TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Inventarisasi Tumbuhan
pendataan barang milik kantor (sekolah, rumah tangga dan sebagainya) yang digunakan
dalam melaksanakan tugas; 2) pencatatan atau pengumpulan data (tentang kegiatan hasil
para ahli seperti Sugiama (2013) mendefinisikan Inventarisasi adalah adalah serangkaian
diatas, maka definisi dari inventarisasi tumbuhan adalah suatu kegiatan untuk
mengumpulkan jenis-jenis tumbuhan yang ada dalam suatu wilayah tertentu (Yulianor,
2019). Untuk melakukan kegiatan inventarisasi itu, ada dua tahap yang harus dilakukan
penjelajahan atau penyelidikan untuk mencari tahu suatu area, daerah, keadaaan,
oleh masyarakat dalam ritual Adat Dayak Ngaju berdasarkan hasil wawancara
metode jelajah dengan bantuan masyarakat yang memiliki pengetahuan lebih luas
tentang tumbuhan yang digunakan dalam ritual Adat Dayak Ngaju. Setelah
diperoleh spesies tumbuhannya kemudian dilanjutkan dengan kegiatan identifikasi
mengenai jenis tumbuhan yang digunakan dalam ritual adat Dayak Ngaju yang
menentukan dan mengungkapkan nama ilmiah dari jenis tumbuhan mulai dari
kingdom hingga spesies. Kunci ini terdiri dari sederetan pernyataan identitas
tumbuhan yang terdiri dari dua baris dan berisi deskripsi dari ciri-ciri dari
berbagai maksud dan tujuan tertentu dalam suatu masyarakat. Dewa, roh halus,
neraka, surga, dll, selalu mengambil bentuk dan bagian dalam ritual, baik
musiman dan jarang. Adapun tujuan dari ritual-ritual tersebut adalah: tujuan
sikap masyarakat sesuai situasi sosial yang semuanya berorientasi pada perubahan
Jadi, Ritual adat yang biasa diadakan oleh suku Dayak Ngaju itu ada
beragam antara lain; upacara ritual mengantar tulang-tulang orang yang sudah
ritual Menetek Pantan, ritual membersihkan kampung atau Mamapas Lewu dan
Berdasarkan hasil studi pendahuluan, ada tiga ritual adat saja yang
nantinya akan diteliti jenis tumbuhan yang digunakan dalam Ritual Adat Dayak
Ngaju.
Kalimantan Tengah yang berkaitan dengan daur hidup pertama yaitu kelahiran.
Tujuanya untuk memberikan nama kepada si bayi pada usia 1-2 tahun. Upacara
Dayak Ngaju. Upacara Nahunan merupakan salah satu di antara lima ritual besar
suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah, selain beberapa ritual lainnya seperti
upacara ritual Dayak Pakanan Sahur dan upacara adat Dayak Manyanggar.
Masyarakat Dayak Ngaju hingga kini masih setia melestarikan aset peninggalan
nenek moyang mereka itu. Selain itu sebagai bentuk menghargai warisan leluhur,
suku Dayak Ngaju percaya meyakini bahwa keseimbangan antara manusia, alam
dan sang Pencipta merupakan suatu hubungan sinergis yang harus senantiasa
kepada bidan kampung atau dukun bayi yang telah membantu proses kelahiran
2) Sebagai pujian dan sanjungan atas kelahiran bayi yang sangat didambakan
3) Makna yang terakhir dan yang terpenting yaitu pemberian nama untuk sang
perlengkapan bidan. Untu sang bayi, disiapkan sebuah keranjang pakaian guna
menyimpan pakaian sang bayi. Tuyang atau ayunan untuk menidurkan ketika
upacara sedang dilangsungkan. Tuyang ini terbuat dari kulit kayu nyamu dan
dihias dengan mainan sederhana terbuat dari botol bekas yang dirangkai sehingga
digunakan untuk memandikan bayi, tak lupa Garantung atau gong untuk pijakan
bayi ketika keluar. Untuk perlengkapan sang bidan, terdapat sebuah Tanggul
layah. sebuah topi yang digunakan sang bidan sebagai menutup kepala ketika
membawa dan memandikan sang bayi ke sungai. ditambah lagi benda-benda yang
rejeki
roh halus
Semua upacara dan perlengkapan ini tak lepas dari tujuan upacara
Nahunan itu sendiri yakni menghargai daur kehidupan dari kelahiran hingga
kematian. Masyarakat Dayak sangat memahami bahwa kehidupan mempunyai
makna yang sangat dalam, semua tertuang dalam berbagai upacara yang diadakan,
semua budaya Suku Dayak. Sebelum dilakukan pernikahan ada beberapa tahapan
dan persiapan yang harus dilakukan. Yang utama ialah memperhatikan kesediaan
sang mempelai atau calon pengantin dan keluarga besarnya, dan juga “Hurui”
atau kekerabatan supaya tidak terjadi kawin sumbang atau juga perselisihan
Di luar ini baru dianggap bukan keluarga dekat dan boleh dinikahi.
