Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SOSIOLOGI

ANALISIS ETNIS DI INDONESIA


ETNIS BALI

Disusun oleh :
1. Dwi Purwaningsih (09)
2. Riyana Murniasih (27)

Kelas : XI IPS 1

SMA NEGERI 1 WERU


TAHUN PELAJARAN 2017/2018
UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN SUKU BALI

1. KEPERCAYAAN/RELIGI.
Mayoritas masyarakat Bali adalah penganut agama hindu dan sisanya menganut
Aliran tertentu atau Sekte.
a. Beberapa Aliran Sekte, antara lain :
 Niste Arya.
 Madya Arya.
 Utama Arya.
b. Upacara Persembahan Masyarakat Bali.
Upacara persembahan bertujuan untuk memperingati Hari Kelahiran, Hari
Kematian, dan juga Perkawinan masyarakat Bali. Maka dari itu banyak sekali
Upacara Persembahan yang dilakukan masyarakat Bali yang mana itu adalah suatu
bentuk ketaatan seseorang pada agama yang dianut dan rasa sosial juga budaya
masyarakatnya yang masih kental.
c. Kepercayaan Orang Bali.
Kepercayaan yang dimaksudkan disini adalah beberapa Mitos yang mana
dipercaya orang Bali. Contohnya antara lain :
 6 Simbol Musuh Manusia, yaitu :
1. Mata.
2. Telinga.
3. Hidung.
4. Bibir.
5. Alat Reproduksi.
6. Dubur.
6 Simbol tersebut diyakini oleh masyarakat Bali sebagai simbol sumber
kejelekan atau sumber hawa nafsu. Masyarakat Bali percaya jika kita tidak
menjaga 6 simbol tersebut, maka kita akan mendapat keburukan.
 Arti warna di Bali. Ada banyak warna di dunia. Dan ini beberapa contoh warna
yang dianggap sakral masyarakat Bali, contohnya :
1. Warna Merah, warna ini berarti Dewa Brahma.
2. Warna Putih, warna ini berarti Dewa Wisnu.
3. Warna Hitam, warna ini berarti Dewa Siwa.
 4 Tingkat Kehidupan Manusia.
1. Brahma Larik Asrama, masa dimana seseorang masih menuntut ilmu.
2. Griya Hasta Asrama, masa dimana seseorang sudah berumah tangga.
3. Wana Prasta Asrama, masa dimana seseorang sudah bekerja.
4. Sanyasid, masa dimana seseorang sedang mempersiapkan kematiannya.
 Leak.
Orang-orang pasti sudah tau tentang ‘hal’ ini dan pasti sudah tak asing lagi.
Leak adalah ilmu hitam yang digunakan oleh orang Bali tertentu yang mana
sebenarnya leak ini adalah ilmu yang baik dan untuk kebaikan seperti
menolong seseorang. Namun ilmu ini sudah disalahgunakan oleh pemilik ilmu
ini untuk berbuat kejahatan seperti mencelakai seseorang. Leak ada 3 jenisnya,
yaitu :
1. Anesti, berasal dari kata Desti. Orang yang mempunyai ilmu jenis ini bisa
berubah wujud menjadi apa saja. Contoh yang terkenal pada masyarakat
Bali adalah Randa.
2. Aneluh, berasal dari kata Teluh. Orang yang mempunyai ilmu jenis ini bisa
mengirimkan sesuatu yang gaib atau bala. Contohnya santet.
3. Anrang Jane, Orang yang mempunyai ilmu jenis ini bisa mengobati orang
yang sedang sakit.
Menurut kepercayaan orang Bali, leak berasal dari Ilmu Jawa yang dibawa ke
Bali. Namun, ada juga yang beranggapan bahwa leak ini berasal dari Dewi
Turga, Dewa Siwa dan juga Dewa Krisna.
d. Bali Dupa.
Bali Dupa atau juga bisa disebut Pulau Persembahan Sesaji, ada juga yang
menyebutkan Pulau 1000 Pura atau Sanggah Pemrajan yang mana bertujuan
untuk memuja Tuhan, Dewa, para Leluhur, hingga Nenek Moyang dan tempat
pemujaan itu disebut dengan Pura.
 Ada 4 Karakter Pura, antara lain :
1. Pura Umum, yang mana pura ini untuk memuja Tuhan, Resi dan Imotsah.
2. Pura Fungsional, pura ini dibuat sesuai dengan fungsi tempatnya.
