Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERJANJIAN SEWA BELI


Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perjanjian

Oleh:
Nurmala Ita (20170610141)
Kelas G
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa risalah islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan, sehingga dapat menjadi
bekal hidup baik di dunia maupun di akhirat.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perjanjian pada
Program Studi Ilmu Hukum di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis merasa
bahwa dalam menyusun makalah ini masih menemui beberapa kesulitan dan hambatan,
disamping itu penulis juga menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna dan masih banyak kekurangan-kekurangan lainnya, karena keterbatasan
maupun pengalaman penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Menyadari penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka
pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya
khususnya kepada Dosen Pengampu Priharti Yuniarlin, S.H., M.Hum.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang membutuhkan.

Yogyakarta, 10 Desember 2018

Nurmala Ita
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Perjanjian Sewa Beli
B. Subjek Perjanjian Sewa Beli
C. Objek Perjanjian Sewa Beli
D. Klausual dalam Perjanjian Sewa Beli
E. Lahirnya Perjanjian Sewa Beli
F. Berakhirnya Perjanjian Sewa Beli
G. Contoh Kasus Perjanjian Sewa Beli
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perikatan merupakan suatu hubungan hukum antara satu pihak dengan pihak
yang lain dalam hal lapangan harta kekayaan. Ruang lingkup perikatan adalah
untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dan memberikan sesuatu.
Adapun sumber perikatan yang tercantum dalam BW dalam pasal 1234 adalah :

1. Perjanjian

2. Undang-Undang, dibagi lagi menjadi 2 yaitu :

a. Kerana perbuatan manusia, dibagi menjadi 2 :

- Perbuatan menurut hukum

- Perbuatan melawan hukum

b. Undang-Undang saja

Perikatan yang bersumber dari perjanjian salah satu jenisnya adalah


perjanjian innominat atau perjanjian tidak bernama dimana nama dan
pengaturannya tidak terdapat dalam BW. Latar belakang lahirnya perjanjian
innominat ini karena adanya asas yaitu kebebasan berkontrak dari para pihak, jadi
para pihak bebas untuk :

a. Membuat suatu perjanjian atau tidak

b. Menentukan dengan siapa mereka akan membuat perjanjian (para pihak)

c. Menentukan isi perjanjian

d. Menentukan bentuk perjanjian, apakah tertulis ataupun lisan

Perjanjian seperti ini dapat dikatakan lahir karena kebiasaan dari masyarakat,
sehingga tidak jarang masyarakat menyebutkan bahwa salah satu sumber
perikatan adalah dari kebaiasaan, selain dari perjanjian dan undang-undang.
Perjanjian ini merupakan jawaban atas perkembangan masyarakat yang begitu
pesat sehingga menuntut adanya suatu inovasi ketika mereka melakukan
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perjanjian sewa beli dan dimana letak
pengaturannya?
2. Siapakah subjek dalam perjanjian sewa beli?
3. Apakah objek dalam perjanjian sewa beli?
4. Klausul apa saja yang terdapat dalam perjanjian sewa beli?
5. Kapan lahirnya suatu perjanjian sewa beli?
6. Kapan berakhirnya suatu perjanjian sewa beli?
7. Contoh kasus perjanjin sewa beli?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud perjanjian sewa beli dan dasar
hukumnya.
2. Untuk mengetahui siapakah subjek dan apakah objek dalam perjanjian sewa
beli.
3. Untuk mengetahui perbedaan perjanjain sewa beli dengan jual beli angsuran,
leasing, jual beli, dan sewa menyewa.
D. Manfaat
1. Memperdalam materi tentang hukum perjanjian khususnya perjanjian
innominat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
2. Memperdalam materi tentang perjanjian sewa beli sebagai suatu
perkembangan dari perikatan yang dilaksanakan oleh masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Perjanjian Sewa Beli

Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata telah memberikan kebebasan pada setiap


orang untuk membuat perjanjian. Hal ini erat kaitannya dengan asas kebebasan
berkontrak dalam membuat suatu perjanjian. Dari pasal tersebut maka pada
perkembangannya timbullah perjanjian-perjanjian dalam masyarakat yang tidak
diatur dalam KUHPerdata. Seperti perjanjian Sewa Beli atau dikenal dengan
istilah HUURKOOP.