yang memberikan kebebasan bagi seorang laki-laki atau seorang perempuan untuk
didalam budaya Dayak Ngaju, walau di beberapa daerah ada praktek perjodohan
Sistem pernikahan Dayak Ngaju juga adalah sistem monogami dan ada
satu istilah dalam bahasa Dayak Ngaju “Hambelom Sampai Hentang Tulang”
yang artinya hidup sampai menggendong tulang, Yang Artinya pernikahan yang
dilakukan harus bertahan sampai salah satu pasangan meninggal. Didalam tradisi
Tiwah atau penyucian tulang belulang, maka kewajiban sang Suami/Istri lah yang
antara lain:
1) Kawin Hatamput
laki-laki dan perempuan untuk melarikan diri dan hidup bersama sebagai suami-
istri. Perkawinan diibaratkan seperti kawin lari, jadi tanpa sepengetahuan orang
tua mempelai, hal ini bisa disebabkan karena salah satu orang tua mempelai tidak
menyetujui pernikahan itu atau karena sang laki-laki tidak mampu memenuhi
Palaku atau semacam mahar yang diminta oleh orang tua wanita atau pihak laki-
Kawin Pahinje arti harfiahnya menyatukan diri, perkawinan ini terjadi jika
salah satu pasangan tidak mampu memenuhi syarat adat atau membiayai
seserahan dalam pernikahan, maka cara ini adalah salah satu cara memaksa salah
3) Kawin Manyakei
Kawin Manyakei artinya memanjat, pernikahan ini terjadi akibat orang tua
salah satu pasangan tidak menyetujui atau salah satu pasangan pernah berjanji
akan menikahi tetapi tidak kunjung ditepati. Maka sang laki-laki atau perempuan
ini nekad mendatangi (memanjat) ke rumah pasangannya dan bertekad tidak akan
berlaku di dalam keluarga misal; Sala Hurui atau salah dalam hirarki silsilah
keluarga, misal antara secara hirarki keluarga dia adalah saudara laki-
usia.
Mandai Sala Sumbang dimana mereka harus makan ditempat Dulang Bawui
(Tempat Makan Babi). Perkawinan ini akan sangat memalukan keluarga kedua
5) Kawin Hisek
Kawin Hisek artinya kawin dengan cara meminta atau melamar. Ini
merupakan sistem pernikahan yang lazim dan sesuai dengan adat, didalam
pernikahan ini ada beberapa tahapan yang harus dilakukan antara lain.
