Anda di halaman 1dari 11

TEORI DETERRENCE

Untuk Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Penitentiere Recht


Dosen : Dr. Marlina SH., M.Hum

Putri Marito Siregar (180200075)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021

i
KATA PENGANTAR

Salam sejahtera bagi kita semua.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.kami
panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-
NyA kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang Teori Deterrence

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut, kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami
dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Teori Deterrence ini bisa
memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.

Medan, September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

Latar Belakang ........................................................................................................... 1

Permasalahan ............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 3

Apa itu Teori Deterrence .......................................................................................... 3

Tujuan Teori Deterrence ........................................................................................... 4

BAB III
PENUTUP.................................................................................................................. 7
........................................................................................................................

1. Kesimpulan
........................................................................................................................ 7
........................................................................................................................
2. Saran .............................................................................................................. 7
........................................................................................................................
Daftar
Pustaka ....................................................................................................................... 8
....................................................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pemidanaan merupakan salah satu senjata untuk melawan keinginan keinginan yang oleh
masyarakat tidak diperkenankan untuk diwujudkan. Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana
tidak hanya membebaskan kita dari dosa, tetapi juga membuat kita merasa benar-benar berjiwa
luhur. Peradilan pidana merupakan pernyataan masyarakat, bahwa masyarakat mengurangi
hasrat agresif menurut cara yang dapat diterima masyarakat. Pembersihan kesalahan secara
kolektif ditujukan untuk memperkuat moral masyarakat dan mengikat erat para anggotanya
untuk bersama-sama berjuang melawan para pelanggar hukum.tori-teori mengenai tujuan pidana
dan hukum pidana sebenarnya berinduk pada satu tujuan "perlindungan masyarakat untuk
mencapai kesejahteraan masyarakar, yang merupakan tujuan umum yang sangat luas.
Sehubungan dengan tujuan yang umum ini, ada beberapa aspek atau bentuk-bentuk perlindungan
masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat yaitu: 1

1. Dilihat dari sudut perlunya perlindungan masyarakat terhadap perbuatan anti sosial yang merugikan
dan membahayakan masyarakat, maka timbullah pendapat atau teori bahwa tujuan pidana dan hukum
pidana adalah penanggulangan kejahatan Tujuan ini sering digunakan dengan berbagai istilah, seperti
penindasan kejahatan (repression of crime). Pengurangan kejahatan (reduction of crime). pencegahan
kejahatan (prevention of crime). ataupun pengendalian kejahatan (control of crime).

2. Dilihat dari sudut perlunya perlindungan masyarakat terhadap sifat berbahayanya orang (si pelaku),
maka timbul pendapat yang menyatakan, bahwa tujuan pidana adalah untuk memperbaiki si pelaku.
Berbagai istilah sering digunakan untuk menyatakan tujuan ini antara lain : rehabilitasi, reformasi,
treatment of offenders, redukasi, readaptasi sosial resosialisasi, pemasyarakatan, pembebasan

3. Dilihat dari sudut perlunya perlindungan masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan dalam
menggunakan sanksi pidana atau reaksi terhadap pelanggar pidana, maka dikatakan bahwa tujuan pidana
dan hukum pidana adalah untuk mengatur atau membatasi kesewenangan penguasa maupun warga
masyarakat pada umumnya.

4. Aspek lain dari perlindungan masyarakat adalah perlunya mempertahankan keseimbangan atau
keselarasan berbagai kepentingan dan nilai yang terganggu oleh adanya kejahatan Sehubungan dengan

1
Hamja Pemberdayaan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Sebagai Wujud Pelaksanaan
Community Based Corrections di dalam Sistim Peradilan Pidana Indonesia, Deepublish,
Yogyakarta 2015 hal.42)

1
ini, maka sering pula dikatakan bahwa tujuan pidana adalah untuk memelihara atau memulihkan
keseimbangan masyarakat.

Penangkalan dalam tindakan kejahatan adalah gagasan atau teori bahwa ancaman hukuman akan
membuat orang enggan melakukan kejahatan dan mengurangi dan/atau tingkat pelanggaran dalam
masyarakat . Ini adalah salah satu dari lima tujuan yang ingin dicapai dengan hukuman; empat tujuan
lainnya adalah pengaduan , ketidakmampuan (untuk perlindungan masyarakat), retribusi dan rehabilitasi .

Teori pencegahan kriminal memiliki dua kemungkinan penerapan: pertama adalah bahwa
hukuman yang dijatuhkan pada pelaku individu akan mencegah atau mencegah pelaku kejahatan lebih
lanjut; kedua adalah bahwa, pengetahuan publik bahwa pelanggaran tertentu akan dihukum memiliki efek
jera umum yang mencegah orang lain melakukan kejahatan.

