Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SISTEM HUKUM DAN PERADILAN DI INDONESIA

DISUSUN
OLEH :

KELAS : XI MIPA 1

 AKBAR RIANTO
 RISMA ELVIANI
 SURIANI
 MEI SALDY ANANTA PUTRA
 ERNAWATI
 NURMANINGSIH

SMA NEGERI 1 LADONGI


TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Makalah Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia ini dapat diselesaikan
dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah PPKn yang berjudul Makalah Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia
ini. Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet yang telah
membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan arahan serta
bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah Sistem Hukum dan
Peradilan di Indonesia ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan,
karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti
milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia ini dapat
bermanfaat bagi kita semuanya.

Ladongi, 29 November 2022


Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................
A. Latar Belakang........................................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................
A. Sistem Hukum di Indonesia....................................................................................
1. Pengertian Hukum...............................................................................................
2. Karakteristik Hukum...........................................................................................
3. Penggolongan Hukum.........................................................................................
4. Tujuan Hukum.....................................................................................................
5. Tata Hukum Indonesia.........................................................................................
B. Sistem Peradilan di Indonesia.................................................................................
1. Pengertian Lembaga Peradilan............................................................................
2. Dasar Hukum Lembaga Peradilan.......................................................................
3. Klasifikasi Lembaga Peradilan............................................................................
4. Perangkat Lembaga Peradilan.............................................................................
5. Tingkatan Lembaga Peradilan.............................................................................
6. Peran Lembaga Peradilan....................................................................................
BAB III PENUTUP.........................................................................................................
A. Kesimpulan.............................................................................................................
B. Saran.......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Semakin berkembangnya pemikiran mahasiswa dewasa ini, tentunya sudah menjadi
kebutuhan yang wajib bahwa setiap mahasiswa harus mengeahui macam-macam hukum
yang ada di Indonesia ini, tidak terkecuali mahasiswa yuang tidak bergelut di bidang
hukum sekalipun.
Pengenalan berbagai macam hukum ini tentunya sangat diperlukan dimana seorang
mahasiswa akan mendapa predikat lebih di masyarakat, dan tentunya para mahasiswa
dapat menanggulangi ataupun memberikan sumbangsih pada setiap persoalan yang
berkaitan dengan dengan hukum minimal yang terjadi di masyarakt sekitarnya.
Dengan demikian, maka seorang mahasiswa dapat mengamalkan misi-misi
kiemahasiswaannya dengan baik di masayarakat. Dan disini kami mengawali
pembahasan hukum ini dari hukum perdata.

B. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimakud dengan hukum perdata?
2. Bagaimanakah sejarah erbenuknya hukum perdata?
3. Apa sajakah objek-objek kajian dari hukuim perdata?

C. Tujuan 
1. Mengenalkan apa yang di maksud dengan hukum perdata.
2. Mengkaji berbagai pokok kajian hukum perdata

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Tata Hukum


Tata hukum ialah semua peraturan-peraturan hukum yang diadakan/diatur oleh negara atau
bagiannya dan berlaku pada waktu itu seluruh masyarakat dalam negara itu. Jelasnya, semua
hukum yang berlaku bagi suatu masyarakat pada suatu waktu dalam suatu tempat tertentu. Oleh
karena itu ada sarjana yang mempersamakan tata hukum dengan Hukum Positif atau Ius
Constitutum.
Tata Hukum adalah  susunan hukum yang berasal mula dari istilah rechts orde(bahasa Belanda).
Susunan hukum terdiri atas aturan-aturan hukum yang tertata sedemikian rupa sehingga orang
mudah menemukannya bila suatu ketika ia membutuhkan untuk menyelesaikan peristiwa hukum
yang terjadi dalam masyarakat. Tata Hukum yang berlaku dalam masyarakat karena disahkan
oleh pemerintah masyarakat itu sendiri. Jika masyarakat itu adalah masyarakat negara, yang
mensahkan hukumnya adalah penguasa negara.