3. Pura Kawitan, yang mana pura ini untuk klan yang ada di Bali.
4. Pura Teritorial, yang mana pura ini disebut juga pura 3 kayangan.
a. Pura Desa, untuk memuja Dewa Brahma sebagai Dewa Pencipta.
b. Pura Pusah, untuk memuja Dewa Wisnu sebagai Dewa Pemelihara.
c. Pura Dalam, untuk memuja Dewa Siwa sebagai Dewa Pelebur.
 Ada juga larangan seseorang untuk masuk ke dalam pura.
1. Seseorang yang sedang behalangan, khusunya perempuan.
2. Seseorang yang belum menikah.
3. Seseorang yang sudah menikah sebelum 42 hari.
4. Keluarga orang yang meniggal.
e. Ngaben.
Ngaben ada 3 yaitu :
1. Sawe Wedana.
2. Asti Wedana.
3. Swasta Wedana.
Ngaben ini bertujuan untuk mengembalikan 5 Unsur Alam atau masyarakat Bali
menyebutnya Pancayatnye. 5 Unsur Alam antara lain, Petiwi (Tanah), Apah ( Air),
Tegjo (Api), Bayu (Angin) dan Angkasa.
f. Hari-Hari Suci Masyarakat Bali.
1. Galungan. Hari suci keagamaan yang dirayakan di Bali adalah Galungan.
Galungan adalah hari suci Hindu dimana umat Hindu Bali merayakan
kemenangan Dharma melawan Adharma. Di mana, Umat Hindu Bali akan
bersembahyang kehadirat Yang Maha Kuasa Ida Sang Hyang Widi Wasa
sbagai pencipta alam semesta. Galungan ditutup oleh hari raya yang disebut
Kuningan yang dirayakan 10 hari setelah Galungan.
2. Kuningan. Pada hari Kuningan, arwah para leluhur kembal ke surga. Sehingga,
saat kuningan berakhir, dekorasi hari raya akan ditanggalkan.
3. Saraswati. Ada satu hari raya suci Hindu yang dirayakan di Bali dan disebut
sebagai Hari Saraswati. Saraswati adalah hari raya terbesar kedua setelah
Galungan. Saraswati berarti hari ilmu pengetahuan. Tujuan dari perayaan
Saraswati adalah untuk mensyukuri anugrah Tuhan atas kemampuan mereka
memahami Alam, Membaca dan Menulis. Selama hari Saraswati, di sore hari,
Warga Bali dilarang untuk membaca atau menulis buku karena semua buku
sedang diupacarai. Nantinya, di malam hari, orang-orang akan membaca buku
suci di rumah meeka masing-masing atau di Pura.
2. KESENIAN.
Ada banyak kesenian di Bali, itu mengapa Bali menjadi destinasi wisata yang mana
keseniannya masih belum pudar. Salah satu kesenian di Bali, antara lain :
a. Ditinjau dari Persembahan yang Dilakukan Masyarakatnya.
Salah satunya adalah Ngaben. Ngaben adalah sebuah persembahan yang dilakukan
masyarakat Bali yang mana jika orang yang sudah meninggal, mayatnya harus
dibakar ditempat yang dinamakan Sarkofagus. Hal ini dikarenakan orang yang
sudah meninggal harus mengemBalikan 5 unsur alam (Pancayatnye). Orang Bali
percaya bahwa jika melakukan Ngaben maka orang yang sudah meninggal
tersebut bisa tenang disisi Dewa.
b. Ditinjau dari Segi Tarian yang Dipersembahkan.
Tarian di Bali ada 2 jenisnya. Yaitu :
 Seni Wali atau Tarian Pendukung yang mana pada suatu persembahan di Bali
tidak alur ceritanya.
 Seni Wewali atau Tarian Pendukung yang mana pada suatu persembahan di
Bali sudah ada alur ceritanya.
Tujuan dari tarian ini adalah untuk melestarikannya agar tidak punah dan belajar
mempelajarinya.
c. Ditinjau dari Segi Patung/Arca.
banyak sekali pemahat yang membuat patung di Bali. Para pemahat ini memahat
patung yang mana berbentuk seperti Dewa, Dewi dan Hewan Mitologi dan ada
juga Prasasti Blanjo yang ditemukan dan berada di Sanur.
Ada juga Pesta Kesenian di Bali. Yaitu :
 Banter Capu.
 Linggayoni.
 Upacara Wedulan.
 Canang.
 Lebuh Rumah.