1) Hakumbang Auh
Tahapan ini jika sang laki-laki bermaksud untuk menikahi seorang gadis
menjadi istrinya, maka laki-laki tersebut akan mengutarakan niatnya dengan jelas
melalui perantara baik disebut Oloh Helat atau Luang. Biasanya Oloh Helat ini
akan membawa beras yang ditaruh telur dan dibungkus kain kuning atau bisa juga
sejumlah uang kepada keluarga wanita sebagai bentuk kesungguhan niatan dari
sang laki-laki. Pada saat itu pihak keluarga wanita tidak akan langsung menjawab
Dengan adanya bukti berupa uang/beras & telur ini, maka keluarga besar
pihak laki-laki dapat diterima, akan terlihat Hurui atau silsilahnya di sana agar
'tidak berselisih.. Jika permintaan sang laki-laki ditolak maka Uang atau Mangkok
Beras tadi dikembalikan kepada Oloh Helat atau Luang tadi, tetai jika diterima
maka uang / mangkok beras tadi diterima dan disampaikan kepada Oloh
Helat tadi supaya selanjutnya pihak laki-laki datang dan melamar secara resmi.
2) Mamangul/Kajan Hatue
Ini adalah tahapan selanjutya dari tahapan hakumbang auh, pada tahap ini
pihak laki-laki dan keluarganya akan datang untuk melamar sang gadis. Pada
tahapan ini sang laki-laki akan membawa tanda panggul berupa kain, seperangkat
alat mandi, minyak wangi dan sejumlah uang. Dan sebagai pengikat janji maka
pihak laki-laki juga akan membagikan Duit Turus atau berupa uang receh kepada
masyarakat yang hadir dalam acara Mamanggul ini, maksudnya agar masyarakat
yang hadir tersebut menjadi saksi atas prosesi lamaran pernikahan ini.
Dalam prosesi Mamangul ini akan dibicarakan Jalan Hadat yaitu barang
yang harus dipersiapkan oleh pihak laki-laki sesuai dengan ketentuan adat dan
juga semacam klausul yang telah disekepati sebelum jika salah satu pasangan
melanggar sumpah pernikahan. Pada saat ini perjanjian ini akan dilakukan tanda
3) Maja Misek
tanggal, bulan dan hari pelaksanaan pernikahan. Pada acara maja misek in pihak
laki-laki akan datang membawa Ramun Pisek berupa seperangkat baju lengkap
atau Pakaian Sinde Mendeng dan juga peralatan merias diri. Kemudian
dan dilanjutkan dengan acara Tampung Tawar yaitu doa dari pihak keluarga
dengan cara memercikan air bunga. Pada saat itu acara Mamanggul digabungkan
4) Penganten Mandai
Ini adalah prosesi pernikahannya yang dimana laki-laki harus membayar
1) Palaku
sang wanita, dimana sang suami tidak akan punya hak untuk menjual atau
menggadaikan barang tersebut. Palaku pada masa lalu berupa Gong beberapa
kati/ratusan killogram jadi misal 3 kati garantung berarti gong seberat 300 kg.
Pada masa ini Palaku berupa sebidang tanah atau emas yang akan menjadi hak
sang istri. Palaku disini adalah untuk menjamin hidup sang wanita, jika sang
suami suatu saat meninggalkan istrinya maka secara adat sudah diatur apa saja
yang menjadi haknya dan denda yang harus dibayarkan oleh suami.
2) Saput
yang dianggap selama ini telah menjadi pelindung, maka sang laki-laki akan
kepada ayah sang mempelai perempuan sebagai bentuk penghormatan atas kasih-
sayang sang ayah yang selama ini merawat dan melindungi sang anak.
4) Garantung Kuluk Pelek
Garantung Kuluk Pelek Arti harfiah kuluk pelek adalah kepala patah. Pada
zaman dahulu jika seseorang mulai bekerja di suatu hutan yang baru maka ia
agar tidak tersesat berupa Pelekam atau patahan-patahan ranting sebagai tanda
arah jalan ketika memasuki hutan, patahan ini disebut Kuluk Pelek. Jika orang
tersebut tersesat dihutan dan belum pulang hingga larut malam, maka pihak
keluarga akan mencarinya dengan mengikuti tanda Kolok Pelek sambil memukul
Garantung atau gong sebagai alat komunikasi memanggilnya pulang. Benda ini
memiliki makna filofis yang dalam, ibarat memasuki hutan lebat yang baru,
pernikahan juga memliki hakikat yang sama, dimana mereka harus menjaga
pernikahannya. Jika suatu saat ada sesuatu yang membuat salah satu pasangan
“tersesat” maka ia harus kembali mengingat janji awal yang telah dilakukan
dihadapan Tuhan.