Tata Hukum Indonesia


Tata hukum suatu negara adalah tata hukum yang ditetapkan atau disahkan oleh negara itu.
Jadi tata hukum Indonesia adalah tata hukum yang ditetapkan oleh pemerintah negara Indonesia.
Tata hukum Indonesia juga terdiri atas aturan-aturan hukum yang ditata atau disusun sedemikian
rupa, dan aturan-aturan diantara satu dan lainnya saling berhubungan dan saling menentukan.
Aturan-aturan hukum yang berlaku di Indonesia berkembang secara dinamis sesuai dengan
perkembangan zaman dan perkembangan kebutuhan masyarakat. Oleh karenanya suatu aturan
yang sudah  tidak memenuhi kebutuhan masyarakat perlu diganti dengan yang baru.
Perkembangan masyarakat tertentu diikuti oleh perkembangan aturan-aturan yang mengatur
pergaulan hidup sehingga tata hukum pun selelalu berubah, begitu pula tata hukum Indonesia.
Suatu tata hukum yang selalu berubah-ubah mengikuti perkembangan masyarakat di tempat
mana tata hukum itu berlaku untuk memenuhi perasaan keadilan berdasarkan kesadaran hukum
masyarakat.
Aturan-aturan yang ditata sedemikian rupa  menjadi ”tata hukum”  tersebut antara satu dan
lainnya saling berhubungan dan saling menentukan 

Tujuan tata hukun ialah untuk mempertahankan, memelihara dan melaksanakan tata tertib di
kalangan anggota-anggota masyarakat dalam negara itu dengan peraturan-peraturan yang
diadakan oleh negara atau bagian-bagiannya.
Suatu masyarakat yang menetapkan tata hukumnya sendiri dan oleh sebab itu turut serta sendiri
dalam berlakunya tata hukum itu, artinya tunduk sendiri terhadap tata hukum itu.

Tiap-tiap tata hukum mempunyai struktur tertentu, yakni strukturnya sendiri. Masyakat yang
menerapkan dan menuruti tata hukum itu hidup, berkembang, bergerak, berubah. Demikianpun
tata hukumnya, sehingga strukturnya dapat berubah pula, oleh sebab itu dikatakan, bahwa tata
hukum mempunyai struktur terbuka.

Tata hukum Indonesia ditetapkan oleh masyarakatt hukum Indonesia, ditetapkan oleh Negara
Indonesia. Oleh karena itu adanya Tata Hukum Indonesia baru sejak lahirnya Negara Indonesia
(17-08-1945). Pada saat berdirinya Negara Indonesia dibentuklah tata hukumnya.

Pelaksanaan tata atau susunan itu berlangsung selama ada pergaulan hidup manusia terus
berkembang. Oleh karena itu, tata hukum terdapat aturan hukum yang positif atau ius
constitutum, disamping aturan hukum sejenis yang pernah berlaku dan tetap dinamakan sebagai
hukum (recth). Dalam hukum positif di Indonesia, terdapat macam-macam tata hukum di
Indonesia antara lain sebagai berikut:

1. Hukum Tata Negara (HTN) adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai organisasi


dalam mencapai tujuannya dalam kemasyarakatan
2. Hukum Administrasi Negara (HAN) adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai
pengelolaan administrasi pemerintahan yang jika dalam arti luas bertujuan dalam mengetahui
cara tingkah laku negara dan alat-alat perlengkapan negara
3. Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi setiap tingkah
laku manusia untuk memenuhi kepentingan (kebutuhan)nya atau mengatur kepentingan-
kepentingan seseorang. 
4. Hukum Pidana adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
setiap manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum
5. Hukum Acara atau Hukum Formal adalah peraturan hukum yang mengatur mengenai cara
bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum materal. Tata hukum Acara atau
hukum formal dibagi menjadi dua antara lain..

 Hukum acara pidana adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dalam cara bagaimana
pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana material
 Hukum acara perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai cara
bagaimana mempertahankan dan menjalankan mengenai peraturan hukum perdata
material.