Perjanjian sewa beli ini adalah jenis perjanjian tidak bernama (innominaat)
yang dalam Pasal 1319 KUHPerdata telah diberikan landasan yuridis mengenai
adanya perjanjian tidak bernama. Selain itu Perjanjian sewa beli yang merupakan
perjanjian innominaat ini haruslah tunduk pada ketentuan umum KUHPerdata
seperti dalam pasal 1337 KUHPerdata yang memberikan batasan bahwasanya
segala bentuk perjanjian diperbolehkan apabila tidak dilarang oleh undang-undang
atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.

Pengaturan mengenai Perjanjian sewa beli ini terdapat dalam Pasal 1 Surat
Keputusan Menteri Perdagangan Dan Koperasi Nomor 34/KP/II/1980 yang
menyebutkan bahwa sewa beli (Hire Purchase) merupakan sewa beli barang
dimana penjual melaksanakan penjualan barang dengan cara memperhitungkan
setiap pembayaran yang dilakukan oleh pembeli sebagai pelunasan atas harga
barang yang telah disepakati bersama dan diikat dalam suatu perjanjian, serta hak
milik atas barang tersebut baru beralih dari penjual kepada pembeli setelah
jumlahnya harganya dibayar lunas oleh pembeli kepada penjual.

Menurut Subekti, sewa beli sebenarnya semacam jual beli, setidak-tidaknya


sewa beli lebih mendekati jual beli daripada sewa menyewa, meskipun ia
merupakan campuran dari keduanya dan diberikan jual sewa menyewa. sedangkan
menurut Sri Soedewi Masychoen Sofwan, HIRE PUCHASE (HUUR KOOP),
ialah lembaga jaminan yang banyak terjadi dalam praktek di indonesia namun
sampai kini belum terdapat pengaturannya dalam undang-undang. Perjanjian sewa
beli adalah perjanjian dimana hak tersebut akan berakhir pada pembeli sewa jika
harga barang tersebut sudah dibayar lunas.

Menurut Wirjono Prodjodikoro sewa beli adalah pokoknya persetujuan di


namakan sewa menyewa barang dengan akibat bahwa si penerima tidak menjadi
pemilik, melainkan pemakai belaka, baru kalau uang sewa telah dibayar,
berjumlah sama dengan harga pembelian, si penyewa beralih menjadi pembeli
yaitu barangnya menjadi miliknya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa Perjanjian sewa beli merupakan


perjanjian campuran antara perjanjian jual beli dan sewa menyewa. Akan tetapi
perjanjian sewa beli lebih cenderung mengarah pada bentuk perjanjian jual beli
karena peralihan hak milik adalah hal yang menjadi pokok utamanya. Jadi tujuan
sewa beli adalah untuk menjual barang, bukan untuk menyewakan atau menjadi
penyewa barang.

B. Subjek Perjanjian Sewa Beli

Terdapat beberapa ahli yang menyebutnya dengan penjual dan pembeli atau
penyewa. Menurut Subekti, pihak pembeli menjadi penyewa terlebih dahulu dari
barang yang ingin dibelinya. Adapun kewajiban dari para pihak, yaitu sebagai
berikut :

1. Hak penjual :
a. Meminta dan menerima harga pembayaran atas angsuran objek yang
disewabelikan.
b. Menuntut ganti rugi dan membatalkan perjanjian, bilamana pihak
penyewa beli tidak membayar uang angsuran.
c. Menarik kembali objek dari pihak penyewa beli, bilamana ia
memindahtangankan kepada pihak ketiga atau menunggak membayar
angsuran.
2. Kewajiban penjual :
a. Menyerahkan objek perjanjian kepada penyewa beli.
b. Merawat barang yang akan disewabelikan itu sebaik-baiknya agar dapat
dipakai sebagaimana mestinya.
c. Menyerahkan hak milik sepenuhnya kepada pihak penyewa beli apabila
pembayaran harga objek yang disewabelikan telah lunas.

Selanjutnya hak dan kewajiban pihak penyewa beli atau pembeli sewa atau lazim
disebut pihak kedua.