Lamiang Turus Pelek adalah manik yang berwarna merah dan panjang, ini
adalah salah satu wujud cinta dari sang laki-laki, karena warna merah manik
lamian ini tidak akan pudar oleh waktu, demikian juga cinta sang laki-laki tadi.
jiwa, maka pasangannya nanti akan menjadi orang yang selalu memperkuat jiwa
meninggal, maka juga mengandung makna cinta dan kesetiaan harus dibawa
sampai mati. Turus Pelek adalah kayu yang ditancapkan ke tanah sebagai tambat
perahu agar tidak hanyut terbawa arus, maka pernikahan ini adalah sebagai bentuk
Bulau artinya emas dan singah artinya menerangi. Ini biasanya berupa
cincin pernikahan yang terbuat dari emas yang akan selalu mengingatkan
7) Lapik Luang
Lapik artinya alas, Luang tadi sama saja dengan Oloh Helat atau perantara,
8) Sinjang Entang
Sinjang artinya kain penutup tubuh dan entang adalah gendongan. Ini
yang selama ini telah merawat dan mengasuh anaknya dan juga bentuk
permohonan doa restu dari sang ibu. Pemberian ini biasanya berupa Tapih
9) Tutup Uwan
Tutup artinya penutup, Uwan artinya uban. Ini juga sebagai bentuk
dalam bentuk kain hitam sepanjang 2 meter. Dalam masyarakat Dayak Ngaju,
peranan orang tua sangat diperlukan dalam membina rumah tangga berupa
diperlukan modal dasar, uang ini tidak boleh dibelanjakan karena uang ini
Pinggang Pananan berupa satu buah piring, gelas, sendok, mangkok dll.
Maknanya ialah pasangan ini akan mulai makan sepiring berdua, minum dengan
gelas yang sama. Artinya, mereka harus mulai belajar hidup dalam solidaritas
Tuak adalah minuman keras khas Dayak. Minuman ini diberikan ketika
laki-laki, biasanya sering diadakan lomba pantun dan penuh candaan. Jika salah
satu pihak salah bicara atau kalah berpantun maka akan didenda meminum tuak.
Panginan Ije Andau Arti harfiahnya makanan satu hari. Disini adalah
biaya pernikahan, umumnya didalam budaya Dayak Ngaju biaya pernikahan akan
ditanggung bersama baik oleh pihak laki-laki dan perempuan. Biasanya biaya ini
Jangkut Amak Arti harfiahnya adalah kelambu dan tikar, ini berupa
Duit Turus adalah uang dalam bentuk recehan yang dibagikan kepada
Biasanya bisa berupa Guci atau perhiasan yang akan diberikan Ibu
mempelai laki-laki kepada menantunya setelah acara pernikahan pada waktu acara
upacara kematian yang dilakukan oleh suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah.
