1. Subak
Sawah terasering ini salah satu implementasi dalam sistem pengairan subak.
Sistem pengairan subak berlandaskan semangat egaliter dan demokratis dalam
praktik pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan terutama beras.
Konsep Tri Hita Karana dalam menopang pengelolaan air pada sistem subak
bertujuan mempertahankan hubungan harmonis antara alam, dunia spiritual,
serangkaian ritual, persembahan, dan pertunjukan dengan artistik yang estetis.
2. Tari Bali
Dalam seni pertunjukan tari dalam budaya Bali terdapat 3 genre, yaitu
bersifat sakral, semi sakral, dan yang dimaksudkan untuk dinikmati oleh masyarakat
luas. Tari Bali masuk dalam daftar warisan takbenda WHC UNESCO.
Tari-tarian Bali dimainkan oleh pria dan wanita dengan mengenakan kostum
tradisional. Konstum warna cerah dan dilukis motif bunga serta fauna emas dengan
aksesoris bentuk daun dari emas dan permata. Tarian tersebut terinsirasi oleh alam
dan melambangkan trandisi, adat istiadat, dan nilai-nilai kepercayaan msyarakat.
Semua jenis tari Bali diiringi gamelan yang menggambarkan suasana disamping
gestur penari yang eskpresif.
Sebagai hasil budaya, tari di Bali dengan kriteria 3 genre di atas antara lain
Tari Barong, Tari baris, Tari Joget Bumbung, Tari Rejang, Tari Sanghyang Dedari,
Drama Tari Gambuh, dan Tari Topeng Sidakarya.
3. Tenun Endek
Budaya Bali memang lekat sekali dengan alam, tergambar dari motif-motif
pada kain tenun endek. Disamping motif alam, ada pula motif yang bersifat sakral,
yaitu motif encak saji dan motif patra.
Tak hanya pantai sebagai tempat wisata yang bisa dihampiri, ada air terjun,
perairan tempat snorkeling, surfing, gunung, hingga tepian sungai yang didesain
cantik. Sejumlah pura suci juga dibuka untuk umum. Belum lagi museum dengan
berbagai macam koleksi bersejarah. Dan lagi, makanan khas bali juga memiliki
keunikan rasa, seperti ayam betutu, nasi jinggo, serombotan, sate lilit, sambal matah,
dan masih banyak lagi.
Masakan Bali juga diolah berdasarkan sumber daya alam di sekitar dan resep
berdasarkan budaya yang diturunkan kepada setiap generasi.
Ngaben merupakan adat istiadat Bali yang biasa dilakukan ketika salah satu anggota
keluarganya meninggal dunia. Upacara ini dilakukan dengan membakar mayat atau kremasi
jenazah.
Makna dari ngaben adalah mengembalikkan roh yang telah meninggal dunia ke tempat
asalnya, sebagai tanda keikhlasan dari keluarga yang ditinggalkan.
2. Omed-omedan
Adat istiadat suku Bali yang lain adalah Omed-omedan. Tradisi ini hanya boleh
dilakukan wanita dan pria yang masih single atau tidak memiliki pasangan.
Pasalnya, antara pasangan muda-mudi akan saling tarik menarik dan berciuman.
Tradisi ini dilakukan setelah hari raya Nyepi sebagai bentuk suka cita di Banjar Kaja, Desa
Sesetan, Denpasar.
3. Melasti
Sebelum pelaksanaan hari raya Nyepi, umat Hindu di Bali biasa melaksanakan
upacara Melasti. Upacara ini dilakukan dengan mendatangi beberapa sumber mata air, seperti
pantai dan bermakna untuk menyucikan diri.
4. Mepandes
Upacara adat ini juga dikenal dengan nama Potong Gigi. Biasanya, yang
melaksanakan upacara ini adalah anak-anak yang dianggap telah beranjak dewasa. Adapun,
gigi taring bagian atas sang anak akan dikikis. Hal itu dilakukan untuk menghilangkan sifat
buruk yang ada di dalam diri manusia.
5. Ngerupuk
Selain Melasti, Ngerupuk juga merupakan rangkaian dari upacara Nyepi. Upacara ini
dilakukan untuk mengusir Bhuta Kala kejahatan dari kehidupan manusia dan mengganggu
Nyepi. Upacara ini juga biasa dilakukan bersamaan dengan pawai ogoh-ogoh.
8. Piodalam
Upacara ini dilakukan sebagai bentuk kewajiban membayar hutang kepada sang
Pencipta. Sebab, piodalan diartikan sebagai perayaan hari jadi tempat suci.
9. Saraswati
Setiap enam bulan sekali, umat Hindu di Bali selalu melaksanakan hari raya
Saraswati. Perayaan ini diartikan sebagai hari turunnya atau terciptanya ilmu pengetahuan.
Upacara ini dilakukan dengan mengupacarai benda-benda yang membantu aktivitas hidup
manusia saat ini, seperti motor, mobil, mesin, hingga komputer.
11. Nyepi
Upacara dan adat istiadat Bali yang terakhir adalah Nyepi. Perayaan ini dilakukan
selama satu hari lamanya dengan menahan hawa nafsu dan berdiam diri di rumah.
Tempat suci (pura) bagi umat hindu adalah suatu tempat yang disucikan, di-
keramatkan sebagai tempat pemujaan bagi umat beragama. Salah satu diantara-nya
merupakan tempat melakukan upacara Yajña yang disesuaikan dengan Desa, Kala,
dan Patra.