3. BAHASA.
Bahasa yang digunakan pada masyarakat Bali adalah bahasa Bali ‘kejawen’ atau
Bahasa Ibu yang mana pada masyarakat Bali bahasa ini dikenal sebagai bahasa halus
dan bahasa biasa dan sebagai bahasa dialek asli orang-orang Bali. Bahasa yang
digunakan pada suatu mantra untuk upacara persembahan memuja Dewa atau Nenek
Moyang juga menggunakan bahasa Bali kuno ini. Masyarakat Bali dominannya
menggunakan bahasa daerahnya sendiri sebagai suatu kebiasaan, untuk orang
tradisional masih menggunakan bahasa daerah Bali ini, namun ada juga yang
menggunakan bahasa indonesia, itu terjadi karena perubahan jaman modern dan hal
itu terjadi pada masyarakat Bali modern yang tinggal di perkotaan atau kota besar dan
ada juga bisa berbahasa asing, bahasa ini digunakan orang Bali untuk berbicara pada
turis atau wisatawan asing.

4. SISTEM KEMASYARAKATAN.
Masyarakat Bali dalam sistem kemasyrakatannya menggunakan sistem kasta, namun
sitem kasta ini digunakan hanya dalam situasi formal, contohnya dalam penggunaan
sebuah nama. Sistem kasta ini berasal dari India. Di Bali, kasta disebut dengan
Wangsa, dan ada 4 Wangsa yang digunakan, Wangsa ini disebut dengan Catur
Wangsa. Catur wangsa yaitu :
a. Wangsa Brahmana, contohnya I De Bagus, I De Ayu, dsb.
b. Wangsa Ksatria, contohnya I Gusti, I Dewe, dsb.
c. Wangsa Waisya, contohnya Nakan, Si, dsb.
d. Wangsa Sudra, contohnya Wayan, Made, Nyoman, Ketut, Balik, dsb.
Ada juga beberapa panggilan masyarakat orang Bali, yaitu :
a. I, panggilan ini untuk orang Laki-laki.
b. Ni, panggilan ini untuk orang Perempuan.
Sistem kemasyarakatan di Bali, contohnya di desa. Desa atau dalam bahasa Bali
disebut juga dengan Kekraman. Kekraman ini sendiri berarti persatuan, yang mana
orang pedesaan atau masyarakat yang tinggal di desa itu sifatnya masih kental
menganut nilai sosial yang sama dan belum pudar, terutama pada sosial dan
budayanya yang mana masih sangat terasa dibandingkan orang yang tinggal di
perkotaan yang mana bersifat individualis. Di Bali juga terdapat yang namanya
Banjar. Banjar ini sendiri sama dengan RT, RW, dan setiap Banjar mempunyai ketua
banjar yang disebut dalam bahasa Bali adalah Keliyan Banjar. Lalu setiap Ketua
Banjar harus melapor pada Ketua Desa yang disebut Pekraman Pendesa.