1. Hak pembeli :
a. Mendapatkan barang yang disewabelinya dari pihak penjual beli
walaupun hak milik objek tersebut belum berpindah kepada pihak
pembeli sewa sampai harga objek tersebut di bayar lunas.
b. Menuntut pada pihak yang mempersewabelikan atas cacat yang
tersembunyi dari barang yang disewabelinya.
c. Memperoleh hak milik sepenuhnya atas objek yang disewabelinya
apabila pembayaran harga objek tersebut telah lunas sesuai yang
diperjanjikan.
2. Kewajiban pembeli :
a. Membayar uang panjar dan selanjutnya membayar uang angsuran lunas,
sesuai yang ditentukan dalam perjanjian.
b. Memelihara objek yang disewabelinya dan bertindak selaku bapak rumah
tangga yang baik dan tidak boleh memindahtangankan dalam bentuk
apapun sebelum angsuran dilunasi.

C. Objek Perjanjian Sewa Beli

Barang-barang yang boleh disewa belikan (hire purchase) adalah semua


barang niaga tahan lama yang baru dan tidak mengalami perubahan teknis, baik
berasal dari hasil produksi sendiri ataupun hasil produksi/perakitan (assembling)
lainnya di dalam negeri, kecuali apabila produksi dalam negeri belum
memungkinkan untuk itu. Contohnya : motor, mobil, dll.

D. Klausul dalam Perjanjian Sewa Beli

1. Klausula Eksonerasi
Klausula eksonerasi adalah klausula yang berisi pembatasan
pertanggungjawaban dari kreditur. Klausula ini bertujuan untuk
membebaskan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak terhadap
gugatan pihak lainnya dalam hal yang bersangkutan tidak atau tidak dengan
semestinya melaksanakan kewajibannya yang ditentukan dalam perjanjian
tersebut.
Klausula eksonerasi yang terdapat dalam perjanjian baku pada
umumnya terlihat pada ciri-ciri yang ada yaitu adanya pembatalan tanggung
jawab atau kewajiban salah satu pihak (kreditur) untuk membayar ganti rugi
kepada debitur. Badrulzaman mengemukakan ciri-ciri klausula eksonerasi
sebagai berikut :
a. Isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang relatif lebih kuat
dari debitur.
b. Debitur sama sekali tidak menentukan isi perjanjian.
c. Bentuknya tertulis.
d. Dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.
Ciri khas dari pranata sewa beli yaitu perjanjian bentuk tertulis,
meskipun bentuk tertulis bukanlah syarat untuk sahnya suatu perjanjian sewa
beli. Dari bentuk tertulis ini timbul perjanjian-perjanjian yang bentuk maupun
isinya telah dibuat oleh salah satu pihak. Biasanya pembuat perjanjian baku
ini adalah pelaku usaha/kreditur/penjual yang umumnya mempunyai posisi
tawar yang lebih kuat.
Kreditur menyodorkan bentuk perjanjian yang berwujud blanko atau
formulir dengan klausul-klausul yang sudah ada, kecuali mengenai harga,
cara pembayaran, jangka waktu, jenis barang, jumlah serta macamnya.
Klausul-kalusul tersebut ada yang berisi pembebasan atau pembatasan
tanggung jawab dari pihak yang membuat perjanjian, dalam hal ini pelaku
usaha yang ditujukan untuk melindungi kepentingan pihaknya dari resiko
yang mungkin dihadapinya, yang disebut klausula eksonerasi.
Klausula eksonerasi yang muncul dalam perjanjian sewa beli misalnya
klausula yang menyatakan bahwa kreditur tidak bertanggung jawab atas
segala kerusakan dan kehilangan. Klausula tersebut membatasi tanggung
jawab pelaku usaha/kreditur untuk membayar ganti rugi kepada
konsumen/debitur.
2. Klausul Risiko
Berpedoman pada perkara yang pernah di tangani oleh Pengadilan
Negeri Surabaya, menurut Subekti, risiko musnahnya barang dalam
perjanjian sewa beli ada pada pemilik barang karena selama biaya angsuran
belum dibayar secara lunas, hak milik belum berpindah kepada si penyewa
beli.

Namun dalam praktek lazim diperjanjikan bahwa peralihan risiko ada


pada si penyewa beli karena di penyewa beli dianggap wajib menjaga barang
yang di sewa belinya sampai adanya suatu pelunasan pembayaran atas barang
tersebut dan hak milik masih barada pada si pemilik barang walaupun
penguasaannya ada pada si penyewa beli. Apabila risiko terdapat pada
pembeli, maka hal ini akan memberikan jaminan kepada pihak penjual
dimana pihak pembeli tidak akan sesuka hati memperlakukan barang yang
berada dalam kekuasannya tersebut.