Pura berasal dari kata pur yang artinya benteng atau tempat berlindung. Pura
sebagai tempat berlindung karena umat Hindu merasa wajib untuk melakukan
pemujaan di pura, untuk memohon keselamatan ke hadapan Sang Hyang Widhi
Wasa/Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena pura sebagai tempat pemujaan dan se-
bagai tempat berlindung, maka setiap pura wajib dijaga dan dipelihara oleh umat
Hindu di mana pura itu berada. Memelihara pura adalah tanggung jawab sebagai
umat Hindu. Melestarikan pura maksudnya adalah memelihara dan, melaksanakan
Upacara Yajña yang disesuaikan dengan Desa, Kala, dan Patra. Desa artinya tempat,
yaitu tempat dibangunnya sebuah pura. Kala artinya sama dengan waktu, kapan
upacara itu dilaksanakan. Patra artinya keadaan, dalam keadaan bagaimana upacara
itu dilaksanakan oleh desa atau masyarakat penanggung jawab itu.
Jadi, dengan demikian pelaksanaan upacara di masing-masing tempat suci atau pura
yang ada di Bali khususnya ataupun di Indonesia pada umumnya terkadang kita
jumpai adanya perbedaan-perbedaan. Namun memiliki tujuan yang sama yaitu untuk
mohon keselamatan lahir dan batin.
Sanggah Kemulan memakai pintu ruang tiga, dan Sanggah Taksu memakai pintu
ruang satu. Pada beberapa daerah ada pula menyebutkan Sanggah Kemulan itu
sebagai Palinggih Bhatara Guru tetapi dari segi manfaat atau fungsinya sama. yaitu
sebagai tempat memuja Roh Para Leluhur yang telah disucikan. Di samping itu kalau
dilihat dari segi pintu ruangnya ada tiga, maka juga dimanfaatkan untuk memuja
manifestasi Tuhan (dalam bukunya I Ketut Wiana tentang struktur Sanggah
Kemulan) Rong tiga merupakan tempat pemujaan terhadap Hyang Kemimitan/Sang
Hyang Widhi Wasa di rong tengah, Sang Hyang Purusa/Ayah di rong kanan, dan
Sang Hyang Pradhana/Ibu di rong kiri.
Fungsi Sanggah Kemulan bagi keluarga di samping sebagai tempat memuja Para
Leluhur dan manifestasi Tuhan juga bermanfaat untuk melakukan Upacara agama
pada hari-hari suci seperti: Purnama, Tilem, Anggara Keliwon, Buda keliwon,
Upacara Perkawinan, Upacara Potong Gigi, dan Upacara Pitra Yajña bagi keluarga.
2. Pura Swagina
Pura Swagina artinya pura yang berfungsi dan bermanfaat untuk masyarakat
tertentu, sesuai dengan profesi dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, (Duwijo
dan Darta, 2014:75). Contoh Pura Swagina antara lain:
a. Pura Bedugul/Ulun Suwi/Ulun Danu yaitu pura tempat pemujaan Ista Dewata
sebagai Dewa Kemak-muran, bagi umat yang bermata pencaharian sebagai petani.
Hara-pannya adalah agar mengeluarkan air dari perut bumi, menurunkan hu-jan dari
langit untuk memberikan kesuburan pada isi alam semesta.
c. Pura Segara yaitu pura yang di-bangun di pinggir pantai tempat me-muja Dewa
Baruna oleh para nelayan sebelum pergi melaut agar selamat dalam perjalanan dan
mendapat tuntu-nan sehingga dapat menangkap ikan untuk menunjang kebutuhan
hidup ber-sama keluarga. Mereka berharap dari hasil tangkapannya itu akan mampu
membeli sandang, pangan dan papan, dalam menjalankan kehidupan bersama
keluarganya, (Duwijo dan Darta, 2014:77).
Pura umum yaitu pura sebagai tempat pemujaan yang dimanfaatkan oleh
masyarakat umum tanpa membedakan golongan, suku, dan profesi. Adapun pura
yang bersifat umum antara lain adalah:
b. Pura Puseh adalah tempat memuja manifestasi Tuhan sebagai Dewa Wisnu yaitu
Dewa Pelindung atau Pemelihara Isi alam beserta isinya dengan saktinya Dewi Sri
sebagai lambang kemakmuran. Ciri Khas bentuk bangunan di pura ini secara umum
berupa Sebuah Meru tumpang tujuh (7) dan ada pula yang berbentuk lain. Hal itu
juga tergantung pada keadaan setempat.
c. Pura Dalem adalah tempat memuja manifestasi Tuhan sebagai Dewa Siwa yang
berfungsi sebagai pelebur atau Pralina alam beserta isinya. Sakti Dewa Siwa adalah
Dewi Durga. Bentuk bangu-nan Pura Dalem memiliki ciri khas ber-bentuk Gedong.
Pura Sad Kahyangan yang ada di Bali adalah enam (6) buah kahyangan besar
yang ada di sebagai tempat memuja Ista Dewata yang terdapat di beberapa
Kabupaten di Bali.
Di Bali terdapat Sad Kayangan seperti tersebut di atas. Sedangkan pura umum di luar
Bali adalah Pura Jagatnatha yang fungsinya hampir sama dengan Sad Kahyangan Jagat yang
ada di Bali. Pura ini di manfaatkan sebagai tempat pemujaan oleh masyarakat/umat Hindu
dari berbagai golongan, baik golongan Brahmana, Wesya, Ksatria dan Sudra. Pada intinya
pura umum bermanfaat sebagai pemersatu umat dari golongan manapun.