah

beberapa bulan berjalan, ternyata si Andi tidak memenuhi prestasinya sama

sekali tanpa alasan yang jelas.

Wanprestasi yang disegaja mempengaruhi besarnya denda atau dan ganti rugi

(Pasal 1247 dan 1248 KUHPedata). Apabila seseorang berwanprestasi,

mungkin ia akan dituntut membayar ganti rugi, ditambah dengan biaya,

kerugian dan bunga.

2. Wanprestasi karena kesalahan

Wanprestasi karena kesalahan adalah akibat dari sikap debitor yang acuh tetap

acuh, atau debitor tidak melakukan usaha yang dapat diharapkan dari seorang

debitor, namun justru memilih melakukan suatu perbuatan atau mengambil

sikap diam (tidak bertindak).

13
Contoh : Dalam hal perjanjian pengangkutan barang, dimana Perusahaan

Pengangkutan Citra Lestari milik Badu mempunyai banyak orderan dalam

pengangkutan barang di berbagai daerah dan saat itu Perusahaan milik Badu

menerima orderan yang lebih besar dari biasanya karena tergiur dengan

keuntungan yang besar dengan menerima kesanggupan mengirim barang ke

berbagai daerah melebihi batas maksimum pengangkutan perusahaannya.

Disini ada pihak yang terpenuhi prestasinya dan juga ada pihak yang ditunda

prestasinya.

Dari contoh itu dapat dianalisa bahwa perusahaan milik Badu mempunyai

standarisasi dalam melakukan pengiriman barang setiap harinya, tapi karena

tergiur dengan keuntungan yang besar dan tidak mau memberikan satupun

orderan pengiriman barang kepada saingan-saingan perusahaannya, sehingga

Perusahaan pengangkutan barang milik Badu menerima order pengiriman

melebihi batas pengiriman perusahaannya. Akibatnya, walaupun terlambat

tiba, perusahaan Badu tetap dapat memenuhi prestasinya dengan disertai ganti

kerugian atas keterlambatan pengiriman, karena keteledoran perusahaan milik

Badu.

3. Wanprestasi tanpa kesalahan (Force Major dan Overmacht)

Yang dimaksud disini, undang-undang juga melihat kemungkinan terjadinya

keadaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitor.

14
Akibat wanprestasi yang dilakukan debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi

kreditur, sanksi atau akibat-akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi ada 4 macam,

yaitu:

1. Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (pasal 1243

KUH Perdata);

2. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (pasal 1267 KUH

Perdata);

3. Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237 ayat 2

KUH Perdata);

4. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181 ayat 1

HIR).

Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi

kewajibannya swbagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itiu karena ada

unsure salah padanya, maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat hokum

yang atas tuntutan dari kreditur bisa menimpa dirinya.

Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1236 dan 1243 dalam hal debitur

lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya kreditur berhak untuk menuntut

penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga. Selanjutnya

pasal 1237 mengatakan, bahwa sejak debitur lalai, maka resiko atas objek perikatan

menjadi tanggungan debitur. Yang ketiga adalah bahwa kalau perjanjian itu berupa

perjanjian timbale balik, maka berdasarkan pasal 1266 sekarang kreditur berhak untuk

menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti

rugi.7[10]

15
D. Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di Pengadilan

Di pengadilan, kreditur harus sebisa mungkin membuktikan bahwa lawannya

(debitur) tersebut telah melakukan wanprestasi, bukan overmacht. Begitu pula dengan

debitur, debitur harus meyakinkan hakim jika kesalahan bukan terletak padanya

dengan pembelaan seperti berikut:

1. Overmacht;

2. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya; dan

3. Kelalaian kreditur.

Jika debitur tidak terbukti melakukan wanprestasi, maka kreditur tidak bisa

menuntut apa-apa dari debitur tersebut.

Tetapi jika yang diucapkan kreditur di muka pengadilan terbukti, maka kreditur

dapat menuntut:

1. Menuntut hak pemenuhan perjanjian;

2. Menuntut hak pemenuhan perjanjian berikut dengan ganti rugi sesuai Pasal 1246 KUH

Perdata yang menyatakan, “biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur,

terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan keuntungan yang sedianya dapat

diperolehnya”. Berdasarkan pasal 1246 KUH Perdata tersebut, dalam wanprestasi,

penghitungan ganti rugi harus dapat diatur berdasarkan jenis dan jumlahnya secara

rinci seperti kerugian kreditur, keuntungan yang akan diperoleh sekiranya perjanjian

tesebut dipenuhi dan ganti rugi bunga (interst).8[13]

a. Ganti biaya yaitu mengganti pengeluranan yang dikeluarkan kreditur;

b. Ganti rugi yaitu mengganti barang-barang rusak; dan

16
c. Ganti bunga yaitu mengganti keuntungan yang seharusnya didapat.