3. Klausul Penundaan Peralihan Hak Milik

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa hak milik beralih kepada
penyewa beli bila ia telah memenuhi semua kewajibannya berdasarkan
persetujuan pembelian (uit hoofde van de koopovereenkomst).
Saat peralihan hak milik dapat di sepakati antara kedua belah pihak,
dan dalam praktek hak milik berakhir setelah pembayaran angsuran telah
lunas.
Penyerahan barang biasanya di lakukan dengan suatu pernyataan saja,
karena barangnya sudah berada di dalam kekuasaan si pembeli dalam
kedudukannya sebagai penyewa cara penyerahan ini di namakan traditio
brevimanu (penyerahan dengan tangan pendek).

4. Klausul Larangan Memindahtangankan Objek Perjanjian


Dikarenakan sewa beli mensyaratkan bahwa pembayaran secara
angsuran dan selama proses angsuran hak milik masih ada pada pemilik
barang sampai angsuran tersebut lunas, barulah hak milik berpindah pada di
pembeli. Maka, dapat disimpulkan bahwa selama proses angsuran barang
tersebut, pembeli tidak dapat memindahtangankan barang atau objek
perjanjian. Apabila penyewa beli memindahtangankan barang atau objek
perjanjian selama masa angsuran, maka dapat dikatakan sebagai penggelapan
yang ketentuannya terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) pasal 372.
5. Klausul Penarikan Objek Perjanjian oleh Pihak Penjual
Hire-purchase Act 1965 memberikan ketentuan untuk melindungi
pihak yang lemah dalam hal ini si “penyewa beli” terhadap penyalah gunaan
kekuasaan si pemilik barang,. Larangan bagi pemilik barang untuk
mengambil kembali barangnya begitu saja kalau si penyewa menunggak
pembayarannya, apabila sudah lebih dari sepertiga harga telah diangsur maka
penuntutan pengembalian objek harus melalui perantara Hakim.

E. Lahirnya Perjanjian Sewa Beli

Kapan terjadinya perjanjian sewa beli ini tidak ditentukan dengan tegas.
Namun apabila melihat dari pasal 1320 KUH Perdata, saat terjadinya perjanjian
sewa beli ini adalah pada saat terjadinya persamaan kehendak atau kata sepakat
antara penjual dan pembeli atau penyewa. Dari sisi perjanjian formal terjadinya
perjanjian sewa beli adalah pada saat ditandatanganinya perjanjian sewa beli oleh
para pihak. Jadi, tetap mengacu pada ketentuan pasal 1320 KUH Perdata tentang
syarat sahnya perjanjian, yaitu :

1. Sepakat
2. Cakap
3. Objek Tertentu
4. Kausa Halal
Sejak terjadinya perjanjian tersebut maka timbulah hak dan kewajiban dari
para pihak, hak penjual adalah menerima uang pokok beserta angsuran setiap
bulannya dari pembeli atau penyewa sedangkan kewajiban penjual adalah
menyerahkan obyek sewa beli. Hak pembeli atau penyewa adalah menerima
barang yang disewabelikan setelah pelunasan terakhir sedangkan kewajiban
pembeli adalah membayar uang pokok, uang angsuran setiap bulannya dan
merawat barang yang disewabelikan tersebut.
F. Berakhirnya Perjanjian Sewa Beli

1. Pembayaran objek yang disewabelikan telah lunas sesuai yang telah


diperjanjikan.

2. Meninggalnya pembeli sewa namun tidak ada ahli waris yang melanjutkan.

3. Pembeli sewa jatuh pailit.

4. Dilakukan perampasan oleh pihak penjual sewa terhadap pihak lain, hal ini
terjadi karena pembeli sewa telah mengalihkan obyek sewa beli kepada pihak
lain.