1. Pengertian hukum perdata

Hukum artinya segala peraturan tertulis dan tidak tertulis yang mempunyai sanksi yang tegas
terhadap pelanggarnya. Hukum perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur yang
mengatur hubunga hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain. Pada pengertian
ini ada beberapa unsur yang perlu dibahas, unsur-unur tersebut antara lain ialah peraturan
hukum, hubungan hukum, dan orang.  Dalam buku lain disebutkan bahwa yang dimaksud
hukum perdata ialah aturan-aturan atau norma-normayang memberikan pembatasan dan oleh
karenanyamemberikan perlindungan pada kepentingan-kepentingan perseorangan dalam
perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengan yang lain dari orang-orang
didalam suatu masyarakat tertentu.  Seperti yang tertera diatas, bahwa dari pengertian diatas
terdapat beberapa unsur dari hukum

perdata yaitu:
1. Peraturan hukum
Peraturan artinya rangkaian ketentuan mengenai ketertiban. Peraturan itu ada yang tertulis dan
ada yang tidak tertulis. Istilah “perdata” berasal dari bahasa sansekerta yang berarti warga,
pribadi, sipil, bukan militer. Hukum perdata artinya hukum mengenai warga, pribadi, sipil,
berkenaan dengan hak dan kewajiban.
2. Hubungan hukum
Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum. Hubungan yang diatur oleh hukum
itu adalah hak dan kewajiban warga, pribadi yang satu terhadap warga, pribadi yang lain dalam
hidup bermasyarakat. Jadi, hubungan hukum adalah hak dan kewajiban hukum setiap warga atu
pribadi dalam hidup bermasyarakat. Hak dan kewajiban tersebut apabila tidak dipenuhi dapat
dikenakan sanksi menurut hukum.
3. Orang ( person )
Orang ( peroon ) adalah subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban. Pendukung hak dan
kewajiban ini berupa manusia pribadi dan badan hukum.
Manusia pribadi adalah mahluk hidup ciptaan Tuhan, yang mempunyai akal, perasaan,
kehendak. Sedangkan badan hukum adalah gejala yuridis, badan ciptaan manusia berdasarkan
hukum.
Dari uraian mengenai definisi hukum perdata tersebut dapat dikenal adanya hukum perdata
tertulis dan hukum perdata tidak tertulis, hukum perdata dalam arti luas dan hukum perdata
dalam arti sempit, hukum perdata nasional dan hukum perdata internasional. Huku perdata
tertulis adalah hukum perdata yang dibuat oleh pembentuk undang-undang, yang diundangkan
dalam lembaran negara. Contohnya ialah hukum perdata barat yang dimuat dalam B.W.
(KUHPdt) yang diundangkan dalam Stb. 1847-23, UU perkawinan no.1 tahun 1974 yang
diundanglkan dalam L N tahun 1974 no.1. 
Hukum perdata tidak ertulis adalah hukum perdata yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat, dibuat oleh masyarakat , bukan oleh pembentuk undang-undang. Hukum perdata
tidak tertulis lazim disebut dengan istila “hukum adat”.
Hukum perdata dalam arti luas meliputi hukum perdata, hukum dagang an hukum adat.
Sedangkan hukum perdata dalam arti sempit hanya meliputi hukum perdata teretulis.
Hukumperdata nasional adalah hukum perdata yang pendukung hak dan kewajibannya
mempunyai kewarganegaraan yang sama yaitu warga Negara Indonesia. Sedangkan hukum
perdata internasional salah satu pendukung hak dan kewajibannya adalah warga Negara asing. 

2. Sejarah Hukum Perdata 


a. Hukum Peradata Belanda
Hukum perdata belanda berasal dari hukum perdata Prancis, yang berinduk pada Code Civil
Prancis. Pada zaman pemerintahan Napoleon Bonaparte, Prancis pernah menjajah Belanda dan
Code Civil diberlakukan pula di Belanda. Setelah Belanda merdeka dari Prancis, Belanda
membentuk kitab Undang-Undang hukum perdata sendiri yang lepas dari pengaruh kekuasaan
Prancis.
Keinginan Belanda tersebut terealisasikan dengan pembentukan kodifikasi hukum perdata
Belanda yang selesai tanggal 5 Juli 1830 dan direncanakan diterapkan tanggal 1 Pebruari 1831.
Tetapi dalam bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di daerah bagian selatan Belanda, yang
akhirnya keluar dari Belanda yang akhirnya disebut kerajaan Belgia. Karena pemisahan ini,
kodifikasi- pun baru dapat terwujud pada tanggal 1 Oktober 1838
Meskipun B.W.( Burgerlijik wetboek/ kitab UU hukum perdata belanda ) itu dibentuk oleh
Belanda, namun isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil Prancis.