Dua aspek yang berbeda dari hukuman dapat berdampak pada pencegahan, yang pertama adalah
kepastian hukuman , dengan meningkatkan kemungkinan penangkapan dan hukuman, ini mungkin
memiliki efek jera. Yang kedua berkaitan dengan beratnya hukuman ; seberapa berat hukuman untuk
kejahatan dapat mempengaruhi perilaku jika calon pelaku menyimpulkan bahwa hukumannya sangat
berat, tidak sebanding dengan risiko yang terjadi.

Prinsip yang menentukan adalah bahwa hal itu utilitarian atau berwawasan ke depan. Seperti
halnya rehabilitasi, ini dirancang untuk mengubah perilaku di masa depan daripada hanya memberikan
retribusi atau hukuman untuk perilaku saat ini atau masa lalu.

2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana yang dikatakan teori deterrence tersebut dalam pemidanaan?

2. Bagaimana teori deterrence ini memandang Pemidanaan?

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Apa itu Teori Deterrence?

Teori pemidanaan berkembang mengikuti kehidupan masyarakat sebagai reaksi yang


timbul dari berkembangnya kejahatan itu sendiri yang mewarnai kehidupan sosial masyarakat
dari masa ke masa. Dalam dunia ilmu hukum pidana ada beberapa teori pemidanaan yaitu, teori
Retroaktif, teori Deterrence/Teori Pencegahan, Teori Treatment/Teori Pembinaan/Perawatan,
Teori Social Defence /Teori Perlindungan Masyarakat. Namun dalam makalah ini yang dibahas
khusus teori deterrence/pencegahan saja.

Detterence Theory, yang efek pencegahan diharapkan timbul sebelum pidana dilakukan,
misalnya melalui ancaman, contoh keteladanan, dan sebagainya, ini biasa juga disebut dengan
"general detterence" yang harus dibedakan dari teori detterence yang bersifat khusus (special
detterence).

David Muhlhausen mengemukakan bahwa theory of detterence adalah sebagai berikut:

“Deterrence. General deterrence theory postulates that increasing the risk of apprehension and
punishment in society deters members of society as a whole from committing crime. Specific
deterrence targets the individual. Thus, punishment is intended to deter members of society from
committing crime and the specific criminal from recidivating.”

Berarti yang pada intinya adalah teori pencegahan umum dimaksudkan untuk
meningkatkan risiko penangkapan dan hukuman di masyarakat, menghalangi anggota
masyarakat secara keseluruhan dari melakukan kejahatan. Penangkalan khusus menargetkan
individu. Dengan demikian, hukuman dimaksudkan untuk mencegah anggota masyarakat dari
melakukan kejahatan dan penjahat khusus dari residivis (pelaku perbuatan pidana yang berulang-
ulang). Selanjutnya David Muhlhausen menegaskan juga bahwa: 2

2https://www.coursehero.com/file/59989719/Theories-of-Punishment-and-Mandatory-
Minimum-Sentences-The-Heritage-Foundationpdf/ David Muhlhausen, Theories of Punishment
and Mandatory Minimum Sentences, Testimony before the U.S. Sentencing Commission, 2010
hal.52

3
“Deterrence seeks to make crime more costly, so less crime will occur. Incapacitation does not
try to change behavior through raising costs; it simply removes the offender from society. The
criminal behind prison bars cannot harm those of us on the outside.”

Berarti bahwa pencegahan berusaha untuk membuat kejahatan lebih mahal, sehingga
kejahatan lebih sedikit akan terjadi. Ketidakmampuan tidak mencoba mengubah perilaku melalui
peningkatan biaya; itu hanya menghilangkan pelaku dari masyarakat. Penjahat di balik jeruji
penjara tidak bisa membahayakan kita di luar.

1.2 Tujuan Teori Deterrence

Teori relatif (deterrence), teori ini memandang pemidanaan bukan sebagai pembalasan
atas kesalahan si pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai tujuan bermanfaat untuk melindungi
masyarakat menuju kesejahteraan. Dari teori ini muncul tujuan pemidanaan sebagai sarana
pencegahan, yaitu pencegahan umum yang ditujukan pada masyarakat.

Berdasarkan teori ini, hukuman yang dijatuhkan untuk melaksanakan maksud atau tujuan
dari hukuman itu, yakni memperbaiki ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat kejahatan itu.
Tujuan hukuman harus dipandang secara ideal, selain dari itu, tujuan hukuman adalah untuk
mencegah (prevensi) kejahatan.