Upacara Tiwah sendiri merupakan upacara sakral terbesar dalam Suku Dayak. Hal
ini dikarenakan upacara Tiwah melibatkan sumber daya yang banyak dan waktu
yang cukup lama. Ritual ini dilakukan bertujuan untuk mengantarkan jiwa atau
roh manusia yang telah meninggal dunia menuju tempat yang dituju yaitu Lewu
Tatau Dia Rumpang Tulang, Rundung Raja Dia Kamalesu Uhate, Lewu Tatau
Habaras Bulau, Habusung Hintan, Hakarangan Lamiang atau Lewu Liau yang
letaknya di langit ke tujuh. Pada tahun 2014, upacara Tiwah telah dimasukan
dalam penetapan Warisan Budaya Tak benda Indonesia yang dilakukan oleh
lokal yakni agama Hindu Kaharingan, kematian merupakan hal terakhir yang
dialami manusia. Bagi mereka, kematian hanyalah awal untuk mencapai dunia
kekal abadi yang menjadi tempat asal manusia. Dunia kekal abadi tersebut adalah
tempat atau dunia roh yang dimana manusia telah mencapai titik
yang kekal. Namun, suatu ketika manusia berbuat kesalahan dan pada akhirnya
wujud menjadi arwah ini disebut dengan Lio/Liau/Liaw. Liau oleh masyarakat
Dayak Ngaju wajib diantar ke dunia arwah yakni alam tertinggi yang disebut
Lewu Liau atau Lewu Tatau. Proses pengantaran ini melalui serangkaian upacara
kematian, yakni upacara Tiwah. Liau sendiri menurut masyarakat Dayak Ngaju
kewajiban secara moral dan sosial. Pihak keluarga yang ditinggalkan merasa
alam roh. Selain itu, dalam kepercayaan Dayak Ngaju, arwah orang yang belum
diantar melalui upacara Tiwah akan selalu berada di sekitar lingkungan manusia
lainnya.
yang juga membutuhkan biaya sangat besar. Keluarga atau kelompok masyarakat
sosial seseorang atau keluarga. Semakin meriah dan durasi yang lama, maka status
sosial seseorang semakin tinggi. Bagi keluarga yang memiliki kekayaan atau
kelurga kaya, upacara Tiwah dapat dilaksanakan secara mandiri yakni hanya
atau istilahnya keluarga miskin, upacara Tiwah dapat dilakukan secara bersama-
sama atau gotong royong oleh beberapa keluarga atau bahkan oleh satu desa.
Istilah bergotong royong ini dalam bahasa Ngaju dinamakan handep hapakat.
banyak keluarga tercatat dalam sejumlah tulisan. Salah satunya pada tanggal 1
kerangka jenazah nenek moyang dari 46 keluarga. Mereka berasal dari beberapa
upacara Tiwah harus berjalan dengan sempurna. Penyelenggara harus cermat dan
setelah musim panen padi yakni sekitar bulan Mei, Juni dan Juli. Pemilihan waktu
pangan yang cukup bagi anggota keluarga yang akan menyelenggarakan upacara
Tiwah. Selain itu, masa pasca panen bersamaan dengan masa liburan anak
masyarakat Dayak Ngaju dapat dibagi menjadi dua yakni pertama, upacara-
sementara dan kedua, upacara Tiwah itu sendiri. Kedua upacara tersebut biasanya
memiliki jeda. Umumnya jeda ini berlangsung selama satu tahun hingga beberapa
tahun. Jeda ini dikarenakan mahalnya biaya upacara Tiwah sehingga pihak
Dalam masa jeda atau masa antara upacara kematian setelah meninggal
sejumlah upacara yang bertujuan memberi makan dan sesajen atau persembahan
1) Menit
2) Mahanjur
3) Minih
4) Manampa raung
5) Manatun
6) Memalas
7) Tantulak matey
orang yang sudah meninggal. Bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu
Jenazah yang masih memiliki tubuh yang utuh harus dipisahkan dulu tulang
Tiwah nantinya akan dibantu oleh peserta lain yang disebut anak-anak Tiwah.
1) Memilih dan menentukan orang yang akan menjadi pemimpin upacara. Para
pemimpin ini biasanya terdiri dari tujuh atau sembilan orang. Salah satu dari
mereka akan berperan sebagai pemimpin utama atau upo. Sisanya akan
menjadi anggota yang disebut dengan basir. Tugas orang-orang ini adalah
a) Balai Tiwah atau Balai Nyahu adalah sebuah rumah kecil yang berukuran
terbuat dari kayu-kayu yang masih utuh (bulat). Digunakan untuk menyimpan
gong.