5. Pihak kedua wanprestasi.

6. Adanya putusan pengadilan

G. Contoh Kasus
Putusan No. 2941/Pdt/1999 mengenai Perjanjian Sewa Beli
PT. UNITED TRACTORS dan Ny. Marina Situmorang melakukan
perjanjian sewa beli Bulldozer, merk Komatzu sebanyak 2 (dua) unit pada tanggal
26 September 1995 dengan harga keduanya ditambah dengan PPN 10% sejumlah
Rp 1.004.602.454.
Pembayaran dilakukan dengan membayar uang muka terlebih dahulu
sebesar Rp 9.825.000 sedang sisanya sebesar Rp 994.777.454 akan diangsur
dalam 18 bulan. Kemudian dalam pasal 4 ayat 1 perjanjian sewa beli disebut
“Pemillik akan menyerahkan Bulldozer yang disewa kepada penyewa dalam
keadaan siap pakai dst...”
Akan tetapi pada kenyataan Bulldozer yang diserahkan kepada Ny. Marina
Situmorang tidak dilengkapi dengan alat penarik atau disebut namanya WINS,
atas ketidaklengkapan Bulldozer tersebut PT. UNITED TRACTORS akan segera
mengirimnya kelokasi proyek Ny. Marina Situmorang.
Setelah Bulldozer tersebut dikirim di lokasi proyek ke 2 (dua) unit
Bulldozer tersebut tidak bisa dioperasikan langsung oleh Ny. Marina S karena
tidak ada alat penariknya, beberapa hari kemudian alat penarik tersebut baru
dikirim. Akan tetapi setelah beberapa hari dioperasikan salah satu Bulldozer
mengalami kerusakan. Dari rentetan menunggu Bulldozer terlengkapi alat penarik
sehingga dapat dioperasikan hingga kerusakan setelah beberapa alat tersebut
dioperasikan, Ny. Marina mengalami kerugian yang membuat dirinya tak mampu
mengangsur Bulldozer sesuai perjanjian.
Sebelumnya hal ini telah diberitahukan oleh Ny marina kepadda PT.
UNITED TRACTORS akan tetapi tidak dihiraukan yang kemudian
mengakibatkan penarikan Bulldozer oleh PT. UNITED TRACTORS. Dari
kejadian inilah Ny. Marina mengajukan gugatannya kepada PT. UNITED
TRACTORS mengenai perbuatan melanggar hukum sesuai pasal 1365
KUHPerdata dan Putusan MA RI No. 935 K/PDT/1985.