b. Hukum Perdata Indonesia


Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka B.W. Belanda ini juga diupayakan dapat
diberlakukan pula di Hindia Belanda pada waktu itu,yang berhasil disahkan tanggal 16 Mei
1846, dan diberlakukan tanggal 1 Mei 1848.
Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan aturan peralihan UUD45, maka B.W. Hindia Belanda
tetap diberlakukan sebelum digantikan oleh undang- undang yang baru, yang disebut kitab
undang- undang hukum perdata Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah
hukum perdata barat( Belanda), yang berinduk pada kitab Undang- Undang Hukum
Perdata( KUHPdt), yang dalam bahasa aslinya disebut BUgerlijk Wetboek( B.W.) ini berlaku di
Hindia Belanda dulu. Poada pasal II aturan peralihan UUD 1945 yang berbunyi: “ segala badan
negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belumdiadakan yang baru
menurut UUD ini.” Ini berari bahwa ketentuan yang ada pada zaman hindia belanda, khususnya
hukum perdata, masih berlaku di Indonesia. Tujuannya untuk mencegah terjadinya kekosongan
hukum, dibidang hukum keperdataan. 
3. Sitematika Kodifikasi
Sistematika artinya susunan yang teratur, sitematika kodifikasi artinya susunan yang teratur dari
suatu kodifikasi. Sitematika itu meliputi isi dan bentuk kodifikasi. Sistematika kodifikasi hukum
perdata juga meliputi bentuk dan isi.
Sistematika bentuk kitab undang-undang hukum perdata (KUHPdt) meliputi urutan bentuk
bagian terbesar sampai pada bentuk bagian terkecil yaitu:
1. Kitab undang-undang terusun atas buku-buku
2. Tiap buku terusun atas bab-bab
3. Tiap bab tersusun atas bagian-bagian
4. Tiap bagian tersusun atas pasal-pasal
5. Tiap pasal tersusun atas aya-ayat
Sistematika isi kitab undang-undang hukum perdata meliputi kelompok materi berdasarkan
sistem fungsional. Sistem fungional ini ada dua macam, yaitu menurut pembentuk undang-
undang ( pembentuk B.W ) dan menurut ilmu pengetahuan hukum. Sistematika isi menurut
pembentuk B.W. meliputi empat kelompok materi seperti berikut ini:
1. Kelompok materi mengenai orang ( van personen )
2. Kelompok materi mengenai benda ( van zaken )
3. Kelompok materi mengenai perikatan ( van verbintenissen )
4. Kelompok materi mengenai pembuktian ( van bewijs, verjaring )
Sedangkan sistematika isi menurut ilmu pegetahuan hukum juga meliputi empat kelompok
materi eperti berikut ini:
1. Kelompok materi mengenai orang ( personenrecht )
2. Kelompok materi mengenai keluarga ( familierecht )
3. Kelompok materi mengenai harta kekayaan ( vermogensrecht )
4. Kelompok materi mengenai pewarisan ( erfreht )
Apabila sistematioka bentuk dan sistematika isi digabungkan, maka dapat dilihat sistematika
kitab undang-undang hukum perdata ( burgerlijik wetboek ) sebagai berikut:
1. Buku I mengenai orang
2. Buku II mengenai benda
3. Buku III mengenai perikatan