setelah upacara Tiwah berakhir. Biasanya terbuat dari kayu besi (ulin) yang
dapat bertahan hingga 100 tahun. Pada dinding Sandong terdapat ukiran
dengan motif tertentu. Sandong memiliki ukuran lebar sekitar 0,5 - 1,5 meter
manusia atau sejenis hewan tertentu seperti kera. Tiang ini memilki tinggi
kerbau, babi, ayam dan sapi. Jumlahnya tergantung jumlah hewan yang
dikurbankan.
e) Pantar merupakan tiang yang terbuat dari kayu ulin. Tiang ini memiliki tinggi
10 meter dengan diamter sekitar 20- 30 meter. Pada bagian bawah Pantar
terdapat ukiran dengan pola atau motif tertentu. Sedangkan pada bagian atas
biasanya akan ditusukkan sebuah belanga/guci atau sebuah gong. Tiang ini
dibuat tidak jauh dari sandung yang menandakan selesainya upacara Tiwah.
f) Bara-bara atau hantar bajang yakni sejenis pagar yang terbuat dari bambu
dihiasi sejumlah bendera yang mewakili arwah atau makhluk halus yang akan
yang menjadi pagar tersebut saling terhubung dengan daun-daunan yang disebut
memiliki bentuk persegi empat dengan ukuran sekitar 1 x 1 meter. Selain itu,
pasah pali dilengkapi dengan beberapa tiang dengan tinggi rata-rata dua meter.
h) Garantung (gong) dan kakandin (kain merah). Gong dalam upacara Tiwah
tidak hanya berfungsi sebagai alat musik, juga sebagai tempat membawa
j) Hewan kurban yang biasa disediakan dalam upacara Tiwah adalah ayam, babi,
dan kerbau.
Pasalnya, belum ada pedoman pelaksanaan yang resmi. Jadi setiap kelompok
masyarakat Dayak terdiri dari sub-suku yang berbeda yang mengartikannya secara
berbeda. Namun, pada dasarnya, Tiwah semua memiliki tujuan yang sama, yaitu
membawa jiwa-jiwa ke tanah yang abadi. Adapun pelaksanaan inti dari Upacara
1) Hari Pertama
disebut Balai Pangun Jandau mulai dibuat. Dalam proses pembuatannya, terdapat
syarat yang harus dipenuhi yakni kurban seekor babi yang disembelih oleh Bakas
Tiwah.
2) Hari Kedua
darah babi diambil sebagai syarat untuk melakukan upacara mamalas sangkaraya
sandung rahung. Selain itu, pada hari ini berbagai macam alat musik seperti
Sebelumnya, semua alat musik tersebut harus dipalas atau dioleskan dengan darah
3) Hari Ketiga
Pada hari ketiga, hewan kurban seperti sapi atau kerbau akan diikat di
sangkaraya. Tiga orang memiliki tugas untuk melakukan mangajan, yakni sejenis
tarian sakral. Saat melakukan mengajan akan diiringi dengan tabuhan alat musik
dan sorakan kegembiraan. Selain itu, dilakukan juga kegiatan melempar beras
merah dan beras kuning ke angkasa. Setelah prosesi mangajan selesai, hewan
kurban akan dibunuh dan darahnya akan dikumpulkan dalam sebuah wadah
bernama sangku. Darah ini akan digunakan untuk menyaki dan memalas semua
orang dan peralatan yang digunakan selama upacara Tiwah. Tujuannya adalah
4) Hari Keempat
Pada hari keempat, tidak jauh dari Sangkaraya didirikan tiang panjang
yang disebut Tihang Mandera. Tiang tersebut menjadi tanda bahwa kampung
tersebut tertutup karena sedang berlangsung upacara Tiwah. Penduduk yang
belum dipalas atau dioleskan darah hewan, dilarang masuk ke dalam kampung.
Pada hari ini, ahli waris arwah atau salumpuk liau mulai melaksanakan sejumlah
pantangan.
5) Hari Kelima
Para tamu yang hadir biasanya akan mengelilingi hewan kurban tersebut. Selain
6) Hari Keenam
Pada hari keenam, dilaksanakan puncak upacara Tiwah. Para tamu akan
hadir dengan menaiki rakit atau kapal yang berisi sesajen atau persembahan.