Dalam hal penyelesaian sengketa yang terjadi, maka menyelesaikan


sengketa jika timbul wanprestasi yaitu :
1. Musyawarah
Penciptaan hak dan kewajiban terhadap pembeli sewa dan penyewa
beli tidak selamanya dapat diwujudkan dengan lancer tanpa kendala sampai
selesai. Sering sekali timbul sengketa antara kreditur dan debitur sebagai
akibat wanprestasi atau perbuatan yang melawan hukum.
Wanprestasi dapat terjadi apabila salah satu pihak, lazimnya debitur
tidak melakukan prestasi-prestasi yang tercantum dpada lembaran-
lembaran akta perjanjian. Kewajiban utama ialah membayar angsuran
dengan jumlah tertentu dan tepat waktunya. Akibat hukumdilalaikannya
kewajiban tersebut disertai dengan berbagai alasan yang dapat dijadikan
dasar pembenar bagi debitur, maka kreditur dapat menerima / menolaknya.
Akibat wanprestasi debitur (misalnya tidak membayar angsuran), maka
kreditur dapat melakukan teguran yaitu dengan mengirimkan surat
teguran / surat peringatan dapa debitur.
Dalam penyelesaian sengketa antara penjual sewa dan pembeli sewa,
baik karena wanprestasi / perbuatan melanggar hukum, ternyata
mendeskripsikan bahwa masing-masing pihak mempunyai hak dan
kewajiban, sehingga saling ingin memenuhi kepentingannya dengan
menekan kerugian yang sekecil-kecilnya, cara musyawarah untuk mencapai
mufakat merupakan pilihan utama untuk ditempuh terlebih dahulu oleh
para pihak.
2. Jalur Hukum
Klausul-klausul perjanjian yang dibuat para pihak, yaitu kreditur dan
debitur sewa beli merupakan undang-undang bagi mereka, sehingga harus
mematuhinya. Dalam hal ini perjanjian yang berlaku sebagai hukum
tersebut, memberikan ancaman sanksi yang dibuat oleh mereka
sendiri.Biasanya barubenar dilaksanakan, jika sudah terbentang jalan buntu
untuk berdamai. Dalam perjanjiansewa beli kendaraan bermotor telah
ditentukan bahwa tentang perjanjian sewa belidansegala akibat
hukumnya,para pihak memilih domisili (tempat kediaman hukum) di
kantor panitera Pengadilan Negeri yang ditunjuk. Ketentuan ini
mengisyaratkan bahwa para pihak telah menunjuk pengadilan sebagai
pemutus sengketa,apabila terjadi perselisihan di antara mereka.
Kreditur dan debitur lebih cenderung menghindari jalur hukum ke
pengadilan, jika tidak terpaksa. Alasan utamanya adalah masalah biaya,
waktu dan tenaga. Apabila memang terpaksa ditempuh jalan mengajukan
gugatan ke pengadilan, baik secara perdata atau pidana maka cara ini
merupakan pilihan terakhir.
Lembaga peradilan tidak akan pernah menangani sengketa perjanjian
sewa beli kendaraan bermotor, jika para pihak cenderung menyelesaikan
perselisihan dengan cara musyawarah. Dapat pula kondisi ini akan terjadi
sebaliknya, apabila kesadaran hukum untuk berperkara telah demikian
menebal diantara para pihak dalam perjanjian sewa beli tersebut, sehingga
akan semakin menumpuk pula berkas perkara perjanjian sewa beli di
pengadilan. Dengan demikian semakin banyak pula yurispridensi sewa beli,
khususnya yang menyangkut kendaraan bermotor tercipta melalui
peradilan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perjanjian sewa beli merupakan perjanjian campuran antara perjanjian jual
beli dan sewa menyewa. Akan tetapi perjanjian sewa beli lebih cenderung
mengarah pada bentuk perjanjian jual beli karena peralihan hak milik adalah hal
yang menjadi pokok utamanya. Jadi tujuan sewa beli adalah untuk menjual
barang, bukan untuk menyewakan atau menjadi penyewa barang. Hal yang
menjadi penting dalam Perjanjian Sewa Beli adalah mengenai klausulnya seperti
Klausula Eksonerasi, Klausul Risiko, Klausul Penundaan Peralihan Hak Milik,
Klausul Larangan Memindahtangankan Objek Perjanjian, dan Klausul Penarikan
Objek Perjanjian oleh Pihak Penjual.
Risiko musnahnya barang dalam perjanjian sewa beli ada pada pemilik
barang karena selama biaya angsuran belum dibayar secara lunas, hak milik
belum berpindah kepada si penyewa beli. Namun dalam praktek lazim
diperjanjikan bahwa peralihan risiko ada pada si penyewa beli karena di penyewa
beli dianggap wajib menjaga barang yang di sewa belinya sampai adanya suatu
pelunasan pembayaran atas barang tersebut dan hak milik masih barada pada si
pemilik barang walaupun penguasaannya ada pada si penyewa beli. Apabila risiko
terdapat pada pembeli, maka hal ini akan memberikan jaminan kepada pihak
penjual dimana pihak pembeli tidak akan sesuka hati memperlakukan barang
yang berada dalam kekuasannya tersebut.

B. Saran
Hal ini perlu adanya pengaturan tegas mengenai risiko tersebut. Karena
apabila dilihat dari segi hak milik, objek pada perjanjian sewa beli baru berpindah
setelah angsuran sesuai perjanjian telah dilunasi. Dari hak milik ini dapat
disimpulkan bahwa risiko seharusnya ditanggung oleh penjual bukan oleh pihak
penyewa beli.
Saya merasa bahwa perjanjian sewa beli dirasa menguntungkan bagi kedua belah
pihak. Dimana bagi pihak penjual, ia dapat menjual barangnya dan mendapatkan
pembeli yang jumlahnya lebih banyak juga penjual lebih merasa aman karena
selama harga barang belum dilunasi, maka hak milik belum berpindah kepada
pembeli. Bagi pihak pembeli, ia dapat menikmati manfaat dari barang tersebut dan
dapat menjadi pemilik barang tersebut ketika ia telah membayar uang angsuran
seharga barang tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/8244677/Makalah_Perjanjian_Sewa_beli_Hukum_Perikatan
_?auto=download

Anda mungkin juga menyukai