5. UPACARA KELAHIRAN
Manusa yadnya adalah korban suci yang bertujuan untuk memelihara hidup dan
membersihkan lahir batin manusia mulai dari sejak terwujudnya jasmani di dalam
kandungan sampai pada akhir hidup manusia itu. Pembersihan lahir batin manusia
sangat perlu di lakukan selama hidupnya, karena kebersihan itu dapat menimbulkan
adanya kesucian. Unsur-unsur pembersihan di dalam Upacara Manusa Yadnya dapat
di ketahui dengan adanya upakara-upakara seperti tirtha panglukatan atau tirtha
pembersihan dan lain sebagainya. Tirtha-tirtha ini adalah air suci yang telah di berkati
oleh sang sulinggih pandita ( pendeta). Di dalam Manusa yadnya, pada dasarnya
terdapat empat rangkaian upacara yang satu dengan yang lainnya tidak dapat di
pisahkan. Adapun upacara-upacara teresbut antara lain adalah Upacara Mabhyakala (
Mabhyakaonan ), Upacara Melukat ( Mejaya-jaya ), Upacara Natab ( Ngayab ), dan
Upacara Muspa. Masing-masing upacara ini mempunyai maksud dan tujuan-tujuan
tertentu.
Sedangkan untuk jenis-jenis Upacara Manusa Yadnya, di antaranya ada beberapa yang
penting yaitu :
1. Upacara Pagedong-gedongan ( Upacara Bayi dalam Kandungan )
Upacara ini bertujuan memohon kehadapan Hyang Widhi agar bayi yang ada di dalam
kandungan itu di berkahi kebersihan secara lahir bathin. Demikian pula ibu beserta
bayinya ada dalam keadaan selamat dan dikemudian setelah lahir dan dewasa dapat
berguna di masyarakat serta dapat memenuhi harapan orang tua. Di samping perlu
adanya upacara semasih bayi ada di dalam kandungan, agar harapan tersebut dapat
berhasil, maka si ibu yang sedang hamil perlu melakukan pantangan-pantangan
terhadap perbuatan atau perkataan-perkataan yang kurang baik dan sebaliknya
mendengarkan nasehat-nasehat serta membaca membaca buku-buku wiracarita atau
buku lain yang mengandung pendidikan yang bersifat positif. Sebab tingkah laku dan
kegemaran si ibu di waktu hamil akan mempengaruhi sifat si anak yangmasih di
dalam kandungan.
2. Upacara Bayi Lahir
Upacara ini merupakan cetusan rasa gembira dan terima kasih serta angayu Bagia atas
kelahirannya si bayi kedunia dan mendoakan agar bayi tetap selamat serta sehat
walafiat. Pada saat bayi lahir, yang perlu juga di perhatikan adalah upacara perawatan
Ari-ari. Ari-ari ini di cuci dengan air bersih atau air kumkuman, kemudian di
masukkan ke dalam sebutir kelapa yang di belah dua dengan Ongkara ( pada bagian
atas ) dan Ahkara pada bagian bawah. Kelapa tersebut di bungkus dengan kain putih
kemudian di pendam ( di tanam ) di muka pintu rumah ( yang laki di sebelah kanan
dan yang perempuan di sebelah kiri ). Setelah di tanam pada bagian atasnya
hendaknya di isi daun pandan yang berduri dengan tujuan untuk menolak gangguan
dari kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif.
3. Upacara Kepus Puser
Upacara ini juga di sebut Upacara Mapanelahan. Setelah puser itu putus maka puser
tersebut di bungkus dengan secarik kain, lalu di masukkan ke dalam sebuah tipat
kukur yang di sertai dengan bumbu-bumbu dan kemudian tipat tersebut di gantungkan
di atas tempat tidur si bayi. Mulai saat inilah si bayi di buatkan Kumara, yaitu tempat
memuja Dewa Kumara sebagai pelindung anak-anak.
4. Upacara Bayi berumur 42 Hari
Upacara ini disebut juga upacara tutug kambuhan. Pada usia 42 hari bayi di buatkan