7) Hari Ketujuh
Pada hari ketujuh yang merupakan hari terakhir pelaksanaan inti upacara
Tiwah, arwah anggota keluarga atau salumpuk liaw akan melakukan perjalanan
menuju Lewu Liau. Proses ini diawali dengan proses pengurbanan hewan yang
diikat di sapundu dengan cara ditombak. Selanjutnya, ada prosesi tarian kanjan.
hayati sebagai jutaan tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme, termasuk gen yang
mereka miliki, serta ekosistem rumit yang mereka susun menjadi lingkungan
kompentensi Dasar 3.2 yaitu menganalisis data hasil observasi tentang berbagai
Penelitian yang relevan pada penelitian ini antara lain: Kristiana dan Bayu
(2020) yaitu tentang “Identifikasi Tumbuhan Pada Tradisi Nimbuk Suku Dayak di
Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn), Batang Serai (Cymbopogon citratus Linn),
Kunyit (Curcuma Longa Linn), Bambu Kuning (Bambusa vulgaris Schard. Ex J.C
var. Sriata), Buah Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C), Batang Kayu Ulin
(Eusideroxylon zwageri Teijsm & Binn), Batang Rotan (Calamus Rotang Linn),
Buah Pinang (Areca catechu Linn), Buah Kelapa (Cocos nicifera Linn), Buah
Pisang (Musa paradisiacal), Padi atau Beras (Oryza sativa Linn), dan Daun
Persamaan penelitian yang dilakukan pada jenis tumbuhan ritual adat Dayak
kegunaan dari tumbuhan tersebut selama upacara, dan lokasi penelitian yang di
Kelebihannya membahas kegunaan dan fungsi dari jenis tumbuhan dalam Tradisi
Penelitian yang dilakukan oleh Silvia dan Sari (2019) yaitu “Analisis
Jenis, Fungsi, Makna, dan Nilai Ekonomi Tumbuhan Ritual Mamapas Lewu Suku
Sawang belum dan Sawang gagar atau daun andong (Cordyline Fruticosa Comm
Ex R.Br), Sukup atau Buah Manggis (Garcinia mangostana Linn), Tungkun atau
Daun Sisik Naga (Pyrrosia Piloselloides M.G Price), Daun Pilang (Vachellia
leucophloea (Urb & Ekman.) Siegler & Ebinger), Taberau Hanyi atau Rumput
Bambu (Bambusa vulgaris Schard. Ex J.C), Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn),
Persamaan penelitian yang dilakukan pada jenis tumbuhan ritual adat Dayak
dan fungi dari jenis tumbuhan pada Tradisi Mamapas Lewu kemudian teknik
analisisnya menggunakan dua teknik analisis data yaitu kualitatif dan kuantitaif.
Teknik analisis data kualitatif berfokus pada fungsi dan makna serta nilai ekonomi
berdasarkan sumber data yang tertulis dari jenis tumbuhan yang digunakan dalam
ritual Mamapas Lewu sedangkan teknik analisis data kuantitatif harus bersumber
dari data hasil penyebaran angket. Untuk memastikan keabsahan data tersebut
dilakukan peninjauan ulang dari hasil kedua analisis data tersebut. Kemudian
yang menjadi kekurangan dalam penelitiannya tidak disebutkan nama spesies dan
nama familia dari sebagian jenis tumbuhan yang ditemukan, sehingga akan terjadi
kendala dan kesulitan apabila penulis skripsi menjadikan hasil penelitiannya
jenis dari 6 familia tumbuhan yang digunakan yaitu Buah Pinang (Areca catechu
Linn), Daun Sirih Hijau (Piper betle Linn), Daun Andong (Cordyline fruticosa
Comm), Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata Lam.Pers), Batang Rotan Sega
Hassk).