Menurut Leonard, teori relatif pemidanaan bertujuan mencegah dan mengurangi


kejahatan. Pidana harus dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku penjahat dan orang lain
yang berpotensi atau cederung melakukan kejahatan. Tujuan pidana adalah tertib masyarakat,
dan untuk menegakan tata tertib masyarakat itu diperlukan pidana.

Teori relatif/tujuan (Utilitarium Theory) berpendapat, bukanlah perbuatannya yang


menjadi sorotan akan tetapi pembuatnya.

Menurut teori ini, pemidanaan itu masih lebih baik daripada tidak menjatuhkan pidana
(jadi pembenaran pemidanaan pada tujuan yang bermanfaat).itulah sebabnya teori ini disebut
dengan teori tujuan. Oleh karenanya manfaat pidana adalah untuk sarana pencegahan atau
pengurangan dari sesuatu yang lebih jahat. Teori Utilitarian hendak mencari suatu keseimbangan
antara perlunya hokum pidana dengan biaya penghukuman.kalau manfaatnya lebih besar, maka
perlu dipakai hokum pidana. Jika efek penjeraan dari hukuman itu tidak ada, maka hukuman
(pidana) itu tidak perlu ada.3

Menurut teori ini suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana. Untuk
itu tidaklah cukup adanya suatu kejahatan melainkan harus dipersoalkan pula dan manfaatnya
suatu pidana bagi masyarakat atau bagi si penjahat itu sendiri. Tidak saja dilihat dari masa

3file:///C:/Users/WIN-7/Downloads/Rizanizarli_jurnal_6120%20(1).pdf Rizanizarli, Kanun-


Teori-Teori Pemidanaan Dan Perkembangannya No.38 Edisi 2004 hal.187

4
lampau, melainkan juga masa depan.maka harus ada tujuan lebih jauh dari pada hanya pidana
saja.

Karena tujuannya berusaha mencegah, maka teori ini dinamakan utilitarium prevention,
yang oleh Packer disebut dengan “deterrence” yang juga berarti pencegahan.pencegahan dalam
teori ini lebih dikaitkan dengan tindakan-tindakan yang bersifat menakuti seperti dengan
ancaman sehingga seseorang takut untuk melakukan pelanggaran. Dalam teori utilitarian terdapat
dua macam pencegahan yang harus dibedakan yaitu after the fact inhibition dan inhibition in
advance. Karena itu teori dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:4

a. Deterrence Theory yang efek pencegahan diharapkan timbul sebelum pidana dilakukan,
misalnya melalui ancaman, contoh : keteladanan, dan sebagainya.ini disebut dengan
“general deterrence” yang harus dibedakan dari teori deterrence yang bersifat khusus
(special deterrence).karena ada dua unsur yang harus dipisahkan dalam pandangan
Utilitarian Prevention, maka teori deterrence dapat dibagi lagi menjadi teori “special
deterrence” (pencegahan khusus) dan teori “general deterrence” (pencegahan umum).
1. Dalam special deterrence theory, efek pencegahan dari pidana yang dijatuhkan
diharapkan terjadi setelah pemidanaan dilakukan (after the pact inhibition) sehingga si
terpidana tidak akan melakukan kejahatan lagi di masa yang akan dating. Karena itu,
teori ini disebut dengan teori penjeraan, yang berarti si pelanggar akan merasa jera
(Intimidation theory).
2. Dalam general deterrence, efek pencegahan dari pidana yang dijatuhkan diharapkan
terjadi sebelum pemidanaan dilakukan (before the pact inhibilition). Pencegahan umum
dilakukan melalui ancaman-ancaman, contoh keteladanan dan juga dengan pemidanaan
yang dijatuhkan secara terbuka (diketahui umum) sehingga orang lain dapat dicegah dari
kemungkinan melakukan kejahatan yang serupa.
b. Inhibilition Theory, teori ini memandang pemidanaan itu merupakan sarana untuk
mengintimidasi mental si terpidana. Menurut teori ini sekali seseorang dijatuhkan pidana,
maka untuk selanjutnya secara mental ia akan terkonisi untuk menghindari perbuatan
serupa yang ia ketahui akan dapat atau mungkin dapat menyebabkan ia dipidana lagi.

Tujuan pemidanaan sebagai deterrence effect ini, dapat dibagi menjadi penjeraan umum
(general deterrence) dan penjeraan khusus (individual or special deterrence), sebagaimana yang
dikemukan oleh Bentham bahwa:5
“Determent is equally applicable to the situation of the already-punished delinquent and that of
other persons at large, distinguishes particular prevention which applies to the delinquent
himself; and general prevention which is applicable to all members of the comunity without
exception.”