4. Buku IV mengenai pembuktian
Mengenai sitematika isi, ada perbedaan antara sistematika B.W.( KUHPdt) dan sistematika ilmu
pengeahuanhukum. Perbedaan tersebut disebabkan oleh latar belakang penyusunannya.
Penyusuna B.W. didasarkan pada sistem individualism ( kebebasan individu ) sebagai pengaruh
dari revolusi perancis. Hak milik (eigendom) adalah sentral, dan tidak dapat diganggu gugat oleh
iapapun juga. Hak dan kebebasan setiap individu harus dijamin. Sedangkan sistematika ilmu
pengetahuan hukum didasarkan pada perkembangan siklus kehidupan manusia: lahir –dewasa
( kawin ) –cari harta ( nafkah hidup )- mati (pewarisan).
Dengan demikian perbedaan sistematioka tersebut dapat dilihat dalam hal materi berikut ini:
1. Buku I B.W. (KUHPdt) memuat ketentuan mengenai manusia pribadi dan keluarga
(perkawinan). Sedangkan ilmu penghetahuan hukum hanya memuat ketentuan mengenai
manusia pribadi dan badan hukum, keduanya sebagai pendukung hak dan keajiban. 
2. Buku II B.W. (KUHPdt) memuat ketentuan mengenai benda dan waris. Sedangkan ilmu
pengeahuan hukun hanya memuat keentuan mengenai harta kekayaan yang meliputi benda dan
perikatan.
3. Buku III B.W. (KUHPdt) memuat ketentuan mengenai perikatan. Sedangkan ilmu
pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai harta kekayaan yang meliputi benda dan
perikatan.
4. Buku IV B.W.(KUHPdt) memuat ketentuan mengenai bukti dan daluarsa. Sedangkan ilmu
pengetahuan hukum memuat ketentuan mengenai pewarisan, sedangkan mengenai bukti dan
daluarsa termasuk materi hukum perdata 
4. Sumber Hukum Peradata
Yang dimksud sumber hukum perdata adalah asal mula hukum perdata, atau tempat di mana
hukum perdata ditemukan. Asal mula itu menunjuk pada seajrah asalnya dan pembentukannya.
Sedangkan “ tempat” menunjuk kepada rumusan- rumusan itu dimuat dan dapat dibaca.
Pengertian sumber hukum perdata dibagi menjadi dua, yaitu: 
a. Sumber dalam arti formal
Sumber dalam arti “ sejarah asalnya” hukum perdata adalah hukum perdata buatan pemerintah
colonial Belanda yang terhimpun dalam B.W. ( KUHPdt). Berdasarkan aturan peralihan UUD45,
B.W. ( KUHPdt) itu dinyatakan tetap berlaku sepanjang belum diganti dengan undang-undang
baru berdasarkan UUD45.
Sumber dalam arti “pembentukannya” adalah pembentuk undang-undang beradsarkan UUD45
ditetapkan oleh rakyat Indonesia, yang didalamnya termasuk juga aturan peralihan. Atas dasar
aturann peralihan itu, B.W. (KUHPdt) dinyatakan tetap berlaku. Ini berarti pembentuk UUD
Indonesia ikut menyatakan berlakunya B.W.(KUHPdt).
a. Sumber dalam arti material
Sumber dalam arti “tempat” adalah Staatsblad atau lembaran Negara dimana rumusan ketentuan
undang-undang hukum peradata dapat dibaca oleh umum. Selain itu, keputusan hakim yang
disebut yurisprudensi juga termasuk sumber dalam arti tempat, dimana hukum perdata bentukan
hakim dapat dibaca.