tumbuhan yang digunakan dalam perkawinan Adat Suku Dayak Uud Danum dan
upacara, dan lokasi penelitian yang dimana lokasi penelitian ini bertempat di
denotatif dan konotatif dari tumbuhan yang digunakan dalam perkawinan Adat
familia tumbuhan yang digunakan dalam ritual adat yaitu Daun Andong
(Cordyline fruticosa Comm), Buah Kelapa (Cocus nucifera Linn), Pinang (Arace
Vurgaris (Schard) JC. Wendy ), Beras (Oryza sativa Linn), Tebu (Saccharum
(Musa paradisiaca Linn), Daun sirih hijau (Piper betle Linn), Daun Pandan
(Pandanus amaryfolius Roxb), Daun Waru (Hibiscus tiliaceus Linn), Daun Cocor
Wilde), Bunga Kenop (Gomphrena globosa Linn), Pacar Kuku (Lawsonia inermis
Linn), Bawang Bombay (Allium cepa Linn), Bawang Putih (Allium sativum Linn),
Bunga Melati (Justica gendaruss a Burm F), Bunga Mawar (Rosa hybrida Linn),
tumbuhan yang digunakan dalam ritual adat masyarakat setempat sedangkan yang
menjadi perbedaannya adalah suku dari masyarakat, dan lokasi penelitian yang
tentang kegunaan dan fungsi dari organ tumbuhan yang digunakan dalam ritual
Penelitian yang dilakukan oleh Citra Yulia (2020), yaitu “Studi Etnobotani
Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Cristm Swingle), Bunga Melati Putih
(Jasminum sambac (Linn.) Sol.ex.Aiton), Daun Sirih (Piper betle Linn), Buah
Pinang (Areca catechu Linn), Kunyit (Curcuma longa Linn), Bunga Selasih
atau Beras (Oryza sativa Linn), Kencur (Kaempferia galanga Linn), Buah Pisang
(Musa paradisiaca Linn), Bunga Jengger Ayam (Celosia cristata Linn), Bunga
(Alamanda cathartica L), Buah Kelapa (Cocos nucifera Linn), (Kurzx.)), Bawang
Putih (Allium sativum Linn), Buah Salak (Salacca zalacca (Gaertn) Vos), Beras
ketan (Oryza sativa var. Glutinosa Kom), Jahe (Zingiber officinalle Roscoe),
Daun Bonglai (Zingiber purpureum Roxb), Rumput Jeringau (Acorus calamus L),
adorata (Lam.) Hook.f. & Thoms), Bunga Cocok Botol (Tagetes erecta Linn),
Daun Andong (Cordyline fructiosa Comm), Buah Jeruk Manis (Citrus sinensis L),
tumbuhan gambir (Uncaria gambir (W). Hunter) Roxb), Bawang Bombay
(Allium cepa Linn), Sayur Bayam (Amarantus spinosus Linn), dan Ubi Kayu
perbedaan dari penelitian ini adalah judul penelitiannya yang lebih menekankan
ke studi Etnobotani, jumlah suku yang ada dalam masyarakat tersebut, dan lokasi
Gunung Mas Provinsi Kalimantan Tengah serta teknik analisis data. Kelebihan
dari penelitian ini adalah pembahasannya terkait penggunaan dan nilai dari setiap
C. Kerangka Berpikir
keanekaragaman Hayati Kelas X SMA, melalui penelitian ini akan diungkapkan kondisi
dari Lokasi Penelitin, kegiatan eksplorasi dan identifikasi jenis tumbuhan yang digunakan
dalam Ritual Adat Dayak Ngaju, Jenis tumbuhan yang digunakan dalam Ritual Adat
Dayak Ngaju, organ yang digunakan mulai dari akar hingga buah dan juga rimpang,
sumber perolehan, dan pemanfaatan selama ritual Adat dan simbol dan juga maknanya.
Untuk lebih jelasnya kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.6
Semua jenis tumbuhan yang digunakan dalam Ritual Adat Dayak Ngaju, yang sudah
diperoleh dari hasil penelitian ini akan dijadikan sebagai penunjang Materi
Keanekaragaman Hayati dalam bentuk format infografis