4 Ibid hal.189

5
http://repository.unpas.ac.id/42943/8/BAB%20II%20INSHA%20ALLAH%20BENER.pdf Kajian teori
mengenai system pemidanaan yang berlaku di Indonesia dengan di Belanda dalam mencapai
tujuan pemidanaan Hal.34-35 diakses pada 2019

5
Tujuan pemidanaan untuk prevensi umum diharapkan memberikan peringatan kepada masyarakat supaya
tidak melakukan kejahatan, sedangkan untuk prevensi khusus dimaksudkan bahwa dengan pidana yang
dijatuhkan memberikan deterrence effect kepada si pelaku sehingga tidak mengulangi perbuatannya
kembali.

Dari uraian di atas dapat dikemukakan beberapa karakteristik dari teori relatif atau teori
utilitarian, yaitu:6

a. tujuan pidana adalah pencegahan (prevensi);


b. pencegahan bukanlah pidana akhir, tapi merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang
lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat;
c. hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku saja
(misal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk adanya pidana;
d. pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan.

e. Pidana berorientasi ke depan, pidana dapat mengandung unsur pencelaan, tetapi baik
unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak dapat
membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.

Adapun ciri pokok atau karakteristik teori relatif (utilitarian), yaitu :


1. Tujuan pidana adalah pencegahan (prevention)
2. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan
yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat
3. Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku
saja (misal karena sengaja atau culpa) yang memenuhi syarat untuk adanya pidana
4. Pidana harus ditetapkan berdasar tujuannya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan
5. Pidana melihat ke muka (bersifat prospektif), pidana dapat mengandung unsur
pencelaan, tetapi unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu
pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. 7

6https://media.neliti.com/media/publications/43258-ID-analisis-perkembangan-teori-hukum-
pidana.pdf USMAN Analisis perkembangan teori hokum pidana hal.72
7 http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/544/5/128400257_file5.pdf

6
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Dalam tujuan pemidanaan sebagai pencegahan, maka teori ini dinamakan utilitarium
prevention, yang oleh Packer disebut dengan “deterrence” yang juga berarti
pencegahan.pencegahan dalam teori ini lebih dikaitkan dengan tindakan-tindakan yang
bersifat menakuti seperti dengan ancaman sehingga seseorang takut untuk melakukan
pelanggaran.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemidanaan dijatuhkan untuk
mencegah agar kejahatan tidak dilakukan.
2. Teori relatif (deterrence) ini memandang pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas
kesalahan si pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai tujuan bermanfaat untuk
melindungi masyarakat menuju kesejahteraan. Berdasarkan teori ini, hukuman yang
dijatuhkan untuk melaksanakan maksud atau tujuan dari hukuman itu, yakni
memperbaiki ketidakpuasan masyarakat sebagai akibat kejahatan itu. Tujuan hukuman
harus dipandang secara ideal, selain dari itu, tujuan hukuman adalah untuk mencegah
(prevensi) kejahatan.

Saran

Perlu dilakukan pemisahan pelaku kejahatan dari lingkungan sosialnya tergantung tujuan
pemidanaan yang dijatuhkan. Bila ini tercapai, maka masyarakat akan merasakan
terlindungi dari gangguan kejahatan dan sekaligus membuat orang menjadi jera.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Hamja Pemberdayaan Lembaga Pemasyarakatan Terbuka Sebagai Wujud Pelaksanaan


Community Based Corrections di dalam Sistim Peradilan Pidana Indonesia, Deepublish,
Yogyakarta 2015 hal.42)
2. https://www.coursehero.com/file/59989719/Theories-of-Punishment-and-Mandatory-
Minimum-Sentences-The-Heritage-Foundationpdf/ David Muhlhausen, Theories of
Punishment and Mandatory Minimum Sentences, Testimony before the U.S. Sentencing
Commission, 2010 hal.52

3. file:///C:/Users/WIN-7/Downloads/Rizanizarli_jurnal_6120%20(1).pdf Rizanizarli,
Kanun-Teori-Teori Pemidanaan Dan Perkembangannya No.38 Edisi 2004 hal.187

4. http://repository.unpas.ac.id/42943/8/BAB%20II%20INSHA%20ALLAH%20BENER.pdf
Kajian teori mengenai system pemidanaan yang berlaku di Indonesia dengan di Belanda
dalam mencapai tujuan pemidanaan Hal.34-35 diakses pada 2019

5. https://media.neliti.com/media/publications/43258-ID-analisis-perkembangan-teori-
hukum-pidana.pdf USMAN Analisis perkembangan teori hokum pidana hal.72

6. http://repository.uma.ac.id/bitstream/123456789/544/5/128400257_file5.pdf

Anda mungkin juga menyukai