Sumber hukum perdata dalam arti material umumnya masih bekas peninggalan zaman colonial
dahulu, terutama terdapat dalam Staatblad. Sedangkan yang lainnya sebagian besar yurisprudensi
Mahkamah Agung R.I. dan sebagian kecil saja adalah Lembaran Negara R.I. yang memuat
hukum perdata R.I.

5. Kitab undang-undang hukum perdata


Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia adalah
adopsi dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan
diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda). Untuk Indonesia yang saat itu masih
bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur
dari hukum perdata yang berlaku di Perancis, dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-
undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian, yaitu:
1. Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu
hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara
lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan,
perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian
perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
2. Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak
dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak
kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud
yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan, dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda
berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda
berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku
dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai
penjaminan dengan hipotik. telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang
hak tanggungan.
3. Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga
perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum
yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain
tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-
undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan
suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, kitab undang-undang hukum dagang
(KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku
III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
4. Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum
(khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata
dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

6. Object, Subject, dan Causa dalam Perhubungan Hukum


Perhubungan hukum adalah perhubungan antara seorang manusia dan lain orang manusia, atau
yang dalam hal ini disamakan dengan manusia yaitu badan hukum, atau antara seorang manusia
dan suatu harta benda yang ada peraturannaya dalam hukum dengan rangkaian kewajiban-
kewajiban hukum dan hak-hak perseorangan. 
Object dalam perhubungan hukum adalah hal yang diwajibkan atau hal terhadap mana seorang
mempunyai hak.
Subject dalam perhubungan hukum adalah seorang manusia atau badan hukum yang mendapat
beban kewajiban atau yang diberikan hak untuk sesuatu.
Causa dalam perhubungan hukum adalah hal yang menyebabkan adanya perhubungan hukum,
yaitu rangkaian kepentingan-kepentingan yang harus dijaga dan diperhatikan secara yang
termaktub dalam isi perhubungan hukum itu.
Dalam perhubungan hukum antara seorang manusia atau suatu badan hukum dan suatu harta
benda, objectnya adalah harta benda itu, terhadap dimana seorang manusia atau badan hukum itu
mempunyai hak-hak dan atau kewajiban- kewajiban. Misalnya dalam perhubungan hukum yang
merupakan hak milik atas suatu tanah pekarangan, object adalah tanah pekarangan itu. Si pemilik
ada hak untuk menggunakan, meminjamkan, menjual, menukarkan dan lain-lain sebagainya
terhadap tanah pekarangan itu. Sebaliknya, pemilik juga memiliki kewajiban yaitu dalam
pemakaian tanah itu harus mengingati kepentingan tetangga dan tidak boleh menggunakan tanah
nya sedemikian rupa sehingga dapat merugiukan tetangganya. Misalnya mendirikan dinding
yang begitu tinggi, sehingga tetangganya tidak dapat melihat sinar matahari.

PENGERTIAN HUKUM PIDANA


Hukum Pidana, sebagai salah satu bagian independen dari Hukum Publik merupakan salah satu
instrumen hukum yang sangat urgen eksistensinya sejak zaman dahulu. Hukum ini ditilik sangat
penting eksistensinya dalam menjamin keamanan masyarakat dari ancaman tindak pidana,
menjaga stabilitas negara dan (bahkan) merupakan “lembaga moral” yang berperan
merehabilitasi para pelaku pidana. Hukum ini terus berkembang sesuai dengan tuntutan tindak
pidana yang ada di setiap masanya.

Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-
Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi
unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Seperti perbuatan yang
dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-
Undang HAM dan lain sebagainya. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-
perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya. Perbuatan yang
dilarang dalam hukum pidana adalah:
• Pembunuhan
• Pencurian
• Penipuan
• Perampokan
• Penganiayaan
• Pemerkosaan
• Korupsi
Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-Najar dalam diktat “Pengantar Ilmu Hukum”-nya
mengetengahkan defenisi Hukum Pidana sebagai “Kumpulan kaidah-kaidah Hukum yang
menentukan perbuatan-perbuatan pidana yang dilarang oleh Undang-Undang, hukuman-
hukuman bagi yang melakukannya, prosedur yang harus dilalui oleh terdakwa dan
pengadilannya, serta hukuman yang ditetapkan atas terdakwa.”
Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang
mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
• Menetukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan
tersebut.
• Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
• Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada
orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Menurut Sudarto, pengertian Pidana sendiri ialah nestapa yang diberikan oleh Negara kepada
seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Undang-undang (hukum
pidana), sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.

B. Tujuan Hukum Pidana


Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah :
• Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik.
• Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan
dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkunganya
Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala
sosial yang kurang sehat di samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik.
Jadi Hukum Pidana, ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum. Tetapi kalau di dalam kehidupan
ini masih ada manusia yang melakukan perbuatan tidak baik yang kadang-kadang merusak
lingkungan hidup manusia lain, sebenarnya sebagai akibat dari moralitas individu itu. Dan untuk
mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu perbuatan yang tidak baik itu(sebagai pelanggaran
terhadap ketentuan-ketentuan pidana), maka dipelajari oleh “kriminologi”.
Di dalam kriminologi itulah akan diteliti mengapa sampai seseorang melakukan suatu tindakan
tertentu yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup sosial. Di samping itu juga ada ilmu lain yang
membantu hukum pidana, yaitu ilmu Psikologi. Jadi, kriminologi sebagai salah satu ilmu yang
membantu hukum pidana bertugas mempelajari sebab-sebab seseorang melakukan perbuatan
pidana, apa motivasinya, bagaimana akibatnya dan tindakan apa yang dapat dilakukan untuk
meniadakan perbuatan itu.