3. Pembatalan perjanjian

Dalam hal pembatalan perjanjian, banyak pendapat yang mengemukakan bahwa

pembatalan ini dilakukan oleh hakim dengan mengeluarkan putusan yang bersifat

declaratoir. Hakim juga mempunyai suatu kekuasaan yang bernama “discretionair”,

artinya ia berwenang untuk menilai wanprestasi debitur. Apabila kelalaian itu

dianggapnya terlalu kecil, hakim berwenang untuk menolak pembatalan perjanjian

meski ganti rugi yang diminta harus dituluskan.

4. Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi;

5. Meminta/ menuntut ganti rugi saja.

Dan hak-hak yang dituntut oleh kreditur dicantumkan pada bagian petitum

dalam surat gugatan. Jika debitur tidak bisa membuktikan bahwa ia tidak melakukan

wanprestasi tersebut, maka biaya perkara seluruhnya dibayar oleh debitur.

F. Perbedaan Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Banyak yang mengira wanprestasi adalah bagian kesatuan dari perbuatan

melawan hukum, banyak praktisi hukum sekalipun menganggap bahwa wanprestasi

adalah perbuatan melawan hukum (genus spesific). Banyak kasus contohnya dalam

suatu perjanjian, si A meminjam uang kepada si B dengan dasar surat perjanjian,

kemudian A cidera janji atas perjanjian tersebut, kemudian B dengan banyak bicara

akan menuntut A ke pengadilan kemudian membuat surat gugatan. Hal ini salah besar

karena kita harus melihat kaidah kaidah hukum itu sendiri sebelum membuat surat

gugatan karena jika dicampur adukan akan menimbulkan kekeliruan posita, bisa saja A

dapat tuntutan karena perbuatan melawan hukum tapi bisa saja tidak, kembali lagi

17
kepada asas kebebasan berkontrak. Namun dalam perbuatan melawan hukum

timbulnya hak menuntut ketika melakukan perbuatan yang dilarang Undang- Undang.

Maka dari itu sebelum menuntut dan membuat surat gugatan anda perlu

mengetahui tentang perbedaan wanprestasi dan perbuatan melawan hokum

1. Wanprestasi bersumber dari suatu ikatan, adanya wanprestasi karena sebelumnya

ada suatu perjanjian yang mengharuskan melaksanakan suatu kewajiban, dikatakan

wanprestasi saat pihak yang memiliki kewajiban tersebut tidak dapat menjalankan

kewajibannya, sehingga penyelesaiannya dapat melalui jalur negosiasi, mediasi, atau

yang tertera sebelumnya pada perjanjian. Sedangkan perbuatan melawan hukum ialah

bersumber dari Undang-undang bukan berdasarkan perjanjian hasil persetujuan,

perbuatan melawan hukum berpatokan pada melawan hukum atau tidak sesuai dengan

hukum maka akibatnya hukuman pidana atau pertanggung jawaban perdata.

2. Pada wanprestasi pihak yang dirugikan tidak dapat langsung memberikan somasi

kepada pihak yang cidera janji, karena butuh proses untuk melihat perjanjian awal,

apakah dia cidera janji karena lalai atau tidak. sedangkan dalam Perbuatan melawan

hukum jika pihak yang dirugikan sesuai dengan ketentuan Undang undang hukum

positif maka bisa dapat langsung melaporkan kerugian tersebut kepada kepolisian.

3. Ganti rugi dalam wanprestasi (injury damage) yang dapat dituntut haruslah terinci dan

jelas. Sementara, dalam perbuatan melawan hukum, tuntutan ganti rugi sesuai dengan

ketentuan pasal 1265 KUHPerdata, tidak perlu menyebut ganti rugi bagaimana

bentuknya, tidak perlu perincian. Dengan demikian, tuntutan ganti rugi didasarkan

pada hitungan objektif dan konkrit yang meliputi materiil dan moril. Dapat juga

diperhitungkan jumlah ganti rugi berupa pemulihan kepada keadaan semula.

UJI PEMAHAMAN MATERI

PERTEMUAN 4: PRESTASI DAN WANPRESTASI

18
Mata Kuliah Hukum Perikatan

Nama : ______________________________________ )*

NIM : ______________________________________ )*

Mata Kuliah : Hukum Perikatan

)* : Diisi oleh Mahasiswa

PETUNJUK:

 Bacalah materi pertemuan ke-4, dengan topik: “Prestasi dan Wanprestasi”.


 Jawablah pertanyaan di bawah ini secara berurutan.
 Jawaban di tulis tangan sendiri, di atas kertas folio bergaris dikumpulkan saat
perkuliahan tatap muka di kelas

PERTANYAAN:

1. Apa yang dimaksud PRESTASI dalam hukum perikatan?


2. Berikan penjelasan mengenai 3 (tiga) jenis prestasi dalam hukum perikatan!
3. Salah satu yarat dari Prestasi adalah “dapat memberikan manfaat bagi debitur”.
Jelaskan maksud pernyataan tersebut dan berikan contohnya!
4. Dalam hal apa saja dapat terjadi Wanprestasi?
5. Berikan perbedaan antara Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum!

19

Anda mungkin juga menyukai