upacara “ Macolongan “. Tujuannya adalah memohon pembersihan dari segala
keletehan ( kekotoran dan noda ), terutama si ibu dan bayinya di beri tirtha pangklutan
pabersihan, sehingga si ibu dapat memasuki tempat-tempat suci seperti Pura, Merajan
dan sebagainya.
5. Upacara Nyambutin
Upacara Nyambutin ini diadakan setelah bayi tersebut berumur 105 hari. Pada umur
ini si bayi telah di anggap suatu permulaan untuk belajar duduk, sehingga di adakan
upacara Nyambuitn di sertai dengan upacara “ Tuwun di pane “ dan mandi sebagai
penyucia atas kelahirannya di dunia. Upacara ini bertujuan untuk memohon kehadapan
Hyang Widhi agar jiwatman si bayi benar-benar kembali kepada raganya.
6. Upacara Satu Oton
Upacara satu oton atau yang di sebut dengan Otonan ini di lakukan setelah bayi
berumur 210 hari, dengan mempergunakan perhitungan pawukon. Upacara ini
bertujuan agar segala keburukan dan kesalahan-kesalahan yang mungkin di bawa oleh
si bayi dan semasa hidupnya terdahulu dapat di kurangi atau di tebus, sehingga
kehidupan yang sekarang benar-benar merupakan kesempatan untuk memperbaiki
serta meningkatkan diri untuk mencapai kehidupan yang sempurna. Serangkaian pula
dengan Upacara Otonan ini adalah upacara pemotongan rambut yang pertama kali,
yang bertujuan untuk membersihkan ubun-ubun ( Ciwa Dwara ). Pelaksanaan upacara
satu oton ini juga di maksudkan untuk memohon kehadapan Ibu Pertiwi agar ikut
mengasuh si bayi sehingga si bayi tidak mendapatkan kesulitan, selamat dan tumbuh
dengan sempurna. Untuk ini di adakan pula upacara turun tanah yang di injakkan
untuk pertama kalinya di beri gambar bedawang nala sebagai lambang dasar dunia,
sedangkan si bayi di tutupi dengan sangkar yang di sebut sudamala.
7. Upacara Meningkat Dewasa (Munggah Daa)
Upacara ini bertujuan untuk memohon kehadapan Hyang Widhi agar yang
bersangkutan di berikan petunjuk atau bimbingan secara gaib sehingga ia dapat
mengendalikan diri dalam menghadapi masa pancaroba. Upacara ini pada umumnya di
titikberatkan pada anak perempuan. Hal ini mungkin di sebabkan karena wanita di
anggap kaum yang lemah serta lebih banyak menanggung akibat pertimbangan-
pertimbangan. Di samping itu, menurut Hindu bahwa kaum wanita dapat di anggap
sebagai barometer tingi rendah atau baik dan buruknya martabat dari suatu keluarga
dan lain-lain.
8. Upacara Potong Gigi
Upacara ini dapat di lakukan baik terhadap anak laki-laki maupun anak perempuan
yang sudah menginjak dewasa. Dalam Upacara potong gigi ini, maka gigi yang di
potong ada 6 buah, yaitu empat buah gigi atas dan dua buah lagi gigi taring atas.
Secara rohaniah pemotongan terhadap ke enam gigi tersebut merupakan simbolis
untuk mengurangi ke enam sifat Sad Ripu yang sering menyesatkan dam
menjerumuskan manusia ke dalam penderitaan atau kesengsaraan. Sifat-sifat Sad Ripu
yang di maksud adalah nafsu birahi, kemarahan, keserakahan, kemabukkan,
kebingungan dan sifat iri hati. Tetapi secara lahiriah, pemotongan gigi itu dapat pula di
anggap untuk memperoleh keindahan, kecantikan dan lain sebagainya. Pelaksanaan
Upacara Potong gigi ini bertujuan, di samping agar yang bersangkutan kelak nanti
setelah mati dapat bertemu dengan para leluhurnya dan bersatu dengan Hyang Widhi,
juga agar yang bersangkutan selalu sukses dalam segala usaha, terhindar dari segala
penyakit serta dapat mengendalikan diri dan mengusir kejahatan.