C. Klasifikasi Hukum Pidana


Secara substansial atau Ius Poenalle ini merupakan hukum pidana
Dalam arti obyektif yaitu “sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau
keharusan-keharusan dimana terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman”. Hukum Pidana
terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu:
• Hukum Materil ialah cabang Hukum Pidana yang menentukan perbuatan-perbuatan kriminal
yang dilarang oleh Undang-Undang, dan hukuman-hukuman yang ditetapkan bagi yang
melakukannya. Cabang yang merupakan bagian dari Hukum Publik ini mepunyai keterkaitan
dengan cabang Ilmu Hukum Pidana lainnya, seperti Hukum Acara Pidana, Ilmu Kriminologi dan
lain sebagainya.
• Hukum Formil (Hukum Acara Pidana) Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum
acara. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar hukum (materil)
itu terwujud atau dapat diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang memenuhi perbuatannya.
Tanpa hukum acara maka tidak ada manfaat hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan
hukum pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum perdata maka ada hukum acara
perdata. Hukum acara ini harus dikuasai para praktisi hukum, polisi, jaksa, pengacara, hakim.
Dr. Mansur Sa’id Isma’il dalam diktat “Hukum Acara Pidana”-nya memaparkan defenisi Hukum
Acara Pidana sebagai ”kumpulan kaidah-kaidah yang mengatur dakwa pidana—mulai dari
prosedur pelaksanaannya sejak waktu terjadinya pidana sampai penetapan hukum atasnya, hak-
hak dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan hukum yang tumbuh dari prosedur tersebut
—baik yang berkaitan dengan dugaan pidana maupun dugaan perdata yang merupakan dakwa
turunan dari dakwa pidana, dan juga pelaksanaan peradilannnya.”. Dari sini, jelas bahwa
substansi Hukum Acara Pidana meliputi:
• Dakwa Pidana, sejak waktu terjadinya tindak pidana sampai berakhirnya hukum atasnya
dengan beragam tingkatannya.
• Dakwa Perdata, yang sering terjadi akibat dari tindak pidana dan yang diangkat sebagai dakwa
turunan dari dakwa pidana.
• Pelaksanaan Peradilan, yang meniscayakan campur-tangan pengadilan.
Dan atas dasar ini, Hukum Acara Pidana, sesuai dengan kepentingan-kepentingan yang
merupakan tujuan pelaksanaannya, dikategorikan sebagai cabang dari Hukum Publik, karena
sifat global sebagian besar dakwa pidana yang diaturnya dan karena terkait dengan kepentingan
Negara dalam menjamin efisiensi Hukum Kriminal. Oleh sebab itu, Undang-Undang Hukum
Acara ditujukan untuk permasalahan-permasalahan yang relatif rumit dan kompleks, karena
harus menjamin keselarasan antara hak masyarakat dalam menghukum pelaku pidana, dan hak
pelaku pidana tersebut atas jaminan kebebasannya dan nama baiknya, dan jika memungkinkan
juga, berikut pembelaan atasnya. Untuk mewujudkan tujuan ini, para ahli telah bersepakat bahwa
Hukum Acara Pidana harus benar-benar menjamin kedua belah pihak—pelaku pidana dan
korban.
Hukum Pidana dalam arti Dalam arti Subyektif, yang disebut juga “Ius Puniendi”, yaitu
“sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan
perbuatan yang dilarang”.

