Anda di halaman 1dari 2

UPACARA NYAMBUTEN

Nyambutin atau Nelu Bulanin atau "Tutug Sambutan" adalah upacara tiga
bulanan (105 hari), penekanannya agar jiwatman sang bayi yang lahir tersebut benar-
benar berada pada raganya. Upacara nyambutin ini juga sebagaimana disebutkan 
termasuk dalam upacara manusia yadnya sebagai permohonan keselamatan dalam
upaya peningkatan kehidupan spiritual menuju kebahagiaan di dunia ini.

Sebagai upacara suci yang tujuannya untuk penyucian Jiwatman dan penyucian
badan si bayi seperti yang dialami pada waktu acara Tutug Kambuhan. Pada upacara
ini nama si bayi disyahkan disertai dengan pemberian perhiasan terutama gelang,
kalung/badong dan giwang/subeng, melobangi telinga. Dan adapun pelaksanaan
upacara Nyambutin dalam adat dan kebudayaan, upacara nyambutin ini dipimpin oleh
seorang Pemangku, upacara ini dilakukan di halaman rumah (ngatah), antara dapur
dan rumah tengah dimana plasenta (ari-ari) si bayi di kubur, untuk sesajen (babaten)
diletakan disebuah meja kecil. Sebelum upacara berlangsung, bayi dan orang yang
mengikuti kegiatan upacara duduk dibelakang pimpinan upacara,lalu disiapkan
daun dadap, benang dan kapas putih.

Symbol (niyasa) yang digunakan dalam upacara Tiga Bulanan:


 Regek yaitu anyaman 108 helai daun kelapa gading berbentuk manusia, sebagai
symbol Nyama Bajang;
 Papah yaitu pangkal batang daun kelapa gading sebagai symbol ari-ari,
 Pusuh yaitu jantung pisang sebagai symbol getih,
 Batu sebagai symbol yeh-nyom,
 Blego sebagai symbol lamas,
 ayam sebagai symbol atma,
 sebuah periuk tanah yang pecah sebagai symbol kandungan yang sudah
melahirkan bayi,
 lesung batu sebagai symbol kekuatan Wisnu,
 pane symbol Windu (Hyang Widhi),
 air dalam pane symbol akasa,
 tangga dari tebu kuning sepanjang satu hasta diberi palit (anak tangga) tiga buah
dari kayu dapdap symbol Smara-Ratih (Hyang Widhi yang memberi panugrahan
kepada suami-istri).
Upacara otonan tiga bulanan ini juga disebutkan bertujuan untuk mengucapkan
syukur kepada Hyang Widhi atas karunia berupa panjang umur, serta mohon
keselamatan dan kesejahteraan.
UPACARA MECARU

Mecaru adalah upacara yang dilaksanakan untuk menjaga keharmonisan antara


manusia dengan alam oleh umat Hindu di Bali, Indonesia. Upacara mecaru juga disebut
dengan Butha Yadnya. Butha Yadnya pada hakikatnya merawat lima unsur alam, yakni
tanah, air, udara, api, dan ether. 

Upacara mecaru dilaksanakan sebelum hari raya Nyepi pada waktu Sasih
Kesanga. Upacara mecaru biasanya dilaksanakan di perempatan jalan dan di
lingkungan rumah. Setiap mengadakan upacara ini, setiap keluarga membuat caru atau
persembahan sesuai dengan kemampuan ekonomi.

Persembahan tersebut merupakan penyucian Bhuta Kala dan segala kotoran


yang ada, serta sebagai pengharapan segala keburukan tidak dialami lagi pada masa
mendatang. Persembahan dalam upacara mecaru biasanya berupa nasi lima warna,
lauk-pauk ayam, brumbuhan, dan disertai tuak. 

Upacara mecaru bertujuan untuk menanamkan nila-nilai luhur dan spiritual


kepada manusia agar selalu menjaga dan merawat alam dan lingkungan sekitarnya.
Masyarakat Bali percaya bahwa jika manusia merusak alam dan lingkungan, maka
suatu saat nanti manusia akan dibinasakan oleh alam.

Anda mungkin juga menyukai