6. UPACARA PERNIKAHAN
Pernikahan adat bali sangat diwarnai dengan pengagungan kepada Tuhan sang
pencipta, semua tahapan pernikahan dilakukan di rumah mempelai pria,
karena masyarakat Bali memberlakukan sistem patriarki, sehingga dalam pelaksanan
upacara perkawinan semua biaya yang dikeluarkan untuk hajatan tersebut menjadi
tanggung jawab pihak keluarga laki – laki. hal ini berbeda dengan adat pernikahan
jawa yang semua proses pernikahannya dilakukan di rumah mempelai wanita.
Pengantin wanita akan diantarkan kembali pulang ke rumahnya untuk meminta izin
kepada orang tua agar bisa tinggal bersama suami beberapa hari setelah upacara
pernikahan.
Rangkaian tahapan pernikahan adat Bali adalah sebagai berikut:
Upacara Ngekeb
Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan
remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga memohon doa restu kepada Tuhan
Yang Maha Esa agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada pasangan ini serta
nantinya mereka diberikan anugerah berupa keturunan yang baik.
Setelah itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran
yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah
dihaluskan. Dipekarangan rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk
keperluan mandi calon pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk keramas.
Sesudah acara mandi dan keramas selesai, pernikahan adat bali akan dilanjutkan
dengan upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah
disediakan sesajen. Setelah masuk dalam kamar biasanya calon pengantin wanita tidak
diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput. Pada
saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai dari
ujung kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning tipis. Hal ini
sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya
sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan
hidupnya.
 Mungkah Lawang ( Buka Pintu )
Seorang utusan Mungkah Lawang bertugas mengetuk pintu kamar tempat pengantin
wanita berada sebanyak tiga kali sambil diiringi oleh seorang Malat yang
menyanyikantembang Bali. Isi tembang tersebut adalah pesan yang mengatakan jika
pengantin pria telah datang menjemput pengantin wanita dan memohon agar segera
dibukakan pintu.
 Upacara Mesegehagung
Sesampainya kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin pria, keduanya turun
dari tandu untuk bersiap melakukan upacara Mesegehagung yang tak lain bermakna
sebagai ungkapan selamat datang kepada pengantin wanita. kemudian keduanya
ditandu lagi menuju kamar pengantin. Ibu dari pengantin pria akan memasuki kamar
tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain kuning yang menutupi
tubuhnya akan segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang kepeng satakan yang
ditusuk dengan tali benang Bali dan biasanya berjumlah dua ratus kepeng
 Madengen–dengen
Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri atau mensucikan kedua pengantin dari
energi negatif dalam diri keduanya. Upacara dipimpin oleh seorang pemangku adat
atau Balian
 Mewidhi Widana
Dengan memakai baju kebesaran pengantin, mereka melaksanakan upacara Mewidhi
Widana yang dipimpin oleh seorang Sulingguh atau Ida Peranda. Acara ini merupakan
penyempurnaan pernikahan adat bali untuk meningkatkan pembersihan diri
pengantin yang telah dilakukan pada acara – acara sebelumnya. Selanjutnya,
keduanya menuju merajan yaitu tempat pemujaan untuk berdoa mohon izin dan restu
Yang Kuasa. Acara ini dipimpin oleh seorang pemangku merajan
 Mejauman Ngabe Tipat Bantal
Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi pasangan suami istri, maka pada hari
yang telah disepakati kedua belah keluarga akan ikut mengantarkan kedua pengantin
pulang ke rumah orang tua pengantin wanita untuk melakukan upacara Mejamuan.
Acara ini dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak
keluarga pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu
pengantin wanita telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya.
Untuk upacara pamitan ini keluarga pengantin pria akan membawa sejumlah barang
bawaan yang berisi berbagai panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem,
cerorot, kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, the, sirih pinang, bermacam buah–
buahan serta lauk pauk khas bali.