D. Ruang Lingkup Hukum Pidana


Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana atau
delik ataupun tindak pidana. Menurut Simons peristiwa pidana ialah perbuatan salah dan
melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan seseorang yang mampu bertanggung
jawab. Jadi unsur-unsur peristiwa pidana, yaitu:.
• Sikap tindak atau perikelakuan manusia
. Melanggar hukum, kecuali bila ada dasar pembenaran; Didasarkan pada kesalahan, kecuali bila
ada dasar penghapusan kesalahan.
Sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi adalah
- Perilaku manusia ; Bila seekor singa membunuh seorang anak maka singa tidak dapat dihukum
- Terjadi dalam suatu keadaan, dimana sikap tindak tersebut melanggar hukum,
misalnya anak yang bermain bola menyebabkan pecahnya kaca rumah orang.
- Pelaku harus mengetahui atau sepantasnya mengetahui tindakan tersebut merupakan
pelanggaran hukum; Dengan pecahnya kaca jendela rumah orang tersebut tentu diketahui oleh
yang melakukannya bahwa akan menimbulkan kerugian orang lain.
- Tidak ada penyimpangan kejiwaan yang mempengaruhi sikap tindak tersebut.Orang yang
memecahkan kaca tersebut adalah orang yang sehat dan bukan orang yang cacat mental.
Dilihat dari perumusannya, maka peristiwa pidana/delik dapat dibedakan dalam :
• Delik formil, tekanan perumusan delik ini ialah sikap tindak atau perikelakuan yang dilarang
tanpa merumuskan akibatnya.
• Delik materiil, tekanan perumusan delik ini adalah akibat dari suatu sikap tindak atau
perikelakuan.

Misalnya pasal 359 KUHP :


Dalam Hukum Pidana ada suatu adagium yang berbunyi : “Nullum delictum nulla poena sine
praevia lege poenali”, artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa ada peraturan yang
mengatur perbuatan tersebut sebelumnya. Ketentuan inilah yang disebut sebagai asas legalitas .
Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai asas ruang
lingkup berlakunya kitab undang-undang hukum pidana. Asas ruang lingkup berlakunya aturan
hukum pidana, ialah
1. Asas Teritorialitas (teritorialitets beginsel)
2. Asas nasionalitas aktif (actief nationaliteitsbeginsel)
3. Asas Nasionalitas Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel)

E. Sistem Hukuman
Sistem hukuman yang dicantumkan dalam pasal 10 tentang pidana pokok dan tambahan,
menyatakan bahwa hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana
terdiri dari :
a. Hukuman Pokok (hoofd straffen ).
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
b. Hukuman Tambahan (Bijkomende staffen)
1. Pencabutan beberapa hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim.
BAB III
PENUTUP 

1. Kesimpulan

Hukum perdata merupakan hukum yang mengatur keteraturan masyarakat, di mana dalam
lingkup perseorangan. Hukum perdata yang diterapkan di berbagai negara berbeda-beda, aakan
tetapi secara umum hampeir ada kemiripan hukum perdata dari negara-negara tertentu. Adanya
kemiripan tersebut antara lain disebabkan karena telah adanya penjajahan negara satu terhadap
negara lain, sehingga aturan-aturan dari negara penjajahpun secara perlahan-lahan berbaur
dengan tata cara dan aturan-aturan yang ada di pribumi.
Hukum perdata secara tertulis/formal di himpun menjadi suatu undang-undang. Apabila undang-
undang di buat dalam bentuk kodifikasi, maka harus dapat memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Meliputi bidang hukum tertentu
2. Tersusun secara sistematis
3. Memuat materi yang lengkap
4. Penerapannya memberikan penyelesaian tuntas
Adapun dasar bberlakunya hukum perdata adalah ketentuan undang-undang, perjanjian yang
dibuat oleh pihak-pihak, dan keputusan hakim. Realisasi keberlakuan itu adalah pelaksanaan
kewajiban hukum, yaitu melaksanakan perintah dan menjkauhi larangan yang ditetapkan oleh
hukum. Dan tentunya kewajiban harus diimbangi dengan hak.

Daftar Pustaka

Vollmar. HFA, Pengantar study hukum perdata, PT. Raja grafindo persada, Jakarta 1996
WP. Asas-asas hukum perdata, pustaka hidayah, Bandung, 1990
Subekti, pokok-pokok hukum perdata, PT. intermasa, Bandung, 1980
Abdul khadir Muhammad, hukum perdata Indonesia, PT. citra aditya bakti, Bandar lampung,
2000
Soeroso, perbandingan hukum perdata, sinar grafika, Jakarta, 1995
http://wapedia.mobi/id/hukum_indonesia

Anda mungkin juga menyukai