7. UPACARA KEMATIAN
Ngaben adalah suatu upacara pembakaran mayat yang dilakukan umat Hindu di Bali,
upacara ini dilakukan untuk menyucian roh leluhur orang sudah wafat menuju
ketempat peristirahatan terakhir dengan cara melakukan pembakaran jenazah.
Dalam diri manusia mempunyai beberapa unsur, dan semua ini digerakan oleh
nyawa/roh yang diberikan Sang Pencipta. Saat manusia meninggal, yang ditinggalkan
hanya jasad kasarnya saja, sedangkan roh masih ada dan terus kekal sampai akhir
jaman. Di saat itu upacara Ngaben ini terjadi sebagai proses penyucian roh saat
meninggalkan badan kasar.
Kata Ngaben sendiri mempunyai pengertian bekal atau abu yang semua tujuannya
mengarah tentang adanya pelepasan terakhir kehidupan manusia. Dalam ajaran Hindu
Dewa Brahma mempunyai beberapa ujud selain sebagai Dewa Pencipta Dewa Brahma
dipercaya juga mempunyai ujud sebagai Dewa Api. Jadi upacara Ngaben sendiri
adalah proses penyucian roh dengan cara dibakar menggunakan api agar bisa dapat
kembali ke sang pencipta, api penjelmaan dari Dewa Brahma bisa membakar semua
kekotoran yang melekat pada jasad dan roh orang yang telah meningggal.
Upacara Ngaben ini dianggap sangat penting bagi umat Hindu di Bali, karena upacara
Ngaben merupakan perujudan dari rasa hormat dan sayang dari orang yang
ditinggalkan, juga menyangkut status sosial dari keluarga dan orang yang meninggal.
Dengan Ngaben, keluarga yang ditinggalkan dapat membebaskan roh/arwah dari
perbuatan perbuatan yang pernah dilakukan dunia dan menghantarkannya menuju
surga abadi dan kembali berenkarnasi lagi dalam wujud yang berbeda.
Ngaben dilakukan dengan beberapa rangkaian upacara, terdiri dari berbagai rupa
sesajen dengan tidak lupa dibubuhi simbol-simbol layaknya ritual lain yang sering
dilakukan umat Hindu di Bali. Upacara Ngaben biasa nya dilalukan secara besar
besaran, ini semua memerlukan waktu yang lama, tenaga yang banyak dan juga biaya
yang tidak sedikit dan bisa mengakibatkan Ngaben sering dilakukan dalam waktu
yang lama setelah kematian.
Pada masa sekarang ini masyarakat Hindu di Bali sering melakukan Ngaben secara
massal / bersama, untuk meghemat biaya yang ada, dimana Jasad orang yang
meninggal untuk sementara dikebumikan terlebih dahulu sampai biaya mencukupi
baru di laksanakan, namun bagi orang dan keluarga yang mampu upacara ngaben
dapat dilakukan secepatnya, untuk sementara waktu jasad disemayamkan di rumah,
sambil menunggu waktu yang baik. Ada anggapan kurang baik bila penyimpanan
jasad terlalu lama di rumah, karena roh orang yang meninggal tersebut menjadi
bingung dan tidak tenang, dia merasa berada hidup diantara 2 alam dan selalu ingin
cepat dibebaskan.
Pelaksanaan Ngaben itu sendiri harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan pendeta
untuk menetapkankan kapan hari baik untuk dilakukannya upacara. Sambil menunggu
hari baik yang akan ditetapkan, biasanya pihak keluarga dan dibantu masyarakat
beramai ramai melakukan Persiapan tempat mayat ( bade/keranda ) dan replica
berbentuk lembu yang terbuat dari bambu, kayu, kertas warna-warni, yang nantinya
untuk tempat pembakaran mayat tersebut.
Dipagi harinyasaatupacara ini dilaksanakan, seluruh keluargadanmasyarakat akan
berkumpul mempersiapkan upacara. Sebelum upacara dilaksanakan Jasad terlebih
dahulu dibersihkan/dimandikan, Proses pelaksaaan pemandian di pimpin oleh seorang
Pendeta atau orang dari golongan kasta Bramana.
Setelah proses pemandian selesai , mayat dirias dengan mengenakan pakaian baju adat
Bali, lalu semua anggota keluarga berkumpul untuk memberikan penghormatan
terakhir dan diiringi doa semoga arwah yang diupacarai memperoleh kedamaian dan
berada di tempat yang lebih baik.
Mayat yang sudah dimandikan dan mengenakan pakaian tersebut diletakan di
dalam“Bade/keranda” lalu di usung secara beramai-ramai, seluruh anggota keluarga
dan masyarakat berbarisdidepan “Bade/keranda”. Selama dalam perjalanan menuju
tempat upacara Ngabentersebut, bila terdapat persimpangan atau pertigaan,
Bade/keranda akan diputar putar sebanyak tiga kali, ini dipercaya agar si arwah
bingung dan tidak kembali lagi ,dalam pelepasan jenazah tidak ada isak tangis, tidak
baik untuk jenazah tersebut, seakan tidak rela atas kepergiannya.Arak arakan yang
menghantar kepergian jenazah diiringi bunyi gamelan,kidung suci.Pada sisi depan dan
belakang Bade/keranda yang di usung terdapat kain putih yang mempunyai makna
sebagai jembatan penghubung bagi sang arwah untuk dapat sampai ketempat asalnya.
Setelah sampai dilokasi kuburan atau tempat pembakaran yang sudah disiapkan, mayat
di masukan/diletakan diatas/didalam “Replica berbentuk Lembu“ yang sudah
disiapkan dengan terlebih dahulu pendeta atau seorang dari kasta Brahmana
membacakan mantra dan doa, lalu upacara Ngaben dilaksanakan, kemudian “Lembu”
dibakar sampai menjadi abu. Sisa abu dari pembakaran mayat tersebut dimasukan
kedalam buah kelapa gading lalu kemudian di larungkan/dihayutkan ke laut atau
sungai yang dianggap suci.
Dari pemamaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Ngaben adalah upacara
pembakaran mayat di Bali yang saat disakralkan dan diagungkan, upacara ini adalah
ungkapan rasa hormat yang ditujukan untuk orang yang sudah meninggal. Upacara ini
selalu dilakukan secara besar besar dan meriah, tidak semua umat Hindu di Bali dapat
melaksanakannya karena memerlukan biaya yang tidak sedikit. Semua yang berasal
dari sang pencipta pada masanya akan kembali lagi dan semua itu harus diyakini dan
ihklaskan. Manusia di lahirkan dan kemudian meninggal itu semua erat berhubungan
dengan amal perbuatannya selama di dunia.

Anda mungkin juga menyukai